BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN MASALAH 2.1 Landasan teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan dunia secara umum dibangun berdasarkan pemikiran keunggulan komparatif dan daya saing yang berbeda antara negara. Jika negaranegara berproduksi dan berdagang dengan mengacu pada keunggulan komparatif dan persaingan, maka diyakini akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya yang langka sehingga tercapai tingkat kesejahteraan dunia yang lebih baik. Keunggulan komparatif merupakan konsep yang telah berusia 250 tahun namun tidak tergoyahkan hingga saat ini. Makalah ini bertujuan memperlihatkan sisi gelap konsep keunggulan komparatif dan daya saing dan memperkenalkan konsep keunggulan kooperatif. Makalah ini memperlihatkan bahwa konsep keunggulan kooperatif dalam hubungan internasional akan memberikan dampak yang jauh lebih menjanjikan dibandingkan dengan konsep keunggulan komparatif dan daya saing. Secara matematika diperlihatkan bahwa sikap kooperatif dalam hubungan negara-negara akan memberikan lebih banyak manfaat terutama dalam menciptakan efisiensi dunia, distribusi pendapatan, kesejahteraan yang lebih tinggi dan kedamaian dunia. Sedangkan janji yang diberikan oleh konsep keunggulan komparatif dalam pasar bersaing hanyalah sebuah ilusi (Jurnal Litbang oleh Yusmichad Yusdja, 2008). 17 Perdagangan internasional adalah pertukaran modal, barang-barang, dan jasa ke seberang perbatasan internasional atau territories. Di kebanyakan negaranegara, memberikan suatu saham Groos Domestic Produc ( GDP). Perdagangan internasional adalah suatu sumber utama pendapatan ekonomi untuk bangsa yang dipertimbangkan suatu negara besar. Tanpa perdagangan internasional, negaranegara akan jasa dan barang-barang yang diproduksi di dalam perbatasan suatu negara. Perdagangan internasional pada prinsipnya perdagangan dalam negeri sebagai motivasi dan dalam suatu perdagangan. Perbedaan tidak berbeda dari perilaku yang dilibatkan di yang utama adalah perdagangan internasional itu secara khas yang lebih mahal dibanding perdagangan dalam negeri. Alasan adalah bahwa suatu perbatasan secara khas memaksakan biayabiaya tambahan seperti tarif, biaya-biaya waktu dalam kaitan dengan biaya-biaya dan keterlambatan perbatasan dihubungkan dengan perbedaan negeri seperti bahasa, sistem atau suatu kultur berbeda (www.wikipedia.com). Tambunan (2001:1) mendefinisikan perdagangan internasional sebagai perdagangan antara atau lintas negara yang meliputi kegiatan ekspor dan impor. Perdagangan internasional dibagi menjadi dua kategori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa antara lain terdiri dari biaya transportasi, perjalanan (travel), asuransi, pembayaran bunga dan remittance seperti gaji tenaga kerja serta fee atau royalty teknologi (lisensi). Perdagangan yang dilaksanakan baik antardaerah (interregional) atau antarnegara (internasional) merupakan suatu cara penting untuk meningkatkan 18 tingkat hidup dan kemakmuran bagi bangsa-bangsa/negara yang bersangkutan. Perdagangan internasional adalah transaksi dagang di antara para subjek ekonomi negara yang satu dengan subjek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa, yang tentunya harus memperhatikan syarat dalam commercial diplomacy (diplomasi perdagangan) yang timbul akibat transaksi-transaksi yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut (Sobri, 2001:2). Diplomacy merupakan kegiatan tersendiri yang penting dan memberikan dasar atas pelaksanaan perdagangan internasional. Dalam perdagangan internasional, sebetulnya negara tidak melakukan perdagangan dengan negara lain melainkan yang melakukan perdagangan tersebut adalah penduduk suatu negara dengan penduduk negara lainnya. Penduduk yang dimaksud dalam hal ini adalah bisa warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemendepartemen pemerintah. Jadi, perdagangan internasional secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik berupa barang maupun jasa yang dilakukan antar negara atas pertimbangan tertentu (keuntungan) dan dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun juga. Teori perdagangan internasional membantu untuk menentukan arah serta komposisi perdagangan antara beberapa negara serta bagaimana efeknya terhadap struktur perekonomian suatu negera. Beberapa teori yang menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional adalah sebagai berikut. 19 1) Teori Pra Klasik Menurut Hamdy (2001 : 24), ide pokok merkantilisme adalah negara atau raja akan kaya atau makmur dan kuat apabila ekspor lebih besar daripada impor (X > M). Surplus dari X – M (ekspor neto) diselesaikan dengan pemasukan logam mulia terutama emas dan perak dari luar negeri, karena pada waktu itu logam mulia di pakai sebagai alat pembayaran. Kebijakan perdagangan dilakukan oleh merkantilis dalam melaksanakan ide pokok tersebut dengan cara melaksanakan ekspor sebesar-besarnya kecuali logam mulia dan melarang atau membatasi impor dengan ketat kecuali logam mulia. 2) Teori Klasik a. Teori keunggulan mutlak (absolute advantage) dari Adam Smith Adam Smith mengatakan bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produk dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage). Teori ini didasarkan pada beberapa asumsi antara lain faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja, kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama, pertukaran dilakukan secara barter dan biaya transport diabaikan. Kelemahan teori Adam Smith bahwa perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian jika hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Namun, kelemahan teori Adam Smith ini 20 diperbaiki/disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori keunggulan komparatif (comparative advantage). b. Teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dari David Ricardo Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya (Hamdy, 2001 : 32). Suatu negara akan mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang-barang dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien dan mengimpor barang yang produksinya kurang efisien. Sekalipun suatu negara mengalami kerugian dalam memproduksi barang jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan masih bisa berlangsung dan saling menguntungkan. Berdasarkan contoh hipotesis pada tabel 2.1 maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari Ricardo adalah cost comparative advantage. Tabel 2.1 Data Hipotesis Cost Comparative Produksi Negara Anggur Pakaian Portugis 3 Hari Kerja 4 Hari Kerja 6 Hari Kerja 5 Hari Kerja Inggris Sumber : Nopirin (1996:14) 21 Berdasarkan Tabel 2.1 jika ditinjau dari keunggulan absolut Adam Smith maka Portugis unggul mutlak karena labor-costnya lebih efisien dibandingkan dengan Inggris, baik dalam produksi anggur maupun pakaian. Dengan demikian tentu tidak akan terjadi perdagangan antara kedua negara jika didasarkan pada teori Smith. Akan tetapi, berdasarkan teori Ricardo walaupun Portugis memiliki keunggulan absolut dibandingkan dengan Inggris untuk kedua produk namun tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki comparative advantage atau labor efficiency. Berdasarkan perbandingan cost comparative advantage, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Portugis lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Inggris dalam produksi anggur (3/6 atau ½ hari kerja) daripada produksi pakaian (4/5 hari kerja). Hal ini akan mendorong Portugis melakukan spesialisasi produksi dan ekspor anggur. Sebaliknya, tenaga kerja Inggris tersignifikan lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Portugis dalam memproduksi pakaian (5/4 hari kerja) daripada produksi anggur (6/3 atau 2 hari kerja). Hal ini mendorong Inggris melakukan spesialisasi produksi. 22 Tabel 2.2 Data Perhitungan Cost Comparative (Labor Efficiency) Perhitungan Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency) Perbadingan Cost Anggur Pakaian Portugis Inggris 3/6 Hari Kerja 4/5 Hari Kerja 6/3 Hari Kerja 5/4 Hari Kerja Inggris Portugis Sumber : Nopirin (1996: 14) 3. Teori Modern : Teori Heckscher-Ohlin (teori H-O) Teori ini dikembangkan oleh ahli ekonomi dari Swedia yaitu Eli Heckscher dan Bertil Ohlin yang kemudian dikenal dengan teori HeckscherOhlin atau teori H-O. Menurut teori H-O, perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan perdagangan internasional. Negaranegara yang memiliki faktor produksi relatif banyak dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Negara akan mengimpor barang jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang langka/mahal dalam memproduksinya ( Hamdy, 2001 : 39 ) Teori H-O menggunakan asumsi 2x2x2 dalam arti perdagangan internasional terjadi antara dua negara, masing-masing negara memproduksi dua macam barang yang sama dan masing-masing negara menggunakan dua macam faktor produksi (tenaga kerja dan mesin), tetapi dengan jumlah berbeda. 23 Kelemahan teori H-O antara lain perbedaan harga barang sejenis terjadi karena adanya perbedaan faktor produksi, tetapi pada kenyataannya walaupun harga barang sejenis sama, perdagangan internasional tetap dapat terjadi. 2.1.2 Ekspor Menurut Amir M.S. (1993:100), ekspor diartikan dengan pengeluaran barang-barang dari peredaran masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri, sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing. Pengertia ekspor menurut keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 182/MPP/Kep/4/1998 tentang ketentuan umum di bidang ekspor, menyatakan ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah kepabeanan suatu Negara. Menurut Deliarnov (1995:203) ekspor merupakan salah satu komponen atau bagian dari pengeluaran agregat. Semakin banyak jumlah barang yang dapat diekspor, makin besar pengeluaran agregat dan makin tinggi pula pendapatan nasional. Pendapatan nasional yang tinggi tidak menjamin ekspor tinggi pula. Menurut Hutabarat (1994:306) ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor pada mulanya hanya dapat dilakukan oleh perusahaan berbentuk badan hukum yang telah mendapatkan izin dari Departemen Perdagangan namun setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Perdagangan No. 331/Kp/XII/1987 tanggal 23 Desember 1987 ekspor dapat 24 dilakukan oleh setiap pengusaha yang telah memiliki surat izin usaha perdagangan dan mendapat izin usaha dari Departemen Teknis. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.10/MPP/SK/5/1996 dan No. 228/MPP/Kep/7/1997, barang-barang yang diekspor digolongkan ke dalam 4 (empat) kelompok yaitu: 1) Barang yang diatur tata niaga (ekspor) Adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdaftar yaitu kopi, tekstil produk tekstil, kayu lapis, barang hasil kerajinan dari kayu cendanaan dan karet. 2) Barang yang diawasi ekspornya Adalah barang yang ekspornya yang hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk. Misalnya pupuk urea, garam, tepung terigu, kedelai, kopra, inti kelapa sawit, benih ikan bandeng, biji kapok, kacang, padi/beras, ternak hidup dan minyak dan gas bumi. 3) Barang yang dilarang ekspornya Adalah barang yang tidak boleh di ekspor, yaitu jenis-jenis ikan dalam keadaan hidup, barang dari kayu mewah, karet bongkah, beras, binatang dan tumbuhan langka dan dilindungi serta barang-barang kuno yang bernilai budaya. 25 4) Barang yang bebas ekspornya Adalah barang yang tidak masuk ke dalam kelompok barang yang tata niaganya, diawasi dan dilarang ekspornya, misalnya kerajinan perak, kerajinan bambu, kerajinan bambu, dan lainnya. Menurut Sukirno (2000:109), faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor adalah sebagai berikut: 1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain, kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara. 2) Proteksi di negara-negara lain Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. Contohnya, kebijakan proteksi di negara-negara maju dapat memperlambat perkembangan ekspor di negara-negara berkembang. 3) Kurs Valuta Asing Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor, dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat. Suatu kegiatan ekspor dapat dilakukan dengan baik apabila telah memenuhi tata cara ekspor. Hal ini bertujuan agar kegiatan perdagangan 26 internasional tersebut dapat berjalan dengan lancar. Cara-cara yang ditempuh dalam penyelesaian pembayaran dalam perdagangan luar negeri serta prosedur pelaksanaan ekspor adalah sebagai berikut. a. Secara tunai (cash payment) b. Secara rekening terbuka (open account) c. Secara penarikan wesel atas suatu Letter of Credit (L/C) Bentuk perdagangan yang umum digunakan dalam ekspor tas yaitu, freight on board (FOB) dan cost insurance freight (CIF). Pada FOB, kewajiban penjual dalam jenis transaksi ini yaitu menyediakan dan memasukkan barang ke kapal dalam kuantitas, kualitas dan tempat yang disepakati. Namun penjual menyediakan segala sesuatu yang diperlukan bagi kelancaran transaksi, termasuk dokumen ekspor. Kewajiban pembeli dalam sistem ini yaitu mencari kapal, menyediakan ruangan dalam kapal, menetapkan pelabuhan, menginformasikan waktu sandar, serta menanggung semua biaya dan resiko terhadap barang sejak melewati bibir tangki termasuk pembongkarannya (Amir M.S, 2003 : 184). Pada CIF, kewajiban penjual yaitu menyediakan seluruh fasilitas agar barang yang diperdagangkan sampai di pelabuhan tujuan yang dijanjikan. Namun, risiko (bukan biaya) selama pengangkutan menjadi tanggung jawab pembeli yang dilimpahkan ke asuransi atas biaya penjual. Kewajiban pembeli yaitu melakukan pembongkaran serta pengurusan seluruh dokumen yang diperlukan (Amir M.S, 2003 : 185). 27 2.1.3 Konsep Investasi Teori ekonomi mengartikan atau mendifinisikan investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatanperalatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dimasyarakat (Sukirno, 2000:66). Secara garis besar investasi dapat digolongkan menjadi tiga menurut Sukirno (1981:117) antara lain: 1. Autonomus Investement, yaitu macam investasi yang tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, misalnya investasi pada rehabilitasi prasarana jalan, dan irigasi dan sebagainya. Walaupun investasi ini tidak memiliki kaitan dengan tingkat pendapatan tetapi secara tidak langsung (dengan sendirinya) dilaksanakan untuk memperlancar roda perekonomian itu sendiri. Investasi jenis ini biasanya banyak dilakukan oleh sektor pemerintah, karena investasi ini akan menyangkut banyak aspek sosial budaya yang ada di masyarakat. 2. Induced Investement, yaitu macam investasi yang memiliki kaitan dengan tingkat pendapatan, misalnya adanya kenaikan pendapatan yang ada pada masyarakat di suatu tempat atau negara menyebabkan kenaikan kebutuhan barang tertentu. Kenaikan atau pertambahan permintaan terhadap barang sudah tentu akan mendorong untuk melakukan investasi. 3. Investement yang sifatnya dipengaruhi adanya tingkat bunga uang atau modal yang berlaku di masyarakat. 28 Investasi swasta di Indonesia yang berlaku dengan kemudahan-kemudahan fasilitas adalah berupa penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA). Menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1968, PMDN ialah bagian kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh negara, swasta nasional maupun swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disishkan guna menjalankan suatu usaha, sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan pasal 2 Undang-undang No. 1 tahun 1967, tentang penanaman modal asing. Dengan demikian, PMDN dimaksudkan sebagai penggunaan daripada kekayaan seperti tersebut di atas, baik secara langsung atau tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 6 tahun 1968. Pengertian penanaman modal asing (PMA) menurut undang-undang No. 1 tahun 1967 adalah hanya meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut ketentuan undang-undang No.1 1967 digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut. Investasi di Indonesia dapat dilakukan dalam investasi langsung dan investasi porfosional. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham atau obligasi. Investasi langsung dikenal dengan PMA merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan. 29 Investasi asing lebih banyak mempunyai kelebihan dengan investasi portofolio. Selain sifatnya yang permanen / jangka panjan, PMA juga memberikan andil dalam ahli teknologi, ahli keterampilan mnajemen dan membuka lapangan pekerjaan baru. Invesatsi asing atau penanaman modal Asing (PMA) yang disetujui pemerintah menurut sektor adalah sebagai berikut: 1. Pertanian, kehutaan, dan perikanan. 2. Pertambangan. 3. Industri (makanan, tekstil, kayu logam dasar, kertas, kimia farmasi, mineral non logam, barang logam, dan lain-lain) 4. Bangunan 5. Perhotelan. 6. Pengangkutan 7. Perumahan dan Perkantoran 8. Listrik, perdagangan, jasa-jasa dan lain-lain. Investasi asing yang digunakan dalam penelitian ini adalah investasi asing sektor industri kayu. 2. 1.4 Hubungan Investasi dengan ekspor Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa dalam perekonomian (Sukirno, 2005:105). Melalui 30 teori tersebut, dengan meningatnya investasi dan bertambahnya kemampuan produksi suatu negara maka akan menyebabkan meningkatknya ekspor barang dan jasa. Di Indonesia yang menguatkan bahwa investasi menguatkan ekspor adalah ”Pakto 1993” yang dikeluarkan pemerintah, yang merupakan peluanakan dari peraturan pemerintah No. 17 tahun 1992 mengenai penanaman modal asing (PMA) dimana didalamnya dijelaskan bahwa adanya keharusan ekspor bagi PMA yang direalisasikan sebesar 80 % dari hasil produksi. Dengan ketentuan ini semakin tinggi investasi PMA, maka akan semakin besar ekspor yang akan dilakukan jadi terdapat hubungan yang positif antara investasi dan ekapor. 2.1.5 Konsep Tingkat Suku Bunga Kredit Di dalam ekonomi tingkat suku bunga dipertimbangkan harga kredit. Oleh karena itu, ini juga dapat dikaitan pada penyimpangan dalam kaitan dengan inflasi. Tingkat bunga nominal yang mengacu pada harga sebelum penyesuaian ke inflasi, adalah kelihatan oleh konsumen yaitu bunga di dalam suatu kontrak pinjam, kartu kredit statemen, dll. Bunga nominal terdiri atas tingkat bunga yang riil inflasi lebih, antar faktor lain(www.wikipedia.com). Suatu rumusan sederhana untuk bunga yang nominal adalah: i=r+π Di mana: i adalah tingkat suku bunga yang nominal, r adalah bunga yang riil . 31 Pengertian dasar tingkat suku bunga yaitu sebagai harga dari uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku bunga sebagai “harga” ini bisa juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi “pertukaran” antara satu rupiah sekarang dengan satu rupiah nanti (Boediono, 1995 : 75), sedangkan suku bunga adalah harga atau balas jasa yang dibayarkan oleh masyarakat pada bank atas bayaran yang telah diberikan untuk jangka waktu tertentu (Bank Indonesia, 2001:7). Tingkat suku bunga bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan untuk jangka waktu tertentu dan merupakan cermin dari mekanisme kekuatan dan permintaan uang di masyarakat atau pasar uang. Tingkat suku bunga mempunyai hubungan yang terbalik dengan jumlah uang beredar dimana semakin tinggi tingkat suku bunga maka jumlah uang beredar akan semakin sedikit, karena masyarakat akan lebih memilih menyimpan uangnya di bank atau membeli suratsurat berharga untuk memperoleh keuntungan. Pengertian tingkat suku bunga menurut teori Keynes dan teori Klasik (Setiawina, 2004:17) adalah sebagai berikut: 1) Teori Keynes Berdasarkan teori Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Menurut mashab Keynes, uang bisa produktif dengan cara lain. Uang tunai di tangan orang yang bisa berspekulasi di pasar surat berharga kemungkinan akan memperoleh keuntungan. Kaum Keynesian lebih menekankan sifat uang sebagai suatu aktiva yang likuid yang bisa digunakan untuk memanfaatkan kesempatan, memperoleh 32 keuntungan dari pasar surat berharga. Tingkat bunga juga merupakan harga uang yang timbul dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran uang sebagai aktiva likuid. 2) Teori Klasik Bunga timbul karena uang adalah “produktif”, dalam arti bahwa dengan dana, seorang pengusaha bisa menambah alat produksinya (modal) yang bisa menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi/uang bisa meningkatkan produktivitas inilah pengusaha mau membayar bunga. Kaum klasik memandang uang sebagai “dana investasi” (loanable funds) yang langsung dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan produksi barang/jasa. Menurut Kasmir (1992 : 12), terdapat 2 jenis bunga dalam kegiatan sehari-hari, yaitu: 1) Bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan/balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uang di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada masyarakatnya, sebagai contoh: jasa giro/bunga tabungan dan bunga deposito. 2) Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan pada peminjam atau harga yang harus di bayar oleh nasabah peminjam kepada bank, sebagai contoh: bunga kredit. 33 2.1.6 Tingkat suku bunga kredit Kredit adalah penyediaan sejumlah uang bank/bentuk lain yang dapat dipersamakan dan mewajibkan pihak lain melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah yang disepakati. Menurut Bank Indonesia (2005:9) bunga kredit adalah sejumlah ganti rugi atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah. Bagi peminjam, bunga kredit dipandang sebagai suatu biaya atau ongkos yang dikeluarkan olehnya. Sedangkan bagi bank, bunga kredit dipandang sebagai suatu pendapatan bank yang menguntungkan. Menurut Siamat (2001:166), penggolongan kredit berdasarkan penggunaan antara lain: 1) Kredit modal kerja, yaitu kredit jangka pendek yang diberikan oleh bank untuk keperluan modal kerja debitur yang bersangkutan. 2) Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang untuk pembelian barang-barang modal dan jasa yang diperlukan oleh peminjam untuk diinvestasikan berupa rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, relokasi usaha dan atau pendirian usaha baru. Jadi kredit ini untuk keperluan menanam modal (bukan untuk modal kerja) sehingga kredit ini bersifat produktif dimana perusahaan yang diberikan kredit mempunyai perencanaan yang mempunyai hubungan terarah. 3) Kredit konsumsi, yaitu pemberian kredit untuk keperluan konsumsi dengan cara membeli, menyewa atau pun dengan cara lainnya. 34 2.1.7 Hubungan Tingkat Suku Bunga Kredit Modal kerja dengan Ekspor Kredit bagi kegiatan produksi dapat menjadi modal kerja yang dapat mendorong kelancaran produksi suatu komoditi, tidak terkecuali komoditas yang berorientasi pada ekspor. Namun adanya kredit tidak terlepas dari adanya tingkat bunga yang merupakan aspek biaya yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan produksi. Tingkat suku bunga yang turun akan menyebabkan masyarakat meminjam kredit dari bank dan mempergunakan kredit tersebut untuk investasi., sehingga produksi akan meningkat dan ekspor juga meningkat (Mankiw, 2000:316). Jadi, antara tingkat suku bunga dengan ekspor memiliki hubungan yang negatif. 2.1.8 Konsep Kurs Valuta Asing Kegiatan transaksi perdagangan yang terjadi antarnegara yang terdiri dari kegiatan ekspor dan impor akan melibatkan perbandingan nilai tukar mata uang kedua negara yang bersangkutan. Apabila suatu barang ditukar dengan barang lain, tentu di dalamnya terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya. Nilai tukar ini merupakan semacam harga di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang sering disebut dengan kurs (exchange rate) (Nopirin, 1999:163). Menurut Hamdy (2001:24) valas (foreign currency) diartikan sebagai mata uang dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri dan 35 biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Sentral (Bank Indonesia). Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relative stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar mata uang asing suatu negara bisa terjadi dalam keseimbangan dan ketidakseimbangan yang dipengaruhi oleh keadaan neraca pembayaran suatu negara. Jika mengalami defisit pada neraca pembayarannya berarti permintaan valas akan meningkat. Apabila cadangan devisa yang dimiliki terbatas, maka nilai tukar mata uang negara tersebut akan terus merosot terhadap mata uang asing. Begitu juga sebaliknya jika dalam neraca pembayaran suatu negara terjadi surplus, maka nilai tukar mata uang dalam negeri akan meningkat. Mengetahui akan hal itu, maka kestabilan nilai tukar mata uang perlu dijaga agar kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan lebih mantap. Untuk dapat mencapai kestabilan nilai tukar mata uang dalam negeri dan mata uang asing, maka ditetapkan beberapa sistem nilai tukar. Menurut Bank Indonesia (2004:69) ada 3 (tiga) sistem nilai tukar, yaitu: 1) Sistem kurs mengambang terkendali (Managed Floating Exchange Rate) Dalam sistem nilai tukar ini, Bank Sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut intervention band (batas pita 36 intervensi). Nilai tukar akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang berada di dalam batas kisaran pita intervensi tersebut. Apabila nilai tukar tersebut menembus batas atas/batas bawah dari kisaran tersebut, Bank Sentral akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valas sehingga nilai tukar bergerak kembali ke pita intervensi. 2) Sistem kurs tetap (Fixed Exchange Rate) Sistem kurs tetap adalah suatu sistem nilai tukar dimana Bank Sentral tingkat nilai tukar/kurs mata uang terhadap mata uang negara lain pada nilai tertentu. Bank Sentral siap membeli/menjual valas pada tingkat kurs yang ditetapkan. Jika kurs valas turun, maka pemerintah akan menjual valas di pasar sehingga penawaran valas bertambah dan kenaikan dapat dicegah. 3) Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate) Pada sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran diatas permintaan dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan atas penawaran yang ada di pasar valuta asing. Perkembangan sistem kurs valuta asing di Indonesia telah mengalami 3 (tiga) periode sebagai berikut: 1) Tahun 1970-1978 Indonesia menganut sistem kurs tetap (fixed exchange rate system). Pada sistem nilai tukar tetap, nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain ditentukan pada nilai tertentu. 37 2) Tahun 1978-Juli 1997 Indonesia menganut sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate system). Sistem kurs ini digunakan untuk mencipatakan kurs rupiah yang realistis dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, sehingga dapat menciptakan kestabilan moneter. 3) Tahun 1997-sekarang. Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system). Sistem ini digunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan menyelamatkan cadangan devisa yang tersedia. 2.1.9 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Ekspor Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi maupun apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan ke atas ekspor maupun impor. Jika kurs mengalami depresiasi yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya), akan menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs (dollar Amerika Serikat) meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2000:319). 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya yang pertama dilakukan oleh Widya 38 Andriyani (2006) dengan judul ” Analisis Pengaruh Harga, Tingkat suku bungan kredit, dan Kurs Dollar Amerika Terhadap Volume Ekspor Komoditi Kerajinan Rotan Provinsi Bali Tahun 1992-2005”. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis yang digunkana adalah analisis regresi linier berganda dan analisis koefisian determinasi. Hasil regresi yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis ttestternyata harga, bila variabel lain dianggap konstan memberikan pengaruh tidak nyata dan negatif terhadap volume ekspor komoditi kerajinan rotan provinsi bali dengan t-hitung = -1,420 <t-tabel=-1,812. sedangkan suku bunga kredit berpengaruh nyata dan negatif terhadap volume ekspor komoditi rotan provinsi bali dengan t-hitung = -2,754 < t-tabel = -1,812. sedangkan kurs dollar AS berpengaruh positif dan nyata terhadap volume ekspor komoditi kerajinan provinsi Bali dengan t-hitung = 13,422> t-tabel = 1,812. Berdasarkan hasil analisis uji-F diperoleh = 13,422 > F-tabel = 3,71 pada α = 5 persen. Ini berarti harga rata-rata, suku bunga kredit dan kurs dollar AS secara serempak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor komoditi kerajinan rotan Provinsi Bali. Analisis koefisien determinasi diperoleh volume koefisien determinasi sebesar 0,801, yang berarti bahwa 80,1 persen variasi volume ekspor komoditi kerajinan Privinsi Bali dipengaruhi oleh varian harga rata-rata, suku bunga kredit dan kurs dollar AS, dan sisanya sebesar 11,4 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. 39 Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya, yaitu terletak pada variabel terikat dan variabel bebasnya. Dimana pada penelitian sebelumnya menggunkan volume ekapor komoditi kerajinan rotan sebagai variabel terikat, sedangkan pada penelitian ini menggunakan nilai ekspor kerajinan rotan di Bali sebagai variabel terikatnya. Pada penelitian sebelumnya menggunakan harga rata-rata, suku bunga kredit dan kurs dollar AS sebagai variabel bebasnya, sedangkan pada penelitian ini menggunakan kurs kurs dollar Amerika, suku bunga kredit dan Investasi Asing sebagai variabel bebasnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya adalah samasama menggunakan ekspor rotan sebagai variabel terikat, dan sama-sama menggunakan variabel suku bunga kredit dan kurs dollar Amerika serta samasama melakukan penelitian di Provinsi Bali, dan persamaan pada teknik analisis data yang menggunakan analisis regresi linier berganda (uji-t dan uji-F) dan analisis koefisien determinasi. Penelitian kedua dilakukan oleh Shusana Putra dengan judul ”Prospek Perkembangan Ekspor Kerajinan Bambu Di Daerah Bali Tahun 2007-2011” dengan menggunakan teknik analisa trend diperoleh bahwa prospek perkembangan volume ekspor kerajinan bambu di Daerah Bali tahun 2007-2011 meningkat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menggunakan trend untuk mencari prospek perkembanganvolume ekspor. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek penelitian, pada penelitian sebelumnya memakai volume kerajinan bambu dengan 40 prospek perkembangan pada tahun 2007-2011, sedangkan pada penelitian ini objeknya adalah volume ekspor industri tas dengan prospek perkembangan pada tahun 2008-2012 dengan lokasi yang sama di Provinsi Bali. 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok permasalahan dengan didukung teori-teori yang relevan dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis atau jawaban sementara dari penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut: 1. Diduga bahwa investasi asing, tingkat suku bunga kredit dan kurs dollar secara serempak berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor tas Provinsi Bali periode 1993-2007. 2. Diduga bahwa tingkat suku bunga kredit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume ekspor tas Provinsi Bali periode 1993-2007 dan diduga bahwa investasi asing dan kurs dollar berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai ekspor industri tas Provinsi Bali periode 19932007. 41