JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017

advertisement
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 24- 59 BULAN DI
KELURAHAN PARGARUTAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS SORKAM
KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2017
DIMPU TAMPUBOLON
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAULI HUSADA SIBOLGA
ABSTRACT
Nutritional status of children under five in Indonesia to date is still apprehensive. Because 5,119,935
toddlers from 17,983,244 toddlers Indonesia (28.47%) are included in the group of malnutrition and
malnutrition. Nutritional problems in Indonesia and developing countries in general are still dominated by lack
of protein energy, iron anemia problems, iodine deficiency problems, less vitamin problems in obesity,
especially in big cities and regions. The low nutritional status of children under five in Kelurahan Pargarutan
Kecamatan Sorkam is related to knowledge, income, education, occupation, diarrhea status and exclusive
breastfeeding. This research is analytical descriptive with cross-sectional approach that is to know the factors
related to nutritional status in children aged 24-59 months in Pargarutan Sub-district working area of Sorkma
Health Center of Kabupaten Tapanuli Tengah. The study population was mother of mother with children under
five, with sample size 96 mothers. The data were collected by interview using questionnaire. Data analysis
used simple logistic regression test at 95% confidence level. The result of research showed that most of
nutrition status of balita is good equal to 67,7% and nutrition status less equal to 32,3%. Factors of knowledge,
education and infant status exposed to diarrhea have a significant relationship with nutritional status of
toddlers where the p-value <0.05. While the factors of income, occupation and exclusive ASI did not have a
significant relationship with the nutritional status of children under five years where the p value> 0.05 .. From
the results of multiple logistic regression test concluded that the educational variable is the dominant variable
with the value OR = 8.271, which means mothers with higher education have an opportunity for better nutrition
status balitanya compared to mothers with low education after controlled variable knowledge, occupation,
infant diarrhea and exclusive breastfeeding status .. It is recommended for health personnel Puskesmas
Sorkam to further improve nutrition counseling to the community and counseling on how prevention of diarrhea
to reduce the incidence of diarrhea and to improve mother's knowledge in the provision of good nutrients for
infants.
Keywords: Nutritional status, Toddler, diarrhea
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh
potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah (Depkes RI, 2006).
Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah
multifactor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan semua faktor (Ibnu dkk, 2002).
Status gizi anak balita di Indonesia hingga saat ini masih memprihatinkan. Keadaan ini merupakan
ancaman bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, karena kurang energi protein
(KEP) erat kaitannya dengan gagal tumbuh kembang anak balita termasuk rendahnya tingkat kecerdasan
(Mursalim, 2011). Secara teoritis bahwa status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau
kelompok-kelompok yang telah ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang
diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Suharjo, 1996).
125
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Upaya perbaikan pemenuhan kebutuhan Gizi dalam rangka membantu proses fisiologis dalam tubuh
membantuh proses tumbuh kembang anak dan membantu aktivitas serta memelihara kesehatan salah satu
bagian dari upaya pemulihan kondisi anak. Dengan harapan anak akan menjadi puas dan orang tua dapat
membantu proses edukatif, kemudian juga dapat membina kebiasaan waktu makan, meningkatkan selera
makan, memilih kemampuan dan kebiasaan yang baik memilih jenis makanan, menentukan jumlah dan
mendidik dalam berperilaku makan. Dalam proses pemilihan tersebut akan di pengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya usia, status nutrisi itu sendiri dan keadaan penyakit yang diderita anak sehingga faktor tersebut
harus mendapat perhatiaan dalam pemenuhan kebutuhan gizi pada bayi dan anak (Azis, 2009).Pada banyak
penelitian di laporkan bahwa pada usia ini kebanyakan anak hanya mau makan satu jenis makanan selama
berminggu-minggu (food jag) orang tua tidak perlu gusar, asal makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan
gizi anak (Arisman, 2007). Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO, 2002) juga
menunjukkan, kesehatan masyarakat Indonesia terendah di Asean dan peringkat ke-142 dari 170 negara.
Data WHO itu menyebutkan angka kejadian gizi buruk dan kurang yang pada balita pada 2002 masingmasing meningkat menjadi 8, 3 % dan 27, 5 % serta pada 2005 naik lagi menjadi masing-masing 8, 8 % dan
28 %. Kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan. Alasannya, selain berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan anak, kekurangan gizi juga termasuk salah satu penyebab utama kematian balita. Data WHO
tahun 2002 menunjukkan 60 % kematian bayi dan balita terkait dengan kasus gizi kurang. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO, 2002), lebih dari 30% dari populasi bayi di dunia adalah kurang gizi. Di negara kita
prevalensi gizi kronis bervariasi, menurut data dari Survey Kesehatan dan Gizi Nasional (PNSN), antara 8,1%
dan 27,3%, tergantung pada wilayah kajian. Sementara menurut pengelompokan prevalensi gizi kurang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia tergolong sebagai negara dengan status gizi tinggi pada tahun
2004. Karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita Indonesia (28,47%) termasuk dalam kelompok gizi
kurang dan gizi buruk.. Menurut Depkes 2007 di Sumatera Utara ada 28.202 balita berstatus gizi baik
sementara 8.369 balita bergizi kurang sehingga akan terus dilakukan program makanan tambahan untuk
memulihkan status gizi balita tersebut. Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian
periode kehidupan lain. Pemeriksaan yang perlu lebih diperhatikan tentu saja bergantung pada bentuk
kelainan yang bertalian dengan kejadian penyakit tertentu. Kurang kalori protein, misalkan Lazim menjangkiti
anak, oleh karena itu pemeriksaan terhadap tanda dan gejala kearah sana termasuk pula kelainan lain yang
menyertainya, perlu dipertajam (Arisman, 2007).
KEP dapat mempengaruhi kecerdasan melalui kerusakan otak.Faktor yang tidak kalah pentingnya
untuk diketahui adanya perubahan-perubahan organik yang permanen seperti pada jantung, pankreas, hati
dan sebagainya yang dapat memperpendek umurnya. Selain itu dapat menurunkan produktifitas kerja dan
derajat kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit. KEP yang diderita pada masa dini
perkembangan otak anak-anak akan mengurangi sintesis protein DNA, dan mengakibatkan terdapatnya otak
dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak itu normal. Sehingganya KEP dapat mempengaruhi
kecerdasan melalui kerusakan otak. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap
penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier, 2009).
Rendahnya pengetahuan dan kurangnya ketrampilan keluarga khususnya ibu tentang cara pengasuhan anak,
meliputi praktik pemberian makan dan perawatan kesehatan menyebabkan KEP (Nadimin, 2009).Kemudian
penelitian yang dilakukan oleh Mardiarti (2000) yang meneliti pola pengasuhan dan pertumbuhan anak balita,
memperlihatkan hasil bahwa anak yang pertumbuhannya baik lebih banyak ditemukan pada ibu tidak bekerja
(43,24%) dibandingkan ibu yang bekerja (40,54%). Berdasarkan penelitian dikatakan bahwa berdasarkan
pekerjaan ternyata pertumbuhan bayi tergolong tidak normal lebih banyak pada ibu yang bekerja diluar rumah
yaitu 83,3% ( Mahlia, 2009).Masalah gizi di Indonesia dan di negara-negara berkembang pada umumnya
masih didominasi oleh bekurang energi protein, masalah anemia besi, masalah gangguan akibat kurang
yodium, masalah kurang Vitamin A dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar (Ibnu dkk 2002).Pada
Widia Karya Nasional pangan dan gizi tahun 1993, telah terungkap bahwa Indonesia mengalami masalah gizi
ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum teratasi secara menyeluruh (Ibnu, dkk, 2002).
Berdasarkan pemaparan dan pertimbangan di atas serta dari data dan fakta yang ada maka penulis
126
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
bermaksud untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada anak usia 24-59
bulan di Kelurahan Pargarutan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Status Gizi
Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi
yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2002).
Status gizi menurut Supariasa dkk (2002) adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara
makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi
tersebut.
Status gizi merupakan keadaan kesehatan manusia yang berupa hasil dari interaksi antar tubuh
manusia, zat-zat gizi dan makanan. Status gizi merupakan tingkat kesehatan dari keseimbangan konsumsi
dan penggunaan zat-zat gizi yang didapat dari asupan makanan sehari-hari. Status gizi merupakan bagian
dari pertumbuhan anak (Soetjiningsih,1995). Jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan maka
keadaan ini disebut dengan gizi baik, sedangakan apabila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan
maka keadaan ini disebut dengan gizi kurang (Depkes, 2003). Apabila konsumsi zat gizi tidak seimbang
dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi gangguan gizi atau malnutrition (Meilinasari, 2002).
Penilaian status gizi adalah penafsiran informasi dari penelitian antropometri, konsumsi makanan,
laboratorium dan klinik. Informasi yang diperoleh untuk menetapkan status kesehatan individu atau kelompok
masyarakat yang berkaitan dengan konsumsi dan penggunaan zat-zat oleh tubuh (Hadisiswanto, 2001).
Status gizi dapat dinilai secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian langsung dapat dilakukan
secara antropometri, klinis, biokimia dan biofisik, sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat
dilakukan melalui survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Dalam penelitian status gizi
diperlukan beberapa parameter yang kemudian disebut dengan indeks antropometri (Supariasa, 2002).
Klasifikasi Status Gizi
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang disebut reference. Baku
antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS. Pada lokakarya antropometri yang
telah diperkenankan pada buku harvard. (Supariasa, 2002).
Indikator BB/U, TB/U dan BB/TB menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007 yaitu:
a.
Berat Badan menurut Umur (BB/U)
BB/U dapat digunakan sebagai indikator status gizi kurang saat sekarang dan sensitif terhadap
perubahan kecil, dapat digunakan untuk memonitor pertumbuhan dan pengukuran yang berulang dapat
mendeteksi growth failure karena infeksi atau KEP. Kekurangannya adalah sulitnya mendapatkan umur
yang akurat, keliru dalam menginterpretasikan atatus gizi balita bila terdapat endema atau kesalahan
pengukuran yang dapat disebabkan oleh pengaruh pemakaian atau anak bergerak saat ditimbang serta
adanya hambatan dari segi perspektif budaya.
Tabel 2.1
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (BB/U)
Indeks
Kategori Status Gizi
Ambang Batas (Z-Score)
Barat Badan menurut Umur
(BB/U) Anak
umur 0-60 Bulan
Gizi Buruk
Gizi Kurang
< -3 SD
-3 SD sampai dengan <-2 SD
Gizi Baik
-2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih
> 2 SD
Sumber: Kemenkes RI 2011
127
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Kelebihan Berat Badan menurut Umur (BB/U):
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
a)
b)
c)
d)
Indikator yang baik untuk KEP akut dan kronis untuk memonitor program yang sedang berjalan.
Sensitif terhadap perubahan keadaan gizi yang kecil.
Pengukuran objektif dan bila diulang memberikan hasil yang sama.
Peralatan dapat dibawa ke mana-mana dan relatif murah.
Pengukuran mudah dilaksanakan dan diteliti.
Tidak memakan waktu lama.
Dapat mendeteksi kegemukan.
Kelemahan Berat Badan Menurut Umur (BB/U):
Tidak sensitif terhadap anak stunting atau anak telalu tinggi tapi kurang gizi.
Mengakibatkan kekeliruan interpensi status bila terdapat endema.
Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada
saat penimbangan.
Memerlukan data umur yang akurat terutama untuk anak di bawah usia lima tahun.
b.
Tinggi badan menurut umur (TB/U)
TB/U dapat digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu dan kesejahteraan dan
kemakmuran suatu bangsa. Kekurangannya adalah pemakaian indeks ini adalah sulitnya
mendapatkan umur yang akurat dan perubahan tinggi tidak banyak terjadi dalam waktu singkat dan
perlu dua orang untuk membantu mengukur tinggi anak.
Tabel 2.2
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (TB/U)
Indeks
Tinggi badan
Menurut Umur (TB/U)
anak umur 0-60 bulan
Kategori Status Gizi
Ambang Batas (Z-Score)
Sangat Pendek
< -3 SD
Pendek
-3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi
> 2 SD
Sumber: Kemenkes RI 2011
Kelebihan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U):
a)
b)
c)
d)
Merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kekurangan gizi pada waktu lampau.
Pengukuran objektif, ,memberikan hasil sama bila pengukuran diulangi.
Alat mudah dibawa dan dapat dibuat lokal.
Ukuran panjang badan dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa.
Kekurangan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U):
a)
b)
Dalam menilai intervensi harus disertai indikator lain seperti BB/U, karena perubahan TB tidak
banyak terjadi dalam waktu singkat.
Membutuhkan beberapa teknik pengukuran, alat ukur panjang badan untuk anak kurang dari 2
tahun dan alat ukur tinggi badan untuk anak umur lebih dari 2 tahun.
128
JURNAL ILMIAH KOHESI
c)
d)
e)
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Lebih sulit dilakukan secara teliti oleh petugas yang belum berpengalaman.
Memerlukan orang lain untuk mengukur anak.
Umur kadang-kadang sulit didapat secara valid. c. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
c.
Berat badan menurut tinggi badan BB/TB
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan
indeks yang independen terhadap umur. Merupakan indikator untuk menilai status gizi saat kini di mana
umur tidak perlu diketahui. Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui proporsi badan gemuk, normal
dan kurus.
Tabel 2.3
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (BB/TB)
Indeks
Barat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB)
Anak Umur 0-60 Bulan
Kategori Status Gizi
Ambang Batas (Z-Score)
Sangat kurus
< -3 SD
Kurus
-3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk
> 2 SD
Sumber: Kemenkes RI 2011
Kelebihan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB):
a) Tidak memerlukan data umur.
b) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus).
c) Pengukuran objektif dan memberikan hasil yang sama bila pengukuran diulang.
Kekurangan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB):
a) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi atau kelebihan
tinggi karena faktor umur tidak diperhatikan.
b) Membutuhkan dua macam alat ukur.
c) Pengukuran relatif lebih lama.
d) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.
e) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh
kelompok non-profesional.
f) Dalam praktek sering terjadi kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan
pada kelompok balita.
Gizi Balita
Anak Balita
Masa balita merupakan kehidupan yang sangat penting dan diperlukan perhatian yang lebih dan
khusus. Di masa ini proses tumbuh kembang sangat pesat diantaranya pertumbuhan fisik, perkembangan
psikomotorik, mental dan sosial. Pertumbuhan balita sangat di pengaruhi beberapa hal diantaranya jumlah
dan mutu makanan, kesehatan balita, tingkat ekonomi, pendidikan dan perilaku orang tua (Depkes, 2000).
Kelompok balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi dan rawan penyakit serta paling
banyak menderita KEP. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan balita rawan gizi dan kesehatan antara
lain:
129
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
a.
b.
c.
Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan dewasa.
Anak balita mempunyai ibu yang bekerja sehingga perhatian ibu sudah berkurang.
Anak balita sudah mulai main di tanah, lingkungan yang kotor sehingga memungkinkan untuk
terjadi infeksi.
d. Anak balita belum bisa memilih makanannya, peran perilaku orang tua yang didasari
pengetahuan sangatlah penting (Notoatmodjo, 2007).
Balita membutuhkan zat-zat gizi untuk tumbuh kembang, perbaikan atau pengganti sel-sel yang rusak,
pengaturan tubuh, kekebalan terhadap penyakit. Zat-zat gizi yang dibutuhkan diantaranya karbohidrat, lemak,
protein, vitamin dan mineral dengan jumlah kalori di dalam makanan berdasarkan komposisi banyaknya zat
gizi yang terkandung. Balita membutuhkan kalori lebih banyak perkilogram berat badannya daripada orang
dewasa untuk pertumbuhannya selain untuk kebutuhan fisik (Husaini, 2002).
Kecukupan Energi dan Protein Balita
Masa pertumbuhan pada balita membutuhkan zat gizi yang cukup, karena pada masa itu semua
organ tubuh yang penting sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Kurang energi dan protein
dapat dialami oleh siapa saja terutama oleh kurang gizi pada kelompok umur balita karena pada kelompok ini
sangat mudah terjadi perubahan keadaan gizinya karena segala sesuatu yang dikonsumsinya masih
tergantung dari apa yang diberikan oleh orang tuanya.
Sejumlah zat gizi yang ada dalam bahan makanan mengandung tiga unsur yaitu:
a.
Zat tenaga yaitu makanan yang mengandung energi tinggi yang terdapat pada bahan
makanan pokok yaitu beras, jagung dan lain-lain
b.
Zat pembangun yaitu bahan makanan yang berfungsi untuk membangun jaringan tubuh yang
rusak. Bahan makanan ini terdapat pada telur, tempe, ikan dan lain-lain.
a.
Zat pengatur yaitu bahan makanan yang berfungsi mengatur organ tubuh. Makanan
ini mengandung vitamin dan mineral dan biasnya terdapat pada buah-buahan dan sayursayuran.
Tabel 2.4
Angka Kecukupan Energi dan Protein Menurut Kelompok Umur
No
Kelompok
Umur
1.
2.
3.
4.
5.
0- 6 bulan
7- 12 bulan
1-3 tahun
4- 6 tahun
7-9 tahun
Berat badan Tinggi Badan
Energi (kkal) Protein(g)
(kg)
(cm)
6
8,5
12
17
25
60
71
90
110
120
550
650
1000
1550
1800
10
16
25
39
45
Sumber: Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2004
Pendidikan Ibu
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena
berhubungan dengan kemampuan seseorang menerima dan memahami sesuatu, karena tingkat pendidikan
seseorang ibu dapat mempengaruhi pola konsumsi makan melalui cara pemilihan makanan pada balita.
Menurut Suhardjo (2005) tingkat pendidikan dapat menentukan seseorang dalam menyerap dan memahami
pengetahuan gizi yang mereka peroleh sehingga pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap
terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga. Menurut Masyitoh (1999), tingkat pendidikan akan
mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan makanan. Orang yang berpendidikan lebih
tinggi cenderung memilih makanan yang kualitas dan kuantitasnya dibandingkan dengan yang pendidikan
rendah. Makin tinggi pendidikan orang tua, maka makin baik status gizi anaknya. Sedangkan menurut
Madanijah (2003) terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan,
130
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi secara garis besar mempunyai pengetahuan gizi,
kesehatan dan pengasuhan anak yang baik. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas
bayi dan anak, karena tingkat pendidikan ibu mempengaruhi terhadap tingkat pemahamannya terhadap
perawatan kesehatan, higiene dan kesadaran terhadap kesehatan anak dan keluarga.Menurut Suwarno
(1992) pendidikan seseorang dibimbing menuju perkembangan tertentu dan memiliki kesempatan untuk
menerima informasi/ pengetahuan tertentu, dalam pendidikan ini sebaikanya dapat diberikan informasi tentang
pencegahan kekurangan gizi, karena kekurangan gizi pada ibu masa balita akan berdampak pada
pertumbuhan dan perkembangannya. Sedangkan munurut Himawan (2006) menyatakan bahwa hubungan
pendidikan ibu dengan status gizi balita diperoleh α 0.002 status gizi kurang pada balita terjadi pada ibu yang
pendidikannya rendah tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 25,4% sedangkan pada ibu yang
pendidikannya tinggi tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 12,4%, menyatakan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan ibu baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pengetahuan
gizi. Pada penelitian ini salah satu variabel yang diambil adalah pendidikan ibu. Tingkat pendidikan ibu sangat
berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi keluarga karena ibu memegang
peranan penting dalam pengelolaan rumah tangga. Ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai sikap yang
positif terhadap gizi sehingga pada akhirnya akan semakin baik kuantitas dan kualitas gizi yang dikonsumsi
keluarga (Khomsan,2007).
Status Kesehatan terkena diare
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya,
ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada
neonates lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Aziz, 2006).
Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan
karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari (Ramiah, 2002).
Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar
saluran pencernaan (Ngastiyahm 2003).
Pemberian ASI Eklusif
Asi Ekslusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa
pemberian makanan tambahan lain (Purwanti, 2004). Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan
lain dan tetap diberikan ASI sampai berumur 2 tahun. Mengapa pengenalan makanan tambahan dimulai pada
usia 6 bulan dan bukan 4 bulan. Pertama komposisi ASI cukup untuk perkembangan bayi sampai usia 6
bulan, kedua bayi pada usia 6 bulan sistem pencernaannya mulai matur, sehingga usus bayi setelah berumur
6 bulan mampu menolak faktor alergi ataupun kuman yang masuk. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur
kekebalan faktor pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur
zat makanan. Unsur ini mencakup hidrat arang, lemak, protein, vitamin dan mineral, dalam jumlah yang
proporsional (Purwanti, 2004).
Karena zat- zat protektif yang terkandung dalam ASI, bayi yang diberi ASI memiliki kemungkinan kecil
untuk terjangkit infeksi telinga (otitis media), alergi, diare, pneumonia, bronchitis, meningitis, serta sejumlah
penyakit pernafasan (Wicak, 2008).
Penilaian Status Gizi Balita
Penilaian status gizi adalah interpretasi data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode
untuk mengidentifikasi populasi atau individu atau individu yang beresiko atau dengan status gizi buruk
(Departemen Gizi Fakultas Kesmas UI, 2007).
Sementara itu Harper, Deaton dan Driskel menyatakan bahwa penilaian status gizi adalah
pembandingan keadaan gizi menurut hasil pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu atau
kelompok masyarakat tertentu.
Tujuan penilaian status gizi balita meliputi dua komponen yakni individu dan populasi. Bagi individu,
penilaian status gizi menentukan keadaan gizi, mendeteksi defisiensi nutrisi, dan memantau pertumbuhan fisik
131
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
balita. Dari hasil penilaian tersebut dapat dilakukan intervensi yang sesuai. Sementara itu, bagi populasi hal ini
dapat menunjukkan tingkat status gizi masyarakat. Dengan demikian, pemerintah dapat mengambil kebijakan
yang sesuai.Status gizi dapat diketahui dengan berbagai macam cara yaitu secara langsung yang meliputi
pemeriksaan antropometri, klinis dan biokimia dan secara tidak langsung yaitu melalui survei konsumsi
makanan, statistik vital, dan ekologi. Metode yang paling sering digunakan dan mudah untuk dilakukan yaitu
penilaian secara antropometri, salah satu cara yaitu dengan membandingkan antara berat badan dengan
umur (Supariasa, 2001).Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan
skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi
badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa, 2001).Berat badan memiliki hubungan yang
linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan aka searah dengan
pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk
menilai status gizi saat ini (Supariasa, 2001). Pedoman yang digunakan adalah standar berdasarkan tabel
WHO-NCHS (National Center For Health Statistic). Status gizi pada balita dapat diketahui dengan cara
mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat badan pada tabel standar WHO-NCHS, bila berat
badannya kurang, maka status gizinya dianggap kurang. NCHS merekomendasikan persentil ke 5 sebagai
batas gizi buruk dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik.
Status Gizi
Gizi Baik
Gizi sedang
Gizi Kurang
Gizi buruk
Tabel 2.1.3
Status gizi berdasarkan Indeks Antropometri
BB/U
TB/U
BB/TB
>80%
>90%
>90%
71%-80%
81%-90%
80%-90%
61%-70%
71%-80%
71%-80%
<60%
<70%
<70%
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Konsep
Variabel Independen
1. Pengetahuan Ibu
tentang gizi
2. Pendapatan Ibu
3. Pendidikan Ibu
4. Pekerjaan Ibu
5. Status
balita
terkena diare
6. Pemberian ASI
Eksklusif
Variabel dependen
STATUS GIZI
BALITA
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
132
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Defenisi Operasional
Definisi Operasional dapat dilihat pada tabel 3.2
Variabel
Dependen
Status Gizi Balita
Independen
Pengetahuan
Pendapatan
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Keadaan balita yang dilihat
dari angka kecukupan gizi
yang didapat oleh balita
Timbangan
Melakukan
penimbangan
- Baik:BB menurut umur
71- 100 %
- Kurang:BB
menurut
umur < 71 %
Ordinal
Segala sesuatu yang diketahui
ibu yag berhubungan dengan
gizi balita
Kuesioner
Wawancara
-
Ordinal
Jumlah Uang yang dihasilkan
keluarga dalam 1 bulan
Kuesioner
-
Tinggi: 70- 100% (
total skor 21-30)
Rendah : <70% (total
skor < 21)
Tinggi:
>
1.500.000
Rendah:
<
1.500.000
Tinggi: > SMA
Rendah: < SMA
Bekerja
Tidak bekerja
Wawancara
-
Pendidikan
Pekerjaan
Status
balita
terkena diare
ASI Eklusif
Skala
nominall
Jenjang Sekolah formal yang
ditamatkan oleh ibu balita
Kegiatan sehari- hari yang
dilakukan ibu balita untuk
mendapatkan tambahan
penghasilan.
Frekuensi balita terkena diare
dalam 6 bulan terakhir
Kuesioner
wawancara
Ordinal
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
-
Tidak pernah
Pernah
Ordinal
Memberikan ASI saja tanpa
makanan dan minuman
tambahan kepada bayi sejak
lahir sampai usia 6 bulan
Kuesioner
Wawancara
-
Eksklusif
Tidak ekskluisf
Ordinal
Ordinal
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja :Puskesmas Sorkam Kabupaten
Tapanuli Tengah yang dilakukan di Posyandu Tangkas.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Agustus 2017.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 24-59 bulan yang ada di Kelurahan Pargarutan
wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah yang berjumlah 96 orang.
Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja
Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah yang berjumlah 96 orang. Karena balita umur 24-59 bulan
tidak mampu menjawab pertanyaan pada kuisioner, maka yang menjadi responden pada penelitian ini adalah
ibu-ibu yang mempunyai anak usia 24-59 bulan dengan kriteria tidak sedang menderita penyakit apapun pada
saat dilakukan penelitian .
Metode Pengambilan Sampel menggunakan metode Total Sampling yaitu dengan melibatkan seluruh
populasi yaitu 96 responden
133
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Pengolahan Data
1. Variabel pengetahuan
Varibel tingkat pengetahuan responden diperoleh dengan kuesioner, menilai tingkat pemahaman dan
pengetahuan ibu terhadap materi pertanyaan yang berkaitan dengan status gizi pada balita. Jika
responden menjawab pertanyaan dengan pilihan benar diberi nilai 3 (satu), jika menjawab pertanyaan
dengan pilihan salah diberi nilai 2 (dua), juka menjawab pertanyaan dengan pilihan tidak tahu diberi nilai
1 (satu), kemudian semua jawaban benar dibagi jumlah soal dikalikan dengan persen (%).
Kategori :
a. Tinggi : 70-100 %
b. rendah : <70 %
2. Variabel Tingkat Pendapatan
Variabel pendapatan responden diperoleh dengan kuesioner, menilai tingkat pendapatan keluarga dari
responden.
Kategori:
a. Penghasilan tinggi berpenghasilan > Rp. 1.500.000,
b. Penghasilan rendah berpenghasilan < Rp. 1.500.000,
3. Pekerjaan
Variabel pekerjaan responden diperoleh dengan kuesioner, menilai apakah ibu mempunyai kegiatan
atau bekerja diluar rumah untuk memberikan tambahan penghasilan keluarga.
Kategori :
a. Bekerja , ibu mendapatkan penghasilan
b. Tidak bekerja, bila ibu tidak mendapatkan penghasilan
4. Variabel tingkat pendidikan ibu
Variabel tingkat pendidikan ibu diperoleh dengan kuesioner dengan cara menilai tingkat pendidikan.
Kategori:
a. Tinggi : > SMA
b. Rendah
: < SMA
5. Status kesehatan terkena diare
Variabel status kesehatan terkena diare pada balita diperoleh dengan kuesioner
Kategori :
a. Tidak pernah
b. Pernah
Skala ukur: ordinal
Alat ukur: kuesioner
6. ASI Eksklusif
Variabel ASI Eksklusif diperoleh dengan kuesioner
Kategori :
a. Eksklusif
b. Tidak Eksklusif
Skala ukur : ordinal
Alat ukur : Kuesioner
7. Variabel Status Gizi Balita
Variabel tingkat status gizi balita diperoleh dengan cara menimbang berat badan balita dan dicatat di
kuesioner dan mencocokkan umur dengan berat badan berdasarkan grafik NCHS menurut WHO.
Kategori :
a. Baik
: BB menurut umur 71- 100 %
b. Kurang : BB menurut umur < 71 %
134
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Analisis Data
Analisa data dalam penelitian ini berupa analisis univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat.
Analisa Data Univariat
Analisis Multivariat.
Analisa Data Bivariat
:
Keterangan:
X2 = Chi square
O = Nilai observasi
E = Nilai Ekspektasi (Nilai Harapan)
HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan
wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
1
2
Status Gizi Balita
Jumlah
%
Baik
65
67,7
Kurang
31
32,3
Total
96
100,0
Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar
yang kategori status gizi balitanya baik (67,7%).
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja
Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
1
2
Pengetahuan
Tinggi
Rendah
Total
Jumlah
51
45
96
%
53,1
46,9
100,0
Berdasarkan tabel 4.2 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian
besar yang berpengetahuan tinggi (53.1%).
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Kelurahan Pargarutan wilayah
kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
1
2
Tingkat Pendapatan
Tinggi
Rendah
Total
Jumlah
23
73
96
135
%
24,0
76,0
100,0
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Berdasarkan Tabel 4.3 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian
besar yang berpenghasilan rendah (76,0%).
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja
Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
1
2
Pendidikan
Jumlah
%
Tinggi
15
15,6
Rendah
81
84,4
Total
96
100,0
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian
besar tingkat pendikan Ibu rendah (84,4%).
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Respoden Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja
Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
1
2
Pekerjaan
Jumlah
%
Bekerja
23
24,0
Tidak Bekerja
73
76,0
Total
96
100,0
Berdasarkan tabel 4.5 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar
ibu tidak bekerja yaitu (76,0%).
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Terkena Diare pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan
Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
Status Terkena Diare
Jumlah
%
1
Tidak pernah
35
36,5
2
Pernah
61
63,5
Total
96
100,0
Berdasarkan tabel 4.6 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar
Balita pernah terkena diare (63,5%)
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Balita Berdasarkan ASI Ekslusif di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja
Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017
No
1
2
ASI Ekslusif
Jumlah
%
Eksklusif
38
39,6
Tidak Eksklusif
48
60,4
Total
96
100,0
Berdasarkan tabel 4.7 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian
besar balita tidak mendapatkan ASI eksklusif (60,4%).
Analisa Bivariat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi
pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli
Tengah tahun 2017, maka berdasarkan uji chi-square diperoleh hasil sebagai berikut:
136
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Tabel 4.8
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
1
2
Pengetahuan
Tinggi
Rendah
Status Gizi
Baik
Kurang
f
%
f
%
40
78,4 11 21,6
25
55,6 20 44,4
Total
f
51
45
%
100
100
OR
(95%CI
p
Value
2,909
1,1-7,08
0.030
Berdasarkan Tabel 4.8 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan status
gizi balita diperoleh 78,4% ibu yang berpengetahuan tinggi status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu
yang berpengetahuan rendah, ada 44,4% status gizi balitanya kurang.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,030 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian
status gizi balitanya baik antara ibu pengetahuan tinggi dengan ibu yang berpengetahuan rendah (ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperoleh pula
nilai OR=2,909 artinya ibu pengetahuan tinggi anak balitanya mempunyai peluang 2,9 kali untuk status gizi
balita baik dibanding ibu yang pengetahuan rendah.
Tabel 4.9
Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Ibu dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
1
2
Pendapatan
Tinggi
Rendah
Status Gizi
Baik
Kurang
N
%
N
%
17
73,9
6
26,1
48 65,8
25 34,2
Total
n
23
73
%
100
100
OR
(95%CI
p
Value
1,476
0,5-4,21
0.635
Berdasarkan tabel 4.9 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pendapatan ibu dengan status
gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 73,9% ibu yang berpendapatan rendah status gizi balitanya baik.
Sedangkan diantara ibu yang berpendapatan rendah, ada 65,8% status gizi balitanya baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,635 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian
status gizi balitanya baik antara ibu pendapatan tinggi dengan ibu yang berpendapatan rendah (tidak ada
hubungan yang signifikan antara pendapatan ibu dengan status gizi balita).
Tabel 4.10
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
1
2
Pendidikan
Tinggi
Rendah
Status Gizi
Baik
Kurang
n
%
N
%
15
100,0
0
0
50
61,7
31 38,3
Total
n
15
81
%
100
100
OR
(95%CI
P
Value
1,620
1,3-1,92
0.009
Berdasarkan tabel 4.10 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu dengan status
gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 100 % ibu yang berpendidikan tinggi status gizi balitanya baik.
Sedangkan diantara ibu yang berpendidikan rendah, ada 61,7 % status gizi balitanya baik.
137
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,009 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian
status gizi balitanya baik antara ibu pendidikan tinggi dengan ibu yang berpendidikan rendah (ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai
OR=1,620 artinya ibu pendidikan tinggi anak balitanya mempunyai peluang 1,6 kali untuk status gizi balita baik
dibanding ibu yang pendidikan rendah.
Tabel 4.11
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di
Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
1
2
Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
Status Gizi
Baik
Kurang
N
%
N
%
19
82,6
4
17,4
46 63,0
27 37,0
Total
n
23
73
%
100
100
OR
(95%CI
2,788
0,8-9,0
p
Value
0.134
Berdasarkan Tabel 4.11 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu dengan status
gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 82,6% ibu bekerja status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu
yang tidak bekerja, ada 63,6% status gizi balitanya baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,134 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian
status gizi balitanya buruk antara ibu bekerja dengan ibu yang tidak bekerja (tidak ada hubungan yang
signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita).
Tabel 4.12
Distribusi Responden Berdasarkan Status Terkena Diare Balita dengan status gizi pada anak usia 2459 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun
2017
No
1
2
Status Balita
Terkena Diare
Tidak pernah
Pernah
Status Gizi
Baik
Kurang
n
%
N
%
29
82,1
6
17,9
36 59,0
25 41,0
Total
n
35
61
%
100
100
OR
(95%CI
3,356
1,2-9,2
p
Value
0.029
Berdasarkan Tabel 4.12 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara status balita terkena diare
dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 82,1% balita tidak pernah terkena diare status gizi
balitanya baik. Sedangkan diantara balita yang pernah terkena diare, ada 41,0 % status gizi balitanya kurang.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,029 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian
status gizi balitanya buruk antara balita tidak pernah diare dengan balita yang pernah terkena diare (ada
hubungan yang signifikan antara status balita terkena diare dengan status gizi balita). Dari hasil analisis
diperoleh pula nilai OR=3,356 artinya balita tidak pernah terkena diare mempunyai peluang 3,35 kali untuk
status gizi balita baik dibanding balita yang pernah terkena diare.
Tabel 4.13
Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan
wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
ASI Eksklusif
Status Gizi
Baik
1
2
Eksklusif
Tidak Eklusif
n
29
36
%
76,3
62,1
Total
Kurang
n
%
9
23,7
22
37,9
138
n
38
58
%
100,0
100,0
OR
(95%CI
1,969
0,7-4.9
p
Value
0.216
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Berdasarkan tabel 4.13 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 76,3% balita diberi ASI eksklusif status gizi balitanya baik.
Sedangkan diantara balita yang tidak diberi ASI ekslusif, ada 37,9 % status gizi balitanya kurang.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,216 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian
status gizi balitanya baik antara balita diberi ASI eksklusif dengan balita yang tidak diberi ASI eksklusif (tidak
ada hubungan yang signifikan antara ASI Eksklusif dengan status gizi balita).
Analisis Multivariat
Setelah dilakukan analisis bivariat, selanjutnya dilakukan analisis multivariat untuk melihat hubungan
variabel independen dengan variabel dependen secara bersamaan dengan menggunakan analisis regresi
logistik sederhana untuk mencari faktor yang paling dominan antara variabel independen : pengetahuan,
pendapatan, pendidikan, pekerjaan, status terkena diare, dan ASI Eksklusif dengan langkah sebagai berikut:
Analisis Tahap 1: Seleksi Bivariat
Masing-masing variabel independen dilakukan analisis bivariat dengan variabel dependen. Bila hasil
bivariat menghasilkan p Value < 0,25, maka variabel tersebut langsung masuk tahap multivariat. Untuk
variabel independen yang hasil bivariatnya menghasilkan p Value > 0,25 namun secara substansi penting,
maka variabel tersebut dapat dimasukkan dalam model multivariat. Seleksi bivariat menggunakan uji regresi
logistik sederhana. Hasil seleksi bivariat dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.14
Analisis bivariat uji regresi logistik sederhana antara variabel independen dengan variabel dependen
No
1
2
3
4
5
6
Variabel
Pengetahuan
Pendapatan
Pendidikan
Pekerjaan
Status terkena diare
ASI Eksklusif
p- Value
0,017
0,466
0.004
0,080
0,016
0,144
Keterangan
Kandidat
Tidak masuk Kandidat
Kandidat
Kandidat
Kandidat
Kandidat
Dari hasil seleksi bivariat diatas hasilnya ada 5 variabel yang p-value < 0,25 sehingga kelima variabel
tersebut dimasukkan kedalam pemodelan multivariat, sedangkan pendapatan dikeluarkan karena nilai pvalue> 0.25. Hasil seleksi variabel tersebut yaitu: pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, status terkena diare,
dan ASI eksklusif.
Seleksi variabel yang masuk dalam model
Analisis selanjutnya bertujuan untuk mendapatkan model terbaik dalam menentukan variabel yang
berhubungan dengan status gizi balita. Semua kandidat variabel yang terpilih dalam model dicobakan secara
bersama-sama, sehingga model terbaik akan mempertimbangkan dua penilaian. Pertama nilai siginifikansi
Ratio- Likelihood (p < 0,05), dan kedua nilai siginifikansi p-wald (p < 0,05). Adapun secara hirarki, yaitu semua
variabel independen yang telah diseleksi dimasukkan kedalam model. Dengan analisis model pertama
hubungan ke 5 variabel tersebut dengan status gizi balita, dan dapat dilihat pada tabel full model sebagai
berikut:
Tabel 4.15
Analisis multivariat uji regresi logistik sederhana antara variabel independen dengan variabel dependen
No
1
2
3
4
5
Variabel
Pengetahuan
Pendidikan
Pekerjaan
Status terkena diare
ASI Eksklusif
p- value
0,017
0,004
0,080
0,016
0,144
OR
1,732
8,271
0,736
3,931
1,241
95% CI
0,624-4,805
0,000
0,166- 3,260
0,958- 8,966
0,420- 3,668
Dari hasil analisis terlihat ada dua variabel yang nilai p-value > 0,05 yaitu pekerjaan dan ASI
Ekslusif sehingga variabel terebut dikeluarkan dari model satu persatu dimaulai dari p value yang terbesar
yaitu variabel ASI Ekslusif dengan p-value = 0,144, pekerjaan dengan p- value = 0,080. Setelah variabel ini
dikeluarkan maka didapatkan perubahan nilai OR sebagai berikut:
139
JURNAL ILMIAH KOHESI
No
Variabel
1
2
3
4
5
Pengetahuan
Pendidikan
Pekerjaan
Status terkena diare
ASI Ekslusif
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Tabel 4.16
Perubahan OR ketika ASI Eksklusif dikeluarkan
p- value
OR ASI Ekslusif
OR ASI
ada
Eksklusif tidak
ada
0,017
1,732
1,818
0,004
8,271
7.962
0,080
0,736
0,762
0,016
3,931
3,152
0,144
1,241
-
Perubahan OR
4,9
3,7
3,5
19,8
-
Setelah variabel ASI Eksklusif dilkeluarkan, ternyata ada variabel yang nilai OR nya > 10% yaitu status balita
terkena diare, dengan demikian variabel ASI Eksklusif dimasukkan kembali dalam model. Selanjutnya variabel
pekerjaan dengan p- value = 0,080 dikeluarkan dari model dan hasilnya sebagai berikut:
No
Variabel
1
2
3
4
5
Pengetahuan
Pendidikan
Pekerjaan
Status terkena diare
ASI Ekslusif
Tabel 4.17
Perubahan OR ketika variabel pekerjaan dikeluarkan
p- value
OR pekerjaan
OR Pekerjaan
ada
tidak ada
0,017
1,818
1,648
0,004
7.962
6,857
0,080
0,762
0,016
3,152
2,993
0,144
1,241
1,209
Perubahan OR
9,3
13,8
5,04
2,5
Setelah variabel pekerjaan dikeluarkan, ternyata ada perubahan nilai OR > 10% yaitu pendidikan,
dengan demikian variabel pekerjaan dimasukkan kembali ke dalam model dan hasil multivariat akhir sebagai
berikut:
Tabel 4.18
Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Independen dengan Status Gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan
wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017
No
1
2
3
4
5
Variabel
Pengetahuan
Pendidikan
Pekerjaan
Status terkena diare
ASI Ekslusif
p- value
0,017
0,004
0,080
0,016
0,144
OR
1,732
8,271
0,736
2,931
1,241
95% CI
0,624- 4,805
0,000
0,166- 3,260
0,958- 8,966
0,420- 3,666
Dengan demikian pemodelan terakhir diperoleh variabel pengetahuan, pendidikan dan status terkena
diare mempunyai hubungan yang siginifikan dimana masing- masing variabel mempunyai nilai p- value < 0,05,
dengan variebl yang dominan adalah variabel pendidikan sehingga variabel dimana nilai OR paling besar
diantara variabel yang lain, sehingga variabel yang dominan adalah pendidikan.Hasil analisis pada variabel
pendidikan didapatkan nilai OR = 8,271 artinya ibu balita yang pendidikan tinggi berpeluang sebanyak 8,2 kali
untuk status gizi balita baik dibandingkan ibu dengan pendidikan rendah. Variabel pendidikan dikontrol dengan
variabel pengetahuan, pekerjaan, status balita terkena diare dan ASI eksklusif.
PEMBAHASAN
Status Gizi Balita
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas
Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai status gizi balita kurang
sebesar 32,3 %. Status gizi balita yang tergolong rendah ini disebabkan oleh faktor pengetahuan ibu,
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status balita terkena diare dan pemberian ASI eksklusif.Zat gizi merupakan
unsur terpenting dalam nutrisi mengingat zat gizi tersebut dapat memberikan fungsi tersendiri pada nutrisi,
kebutuhan nutrisi tidak akan berfungsi secara optimal kalau tidak mengandung zat gizi yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, demikian juga zat gizi yang cukup pada kebutuhan nutrisi akan membutuhkan nilai yang
optimal. Ada beberapa komponen zat gizi yang dibutuhkan pada balita dan anak yang jumlahnya berbeda
untuk setiap umur secara umum zat gizi dibagi dalam dua golongan yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro
(Azis Alimun Hidayat, 2009).Status gizi balita bisa diukur dengan menggunakan tabel berat badan balita
sesuai umur. Kartu KMS juga dapat kita lihat bagaimana status gizi balita. Kebanyakan didaerah- daerah
140
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
terpencil di Indonesia banyak terjadi kasus gizi kurang pada Balita. Hal ini disebabkan oleh akses yang kurang
memadai bagi petugas kesehatan untuk menjangkau dalam memberikan penyuluhan- penyuluhan kesehatan.
Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Pada Balita
Berdasarkan Tabel 4.8 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan
status gizi balita diperoleh 78,4% ibu yang berpengetahuan tinggi status gizi balitanya baik. Sedangkan
diantara ibu yang berpengetahuan rendah, ada 44,4% status gizi balitanya kurang.Hasil uji statistik diperoleh
nilai p=0,030 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya baik antara ibu
pengetahuan tinggi dengan ibu yang berpengetahuan rendah (ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan ibu dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=2,909 artinya ibu
pengetahuan tinggi anak balitanya mempunyai peluang 2,9 kali untuk status gizi balita baik dibanding ibu yang
pengetahuan rendah.Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu.
Hubungan Pendapatan dengan Status Gizi Balita
Berdasarkan tabel 4.9 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pendapatan ibu dengan status
gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 73,9% ibu yang berpendapatan rendah status gizi balitanya baik.
Sedangkan diantara ibu yang berpendapatan rendah, ada 65,8% status gizi balitanya baik.Hasil uji statistik
diperoleh nilai p=0,635 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya
baik antara ibu pendapatan tinggi dengan ibu yang berpendapatan rendah (tidak ada hubungan yang
signifikan antara pendapatan ibu dengan status gizi balita).Pendapatan adalah sejumlah penghasilan rill dari
seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan
dalam rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari, pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta
pendapatan yang lainnya yang diterima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu
tertentu. (Mulyanto, dan Dieter, 1984).Penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat para ahli yang mengatakan
bahwa adanya kesesuaian pendapatan. Ditinjau dari pendapatan ataupun penghasilan seseorang ibu maupun
keluarga sangat besar dampaknya dalam tingkat pemberian gizi pada balita. Dimana, semakin tinggi
pendapatan seorang ibu maupun keluarga, semakin tinggi kecukupan gizi yang diberikan kepada balitanya.
Dan sebaliknya, semakin rendah pendapatan seorang ibu maupun keluarga, semakin rendah juga kecukupan
gizi yang diberikan kepada balitanya.
Hubungan Pendidikan dengan Status Gizi Balita
Berdasarkan tabel 4.10 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu dengan status
gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 100 % ibu yang berpendidikan tinggi status gizi balitanya baik.
Sedangkan diantara ibu yang berpendidikan rendah, ada 61,7 % status gizi balitanya baik.Hasil uji statistik
diperoleh nilai p=0,009 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya baik
antara ibu pendidikan tinggi dengan ibu yang berpendidikan rendah (ada hubungan yang signifikan antara
pendidikan ibu dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,620 artinya ibu
pendidikan tinggi anak balitanya mempunyai peluang 1,6 kali untuk status gizi balita baik dibanding ibu yang
pendidikan rendah.Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami suatu pengetahuan tentang posyandu dengan baik sesuai dengan yang mereka peroleh. Dari
kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap dengan manfaat
posyandu khususnya dalam pemanfaatan meja penyuluhan (Suhardjo, 2009).Pendidikan orang tua
merupakan merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbunh kembang anak dan juga dalam
pemberian nutrisi yang baik kepada anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat
menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pemberian nutrisi yang baik dan juga bagaimana
cara menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya (Soetjingningsih, 1994).Pendidikan yang
rendah mempunyai resiko untuk terjadinya gizi kurang dibandingkan orang tua yang berpindidikan tinggi. Ibu
dengan pendidikan rendah, maka pengetahuan tentang cara pemberian makanan pada balita pun kurang baik
sehingga berpotennsi menimbulkan malnutrisi (Suhardjo,1999).
141
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Hubungan Pekerjaan dengan Status Gizi Balita
Berdasarkan Tabel 4.11 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu dengan status
gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 82,6% ibu bekerja status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu
yang tidak bekerja, ada 63,6% status gizi balitanya baik.Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,134 maka dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya buruk antara ibu bekerja dengan ibu
yang tidak bekerja (tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita).
Pekerjaan adalah aktivitas yang responden lakukan sehari- hari untuk menambah penghasilan
keluarga. Pengalaman dan pendidikan seseorang sejak kecil alam mempengaruhi sikap dan penampilan
seseorang. Menurut Hurlock (2002), menyatakan bahwa kesesuaian antara pekerjaan dalam diri seseorang
memberikan kesan dan pengetahuan tersendiri. Pekerjaan dengan penghasilan yang cukup dapat
mempengaruhi status ekonomi seseorang.
Hubungan Status Terkena Diare dengan Status Gizi Balita
Berdasarkan tabel 4.12 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara status balita terkena diare
dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 82,1% balita tidak pernah terkena diare status gizi
balitanya baik. Sedangkan diantara balita yang pernah terkena diare, ada 41,0 % status gizi balitanya kurang.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,029 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian
status gizi balitanya buruk antara balita tidak pernah diare dengan balita yang pernah terkena diare (ada
hubungan yang signifikan antara status balita terkena diare dengan status gizi balita). Dari hasil analisis
diperoleh pula nilai OR=3,356 artinya balita tidak pernah terkena diare mempunyai peluang 3,35 kali untuk
status gizi balita baik dibanding balita yang pernah terkena diare.Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Sucipta (2009) bahwa diare merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Balita yang
terkena diare akan mengalami penurunan nutrisi akibat dari pengeluaran cairan yang berlebihan.Menurut
asumsi penulis bahwa diare akan mempengaruhi terhadap perkembangan status gizi balita, dimana balita
yang terkena diare akan mengalami malnutrisi yang membuat perubahan gizi pada balita.Diare merupakan
suatu keadaan pengeluran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan
volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates dari 4 kali dengan atau tanpa
lendir darah (Azis, 2006).Diare memang sama sekali tidak bisa dianggap sepele, terutama diare akut dan
berulang yang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan berupa malnutrisi. Malnutrisi terjadi karena
penyerapan seluruh nutrient terganggu saat anak mengalami diare. Sebuah penelitian yang dipublikasikan
dalam jurnal Gastroenterology Oktober 2010 menyebutkan bahwa diare berkepanjangan dan akut dapat
menghambat pertumbuhan dan meningkatkan risiko diare menetap pada anak (www.parentsindonesia.com,
2014).
Hubungan ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita
Berdasarkan tabel 4.13 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 76,3% balita diberi ASI eksklusif status gizi balitanya
baik. Sedangkan diantara balita yang tidak diberi ASI ekslusif, ada 37,9 % status gizi balitanya kurang.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,216 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi
kejadian status gizi balitanya baik antara balita diberi ASI eksklusif dengan balita yang tidak diberi ASI
eksklusif (tidak ada hubungan yang signifikan antara ASI Eksklusif dengan status gizi balita).
Sesuai dengan penelitian Sumarni (2010) bahwa tidak ada hubungan pemberian ASI eksklusif
terhadap perkembangan status gizi balita. Balita yang tidak diberikan ASI eksklusif apabila diberikan pola
makanan yang mengandung gizi dan teratur maka status gizi bisa terpenuhi dengan baik.
Tingginya angka status ASI tidak eksklusif karena ketidaktahuan ibu sehingga sebelum umur 6 bulan
telah diberikan susu formula dan makanan pendamping ASI. Sebagian ibu yang lain mengaku ASI nya tidak
keluar atau tidak cukup sehingga diberikan susu formula.
ASI merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan dan kelangsungan hidup anak. Di Indonesia,
pemberian ASI secara eksklusif sangat dianjurkan bagi bayi berusia dibawah enam bulan. Sedangkan
pemberian makanan pendamping dapat diberikan setelah berusia di atas 6 bulan (Depkes RI, 2002).
142
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Sebagian besar di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2017 status gizi balita baik (67,7%). Didapatkan juga status gizi kurang sebesar 32,3 % dimana
masih tergolong tinggi dibandingkan persentase secara nasional yang sebesar 17,9%.
2. Faktor pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan status balita terkena diare mempunyai
hubungan signifikan dengan status gizi balita di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017
3. Dari faktor-faktor yang memengaruhi status gizi balita, pendidikan Ibu yang dominan di dalam
mempengaruhi status gizi balita dengan nilai OR = 8,271, artinya ibu balita yang pendidikan tinggi
berpeluang sebanyak 8,2 kali untuk status gizi balita baik dibandingkan dengan ibu pendidikan rendah.
Variabel pendidikan dikontrol dengan variabel pengetahuan pekerjaan, status balita terkena diare dan
ASI eksklusif.
Saran
Bagi Puskesmas
a. Diharapkan kepada pihak petugas kesehatan di Puskesmas Sorkam untuk lebih meningkatkan
penyuluhan tentang gizi kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemberian
zat gizi yang baik untuk balita.
b. Diharapkan memberikan penyuluhan kesehatan di Kelurahan Pargarutan Kecamatan Sorkam
khususnya tentang cara pencegahan diare untuk mengurangi angka kejadian diare.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Karena keterbatasan waktu peneliti, maka dalam penelitian selanjutnya diharapkan agar melakukan
penelitian yang sama dilakukan di puskesmas lainnya yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah, dan
meneliti variabel lain, seperti sosial budaya, jarak pelayanan kesehatan dan variabel lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,S (2009). Prosedur Penelitian,Bineka Cipta Jakarta.
Andrejani Jekti,R (2013). Meneliti “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Serta Kader Posyandu
Dalam Penyelenggaraan Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Kabupaten Banjar Tahun 2013”.
Angka
Kematian
Ibu
dan
Bayi
di
Indonesia
Tertinggi
di
ASIA
:(online),
http://www.menegpp.go.id/index.php?option=com
kematian-ibu-di-indonesia-tertinggi-di-asia
_content&view=article&id=145:angka-
Budiharto (2004). Pengantar Perilaku Kesehatan Dan Pendidikan Kesehatan Gigi. Penerbit Buku Kedokteran
: EGC.
Cahyo Ismawati S,dkk (2010). Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dan Desa Siaga. Penerbit Nuha Medika.
Bantul.
Darmawan Edi S & Departeman AKK FKMUI.2009. Tinjauan Kebijakan Terkait Pengelolaan Posyandu
Sebagai Masukan Dalam Perumusan Peran Dan Tanggung Jawab Departeman Kesehatan Dalam
Pengelolaan
Posyandu
:
(online),
(http://staff.ui.ac.id./internal/1000400020/material/KebijakanPengelolaanPosyandu.pdf).
Departemen Kesehatan RI (1995). Buku Pedoman Kegiatan Kader Di Posyandu,Jakarta.
_,(1990). Pedoan Kerja Puskesmas Jilid I , DepKes RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI (2000). Buku Kader Posyandu Dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI (2009). Pedoman Pelayanan Antenatal Di Tingkat Pelayanan Dasar,Dirjen PKMDirbin Kesga,Jakarta.
Departemen Kesehatan RI (2010). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWSKIA). Dirjen Binkesmas-Dirbin Kesga,Jakarta.
Fitria Maretha,H (2011). Meneliti “Tanggapan Kader Terhadap Kunjungan Masyarakat Di Posyandu Serta
Faktor – Faktor Yang Berhubungan Di Puskesmas Jatimulya Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi
Tahun 2011”.
143
JURNAL ILMIAH KOHESI
Vol. 1 No. 2 Juli 2017
Green Lawrence (2001),Health Education Planning A Diagnostik Apparoach The John Hopkin University,
Mayfield Publishing Co.
Haryanto Abdi Nugroho (2007).Meneliti “Hubungan Antara Pengetahuan Dan Motivasi Kader Posyandu
Dengan Keaktifan Kader Posyandu Di Desa Dukuh Tengah Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes
Tahun 2007”.
H. Muzakkir (2013). Meneliti “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Posyandu Di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Kaledupa Kecamatan Kaledupa Kabupaten Wakatubi Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2013”.
Hapsary,W (2012). Meneliti “Pengetahuan Dan Sikap Kader Tentang Peran Serta Dalam Kegiatan Posyandu
Sebelum Dan Setelah Penyuluhan Di Desa Bojang Mekar Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat
Tahun 2012”.
Ilyas Taslis (2002). Kinerja Teori, Penilaian Dan Penelitian Kajian Ekonomi Kesehatan. FKM UI. Jakarta Pusat.
Ilyas (2006). Kinerja Teori, Penilaian Dan Penelitian, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan. FKM UI Depok.
Kematian
Bayi
Capai
611
Anak
di
Kalsel
:
(online),
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/02/09/202203/127/101/Kematian-Bayi-Capai-611Anak-di-Kalsel
Koes Irianto (2014). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Al fabeta,Bandung.
Natalia Erlina Y,dkk (2014). Panduan Lengkap Posyandu Untuk Bidan Dan Kader. Penerbit Nuha Medika,
Yogyakarta.
Notoadmodjo,S (2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan,Trans Info Media,Jakarta.
___________ (2007). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan, Cetak Pertama. PT. Rineka Cipta,Jakarta.
___________(2010). Ilmu Perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta,Jakarta.
____________(2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta,Jakarta.
Poerwarminta,W.J.S (1967). Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta. PN. Balai Pustaka.
_________,PokjalPosyandu:(online),(http://posyandu.Jombangkab.go.id/posyandu.htm).
Ratih Wirapuspita (2013). Meneliti “Insentif Dan Kinerja Kader Posyandu Di Puskesmas Wonorejo
Samarinda Tahun 2013”.
Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31612/4/chapterII.pdf.HA.Bangun-2-12.
Saidatunnisa (2014). Meneliti “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Kader Dalam
Pelaksanaan Deteksi Dini Kehamilan Berisiko Di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Tabuk Kabupaten Banjar
Tahun 2014”.
Soekanto,S (1990). Sosiologi Suatu Pengantar . PT. Raja Grafindo Rasada,Jakarta.
Syafrudin,dkk (2011). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Kebidanan. Penerbit CV. Trans Info
Media. Jakarta Timur.
Utary Dwi,L (2013). Meneliti “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kemampuan Kader Dalam
Penyelenggaraan Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaramai Kota Medan Dan Puskesmas Dalu
Sepuluh Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013”.
Walgito,B (2003). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) Edisi 3,Yogyakarta,Andi offset.
Widuri (2004). Meneliti “Karakteristik Kader Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Kader Posyandu”. Karya
tulis ilmiah UGM,Yogyakarta.
Zulkifli (2003). Posyandu Dan Kader Kesehatan,FKM-usu Medan.
144
Download