JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 24- 59 BULAN DI KELURAHAN PARGARUTAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS SORKAM KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2017 DIMPU TAMPUBOLON SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAULI HUSADA SIBOLGA ABSTRACT Nutritional status of children under five in Indonesia to date is still apprehensive. Because 5,119,935 toddlers from 17,983,244 toddlers Indonesia (28.47%) are included in the group of malnutrition and malnutrition. Nutritional problems in Indonesia and developing countries in general are still dominated by lack of protein energy, iron anemia problems, iodine deficiency problems, less vitamin problems in obesity, especially in big cities and regions. The low nutritional status of children under five in Kelurahan Pargarutan Kecamatan Sorkam is related to knowledge, income, education, occupation, diarrhea status and exclusive breastfeeding. This research is analytical descriptive with cross-sectional approach that is to know the factors related to nutritional status in children aged 24-59 months in Pargarutan Sub-district working area of Sorkma Health Center of Kabupaten Tapanuli Tengah. The study population was mother of mother with children under five, with sample size 96 mothers. The data were collected by interview using questionnaire. Data analysis used simple logistic regression test at 95% confidence level. The result of research showed that most of nutrition status of balita is good equal to 67,7% and nutrition status less equal to 32,3%. Factors of knowledge, education and infant status exposed to diarrhea have a significant relationship with nutritional status of toddlers where the p-value <0.05. While the factors of income, occupation and exclusive ASI did not have a significant relationship with the nutritional status of children under five years where the p value> 0.05 .. From the results of multiple logistic regression test concluded that the educational variable is the dominant variable with the value OR = 8.271, which means mothers with higher education have an opportunity for better nutrition status balitanya compared to mothers with low education after controlled variable knowledge, occupation, infant diarrhea and exclusive breastfeeding status .. It is recommended for health personnel Puskesmas Sorkam to further improve nutrition counseling to the community and counseling on how prevention of diarrhea to reduce the incidence of diarrhea and to improve mother's knowledge in the provision of good nutrients for infants. Keywords: Nutritional status, Toddler, diarrhea Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah (Depkes RI, 2006). Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifactor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan semua faktor (Ibnu dkk, 2002). Status gizi anak balita di Indonesia hingga saat ini masih memprihatinkan. Keadaan ini merupakan ancaman bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, karena kurang energi protein (KEP) erat kaitannya dengan gagal tumbuh kembang anak balita termasuk rendahnya tingkat kecerdasan (Mursalim, 2011). Secara teoritis bahwa status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang telah ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Suharjo, 1996). 125 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Upaya perbaikan pemenuhan kebutuhan Gizi dalam rangka membantu proses fisiologis dalam tubuh membantuh proses tumbuh kembang anak dan membantu aktivitas serta memelihara kesehatan salah satu bagian dari upaya pemulihan kondisi anak. Dengan harapan anak akan menjadi puas dan orang tua dapat membantu proses edukatif, kemudian juga dapat membina kebiasaan waktu makan, meningkatkan selera makan, memilih kemampuan dan kebiasaan yang baik memilih jenis makanan, menentukan jumlah dan mendidik dalam berperilaku makan. Dalam proses pemilihan tersebut akan di pengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya usia, status nutrisi itu sendiri dan keadaan penyakit yang diderita anak sehingga faktor tersebut harus mendapat perhatiaan dalam pemenuhan kebutuhan gizi pada bayi dan anak (Azis, 2009).Pada banyak penelitian di laporkan bahwa pada usia ini kebanyakan anak hanya mau makan satu jenis makanan selama berminggu-minggu (food jag) orang tua tidak perlu gusar, asal makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi anak (Arisman, 2007). Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO, 2002) juga menunjukkan, kesehatan masyarakat Indonesia terendah di Asean dan peringkat ke-142 dari 170 negara. Data WHO itu menyebutkan angka kejadian gizi buruk dan kurang yang pada balita pada 2002 masingmasing meningkat menjadi 8, 3 % dan 27, 5 % serta pada 2005 naik lagi menjadi masing-masing 8, 8 % dan 28 %. Kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan. Alasannya, selain berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, kekurangan gizi juga termasuk salah satu penyebab utama kematian balita. Data WHO tahun 2002 menunjukkan 60 % kematian bayi dan balita terkait dengan kasus gizi kurang. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2002), lebih dari 30% dari populasi bayi di dunia adalah kurang gizi. Di negara kita prevalensi gizi kronis bervariasi, menurut data dari Survey Kesehatan dan Gizi Nasional (PNSN), antara 8,1% dan 27,3%, tergantung pada wilayah kajian. Sementara menurut pengelompokan prevalensi gizi kurang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia tergolong sebagai negara dengan status gizi tinggi pada tahun 2004. Karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita Indonesia (28,47%) termasuk dalam kelompok gizi kurang dan gizi buruk.. Menurut Depkes 2007 di Sumatera Utara ada 28.202 balita berstatus gizi baik sementara 8.369 balita bergizi kurang sehingga akan terus dilakukan program makanan tambahan untuk memulihkan status gizi balita tersebut. Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian periode kehidupan lain. Pemeriksaan yang perlu lebih diperhatikan tentu saja bergantung pada bentuk kelainan yang bertalian dengan kejadian penyakit tertentu. Kurang kalori protein, misalkan Lazim menjangkiti anak, oleh karena itu pemeriksaan terhadap tanda dan gejala kearah sana termasuk pula kelainan lain yang menyertainya, perlu dipertajam (Arisman, 2007). KEP dapat mempengaruhi kecerdasan melalui kerusakan otak.Faktor yang tidak kalah pentingnya untuk diketahui adanya perubahan-perubahan organik yang permanen seperti pada jantung, pankreas, hati dan sebagainya yang dapat memperpendek umurnya. Selain itu dapat menurunkan produktifitas kerja dan derajat kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit. KEP yang diderita pada masa dini perkembangan otak anak-anak akan mengurangi sintesis protein DNA, dan mengakibatkan terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak itu normal. Sehingganya KEP dapat mempengaruhi kecerdasan melalui kerusakan otak. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier, 2009). Rendahnya pengetahuan dan kurangnya ketrampilan keluarga khususnya ibu tentang cara pengasuhan anak, meliputi praktik pemberian makan dan perawatan kesehatan menyebabkan KEP (Nadimin, 2009).Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Mardiarti (2000) yang meneliti pola pengasuhan dan pertumbuhan anak balita, memperlihatkan hasil bahwa anak yang pertumbuhannya baik lebih banyak ditemukan pada ibu tidak bekerja (43,24%) dibandingkan ibu yang bekerja (40,54%). Berdasarkan penelitian dikatakan bahwa berdasarkan pekerjaan ternyata pertumbuhan bayi tergolong tidak normal lebih banyak pada ibu yang bekerja diluar rumah yaitu 83,3% ( Mahlia, 2009).Masalah gizi di Indonesia dan di negara-negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh bekurang energi protein, masalah anemia besi, masalah gangguan akibat kurang yodium, masalah kurang Vitamin A dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar (Ibnu dkk 2002).Pada Widia Karya Nasional pangan dan gizi tahun 1993, telah terungkap bahwa Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum teratasi secara menyeluruh (Ibnu, dkk, 2002). Berdasarkan pemaparan dan pertimbangan di atas serta dari data dan fakta yang ada maka penulis 126 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 bermaksud untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Status Gizi Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2002). Status gizi menurut Supariasa dkk (2002) adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut. Status gizi merupakan keadaan kesehatan manusia yang berupa hasil dari interaksi antar tubuh manusia, zat-zat gizi dan makanan. Status gizi merupakan tingkat kesehatan dari keseimbangan konsumsi dan penggunaan zat-zat gizi yang didapat dari asupan makanan sehari-hari. Status gizi merupakan bagian dari pertumbuhan anak (Soetjiningsih,1995). Jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan maka keadaan ini disebut dengan gizi baik, sedangakan apabila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan maka keadaan ini disebut dengan gizi kurang (Depkes, 2003). Apabila konsumsi zat gizi tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi gangguan gizi atau malnutrition (Meilinasari, 2002). Penilaian status gizi adalah penafsiran informasi dari penelitian antropometri, konsumsi makanan, laboratorium dan klinik. Informasi yang diperoleh untuk menetapkan status kesehatan individu atau kelompok masyarakat yang berkaitan dengan konsumsi dan penggunaan zat-zat oleh tubuh (Hadisiswanto, 2001). Status gizi dapat dinilai secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian langsung dapat dilakukan secara antropometri, klinis, biokimia dan biofisik, sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Dalam penelitian status gizi diperlukan beberapa parameter yang kemudian disebut dengan indeks antropometri (Supariasa, 2002). Klasifikasi Status Gizi Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS. Pada lokakarya antropometri yang telah diperkenankan pada buku harvard. (Supariasa, 2002). Indikator BB/U, TB/U dan BB/TB menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007 yaitu: a. Berat Badan menurut Umur (BB/U) BB/U dapat digunakan sebagai indikator status gizi kurang saat sekarang dan sensitif terhadap perubahan kecil, dapat digunakan untuk memonitor pertumbuhan dan pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth failure karena infeksi atau KEP. Kekurangannya adalah sulitnya mendapatkan umur yang akurat, keliru dalam menginterpretasikan atatus gizi balita bila terdapat endema atau kesalahan pengukuran yang dapat disebabkan oleh pengaruh pemakaian atau anak bergerak saat ditimbang serta adanya hambatan dari segi perspektif budaya. Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (BB/U) Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score) Barat Badan menurut Umur (BB/U) Anak umur 0-60 Bulan Gizi Buruk Gizi Kurang < -3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD Gizi Lebih > 2 SD Sumber: Kemenkes RI 2011 127 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Kelebihan Berat Badan menurut Umur (BB/U): a) b) c) d) e) f) g) a) b) c) d) Indikator yang baik untuk KEP akut dan kronis untuk memonitor program yang sedang berjalan. Sensitif terhadap perubahan keadaan gizi yang kecil. Pengukuran objektif dan bila diulang memberikan hasil yang sama. Peralatan dapat dibawa ke mana-mana dan relatif murah. Pengukuran mudah dilaksanakan dan diteliti. Tidak memakan waktu lama. Dapat mendeteksi kegemukan. Kelemahan Berat Badan Menurut Umur (BB/U): Tidak sensitif terhadap anak stunting atau anak telalu tinggi tapi kurang gizi. Mengakibatkan kekeliruan interpensi status bila terdapat endema. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan. Memerlukan data umur yang akurat terutama untuk anak di bawah usia lima tahun. b. Tinggi badan menurut umur (TB/U) TB/U dapat digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu dan kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa. Kekurangannya adalah pemakaian indeks ini adalah sulitnya mendapatkan umur yang akurat dan perubahan tinggi tidak banyak terjadi dalam waktu singkat dan perlu dua orang untuk membantu mengukur tinggi anak. Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (TB/U) Indeks Tinggi badan Menurut Umur (TB/U) anak umur 0-60 bulan Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score) Sangat Pendek < -3 SD Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Tinggi > 2 SD Sumber: Kemenkes RI 2011 Kelebihan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U): a) b) c) d) Merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kekurangan gizi pada waktu lampau. Pengukuran objektif, ,memberikan hasil sama bila pengukuran diulangi. Alat mudah dibawa dan dapat dibuat lokal. Ukuran panjang badan dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Kekurangan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U): a) b) Dalam menilai intervensi harus disertai indikator lain seperti BB/U, karena perubahan TB tidak banyak terjadi dalam waktu singkat. Membutuhkan beberapa teknik pengukuran, alat ukur panjang badan untuk anak kurang dari 2 tahun dan alat ukur tinggi badan untuk anak umur lebih dari 2 tahun. 128 JURNAL ILMIAH KOHESI c) d) e) Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Lebih sulit dilakukan secara teliti oleh petugas yang belum berpengalaman. Memerlukan orang lain untuk mengukur anak. Umur kadang-kadang sulit didapat secara valid. c. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) c. Berat badan menurut tinggi badan BB/TB Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur. Merupakan indikator untuk menilai status gizi saat kini di mana umur tidak perlu diketahui. Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui proporsi badan gemuk, normal dan kurus. Tabel 2.3 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (BB/TB) Indeks Barat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Anak Umur 0-60 Bulan Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score) Sangat kurus < -3 SD Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Gemuk > 2 SD Sumber: Kemenkes RI 2011 Kelebihan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB): a) Tidak memerlukan data umur. b) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus). c) Pengukuran objektif dan memberikan hasil yang sama bila pengukuran diulang. Kekurangan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB): a) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi atau kelebihan tinggi karena faktor umur tidak diperhatikan. b) Membutuhkan dua macam alat ukur. c) Pengukuran relatif lebih lama. d) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya. e) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional. f) Dalam praktek sering terjadi kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan pada kelompok balita. Gizi Balita Anak Balita Masa balita merupakan kehidupan yang sangat penting dan diperlukan perhatian yang lebih dan khusus. Di masa ini proses tumbuh kembang sangat pesat diantaranya pertumbuhan fisik, perkembangan psikomotorik, mental dan sosial. Pertumbuhan balita sangat di pengaruhi beberapa hal diantaranya jumlah dan mutu makanan, kesehatan balita, tingkat ekonomi, pendidikan dan perilaku orang tua (Depkes, 2000). Kelompok balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi dan rawan penyakit serta paling banyak menderita KEP. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan balita rawan gizi dan kesehatan antara lain: 129 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 a. b. c. Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan dewasa. Anak balita mempunyai ibu yang bekerja sehingga perhatian ibu sudah berkurang. Anak balita sudah mulai main di tanah, lingkungan yang kotor sehingga memungkinkan untuk terjadi infeksi. d. Anak balita belum bisa memilih makanannya, peran perilaku orang tua yang didasari pengetahuan sangatlah penting (Notoatmodjo, 2007). Balita membutuhkan zat-zat gizi untuk tumbuh kembang, perbaikan atau pengganti sel-sel yang rusak, pengaturan tubuh, kekebalan terhadap penyakit. Zat-zat gizi yang dibutuhkan diantaranya karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral dengan jumlah kalori di dalam makanan berdasarkan komposisi banyaknya zat gizi yang terkandung. Balita membutuhkan kalori lebih banyak perkilogram berat badannya daripada orang dewasa untuk pertumbuhannya selain untuk kebutuhan fisik (Husaini, 2002). Kecukupan Energi dan Protein Balita Masa pertumbuhan pada balita membutuhkan zat gizi yang cukup, karena pada masa itu semua organ tubuh yang penting sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Kurang energi dan protein dapat dialami oleh siapa saja terutama oleh kurang gizi pada kelompok umur balita karena pada kelompok ini sangat mudah terjadi perubahan keadaan gizinya karena segala sesuatu yang dikonsumsinya masih tergantung dari apa yang diberikan oleh orang tuanya. Sejumlah zat gizi yang ada dalam bahan makanan mengandung tiga unsur yaitu: a. Zat tenaga yaitu makanan yang mengandung energi tinggi yang terdapat pada bahan makanan pokok yaitu beras, jagung dan lain-lain b. Zat pembangun yaitu bahan makanan yang berfungsi untuk membangun jaringan tubuh yang rusak. Bahan makanan ini terdapat pada telur, tempe, ikan dan lain-lain. a. Zat pengatur yaitu bahan makanan yang berfungsi mengatur organ tubuh. Makanan ini mengandung vitamin dan mineral dan biasnya terdapat pada buah-buahan dan sayursayuran. Tabel 2.4 Angka Kecukupan Energi dan Protein Menurut Kelompok Umur No Kelompok Umur 1. 2. 3. 4. 5. 0- 6 bulan 7- 12 bulan 1-3 tahun 4- 6 tahun 7-9 tahun Berat badan Tinggi Badan Energi (kkal) Protein(g) (kg) (cm) 6 8,5 12 17 25 60 71 90 110 120 550 650 1000 1550 1800 10 16 25 39 45 Sumber: Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2004 Pendidikan Ibu Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena berhubungan dengan kemampuan seseorang menerima dan memahami sesuatu, karena tingkat pendidikan seseorang ibu dapat mempengaruhi pola konsumsi makan melalui cara pemilihan makanan pada balita. Menurut Suhardjo (2005) tingkat pendidikan dapat menentukan seseorang dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh sehingga pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga. Menurut Masyitoh (1999), tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan makanan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang kualitas dan kuantitasnya dibandingkan dengan yang pendidikan rendah. Makin tinggi pendidikan orang tua, maka makin baik status gizi anaknya. Sedangkan menurut Madanijah (2003) terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan, 130 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi secara garis besar mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak, karena tingkat pendidikan ibu mempengaruhi terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, higiene dan kesadaran terhadap kesehatan anak dan keluarga.Menurut Suwarno (1992) pendidikan seseorang dibimbing menuju perkembangan tertentu dan memiliki kesempatan untuk menerima informasi/ pengetahuan tertentu, dalam pendidikan ini sebaikanya dapat diberikan informasi tentang pencegahan kekurangan gizi, karena kekurangan gizi pada ibu masa balita akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya. Sedangkan munurut Himawan (2006) menyatakan bahwa hubungan pendidikan ibu dengan status gizi balita diperoleh α 0.002 status gizi kurang pada balita terjadi pada ibu yang pendidikannya rendah tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 25,4% sedangkan pada ibu yang pendidikannya tinggi tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 12,4%, menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pengetahuan gizi. Pada penelitian ini salah satu variabel yang diambil adalah pendidikan ibu. Tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi keluarga karena ibu memegang peranan penting dalam pengelolaan rumah tangga. Ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai sikap yang positif terhadap gizi sehingga pada akhirnya akan semakin baik kuantitas dan kualitas gizi yang dikonsumsi keluarga (Khomsan,2007). Status Kesehatan terkena diare Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Aziz, 2006). Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari (Ramiah, 2002). Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan (Ngastiyahm 2003). Pemberian ASI Eklusif Asi Ekslusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan tambahan lain (Purwanti, 2004). Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai berumur 2 tahun. Mengapa pengenalan makanan tambahan dimulai pada usia 6 bulan dan bukan 4 bulan. Pertama komposisi ASI cukup untuk perkembangan bayi sampai usia 6 bulan, kedua bayi pada usia 6 bulan sistem pencernaannya mulai matur, sehingga usus bayi setelah berumur 6 bulan mampu menolak faktor alergi ataupun kuman yang masuk. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan faktor pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan. Unsur ini mencakup hidrat arang, lemak, protein, vitamin dan mineral, dalam jumlah yang proporsional (Purwanti, 2004). Karena zat- zat protektif yang terkandung dalam ASI, bayi yang diberi ASI memiliki kemungkinan kecil untuk terjangkit infeksi telinga (otitis media), alergi, diare, pneumonia, bronchitis, meningitis, serta sejumlah penyakit pernafasan (Wicak, 2008). Penilaian Status Gizi Balita Penilaian status gizi adalah interpretasi data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu atau individu yang beresiko atau dengan status gizi buruk (Departemen Gizi Fakultas Kesmas UI, 2007). Sementara itu Harper, Deaton dan Driskel menyatakan bahwa penilaian status gizi adalah pembandingan keadaan gizi menurut hasil pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu atau kelompok masyarakat tertentu. Tujuan penilaian status gizi balita meliputi dua komponen yakni individu dan populasi. Bagi individu, penilaian status gizi menentukan keadaan gizi, mendeteksi defisiensi nutrisi, dan memantau pertumbuhan fisik 131 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 balita. Dari hasil penilaian tersebut dapat dilakukan intervensi yang sesuai. Sementara itu, bagi populasi hal ini dapat menunjukkan tingkat status gizi masyarakat. Dengan demikian, pemerintah dapat mengambil kebijakan yang sesuai.Status gizi dapat diketahui dengan berbagai macam cara yaitu secara langsung yang meliputi pemeriksaan antropometri, klinis dan biokimia dan secara tidak langsung yaitu melalui survei konsumsi makanan, statistik vital, dan ekologi. Metode yang paling sering digunakan dan mudah untuk dilakukan yaitu penilaian secara antropometri, salah satu cara yaitu dengan membandingkan antara berat badan dengan umur (Supariasa, 2001).Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa, 2001).Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan aka searah dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (Supariasa, 2001). Pedoman yang digunakan adalah standar berdasarkan tabel WHO-NCHS (National Center For Health Statistic). Status gizi pada balita dapat diketahui dengan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat badan pada tabel standar WHO-NCHS, bila berat badannya kurang, maka status gizinya dianggap kurang. NCHS merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas gizi buruk dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik. Status Gizi Gizi Baik Gizi sedang Gizi Kurang Gizi buruk Tabel 2.1.3 Status gizi berdasarkan Indeks Antropometri BB/U TB/U BB/TB >80% >90% >90% 71%-80% 81%-90% 80%-90% 61%-70% 71%-80% 71%-80% <60% <70% <70% METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Konsep Variabel Independen 1. Pengetahuan Ibu tentang gizi 2. Pendapatan Ibu 3. Pendidikan Ibu 4. Pekerjaan Ibu 5. Status balita terkena diare 6. Pemberian ASI Eksklusif Variabel dependen STATUS GIZI BALITA Bagan 3.1 Kerangka Konsep 132 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Defenisi Operasional Definisi Operasional dapat dilihat pada tabel 3.2 Variabel Dependen Status Gizi Balita Independen Pengetahuan Pendapatan Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Keadaan balita yang dilihat dari angka kecukupan gizi yang didapat oleh balita Timbangan Melakukan penimbangan - Baik:BB menurut umur 71- 100 % - Kurang:BB menurut umur < 71 % Ordinal Segala sesuatu yang diketahui ibu yag berhubungan dengan gizi balita Kuesioner Wawancara - Ordinal Jumlah Uang yang dihasilkan keluarga dalam 1 bulan Kuesioner - Tinggi: 70- 100% ( total skor 21-30) Rendah : <70% (total skor < 21) Tinggi: > 1.500.000 Rendah: < 1.500.000 Tinggi: > SMA Rendah: < SMA Bekerja Tidak bekerja Wawancara - Pendidikan Pekerjaan Status balita terkena diare ASI Eklusif Skala nominall Jenjang Sekolah formal yang ditamatkan oleh ibu balita Kegiatan sehari- hari yang dilakukan ibu balita untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Frekuensi balita terkena diare dalam 6 bulan terakhir Kuesioner wawancara Ordinal Kuesioner Wawancara Kuesioner Wawancara - Tidak pernah Pernah Ordinal Memberikan ASI saja tanpa makanan dan minuman tambahan kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan Kuesioner Wawancara - Eksklusif Tidak ekskluisf Ordinal Ordinal Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja :Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah yang dilakukan di Posyandu Tangkas. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Agustus 2017. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 24-59 bulan yang ada di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah yang berjumlah 96 orang. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah yang berjumlah 96 orang. Karena balita umur 24-59 bulan tidak mampu menjawab pertanyaan pada kuisioner, maka yang menjadi responden pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak usia 24-59 bulan dengan kriteria tidak sedang menderita penyakit apapun pada saat dilakukan penelitian . Metode Pengambilan Sampel menggunakan metode Total Sampling yaitu dengan melibatkan seluruh populasi yaitu 96 responden 133 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Pengolahan Data 1. Variabel pengetahuan Varibel tingkat pengetahuan responden diperoleh dengan kuesioner, menilai tingkat pemahaman dan pengetahuan ibu terhadap materi pertanyaan yang berkaitan dengan status gizi pada balita. Jika responden menjawab pertanyaan dengan pilihan benar diberi nilai 3 (satu), jika menjawab pertanyaan dengan pilihan salah diberi nilai 2 (dua), juka menjawab pertanyaan dengan pilihan tidak tahu diberi nilai 1 (satu), kemudian semua jawaban benar dibagi jumlah soal dikalikan dengan persen (%). Kategori : a. Tinggi : 70-100 % b. rendah : <70 % 2. Variabel Tingkat Pendapatan Variabel pendapatan responden diperoleh dengan kuesioner, menilai tingkat pendapatan keluarga dari responden. Kategori: a. Penghasilan tinggi berpenghasilan > Rp. 1.500.000, b. Penghasilan rendah berpenghasilan < Rp. 1.500.000, 3. Pekerjaan Variabel pekerjaan responden diperoleh dengan kuesioner, menilai apakah ibu mempunyai kegiatan atau bekerja diluar rumah untuk memberikan tambahan penghasilan keluarga. Kategori : a. Bekerja , ibu mendapatkan penghasilan b. Tidak bekerja, bila ibu tidak mendapatkan penghasilan 4. Variabel tingkat pendidikan ibu Variabel tingkat pendidikan ibu diperoleh dengan kuesioner dengan cara menilai tingkat pendidikan. Kategori: a. Tinggi : > SMA b. Rendah : < SMA 5. Status kesehatan terkena diare Variabel status kesehatan terkena diare pada balita diperoleh dengan kuesioner Kategori : a. Tidak pernah b. Pernah Skala ukur: ordinal Alat ukur: kuesioner 6. ASI Eksklusif Variabel ASI Eksklusif diperoleh dengan kuesioner Kategori : a. Eksklusif b. Tidak Eksklusif Skala ukur : ordinal Alat ukur : Kuesioner 7. Variabel Status Gizi Balita Variabel tingkat status gizi balita diperoleh dengan cara menimbang berat badan balita dan dicatat di kuesioner dan mencocokkan umur dengan berat badan berdasarkan grafik NCHS menurut WHO. Kategori : a. Baik : BB menurut umur 71- 100 % b. Kurang : BB menurut umur < 71 % 134 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Analisis Data Analisa data dalam penelitian ini berupa analisis univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat. Analisa Data Univariat Analisis Multivariat. Analisa Data Bivariat : Keterangan: X2 = Chi square O = Nilai observasi E = Nilai Ekspektasi (Nilai Harapan) HASIL PENELITIAN Analisa Univariat Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 Status Gizi Balita Jumlah % Baik 65 67,7 Kurang 31 32,3 Total 96 100,0 Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar yang kategori status gizi balitanya baik (67,7%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 Pengetahuan Tinggi Rendah Total Jumlah 51 45 96 % 53,1 46,9 100,0 Berdasarkan tabel 4.2 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar yang berpengetahuan tinggi (53.1%). Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 Tingkat Pendapatan Tinggi Rendah Total Jumlah 23 73 96 135 % 24,0 76,0 100,0 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Berdasarkan Tabel 4.3 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar yang berpenghasilan rendah (76,0%). Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 Pendidikan Jumlah % Tinggi 15 15,6 Rendah 81 84,4 Total 96 100,0 Berdasarkan Tabel 4.4 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar tingkat pendikan Ibu rendah (84,4%). Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Respoden Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 Pekerjaan Jumlah % Bekerja 23 24,0 Tidak Bekerja 73 76,0 Total 96 100,0 Berdasarkan tabel 4.5 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar ibu tidak bekerja yaitu (76,0%). Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Terkena Diare pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No Status Terkena Diare Jumlah % 1 Tidak pernah 35 36,5 2 Pernah 61 63,5 Total 96 100,0 Berdasarkan tabel 4.6 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar Balita pernah terkena diare (63,5%) Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Balita Berdasarkan ASI Ekslusif di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 No 1 2 ASI Ekslusif Jumlah % Eksklusif 38 39,6 Tidak Eksklusif 48 60,4 Total 96 100,0 Berdasarkan tabel 4.7 diatas diketahui dari 96 responden yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar balita tidak mendapatkan ASI eksklusif (60,4%). Analisa Bivariat Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017, maka berdasarkan uji chi-square diperoleh hasil sebagai berikut: 136 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 Pengetahuan Tinggi Rendah Status Gizi Baik Kurang f % f % 40 78,4 11 21,6 25 55,6 20 44,4 Total f 51 45 % 100 100 OR (95%CI p Value 2,909 1,1-7,08 0.030 Berdasarkan Tabel 4.8 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita diperoleh 78,4% ibu yang berpengetahuan tinggi status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu yang berpengetahuan rendah, ada 44,4% status gizi balitanya kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,030 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya baik antara ibu pengetahuan tinggi dengan ibu yang berpengetahuan rendah (ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=2,909 artinya ibu pengetahuan tinggi anak balitanya mempunyai peluang 2,9 kali untuk status gizi balita baik dibanding ibu yang pengetahuan rendah. Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Ibu dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 Pendapatan Tinggi Rendah Status Gizi Baik Kurang N % N % 17 73,9 6 26,1 48 65,8 25 34,2 Total n 23 73 % 100 100 OR (95%CI p Value 1,476 0,5-4,21 0.635 Berdasarkan tabel 4.9 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pendapatan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 73,9% ibu yang berpendapatan rendah status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu yang berpendapatan rendah, ada 65,8% status gizi balitanya baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,635 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya baik antara ibu pendapatan tinggi dengan ibu yang berpendapatan rendah (tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan ibu dengan status gizi balita). Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 Pendidikan Tinggi Rendah Status Gizi Baik Kurang n % N % 15 100,0 0 0 50 61,7 31 38,3 Total n 15 81 % 100 100 OR (95%CI P Value 1,620 1,3-1,92 0.009 Berdasarkan tabel 4.10 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 100 % ibu yang berpendidikan tinggi status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu yang berpendidikan rendah, ada 61,7 % status gizi balitanya baik. 137 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,009 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya baik antara ibu pendidikan tinggi dengan ibu yang berpendidikan rendah (ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,620 artinya ibu pendidikan tinggi anak balitanya mempunyai peluang 1,6 kali untuk status gizi balita baik dibanding ibu yang pendidikan rendah. Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Status Gizi Baik Kurang N % N % 19 82,6 4 17,4 46 63,0 27 37,0 Total n 23 73 % 100 100 OR (95%CI 2,788 0,8-9,0 p Value 0.134 Berdasarkan Tabel 4.11 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 82,6% ibu bekerja status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu yang tidak bekerja, ada 63,6% status gizi balitanya baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,134 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya buruk antara ibu bekerja dengan ibu yang tidak bekerja (tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita). Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Status Terkena Diare Balita dengan status gizi pada anak usia 2459 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 Status Balita Terkena Diare Tidak pernah Pernah Status Gizi Baik Kurang n % N % 29 82,1 6 17,9 36 59,0 25 41,0 Total n 35 61 % 100 100 OR (95%CI 3,356 1,2-9,2 p Value 0.029 Berdasarkan Tabel 4.12 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara status balita terkena diare dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 82,1% balita tidak pernah terkena diare status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara balita yang pernah terkena diare, ada 41,0 % status gizi balitanya kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,029 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya buruk antara balita tidak pernah diare dengan balita yang pernah terkena diare (ada hubungan yang signifikan antara status balita terkena diare dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=3,356 artinya balita tidak pernah terkena diare mempunyai peluang 3,35 kali untuk status gizi balita baik dibanding balita yang pernah terkena diare. Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No ASI Eksklusif Status Gizi Baik 1 2 Eksklusif Tidak Eklusif n 29 36 % 76,3 62,1 Total Kurang n % 9 23,7 22 37,9 138 n 38 58 % 100,0 100,0 OR (95%CI 1,969 0,7-4.9 p Value 0.216 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Berdasarkan tabel 4.13 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 76,3% balita diberi ASI eksklusif status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara balita yang tidak diberi ASI ekslusif, ada 37,9 % status gizi balitanya kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,216 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya baik antara balita diberi ASI eksklusif dengan balita yang tidak diberi ASI eksklusif (tidak ada hubungan yang signifikan antara ASI Eksklusif dengan status gizi balita). Analisis Multivariat Setelah dilakukan analisis bivariat, selanjutnya dilakukan analisis multivariat untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen secara bersamaan dengan menggunakan analisis regresi logistik sederhana untuk mencari faktor yang paling dominan antara variabel independen : pengetahuan, pendapatan, pendidikan, pekerjaan, status terkena diare, dan ASI Eksklusif dengan langkah sebagai berikut: Analisis Tahap 1: Seleksi Bivariat Masing-masing variabel independen dilakukan analisis bivariat dengan variabel dependen. Bila hasil bivariat menghasilkan p Value < 0,25, maka variabel tersebut langsung masuk tahap multivariat. Untuk variabel independen yang hasil bivariatnya menghasilkan p Value > 0,25 namun secara substansi penting, maka variabel tersebut dapat dimasukkan dalam model multivariat. Seleksi bivariat menggunakan uji regresi logistik sederhana. Hasil seleksi bivariat dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.14 Analisis bivariat uji regresi logistik sederhana antara variabel independen dengan variabel dependen No 1 2 3 4 5 6 Variabel Pengetahuan Pendapatan Pendidikan Pekerjaan Status terkena diare ASI Eksklusif p- Value 0,017 0,466 0.004 0,080 0,016 0,144 Keterangan Kandidat Tidak masuk Kandidat Kandidat Kandidat Kandidat Kandidat Dari hasil seleksi bivariat diatas hasilnya ada 5 variabel yang p-value < 0,25 sehingga kelima variabel tersebut dimasukkan kedalam pemodelan multivariat, sedangkan pendapatan dikeluarkan karena nilai pvalue> 0.25. Hasil seleksi variabel tersebut yaitu: pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, status terkena diare, dan ASI eksklusif. Seleksi variabel yang masuk dalam model Analisis selanjutnya bertujuan untuk mendapatkan model terbaik dalam menentukan variabel yang berhubungan dengan status gizi balita. Semua kandidat variabel yang terpilih dalam model dicobakan secara bersama-sama, sehingga model terbaik akan mempertimbangkan dua penilaian. Pertama nilai siginifikansi Ratio- Likelihood (p < 0,05), dan kedua nilai siginifikansi p-wald (p < 0,05). Adapun secara hirarki, yaitu semua variabel independen yang telah diseleksi dimasukkan kedalam model. Dengan analisis model pertama hubungan ke 5 variabel tersebut dengan status gizi balita, dan dapat dilihat pada tabel full model sebagai berikut: Tabel 4.15 Analisis multivariat uji regresi logistik sederhana antara variabel independen dengan variabel dependen No 1 2 3 4 5 Variabel Pengetahuan Pendidikan Pekerjaan Status terkena diare ASI Eksklusif p- value 0,017 0,004 0,080 0,016 0,144 OR 1,732 8,271 0,736 3,931 1,241 95% CI 0,624-4,805 0,000 0,166- 3,260 0,958- 8,966 0,420- 3,668 Dari hasil analisis terlihat ada dua variabel yang nilai p-value > 0,05 yaitu pekerjaan dan ASI Ekslusif sehingga variabel terebut dikeluarkan dari model satu persatu dimaulai dari p value yang terbesar yaitu variabel ASI Ekslusif dengan p-value = 0,144, pekerjaan dengan p- value = 0,080. Setelah variabel ini dikeluarkan maka didapatkan perubahan nilai OR sebagai berikut: 139 JURNAL ILMIAH KOHESI No Variabel 1 2 3 4 5 Pengetahuan Pendidikan Pekerjaan Status terkena diare ASI Ekslusif Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Tabel 4.16 Perubahan OR ketika ASI Eksklusif dikeluarkan p- value OR ASI Ekslusif OR ASI ada Eksklusif tidak ada 0,017 1,732 1,818 0,004 8,271 7.962 0,080 0,736 0,762 0,016 3,931 3,152 0,144 1,241 - Perubahan OR 4,9 3,7 3,5 19,8 - Setelah variabel ASI Eksklusif dilkeluarkan, ternyata ada variabel yang nilai OR nya > 10% yaitu status balita terkena diare, dengan demikian variabel ASI Eksklusif dimasukkan kembali dalam model. Selanjutnya variabel pekerjaan dengan p- value = 0,080 dikeluarkan dari model dan hasilnya sebagai berikut: No Variabel 1 2 3 4 5 Pengetahuan Pendidikan Pekerjaan Status terkena diare ASI Ekslusif Tabel 4.17 Perubahan OR ketika variabel pekerjaan dikeluarkan p- value OR pekerjaan OR Pekerjaan ada tidak ada 0,017 1,818 1,648 0,004 7.962 6,857 0,080 0,762 0,016 3,152 2,993 0,144 1,241 1,209 Perubahan OR 9,3 13,8 5,04 2,5 Setelah variabel pekerjaan dikeluarkan, ternyata ada perubahan nilai OR > 10% yaitu pendidikan, dengan demikian variabel pekerjaan dimasukkan kembali ke dalam model dan hasil multivariat akhir sebagai berikut: Tabel 4.18 Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Independen dengan Status Gizi pada anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2017 No 1 2 3 4 5 Variabel Pengetahuan Pendidikan Pekerjaan Status terkena diare ASI Ekslusif p- value 0,017 0,004 0,080 0,016 0,144 OR 1,732 8,271 0,736 2,931 1,241 95% CI 0,624- 4,805 0,000 0,166- 3,260 0,958- 8,966 0,420- 3,666 Dengan demikian pemodelan terakhir diperoleh variabel pengetahuan, pendidikan dan status terkena diare mempunyai hubungan yang siginifikan dimana masing- masing variabel mempunyai nilai p- value < 0,05, dengan variebl yang dominan adalah variabel pendidikan sehingga variabel dimana nilai OR paling besar diantara variabel yang lain, sehingga variabel yang dominan adalah pendidikan.Hasil analisis pada variabel pendidikan didapatkan nilai OR = 8,271 artinya ibu balita yang pendidikan tinggi berpeluang sebanyak 8,2 kali untuk status gizi balita baik dibandingkan ibu dengan pendidikan rendah. Variabel pendidikan dikontrol dengan variabel pengetahuan, pekerjaan, status balita terkena diare dan ASI eksklusif. PEMBAHASAN Status Gizi Balita Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai status gizi balita kurang sebesar 32,3 %. Status gizi balita yang tergolong rendah ini disebabkan oleh faktor pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status balita terkena diare dan pemberian ASI eksklusif.Zat gizi merupakan unsur terpenting dalam nutrisi mengingat zat gizi tersebut dapat memberikan fungsi tersendiri pada nutrisi, kebutuhan nutrisi tidak akan berfungsi secara optimal kalau tidak mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, demikian juga zat gizi yang cukup pada kebutuhan nutrisi akan membutuhkan nilai yang optimal. Ada beberapa komponen zat gizi yang dibutuhkan pada balita dan anak yang jumlahnya berbeda untuk setiap umur secara umum zat gizi dibagi dalam dua golongan yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro (Azis Alimun Hidayat, 2009).Status gizi balita bisa diukur dengan menggunakan tabel berat badan balita sesuai umur. Kartu KMS juga dapat kita lihat bagaimana status gizi balita. Kebanyakan didaerah- daerah 140 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 terpencil di Indonesia banyak terjadi kasus gizi kurang pada Balita. Hal ini disebabkan oleh akses yang kurang memadai bagi petugas kesehatan untuk menjangkau dalam memberikan penyuluhan- penyuluhan kesehatan. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Pada Balita Berdasarkan Tabel 4.8 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita diperoleh 78,4% ibu yang berpengetahuan tinggi status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu yang berpengetahuan rendah, ada 44,4% status gizi balitanya kurang.Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,030 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya baik antara ibu pengetahuan tinggi dengan ibu yang berpengetahuan rendah (ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=2,909 artinya ibu pengetahuan tinggi anak balitanya mempunyai peluang 2,9 kali untuk status gizi balita baik dibanding ibu yang pengetahuan rendah.Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Hubungan Pendapatan dengan Status Gizi Balita Berdasarkan tabel 4.9 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pendapatan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 73,9% ibu yang berpendapatan rendah status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu yang berpendapatan rendah, ada 65,8% status gizi balitanya baik.Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,635 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya baik antara ibu pendapatan tinggi dengan ibu yang berpendapatan rendah (tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan ibu dengan status gizi balita).Pendapatan adalah sejumlah penghasilan rill dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan dalam rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari, pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta pendapatan yang lainnya yang diterima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. (Mulyanto, dan Dieter, 1984).Penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat para ahli yang mengatakan bahwa adanya kesesuaian pendapatan. Ditinjau dari pendapatan ataupun penghasilan seseorang ibu maupun keluarga sangat besar dampaknya dalam tingkat pemberian gizi pada balita. Dimana, semakin tinggi pendapatan seorang ibu maupun keluarga, semakin tinggi kecukupan gizi yang diberikan kepada balitanya. Dan sebaliknya, semakin rendah pendapatan seorang ibu maupun keluarga, semakin rendah juga kecukupan gizi yang diberikan kepada balitanya. Hubungan Pendidikan dengan Status Gizi Balita Berdasarkan tabel 4.10 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 100 % ibu yang berpendidikan tinggi status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu yang berpendidikan rendah, ada 61,7 % status gizi balitanya baik.Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,009 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya baik antara ibu pendidikan tinggi dengan ibu yang berpendidikan rendah (ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,620 artinya ibu pendidikan tinggi anak balitanya mempunyai peluang 1,6 kali untuk status gizi balita baik dibanding ibu yang pendidikan rendah.Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami suatu pengetahuan tentang posyandu dengan baik sesuai dengan yang mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap dengan manfaat posyandu khususnya dalam pemanfaatan meja penyuluhan (Suhardjo, 2009).Pendidikan orang tua merupakan merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbunh kembang anak dan juga dalam pemberian nutrisi yang baik kepada anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pemberian nutrisi yang baik dan juga bagaimana cara menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya (Soetjingningsih, 1994).Pendidikan yang rendah mempunyai resiko untuk terjadinya gizi kurang dibandingkan orang tua yang berpindidikan tinggi. Ibu dengan pendidikan rendah, maka pengetahuan tentang cara pemberian makanan pada balita pun kurang baik sehingga berpotennsi menimbulkan malnutrisi (Suhardjo,1999). 141 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Hubungan Pekerjaan dengan Status Gizi Balita Berdasarkan Tabel 4.11 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 82,6% ibu bekerja status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara ibu yang tidak bekerja, ada 63,6% status gizi balitanya baik.Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,134 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya buruk antara ibu bekerja dengan ibu yang tidak bekerja (tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita). Pekerjaan adalah aktivitas yang responden lakukan sehari- hari untuk menambah penghasilan keluarga. Pengalaman dan pendidikan seseorang sejak kecil alam mempengaruhi sikap dan penampilan seseorang. Menurut Hurlock (2002), menyatakan bahwa kesesuaian antara pekerjaan dalam diri seseorang memberikan kesan dan pengetahuan tersendiri. Pekerjaan dengan penghasilan yang cukup dapat mempengaruhi status ekonomi seseorang. Hubungan Status Terkena Diare dengan Status Gizi Balita Berdasarkan tabel 4.12 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara status balita terkena diare dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 82,1% balita tidak pernah terkena diare status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara balita yang pernah terkena diare, ada 41,0 % status gizi balitanya kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,029 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya buruk antara balita tidak pernah diare dengan balita yang pernah terkena diare (ada hubungan yang signifikan antara status balita terkena diare dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=3,356 artinya balita tidak pernah terkena diare mempunyai peluang 3,35 kali untuk status gizi balita baik dibanding balita yang pernah terkena diare.Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sucipta (2009) bahwa diare merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Balita yang terkena diare akan mengalami penurunan nutrisi akibat dari pengeluaran cairan yang berlebihan.Menurut asumsi penulis bahwa diare akan mempengaruhi terhadap perkembangan status gizi balita, dimana balita yang terkena diare akan mengalami malnutrisi yang membuat perubahan gizi pada balita.Diare merupakan suatu keadaan pengeluran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates dari 4 kali dengan atau tanpa lendir darah (Azis, 2006).Diare memang sama sekali tidak bisa dianggap sepele, terutama diare akut dan berulang yang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan berupa malnutrisi. Malnutrisi terjadi karena penyerapan seluruh nutrient terganggu saat anak mengalami diare. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Gastroenterology Oktober 2010 menyebutkan bahwa diare berkepanjangan dan akut dapat menghambat pertumbuhan dan meningkatkan risiko diare menetap pada anak (www.parentsindonesia.com, 2014). Hubungan ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita Berdasarkan tabel 4.13 diatas diketahui hasil analisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 76,3% balita diberi ASI eksklusif status gizi balitanya baik. Sedangkan diantara balita yang tidak diberi ASI ekslusif, ada 37,9 % status gizi balitanya kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,216 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian status gizi balitanya baik antara balita diberi ASI eksklusif dengan balita yang tidak diberi ASI eksklusif (tidak ada hubungan yang signifikan antara ASI Eksklusif dengan status gizi balita). Sesuai dengan penelitian Sumarni (2010) bahwa tidak ada hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap perkembangan status gizi balita. Balita yang tidak diberikan ASI eksklusif apabila diberikan pola makanan yang mengandung gizi dan teratur maka status gizi bisa terpenuhi dengan baik. Tingginya angka status ASI tidak eksklusif karena ketidaktahuan ibu sehingga sebelum umur 6 bulan telah diberikan susu formula dan makanan pendamping ASI. Sebagian ibu yang lain mengaku ASI nya tidak keluar atau tidak cukup sehingga diberikan susu formula. ASI merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan dan kelangsungan hidup anak. Di Indonesia, pemberian ASI secara eksklusif sangat dianjurkan bagi bayi berusia dibawah enam bulan. Sedangkan pemberian makanan pendamping dapat diberikan setelah berusia di atas 6 bulan (Depkes RI, 2002). 142 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Sebagian besar di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 status gizi balita baik (67,7%). Didapatkan juga status gizi kurang sebesar 32,3 % dimana masih tergolong tinggi dibandingkan persentase secara nasional yang sebesar 17,9%. 2. Faktor pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan status balita terkena diare mempunyai hubungan signifikan dengan status gizi balita di Kelurahan Pargarutan wilayah kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 3. Dari faktor-faktor yang memengaruhi status gizi balita, pendidikan Ibu yang dominan di dalam mempengaruhi status gizi balita dengan nilai OR = 8,271, artinya ibu balita yang pendidikan tinggi berpeluang sebanyak 8,2 kali untuk status gizi balita baik dibandingkan dengan ibu pendidikan rendah. Variabel pendidikan dikontrol dengan variabel pengetahuan pekerjaan, status balita terkena diare dan ASI eksklusif. Saran Bagi Puskesmas a. Diharapkan kepada pihak petugas kesehatan di Puskesmas Sorkam untuk lebih meningkatkan penyuluhan tentang gizi kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemberian zat gizi yang baik untuk balita. b. Diharapkan memberikan penyuluhan kesehatan di Kelurahan Pargarutan Kecamatan Sorkam khususnya tentang cara pencegahan diare untuk mengurangi angka kejadian diare. Bagi Peneliti Selanjutnya Karena keterbatasan waktu peneliti, maka dalam penelitian selanjutnya diharapkan agar melakukan penelitian yang sama dilakukan di puskesmas lainnya yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah, dan meneliti variabel lain, seperti sosial budaya, jarak pelayanan kesehatan dan variabel lainnya. DAFTAR PUSTAKA Arikunto,S (2009). Prosedur Penelitian,Bineka Cipta Jakarta. Andrejani Jekti,R (2013). Meneliti “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Serta Kader Posyandu Dalam Penyelenggaraan Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Kabupaten Banjar Tahun 2013”. Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia Tertinggi di ASIA :(online), http://www.menegpp.go.id/index.php?option=com kematian-ibu-di-indonesia-tertinggi-di-asia _content&view=article&id=145:angka- Budiharto (2004). Pengantar Perilaku Kesehatan Dan Pendidikan Kesehatan Gigi. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Cahyo Ismawati S,dkk (2010). Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dan Desa Siaga. Penerbit Nuha Medika. Bantul. Darmawan Edi S & Departeman AKK FKMUI.2009. Tinjauan Kebijakan Terkait Pengelolaan Posyandu Sebagai Masukan Dalam Perumusan Peran Dan Tanggung Jawab Departeman Kesehatan Dalam Pengelolaan Posyandu : (online), (http://staff.ui.ac.id./internal/1000400020/material/KebijakanPengelolaanPosyandu.pdf). Departemen Kesehatan RI (1995). Buku Pedoman Kegiatan Kader Di Posyandu,Jakarta. _,(1990). Pedoan Kerja Puskesmas Jilid I , DepKes RI, Jakarta. Departemen Kesehatan RI (2000). Buku Kader Posyandu Dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, Jakarta. Departemen Kesehatan RI (2009). Pedoman Pelayanan Antenatal Di Tingkat Pelayanan Dasar,Dirjen PKMDirbin Kesga,Jakarta. Departemen Kesehatan RI (2010). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWSKIA). Dirjen Binkesmas-Dirbin Kesga,Jakarta. Fitria Maretha,H (2011). Meneliti “Tanggapan Kader Terhadap Kunjungan Masyarakat Di Posyandu Serta Faktor – Faktor Yang Berhubungan Di Puskesmas Jatimulya Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi Tahun 2011”. 143 JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017 Green Lawrence (2001),Health Education Planning A Diagnostik Apparoach The John Hopkin University, Mayfield Publishing Co. Haryanto Abdi Nugroho (2007).Meneliti “Hubungan Antara Pengetahuan Dan Motivasi Kader Posyandu Dengan Keaktifan Kader Posyandu Di Desa Dukuh Tengah Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes Tahun 2007”. H. Muzakkir (2013). Meneliti “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Posyandu Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kaledupa Kecamatan Kaledupa Kabupaten Wakatubi Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013”. Hapsary,W (2012). Meneliti “Pengetahuan Dan Sikap Kader Tentang Peran Serta Dalam Kegiatan Posyandu Sebelum Dan Setelah Penyuluhan Di Desa Bojang Mekar Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat Tahun 2012”. Ilyas Taslis (2002). Kinerja Teori, Penilaian Dan Penelitian Kajian Ekonomi Kesehatan. FKM UI. Jakarta Pusat. Ilyas (2006). Kinerja Teori, Penilaian Dan Penelitian, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan. FKM UI Depok. Kematian Bayi Capai 611 Anak di Kalsel : (online), http://www.mediaindonesia.com/read/2011/02/09/202203/127/101/Kematian-Bayi-Capai-611Anak-di-Kalsel Koes Irianto (2014). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Al fabeta,Bandung. Natalia Erlina Y,dkk (2014). Panduan Lengkap Posyandu Untuk Bidan Dan Kader. Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta. Notoadmodjo,S (2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan,Trans Info Media,Jakarta. ___________ (2007). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan, Cetak Pertama. PT. Rineka Cipta,Jakarta. ___________(2010). Ilmu Perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta,Jakarta. ____________(2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta,Jakarta. Poerwarminta,W.J.S (1967). Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta. PN. Balai Pustaka. _________,PokjalPosyandu:(online),(http://posyandu.Jombangkab.go.id/posyandu.htm). Ratih Wirapuspita (2013). Meneliti “Insentif Dan Kinerja Kader Posyandu Di Puskesmas Wonorejo Samarinda Tahun 2013”. Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31612/4/chapterII.pdf.HA.Bangun-2-12. Saidatunnisa (2014). Meneliti “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Kader Dalam Pelaksanaan Deteksi Dini Kehamilan Berisiko Di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Tahun 2014”. Soekanto,S (1990). Sosiologi Suatu Pengantar . PT. Raja Grafindo Rasada,Jakarta. Syafrudin,dkk (2011). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Kebidanan. Penerbit CV. Trans Info Media. Jakarta Timur. Utary Dwi,L (2013). Meneliti “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kemampuan Kader Dalam Penyelenggaraan Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaramai Kota Medan Dan Puskesmas Dalu Sepuluh Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013”. Walgito,B (2003). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) Edisi 3,Yogyakarta,Andi offset. Widuri (2004). Meneliti “Karakteristik Kader Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Kader Posyandu”. Karya tulis ilmiah UGM,Yogyakarta. Zulkifli (2003). Posyandu Dan Kader Kesehatan,FKM-usu Medan. 144