BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemasaran Pemasaran menurut Stanton (Umar, 2005, p.31) ”Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik pada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.” Menurut Kotler (2005, p.10) pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk atau jasa yang bernilai dengan pihak lain. Dari defenisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan konsumen dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk atau jasa ke konsumen atau pihak lain. 2.1.1.1 Konsep Pemasaran Berdasarkan pendapat Kotler (2003, p.17-26) konsep inti dari pemasaran adalah: 1. Konsep Produksi Para manajer yang menggunakan konsep ini, lebih berkonsentrasi pada efisiensi produk yang tinggi, biaya rendah, dan distribusi massal. 5 2. Konsep Produk Konsep ini menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang menawarkan produk yang terbaik, kinerja terbaik, dan inovatif. Sehingga para manajer harus melakukan produksi secara terus-menerus agar dapat memenuhi apa yang diinginkan oleh konsumen. 3. Konsep Penjualan Konsep ini beranggapan bahwa konsumen tidak akan membeli cukup banyak produk perusahaan, kecuali perusahaan tersebut melakukan usaha penjualan dan promosi dalam skala besar. Konsep ini biasanya dilakukan kepada produk yang tidak terpikir oleh konsumen untuk dibeli. 4. Konsep Pemasaran Konsep ini mengajarkan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi, tergantung pada kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada apa yang dilakukan oleh pesaing. 5. Konsep Pelanggan Perusahaan berharap dapat meraih keuntungan yang terus tumbuh melalui pembagian yang lebih besar dari setiap pendapatan pelanggan dengan cara membangun kesetiaan pelanggan yang tinggi dan focus dalam nilai pelanggan sepanjang waktu. 2.1.2 Kualitas Pelayanan Dewasa ini, kualitas bukan hanya diukur dari produk saja. Kualitas jasa juga menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keputusan konsumen. Apabila kualitas jasa yang diberikan baik dan sangat memuaskan menurut informasi yang ada, maka individu tersebut dapat memutuskan untuk melakukan pembelian. Pada saat pembelian telah terjadi, konsumen akan merasakan apakah kinerja 6 yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkannya. Sehingga kepuasan telah terjadi atau dengan kata lain harapannya terwujud, maka pembelian ulang akan dilakukan dan mereka dapat dikatakan sebagai konsumen yang loyal. 2.1.2.1 Definisi pada Industri Jasa Pengukuran pada industri jasa sulit sekali untuk dilakukan karena karakteristik pada jasa umumnya tidak tampak. Berbeda halnya dengan industry manufaktur (produk) yang lebih jelas sehingga penelitian dan pengukuran yang dilakukan pun akan semakin mudah untuk dilakukan. Jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. (sumber: wikipedia) Menurut Arief (2007, p.11), jasa adalah semua aktifitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah, seperti kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan atau masalah yang dihadapi oleh konsumen. 2.1.2.2 Karakteristik Jasa Jasa pada umumnya mempunyai empat karakteristik utama yang berdampak pada pemasarannya menurut (Fandi Tjiptono, 2007, p.18) 1. Tidak Berwujud (Intangible) a. Produk bersifat abstrak: lebih berupa tindakan ataupun perbuatan. b. Kesulitan akan evaluasi alternatif penawaran jasa :persepsi konsumen terhadap resiko-resiko yang ada. 7 c. Tidak dapat dipajang : diferensiasi sulit untuk dilakukan. d. Tidak ada hak paten. 2. Tidak dapat dipisahkan (Inseparibility) a. Konsumen terlibat dalam produksi b. Pelanggan lain juga terlibat c. Karyawan mencerminkan dan mewujudkan bisnis jasa d. Lingkungan jasa : mendiferensiasikan produk e. Kesulitan dalam produksi masal : pertumbuhan membutuhkan jaringan kerja sama 3. Bervariasi (Heterogeneity) a. Standarisasi sulit untik dilakukan : sangat tergantung pada sumber daya manusia terlibat b. Kualitas sulit untuk dikendalikan : heterogenitas lingkungan 4. Tidak Tahan Lama (Perishability) Jasa tidak dapat disimpan, digunakan ataupun dijual untuk di waktu lain. Sehingga jasa yang tidak segera digunakan, maka akan hilang dikemudian. 5. Lake of Ownership Pelanggan tidak dapat memiliki jasa : jasa disewakan. 2.1.2.3 Jenis - Jenis Jasa Menurut Lovelock (dalam Sudarminto, 2002, p.25-26) bahwa jasa terbagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Rented Good Service Konsumen melakukan tindakan menyewa dan menggunakan produk berdasarkan tarif yang sudah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu. 8 Konsumen dapat menggunakan produk tersebut, namun kepemilikan masih berada pada perusahaan atau pihak yang menyewakan. 2. Owned Goods Service Produk-produk milik konsumen dikembangkan dan dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa yang satu ini juga mencakup perubahan bentuk produk atau barang milik konsumen. 3. Non-Goods Service Jasa personal bersifat intangible, maksudnya adalah jasa tidak memiliki bentuk sehingga tidak dapat di nilai melalui bentuknya. Jasa hanya bisa dirasakan melalui pengalaman konsumen secara langsung. 2.1.2.4 Kualitas Jasa Kualitas jasa adalah keseluruhan fitur dan staf pelayanan yang berpengaruh kepada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Inilah definisi kualitas yang berpusat kepada konsumen menurut Wyckof (dalam Lovelock, 1988) yang dikutip Arief (2007, p.118) Kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kualitas dari jasa, yaitu expected receive dan perceived receive. Dapat dijelaskan bahwa apabila jasa atau pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas dianggap sangat baik. Sebaliknya, apabila jasa atau pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen, maka kualitas jasa tersebut dianggap buruk. Dengan acuan di atas, dapat diberikan kesimpulan bahwa sukses atau tidaknya suatu perusahaan atau penyedia jasa terletak pada kemampuannya untuk dapat memenuhi 9 harapan dari konsumen secara konsisten. Apabila dapat memuaskan konsumen maka konsumen akan loyal terhadap perusahaan tersebut. 2.1.2.5 Pengukuran Kualitas Jasa Menurut Arief (2005, p.129) adapun langkah-langkah yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa yaitu sebagai berikut : 1. Tangibles (Bukti Fisik) Bukti fisik yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan dan sarana komunikasi yang disediakan perusahaan guna memuaskan konsumen. 2. Reliability (Kehandalan) Pengukurannya meliputi : o Ketepatan jasa yang diberikan o Ketepatan waktu pelayanan o Kesungguhan dalam melayani konsumen o Dapat dipercaya atau tidaknya dalam melayani konsumen o Pernyataan mengenai administrasi yang kuat 3. Responsiveness (daya tanggap) Kemampuan untuk memberikan pelayanan kepad konsumen, meliputi : o Kecepatan pelayanan o Ketepatan pelayanan o Penyediaan waktu dalam melayani konsumen 4. Assurance (jaminan) Pengukurannya meliputi : o Kesopanan yang diberikan karyawan kepada konsumen o Pernyataan tentang kemampuan yang dimiliki oleh karyawan 10 o Kualitas kinerja karyawan 5. Empathy (empati) Kesediaan karyawan untuk peduli kepada kebutuhan konsumen, pemberian pelayanan secara individual kepada konsumen serta kemudahan komunikasi dengan konsumen. Penilaian kualitas jasa lebih ditekankan kepada targetnya langsung yaitu Konsumen itu sendiri. Kualitas jasa yang dikemukakan dalam (Service Management, An Integrated Approach, 2001, p.133) menyatakan bahwa ada beberapa dimensi untuk dapat mengukur kualitas jasa, yaitu : • Communication Komunikasi atau hubungan antara penerima jasa dengan pemberi jasa • Credibility Kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa • Security Keamanan pada jasa yang ditawarkan • Tangibles Pelayanan kepada pelanggan harus dapat untuk diukur • Reability Konsistensi kerja pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan penerima jasa • Responsiveness Tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan penerima jasa. 11 • Competence Kemampuan pemberi jasa yang dibutuhkan oleh setiap orang dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepad apenerima jasa. • Access Kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak penerima jasa • Courtesy Kesopanan, respek dan kesamaan dalam hubungan personil Meningkatkan kualitas jasa yang ditawarkan tidak semudah meningkatkan kualitas produk, karena karakteristiknya yang unik. Peningkatan kualitas jasa juga akan berdampak pada organisasi secara menyeluruh. Menurut Dorothea Wahyu Ariani (manajemen kualitas, 1999, p. 9) ada beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas pelayanan, antara lain: 1. Mengidentifikasi penentu utama kualitas pelayanan Langkah pertama yang dilakukan dalam mengidentifikasi faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa antara lain dengan melakukan riset pelanggan yang kemudian disusul dengan memperkirakan penilaian terhadap perusahaan dan pesaingnya berdasar faktor penentu tersebut. 2. Mengelola harapan pelanggan Hasil riset dan penilaian terhadap kebutuhan dan harapan pelanggan terhadap jasa yang akan dibeli tersebut kemudian diolah. Kemudian perusahaan memberikan janji pada pelanggan untuk dapat memenuhi harapan pelanggan tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah janji pada pelanggan tersebut jangan terlalu muluk sehingga bila tidak terpenuhi, pelanggan akan kecewa. Akan lebih baik bila perusahaan atau organisasi mampu memberikan lebih dari yang telah dijanjikan. 12 3. Mengelola kualitas jasa Kualitas suatu jasa memang tidak terlepas dari perilaku atau sikap orang-orang yang memberikan atau menyediakan jasa bagi pelanggan, misalnya: keramahan, kesopanan, ketenangan, kecermatan, fleksibilitas, stabilitas, rasionalitas, dan sebagainya. Hal ini disebabkan kualitas jasa tidak terlepas dari karakteristik kualitas jasa yang ditentukan dari hubungan yang antar pelanggan, penyedia jasa, atau antar para penyedia jasa. 4. Mengembangkan budaya kualitas Budaya kualitas meliputi filosofi, keyakinan, sikap, nilai, norma, tradisi, prosedur, dan sebagainya yang akan meningkatkan kualitas. Oleh karena itu agar budaya kualitas tercipta, perlu dukungan dan komitmen menyeluruh dari seluruh anggota organisasi. Terdapat lima kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa : 1. Adanya kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen, karena manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan konsumen. 2. Adanya kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi kualitas jasa, karena manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan konsumen tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik. 3. Adanya kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dengan penyampaian jasa, karena para personel mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar. 4. Adanya kesenjangan antara penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal, karena harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh iklan. 5. Adanya kesenjangan antara jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan, hal ini terjadi apabila konsumen mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda dan memiliki persepsi yang keliru mengenai kualitas jasa. 13 Di dalam peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu cara yg dapat dilakukan adalah dengan melakukan internal marketing. Di dalam internal marketing ini, perusahaan melakukan pendekatan kepada karyawan sendiri, seperti memberikan upah atau bonus sebagai stimulus dalam bekerja. Dengan harapan karyawan yang mendapatkan perhatian yang cukup dari perusahaan akan dapat bekerja dengan semangat karena faktor kepuasan yang didapatkannya, dan pelayanan dapat lebih bermutu. Sehingga konsumen tidak ragu untuk melakukan pembelian dan bahkan menjadi loyal atau setia. Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan pelanggan, yakni sebagai berikut : 1. Komunikasi dari mulut ke mulut Harapan yang timbul di hati seseorang akan kualitas pelayanan tertentu dapat disebabkan oleh apa yang dia dengar dari teman atau rekan sekitar. Semakin banyak yang memberitakan hal positif tersebut, maka akan semakin tergerak hati seseorang tersebut untuk mencoba apa yang telah disampaikan oleh rekannya tersebut. 2. Kebutuhan pribadi Kebutuhan seseorang akan sesuatu berbeda-beda, tergantung pada kondisi yang menyertainya yang pada akhirnya menimbulkan kebutuhan yang khas. 3. Pengalaman masa lalu Ini berkaitan dengan pengalaman masa lalu dalam hal menerima pelayanan. Pengalaman yang kurang memuaskan di suatu toko akan mengurungkan niat konsumen untuk kembali berbelanja di toko tersebut, begitu pula sebaliknya. 4. Komunikasi eksternal Hal ini berkaitan dengan apa yang akan disampaikan oleh pihak perusahaan mengenai keunggulan produk yang dimilikinya. Komunikasi ditampilkan dengan semenarik mungkin untuk dpat menarik berbagai lapisan dan golongan. 14 2.1.3 Kelompok Referensi Menurut Schiffman dan Kanuk (2004, p.291) ”Kelompok Rujukan adalah setiap orang atau kelompok yang dianggap sebagai dasar perbandingan (rujukan) bagi seseorang untuk membentuk nilai-nilai dan sikap umum atau khusus atau pedoman khusus bagi perilaku. Kelompok yang secara langsung mempengaruhi dan dimiliki seseorang disebut kelompok keanggotaan (memberships group), antara lain: 1. Kelompok primer yang memiliki interaksi teratur tetapi tidak formal seperti keluarga. teman-teman. tetangga dan rekan sekerja. Keluarga dan anggota keluarga dapat sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Peran dan status seseorang merupakan anggota berbagai kelompok keluarga, klub, organisasi. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Seseorang sering kali memilih produk yang menunjukkan status mereka dalam masyarakat. 2. Kelompok sekunder yang lebih formal dan memiliki lebih sedikit interaksi teratur. Kelompok sekunder ini mencakup organisasi-organisasi seperti keagamaan, asosiasi profesional, dan serikat buruh. 2.1.3.1 Kelompok Referensi Berkaitan dengan Konsumen yang dipilih: • Kelompok Referensi Langsung a. Keluarga Keluarga menurut Schiffman dan Kanuk (2007,p.305) dapat didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang berkaitan oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang tinggal bersama-sama b. Kelompok Persahabatan 15 Kelompok persahabatan secara khas diklasifikasikan sebagai kelompok informal karena biasanya tidak terstruktur dan kurang mempunyai tingkat kewenangan yang khusus. Dari segi pengaruh relatif, sesudah keluarga, teman-teman yang paling mungkin mempengaruhi keputusan pembelian individu. Pendapat dan pilihan temanteman merupakan pengaruh yang penting dalam menentukan produk atau merek yang akhirnya dipilih konsumen. c. Kelompok Belanja Dua orang atau lebih yang berbelanja bersama-sama baik berbelanja makanan, pakaian atau hanya untuk melewati waktu, dapat disebut juga kelompok belanja. Kelompok kerja informal maupun kelompok persahabatan kerja (friendlyship work group) informal dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Kelompok kerja formal, terdiri dari para individu yang bekerja sebagai bagian dari sebuah tim, dengan demikian mempunyai kesempatan yang terus-menerus untuk mempengaruhi setiap sikap dan tindakan yang berhubungan dengan konsumsi orang lain sehingga melakukan keputusan dalam pembelian. • Kelompok tidak langsung Selebriti dan tokoh-tokoh penting dapat menjadi pengaruh yang besar bagian sebagian masyarakat sehingga dapat mengkonsumsi suatu produk atau jasa seperti yang telah digunakan oleh selebriti atau tokoh-tokoh penting. 2.1.3.2 Pengaruh Kelompok Referensi dan Kesesuaian Konsumen Berbagai pemasar biasanya tertarik pada kelompok referensi untuk mengubah sikap dan perilaku konsumen dengan mendorong kesesuaian. Untuk mempunyai pengaruh tersebut, kelompok referensi harus melakukan : 1. Memberitahukan dan mengusahakan orang untuk menyadari akan produk atau jasa dari suatu merek tertentu 16 2. Memberikan kesempatan kepada individu untuk membandingkan pemikirannya sendiri dengan sikap dan perilaku kelompok 3. Mempengaruhi individu untuk mengikuti sikap dan perilaku dari norma-norma yang ada di kelompok 4. Membenarkan untuk menggunakan produk atau jasa yang sama dengan kelompok. Kelompok referensi pada umumnya, menyebabkan indibidu untuk terpengaruh dan menjadikannya sebagai Konsumen, setelah konsumen melakukan pembelian maka memuaskan atau tidaknya produk atau jasa tersebut yang akan menjadi penentu utama terciptanya Loyalitas oleh konsumen tersebut. 2.1.4 Keputusan Pembelian 2.1.4.1 Definisi Keputusan Pembelian Menurut Setiadi (2003, p415), Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu di antaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan (choice), yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku. Menurut Cravens, Hills, and Woodruff (2002, p137) definisi keputusan pembelian adalah: “ Purchase decision is the decisions that made to satisfy needs and wants by evaluating of more than one alternatives depends on a host factors including the buyer, the product and the situation “. Dari definisi diatas dapat diartikan: 17 “ Keputusan pembelian adalah suatu keputusan yang dibuat untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan cara mengevaluasi lebih dari satu alternatif yang dipengaruhi oleh alasan utama melakukan pembelian yang meliputi cara pembelian, produk, kualitas dan situasi “. Berdasarkan faktor yang dipertimbangkan menurut Hawkins et al dalam Simamora (2003, p.8) pengambilan keputusan dapat dibagi menjadi dua, yaitu : • Pengambilan Keputusan Berdasarkan Atribut (attitude-based atribute) Pada pengambilan keputusan ini, dibutuhkan pengenalan akan kualitas atribut tersebut. Baik dalam hal produk maupun jasanya. • Pengambilan Keputusan Berdasarkan Sikap (attitude-based choice) Pengambilan keputusan ini diambil berdasarkan pada kesan umum, instuisi maupun perasaan. Pengambilan keputusan ini bisa jadi disebabkan oleh pilihan produk atau jasa yang ditawarkan masih kurang dikenal oleh masyarakat. 2.1.4.2 Peran Pembelian Ada berbagai peran yang dimainkan orang dalam pembelian, dikemukakan oleh Simamora (2003, p.66) dan diantaranya : 1. Pemrakarsa (Initiator) Pemrakarsa adalah orang pertama yang berkeinginan untuk membeli produk atau jasa tertentu. 2. Pemberi Pengaruh (Influencer) Orang yang pendapatnya mengenai sebuah produk atau jasa dapat dijadikan bahan dalam pengambilan keputusan dalam membeli. 3. Pengambil Keputusan (Decider) 18 Orang yang mengambil sebagian atau lebih keputusan dalam membeli produk atau jasa. 4. Pembeli Orang yang menyebabkan terjadinya transaksi jual-beli. Seorang yang membeli produk atau jasa sesuai dengan needs dan wants. 5. Pemakai (User) Orang yang mengkonsumsi suatu produk atau jasa tertentu. 2.1.4.3 Proses Pembelian Tahap-Tahap dalam proses keputusan pembelian adalah sebagai berikut: Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi berbagai Keputusan membeli alternatif Perilaku pasca pembelian Sumber: (Kotler dan Amstrong, 2005). Keterangan: 1. Di dalam tahap pertama, konsumen akan mendapatkan suatu masalah dan mendapati kebutuhannya akan produk atau jasa yang dicarinya. 2. Pada tahapan kedua ini, pada saat konsumen mendapatkan masalah, dia akan mencari cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Konsumen akan mencari informasi dari berbagai sumber, seperti: a. Sumber pribadi: keluarga, saudara, teman, kenalan b. Sumber komersial: dealer, kemasan, pajangan c. Sumber publik: media massa, organisasi penilaian pelanggan 19 d. Sumber pengalaman: dari pengalaman penggunaan produk/masalah yang sudah pernah terjadi sebelumnya. 3. Pada tahap ketiga ini, konsumen memilih satu alternatif yang paling efektif dalam menyelesaikan masalah yang muncul dari berbagai informasi dan alternatif-alternatif yang telah dia dapat. 4. Di dalam tahapan ke empat ini, konsumen memutuskan untuk melakukan tindakan konsumsi. Dalam hal ini kita katakan konsumen membeli produk atau jasa yang diperlukan dari alternatif yang telah dia pilih. 5. Pada tahap kelima atau tahap terakhir ini, konsumen mengambil tindakan yang lebih lanjut setelah membeli. Tindakan ini didasari atas puas atau tidaknya konsumen terhadap produk atau jasa yang telah dia konsumsi. 2.1.5 Loyalitas Konsumen 2.1.5.1 Definisi Loyalitas Konsumen loyalitas dinyatakan sebagai berikut : “Loyalitas pelanggan didasarkan pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap produk atau jasa suatu perusahaan yang dipilih”. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Griffin (2005, p16). Loyalitas menunjukkan kondisi dari durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali. Terakhir unit pembelian keputusan menunjukkan bahwa keputusan untuk membeli dilakukan lebih dari satu orang. Keputusan pembelian dapat menunjukkan kompromi yang dilakukan seseorang dalam unit. Loyalitas juga dapat menunjukkan komitmen pelanggan yang bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang terpilih secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun harga yang ditawarkan terbilang lebih tinggi ataupun terkait beberapa faktor lainnya. 20 2.1.5.2 Karateristik Loyalitas Konsumen Definisi customer (pelanggan) memberikan pandangan mendalam yang penting untuk memahami mengapa perusahaan harus menciptakan dan memelihara pelanggan dan bukan hanya menarik pembeli. Definisi itu berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai “membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan “mempraktikkan kebiasaan” Griffin (2005,p31) Pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa membeli dari perusahaan. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode tertentu. Tanpa adanya track record hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah pelanggan tetapi seorang pembeli. Pelanggan yang sejati tumbuh seiring dengan waktu. Pelanggan yang loyal merupakan jaminan pada perusahaan, hal ini dapat dilihat dari karateristik-karateristik yang dimilikinya, seperti yang diungkapkan oleh Griffin (2005,p31) karateristik pelanggan yang loyal adalah: 1. Melakukan pembelian berulang secara teratur 2. Membeli antarlini produk dan jasa 3. Mereferensikan kepada orang lain 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing lain 2.1.5.3 Tahap-tahap Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan tumbuh dalam tujuh tahap. Berikut adalah tahapan-tahapan menurut Griffin (2005,p35) sebagai berikut: 1. Suspect (Tersangka) Adalah orang yang mungkin membeli produk atau jasa perusahaan 2. Prospect (Prospek) Adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa perusahaan dan memilki daya membeli. Meskipun prospek belum membeli dari perusahaan, ia mungkin 21 telah mendengar tentang perusahaan yang dituju, atau seseorang yang merekomendasikan perusahaan yang dituju kepadanya, tetapi prospek masih belum membeli dari perusahaan tersebut. 3. Disqualified Prospect (Prospek yang didiskualifikasi) Adalah prospek yang telah cukup perusahaan pelajari untuk mengetahui bahwa mereka tidak membutuhkan atau tidak memiliki kemampuan membeli produk perusahaan. 4. First Time Customer (Pelanggan Pertama Kali) Adalah orang yang telah membeli produk/jasa perusahaan satu kali. Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan perusahaan dan sekaligus juga pelanggan pesaing perusahaan. 5. Repeat Customer (Pelanggan Berulang) Adalah orang-orang yang membeli perusahaan dua kali atau lebih. Mereka mungkin telah membeli produk yang sama dua kali atau membeli dua produk/ jasa yang berbeda pada dua kesempatan atau lebih. 6. Client (Klien) Klien membeli apapun yang perusahaan jual dan dapat ia pergunakan. Orang ini membeli secara teratur. Perusahaan memiliki hubungan yang kuat dan berlanjut dan menjadikannya kebal terhadap perusahaan pesaing. 7. Advocade (Penganjur) Seperti klien, tetapi penganjur juga mendorong orang lain untuk membeli produk perusahaan yang dia gunakan. Ia membicarakan produk perusahaan kepada orang lain, melakukan pemasaran bagi perusahaan, dan membawa pelanggan baru bagi perusahaan tersebut. 22 2.2 Kerangka Pikiran Kualitas Pelayanan (X1) Keputusan (T-2) Pembelian Loyalitas (Y) Konsumen (Z) Kelompok Referensi (X2) T-1 menganalisa untuk mengetahui sejauh mana hubungan kualitas pelayanan dan kelompok referensi terhadap Keputusan Pembelian di PT. KIARIA MOBIL PERSADA. T-2 Menganalisa untuk mengetahui sejauh mana hubungan keputusan pembelian terhadap loyalitas pelanggan di PT. KIARIA MOBIL PERSADA. T-3 Menganalisa untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan dan kelompok referensi mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen di PT. KIARIA MOBIL PERSADA. T-4 Menganalisa untuk sejauh mana keputusan pembelian mempengaruhi loyalitas pelanggan di PT. KIARIA MOBIL PERSADA. 23