BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen Menurut Ginting

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Konsumen
Menurut Ginting (2007:58), perilaku konsumen adalah tindakan
perorangan dalam memperoleh, menggunakan serta membuang barang dan jasa
ekonomi, termasuk proses pengambilan keputusan sebelum menetapkan tindakan.
Model perilaku konsumen menunjukkan penekanan pada interaksi antara pemasar
dan konsumen. Komponen sentral dari model adalah pengambilan keputusan
konsumen, yaitu pemahaman dan evaluasi informasi merek, bagaimana
pertimbangan alternatif merek disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, dan
keputusan untuk merek., faktor yang mempengaruhi keputusan membeli di
antaranya: Kebudayaan, Kelas Sosial, Kelompok Referensi Kecil, Keluarga,
Pengalaman, Kepribadian, Sikap dan Kepercayaan, serta Konsep Diri. (Daryanto,
2011:69)
Perusahaan yang benar-benar memahami bagaimana konsumen akan
memberi tanggapan terhadap tampilan produk, harga, dan daya tarik iklan yang
beraneka-ragam memiliki keunggulan besar atas pesaing-pesaingnya. Titik tolak
perusahaan adalah model rangsangan tanggapan dari perilaku pembeli yang
ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Gambar ini menunjukkan bahwa rangsangan
pemasaran dan rangsangan lain masuk ke dalam “kotak hitam” konsumen dan
menghasilkan tanggapan-tanggapan tertentu (Kotler, 2002:122).
Universitas Sumatera Utara
Rangsangan
Pemasaran
Rangsangan
KOTAK HITAM
PEMBELI
TANGGAPAN
PEMBELI
Karakteristi
pembeli
Pilihan Produk
Pilihan Merek
Jumlah Penyalur
Pilihan waktu pembelian
Penentuan pembelian
Lain
Produk
Harga
Tempat
Promosi
Ekonomi
Teknologi
Politik
Kebudayaan
Proses
Keputusan
pembeli
Sumber: Kotler (2002:122)
Gambar 2.1. Model Perilaku Pembelian
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
perilaku konsumen adalah tindakan yang dilakukan oleh individu atau
kelompok yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan dan
pertukaran dalam mendapatkan barang dan jasa. Perilaku pembelian
konsumen banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun
eksternal.
Menurut
Setiadi
(2008:11)
ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi perilaku konsumen, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor Kebudayaan
1) Kebudayaan
Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari
keinginandan
perilaku
seseorang.
Bila
mahluk-mahluk
lainnya
bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya
dipelajari.
2) Sub Budaya
Setiap kebudayaan terdiri dari sub budaya yang lebih kecil yang
memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para
anggotanya. Sub budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu:
Universitas Sumatera Utara
kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, dan era
geografis.
3) Kelas Sosial
Kelas-kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relatif homogen
dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hirarki
dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang serupa.
2. Faktor-faktor Sosial
1) Kelompok Referensi
Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang
mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap
atau perilaku seseorang.
2) Keluarga
Keluarga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: keluarga orientasi,
yang
merupakan
orang
tua
seseorang.
Dari
orang
itulah
seseorangmendapatkan pandangan tentang agama, polotik, ekonomi,
dan merasakan ambisi peribadi nilai atu harga diri dan cinta. Keluarga
prokreasi yaitu pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga
merupakan organisasi pembeli dan konsumen yang paling penting
dalam suatu masyarakat dan telah diteliti secara intensif.
3) Peran dan Setatus
Seseorang pada umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama
hidupnya keluarga, kelompok, dan organisasi. Posisi seseorang dalam
kelompok dapat diidentifikasi dalam peran dan ststus.
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor Pribadi
1) Umur dan Tahapan dalam Siklus Hidup
Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga.
Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi
tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya.
2) Pekerjaan
Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja
yang memiliki minat diatas rata-rata terhadap produk atau jasa tertentu.
3) Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat
dibelanjakan (tingkatnya, stabilitas, dan polanya), tabungan dan
hartanya (termasuk persentase yang mudah dijadikan uang), dan
kemampuan untuk meminjam.
4. Faktor-faktor Psikologis
1) Motivasi
Beberapa kebutuhan bersifat biogenetik, kebutuhan ini timbul dari suatu
keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, dan rasa tidak
nyaman. Sedangkan kebutuhan lain bersifat psikogenik yaitu kebutuhan
yang timbul dari keadaan fifiologis tertentu, seperti kebutuhan untuk
diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima.
2) Persepsi
Universitas Sumatera Utara
Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih,
mengorganisasikan,
mengartikan
masukan
informasi
untuk
menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini.
3) Proses Belajar
Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang
timbul dari pengalaman.
4) Kepercayaan dan Sikap
Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang
terhadap sesuatu.
2.2 Sikap
2.2.1 Pengertian Sikap
Menurut Schifman dan Kanuk dalam Umar (2002: 152) sikap
adalah ekspresi perasaan (inner feeling), yang mencerminkan apakah
seseorang senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, setuju atau
tidak setuju terhadap suatu objek.
Sikap
menggambarkan
kepercayaan
konsumen
terhadap
berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Selain itu, sikap juga
menjelaskan suatu organisasi dari motivasi, perasaan emosional,
proses kognitif kepada suatu aspek. Lebih lanjut, sikap adalah cara
kita berpikir, merasa, dan bertindak melalui aspek di lingkungan
seperti toko retail, program televisi atau produk.
Tiga komponen dalam pembentuk sikap adalah (Simamora,
2003: 12):
Universitas Sumatera Utara
1. Komponen kognitif
Komponen ini terdiri dari kepercayaan konsumen dan pengetahuan
tentang obyek.
2. Komponen afektif
Merupakan komponen sikap yang terdiri dari perasaan dan reaksi
emosional kepada suatu obyek.
3. Komponen konaktif
Komponen ini adalah respons dari seseorang terhadap obyek atau
aktivitas.
2.2.2 Karakteristik Sikap
Menurut Sumarwan (2003:136) mengkarakteristikkan sikap
sebagai berikut:
1.
Sikap Memiliki Objek
Di dalam Konteks pemasaran, sikap konsumen harus terkait dengan
objek, objek tersebut bisa terkait dengan berbagai konsep konsumsi
dan pemasaran seperti produk, merek, iklan, harga,kemasan,
penggunaan, media, dan sebagainya.
2.
Konsistensi Sikap
Sikap adalah gambaran perasaan dari seorang konsumen, dan
perasaan tersebut akan direfleksikan oleh pelakunya. Oleh karena
itu sikap memiliki konsistensi terhadap perilakunya.
Universitas Sumatera Utara
3.
Sikap Positif, Negatif dan Netral
Seseorang mungkin menyukai makanan rendang (sikap positif),
atau tidak menyukai minuman alkohol (sikap negatif), atau bahkan
ia tidak memiliki sikap (sikap netral). Sikap yang memiliki dimensi
positif, negatif, dan netral disebut sebagai karakteristik valace dari
sikap.
4.
Intensitas Sikap
Sikap seorang konsumen terhadap suatu merek produk akan
bervariasi tingkatannya, ada yang sangat menyukainya atau bahkan
ada yang begitu sangat tidak mentukainya. Ketika konsumen
menyatakan derajat tingkat kesukaan terhadap suatu produk, maka
ia mengungkapkan intensitas sikapnya.
5.
Resistensi Sikap
Resistensi adalah Seberapa besar sikap seorang konsumen bisa
berubah. Sikap seorang konsumen dalam menggunakan produk
tertentu mungkin memiliki resistensi yang tinggi untuk berubah,
akan tetapi kondisi ini bisa saja berubah apabila ada pengaruh dari
luar mengenai suatu produk tersebut dengan alasan tertentu.
6.
Persistensi Sikap
Persistensi adalah karakteristik sikap yang menggambarkan bahwa
sikap akan berubah karena berlalunya waktu.
7. Keyakinan Sikap
Universitas Sumatera Utara
Keyakinan adalah kepercayaan konsumen mengenai keberadaan
sikap yang dimilikinya.
8.
Sikap dan Situasi
Sikap seseorang terhadap suatu objek sering kali muncul dalam
konteks situasi.
Ini artinya situasi akan mempengaruhi sikap
konsumen terhadap suatu objek.
2.2.3 Fungsi-Fungsi Sikap
Daniel Katz dalam Walgito (2011:38) mengemukakan
empat
fungsi dari sikap yaitu:
1. FungsiInstrumental
Fungsi instrumental merupakan fungsi sikap dengan melihat sejauh
mana obyek sikap dapat dijadikan instrumen atau alat untuk tujun
individu yang bersangkutan.Individu akan membetuk sikap positif
terhadap obyek sikap apabila hal itu dirasakannya mendatangkan
keuntungan dan membantu dalam mencpai tujuannya sebaliknya
bila obyek sikap dirasakan menghambat dan tidak menguntungkan
dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif
terhadap obyek sikap fungsi ini juga disebut fungsi penyesuaian
karena dengan sikap yang di ambil seseorang, ia akan dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya
2.
Fungsi Mempertahankan Ego
Universitas Sumatera Utara
Sikap berfungsi untuk melindungi seseorang (citra diri-self image)
dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya atau dari faktor luar
yang mungkin jadi ancaman bagi dirinya. Sikap tersebut berfungsi
untuk
meningkatkan
rasa
aman
dan
akan
menimbulkan
kepercayaan yang lebih baik untuk meningkatkan citra diri.
3.
Fung
si Ekspresi Nilai
Sikap berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan
identitas sosial dari seseorang. Sikap akan menggambarkan hobi,
minat, kegiatan dan opini dari seorang konsumen.
4.
Fungsi Pengetahuan
Pengetahuan yang baik mengenai suatu produk seringkali
mendorong seseorang menyukai produk tersebut. Karena itu sikap
positif
terhadap
suatu
produk
seringkali
mencerminkan
pengetahuan konsumen terhadap suatu produk.
2.2.4 Model Sikap
Sumarwan (2003:147) mengungkapkan secara garis besar bahwa
terdapat beberapa model sikap yaitu :
1.
The Tricomponent Attitude Model (Triandis)
Sikap konsumen terhadap suatu produk terbentuk dari tiga
komponen yaitu kepercayaan (kognitif), emosi (afektif), dan
keinginan berperilaku (konatif)
Universitas Sumatera Utara
2.
Multiatribute Model (Fishbein)
Model ini secara singkat menyatakan bahwa sikap seoarang
konsumen terhadap suatu objek (produk atau merek)akan
ditentukan oleh sikapnya terhadap berbagai atribut yang dimiliki
oleh objek tersebut yang telah dievavaluasi. Model tersebut disebut
multiatribubut
karena
evaluasi
konsumen
terhadap
objek
berdasarkan kepada evaluasinya terhadap banyak atribut yang
dimilikinya oleh objek tersebut.
3.
Ideal Point Model (Model Angka Ideal)
Engel et al. mengemukakan bahwa model angka ideal ini akan
memberikan informasi mengenai sikap konsumen terhadap merek
suatu produk dan sekaligus bisa memberikan informasi mengenai
merek ideal yang dirasakan konsumen.
2.2.5
Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Sikap
Menurut (Setiadi, 2008:229) sikap seseorang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
1.
Peng
aruh Keluarga
Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam
keputusan pembelian. Dengan mengabaikan kecenderungan anak
usia belasan tahun yang sering memberontak pada orang tua,
sebenarnya terdapat hubungan yang kuat antara sikap orang tua dan
Universitas Sumatera Utara
sikap anaknya. Dari data yang ada terbukti bahwa sekitar kurang
lebih 58 % keputusan pembelian dipengaruhi oleh anak-anak.
2.
Peng
aruh Kelompok Kawan Sebaya (Peer Group Influences)
Banyak studi yang memperlihatkan bahwa kawan sebaya mampu
mempengaruhi dalam perilaku pembelian. Kazt dan Lazarsfeld
yang dikutip Assel menemukan bahwa pengaruh kelompok kawan
sebaya lebih memungkinkan mempengaruhi sikap dan perilaku
pembelian dari pada iklan. Anak-anak usia belasan tahun sering
melakukan pembelian terhadap suatu produk karena teman
sekolahnya telah membeli produk itu.
3.
Peng
alaman
Pengalaman masa lalu mempengaruhi sikap terhadap merek.
Pengalaman penggunaan suatu merek produk pada masa lalu akan
memberikan evaluasi atas merek produk tersebut, bergantung
apakah pengalaman itu menyenangkan atau tidak. Jika pengalaman
masa lalu itu menyenangkan maka sikap konsumen di masa
mendatang akan positif, tetapi jika pengalaman pada masa lalu itu
tidak menyenangkan maka sikap konsumen di masa mendatang pun
akan negatif.
Universitas Sumatera Utara
4.
Kepri
badian
Kepribadian konsumen mempengaruhi sikap. Sifat-sifat seperti
suka menyerang, terbuka, kepatuhan atau otoritarianisme mungkin
mempengaruhi sikap terhadap merek dan produk. Individu yang
agresif mungkin lebih mungkin terlibat dalam persaingan olah raga
dan akan membeli peralatan yang paling mahal dalam usahanya
untuk mengungguli lawannya.
2.3 Loyalitas Konsumen
Loyalitas secara harfiah diartikan sebagai kesetiaan, yaitu kesetiaan
seseorang terhadap suatu objek. Konsumen/pelanggan adalah seseorang yang
terbiasa membeli suatu produk. Kebiasan itu terbentuk melalui pembelian dan
interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tanpa ada stock record
hubungan yang kuat dan pembelian ulang, orang tersebut bukanlah pelanggan
(Griffin, 2003:31). Konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang
dikonsumsi atau dipakai akan membeli ulang produk tersebut. Jika pembelian
ulang tersebut dilakukan secara
terus-menerus, hal inilah yang dikatakan
Loyalitas konsumen (Tjiptono, 2003:45).
Engel (Mangkunegara, 2003:3) menyebutkan perilaku konsumen sebagai
tindakan-tindakan individu
yang
secara
langsung terlibat
dalam
usaha
memperoleh dan menggunakan barang–barang jasa ekonomis termasuk proses
Universitas Sumatera Utara
dalam pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakantindakan tersebut.
Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan atas dua kelompok, yaitu:
Loyalitas merek (brand loyality) dan loyalitas toko (store loyality). Loyalitas
merek merupakan suatu sikap menyenangi suatu merek yang direpresentasikan
dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu.
Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan dengan suatu
merek. Seorang pelanggan yang sangat loyal terhadap suatu merek tidak akan
dengan mudah pindah ke merek lain apapun yang terjadi dengan merek tersebut.
Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok
pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan dari produk lain dapat dikurangi.
Loyalitas merek adalah salah satu indikator dari ekuitas merek yang jelas terkait
dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan
dimasa yang akan datang.
Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian suatu
merek walaupun dihadapkan pada alternatif merek produk pesaing yang
menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai
sudut atributnya. Bila banyak pelanggan dari suatu merek masuk dalam kategori
ini memiliki ekuitas merek yang kuat. Sebaliknya, pelanggan yang tidak loyal
kepada suatu merek pada saat mereka melakukan pembelian terhadap suatu merek
pada umumnya tidak didasarkan karena ketertarikan mereka pada suatu merek
lebih didasarkan pada suatu harga. Bila sebagian besar pelanggan dari suatu
merek dalam kategori ini, berarti ekuitas merek produk tersebut adalah lemah.
Universitas Sumatera Utara
1. Fungsi Loyalitas Merek.
Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, loyalitas merek dapat
menjadi assets strategis bagi perusahaan, sehingga loyalitas merek memiliki
fungsi potensial bagi perusahaan yaitu:
1) Mengurangi biaya pemasaran.
Dalam
kaitannya
mempertahankan
dengan
pelanggan
biaya
pemasaran,
dibandingkan
akan
dengan
lebih
murah
upaya
untuk
mendapatkan pelanggan baru.
2) Meningkatkan perdagangan
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan
perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran.
3) Menarik minat pelanggan baru.
Pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada suatu merek akan
menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi
suatu merek terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung
resiko yang tinggi.
4) Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan.
Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk
merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk
yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada
Universitas Sumatera Utara
perusahaan untuk memperbaikin produknya dengan cara menetralisasikan.
(Durianto, 2001:127).
2. Tingkatan loyalitas merek
Loyalitas merek suatu produk, ada beberapa tingkatan loyalitas merek. Masingmasing tingkatan menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi
sekaligus asset yang dapat dimanfaatkan. Tingkatan loyalitas merek tersebut
yaitu:
1) Berpindah-pindah (Switcher)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai
pelanggan yang berada pada tingkat yang paling dasar. Pada tingkatan ini
merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang
sangat kecil dalam keputusan pembelian.
2) Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual buyer)
Pembeli yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai
pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya. Pada
tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk
menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain.
3) Pembeli yang puas (Satisfied buyer)
Pada tingkatan ini pembeli masuk dalam kategori puas bila mereka
mengkonsumsi merek tersebut.
4) Menyukai merek (likes the brand)
Universitas Sumatera Utara
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang
sungguh-sungguh menyukai suatu merek. Pada tingkatan ini dijumpai
perasaan emosional yang terkait pada suatu merek.
5) Pembeli yang komit (Comitted buyer)
Pembeli pada tahap ini merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki
suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut
menjadi sangat penting bagi mereka dari segi fungsinya maupun sebagai
suatu ekspresi diri.
Tiap tingkatan loyalitas merek mewakili tantangan pemasaran yang berbeda
dan juga mewakili tipe assets yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya
(Durianto, 2001:128).
Empat hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen yang loyal, yaitu:
1) Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap
pilihannya.
2) Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat resiko yang
lebih tinggi dalam pembelian.
3) Konsumen yang loyal terhadap merek juga memungkinkan loyal terhadap
toko.
4) Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap
merek.
Seperti halnya, loyalitas merek, loyalitas toko juga ditunjukkan oleh perilaku
konsistensi, tetapi tindakan konsistensi pada loyalitas toko merupakan perilaku
yang konsistensinya dalam mengunjungi toko dimana disitu konsumen bisa
Universitas Sumatera Utara
membeli merek produk yang diinginkannya. Jika konsumen menjadi loyal
terhadap suatu merek karena kualitas produk, maka loyalitas toko yang
menyebabkan kepuasan adalah kualitas pelayanan toko.
Loyalitas konsumen secara langsung berkaitan erat dengan asosiasi antara
kepercayaan, sikap dan perilaku konsumen. Assael (Setiadi, 2008:225)
mengemukakan kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan kurangnya asosiasi
antara kepercayaan, sikap dan perilaku sebagai berikut:
1) Kurangnya keterlibatan. Sikap akan kurang mempunyai hubungan dengan
perilaku pada katagori produk Low Involvement.
2) Kurangnya pengalaman penggunaan produk secara langsung. Studi yang
dilakukan Berger dan Mitchell menemukan bahwa ketika konsumen
mempunyai pengalaman langsung, maka sikap mereka akan lebih mungkin
berhubungan dengan perilaku.
3) Kurangnya hal-hal yang bersifat instrumental dirasakan oleh konsumen.
Sikap tidak mungkin berkaitan dengan perilaku jika kepercayaan terhadap
merek tidak berkaitan dengan nilai-nilai konsumen. Fakta menunjukkan
bahwa kepercayaan konsumen pada sereal yang mengandung kalori lebih
sedikit, tdak bisa dijadikan dasar untuk memprediksi perilaku jika
konsumen tidak mempunyai keinginan untuk menurunkan berat badannya.
4) Perubahan kondisi pasar. Peningkatan dalam harga dari merek yang
disenangi menyebabkan konsumen mengubah pilihan dengan tidak
mengubah sikapnya. Potongan harga spesial dari merek lain, akan
memungkinkan konsumen memilih merek produk itu. Hal lain juga
Universitas Sumatera Utara
misalnya ketidaksediaan merek produk yang disenangi akan mengubah
pilihan tanpa mengubah sikap.
5) Sulit mengakses sikap pada memori. Beberapa informasi yang tersimpan
dalam memori agak sulit diakses. Sikap yang tersimpan kurang kuat dalam
memori, akan menyulitkan seseorang untuk memanggil kembali sikap
tersebut. Karena kesulitan mengakses informasi itulah sering terjadi bahwa
sikap tidak berhubungan dengan perilaku.
2.4. Corporate Social Responsibility(CSR)
2.4.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR
mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar
dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh
pemangku kepentingan (stakeholder) Konsep CSR dapat dilihat dari
dua sudut pandang yang berbeda. Konsep pertama menyatakan bahwa
tujuan perusahaan adalah mencari profit, sehingga CSR merupakan
bagian dari operasi bisnis. Sedangkan konsep kedua menyatakan bahwa
tujuan
perusahaan
adalah
perusahaan
mencari
laba
(profit),
menyejahterahkan orang (people) dan menjamin keberlanjutan hidup
dari pelanet. Kedua konsep ini sangat berbeda.(Kodrat, 2009:261)
Menurut Making Good Business Sense dalam Wibisono (2007:7)
mendefinisikan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebagai
komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis,
Universitas Sumatera Utara
beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi,
bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari kariawan dan
keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan
masyarakat secara lebih luas.
Sementara
itu
World
Bussiness
Council for
Sustainable
Development (WBCSD) mendefinisikan CSR sebagai tanggungjawab
Sosial perusahaan adalah komitmen berkelanjutan perusahaan untuk
berperilaku secara etis dan memberikan kontribusi apada pembangunan
ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup ditempat kerja dan
keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
Dalam Sukirno,dkk (2004:357) terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan
perusahaan
dalam
melaksanakan
tanggung
jawab
sosialnya adalah
1. Memperhatikan kepentingan masyarakat umum.
2. Menjaga kelestarian lingkungan alam di sekitar kita.
3. Menjaga kepentingan dan kesejahteraan pekerja.
4. Menjaga kepentingan konsumen.
5. Menjaga kepentingan pemegang saham.
6. Menjaga agar setiap tindakan tidak menyalahi undang-undang.
2.4.2 Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut
Elkington
dalam
Wibisono
(2007:32)
memberi
pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan 3P yaitu keuntungan (profit), masyarakat (people),
lingkungan (planet).
Keuntungan (profit) merupakan unsur terpenting dan menjadi
tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Profit sendiri pada hakikatnya
merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk
menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Dengan berkomitmen untuk
berupaya memberikan manfaat sebesar besarnya kepada masyarakat
akan mendukung keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan
perusahaan.
Intinya, jika ingin eksis dan akseptabel, perusahaan harus
menyertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial. Untuk
memperkokoh komitmen dalam tanggung jawab perusahaan memang
perlu memiliki pandangan bahwa CSR adalah investasi masa depan.
Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya, melainkan sentra
laba dimasa mendatang. Karena melalui hubungan yang harmonis dan
citra yang baik, timbal baliknya perusahaan juga akan ikut menjaga
eksistensi perusahaan.
Dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat
diperoleh dari aktivitas CSR (Susanto, 2007:28) antara lain:
1) Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas
yang diterima perusahaan.
2) CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan
meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis.
Universitas Sumatera Utara
3) Keterlibatan dan kebanggaan karyawan, karyawan akan merasa
bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik,
yang secara berkelanjutan melakukan upaya-upaya untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.
4) CSR yang
dilaksanakan
memperbaiki
secara
hubungan
antara
berkelanjutan akan
perusahaan
dengan
mampu
para
stakeholdernya.
5) Meningkatkan penjualan, konsumen akan lebih menyukai produkproduk yang dihasilkan oleh perusahaan menjalankan tanggung
jawab sosialnya secara berkelanjutan sehingga memiliki reputasi
yang baik.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh United States-based
Business for Social Responsibility (BSR), banyak sekali keuntungan
yang didapatkan oleh perusahaan yang telah mempraktekkan Corporate
Social Responsibility antara lain:
1) Meningkatkan kinerja keuangan
2) Mengurangi biaya operasional.
3) Meningkatkan brand image dan reputasi perusahaan.
4) Meningkatkan penjualan dan loyalitas pelanggan.
2.5 Penelitian Terdahulu
Hutahuruk (2008), dengan judul penelitian “Pengaruh Sikap Konsumen
Tentang Pererapan CSR Terdapat Brand Loyalty Sabun Mandi Lifebuoy Pada
Universitas Sumatera Utara
Mahasiswa Fakultas Ekonomi USU”. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Program S1 angkatan
2005-2007 yang berjumlah 1693 orang, dimana objek yang dijadikan sebagai
populasi adalah seluruh mahasiswa yang sudah membeli sabun mandi Lifebuoy 3
kali dalam 3 bulan terakhir dan mengetahui tentang hal penerapan program CSR
dari Lifebuoy. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak
100 orang, dengan menggunakan metode penarikan Purposive Sampling.
Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis
tabulasi sederhana, analisis crosstabulation, analisis regresi linier sederhana. Hasil
penelitian ini menunjukan sikap konsumen tentang penerapan program Corporate
Social Responsibility memiliki hubungan yang erat (substansial) terhadap brand
loyalty sabun mandi Lifebuoy dengan nilai R sebesar 0,663 dan koefisien
Determinasi (KD) sebesar 44%. Persamaan regresi penelitian ini adalah Y = 5,510
+ 0,704X + e. Secara parsial, variabel sikap konsumen tentang penerapan program
CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty sabun mandi
Lifebuoy pada mahasiswa Fakultas Ekonomi USU.
Situmeang (2008), dengan judul penelitian “Pengaruh Sikap Konsumen
Tentang Penerapan CSR Terdapat Brand Loyalty Operator Seluler Indosat Pada
Mahasiswa Fakultas Ekonomi USU”. Populasi pada penelitian inimerupakan
seluruh mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Program S1
angkatan 2005-2007 yang berjumlah 1693 orang, dimana objek yang dijadikan
sebagai populasi adalah seluruh mahasiswa yang sudah menggunakan opertor
selular Indosat minimal satu tahun. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang
Universitas Sumatera Utara
diambil adalah sebanyak 100 orang. Dengan metode penarikan Purposive
Sampling.
Teknis analisis data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis
regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan
antara
sikap
konsumen
tentang
penerapan
program
Corporate
Social
Responsibility terhadap brand loyalty operator seluler Indosat pada mahasiswa
Regular S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Koefisien determinan
menunjukkan menunjukkan bahwa variabel sikap konsumen tentang penerapan
sikap konsumen CSR (X) memiliki hubungan substansial (kuat) terhadap brand
loyalty Indosat (Y) dengan nilai R sebesar 0.547 dan pengujian nilai (R2) sebesar
29%. Persamaan regresi penilai adalah Y= 2.394 + 0,794X + e.
2.6 Kerangka Konseptual
Menurut Kodrat (2009:261) CSR bukan hanya sekedar kegiatan amal, di
mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya
agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh
pemangku kepentingan (stakeholder) konsep CSR dapat dilihat dari dua sudut
pandang yang berbeda. Konsep pertama menyatakan bahwa tujuan perusahaan
adalah mencari profit, sehingga CSR merupakan bagian dari operasi bisnis.
Sedangkan konsep kedua menyatakan bahwa tujuan perusahaan adalah
perusahaan mencari laba (profit), mensejahterahkan orang (people) dan menjamin
keberlanjutan hidup dari pelanet. Kedua konsep ini sangat berbeda.
Menurut Schiffman dan Kanuk et al. dalam Sumarwan (2002:147), sikap
terdiri dari tiga komponen yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1) Komponen Kognitif, yaitu merupakan kepercayaan konsumen terhadap
motivasi dan kesesuain program Corporate Social Responsibility (CSR)
yang dilakukan oleh pasta gigi Pepsodent.
2) Komponen Afektif, yaitu gambaran perasaan dan emosi (baik atau buruk,
disukai atau tidak disukai) konsumen terhadap penerapan pada program
Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh pasta gigi
Pepsodent
3) Komponen Konatif, yaitu menggambarkan kecendrungan dari seseorang
untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan denganpenerapan
program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh pasta
gigi Pepsodent.
Konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang dikonsumsi
atau dipakai akan membeli ulang produk tersebut. Jika pembelian ulang tersebut
dilakukan secara terus-menerus, maka ini lah yang dikatakan Loyalitas konsumen
(Tjiptono, 2003:45). Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan atas dua
kelompok, yaitu: Loyalitas merek (brand loyality) dan loyalitas toko (store
loyality). Maka kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
Sikap Konsumen Tentang
Penerapan Program CSR
Pasta Gigi Pepsodent (X)
1. Komponen Kognitif (X1)
2. Komponen Afektif (X3)
Loyalitas
Konsumen (Y)
3. Komponen Konatif (X2)
Sumber : Sumarwan (2002:147), diolah oleh peneliti (2012)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian
2.7 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara atas rumusan masalah,
yang kebenarannya akan diuji dalam pengajian hipotesis (Sugiyono, 2006:306).
Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis penelitian ini adalah:
“Pengaruh sikap konsumen tentang penerapan program Corporate Social
Responsibility mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
loyalitas konsumen pasta gigi Pepsodent“.
Universitas Sumatera Utara
Download