BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen Menurut Ginting (2007:58), perilaku konsumen adalah tindakan perorangan dalam memperoleh, menggunakan serta membuang barang dan jasa ekonomi, termasuk proses pengambilan keputusan sebelum menetapkan tindakan. Model perilaku konsumen menunjukkan penekanan pada interaksi antara pemasar dan konsumen. Komponen sentral dari model adalah pengambilan keputusan konsumen, yaitu pemahaman dan evaluasi informasi merek, bagaimana pertimbangan alternatif merek disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, dan keputusan untuk merek., faktor yang mempengaruhi keputusan membeli di antaranya: Kebudayaan, Kelas Sosial, Kelompok Referensi Kecil, Keluarga, Pengalaman, Kepribadian, Sikap dan Kepercayaan, serta Konsep Diri. (Daryanto, 2011:69) Perusahaan yang benar-benar memahami bagaimana konsumen akan memberi tanggapan terhadap tampilan produk, harga, dan daya tarik iklan yang beraneka-ragam memiliki keunggulan besar atas pesaing-pesaingnya. Titik tolak perusahaan adalah model rangsangan tanggapan dari perilaku pembeli yang ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Gambar ini menunjukkan bahwa rangsangan pemasaran dan rangsangan lain masuk ke dalam “kotak hitam” konsumen dan menghasilkan tanggapan-tanggapan tertentu (Kotler, 2002:122). Universitas Sumatera Utara Rangsangan Pemasaran Rangsangan KOTAK HITAM PEMBELI TANGGAPAN PEMBELI Karakteristi pembeli Pilihan Produk Pilihan Merek Jumlah Penyalur Pilihan waktu pembelian Penentuan pembelian Lain Produk Harga Tempat Promosi Ekonomi Teknologi Politik Kebudayaan Proses Keputusan pembeli Sumber: Kotler (2002:122) Gambar 2.1. Model Perilaku Pembelian Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan dan pertukaran dalam mendapatkan barang dan jasa. Perilaku pembelian konsumen banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Menurut Setiadi (2008:11) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor Kebudayaan 1) Kebudayaan Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginandan perilaku seseorang. Bila mahluk-mahluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari. 2) Sub Budaya Setiap kebudayaan terdiri dari sub budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu: Universitas Sumatera Utara kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, dan era geografis. 3) Kelas Sosial Kelas-kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hirarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang serupa. 2. Faktor-faktor Sosial 1) Kelompok Referensi Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. 2) Keluarga Keluarga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: keluarga orientasi, yang merupakan orang tua seseorang. Dari orang itulah seseorangmendapatkan pandangan tentang agama, polotik, ekonomi, dan merasakan ambisi peribadi nilai atu harga diri dan cinta. Keluarga prokreasi yaitu pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga merupakan organisasi pembeli dan konsumen yang paling penting dalam suatu masyarakat dan telah diteliti secara intensif. 3) Peran dan Setatus Seseorang pada umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya keluarga, kelompok, dan organisasi. Posisi seseorang dalam kelompok dapat diidentifikasi dalam peran dan ststus. Universitas Sumatera Utara 3. Faktor Pribadi 1) Umur dan Tahapan dalam Siklus Hidup Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya. 2) Pekerjaan Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat diatas rata-rata terhadap produk atau jasa tertentu. 3) Keadaan Ekonomi Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitas, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk persentase yang mudah dijadikan uang), dan kemampuan untuk meminjam. 4. Faktor-faktor Psikologis 1) Motivasi Beberapa kebutuhan bersifat biogenetik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, dan rasa tidak nyaman. Sedangkan kebutuhan lain bersifat psikogenik yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fifiologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima. 2) Persepsi Universitas Sumatera Utara Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. 3) Proses Belajar Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. 4) Kepercayaan dan Sikap Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. 2.2 Sikap 2.2.1 Pengertian Sikap Menurut Schifman dan Kanuk dalam Umar (2002: 152) sikap adalah ekspresi perasaan (inner feeling), yang mencerminkan apakah seseorang senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek. Sikap menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Selain itu, sikap juga menjelaskan suatu organisasi dari motivasi, perasaan emosional, proses kognitif kepada suatu aspek. Lebih lanjut, sikap adalah cara kita berpikir, merasa, dan bertindak melalui aspek di lingkungan seperti toko retail, program televisi atau produk. Tiga komponen dalam pembentuk sikap adalah (Simamora, 2003: 12): Universitas Sumatera Utara 1. Komponen kognitif Komponen ini terdiri dari kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang obyek. 2. Komponen afektif Merupakan komponen sikap yang terdiri dari perasaan dan reaksi emosional kepada suatu obyek. 3. Komponen konaktif Komponen ini adalah respons dari seseorang terhadap obyek atau aktivitas. 2.2.2 Karakteristik Sikap Menurut Sumarwan (2003:136) mengkarakteristikkan sikap sebagai berikut: 1. Sikap Memiliki Objek Di dalam Konteks pemasaran, sikap konsumen harus terkait dengan objek, objek tersebut bisa terkait dengan berbagai konsep konsumsi dan pemasaran seperti produk, merek, iklan, harga,kemasan, penggunaan, media, dan sebagainya. 2. Konsistensi Sikap Sikap adalah gambaran perasaan dari seorang konsumen, dan perasaan tersebut akan direfleksikan oleh pelakunya. Oleh karena itu sikap memiliki konsistensi terhadap perilakunya. Universitas Sumatera Utara 3. Sikap Positif, Negatif dan Netral Seseorang mungkin menyukai makanan rendang (sikap positif), atau tidak menyukai minuman alkohol (sikap negatif), atau bahkan ia tidak memiliki sikap (sikap netral). Sikap yang memiliki dimensi positif, negatif, dan netral disebut sebagai karakteristik valace dari sikap. 4. Intensitas Sikap Sikap seorang konsumen terhadap suatu merek produk akan bervariasi tingkatannya, ada yang sangat menyukainya atau bahkan ada yang begitu sangat tidak mentukainya. Ketika konsumen menyatakan derajat tingkat kesukaan terhadap suatu produk, maka ia mengungkapkan intensitas sikapnya. 5. Resistensi Sikap Resistensi adalah Seberapa besar sikap seorang konsumen bisa berubah. Sikap seorang konsumen dalam menggunakan produk tertentu mungkin memiliki resistensi yang tinggi untuk berubah, akan tetapi kondisi ini bisa saja berubah apabila ada pengaruh dari luar mengenai suatu produk tersebut dengan alasan tertentu. 6. Persistensi Sikap Persistensi adalah karakteristik sikap yang menggambarkan bahwa sikap akan berubah karena berlalunya waktu. 7. Keyakinan Sikap Universitas Sumatera Utara Keyakinan adalah kepercayaan konsumen mengenai keberadaan sikap yang dimilikinya. 8. Sikap dan Situasi Sikap seseorang terhadap suatu objek sering kali muncul dalam konteks situasi. Ini artinya situasi akan mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu objek. 2.2.3 Fungsi-Fungsi Sikap Daniel Katz dalam Walgito (2011:38) mengemukakan empat fungsi dari sikap yaitu: 1. FungsiInstrumental Fungsi instrumental merupakan fungsi sikap dengan melihat sejauh mana obyek sikap dapat dijadikan instrumen atau alat untuk tujun individu yang bersangkutan.Individu akan membetuk sikap positif terhadap obyek sikap apabila hal itu dirasakannya mendatangkan keuntungan dan membantu dalam mencpai tujuannya sebaliknya bila obyek sikap dirasakan menghambat dan tidak menguntungkan dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap obyek sikap fungsi ini juga disebut fungsi penyesuaian karena dengan sikap yang di ambil seseorang, ia akan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya 2. Fungsi Mempertahankan Ego Universitas Sumatera Utara Sikap berfungsi untuk melindungi seseorang (citra diri-self image) dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya atau dari faktor luar yang mungkin jadi ancaman bagi dirinya. Sikap tersebut berfungsi untuk meningkatkan rasa aman dan akan menimbulkan kepercayaan yang lebih baik untuk meningkatkan citra diri. 3. Fung si Ekspresi Nilai Sikap berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan identitas sosial dari seseorang. Sikap akan menggambarkan hobi, minat, kegiatan dan opini dari seorang konsumen. 4. Fungsi Pengetahuan Pengetahuan yang baik mengenai suatu produk seringkali mendorong seseorang menyukai produk tersebut. Karena itu sikap positif terhadap suatu produk seringkali mencerminkan pengetahuan konsumen terhadap suatu produk. 2.2.4 Model Sikap Sumarwan (2003:147) mengungkapkan secara garis besar bahwa terdapat beberapa model sikap yaitu : 1. The Tricomponent Attitude Model (Triandis) Sikap konsumen terhadap suatu produk terbentuk dari tiga komponen yaitu kepercayaan (kognitif), emosi (afektif), dan keinginan berperilaku (konatif) Universitas Sumatera Utara 2. Multiatribute Model (Fishbein) Model ini secara singkat menyatakan bahwa sikap seoarang konsumen terhadap suatu objek (produk atau merek)akan ditentukan oleh sikapnya terhadap berbagai atribut yang dimiliki oleh objek tersebut yang telah dievavaluasi. Model tersebut disebut multiatribubut karena evaluasi konsumen terhadap objek berdasarkan kepada evaluasinya terhadap banyak atribut yang dimilikinya oleh objek tersebut. 3. Ideal Point Model (Model Angka Ideal) Engel et al. mengemukakan bahwa model angka ideal ini akan memberikan informasi mengenai sikap konsumen terhadap merek suatu produk dan sekaligus bisa memberikan informasi mengenai merek ideal yang dirasakan konsumen. 2.2.5 Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Sikap Menurut (Setiadi, 2008:229) sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Peng aruh Keluarga Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam keputusan pembelian. Dengan mengabaikan kecenderungan anak usia belasan tahun yang sering memberontak pada orang tua, sebenarnya terdapat hubungan yang kuat antara sikap orang tua dan Universitas Sumatera Utara sikap anaknya. Dari data yang ada terbukti bahwa sekitar kurang lebih 58 % keputusan pembelian dipengaruhi oleh anak-anak. 2. Peng aruh Kelompok Kawan Sebaya (Peer Group Influences) Banyak studi yang memperlihatkan bahwa kawan sebaya mampu mempengaruhi dalam perilaku pembelian. Kazt dan Lazarsfeld yang dikutip Assel menemukan bahwa pengaruh kelompok kawan sebaya lebih memungkinkan mempengaruhi sikap dan perilaku pembelian dari pada iklan. Anak-anak usia belasan tahun sering melakukan pembelian terhadap suatu produk karena teman sekolahnya telah membeli produk itu. 3. Peng alaman Pengalaman masa lalu mempengaruhi sikap terhadap merek. Pengalaman penggunaan suatu merek produk pada masa lalu akan memberikan evaluasi atas merek produk tersebut, bergantung apakah pengalaman itu menyenangkan atau tidak. Jika pengalaman masa lalu itu menyenangkan maka sikap konsumen di masa mendatang akan positif, tetapi jika pengalaman pada masa lalu itu tidak menyenangkan maka sikap konsumen di masa mendatang pun akan negatif. Universitas Sumatera Utara 4. Kepri badian Kepribadian konsumen mempengaruhi sikap. Sifat-sifat seperti suka menyerang, terbuka, kepatuhan atau otoritarianisme mungkin mempengaruhi sikap terhadap merek dan produk. Individu yang agresif mungkin lebih mungkin terlibat dalam persaingan olah raga dan akan membeli peralatan yang paling mahal dalam usahanya untuk mengungguli lawannya. 2.3 Loyalitas Konsumen Loyalitas secara harfiah diartikan sebagai kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang terhadap suatu objek. Konsumen/pelanggan adalah seseorang yang terbiasa membeli suatu produk. Kebiasan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tanpa ada stock record hubungan yang kuat dan pembelian ulang, orang tersebut bukanlah pelanggan (Griffin, 2003:31). Konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang dikonsumsi atau dipakai akan membeli ulang produk tersebut. Jika pembelian ulang tersebut dilakukan secara terus-menerus, hal inilah yang dikatakan Loyalitas konsumen (Tjiptono, 2003:45). Engel (Mangkunegara, 2003:3) menyebutkan perilaku konsumen sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang–barang jasa ekonomis termasuk proses Universitas Sumatera Utara dalam pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakantindakan tersebut. Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan atas dua kelompok, yaitu: Loyalitas merek (brand loyality) dan loyalitas toko (store loyality). Loyalitas merek merupakan suatu sikap menyenangi suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu. Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan dengan suatu merek. Seorang pelanggan yang sangat loyal terhadap suatu merek tidak akan dengan mudah pindah ke merek lain apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan dari produk lain dapat dikurangi. Loyalitas merek adalah salah satu indikator dari ekuitas merek yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan dimasa yang akan datang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian suatu merek walaupun dihadapkan pada alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Bila banyak pelanggan dari suatu merek masuk dalam kategori ini memiliki ekuitas merek yang kuat. Sebaliknya, pelanggan yang tidak loyal kepada suatu merek pada saat mereka melakukan pembelian terhadap suatu merek pada umumnya tidak didasarkan karena ketertarikan mereka pada suatu merek lebih didasarkan pada suatu harga. Bila sebagian besar pelanggan dari suatu merek dalam kategori ini, berarti ekuitas merek produk tersebut adalah lemah. Universitas Sumatera Utara 1. Fungsi Loyalitas Merek. Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, loyalitas merek dapat menjadi assets strategis bagi perusahaan, sehingga loyalitas merek memiliki fungsi potensial bagi perusahaan yaitu: 1) Mengurangi biaya pemasaran. Dalam kaitannya mempertahankan dengan pelanggan biaya pemasaran, dibandingkan akan dengan lebih murah upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. 2) Meningkatkan perdagangan Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. 3) Menarik minat pelanggan baru. Pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada suatu merek akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi suatu merek terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko yang tinggi. 4) Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan. Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada Universitas Sumatera Utara perusahaan untuk memperbaikin produknya dengan cara menetralisasikan. (Durianto, 2001:127). 2. Tingkatan loyalitas merek Loyalitas merek suatu produk, ada beberapa tingkatan loyalitas merek. Masingmasing tingkatan menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus asset yang dapat dimanfaatkan. Tingkatan loyalitas merek tersebut yaitu: 1) Berpindah-pindah (Switcher) Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat yang paling dasar. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. 2) Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual buyer) Pembeli yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain. 3) Pembeli yang puas (Satisfied buyer) Pada tingkatan ini pembeli masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut. 4) Menyukai merek (likes the brand) Universitas Sumatera Utara Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai suatu merek. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada suatu merek. 5) Pembeli yang komit (Comitted buyer) Pembeli pada tahap ini merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi diri. Tiap tingkatan loyalitas merek mewakili tantangan pemasaran yang berbeda dan juga mewakili tipe assets yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya (Durianto, 2001:128). Empat hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen yang loyal, yaitu: 1) Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap pilihannya. 2) Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat resiko yang lebih tinggi dalam pembelian. 3) Konsumen yang loyal terhadap merek juga memungkinkan loyal terhadap toko. 4) Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek. Seperti halnya, loyalitas merek, loyalitas toko juga ditunjukkan oleh perilaku konsistensi, tetapi tindakan konsistensi pada loyalitas toko merupakan perilaku yang konsistensinya dalam mengunjungi toko dimana disitu konsumen bisa Universitas Sumatera Utara membeli merek produk yang diinginkannya. Jika konsumen menjadi loyal terhadap suatu merek karena kualitas produk, maka loyalitas toko yang menyebabkan kepuasan adalah kualitas pelayanan toko. Loyalitas konsumen secara langsung berkaitan erat dengan asosiasi antara kepercayaan, sikap dan perilaku konsumen. Assael (Setiadi, 2008:225) mengemukakan kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan kurangnya asosiasi antara kepercayaan, sikap dan perilaku sebagai berikut: 1) Kurangnya keterlibatan. Sikap akan kurang mempunyai hubungan dengan perilaku pada katagori produk Low Involvement. 2) Kurangnya pengalaman penggunaan produk secara langsung. Studi yang dilakukan Berger dan Mitchell menemukan bahwa ketika konsumen mempunyai pengalaman langsung, maka sikap mereka akan lebih mungkin berhubungan dengan perilaku. 3) Kurangnya hal-hal yang bersifat instrumental dirasakan oleh konsumen. Sikap tidak mungkin berkaitan dengan perilaku jika kepercayaan terhadap merek tidak berkaitan dengan nilai-nilai konsumen. Fakta menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen pada sereal yang mengandung kalori lebih sedikit, tdak bisa dijadikan dasar untuk memprediksi perilaku jika konsumen tidak mempunyai keinginan untuk menurunkan berat badannya. 4) Perubahan kondisi pasar. Peningkatan dalam harga dari merek yang disenangi menyebabkan konsumen mengubah pilihan dengan tidak mengubah sikapnya. Potongan harga spesial dari merek lain, akan memungkinkan konsumen memilih merek produk itu. Hal lain juga Universitas Sumatera Utara misalnya ketidaksediaan merek produk yang disenangi akan mengubah pilihan tanpa mengubah sikap. 5) Sulit mengakses sikap pada memori. Beberapa informasi yang tersimpan dalam memori agak sulit diakses. Sikap yang tersimpan kurang kuat dalam memori, akan menyulitkan seseorang untuk memanggil kembali sikap tersebut. Karena kesulitan mengakses informasi itulah sering terjadi bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku. 2.4. Corporate Social Responsibility(CSR) 2.4.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) CSR bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) Konsep CSR dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda. Konsep pertama menyatakan bahwa tujuan perusahaan adalah mencari profit, sehingga CSR merupakan bagian dari operasi bisnis. Sedangkan konsep kedua menyatakan bahwa tujuan perusahaan adalah perusahaan mencari laba (profit), menyejahterahkan orang (people) dan menjamin keberlanjutan hidup dari pelanet. Kedua konsep ini sangat berbeda.(Kodrat, 2009:261) Menurut Making Good Business Sense dalam Wibisono (2007:7) mendefinisikan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebagai komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, Universitas Sumatera Utara beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari kariawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Sementara itu World Bussiness Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR sebagai tanggungjawab Sosial perusahaan adalah komitmen berkelanjutan perusahaan untuk berperilaku secara etis dan memberikan kontribusi apada pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup ditempat kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Dalam Sukirno,dkk (2004:357) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya adalah 1. Memperhatikan kepentingan masyarakat umum. 2. Menjaga kelestarian lingkungan alam di sekitar kita. 3. Menjaga kepentingan dan kesejahteraan pekerja. 4. Menjaga kepentingan konsumen. 5. Menjaga kepentingan pemegang saham. 6. Menjaga agar setiap tindakan tidak menyalahi undang-undang. 2.4.2 Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Elkington dalam Wibisono (2007:32) memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah Universitas Sumatera Utara memperhatikan 3P yaitu keuntungan (profit), masyarakat (people), lingkungan (planet). Keuntungan (profit) merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Profit sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Dengan berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar besarnya kepada masyarakat akan mendukung keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan. Intinya, jika ingin eksis dan akseptabel, perusahaan harus menyertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial. Untuk memperkokoh komitmen dalam tanggung jawab perusahaan memang perlu memiliki pandangan bahwa CSR adalah investasi masa depan. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya, melainkan sentra laba dimasa mendatang. Karena melalui hubungan yang harmonis dan citra yang baik, timbal baliknya perusahaan juga akan ikut menjaga eksistensi perusahaan. Dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR (Susanto, 2007:28) antara lain: 1) Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. 2) CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Universitas Sumatera Utara 3) Keterlibatan dan kebanggaan karyawan, karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara berkelanjutan melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. 4) CSR yang dilaksanakan memperbaiki secara hubungan antara berkelanjutan akan perusahaan dengan mampu para stakeholdernya. 5) Meningkatkan penjualan, konsumen akan lebih menyukai produkproduk yang dihasilkan oleh perusahaan menjalankan tanggung jawab sosialnya secara berkelanjutan sehingga memiliki reputasi yang baik. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh United States-based Business for Social Responsibility (BSR), banyak sekali keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan yang telah mempraktekkan Corporate Social Responsibility antara lain: 1) Meningkatkan kinerja keuangan 2) Mengurangi biaya operasional. 3) Meningkatkan brand image dan reputasi perusahaan. 4) Meningkatkan penjualan dan loyalitas pelanggan. 2.5 Penelitian Terdahulu Hutahuruk (2008), dengan judul penelitian “Pengaruh Sikap Konsumen Tentang Pererapan CSR Terdapat Brand Loyalty Sabun Mandi Lifebuoy Pada Universitas Sumatera Utara Mahasiswa Fakultas Ekonomi USU”. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Program S1 angkatan 2005-2007 yang berjumlah 1693 orang, dimana objek yang dijadikan sebagai populasi adalah seluruh mahasiswa yang sudah membeli sabun mandi Lifebuoy 3 kali dalam 3 bulan terakhir dan mengetahui tentang hal penerapan program CSR dari Lifebuoy. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 100 orang, dengan menggunakan metode penarikan Purposive Sampling. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis tabulasi sederhana, analisis crosstabulation, analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian ini menunjukan sikap konsumen tentang penerapan program Corporate Social Responsibility memiliki hubungan yang erat (substansial) terhadap brand loyalty sabun mandi Lifebuoy dengan nilai R sebesar 0,663 dan koefisien Determinasi (KD) sebesar 44%. Persamaan regresi penelitian ini adalah Y = 5,510 + 0,704X + e. Secara parsial, variabel sikap konsumen tentang penerapan program CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty sabun mandi Lifebuoy pada mahasiswa Fakultas Ekonomi USU. Situmeang (2008), dengan judul penelitian “Pengaruh Sikap Konsumen Tentang Penerapan CSR Terdapat Brand Loyalty Operator Seluler Indosat Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi USU”. Populasi pada penelitian inimerupakan seluruh mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Program S1 angkatan 2005-2007 yang berjumlah 1693 orang, dimana objek yang dijadikan sebagai populasi adalah seluruh mahasiswa yang sudah menggunakan opertor selular Indosat minimal satu tahun. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang Universitas Sumatera Utara diambil adalah sebanyak 100 orang. Dengan metode penarikan Purposive Sampling. Teknis analisis data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan antara sikap konsumen tentang penerapan program Corporate Social Responsibility terhadap brand loyalty operator seluler Indosat pada mahasiswa Regular S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Koefisien determinan menunjukkan menunjukkan bahwa variabel sikap konsumen tentang penerapan sikap konsumen CSR (X) memiliki hubungan substansial (kuat) terhadap brand loyalty Indosat (Y) dengan nilai R sebesar 0.547 dan pengujian nilai (R2) sebesar 29%. Persamaan regresi penilai adalah Y= 2.394 + 0,794X + e. 2.6 Kerangka Konseptual Menurut Kodrat (2009:261) CSR bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) konsep CSR dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda. Konsep pertama menyatakan bahwa tujuan perusahaan adalah mencari profit, sehingga CSR merupakan bagian dari operasi bisnis. Sedangkan konsep kedua menyatakan bahwa tujuan perusahaan adalah perusahaan mencari laba (profit), mensejahterahkan orang (people) dan menjamin keberlanjutan hidup dari pelanet. Kedua konsep ini sangat berbeda. Menurut Schiffman dan Kanuk et al. dalam Sumarwan (2002:147), sikap terdiri dari tiga komponen yaitu: Universitas Sumatera Utara 1) Komponen Kognitif, yaitu merupakan kepercayaan konsumen terhadap motivasi dan kesesuain program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh pasta gigi Pepsodent. 2) Komponen Afektif, yaitu gambaran perasaan dan emosi (baik atau buruk, disukai atau tidak disukai) konsumen terhadap penerapan pada program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh pasta gigi Pepsodent 3) Komponen Konatif, yaitu menggambarkan kecendrungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan denganpenerapan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh pasta gigi Pepsodent. Konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang dikonsumsi atau dipakai akan membeli ulang produk tersebut. Jika pembelian ulang tersebut dilakukan secara terus-menerus, maka ini lah yang dikatakan Loyalitas konsumen (Tjiptono, 2003:45). Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan atas dua kelompok, yaitu: Loyalitas merek (brand loyality) dan loyalitas toko (store loyality). Maka kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Sikap Konsumen Tentang Penerapan Program CSR Pasta Gigi Pepsodent (X) 1. Komponen Kognitif (X1) 2. Komponen Afektif (X3) Loyalitas Konsumen (Y) 3. Komponen Konatif (X2) Sumber : Sumarwan (2002:147), diolah oleh peneliti (2012) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian 2.7 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara atas rumusan masalah, yang kebenarannya akan diuji dalam pengajian hipotesis (Sugiyono, 2006:306). Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis penelitian ini adalah: “Pengaruh sikap konsumen tentang penerapan program Corporate Social Responsibility mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen pasta gigi Pepsodent“. Universitas Sumatera Utara