BAB IV METODE PENELITIAN

advertisement
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk menentukan metode terbaik yang dapat
digunakan dalam meramalkan harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali.
Metode peramalan yang digunakan adalah metode peramalan kuantitatif yang
terdiri dari metode peramalan time series (deret waktu) dan metode peramalan
kausal (regresi). Metode peramalan kausal digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi terbentuknya harga ayam pada enam kota besar di
Jawa-Bali. Selain itu, penelitian ini juga akan menampilkan data hasil peramalan
dengan menggunakan metode peramalan time series yang dianggap paling akurat.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Mei 2007 di Badan
Ketahanan Pangan (BKP) bagian Analisis Harga Departemen Pertanian Republik
Indonesia (DEPTAN) yang berlokasi di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan
pertimbangan bahwa data-data yang diperlukan lebih mudah diperoleh serta
Departemen Pertanian Republik Indonesia merupakan sumber primer yang
menyediakan data sekunder mengenai data historis harga ayam di Jawa- Bali.
4.3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Datadata sekunder utama adala h harga ayam di Jawa-Bali diperoleh dari BKP bagian
analisis harga sebagai penyedia utama data. Sedangkan data sekunder pendukung
28
lainnya diperoleh penulis melalui studi pustaka pada perpustakaan pusat Institut
Pertanian Bogor (IPB), perpustakaan Pusat Analisis Kebijakan dan Survei Sosial
Ekonomi (PSE), perpusatakaan Badan Pusat Statistik (BPS), dan internet.
Data harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali yang dianalisis adalah
data berbentuk bulanan dari bulan Januari 2002 sampai Oktober 2006 dan
merupakan data rata-rata (mean) bulanan dari harga mingguan. Enam kota besar
yang dimaksud adalah DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya
dan Denpasar. Menurut BKP pemilihan keenam kota besar ini karena kota-kota
tersebut cukup dapat mewakili perilaku harga ayam yang terjadi di Indonesia.
4.4. Pengolahan dan Analisis Data
Data mengenai harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali yang
didapatkan dari DEPTAN kemudian diolah dan dianalisis menggunakan
perangkat lunak (software) komputer. Perangkat lunak yang digunakan adalah
Microsoft Excel, Minitab versi 13.2 dan QSB (Quantitative Statistic for Bussines).
Alasan penggunaan perangkat lunak Microsoft Excel, Minitab 13.2 dan
QSB adalah karena perangkat lunak tersebut lebih dikenal dan lebih mudah
dioperasikan. Sebenarnya masih terdapat beberapa macam perangkat lunak
dengan fungsi statistik lainnya, namun penggunaan perangkat lunak tersebut lebih
rumit pengoperasiannya. Dengan menggunakan perangkat lunak yang lebih
mudah, diharapkan metode peramalan kua ntitatif yang akan digunakan akan lebih
mudah diterapkan.
29
4.5. Metode Peramalan Kuantitatif
Metode peramalan kuantitatif yang akan digunakan adalah metode
peramalan time series dan metode peramalan kausal. Metode peramalan time
series menganalisa pola hubungan data variabel yang akan diramal dengan deret
waktu. Metode peramalan kausal didasarkan atas penggunaan analisa pola
hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang
mempengaruhinya.
4.5.1. Metode Peramalan Time Series
Metode Peramalan time series yang akan digunakan adalah naïve, rata-rata
sederhana, rata-rata bergerak sederhana, rata-rata bergerak ganda, pelicinan
eksponensial tunggal, Holt, dekomposisi aditif, dekomposisi multiplikatif,
winters, Box-Jenkins (ARIMA).
4.5.1.1. Metode Naïve
Metode naïve adalah teknik peramalan berdasarkan asumsi bahwa periode
saat ini merupakan prediktor terbaik dari masa mendatang. Formula yang
digunakan:
yˆ t+1 = y t
Dimana : yˆ t+1 = nilai ramalan untuk periode yang akan datang
yt = nilai aktual periode t
4.5.2.2. Metode Rata-rata Sederhana
Metode rata-rata sederhana digunakan bila peramalan dilakukan secara
berulang-ulang untuk data yang tidak teralalu besar (Firdaus, 2006). Formula
untuk metode ini adalah:
30
t
1
Yˆt+1 = ∑ Yt
t i =1
Dimana : yˆ t+1 = nilai ramalan untuk periode t+1
t
= periode aktual
t
∑Y
t
= jumlah nilai dari periode 1 sampai periode ke-t
i =1
4.5.2.3. Metode Rata-rata Bergerak Sederhana
Metode ini menggunakan mean semua data untuk meramal (Hanke, et al.,
2003). Formula untuk metode ini adalah:
(Y + Yt −1 + Yt− 2 + ... + Yt − n+1 )
Yˆt +1 = t
n
Dimana : yˆ t+1 = nilai ramalan untuk periode t+1
t
= periode aktual
n
= jumlah periode yang akan dirata-ratakan (ordo)
4.5.2.4. Metode Rata-rata Bergerak Ganda
Teknik ini baik untuk data yang mengandung unsur trend (Firdaus, 2006).
Formula untuk teknik ini adalah:
(Y + Yt −1 + Yt − 2 + Yt −3 + ... + Yt −n +1 )
M t = Yˆt +1 = t
n
(M t + M t−1 + M t −2 + M t −3 + ... + M t −n −1 )
M t' =
n
'
at = 2M t − M t
2
bt =
M t − M t'
n −1
(
)
Model yang akan didapat adalah: Yˆt + p = at + bt . p
Dimana : yˆ t+1
yt
t
n
p
= nilai ramalan untuk periode t+1
= nilai aktual periode t
= periode aktual
= jumlah periode yang akan dirata-ratakan (ordo)
= periode yang akan diramalkan
31
4.5.2.5. Metode Pelicinan Eksponensial Tunggal
Teknik ini dapat merevisi secara kontinu hasil peramalan dengan informasi
terbaru. Metode ini berdasarkan pemulusan yang menurun secara eksponensial
(Firdaus, 2006). Metode ini menyediakan rata-rata bergerak tertimbang secara
eksponensial semua nilai pengamatan yang lalu (Hanke, et al., 2003). Formula
dari metode ini adalah:
S t = α (Yt ) + (1 − α )S t−1
S t" = α (S t ) + (1 − α )S t"−1
a t = 2 S t − S t"
α
S t − S t"
1− α
ˆ
Yt = a t + bt .t
bt =
Dimana : St
S t"
Yt
a
at
bt
ŷt
t
(
)
= pelicinan tahap 1
= pelicinan tahap 2
= nilai aktual perriode t
= konstanta pemulusan (0<a <1)
= nilai intersep
= nilai slope
= nilai peramalan periode t
= periode waktu
4.5.2.6. Metode Holt
Metode pelicinan eksponensial Holt menjelaskan bahwa ramalan
merupakan hasil dari perhitungan dua kali pelicinan secara eksponensial. Tujuan
dari pelicinan kedua adalah untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner
dengan model trend yang linear (Makridakis, et al., 1999) . Formulasi untuk
metode ini adalah:
Yˆt + p = At + Tt ⋅ P
At = αYt + (1 − α )( At −1 + Tt −1 )
Tt = β ( A1 − At −1 ) + (1 − β )Tt −1
32
Dimana : At = nilai intersep
Tt .P = nilai slope
a = konstanta pemulusan (0<a <1)
ß = konstanta pemulusan (0<a <1)
t
= periode waktu
4.5.2.7. Metode Dekomposisi Aditif
Model ini memperlakukan nilai deret waktu sebagai jumlah dari
komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003). Formulasi dari model
ini adalah :
Yt = Tt + Ct + St + ε
Dimana: Tt
Ct
St
ε
= komponen trend pada periode t
= komponen siklus pada periode t
= komponen musiman pada periode t
= komponen galat pada periode t
4.5.2.8. Metode Dekomposisi Multiplikatif
Model ini memperlakukan nilai deret waktu sebagai hasil perkalian dari
komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003) Formulasi dari model ini
adalah:
Yt = Tt x Ct x St x εt
Dimana: Tt
Ct
St
ε
= komponen trend pada periode t
= komponen siklus pada periode t
= komponen musiman pada periode t
= komponen galat pada periode t
4.5.2.9. Metode Winters
Menurut Hanke, et al. (2003), metode ini memberikan cara mudah utuk
menjelaskan musiman didalam model ketika data memiliki pola musiman. Metode
alternatif terdiri dari penghapusan musim atau penyesuaian musim pada data.
Model peamalan diaplikasikan untuk data musim-terhapus (desesasonalized data)
33
dan kemudian musiman dimasukkan kembali untuk mendapatkan ramalan yang
akurat. Formula untuk metode ini adalah:
1. Metode Winters Aditif
Yt = Tt + S t + ε t dengan Tt = a + b (t )
a t = α (Yt − S t −1 ) + (1 − α )(a t−1 + bt−1 )
bt = β (at − at −1 ) + (1 − β )(bt−1 )
S t = γ (Yt − at ) + (1 − γ )(S t −L )
Yˆt + p = [at + bt ( p )] + S t− L + p
Dimana : at = pemulusan terhadap deseasonalized data pada periode t
bt = pemulusan terhadap trend pada periode t
St = pemulusan terhadap variasi musiman pada periode t
Yˆt + p = ramalan p periode ke depan setelah periode t
a,ß,? = koefisien pemulusan
L
= penjangnya musim
2. Metode Winters Mulktiplikatif
Lt = α
Yt
+ (1 − α )(Lt−1 + Tt −1 )
S t −s
Tt = β (Lt − Lt −1 ) + (1 − β )Tt −1
St = γ
Yt
+ (1 − γ )St− s
Lt
Yˆt + p = ( Lt + pTt )S t −s + p
Dimana : Lt
a
Yt
ß
Tt
γ
St
P
s
Yt+p
= nilai pemulusan baru atau level estimasi saat ini
= konstanta pemulusan untuk level (0= a =1)
= pengamatan baru atau nilai aktual periode t
= konstanta pemulusan untuk estimasi trend (0= ß =1)
= estimasi trend
= konstanta pemulusan untuk estimasi musiman (0= γ =1)
= estimasi musiman
= periode yang diramalkan
= panjangnya musim
= ramalan p periode ke depan
34
4.5.2.10. Metode Box-Jenkins (ARIMA)
Metode ini sangat berbeda dengan kebanyakan metode karena model ini
tidak mengasumsikan pola tertentu pada data historis deret yang diramalkan.
Model ini menggunakan pendekatan iteratif pada identifikasi suatu model yang
mungkin dari model umum (Hanke, et al., 2003). ARIMA adalah singkatan dari
autoregressive integrated moving average. Model Box-Jenkins (ARIMA) secara
umum dinotasikan sebagai berikut:
ARIMA (p, d, q)
Dimana: p
d
q
Pada
= Menunjukkan orde/derajat autoregressive (AR)
= Menunjukkan orde/derajat differencing (Pembedaan)
= Menunjukkan orde/derajat moving average (MA)
ARIMA
terbagi
atas
model
MA
(moving
average), AR
(autoregressive), ARMA (autoregressive moving average), dan ARIMA
(autoregressive integrated moving average). Persamaan model tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Model MA
Yt = a0 + et - a1 et-1 - a2 et-2 -......- aq et-q
Dimana : Yt
et
et-1 ,et-2
a0 , a1 dan a2
= Nilai series yang stasioner
= Kesalahan peramalan
= Kesalahan pada masa lalu
= Konstanta dan koefien model
2. Model AR
Yt = b0 + b1 Yt-1 b2 Yt-2 +.....+ bq Yt-q + et
Dimana : Yt
Yt-1 ,Yt-2
b0 dan b1 ,b2
et
= Nilai series yang stasioner
= Nilai sebelumnya
= Konstanta dan koefisen model
= Kesalahan peramalan Model ARMA
35
3. Model ARIMA
Yt = b0 + b1 Yt-1 b2 Yt-2 +.....+ bp Ytp + et - a1 et-1 +.....+ aq et-q
Dimana : Yt
= Nilai series yang stasioner
et-1 ,et-q
= Kesalahan pada masa lalu
b0 dan b1 ,bp , a1 , aq = Konstanta dan koefisen model
et
= Kesalahan peramalan
4. Model SAR
Yt = d + ?1L Yt-L + ?2L Yt-2L +.....+ ?PL Yt-PL + et
Dimana : Yt
Yt-1L,Yt-2L
d dan ?1L, ?2
et
= nilai series yang stasioner
= nilai sebelumnya
= konstanta dan koefisien model
= kesalahan peramalan Model AR
5. Model SMA
Yt = µ - F 1L et-L - F 2L et-L -......- F QL et-QL+ et
Dimana : Yt
et
et-1L, et-2L
µ, F 1L dan F 2L
= nilai series yang stasioner
= kesalahan peramalan
= kesalahan pada masa lalu
= konstanta dan koefisien model
6. Model SARIMA (p, d , q) (P, D, Q)L
?p (B) F P (BL) (1-B)d (1-BL)D Yt = µ + ?q (B) F Q (BL) et
?p (B) = 1 - ?1B - ?2B2 - ….?pBp
F P (BL) = 1 - F 1BL – F 2B2L - ..... F PBPL
?q (B) = 1 - ?1B - ?2B2 - ….?qBq
FQ (BL) = 1 - F1BL – F2B2L - ..... F QBQL
Di mana :B = Backward shift operator (BYt = Yt-1, B2Yt= Yt-2 dan
seterusnya)
Sebelum mencapai model yang terbaik, metode ARIMA memiliki
beberapa tahapan yang harus digunakan agar memperoleh model yang optimal
36
dan terbaik. Beberapa tahapan pembentukan model ARIMA adalah sebagai
berikut :
1. Identifikasi Model
Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap data deret waktu yang
tersedia. Identifikasi yang dilakukan meliputi identifikasi pola data apakah
mengandung pola musiman atau tidak, indentifikasi terdap kestasioneran data, dan
yang terakhir adalah identifikasi terhadap pola atau perilaku ACF dan PACF.
Hal yang perlu diperhatikan adalah kebanyakan data deret waktu tidak
bersifat stasioner. Bila data yang dihadapi bersifat non-stasioner, maka data
tersebut harus dikonversikan terlebih dahulu untuk mendapatkan data yang
stasioner dengan teknik differencing (pembedaan). Pembedaan pertama pada data
diperoleh dengan mengurangi nilai dua pengamatan yang berurutan pada data
tersebut dengan menggunakan formulasi berikut.
Z t = ∆Yt = Yt − Yt−1
Apabila setelah dilakukan teknik pembedaan pertama (first differencing)
data masih belum stasioner, maka dilakukan pembedaan kedua (second
differencing). Pembedaan kedua dilakukan dengan melakukan pembedaan
kembali pada data hasil pembedaan pertama. Pembedaan kedua dilakukan dengan
formula berikut.
Z t = ∆2Yt = (Yt − Yt−1 ) − (Yt −1 − Yt −2 )
Setelah dilakukan proses pembedaan untuk mendapatkan data yang
stasioner, tahap selanjutnya adalah memeriksa kestasioneran data dengan
menggunakan koefisien korelasi. Perhitungan koefisien korelasi menggunakan
formula berikut.
37
rk =
∑ (Z − Z )(Z − Z )
∑ (Z − Z )
t +k
2
t
t
Dimana : Zt
Zt+k
Z
rk
= data deret waktu stasioner
= data k periode waktu ke depan
= nilai rataan deret waktu stasioner
= koefisien autokorelasi antara dua set data
Koefisien autokorelasi dapat bernilai antara -1 sampai +1 (-1< rk <1). Suatu data
deret waktu dikatakan stasioner jika koefisien korelasinya nol untuk semua
tingkatan pembedaan data.
Setelah data deeret waktu dipastikan stasioner, tahap berikutnya adalah
mengidentifikasi perilaku ACF dan PACF. Identifikasi perilaku ACF dan PACF
dilakukan untuk proses estimasi model dan mendapatkan model terbaik.
2. Estimasi Model
Pada tahapan ini yang penting dilakukan adalah menganalisis perilaku
ACF dan PACF. Perilaku ACF dan PACF akan menentukan model dari data deret
waktu yang akan diramalkan. Pola perilaku ACF dan PACF beserta model dapat
dilihat pada Tabel 5.
Setelah model ARIMA tentatif awal diperoleh, langkah selanjutnya adalah
menaikkan dan menurunkan salah satu ordo dari AR atau MA. Untuk memperoleh
estimasi model tentatif awal yang paling tepat, maka digunakan peranti lunak
komputer MINITAB 13.20.
38
Tabel 5. Pola ACF dan PACF beserta model ARIMA
ACF
PACF
Model
Cut off setelah lag 1 Dying down
MA non musiman (q=1 atau 2)
atau 2; koefisien
Zt = µ - ? 1 et-1 + et
korelasi tidak
Zt = µ - ? 1 et-1 - ? 2 et-2 + et
signifikan pada laglag musiman
Cut off setelah lag
Dying down
MA terdapat musiman (Q=1)
musiman L; korelasi
Zt = µ - ? 1Let-L+ et
tidak signifikan
pada lag- lag non
musiman
Cut off setelah lag
Dying down
Non Musiman- musiman MA
musiman L; terdapat
Zt = µ - ? 1 et-1 - ? 1L et-L+ ?1 ?1L et-L-1 +et
koefisien korelasi
Zt = µ - ? 1 et-1 - ? 2 et-2 - ? 1L et-L +
yang signifikan pada
? 1 ?1Let-L+?2 ?1Let-L-2 +et
lag non musiman ke
1 atau 2
Dying down
Cut off setelah
AR non musiman (p=1 atau 2)
lag 1 atau 2;
Zt = d + ? 1 Zt-1 + et
koefisien
Zt = d + ? 1 Zt-1 + ? 2 Zt-2 + et
korelasi tidak
signifikan pada
lag-lag
musiman
Dying down
Cut off setelah
AR terdapat musiman (P=1)
lag
Zt = d + ? 1LZt-L + et
musiman L;
korelasi tidak
signifikan pada
lag-lag non
musiman
Dying down
Cut off setelah
Non musiman- musiman AR (p=1
lag musiman L; atau 2; P=1)
terdapat
Zt = d + ? 1 Zt-1 + ? 1LZt-L + ?1 ?1LZt-Lkoefisien
1 +et
korelasi yang
Zt = d + ? 1 Zt-1 +? 2 Zt-2 ?1LZt-L +
signifikan pada ? 1 ?1LZt-L-1 + ?2 ?1LZt-L-2 +et
lag non
musiman ke 1
atau 2
Dying down
Dying down
Campuran (AR; MA)
Non musiman :
Zt = d + ? 1 Zt-1 - ?1 et-1 + et
Musiman :
Zt = d + ? 1 Zt-L - ?1Let-L + et
Sumber : Hanke, et al., 2003.
39
3. Evaluasi Model
Setelah dilakukan estimasi parameter model dengan menggunakan peranti
lunak komputer, selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap model yang telah
didapat. Menurut Firdaus (2006), terdapat enam kriteria dalam evaluasi model
Box-Jenkins, yaitu:
a. Residual peramalan bersifat acak. Hal ini dapat diketahui dari nilai P-value
yang lebih besar dari 0,05. Selain itu dapat dilihat pula dari grafik ACF dan
PACF residual yang menunjukkan pola cut-off.
b. Model parsimonious. Artinya adalah model harus dalam bentuk yang
paling sederhana.
c. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Hal ini dapat dilihat
dari nilai P-value yang harus kurang dari 0,05.
d. Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Hal ini
ditunjukkan oleh jumlah koefisien MA atau AR yang masing- masing harus
kurang dari 1.
e. Proses iterasi harus convergence. Dari hasil output peranti Minitab 13.20
dapat dilihat pada session terdapat pernyataan relative change in each
estimate less than 0,0010.
f. Model harus memiliki nilai MSE (Mean Square Error) yang kecil.
4. Peramalan
Tahap ini adalah tahapan terakhir dari metode Box-Jenkins (ARIMA).
Pada tahap ini model yang diperoleh digunakan untuk meramalkan data deret
waktu yang ada. Peramalan dapat dilakukan untuk beberapa periode ke depan.
40
4.5.2. Pemilihan Model Peramalan Time Series
Penggunaan beberapa metode peramalan time series yang telah dilakukan
menghasilkan model- model peramalan terbaik dari masing- masing metode
tersebut. Namun beberapa model yang telah diperoleh tersebut masing- masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Agar diperoleh tingkat akurasi yang tepat
untuk meramalkan pola data harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali ,
maka perlu dilakukan pengujian beberapa model yang telah diperoleh tersebut.
Kriteria pemilihan model yang paling sering digunakan adalah kriteria
MSE (Mean Square Error). Metode yang terpilih adalah me tode yang memiliki
nilai MSE paling rendah. Selain itu, kriteria kedua adalah memiliki bentuk paling
sederhana dan membutuhkan waktu yang paling sedikit dalam proses
pengolahannya. Formula yang dapat digunakan untuk menghitung MSE adalah:
(
1 n
MSE = ∑ Yt − Yˆt
n t =1
)
2
Dimana : Yt
= nilai aktual
Yt
= nilai ramalan
(Yt - Yt ) = kesalahan peramalan
n
= banyaknya data
4.5.3. Peramalan Harga Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali
Pada bagian ini akan dilakukan peramalan data harga ayam pada enam
kota besar di Jawa-Bali untuk beberapa periode ke depan. Hal ini digunakan untuk
melihat sejauh mana perilaku harga ayam tersebut dalam beberapa periode ke
depan. Peramalan harga ayam dilakukan dengan menggunakan model peramalan
terbaik yang telah ditetapkan dengan menguk ur MSE atau tingkat kesalahan
(error) dari seluruh model yang telah dicoba. Model yang memiliki nilai MSE
41
terkecil yang akan digunakan untuk meramalkan data harga ayam pada enam kota
besar di Jawa-Bali.
4.6. Analisis Perilaku dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam
pada enam kota besar di Jawa-Bali
Pada penelitian ini digunakan model peramalan kausal (regresi) dengan
variabel dummy (boneka), untuk menganalisis perilaku dan faktor- faktor yang
mempengaruhi harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. Variabel dummy
ini juga berfungsi sebagai variabel bebas (independent variabel) yang akan
mempengaruhi variabel terikat (dependent variabel). Variabel dummy digunakan
untuk menjelaskan data kualitatif yang menunjukkan keberadaan klasifikasi
(kategori) tertent u, sering juga dikategorikan variabel bebas dengan klasifikasi
pengukuran nominal dalam persamaan regresi.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga ayam
di tingkat konsumen pada enam kota besar Jawa-Bali sebagai dependent variabel,
sedangkan yang berfungsi sebagai independent variabel adalah jumlah pasokan
ayam, harga ayam pada periode sebelumnya, dan tingkat konsumsi ayam. Harga
ayam di tingkat konsumen sebagai dependent variabel akan dikaitkan dengan isuisu terbaru pada sub sektor peternakan khususnya peternakan ayam ras, yaitu isu
flu burung. Isu flu burung digunakan sebagai variabel dummy untuk menjelaskan
pengaruhnya terhadap harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. Variabel
dummy nantinya berisi angka 1 atau 0, yang berarti 1 berarti ”ada” isu dan 0
berarti ”tidak ada” isu. Angka ”0” pada penelitian ini akan digunakan pada Bulan
Januari 2002-Januari 2004. Angka ”1” digunakan mulai Bulan Februari 2004,
42
karena pada bulan tersebut wabah flu burung mulai menyerang peternakan unggas
di Indonesia khususnya peternakan ayam pedaging.
Persamaan yang digunakan pada metode peramalan kausal adalah sebagai
berikut:
Yt = α + β1 Pt−1 + β2 St + β3Ct + β 4 D + εt
Dimana : Yt
a
ß1 ,…,ß4
Pt-1
St
Ct
D
= harga ayam periode t di kota X (Rp/kg)
= intersep model
= slope variabel bebas
= harga ayam periode sebelumnya di kota X (Rp/kg)
= tingkat produksi pada periode t di kota X (kg)
= tingkat konsumsi pada periode t di kota X (kg)
= variabel dummy untuk isu flu burung
Untuk mengukur layak atau tidaknya suatu model, maka model tersebut
harus memenuhi syarat ekonomi, dan syarat statistik. Syarat ekonomi yang harus
dipenuhi adalah bahwa model tersebut harus logis secara ekonomi. Syarat statistik
yang harus dipenuhi oleh suatu model dengan model OLS (Ordinary Least
Square) adalah bahwa model tersebut harus memenuhi beberapa asumsi sebagai
berikut:
1. Tidak ada autokorelasi
Asumsi ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan atau korelasi antara
variabel dependen dalan deret waktu.
2. Homoskedastisitas yang menyatakan bahwa variasi dari setiap unsur residual
adalah sama (konstan) atau menyebar.
3. Tidak terjadi multikolinearitas yang sempurna
Asumsi ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang sempurna di antara
variabel bebas.
43
4. Uji Normalitas
Asumsi normalitas mengharuskan data dalam model berasal dari populasi
yang menyebar atau terdistribusi secara normal.
1. Uji Keseluruhan Model
Berdasarkan Gujarati (2003), tujuan dari pengujian model secara
keseluruhan adalah untuk mengidentifikasi apakah model dapat menjelaskan
keragaman Y. Uji statistik yang digunakan adalah uji F dengan menggunakan
perhitungan berikut:
Fhitung =
Dimana: ESS
TSS
dfR
dfS
ESS / dfR
RSS / dfS
= Jumlah Kuadrat Regresi
= Jumlah Kuadrat Error
= Derajat Bebas Regresi
= Derajat Bebas Error
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : b1 = b2 =…= bi = 0 (tidak dapat menjelaskan)
H1 : Minimal ada bi ? 0 (minimal ada peubah bebas yang mempengaruhi Y)
(i = 1,2,3,4,5)
Kriteria uji yang digunakan adalah:
Fhitung < Ftabel , terima H0
Fhitung > Ftabel , tolak H0
Apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel, maka variabel bebas berpengaruh
nyata terhadap variabel terikat yaitu harga ayam di kota tertentu.
2. Pengukuran Akurasi Model
Tingkat akurasi model diukur berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2 ).
Tujuan dari pengukuran tingkat akurasi model adalah untuk mengidentifikasi
44
seberapa akurat keragaman variabel harga ayam dapat diterangkan oleh model
regresi (Gujarati, 2003). Secara matematis rumus yang digunakan sebagai berikut:
R2 =
ESS
TSS
Dimana: ESS = Jumlah Kuadrat Regresi
TSS = Jumlah Kuadrat Total
Nilai koefisien determinasi (R2 ) harus memenuhi syarat 0 = R2 = 1. Apabila nilai
R2 semakin mendekati 1, maka semakin besar keragaman variabel harga ayam
yang dapat diterangkan oleh model.
3. Uji Masing-masing Variabel
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel bebas mana saja yang
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat(Gujarati, 2003). Uji satistik yang
umum digunakan adalah uji t. Formulasi yang digunakan adalah:
t hitung =
bˆi − bi
se bˆ
()
i
Dimana: b̂ i
= parameter dugaan variabel bebas ke- i
bi
= parameter variabel bebas ke- i
se( b̂ i ) = standar deviasi dari parameter dugaan ke- i
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : bi = 0
H1 : bi ? 0
(i = 1,2,3,4,5)
Kriteria uji yang digunakan adalah:
thitung < ttabel , terima H0
thitung > ttabel , tolak H0
45
Apabila thitung lebih besar dari ttabel, maka variabel bebas (harga ayam
periode sebelumnya, produk si ayam, tingkat konsumsi ayam,vdan variabel
dummy) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu harga ayam di kota
tertentu.
4. Identifikasi Multikolinearitas
Menurut Gujarati (2003), multikolinearitas adalah kondisi saat antar
variabel bebas saling mempengaruhi. Identifikasi multikolinearitas dilakukan
dengan rumus berikut:
VIF =
1
1− R2
(
)
apabila nilai VIF yang dihasilkan kurang dari 10, maka model tidak
mengandung masalah multikolinearitas. Menurut Ramantahan (1998) dalam
Sukmawati (2006), cara mengatasi multikolinearitas adalah sebagai berikut:
a. Diabaikan, ketika interprertasai koefisien secara parsial tidak dihiraukan,
misalnya analisis regresi digunakan untuk peramalan.
b. Membuang variabel.
c. Formulasi ulang model
d. Menggunakan informasi lain.
e. Menambah jumlah sampel.
5. Uji Autokore lasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan
linear diantara error pada rangkaian data time series (Gujarati, 2003). Uji ini
dilakukan dengan menggunakan statistik-d Durbin-Watson, dengan rumus:
46
t =n
d=
∑ (uˆ
t =2
t
∑ (uˆ )
t =n
t =1
Dimana: d
û t
− uˆ t −1 ) 2
2
t
= nilai statistik Durbin-Watson
= Error dugaan pada period ke-t
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : ? = 0 (tidak ada autokorelasi)
H1 : ? ? 0 (ada autokorelasi)
Kriteria uji yang digunakan adalah:
d < dL atau d > 4-dL , tolak H0
dU < d < 4-dU
, terima H0
Selain kedua kriteria uji tersebut statistik-d Durbin-Watson memiliki dua
kriteria uji dimana pada saat nilai d berada pada daerah tersebut, maka tidak dapat
dipastikan ada atau tidaknya autokorelasi. Daerah tersebut adalah dL < d < dU dan
4-dU < d < 4-dL.
6. Uji Homoskedastisitas
Uji ini dimaksudkan untuk mengidentifikasikan apakah residual dalam
data memiliki variasi yang sama (Gujarati,2003). Pada penelitian ini digunakan uji
Breusch-Pagan untuk mengidentifikasi tingkat kekonstanan nilai residual. Dalam
uji ini dlakukan regresi antara nilai kuadrat residual harga ayam di kota tertentu
dengan variabel independennya. Kriteria uji yang digunakan adalah apabila nilai
Pvalue yang diperoleh dari regresi tersebut lebih besar dari tingkat kepercayaan,
maka dapat disimpulkan bahwa model sudah memenuhi syarat homoskedastisitas.
47
4.7. Asumsi-Asumsi
Beberapa asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Data produksi bulanan ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali merupakan
data produksi tahunan yang
dirata-ratakan dan dianggap konstan tiap
bulannya.
2.
Data konsumsi bulanan ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali merupakan
data konsumsi tahunan yang
bulannya.
dirata-ratakan dan dianggap konstan tiap
Download