IV. METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk menentukan metode terbaik yang dapat digunakan dalam meramalkan harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. Metode peramalan yang digunakan adalah metode peramalan kuantitatif yang terdiri dari metode peramalan time series (deret waktu) dan metode peramalan kausal (regresi). Metode peramalan kausal digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi terbentuknya harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. Selain itu, penelitian ini juga akan menampilkan data hasil peramalan dengan menggunakan metode peramalan time series yang dianggap paling akurat. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Mei 2007 di Badan Ketahanan Pangan (BKP) bagian Analisis Harga Departemen Pertanian Republik Indonesia (DEPTAN) yang berlokasi di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa data-data yang diperlukan lebih mudah diperoleh serta Departemen Pertanian Republik Indonesia merupakan sumber primer yang menyediakan data sekunder mengenai data historis harga ayam di Jawa- Bali. 4.3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Datadata sekunder utama adala h harga ayam di Jawa-Bali diperoleh dari BKP bagian analisis harga sebagai penyedia utama data. Sedangkan data sekunder pendukung 28 lainnya diperoleh penulis melalui studi pustaka pada perpustakaan pusat Institut Pertanian Bogor (IPB), perpustakaan Pusat Analisis Kebijakan dan Survei Sosial Ekonomi (PSE), perpusatakaan Badan Pusat Statistik (BPS), dan internet. Data harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali yang dianalisis adalah data berbentuk bulanan dari bulan Januari 2002 sampai Oktober 2006 dan merupakan data rata-rata (mean) bulanan dari harga mingguan. Enam kota besar yang dimaksud adalah DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Menurut BKP pemilihan keenam kota besar ini karena kota-kota tersebut cukup dapat mewakili perilaku harga ayam yang terjadi di Indonesia. 4.4. Pengolahan dan Analisis Data Data mengenai harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali yang didapatkan dari DEPTAN kemudian diolah dan dianalisis menggunakan perangkat lunak (software) komputer. Perangkat lunak yang digunakan adalah Microsoft Excel, Minitab versi 13.2 dan QSB (Quantitative Statistic for Bussines). Alasan penggunaan perangkat lunak Microsoft Excel, Minitab 13.2 dan QSB adalah karena perangkat lunak tersebut lebih dikenal dan lebih mudah dioperasikan. Sebenarnya masih terdapat beberapa macam perangkat lunak dengan fungsi statistik lainnya, namun penggunaan perangkat lunak tersebut lebih rumit pengoperasiannya. Dengan menggunakan perangkat lunak yang lebih mudah, diharapkan metode peramalan kua ntitatif yang akan digunakan akan lebih mudah diterapkan. 29 4.5. Metode Peramalan Kuantitatif Metode peramalan kuantitatif yang akan digunakan adalah metode peramalan time series dan metode peramalan kausal. Metode peramalan time series menganalisa pola hubungan data variabel yang akan diramal dengan deret waktu. Metode peramalan kausal didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya. 4.5.1. Metode Peramalan Time Series Metode Peramalan time series yang akan digunakan adalah naïve, rata-rata sederhana, rata-rata bergerak sederhana, rata-rata bergerak ganda, pelicinan eksponensial tunggal, Holt, dekomposisi aditif, dekomposisi multiplikatif, winters, Box-Jenkins (ARIMA). 4.5.1.1. Metode Naïve Metode naïve adalah teknik peramalan berdasarkan asumsi bahwa periode saat ini merupakan prediktor terbaik dari masa mendatang. Formula yang digunakan: yˆ t+1 = y t Dimana : yˆ t+1 = nilai ramalan untuk periode yang akan datang yt = nilai aktual periode t 4.5.2.2. Metode Rata-rata Sederhana Metode rata-rata sederhana digunakan bila peramalan dilakukan secara berulang-ulang untuk data yang tidak teralalu besar (Firdaus, 2006). Formula untuk metode ini adalah: 30 t 1 Yˆt+1 = ∑ Yt t i =1 Dimana : yˆ t+1 = nilai ramalan untuk periode t+1 t = periode aktual t ∑Y t = jumlah nilai dari periode 1 sampai periode ke-t i =1 4.5.2.3. Metode Rata-rata Bergerak Sederhana Metode ini menggunakan mean semua data untuk meramal (Hanke, et al., 2003). Formula untuk metode ini adalah: (Y + Yt −1 + Yt− 2 + ... + Yt − n+1 ) Yˆt +1 = t n Dimana : yˆ t+1 = nilai ramalan untuk periode t+1 t = periode aktual n = jumlah periode yang akan dirata-ratakan (ordo) 4.5.2.4. Metode Rata-rata Bergerak Ganda Teknik ini baik untuk data yang mengandung unsur trend (Firdaus, 2006). Formula untuk teknik ini adalah: (Y + Yt −1 + Yt − 2 + Yt −3 + ... + Yt −n +1 ) M t = Yˆt +1 = t n (M t + M t−1 + M t −2 + M t −3 + ... + M t −n −1 ) M t' = n ' at = 2M t − M t 2 bt = M t − M t' n −1 ( ) Model yang akan didapat adalah: Yˆt + p = at + bt . p Dimana : yˆ t+1 yt t n p = nilai ramalan untuk periode t+1 = nilai aktual periode t = periode aktual = jumlah periode yang akan dirata-ratakan (ordo) = periode yang akan diramalkan 31 4.5.2.5. Metode Pelicinan Eksponensial Tunggal Teknik ini dapat merevisi secara kontinu hasil peramalan dengan informasi terbaru. Metode ini berdasarkan pemulusan yang menurun secara eksponensial (Firdaus, 2006). Metode ini menyediakan rata-rata bergerak tertimbang secara eksponensial semua nilai pengamatan yang lalu (Hanke, et al., 2003). Formula dari metode ini adalah: S t = α (Yt ) + (1 − α )S t−1 S t" = α (S t ) + (1 − α )S t"−1 a t = 2 S t − S t" α S t − S t" 1− α ˆ Yt = a t + bt .t bt = Dimana : St S t" Yt a at bt ŷt t ( ) = pelicinan tahap 1 = pelicinan tahap 2 = nilai aktual perriode t = konstanta pemulusan (0<a <1) = nilai intersep = nilai slope = nilai peramalan periode t = periode waktu 4.5.2.6. Metode Holt Metode pelicinan eksponensial Holt menjelaskan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pelicinan secara eksponensial. Tujuan dari pelicinan kedua adalah untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner dengan model trend yang linear (Makridakis, et al., 1999) . Formulasi untuk metode ini adalah: Yˆt + p = At + Tt ⋅ P At = αYt + (1 − α )( At −1 + Tt −1 ) Tt = β ( A1 − At −1 ) + (1 − β )Tt −1 32 Dimana : At = nilai intersep Tt .P = nilai slope a = konstanta pemulusan (0<a <1) ß = konstanta pemulusan (0<a <1) t = periode waktu 4.5.2.7. Metode Dekomposisi Aditif Model ini memperlakukan nilai deret waktu sebagai jumlah dari komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003). Formulasi dari model ini adalah : Yt = Tt + Ct + St + ε Dimana: Tt Ct St ε = komponen trend pada periode t = komponen siklus pada periode t = komponen musiman pada periode t = komponen galat pada periode t 4.5.2.8. Metode Dekomposisi Multiplikatif Model ini memperlakukan nilai deret waktu sebagai hasil perkalian dari komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003) Formulasi dari model ini adalah: Yt = Tt x Ct x St x εt Dimana: Tt Ct St ε = komponen trend pada periode t = komponen siklus pada periode t = komponen musiman pada periode t = komponen galat pada periode t 4.5.2.9. Metode Winters Menurut Hanke, et al. (2003), metode ini memberikan cara mudah utuk menjelaskan musiman didalam model ketika data memiliki pola musiman. Metode alternatif terdiri dari penghapusan musim atau penyesuaian musim pada data. Model peamalan diaplikasikan untuk data musim-terhapus (desesasonalized data) 33 dan kemudian musiman dimasukkan kembali untuk mendapatkan ramalan yang akurat. Formula untuk metode ini adalah: 1. Metode Winters Aditif Yt = Tt + S t + ε t dengan Tt = a + b (t ) a t = α (Yt − S t −1 ) + (1 − α )(a t−1 + bt−1 ) bt = β (at − at −1 ) + (1 − β )(bt−1 ) S t = γ (Yt − at ) + (1 − γ )(S t −L ) Yˆt + p = [at + bt ( p )] + S t− L + p Dimana : at = pemulusan terhadap deseasonalized data pada periode t bt = pemulusan terhadap trend pada periode t St = pemulusan terhadap variasi musiman pada periode t Yˆt + p = ramalan p periode ke depan setelah periode t a,ß,? = koefisien pemulusan L = penjangnya musim 2. Metode Winters Mulktiplikatif Lt = α Yt + (1 − α )(Lt−1 + Tt −1 ) S t −s Tt = β (Lt − Lt −1 ) + (1 − β )Tt −1 St = γ Yt + (1 − γ )St− s Lt Yˆt + p = ( Lt + pTt )S t −s + p Dimana : Lt a Yt ß Tt γ St P s Yt+p = nilai pemulusan baru atau level estimasi saat ini = konstanta pemulusan untuk level (0= a =1) = pengamatan baru atau nilai aktual periode t = konstanta pemulusan untuk estimasi trend (0= ß =1) = estimasi trend = konstanta pemulusan untuk estimasi musiman (0= γ =1) = estimasi musiman = periode yang diramalkan = panjangnya musim = ramalan p periode ke depan 34 4.5.2.10. Metode Box-Jenkins (ARIMA) Metode ini sangat berbeda dengan kebanyakan metode karena model ini tidak mengasumsikan pola tertentu pada data historis deret yang diramalkan. Model ini menggunakan pendekatan iteratif pada identifikasi suatu model yang mungkin dari model umum (Hanke, et al., 2003). ARIMA adalah singkatan dari autoregressive integrated moving average. Model Box-Jenkins (ARIMA) secara umum dinotasikan sebagai berikut: ARIMA (p, d, q) Dimana: p d q Pada = Menunjukkan orde/derajat autoregressive (AR) = Menunjukkan orde/derajat differencing (Pembedaan) = Menunjukkan orde/derajat moving average (MA) ARIMA terbagi atas model MA (moving average), AR (autoregressive), ARMA (autoregressive moving average), dan ARIMA (autoregressive integrated moving average). Persamaan model tersebut adalah sebagai berikut: 1. Model MA Yt = a0 + et - a1 et-1 - a2 et-2 -......- aq et-q Dimana : Yt et et-1 ,et-2 a0 , a1 dan a2 = Nilai series yang stasioner = Kesalahan peramalan = Kesalahan pada masa lalu = Konstanta dan koefien model 2. Model AR Yt = b0 + b1 Yt-1 b2 Yt-2 +.....+ bq Yt-q + et Dimana : Yt Yt-1 ,Yt-2 b0 dan b1 ,b2 et = Nilai series yang stasioner = Nilai sebelumnya = Konstanta dan koefisen model = Kesalahan peramalan Model ARMA 35 3. Model ARIMA Yt = b0 + b1 Yt-1 b2 Yt-2 +.....+ bp Ytp + et - a1 et-1 +.....+ aq et-q Dimana : Yt = Nilai series yang stasioner et-1 ,et-q = Kesalahan pada masa lalu b0 dan b1 ,bp , a1 , aq = Konstanta dan koefisen model et = Kesalahan peramalan 4. Model SAR Yt = d + ?1L Yt-L + ?2L Yt-2L +.....+ ?PL Yt-PL + et Dimana : Yt Yt-1L,Yt-2L d dan ?1L, ?2 et = nilai series yang stasioner = nilai sebelumnya = konstanta dan koefisien model = kesalahan peramalan Model AR 5. Model SMA Yt = µ - F 1L et-L - F 2L et-L -......- F QL et-QL+ et Dimana : Yt et et-1L, et-2L µ, F 1L dan F 2L = nilai series yang stasioner = kesalahan peramalan = kesalahan pada masa lalu = konstanta dan koefisien model 6. Model SARIMA (p, d , q) (P, D, Q)L ?p (B) F P (BL) (1-B)d (1-BL)D Yt = µ + ?q (B) F Q (BL) et ?p (B) = 1 - ?1B - ?2B2 - ….?pBp F P (BL) = 1 - F 1BL – F 2B2L - ..... F PBPL ?q (B) = 1 - ?1B - ?2B2 - ….?qBq FQ (BL) = 1 - F1BL – F2B2L - ..... F QBQL Di mana :B = Backward shift operator (BYt = Yt-1, B2Yt= Yt-2 dan seterusnya) Sebelum mencapai model yang terbaik, metode ARIMA memiliki beberapa tahapan yang harus digunakan agar memperoleh model yang optimal 36 dan terbaik. Beberapa tahapan pembentukan model ARIMA adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Model Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap data deret waktu yang tersedia. Identifikasi yang dilakukan meliputi identifikasi pola data apakah mengandung pola musiman atau tidak, indentifikasi terdap kestasioneran data, dan yang terakhir adalah identifikasi terhadap pola atau perilaku ACF dan PACF. Hal yang perlu diperhatikan adalah kebanyakan data deret waktu tidak bersifat stasioner. Bila data yang dihadapi bersifat non-stasioner, maka data tersebut harus dikonversikan terlebih dahulu untuk mendapatkan data yang stasioner dengan teknik differencing (pembedaan). Pembedaan pertama pada data diperoleh dengan mengurangi nilai dua pengamatan yang berurutan pada data tersebut dengan menggunakan formulasi berikut. Z t = ∆Yt = Yt − Yt−1 Apabila setelah dilakukan teknik pembedaan pertama (first differencing) data masih belum stasioner, maka dilakukan pembedaan kedua (second differencing). Pembedaan kedua dilakukan dengan melakukan pembedaan kembali pada data hasil pembedaan pertama. Pembedaan kedua dilakukan dengan formula berikut. Z t = ∆2Yt = (Yt − Yt−1 ) − (Yt −1 − Yt −2 ) Setelah dilakukan proses pembedaan untuk mendapatkan data yang stasioner, tahap selanjutnya adalah memeriksa kestasioneran data dengan menggunakan koefisien korelasi. Perhitungan koefisien korelasi menggunakan formula berikut. 37 rk = ∑ (Z − Z )(Z − Z ) ∑ (Z − Z ) t +k 2 t t Dimana : Zt Zt+k Z rk = data deret waktu stasioner = data k periode waktu ke depan = nilai rataan deret waktu stasioner = koefisien autokorelasi antara dua set data Koefisien autokorelasi dapat bernilai antara -1 sampai +1 (-1< rk <1). Suatu data deret waktu dikatakan stasioner jika koefisien korelasinya nol untuk semua tingkatan pembedaan data. Setelah data deeret waktu dipastikan stasioner, tahap berikutnya adalah mengidentifikasi perilaku ACF dan PACF. Identifikasi perilaku ACF dan PACF dilakukan untuk proses estimasi model dan mendapatkan model terbaik. 2. Estimasi Model Pada tahapan ini yang penting dilakukan adalah menganalisis perilaku ACF dan PACF. Perilaku ACF dan PACF akan menentukan model dari data deret waktu yang akan diramalkan. Pola perilaku ACF dan PACF beserta model dapat dilihat pada Tabel 5. Setelah model ARIMA tentatif awal diperoleh, langkah selanjutnya adalah menaikkan dan menurunkan salah satu ordo dari AR atau MA. Untuk memperoleh estimasi model tentatif awal yang paling tepat, maka digunakan peranti lunak komputer MINITAB 13.20. 38 Tabel 5. Pola ACF dan PACF beserta model ARIMA ACF PACF Model Cut off setelah lag 1 Dying down MA non musiman (q=1 atau 2) atau 2; koefisien Zt = µ - ? 1 et-1 + et korelasi tidak Zt = µ - ? 1 et-1 - ? 2 et-2 + et signifikan pada laglag musiman Cut off setelah lag Dying down MA terdapat musiman (Q=1) musiman L; korelasi Zt = µ - ? 1Let-L+ et tidak signifikan pada lag- lag non musiman Cut off setelah lag Dying down Non Musiman- musiman MA musiman L; terdapat Zt = µ - ? 1 et-1 - ? 1L et-L+ ?1 ?1L et-L-1 +et koefisien korelasi Zt = µ - ? 1 et-1 - ? 2 et-2 - ? 1L et-L + yang signifikan pada ? 1 ?1Let-L+?2 ?1Let-L-2 +et lag non musiman ke 1 atau 2 Dying down Cut off setelah AR non musiman (p=1 atau 2) lag 1 atau 2; Zt = d + ? 1 Zt-1 + et koefisien Zt = d + ? 1 Zt-1 + ? 2 Zt-2 + et korelasi tidak signifikan pada lag-lag musiman Dying down Cut off setelah AR terdapat musiman (P=1) lag Zt = d + ? 1LZt-L + et musiman L; korelasi tidak signifikan pada lag-lag non musiman Dying down Cut off setelah Non musiman- musiman AR (p=1 lag musiman L; atau 2; P=1) terdapat Zt = d + ? 1 Zt-1 + ? 1LZt-L + ?1 ?1LZt-Lkoefisien 1 +et korelasi yang Zt = d + ? 1 Zt-1 +? 2 Zt-2 ?1LZt-L + signifikan pada ? 1 ?1LZt-L-1 + ?2 ?1LZt-L-2 +et lag non musiman ke 1 atau 2 Dying down Dying down Campuran (AR; MA) Non musiman : Zt = d + ? 1 Zt-1 - ?1 et-1 + et Musiman : Zt = d + ? 1 Zt-L - ?1Let-L + et Sumber : Hanke, et al., 2003. 39 3. Evaluasi Model Setelah dilakukan estimasi parameter model dengan menggunakan peranti lunak komputer, selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap model yang telah didapat. Menurut Firdaus (2006), terdapat enam kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins, yaitu: a. Residual peramalan bersifat acak. Hal ini dapat diketahui dari nilai P-value yang lebih besar dari 0,05. Selain itu dapat dilihat pula dari grafik ACF dan PACF residual yang menunjukkan pola cut-off. b. Model parsimonious. Artinya adalah model harus dalam bentuk yang paling sederhana. c. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang harus kurang dari 0,05. d. Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah koefisien MA atau AR yang masing- masing harus kurang dari 1. e. Proses iterasi harus convergence. Dari hasil output peranti Minitab 13.20 dapat dilihat pada session terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010. f. Model harus memiliki nilai MSE (Mean Square Error) yang kecil. 4. Peramalan Tahap ini adalah tahapan terakhir dari metode Box-Jenkins (ARIMA). Pada tahap ini model yang diperoleh digunakan untuk meramalkan data deret waktu yang ada. Peramalan dapat dilakukan untuk beberapa periode ke depan. 40 4.5.2. Pemilihan Model Peramalan Time Series Penggunaan beberapa metode peramalan time series yang telah dilakukan menghasilkan model- model peramalan terbaik dari masing- masing metode tersebut. Namun beberapa model yang telah diperoleh tersebut masing- masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Agar diperoleh tingkat akurasi yang tepat untuk meramalkan pola data harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali , maka perlu dilakukan pengujian beberapa model yang telah diperoleh tersebut. Kriteria pemilihan model yang paling sering digunakan adalah kriteria MSE (Mean Square Error). Metode yang terpilih adalah me tode yang memiliki nilai MSE paling rendah. Selain itu, kriteria kedua adalah memiliki bentuk paling sederhana dan membutuhkan waktu yang paling sedikit dalam proses pengolahannya. Formula yang dapat digunakan untuk menghitung MSE adalah: ( 1 n MSE = ∑ Yt − Yˆt n t =1 ) 2 Dimana : Yt = nilai aktual Yt = nilai ramalan (Yt - Yt ) = kesalahan peramalan n = banyaknya data 4.5.3. Peramalan Harga Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali Pada bagian ini akan dilakukan peramalan data harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali untuk beberapa periode ke depan. Hal ini digunakan untuk melihat sejauh mana perilaku harga ayam tersebut dalam beberapa periode ke depan. Peramalan harga ayam dilakukan dengan menggunakan model peramalan terbaik yang telah ditetapkan dengan menguk ur MSE atau tingkat kesalahan (error) dari seluruh model yang telah dicoba. Model yang memiliki nilai MSE 41 terkecil yang akan digunakan untuk meramalkan data harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. 4.6. Analisis Perilaku dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali Pada penelitian ini digunakan model peramalan kausal (regresi) dengan variabel dummy (boneka), untuk menganalisis perilaku dan faktor- faktor yang mempengaruhi harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. Variabel dummy ini juga berfungsi sebagai variabel bebas (independent variabel) yang akan mempengaruhi variabel terikat (dependent variabel). Variabel dummy digunakan untuk menjelaskan data kualitatif yang menunjukkan keberadaan klasifikasi (kategori) tertent u, sering juga dikategorikan variabel bebas dengan klasifikasi pengukuran nominal dalam persamaan regresi. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga ayam di tingkat konsumen pada enam kota besar Jawa-Bali sebagai dependent variabel, sedangkan yang berfungsi sebagai independent variabel adalah jumlah pasokan ayam, harga ayam pada periode sebelumnya, dan tingkat konsumsi ayam. Harga ayam di tingkat konsumen sebagai dependent variabel akan dikaitkan dengan isuisu terbaru pada sub sektor peternakan khususnya peternakan ayam ras, yaitu isu flu burung. Isu flu burung digunakan sebagai variabel dummy untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. Variabel dummy nantinya berisi angka 1 atau 0, yang berarti 1 berarti ”ada” isu dan 0 berarti ”tidak ada” isu. Angka ”0” pada penelitian ini akan digunakan pada Bulan Januari 2002-Januari 2004. Angka ”1” digunakan mulai Bulan Februari 2004, 42 karena pada bulan tersebut wabah flu burung mulai menyerang peternakan unggas di Indonesia khususnya peternakan ayam pedaging. Persamaan yang digunakan pada metode peramalan kausal adalah sebagai berikut: Yt = α + β1 Pt−1 + β2 St + β3Ct + β 4 D + εt Dimana : Yt a ß1 ,…,ß4 Pt-1 St Ct D = harga ayam periode t di kota X (Rp/kg) = intersep model = slope variabel bebas = harga ayam periode sebelumnya di kota X (Rp/kg) = tingkat produksi pada periode t di kota X (kg) = tingkat konsumsi pada periode t di kota X (kg) = variabel dummy untuk isu flu burung Untuk mengukur layak atau tidaknya suatu model, maka model tersebut harus memenuhi syarat ekonomi, dan syarat statistik. Syarat ekonomi yang harus dipenuhi adalah bahwa model tersebut harus logis secara ekonomi. Syarat statistik yang harus dipenuhi oleh suatu model dengan model OLS (Ordinary Least Square) adalah bahwa model tersebut harus memenuhi beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Tidak ada autokorelasi Asumsi ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan atau korelasi antara variabel dependen dalan deret waktu. 2. Homoskedastisitas yang menyatakan bahwa variasi dari setiap unsur residual adalah sama (konstan) atau menyebar. 3. Tidak terjadi multikolinearitas yang sempurna Asumsi ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang sempurna di antara variabel bebas. 43 4. Uji Normalitas Asumsi normalitas mengharuskan data dalam model berasal dari populasi yang menyebar atau terdistribusi secara normal. 1. Uji Keseluruhan Model Berdasarkan Gujarati (2003), tujuan dari pengujian model secara keseluruhan adalah untuk mengidentifikasi apakah model dapat menjelaskan keragaman Y. Uji statistik yang digunakan adalah uji F dengan menggunakan perhitungan berikut: Fhitung = Dimana: ESS TSS dfR dfS ESS / dfR RSS / dfS = Jumlah Kuadrat Regresi = Jumlah Kuadrat Error = Derajat Bebas Regresi = Derajat Bebas Error Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : b1 = b2 =…= bi = 0 (tidak dapat menjelaskan) H1 : Minimal ada bi ? 0 (minimal ada peubah bebas yang mempengaruhi Y) (i = 1,2,3,4,5) Kriteria uji yang digunakan adalah: Fhitung < Ftabel , terima H0 Fhitung > Ftabel , tolak H0 Apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel, maka variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu harga ayam di kota tertentu. 2. Pengukuran Akurasi Model Tingkat akurasi model diukur berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2 ). Tujuan dari pengukuran tingkat akurasi model adalah untuk mengidentifikasi 44 seberapa akurat keragaman variabel harga ayam dapat diterangkan oleh model regresi (Gujarati, 2003). Secara matematis rumus yang digunakan sebagai berikut: R2 = ESS TSS Dimana: ESS = Jumlah Kuadrat Regresi TSS = Jumlah Kuadrat Total Nilai koefisien determinasi (R2 ) harus memenuhi syarat 0 = R2 = 1. Apabila nilai R2 semakin mendekati 1, maka semakin besar keragaman variabel harga ayam yang dapat diterangkan oleh model. 3. Uji Masing-masing Variabel Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel bebas mana saja yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat(Gujarati, 2003). Uji satistik yang umum digunakan adalah uji t. Formulasi yang digunakan adalah: t hitung = bˆi − bi se bˆ () i Dimana: b̂ i = parameter dugaan variabel bebas ke- i bi = parameter variabel bebas ke- i se( b̂ i ) = standar deviasi dari parameter dugaan ke- i Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : bi = 0 H1 : bi ? 0 (i = 1,2,3,4,5) Kriteria uji yang digunakan adalah: thitung < ttabel , terima H0 thitung > ttabel , tolak H0 45 Apabila thitung lebih besar dari ttabel, maka variabel bebas (harga ayam periode sebelumnya, produk si ayam, tingkat konsumsi ayam,vdan variabel dummy) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu harga ayam di kota tertentu. 4. Identifikasi Multikolinearitas Menurut Gujarati (2003), multikolinearitas adalah kondisi saat antar variabel bebas saling mempengaruhi. Identifikasi multikolinearitas dilakukan dengan rumus berikut: VIF = 1 1− R2 ( ) apabila nilai VIF yang dihasilkan kurang dari 10, maka model tidak mengandung masalah multikolinearitas. Menurut Ramantahan (1998) dalam Sukmawati (2006), cara mengatasi multikolinearitas adalah sebagai berikut: a. Diabaikan, ketika interprertasai koefisien secara parsial tidak dihiraukan, misalnya analisis regresi digunakan untuk peramalan. b. Membuang variabel. c. Formulasi ulang model d. Menggunakan informasi lain. e. Menambah jumlah sampel. 5. Uji Autokore lasi Uji autokorelasi dilakukan untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan linear diantara error pada rangkaian data time series (Gujarati, 2003). Uji ini dilakukan dengan menggunakan statistik-d Durbin-Watson, dengan rumus: 46 t =n d= ∑ (uˆ t =2 t ∑ (uˆ ) t =n t =1 Dimana: d û t − uˆ t −1 ) 2 2 t = nilai statistik Durbin-Watson = Error dugaan pada period ke-t Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : ? = 0 (tidak ada autokorelasi) H1 : ? ? 0 (ada autokorelasi) Kriteria uji yang digunakan adalah: d < dL atau d > 4-dL , tolak H0 dU < d < 4-dU , terima H0 Selain kedua kriteria uji tersebut statistik-d Durbin-Watson memiliki dua kriteria uji dimana pada saat nilai d berada pada daerah tersebut, maka tidak dapat dipastikan ada atau tidaknya autokorelasi. Daerah tersebut adalah dL < d < dU dan 4-dU < d < 4-dL. 6. Uji Homoskedastisitas Uji ini dimaksudkan untuk mengidentifikasikan apakah residual dalam data memiliki variasi yang sama (Gujarati,2003). Pada penelitian ini digunakan uji Breusch-Pagan untuk mengidentifikasi tingkat kekonstanan nilai residual. Dalam uji ini dlakukan regresi antara nilai kuadrat residual harga ayam di kota tertentu dengan variabel independennya. Kriteria uji yang digunakan adalah apabila nilai Pvalue yang diperoleh dari regresi tersebut lebih besar dari tingkat kepercayaan, maka dapat disimpulkan bahwa model sudah memenuhi syarat homoskedastisitas. 47 4.7. Asumsi-Asumsi Beberapa asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Data produksi bulanan ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali merupakan data produksi tahunan yang dirata-ratakan dan dianggap konstan tiap bulannya. 2. Data konsumsi bulanan ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali merupakan data konsumsi tahunan yang bulannya. dirata-ratakan dan dianggap konstan tiap