BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang lanjut yang memungkinkan analisis cermat tentang bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan obyek. Mata terletak di dalam struktur tengkorak yang melindunginya, yaitu orbita (Vaughan, 2000). Banyak sekali penyakit yang bisa menyerang pada mata, walaupun mata berukuran sangat kecil dibandingkan dengan ukuran bagian tubuh kita yang lain. Penyakit mata ini sangat mengganggu penderitanya karena dapat menyebabkan hilangnya penglihatan. Misalnya penyakit katarak, konjungtivitis, dan pterygium, dll. Salah satu penyakit mata adalah pterygium. Penyakit ini kurang dikenal oleh masyarakat awam. Pterygium berasal dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea (Admin, 2008). Pterygium merupakan kelainan bola mata yang umumnya terjadi di wilayah beriklim tropis dan dialami oleh mereka yang bekerja atau beraktivitas di bawah terik sinar matahari dan umumnya terjadi pada usia 20-30 tahun. Penyebab paling sering adalah paparan atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti zat alergen, kimia dan pengiritasi lainnya (Yan Qi-Chang, 2006) . Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan meradang. Pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila Universitas Sumatera Utara kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan penderita. Apabila memiliki tingkat aktivitas luar ruangan yang cukup tinggi dan harus berlama – lama dibawah terik matahari, disarankan untuk melindungi aset penting penglihatan juga dari debu dan angin yang bisa menyebabkan iritasi mata baik ringan maupun berat (Jeanie, 2007). Pterygium sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah katulistiwa (Chatherine, 2008). Penyakit ini jarang mengenai anak-anak. Paparan sinar matahari dalam waktu lama, terutama sinar UV, serta iritasi mata kronis oleh debu dan kekeringan diduga kuat sebagai penyebab utama pterygium. Gejala-gejala pterygium biasanya berupa mata merah, iritasi, inflamasi, dan penglihatan kabur . Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade dua dan tiga dari kehidupan. Insidensi tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun. Rekuren lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki empat kali lebih besar risikonya dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat paparan lingkungan di luar rumah (Laszuarni, 2009). Pterygium tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak daerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah < 37 ° lintang utara (LU) dan lintang selatan (LS) dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah ekuator dan kurang dari 2% pada daerah di atas 40 ° garis lintang. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terkena pterygium. Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika Serikat, prevalensinya berkisar kurang dari 2 % untuk daerah di atas 40° lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis katulistiwa meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini (Jerome, 2009). Orangorang kulit hitam (40-84 tahun) di Barbados, yang hidup didaerah tropis mempunyai rata-rata lebih tinggi 23,4% daripada kulit putih (40-101 tahun) di Australia. Universitas Sumatera Utara Rata- rata prevalensi di Asia, populasi daerah katulistiwa yang terkena pterygium adalah 1 dari 10 orang dewasa diatas 21 tahun. Jumlahnya semakin meningkat dengan bertambahnya usia dan kegiatan di luar rumah, tetapi tidak ada perbedaan jenis kelamin. Ini juga berhubungan dengan ras (genetik) dan faktor lingkungan. Insiden pterygium di Indonesia yang terletak di garis ekuator, yaitu 13,1%. Diduga bahwa paparan ultraviolet merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium (Tahjono, 2006). Prevalensi pterygium di Sumatera meningkat dengan bertambah usia (Gazzard, 2002). Menurut Laszuarni (2009), prevalensi pterygium di Kabupaten Langkat adalah 17,3%. Di banyak penelitian, pterygium lebih banyak dijumpai pada laki-laki, tapi tidak ada sebenarnya perbedaan dari jenis kelamin. Indonesia adalah salah satu negara yang terletak pada daerah katulistiwa dan merupakan daerah tropis. Dan banyak pasien mata yang menderita pterygium tetapi mereka sama sekali tidak mengetahui bahwa penyakit yang dideritanya adalah penyakit pterygium dan mengganggap bahwa itu adalah penyakit mata yang lain. Begitu juga dengan daerah Sumatera Utara cukup memiliki iklim yang panas dan banyak penduduknya yang memiliki latarbelakang pekerjaan sebagai petani, nelayan, pedagang dan memiliki waktu yang lama terpapar dengan sinar matahari. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan pasien rawat jalan di Poli Mata tentang pterygium. RSUP Haji Adam Malik adalah rumah sakit rujukan yang ada di Medan dan sehingga banyak pasien yang datang berobat ke rumah sakit ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti ingin mengetahui : Bagaimana tingkat pengetahuan pasien rawat jalan di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik Medan tentang penyakit pterygium? Universitas Sumatera Utara 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien rawat jalan di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik Medan tentang penyakit pterygium. 1.3.2. Tujuan khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: Mengetahui tingkat pengetahuan pasien poli mata mengenai penyakit pterygium dilihat dari usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan pasien. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberi masukan bagi pasien rawat jalan tentang penyakit pterygium. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi Mahasiswa FK USU untuk dapat melakukan penyuluhan mengenai kesehatan mata di masyarakat. 3. Sebagai masukan bagi peneliti lain yang akan melanjutkan penelitian ini ataupun penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 4. Untuk mengembangkan kemampuan peneliti di bidang penelitian dan mengasah daya analisa peneliti. Universitas Sumatera Utara