bab ii landasan teori - Perpustakaan Universitas Mercu Buana

advertisement
7
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen Keuangan mengandung pengertian sebagai berikut: “Manajamen
keuangan berkepentingan dengan bagaimana cara menciptakan dan menjaga
nilai ekonomis atau kesejahteraan. Konsekuensinya semua pengambilan
keputusan harus difokuskan kepada penciptaan kesejahteraan.” (Arthur J Keown
et al. 2001 : 2)
Dari definisi tersebut dapat diambil pengertian bahwa manajemen keuangan
berfungsi untuk mendapatkan sumber dana, kemudian menggunakan dana
perusahaan seefisien mungkin untuk hal-hal yang dapat meningkatkan nilai
perusahaan. Usaha mendapatkan dana sering disebut pembelanjaan pasif, dan bila
kita lihat di neraca akan terlihat di sisi pasiva, sedangkan usaha mengalokasikan
dana disebut pembelanjaan aktif dan di neraca akan terlihat di sisi aktiva.
2.2 Tujuan Manajemen Keuangan
Kita tahu bahwa tujuan perusahaan adalah meningkatkan kemakmuran para
pemegang saham atau pemilik. Kemakmuran para pemegang saham diperlihatkan
dalam wujud semakin tingginya harga saham, yang merupakan pencerminan dari
keputusan-keputusan investasi, pendanaan, dan kebijakan deviden. Oleh karena
itu kemakmuran para pemegang saham dapat dijadikan sebagai dasar analisis dan
tindakan
rasional
dalam
proses
pembuatan
keputusan.
Kadang-kadang,
memaksimumkan laba dicanangkan sebagai tujuan perusahaan, akan tetapi hal itu
tidak dapat mencapai sasaran memaksimalkan kemakmuran para pemegang
8
saham. Yang lebih penting bukanlah laba melainkan laba per lembar saham
(eraning per share). Laba didapatkan dengan mengurangkan penghasilan dengan
biaya yang dikeluarkan, sehingga untuk meningkatkan keuntungan bisa dengan
menarik modal baru (mengeluarkan saham baru), dan menginvestasikan dana
yang diperoleh tersebut pada investasi yang bebas risiko (misalnya deposito atau
obligasi pemerintah), tetapi apakah dengan cara semacam ini akan meningkatkan
nilai saham, tentu saja tidak, karena pemegang saham tidak mau menerima
imbalan sebesar bunga deposito yang relatif lebih kecil, sementara mereka harus
menanggung risiko. Jika hal ini terjadi keuntungan memang meningkat, tapi nilai
saham justru akan menurun. Demikian pula halnya, memaksimumkan laba per
lembar saham bukan tujuan utama, karena tidak memperlihatkan waktu maupun
lamanya laba yang diharapkan, dan juga tidak memperhatikan faktor risiko
maupun ketidakpastian dimasa yang akan datang, serta tidak mempertimbangkan
kemampuan perusahaan dalam membagi deviden.
2.3 Investasi
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat
ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang
(Halim,2005).
Investasi dapat dilakukan pada dua macam aset yaitu investasi pada aset yang
berisiko seperti saham, obligasi, properti dan sebagainya dan invesatasi pada aset
yang bebas risiko seperti pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), US Treasury Bill
dan lain-lain. Investor juga dapat mengkombinasikan kedua aset tersebut atau
9
beberapa asset yang sejenis untuk dijadikan portofolio yang optimal sesuai dengan
tingkat risiko atau return yang diharapkan.
Nilai dari suatu Investasi dapat dihitung dengan cara mengalikan market
value dari aset dikalikan dengan jumlah asset yang dimiliki.
= ∑
Dimana : Pi = market value asset
Qi = jumlah asset yang dimiliki
2.4 Perhitungan Mean Historical Return
Perhitungan return rata-rata dapat dilakukan dengan menggunakan cara
aritmatika atau geometrika dengan hasil yang berbeda, seperti rata-rata aritmatika
lebih besar daripada rata-rata geometrika, atau rata-rata geometrika lebih rendah
daripada rata-rata aritmatika.
2.4.1 Rata-rata Aritmatika
Rata-rata Aritmatika adalah metode penghitungan rata-rata return dengan
menjumlahkan return yang didapat dari investasi kemudian dibagi dengan periode
dari investasi tersebut. Rumus dari rata-rata aritmatika adalah sebagai berikut:
= ∑
Rata-rata Aritmatika mempunyai kelebihan berupa perhitungan yang
mudah namun tidak bisa memperhitungkan compounding return dari suatu
investasi.
10
2.4.2 Rata-rata Geometrika
Rata-rata geometrika adalah metode penghitungan rata-rata return dengan
melakukan logaritma natural terhadap perbandingan harga saham pada saat t dan
harga saham t-1 sehingga dapat memperhitungkan compounding return dari
investasi tersebut.
=
Rata-rata
= [
×
geometrika
]
×
− 1
mempeunyai
× … . .×
kelebihan
berupa
dapat
memperhitungkan compounding return dan perhitungan yang lebih akurat karena
menggambarkan volatilitas return namun rata-rata geometrika sulit diterapkan
pada return yang bernilai negatif.
2.5 Perhitungan Expected Return
Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return-ER) secara
sederhana adalah rata-rata tertimbang dari berbagai pengembalian historis. Faktor
penimbangnya adalah probabilitas masing-masing tingkat pengembalian. ER dari
saham individual dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
E (R ) = ∑
Dimana:
P (R )
E(Ri) = expected return dari investasi saham i
Pij
= probabilitas diraihnya pengembalian pada keadaan j
Rij
= return aktual dari investasi pada saham i pada keadaan j
Sedangkan expected return dari portofolio secara sederhana adalah rata-rata
tertimbang dari tingkat pengembalian yang diharapkan dari masing-masing
11
saham. Factor penimbangnya adalah proporsi dana yang diinvestasikan pada
masing-masing saham. ER dari portofolio dapat dihitung sebagai berikut:
E(R ) = ∑
Dimana:
E(Rp)
E(R )(X )
= ER dari portofolio
E(Ri)
= ER dari investasi saham i
Xi
= proposi dana yang diinvestasikan pada saham i
Penelitian mengenai uji empiris CAPM seharusnya menggunakan expected
return sebagai variabel, namun dalam kenyataannya justru realized return yang
digunakan sebagai variabel indevenden. Namun, Pettengill et al. berargumen
bahwa conditional relationship antara beta dan return akan berlaku jika
menggunakan realized return. Hal ini karena tidak ada investor yang ingin
memegang portofolio dengan low beta jika tidak ada kondisi khusus seperti
kondisi market return lebih rendah dari risk free return yang akan berpengaruh
pada excess return market.
2.6 Perhitungan Total Risk dan Systematic Risk (Beta)
Total risk dari suatu aset dapat diukur dengan menghitung standar deviasi
(penyimpangan) dari return aset tersebut terhadap expected return-nya. Secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
= ∑
Dimana:
=
σi
∑
P
P
R − E(R )
R − E(R )
= varians dari investasi pada saham i
= standar deviasi dari saham i
12
Pij
= probabilitas diraihnya pengembalian pada kondisi j
Rij
= return dari investasi pada saham i pada kondisi j
E(Ri) = ER dari investasi saham i
Dalam CAPM, yang mempengaruhi return hanya systematic risk karena
unsystematic risk dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Oleh karena itu, hanya
diperlukan perhitungan systematic risk (beta) dalam penelitian ini. Beta dapat
dihitung dengan cara membagi covariance aset i terhadap market dengan variance
dari market. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
=
=
(
(∑
(∑
(
)
)
) (∑ )(∑ )
Dimana:
Cov (Ri,Rm)
Var (Rm)
,
) (∑ )
= covariance return saham I terhadap market return
= variance return market / (standar Deviasi)2 Rm
2.7 Risk Free Rate
Risk free rate merupakan tingkat return yang bisa dihasilkan dari suatu asset
yang bebas risiko (risk-free asset). Suatu asset dapat dikatakan sebagai risk-free
asset jika terdapat kepastian mendapatkan return pada masa yang akan datang
seperti interest rate dari SBI yang pembayarannya dijamin oleh pemerintah
Indonesia. Risk-free asset sendiri sering digunakan oleh investor untuk
dikombinasikan dengan risk asset sehingga mendapat risiko yang diharapkan dari
suatu portofolio.
Ada dua jenis risk free rate yaitu nominal risk free rate dan real risk free rate.
Nominal risk free rate (NRFR) merupakan interest rate yang ditetapkan pada risk-
13
free asset yang didalamnya masih terdapat unsur inflasi (seperti interest rate dari
SBI) sedangkan real risk free rate (RRFR) merupakan interest rate dari risk-free
asset yang telah mengeluarkan faktor inflasi di dalamnya. NRFR dapat berubahubah sesuai dengan kondisi perekonomian suatu negara dan tingkat inflasi yang
diharapkan jika suatu negara menganut sisitem inflation targeting seperti
Indonesia.
Adapun hubungan antara NRFR dan RRFR dapat digambarkan sebagai
berikut:
=
(
(
)
2.8 Risiko dan Diversifikasi
)
− 1
Risiko adalah kemungkinan terjadinya kerugian financial. Risiko dalam
investasi dapat dibagi menjadi dua yaitu :
2.8.1 Risiko sistematis
Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya perubahan
tingkat bunga, kurs valuta asing, kebijakan pemerintah, dan sebagainya. Risiko ini
bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam bursa saham yang
bersangkutan. Risiko ini juga disebut risiko yang tidak dapat di diversifikasi
(undiversifiable risk). Ukuran yang dipakai untuk melihat risiko sistematis adalah
beta.
14
2.8.2 Risiko tidak sistematis
Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau
perusahaan tertentu. Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antara satu saham
dengan saham yang lain. Karena perbedaan itulah maka masing-masing saham
memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar.
Misalnya perubahan struktur modal, struktur asset, tingkat likuiditas, tingkat
keuntungan, dan sebagainya. Risiko ini juga disebut risiko yang dapat
didiversifikasi (diversifiable risk). Jadi, hubungan antara kedua risiko tersebut
dapat digambarkan melalui persamaan dan grafik sebagai berikut:
Total Risk = systematic risk + unsystematic risk
Gambar 2.1 : Hubungan Risiko dan Diversifikasi
2.9 Risiko dan Return
Salah satu dasar dari ilmu keuangan adalah adanya hubungan trade-off yang
terjadi antara risiko dan return yang artinya semakin besar return yang ingin
15
didapatkan maka makin besar risiko yang harus diterima dan sebaliknya. Jadi,
return merupakan fungsi dari risk. Hubungan antara risiko dan return dapat dilihat
pada gambar (2.2)
2.10
Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Model penentuan harga asset modal atau yang popular disebut Capital Assets
Pricing Model (CAPM) merupakan model untuk menentukan harga suatu aset
pada kondisi ekuillibrium. Tujuannya adalah untuk menentukan tingkat
pengembalian yang disyaratkan (required rate of return-RRR) minimum dari
investasi yang berisiko. Dalam keadaan ekuillibrium, RRR investor untuk suatu
saham akan dipengaruhi oleh risiko saham tersebut. Dalam hal ini risiko yang
diperhitungkan hanyalah risiko sistematis atau risiko pasar yang diukur dengan
beta. Sedangakan risiko yang tidak sistematis dianggap tidak relevan karena risiko
ini dapat dihilangkan melalui diversifikasi (Halim, 2005). Oleh karena itu, garis
Security Market Line (SML) menunjukan bahwa expected return
dari risky
portofolio adalah total dari risk-free rate dan risk-premium yang ditentukan oleh
beta sehingga persamaan matematis dan grafik dari model CAPM adalah sebagai
berikut:
E(R ) = R + β (E(R ) − R )
Dimana:
E(Ri)
= tingkat hasil yang diharapkan dari asset i
Rf
= tingkat hasil bebas risiko
E(Rm)
= tingkat hasil yang diharapkan dari portofolio pasar
βi
= beta dari asset i
16
Gambar 2.2 : Security Market Line
CAPM merupakan dasar dari modern asset pricing theory yang muncul
setelahnya. Model CAPM sampai saat ini masih digunakan oleh praktisi investasi
maupun akademisi untuk mengestimasi cost of capital dan pengukuran kinerja
suatu aset atau portofolio. Meskipun pada awal munculnya mendapat banyak
kritikan secara substansial dari peneliti lain seperti Stephen A. Ross (1976)
mengembangkan suatu teori baru yang dikenal dengan Arbitrage Pricing Theory
(APT) sebagai model asset pricing alternatif, tetapi model CAPM tetap digunakan
secara luas karena model ini mudah dimengerti meskipun pada kenyataannya sulit
untuk memenuhi semua asumsi yang dibutuhkan dalam membangun model
CAPM.
2.11
Asumsi CAPM
CAPM dikembangkan dari suatu asumsi yang mendasarinya yaitu:
2.11.1 Tidak ada biaya transaksi, dengan demikian investor dapat membeli atau
menjual sekuritas tanpa menanggung biaya.
17
2.11.2 Investasi dapat dipecah (infinitely divisible) kecil-kecil, sehingga investor
dapat melakukan investasi sekecil apapun.
2.11.3 Investor memiliki akses informasi yang sama, sehingga tidak bias
mempengaruhi harga saham.
2.11.4 Semua aset dapat diperjualbelikan.
2.11.5 Terdapat aset yang bebas risiko (Riskles assets), dimana expected return
dapat diketahui dengan pasti.
2.11.6 Investor dapat meminjamkan dan meminjam (lend and borrow) pada
tingkat suku bunga bebas risiko.
2.12
Uji Empiris CAPM
Pengujian secara empiris terhadap validitas CAPM telah dilakukan oleh
banyak peneliti. Pertama kali, Fama and MacBeth (1973) menguji CAPM secara
empiris dengan menggunakan data return bulanan dari semua saham yang
diperdagangkan di New York Stock Exchange (NYSE) dari Januari 1926 sampai
dengan Juni 1968. Fama and MacBeth menggunakan metodologi two-pass
regression dengan cara meregresikan return premium suatu aset sebagai variabel
dependen terhadap market risk premium sebagai variabel independen untuk
mengestimasi beta dari aset atau portofolio tersebut. Lalu dilakukan regresi untuk
kedua kalinya dengan menggunakan return premium portofolio sebagai variabel
dependen terhadap beta sebagai variabel independen. Penelitian ini menghasilkan
kesimpulan bahwa ada hubungan antara beta dan return meskipun hubungan
tersebut bersifat lemah (Fama and MacBeth, 1973). Pengujian empiris terhadap
CAPM yang dilakukan oleh Fama and MacBeth kemudian diikuti oleh peneliti
18
lain seperti Reinganum (1981) yang melakukan pengujian empiris terhadap
CAPM dengan menggunakan metodologi yang dilakukan Fama and MacBeth.
Reinganum menemukan bahwa beta tidak berhubungan secara sistematis dengan
rata-rata return pada sekuritas. Reinganum menggunakan dua jenis sampel dalam
penelitiannya yaitu return harian dan return bulanan. Pada penelitian yang
menggunakan sampel return harian, Reinganum menemukan bahwa ada
kecenderungan berupa return portofolio semakin kecil ketika beta semakin besar
sedangakan dengan menggunakan return bulanan ditemukan hubungan yang
positif antara beta dan return namun hubungan tersebut tidak konsisten pada
subperiod yang dibuat dalam penelitian sehingga diduga kuat hasil penelitian ini
adalah spurious atau palsu (Pettengill et.al, 1995).
Pettengill et al. (1995) kemudian melakukan penelitian yang bisa menjawab
penelitian sebelumnya yang tidak mampu membuktikan adanya hubungan yang
signifikan antara beta dan return. Menurut Pettengill, diperlukan penyesuaian
statistik dari metode two-pass regression dalam pengujian CAPM yang dilakukan
Fama and MacBeth untuk membuktikan hubungan antara beta dan return karena
return yang dipakai dalam penelitian adalah realized return bukan expected
return. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan cara memasukan variabel dummy
dalam model CAPM karena terdapat dua kondisi berbeda yang mungkin terjadi
yaitu kondisi market risk premium positif (Rm>Rf) dan market risk premium
negatif (Rm<Rf). Oleh karena itu, penelitian ini disebut juga conditional
relationship between beta and return. Pada saat kondisi market risk premium
positif, hubungan antara beta dan return seharusnya positif atau makin tinggi beta
19
makin tinggi return sedangkan pada saat market risk premium negatif, hubungan
antara beta dan return seharusnya negatif atau berkebalikan jadi makin besar beta
makin kecil return. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa beta dan
return mempunyai hubungan secara sistematik yang kuat pada total sampel dan
konsisten pada saat subperiod dan bulan dalam satu tahun. Selain itu, penelitian
ini juga berhasil membuktikan bahwa beta dan return memiliki hubungan positive
tradeoff.
Penelitian dari Pettingill et al. yang mampu membuktikan hubungan yang
signifikan antara beta dan return membuat banyak peneliti lain tertarik untuk
melakukan penelitian tentang conditional relationship antara beta dan return.
Seperti Karacabey (2000), Ismail and Shakrani (2003), Hodoshima et al (2000)
melakukan penelitian di pasar modal Turkey, Malaysia dan Japan. Penelitian
mereka membuktikan bahwa conditional relationship juga berlaku pada pasar
modal yang diteliti sehingga mendukung kesimpulan yang dibuat Pettingill dalam
penelitiannya.
2.13
Indeks LQ45
Indeks LQ45 yaitu indeks saham gabungan dari 45 jenis saham terpilih. Jenis
saham yang terpilih ini harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Bursa dan
LQ45 selalu disesuaikan setiap 6 bulan sekali. Walaupun hanya 45 jenis saham
dari seluruh jenis saham yang dimiliki oleh sekitar 335 emiten, tetapi nilai yang
diwakilinya mencapai lebih 80% dari total kapitalisasi pasar (Samsul, 2006).
2.13.1 Kriteria Pemilihan Saham Indeks LQ45
20
Sejak diluncurkan pada bulan Februari 1997 ukuran utama likuiditas transaksi
adalah nilai transaksi di pasar reguler. Sesuai dengan perkembangan pasar dan
untuk lebih mempertajam kriteria likuiditas, maka sejak review bulan Januari
2005, jumlah hari perdagangan dan frekuensi transaksi dimasukkan sebagai
ukuran likuiditas. Sehingga kriteria suatu emiten untuk dapat masuk dalam
perhitungan indeks LQ45 adalah mempertimbangkan faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Telah tercatat di BEI minimal 3 bulan.
b. Aktivitas transaksi di pasar reguler yaitu nilai, volume dan
frekuensi transaksi.
c. Jumlah hari perdagangan di pasar regular
d. Kapitalisasi pasar pada periode waktu tertentu.
e. Selain mempertimbangkan kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar
tersebut di atas, akan dilihat juga keadaan keuangan dan prospek
pertumbuhan perusahaan tersebut.
2.13.2 Evaluasi Indeks dan Penggantian Saham
Bursa Efek Indonesia secara rutin memantau perkembangan kinerja emitenemiten yang masuk dalam penghitungan indeks LQ45. Setiap tiga bulan sekali
dilakukan evaluasi atas pergerakan urutan saham-saham tersebut. Penggantian
saham akan dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari
dan Agustus.
21
2.13.3 Komisi Penasehat
Untuk menjamin kewajaran (fairness) pemilihan saham, BEI juga dapat
meminta pendapat kepada komisi penasehat yang terdiri dari para ahli dari
Bapepam-LK, Universitas dan profesional di bidang pasar modal yang
independen.
2.13.4 Hari Dasar Indeks LQ45
Indeks LQ45 diluncurkan pada bulan Februari 1997. Untuk mendapatkan data
historikal yang cukup panjang, hari dasar yang digunakan adalah tanggal 13 Juli
1994, dengan nilai indeks sebesar 100.
Download