56 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A

advertisement
56
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Obyek pada penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar tetap
dalam Jakarta Islamic Index periode 2011-2015. Jakarta Islamic Index
merupakan index saham yang berbasis syariah terdiri dari 30 saham
emiten yang telah memenuhi prinsip syariah. Setiap 6 bulan sekali, otoritas
bursa selalu meng-update setiap saham yang dimasukkan atau dikeluarkan
dari komponen JII. Penelaahan itu dilakukan tiap bulan Januari dan Juli
setiap tahun (Firmansyah, 2010: 140).
Teknik pengambilan sampel menggunakan purpisove sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang memiliki kriteria tertentu. Kriteria
yang dilakukan untuk pemilihan sampel pada penelitian ini adalah
perusahaan yang dipilih harus terdaftar tetap dalam Jakarta Islamic Index
pada periode 2011-2015 karena setiap 6 bulan sekali Jakarta Islamic Index
melakukan
penyaringan
saham.
Berdasarkan
kriteria
yang
ditentukan, maka didapat 10 perusahaan yang memenuhi kriteria.
telah
57
Tabel 4.1
Daftar Perusahaan
No
Kode
Perusahaan
1
AALI
Astra Agro Lestari Tbk
2
ASII
Astra Internasional Tbk
3
INTP
Indocement Tunggal Prakasa Tbk
4
KLBF
Kalbe Farma Tbk
5
LPKR
Lippo Karawaci Tbk
6
LSIP
PP London Sumatera Plantation Tbk
7
SMGR
Semen Indonesia (Persero) Tbk
8
TLKM
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk
9
UNTR
United Tractors Tbk
10
UNVR
Unilever Indonesia Tbk
B. Statistik Deskriptif
Pengujian data dalam penelitian ini menggunakan eviews 8.
Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi
yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), maksimum, dan minimum dari
variabel dependen maupun independen. Variabel dependen dalam
58
penelitian ini adalah Risiko Investasi dan variabel independen dalam
penelitian ini adalah Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan PDB. Berikut adalah
hasil statistik deskriptif yang diolah dengan menggunakan eviews 8:
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
N
Mean
Maximum
Minimum
600
0.023725
0.414100
0.001033
Inflasi
600
0.058852
0.087900
0.033500
Suku Bunga
600
0.067667
0.077500
0.057500
Kurs
600
9.247640
9.359252
9.144005
PDB
600
26.70071
27.54532
24.99754
Standar
Deviasi
Sumber: Data diolah eviews 8
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat variabel dependen yaitu
standar deviasi (risiko investasi) memiliki nilai rata-rata 0.023725, nilai ini
menunjukkan bahwa rata-rata risiko investasi perusahaan yang terdaftat
tetap dalam Jakarta Islamic Index periode 2011-2015 sebesar 0.023725.
Nilai maksimum standar deviasi (risiko investasi) sebesar 0.414100 dan
nilai minimum standar deviasi (risiko investasi) sebesar 0.001033.
Variabel independen Inflasi memiliki nilai rata-rata 0.058852.
Nilai ini menunjukkan rata-rata tingkat inflasi pada tahun 2011-2015
59
sebesar 0.058852. Nilai maksimum inflasi sebesar 0.087900, nilai ini
berarti tingkat inflasi tertinggi pada tahun 2011-2015 sebesar 0.087900
yang terjadi pada bulan Agustus 2013. Sedangkan nilai minimum inflasi
sebesar 0.033500 pada bulan Desember 2015.
Variabel Suku Bunga memiliki nilai rata-rata sebsar 0.067667,
nilai ini menunjukkan rata-rata tingkat suku bunga pada tahun 2011-2015
sebesar 0.067667. Nilai maksimum suku bunga sebesar 0.077500, nilai ini
menunjukkan tingkat suku bunga tertinggi pada tahun 2011-2015 ada pada
angka 0.077500 yang terjadi pada bulan Desember 2014 – Januari 2015.
Sedangkan nilai minimum tingkat suku bunga sebesar 0.057500 pada
bulan Februari 2012 – Mei 2013.
Variabel Kurs memiliki nilai rata-rata sebesar 9.247640, nilai ini
menunjukkan rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun 2011-2015 sebesar
9.247640. Nilai maksimum kurs sebesar 9.359252 yang terjadi pada bulan
Juni 2014 sedangkan nilai minimum kurs sebesar 9.144005 pada bulan
Januari 2011.
Variabel PDB memiliki nilai rata-rata sebesar 26.70071, nilai ini
menunjukkan rata-rata PDB pada tahun 2011-2015 sebesar 26.70071. Nilai
maksimum PDB sebesar 27.54532 yang terjadi pada Desember 2012
sedangkan nilai minimum PDB sebesar 24.99754 pada Januari 2015.
60
C. Estimasi Regresi Data Panel
1. Common Effect Model
Common Effect Model merupakan pendekatan model data
panel yang paling sederhana karena hanya mengkombinasikan data
time series dan cross section. Pada model ini tidak diperhatikan
dimensi waktu maupun individu, sehingga diasumsikan bahwa
perilaku data perusahaan sama dalam berbagai kurun waktu. Metode
ini bisa menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) atau
teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel (Basuki,
2015: 136). Hasil regresi dari common effect adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Hasil Uji Common Effect
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.293991
0.186841
1.573486
0.1161
INF?
0.387621
0.083904
4.619841
0.0000
SBI?
-0.183276
0.181878 -1.007687
0.3140
LOG(KURS?)
-0.042727
0.020504 -2.083825
0.0376
LOG(PDB?)
0.004286
0.001469
0.0036
R-squared
0.048096
Mean dependent var
0.023725
Adjusted R-squared
0.041697
S.D. dependent var
0.026084
2.918755
61
F-statistic
7.515820
Prob(F-statistic)
0.000007
Durbin-Watson stat
1.981802
Sumber: Data diolah Eviews 8
Berikut adalah penjelasan dari hasil uji Common Effect Model (ECM):
a. Variabel Inflasi memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,38
dengan p-value (sig) sebsar 0.00 < α 0,05.
b. Variabel Suku Bunga memiliki koefisien regresi negatif sebesar 0,18 dengan p-value (sig) sebesar 0,31 > α 0,05.
c. Variabel Kurs memiliki koefisien regresi negatif sebesar -0,04
dengan p-value (sig) sebesar 0,03 < α 0,05.
d. Variabel PDB memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,004
dengan p-value (sig) sebesar 0,003 < α 0,05.
e. Nilai F-statistik sebesar 7,515820 dengan p-value (sig) sebesar
0,000007 < α 0,05.
f. Nilai R-square 0,048096 atau jika dipersenkan sebesar 48 persen.
2. Model Fixed Effect
Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu
dapat diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Untuk mengestimasi
data panel model Fixed Effect menggunakan teknik variabel dummy
untuk menangkap perbedaan intersep antar perusahaan, perbedaan
intersep bisa terjadi karena perbedaan budaya kerja, manajerial, dan
insentif. Namun demikian slopnya sama antar perusahaan. Model
62
estimasi ini sering juga disebut teknik Least Squares Dummy Variable
(LSDV) (Basuki, 2015: 136). Hasil regresi dari Fixed Effect adalah
sebagai berikut:
Tbel 4.4
Hasil Uji Fixed Effect
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.293991
0.184710
1.591639
0.1120
INF?
0.387621
0.082947
4.673139
0.0000
SBI?
-0.183276
0.179803 -1.019312
0.3085
LOG(KURS?)
-0.042727
0.020270 -2.107865
0.0355
LOG(PDB?)
0.004286
0.001452
0.0033
R-squared
0.083758
Mean dependent var
0.023725
Adjusted R-squared
0.063432
S.D. dependent var
0.026084
F-statistic
4.120695
Durbin-Watson stat
2.058937
Prob(F-statistic)
0.000001
2.952428
Sumber: Data diolah Eviews 8.
Berikut adalah penjelasan dari hasil uji Fixed Effect Model (FEM):
a. Variabel Inflasi memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,38
dengan p-value (sig) sebesar 0,00 < α 0,05.
b. Variabel Suku Bunga memiliki koefisien regresi negatif sebesar 0,18 dengan p-value (sig) sebesar 0,30 > α 0,05.
63
c. Variabel Kurs memiliki koefisien regresi negatif sebesar -0,04
dengan p-value (sig) sebesar 0,03 < α 0,05.
d. Variabel PDB memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,004
dengan p-value (sig) sebesar 0,003 < α 0,05.
e. Nilai F-Statistik sebesar 4.120695 dengan p-value (sig) sebesar
0.000001 < α 0,05.
f. Nilai R-square sebesar 0.083758 atau jika dipersenkan sebesar 83
persen.
3. Random Effect Model (REM)
Model ini akan mengestimasi data panel dimana variabel
gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu.
Pada model Random Effect perbedaan intersep diakomodasi oleh error
term masing-masing perusahaan. Keuntungan menggunakan model ini
yakni menghilangkan heteroskedastiditas (Basuki, 2015: 136).
64
Tabel 4.5
Hasil Uji Random Effect
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.293991
0.184714
1.591601
0.1120
INF?
0.387621
0.082947
4.673139
0.0000
SBI?
-0.183276
0.179803 -1.019312
0.3085
LOG(KURS?)
-0.042727
0.020270 -2.107865
0.0355
LOG(PDB?)
0.004286
0.001452
0.0033
2.952428
Weighted Statistics
R-squared
0.049158
Mean dependent var
0.014903
Adjusted R-squared
0.042765
S.D. dependent var
0.025801
F-statistic
7.690238
Durbin-Watson stat
2.027794
Prob(F-statistic)
0.000005
Sumber: Data diolah Eviews
Berikut adalah penjelasan hasil uji Random Effect Model (REM):
a. Variabel Inflasi memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,38
dengan p-value (sig) sebesar 0,00 < α 0,05.
b. Variabel Suku Bunga memiliki koefisien regresi negatif sebesar 0,18 dengan p-value (sig) sebesar 0,30 > α 0,05.
c. Variabel Kurs memiliki koefisien regresi negatif sebesar -0,04
dengan p-value (sig) sebesar 0,03 < α 0,05.
65
d. Variabel PDB memiliki koefisien positif sebesar 0,004 dengan pvalue (sig) sebesar 0,003 < α 0,05.
e. Nilai F-statistik sebesar 7.690238 dengan p-value (sig) sebesar
0.000005.
f. Nilai R-square sebesar 0.049158 atau jika dipersenkan sebesar 49
persen.
D. Pemilihan Estimasi Regresi Data Panel
Pemilihan estimasi regresi data panel ini bertujuan untuk melihat
model mana yang terbaik dari common effect model, fixed effect model,
dan random effect model untuk penelitian ini. Dalam penelitian ini
menggunakan uji chow.
1. Uji Chow
Uji chow yakni pengujian untuk menentukan model Fixed
Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan dalam
mengestimasi data panel. Berikut adalah hasil regresi dari uji chow:
66
Tabel 4.6
Hasil Uji Chow
Effects Test
Statistic
Cross-section F
Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
2.534232
(9,586)
0.0074
22.909977
9
0.0064
Sumber: Data diolah eviews 8.
Dari table di atas dapat dilihat bahwa nilai prob. Cross-section
F adalah 0,0074 lebih kecil dibandingkan nilai alpha (0,05). Maka Hâ‚€
ditolak dan dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model fixed
effect lebih tepat digunakan dalam mengestimasi data panel daripada
common effect. Model fixed effect mengasumsikan bahwa terdapat
efek yang berbeda antara individu. Perbedaan itu dapat dikarenakan
perbedaan karateristik antar perusahaan. Perbedaan tersebut dapat
diakomodasi melalui perbedaan pada intersepnya (Basuki, 2015: 138).
Perbedaan mendasar untuk menentukan pilihan antara Fixed
Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM) antara lain
sebagai berikut (Basuki, 2015: 139):
a. Jika T (jumlah data time-series) besar dan N (jumlah unit cross
section) kecil, perbedaan antara FEM dan REM adalah sangat tipis.
Oleh karena itu, dapat dilakukan perhitungan secara konvensional.
Pada keadaan ini, FEM mungkin lebih sesuai. Dalam penelitian ini,
penelitian dilakukan pada periode 20011:01 hingga 2015:12.
67
Dengan demikian, waktu dalam penelitian ini adalah 60 bulan.
Sedangkan jumlah unit cross-section yang menjadi sampel peneliti
sebanyak 10 perusahaan. Dengan demikian jumlah T lebih besar
dibanding dengan jumlah N dan model yang sesuai digunakan
adalah model Fixed Effect.
b. Ketika N besar dan T kecil, estimasi diperoleh dengan dua metode
dapat berbeda secara signifikan. Pada REM, dimana adalah
komponen random cross-section dan pada FEM, ditetapkan dan
tidak acak. Jika sangat yakin dan percaya bahwa individu, ataupun
unit cross-section sampel adalah tidak acak, maka FEM lebih
cocok digunakan. Jika unit cross section sampel adalah random /
acak, maka REM lebih cocok digunakan. Dalam penelitian ini, unit
cross section sampel tidak acak karena sampel ditentukan
berdasarkan kriteria.
c. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model yang tepat
digunakan dalam penelitian ini adalah model Fixed Effect.
E. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya
korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model
regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara
68
variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas
terhadap variabel terikat menjadi terganggu (Basuki, 2014: 92).
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dalam
model regresi dengan melihat nilai tolerance dan VIF. Nilai yang
umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah
nilai Tolerance > 0,10 atau sama dengan nilai VIF < 10 ( Ghozali,
2011: 106). Berikut hasil uji multikolinearitas:
Tabel 4.7
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficient Uncentered Centered
Variable
Variance
VIF
VIF
INF
0.007040
23.95295
1.515127
SBI
0.033079
141.1325
1.749517
LOG(KURS)
0.000420
33087.83
1.287405
LOG(PDB)
2.16E-06
1415.968
1.040312
Sumber: Data diolah eviews 8
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas di atas, dapat dilihat
nilai Centered VIF pada variabel independen Inflasi, Suku Bunga,
Kurs, dan PDB lebih kecil dari 10. Dapat diartikan dalam penelitian
ini tidak terjadi multikolinearitas.
69
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana
terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap atau disebut homokedastisitas (Basuki,
2014: 89).
Tabel 4.8
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Parameter
Fixed Effect
Fixed Effect weighted
Unweighted
Sum square resid
0,378117
0,351049
R-squared
0,072203
0,118140
Sumber: Data diolah eviews 8.
Terdapat dua parameter yang dapat digunakan dalam
mengukur ada tidaknya heteroskedastisitas pada model. Apabila nilai
sum square resid pada Fixed Effect weighted lebih besar daripada nilai
sum square resid pada Fixed Effect weighted dan nilai R-square Fixed
Effect weighted lebih besar dibanding dengan R-square pada Fixed
Effect unweighted, maka dapat disimpulkan bahwa model tidak
terkena heteroskedastisitas atau bersifat homokedastisitas. Dari hasil
70
olah data di atas dapat disimpulkan bahwa model tidak terkena
heteroskedastisitas.
F. Uji Hipotesis
1. Uji Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinasi (R²) untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai R² yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel dependen sangat terbatas. Nilai
yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen (Ghozali, 2011: 97).
Tabel 4.9
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R²)
R-squared
0.083758
F-statistic
4.120695
Prob(F-statistic)
0.000001
Sumber: Data diolah eviews 8.
Berdasarkan hasil uji pada tabel di atas, dapat dijelaskan
bahwa nilai R-square menunjukan nilai sebesar 0,083. Angka ini
menunjukan kemampuan variabel independen atau bebas Inflasi, Suku
Bunga, Kurs, dan PDB dalam menerangkan variabel dependen Risiko
71
Investasi atau Standar Deviasi sebesar 8,3 persen sisanya 91,7 persen
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan kedalam model
regresi.
2. Uji Parsial t
Uji parsial t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel penjelas/ independen secara individual dalam
menerangkan
variasi
variabel
dependen.
Pengujian
hipotesis
dirumuskan sebagai berikut (Ghozali, 2011: 98).
Uji ini menguji ada tidaknya pengaruh setiap variabel
independen yaitu Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan PDB terhadap
variabel dependen Risiko Investasi atau Standar Deviasi dalam
menerangkan variabel dependen. Berikut adalah hasil regresi dari uji
parsial t:
Tabel 4.10
Hasil Uji Parsial t
Hasil Uji Fixed Effect
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.293991
0.184710
1.591639
0.1120
INF?
0.387621
0.082947
4.673139
0.0000
SBI?
-0.183276
0.179803 -1.019312
0.3085
LOG(KURS?)
-0.042727
0.020270 -2.107865
0.0355
72
LOG(PDB?)
0.004286
0.001452
2.952428
0.0033
Sumber: Data diolah eviews 8.
Dari hasil regresi uji parsial t, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengujian H1
H1 : Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap risiko
investasi.
Dari hasil regresi uji parsial t di atas dapat dilihat variabel Inflasi
memiliki nilai koefisien sebesar 0,387621 dan nilai signifikasi
sebesar 0,0000. Nilai signifikasi lebih kecil daripada nilai alpha
yaitu 0,05 yang berarti bahwa variabel Inflasi memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap Risiko Investasi. Hal ini
menunjukan H1 diterima.
b. Pengujian H2
H2 : Suku Bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap
risiko investasi.
Dari hasil regresi uji parsial t di atas dapat dilihat variabel Suku
Bunga memiliki nilai koefisien sebesar -0,183276 dan nilai
signifikasi sebesar 0,3085. Nilai signifikasi lebih besar daripada
nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti bahwa variabel Suku Bunga
memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Risiko
Investasi. Hal ini menunjukan H2 ditolak.
c. Pengujian H3
73
H3 : Kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap Risiko
Investasi.
Dari hasil regresi uji parsial t di atas dapat dilihat variabel Kurs
memiliki nilai koefisien sebesar -0.042727 dan nilai signifikasi
sebesar 0.0355. Nilai signifikasi lebih kecil daripada nilai alpha
yaitu 0,05 yang berarti bahwa variabel Kurs memiliki pengaruh
negatif dan signifikan terhadap Risiko Investasi. Hal ini
menunjukan H3 ditolak.
d. Pengujian H4
H4 : PDB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Risiko
Investasi.
Dari hasil regresi uji parsial t di atas dapat dilihat variabel PDB
memiliki nilai koefisien sebesar 0.004286 dan nilai signifikasi
sebesar 0.0033. Nilai signifikasi lebih kecil daripada nilai alpha
yaitu 0,05 yang berarti bahwa variabel PDB memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap Risiko Investasi. Hal ini
menunjukan H4 ditolak.
3. Uji Simultan F
Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah semua
variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai
pengaruh
secara
bersama-sama
terhadap
variabel
dependen/ terikat (Ghozali, 2011: 98). Berikut hasil regresi dari uji
simultan F:
74
Tabel 4.11
Hasil Uji Simultan F
F-statistic
4.120695
Prob(F-statistic)
0.000001
Sumber: Data diolah eviews 8.
Dari hasil regresi uji simultan F, dapat dilihat nilai probabilitas
(F-statistik) menunjukan angka 0,000001. Nilai ini lebih kecil
daripada nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti bahwa Inflasi, Suku
Bunga, Kurs, dan PDB secara bersama-sama atau simultan
mempengaruhi variabel Risiko Investasi.
G. Pembahasan
1. Variabel Inflasi
Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara
umum dari barang atau komoditas dan jasa selama satu periode waktu
tertentu (Karim, 2014: 135). Tingkat inflasi yang tinggi biasanya
dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas. Artinya kondisi
ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas
penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami
kenaikan. Inflasi yang tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya
beli. Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat
75
pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya
jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan, maka hal ini
merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya
risiko daya beli uang dan risiko pendapatan riil (Tandelilin, 2010:
342).
Dari hasil pengujian hipotesis dapat dilihat bahwa variabel
Inflasi memiliki nilai koefisien regresi sebesar nilai 0,387621 dan nilai
signifikasi sebesar 0,0000. Nilai signifikasi lebih kecil daripada nilai
alpha yaitu 0,05 yang berarti bahwa variabel Inflasi memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap Risiko Investasi. Hal ini menunjukan
hasil regresi sesuai dengan hipotesis
INF
0,10000
0,09000
0,08000
0,07000
0,06000
0,05000
INF
0,04000
0,03000
0,02000
0,01000
Grafik 4.1
Perkembangan Inflasi Januari 2011-Desember 2015
Okt-15
Jul-15
Jan-15
Apr-15
Okt-14
Jul-14
Jan-14
Apr-14
Okt-13
Jul-13
Jan-13
Apr-13
Okt-12
Jul-12
Jan-12
Apr-12
Okt-11
Jul-11
Jan-11
Apr-11
0,00000
76
Hasil ini menunjukan bahwa perubahan inflasi akan berdampak
pada risiko investasi. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan turunnya
kinerja perusahaan. Turunnya kinerja perusahaan akan berpengaruh
pada kinerja pasar modal, karena banyak perusahaan yang tidak dapat
beroperasi secara maksimal, akibatnya pasar modal mengalami
ketidakpastian yang tinggi, dan hal ini akan berpengaruh pada harga
saham. Semakin tinggi inflasi menyebabkan investor melepas
sahamnya sehingga harga saham akan turun. Penurunan ini berarti
meningkatkan risiko investasi.
Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan turunnya kinerja
perusahaan. Turunnya kinerja perusahaan ini akan berpengaruh pada
keuntungan perusahaan yang menurun dan itu akan mengakibatkan
risiko investasi tinggi. Sebaliknya jika tingkat inflasi rendah maka
kinerja perusahaan dan keuntungan perusahaan akan meningkat. Hal
ini akan membuat risiko investasi rendah.
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Neny Mulyani (2014) dan Hafidz Ash
Shidiq (2015) yaitu inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
indeks saham JII karena tingkat inflasi dalam kurun penelitian relative
rendah sehingga masih dapat ditoleransi.
Dalam kurun waktu penelitian ini, tingkat inflasi tertinggi ada
pada angka 8,7% mendekati 10% sehingga risiko investasi meningkat.
Semakin tinggi inflasi menyebabkan investor melepas sahamnya
77
sehingga indeks perusahaan yang terdaftar dalam JII akan turun.
Penurunan ini akan meningkatkan risiko investasi.
Penting bagi investor untuk mengetahui kondisi ekonomi
nasional untuk memperkirakan prospek di masa yang akan datang.
Investor harus dapat melakukan analisis untuk memperoleh tingkat
inflasi sehingga dapat memperkirakan prospek investasi yang
dilakukan karena inflasi adalah faktor ekonomi makro yang
berpengaruh terhadap harga saham dan risiko investasi.
2. Variabel Suku Bunga
Tingkat bunga adalah ukuran keuntungan investasi yang dapat
diperoleh oleh pemodal dan juga merupakan ukuran biaya modal yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan dana dari
pemodal.
Untuk
mendorong
investasi,
Bank
Indonesia
akan
menurunkan tingkat bunga sehingga perusahaan-perusahaan akan lebih
mudah melakukan investasi. Dalam kondisi seperti ini jumlah uang
yang beredar di masyarakat akan meningkat. Kebijakan bunga rendah
mendorong masyarakat untuk lebih melakukan investasi dan daripada
menabung. Sebaliknya, dalam kondisi inflasi, Bank Indonesia akan
melakukan kebijakan uang ketat dengan meningkatkan suku bunga
sehingga masyarakat akan lebih suka menabung daripada melakukan
investasi atau konsumsi (Harianto, 1998: 154).
Dari hasil pengujian hipotesis dapat dilihat bahwa variabel
Suku Bunga memiliki nilai koefisien regresi sebesar nilai -0.183276
78
dan nilai signifikasi sebesar 0,3085. Nilai signifikasi lebih besar
daripada nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti bahwa variabel Suku
Bunga memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Risiko
Investasi. Hal ini menunjukan hasil regresi tidak sesuai dengan
hipotesis.
SBI
0,09000
0,08000
0,07000
0,06000
0,05000
0,04000
SBI
0,03000
0,02000
0,01000
Okt-15
Jul-15
Apr-15
Jan-15
Jul-14
Okt-14
Apr-14
Jan-14
Jul-13
Okt-13
Apr-13
Jan-13
Okt-12
Jul-12
Apr-12
Jan-12
Okt-11
Jul-11
Jan-11
Apr-11
0,00000
Grafik 4.2
Perkembangan Suku Bunga Januari 2011 – Desember 2015
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Ni Putu Ayu Dewi Yanti dan Ni ketut Rasmini (2014)
dan Hafidz Ash Shidiq (2015) yaitu Suku Bunga tidak berpengaruh
signifikan terhadap risiko investasi. Hal ini menunjukkan naiknya suku
bunga tidak diikuti dengan meningkatnya risiko investasi.
79
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis. Peneliti
memiliki dua dugaan yang mengakibatkan hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan hipotesis. Dua dugaan tersebut adalah:
a. Suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko investasi
dikarenakan Jakarta Islamic Index memiliki sistem screening
yang dilakukan setiap 6 bulan. Berikut adalah kriteria saham yang
masuk dalam Jakarta Islamic Index:
1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang
tidak bertentangan dengan prinsip hukum syariah dan sudah
tercatat lebih dari 3 (tiga) bulan (kecuali bila termasuk di
dalam saham-saham 10 berkapitalisasi besar).
2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau
tengah tahunan berakhir yang memiliki kewajiban terhadap
aktiva maksimal sebesar 90% (Sembilan puluh persen).
3. Memilih 60 (enam puluh) saham dari susunan di atas
berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market
capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.
4. Memilih 30 (tiga puluh) saham dengan urutan berdasarkan
tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan selama satu tahun
terakhir.
Setiap 6 bulan sekali, otoritas bursa selalu meng-update setiap
saham yang dimasukkan atau dikeluarkan dari komponen JII.
Penelaahan itu dilakukan tiap bulan Januari dan Juli setiap tahun.
80
Perubahan jenis usaha perusahaan juga dipantau secara terus-menerus
berdasarkan data publik (Firmansyah, 2010:140).
Dalam proses screening ini laporan keuangan perusahaan akan
dilihat setiap 6 bulan. Perusahaan tidak boleh memiliki hutang yang
berbasis bunga lebih dari 45% dan memiliki kewajiban terhadap
aktiva maksimal sebesar 90%. Jika lebih dari 45% maka perusahaan
tersebut tidak memenuhi kriteria masuk adalah daftar perusahaan
Jakarta Islamic Index.
Rendahnya rasio hutang yang berbasis bunga pada perusahaan
yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Index, menyebabkan suku bunga
tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko investasi.
b.
Dapat dilihat pada grafik suku bunga pada periode 20112015 cenderung stabil. Tidak terlihat kenaikan dan penurunan
yang signifikan. Sehingga suku bunga tidak berpengaruh
signifikan terhadap risiko investasi.
Dapat dilihat pada grafik suku bunga stabil di bawah pada
bulan Februari 2012 – Mei 2013 diangka 5,75%. Bank Indonesia
menahan suku bunga dalam waktu yang cukup lama disebabkan
inflasi yang masih terkendali dan kondusif untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Pada periode ini pertumbuhan ekonomi
masih menunjukkan kinerja yang baik didukung kuatnya
permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga dan
81
investasi. Inflasi menunjukkan terus menunjukkan tren yang
menurun dan nilai tukar yang stabil.
Pada bulan Juni 2013 suku bunga meningkat menjadi 6%
dikarenakan meningkatnya tingkat inflasi dan ketidakpastian
ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan penurunan
sejalan dengan melemahnya perekonomian global. Diikuti dengan
nilai rupiah yang melemah.
Pada bulan November 2013 – Desember 2015 Bank
Indonesia menahan tingkat suku bunga tinggi di kisaran angka
7,5%. Kebijakan ini diambil karena pertimbangan risiko
ketidakpastian global yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi negara
berkembang melambat dan menguatnya ekonomi negara maju.
Selain
itu,
siklus
harga
komoditas
dunia
yang
tinggi.
Pertumbuhan perekonomian Indonesia melambat terutama pada
sisi investasi dengan menurunnya investasi bangunan dan
rendahnya pertumbuhan investasi non-bangunan.
Pada bulan Desember 2014 – Januari 2015 tingkat bunga
naik menjadi 7,75% dikarenakan menekan tingkat inflasi pasca
kenaikan harga BBM bersubsidi agar tetap terkendali. Untuk
meminimalkan potensi tekanan inflasi khususnya dari sisi
kenaikan tarif angkutan dan terjaganya harga pangan.
82
Pada bulan Februari 2015 – Desember 2015 tingkat bunga
kembali ke angka 7,5%. Kebijakan ini diambil karena Bank
Indonesia yakin bahwa inflasi akan tetap terkendali dan rendah.
Bank Indonesia menggunakan tingkat bunga sebagai alat
mengendalikan uang beredar. Untuk mendorong investasi, Bank
Indonesia akan menurunkan tingkat suku bunga sehingga
perusahaan-perusahaan akan lebih mudah melakukan investasi.
Dalam kondisi seperti ini jumlah uang yang beredar akan
meningkat. Kebijakan bunga rendah mendorong masyarakat
untuk lebih melakukan investasi dan konsumsi daripada
menabung. Sebaliknya dalam kondisi inflasi, Bank Indonesia
akan melakukan kebijakan uang ketat dengan meningkatkan suku
bunga sehingga masyarakat akan lebih memilih menabung
daripada melakukan investasi atau konsumsi (Harianto, 1998:
153).
Tingkat bunga adalah ukuran keuntungan investasi yang
dilakukan oleh investor dan juga merupakan ukuran biaya modal yang
harus dikeluarkan oleh investor. Namun, saat suku bunga naik maka
investor akan melepaskan sahamnya karena risiko pada saat ini akan
meningkat. Suku bunga yang stabil tidak berpengaruh signifikan
terhadap risiko investasi karena suku bunga cenderung tetap dalam
waktu yang relatif lama.
83
3. Variabel Kurs
Dari hasil pengujian hipotesis dapat dilihat bahwa variabel
Kurs memiliki nilai koefisien regresi sebesar nilai -0.042727 dan nilai
signifikasi sebesar 0,0355. Nilai signifikasi lebih besar daripada nilai
alpha yaitu 0,05 yang berarti bahwa variabel Kurs memiliki pengaruh
negatif dan signifikan terhadap Risiko Investasi. Hal ini menunjukan
hasil regresi tidak sesuai dengan hipotesis.
KURS
14000,00
12000,00
10000,00
8000,00
6000,00
KURS
4000,00
2000,00
Sep-15
Mei-15
Jan-15
Sep-14
Mei-14
Jan-14
Sep-13
Mei-13
Jan-13
Sep-12
Mei-12
Jan-12
Sep-11
Mei-11
Jan-11
0,00
Grafik 4.3
Perkembangan Kurs Januari 2011 – Desember 2015
Penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Neny Mulyani (2014) yaitu kurs berpengaruh negatif
terhadap risiko investasi karena dalam periode penelitian nilai tukar
84
rupiah terhadap dollar Amerika mengalami penurunan sehingga indeks
JII terus meningkat.
Menguatnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika akan
menurunkan biaya produksi terutama biaya impor bahan baku. Hal ini
akan berpengaruh terhadap naiknya indeks JII. Namun apabila kurs
rupiah terhadap dollar Amerika terus melemah maka akan menaikkan
biaya produksi terutama biaya impor bahan baku sehingga akan
mempengaruhi kinerja perusahaan yang terdaftar di JII.
Penelitian ini menghasilkan hubungan negatif antara kurs dan
risiko investasi, ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan hipotesis.
Ketidaksesuaian ini disebabkan oleh sepuluh perusahaan yang
memenuhi kriteria dalam penelitian ini cenderung perusahaan yang
tidak melakukan impor bahan baku. Sebagian perusahaan melakukan
ekspor seperti AALI (Astra Agro Lestari Tbk), KLBF (Kalbe Farma
Tbk), dan UNVR (Unilever Indonesia Tbk) sehingga jika kurs rupiah
terhadap dollar melemah akan menguntungkan perusahaan dari
kegiatan ekspornya.
Dalam periode penelitian, kurs rupiah mengalami fluktuasi naik
turun, ini berpengaruh pada perusahaan yang terdaftar dalam JII. Naik
turunnya kurs akan mempengaruhi kinerja perusahaan terutama
perusahaan yang mengimpor bahan bakunya. Ini akan mempengaruhi
biaya produksi perusahaan. Hal ini akan mempengaruhi risiko
85
investasi. Naik turunnya kurs juga akan mempengaruhi kinerja
perusahaan yang melakukan ekspor hasil perusahaannya.
Kurs adalah hal yang penting bagi investor dan perusahaan.
Terutama perusahaan yang melakukan transaksi internasional seperti
ekspor dan impor. Menguat dan menurunnya kurs rupiah terhadap
dollar akan sangat berpengaruh pada kinerja perusahaan dan akan
berpengaruh pada saham perusahaan. Sehingga kurs adalah hal yang
penting diperhatikan oleh perusahaan dan investor.
4. Variabel PDB
Meningkatnya PDB adalah signal positif bagi pemodal karena
pertumbuhan ekonomi akan mendorong pertumbuhan industri dan
perusahaan.
Pada
akhirnya,
pertumbuhan
perusahaan
akan
meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, meningkatnya
pendapatan per kapita masyarakat akan meningkatkan permintaan
terhadap produk perusahaan (Harianto, 1998: 159).
Dari hasil pengujian hipotesis dapat dilihat bahwa variabel
PDB memiliki nilai koefisien regresi sebesar nilai 0,004286 dan nilai
signifikasi sebesar 0,0033. Nilai signifikasi lebih besar daripada nilai
alpha yaitu 0,05 yang berarti bahwa variabel PDB memiliki pengaruh
negatif dan signifikan terhadap Risiko Investasi. Hal ini menunjukan
hasil regresi tidak sesuai dengan hipotesis.
86
PDB
Rp930.000.000.000
Rp920.000.000.000
Rp910.000.000.000
Rp900.000.000.000
Rp890.000.000.000
Rp880.000.000.000
PDB
Rp870.000.000.000
Rp860.000.000.000
Rp850.000.000.000
Rp840.000.000.000
Rp830.000.000.000
2011
2012
2013
2014
2015
Grafik 4.4
Perkembangan PDB 2011 – 2015
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Neny Mulyani (2014) yaitu PDB berpengaruh positif
terhadap JII yang menunjukkan PDB berdampak pada risiko investasi
di JII.
Meningkatnya PDB adalah signal positif untuk investasi karena
meningkatnya PDB berpengaruh terhadap pendapatan konsumen dan
itu akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan.
Meningkatnya produk perusahaan akan berpengaruh kepada kinerja
perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik akan menurunkan risiko
investasi pada perusahaan.
87
Hasil penelitian ini menunjukkan arah yang positif antara PDB
dan risiko investasi dan ini tidak sesuai dengan hipotesis. Dugaan
peneliti tentang hasil penelitian yang tidak sesuai dengan hipotesis
dikarenakan PDB pada periode penelitian yaitu 2011 – 2015
cenderung menurun.
Dapat dilihat dalam grafik, peningkatan PDB hanya terjadi
pada tahun 2011 – 2012. Sesudah itu tingkat PDB menurun hingga
tahun 2015. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh pertumbuhan
ekonomi global yang melambat. Pertumbuhan ekonomi global yang
melambat menyebabkan harga-harga komoditi menurun. Indonesia
sebagai negara eksportir komoditi yang besar tentunya sangat
terpengaruh dengan harga komoditi (seperti batubara dan minyak sawit
mentah).
Perusahaan yang terdaftar dalam penelitian ini didominasi oleh
perusahaan ekspor. Rendahnya harga komoditi akan berpengaruh
kepada ekspor perusahaan. Jika harga komoditi rendah, maka
keuntungan perusahaan yang didapat dari ekspor pun akan menurun.
Ini akan menyebabkan keuntungan dan kinerja perusahaan menurun
serta akan menurunkan harga saham perusahaan. Sehingga akan
berdampak pada risiko investasi yang meningkat.
Selain itu tingkat suku bunga yang tinggi juga mempengaruhi
PDB. Tingkat suku bunga yang tinggi membatasi pertumbuhan kredit
dan itu akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia
88
mengetatkan kebijakan moneternya dalam rangka menekan inflasi
yang tinggi. Suku bunga yang tinggi menyebabkan biaya modal
menjadi tinggi sehingga nilai perusahaan menjadi rendah. Pada
akhirnya harga saham akan turun dan akan meningkatkan risiko
investasi.
Download