Buletin Veteriner Udayana ISSN : 2085-2495 Vol. 6 No. 2 Agustus 2014 Heritabilitas Cacing Heterakis gallinarum Asal Asia dan Eropa pada Ayam Lokal (HERITABILITY OF HETERAKIS GALLINARUM ORIGINATED FROM ASIAN AND EUROPE IN LOCAL CHICKEN ) I Nyoman Sunita1, Nyoman Adi Suratma2, I Made Damriyasa2 1 Mahasiswa Kedokteran Hewan, 2Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan - Universitas Udayana E-mail : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui heritabilitas cacing Heterakis gallinarum asal Asia dan Eropa pada ayam lokal yang ditinjau dari tingkat infeksi, jumlah dan ukuran cacing. Sebanyak 32 ekor ayam lokal digunakan dalam penelitian ini, 16 ekor ayam lokal diinokulasi dengan telur cacing H. Gallinarum asal Asia dan 16 ekor diinokulasi dengan telur cacing H. Gallinarum asal Eropa dengan dosis masing masing 250 telur infektif dalam 0,2 ml. Nekropsi dilakukan setelah ayam berumur 3 bulan untuk mengevaluasi heritabilitas cacing tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 16 ekor ayam lokal yang diinfeksi dengan telur infektif Heterakis gallinarum asal Asia, ditemukan 10 ekor (62,5 %) positif cacing Heterakis gallinarum. Sedangkan dari 16 ekor ayam lokal yang diinfeksi dengan telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal Eropa ditemukan 15 ekor (93,8 %) positif Heterakis gallinarum. Ratarata jumlah cacing Heterakis gallinarum asal Asia yang ditemukan pada setiap ayam lokal adalah 9,75 ± 12,96 ekor, sedangkan asal Eropa rata-rata jumlah cacing pada ayam lokal adalah 22,43 ± 20,45 ekor. Perbedaan tingkat infeksi dan intensitas infeksi antara ayam lokal yang diinfeksi dengan H. Galinarum asal Asia dan Eropa memberikan indikasi adanya perbedaan heritabilitas. Kata kunci : Heritabilitas, Heterakis gallinarum asal Asia dan Eropa, Ayam lokal. ABSTRACT The objective of this study is to evaluate the heritability of Heterakis gallinarum originated from Asian and European in local chicken. Heritability was evaluated by rate and intensity of infection after inoculation of infective egg of the worms. In total of 32 local chickens were used in this study. Sixteen chicken were inoculated with infective egg of H. gallinarum originated from Asian and 16 other chicken were inoculated with infective egg of worms originated from Europa. All chicken were necropsed until 3 months in old. The result of the study showed that egg of H. gallinarum originataed from Asian developed in 10 local chicken (62,5%) and egg of worm originated from Europa in 15 (93,8%) of local chickens. The average numbers of H. gallinarum originated from Asian and Europa were 9,75 ± 12,96 and 22,43 ± 20,45 worms respectively. The defferences rate and intencity of infection in local chickens were inoculated with H. gallinarum from Asian and Europa indicated the difference of heritability of the worms. Key words: Heritability, Asian and European H. gallinarum, local chicken. 99 Buletin Veteriner Udayana ISSN : 2085-2495 Nyoman Sunita, dkk heritabilitas cacing Heterakis gallinarum asal Asia dan Eropa perlu diteliti. PENDAHULUAN Perkembangan ayam buras (bukan ras) di Indonesia berkembang cukup pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak- peternak maupun masyarakat umum sebagai usaha untuk pemenuhan gizi keluarga serta meningkatkan pendapatan (Dinas Peternakan Jakarta, 1996). Meskipun produktifitasnya rendah, ayam buras di Indonesia memiliki keunggulan tersendiri, yaitu seperti pendapat Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa 63% ayam lokal Indonesia tahan terhadap virus highly pathogenic H5N1 avian influenza (HPAI virus) atau flu burung karena memiliki frekuensi gen antivirus Mx+ yang lebih tinggi (Seyama dkk. 2006). Keunggulan lain dari ayam lokal adalah kualitas daging yang lebih baik daripada ayam ras, daging ayam lokal dipercaya memiliki kadar kolestrol yang lebih rendah dibandingkan ayam ras (Boedianto, 2011). Terdapat beberapa penyakit yang sering menyerang ayam dan menimbulkan kerugian besar yakni penyakit yang disebabkan oleh virus seperti tetelo (Newcastle disease) (Orsi et al. 2010), serta penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti berak kapur atau salmonelosis dan penyakit yang disebabkan oleh parasit seperti kecacingan yang salah satunya adalah cacing Heterakis gallinarum (Damayanti et al. 2009). Dibeberapa benua telah dilaporkan prevalensi dari cacing Heterakis gallinarum oleh Permin dan Hansen (1998) sebesar 90,7 % di Afrika, 89% di Asia, 90% di Amerika dan 72,5% di Eropa. Kecacingan yang terjadi pada peternakan ayam merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius, dimana pemeliharaan ayam lokal dipedesaan yang sebagian besar bersifat tradisional menyebabkan resiko terinfeksi penyakit parasit menjadi lebih besar (Wuri. 2001). Beberapa upaya telah dikembangkan untuk pengendalian penyakit parasit pada ternak seperti pemberian obat anti parasit, vaksinasi dan lainnya. Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah mengembangkan ras- ras tertentu yang tahan terhadap parasit. Untuk langkah tersebut perlu diketahui heritabilitas dari parasit tertentu seperti Heterakis gallinarum yang menguji asal yang berbeda. Atas dasar tersebut maka penelitian tentang METODE PENELITIAN Sampel Penelitian Sampel ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah 32 ekor ayam lokal Bali yang berumur satu hari (DOC), diperoleh dari Dusun Yeh Kori, Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Telur cacing Heterakis gallinarum asal Bali (Asia) yang telah berembrio atau infektif diperoleh dari ayam terinfeksi alami oleh Heterakis gallinarum dengan cara mengambil cacing Heterakis gallinarum dibagian sekum ayam lokal kemudian cacing Heterakis gallinarum jantan dan betina dipisahkan dilanjutkan dengan cacing Heterakis gallinarum betina digerus secara pelan- pelan dan ditaruh pada cawan petri yang berisi formalin 0,5 % pada suhu 200C selama 21 hari (Schwarz et al, 2011) dan diberikan oksigen berupa gelembung menggunakan pipet tetes setiap hari. Dua puluh satu hari kemudian gerusan dari cacing Heterakis gallinarum disaring menggunakan saringan dengan lubang kecil yang bertujuan untuk memisahkan gerusan dengan telur cacing Heterakis gallinarum. Telur cacing Heterakis gallinarum selanjutnya diendapkan selama 2 jam. Selanjutnya ditambahkan air lagi serta diendapkan selama 2 jam. Setelah itu endapan telur cacing Heterakis gallinarum ditambahkan formalin 0,5 % dan disimpan dalam kulkas pada suhu kurang lebih 40C sampai dilakukan infeksi pada ayam lokal (Schwarz et al, 2011). Sedangkan telur cacing Heterakis gallinarum asal Eropa (Jerman) diperoleh dari cacing betina dewasa yang diisolasi dari infeksi alami pada ayam lohman dari University of Goettingen, Germany. Prosedur Penelitian Penelitian ini menggunakan kandang yang terbuat dari kayu, triplek, kawat burung dan bagian atap menggunakan asbes. Kandang ini dibagi dalam dua bilik yang masing- masing bilik memiliki ukuran panjang 180 cm dan lebar 98 cm luas satu bilik kandang yaitu 1.764 m2. Ayam lokal sebelum dimasukkan kandang didisinfektan terlebih dahulu dan kandang 100 Buletin Veteriner Udayana ISSN : 2085-2495 Vol. 6 No. 2 Agustus 2014 diberi alas kandang atau litter menggunakan kulit padi. Dilakukan persiapan alat infeksi antara lain magnetic stirer dan spuite 3 ml yang telah dimodifikasi dengan penambahan selang infus panjang 3 cm dan selanjutnya dilakukan pengamatan telur yang telah infektif pada mikroskop. Telur cacing Heterakis gallinarum berembrio yang disebut aktif dan infektif adalah telur mengandung larva yang berkembang baik, motil dan tidak menetas. Setelah dilakukan pengamatan telur cacing Heterakis gallinarum yang telah infektif, dilanjutkan dengan melakukan infeksi (minggu ke tiga). Kandang satu setiap ekor ayam lokal Bali dari total ayam 16 ekor diinfeksikan secara oral dengan 0,2 ml (250 telur Cacing Heterakis gallinarum infektif) asal Asia. Kandang kedua setiap ekor ayam lokal dari total ayam 16 ekor diinfeksikan secara oral dengan 0,2 ml (250 telur cacing Heterakis gallinarum infektif) asal Jerman (Eropa) ayam lokal dipelihara hingga berumur tiga bulan. Ayam sampel (32 ekor) setelah berumur 3 Bulan dilanjutkan dengan melakukan nekropsi terhadap 48 ayam lokal serta dilakukan pengambilan sampel sekum pada setiap ayam dan ditaruh pada pot atau gelas plastik yang disesuaikan dengan keterangan nomor kandang dan asal telur infektif cacing. Sampel sekum yang telah diperoleh dibedah serta isi sekum disaring sisa dari saringannya ditaruh di cawan petri dan dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan menggunakan mikroskop Stereo. Dilakukan pencatatan ayam yang positif, jumlah dan ukuran cacing Heterakis gallinarum yang telah ditemukan pada setiap ayam lokal Bali yang disesuaikan dengan nomor kandangnya dan asal telur infektif. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan jumlah sampel masingmasing dari 16 ekor ayam lokal diinfeksikan telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal Asia dengan dosis 250 telur infektif dalam 0,2 ml dan 16 ekor ayam lokal diinfeksikan telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal Eropa dengan dosis 250 telur infektif dalam 0,2 ml. Adapun Variabel yang diamati yakni tingkat kejadian infeksi cacing Heterakis gallinarum pada ayam lokal, jumlah cacing Heterakis gallinarum, dan ukuran cacing Heterakis gallinarum. Analisis Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghitung jumlah cacing Heterakis gallinarum yang ditemukan dalam sekum ayam lokal yang telah diinfeksikan telur infektif cacing Heterakis gallinarum. Data hasil penelitian ditabulasi dan tingkat infeksi cacing Heterakis gallinarum dianalisis menggunakan Chi-Square, untuk jumlah cacing dan ukuran cacing Heterakis gallinarum yang ditemukan pada ayam lokal yang telah diinfeksikan dianalisis menggunakan T.Test (Sampurna, dan Nindhia. 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil pengamatan dari 16 ekor ayam lokal yang diinfeksi dengan telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal Asia, terdapat 10 ekor (62,5%) positif ditemukan cacing Heterakis gallinarum. Sedangkan dari 16 ekor ayam lokal yang diinfeksi dengan telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal Eropa, terdapat 15 ekor (93,8%) positif ditemukan cacing Heterakis gallinarum. Sedangkan 16 ekor ayam lokal lainnya yang diinokulasikan aquades tidak ditemukan cacing Heterakis gallinarum, setelah dilakukan analisis statistik Chi-Square tingkat infeksi cacing Heterakis gallinarum pada ayam lokal berhubungan nyata ( P < 0,05) dengan asal telur cacing. Tabel 1. Infeksi Heterakis gallinarum pada ayam lokal Jenis Cacing H. H. Jumlah gallinarum Asia gallinarum Eropa Jumlah Ayam 16 Positif Terinfeksi 10 Persentase (%) 62,5 16 15 93,8 32 Keterangan * : Signifikan (P < 0,05) 101 X2 Signifikansi 4,571 0,033* Buletin Veteriner Udayana ISSN : 2085-2495 Nyoman Sunita, dkk 93,8 100 80 ukuran panjangnya 10,71 ± 0,96 mm. Setelah dianalisis statistik, ternyata asal telur cacing tidak berpengaruh nyata ( P > 0,05) terhadap ukuran panjang rata- rata Heterakis gallinarum pada ayam lokal. 62,5 60 Prevalen si (%) 40 20 Tabel 3. Ukuran cacing Heterakis gallinarum pada ayam lokal 0 Asia Gambar 1. Eropa Jenis cacing Heterakis gallinarum Asia Heterakis gallinarum Eropa Histogram infeksi Heterakis gallinarum pada ayam local 11 Signifikansi H. gallinarum asal Asia 9,75 ± 12,96 0,045* H. gallinarum asal Eropa 22,43 ± 20,45 Rata - rata 10 ukuran cacing 9 Asia Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian ini, seperti disajikan Tabel 1 bahwa dari 16 ekor ayam lokal yang diinfeksi dengan telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal Asia, ayam yang positif terinfeksi cacing Heterakis gallinarum yakni 62,5%. Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah cacing (9,75 ± 12,96) yang ditemukan pada sekum lebih rendah daripada dari 16 ekor ayam lokal yang diinfeksi telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal Eropa, ternyata ayam yang positif terinfeksi cacing Heterakis gallinarum (93,75%) dan jumlah cacing Heterakis gallinarum yang ditemukan pada sekum lebih tinggi (22,43 ± 20,45). Sedangkan pada Tabel 3 hasil pengukuran panjang cacing Heterakis gallinarum yang berasal dari Asia memiliki rata - rata ukuran panjangnya 9,62 ± 1,87 mm dan Heterakis gallinarum yang berasal dari Eropa memiliki rata- rata ukuran panjangnya 10,71 ± 0,96 mm. Terlihat bahwa Heritabilitas cacing Heterakis gallinarum pada ayam lokal dipengaruhi oleh perbedaan asal dari telur infektif cacing Heterakis gallinarum dan kemungkinan hal tersebut dipengaruhi oleh respon imun atau sistem adaptasi parasit cacing terhadap hospes. 22,43 20 15 9,75 0 Asia Eropa Gambar 3. Histogram ukuran cacing Heterakis gallinarum pada ayam lokal Keterangan : Signifikan (P < 0,05) Rata rata 10 jumlah cacing 5 9,62 9,5 * 25 10,71 10,5 Tabel 2. Jumlah Cacing Heterakis gallinarum yang ditemukan pada ayam local Jumlah Cacing/ Ayam Signifikansi 0,069ns Ns : Non signifikan ( P > 0,05) Rata- rata Jumlah cacing Heterakis gallinarum asal Asia yang ditemukan pada setiap ayam lokal adalah 9,75 ± 12,96 ekor cacing, sedangkan ayam lokal yang diinfeksi dengan telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal Eropa memilki rata-rata jumlah cacing yang ditemukan setiap ayam lokal adalah 22,43 ± 20,45 ekor cacing. Setelah dilakukan analisis statistik T.test, tampak bahwa asal telur cacing berpengaruh nyata ( P < 0,05 ) terhadap jumlah cacing Heterakis gallinarum. Jenis Cacing Ukuran rata- rata (mm) 9,62 ± 1,87 10,71 ± 0,96 Eropa Gambar 2. Histogram jumlah cacing Heterakis gallinarum pada ayam lokal Hasil pengukuran panjang cacing Heterakis gallinarum yang ditemukan pada ayam lokal, ternyata cacing Heterakis gallinarum asal Asia rata- rata ukuran panjangnya 9,62 ± 1,87 mm. Sedangkan Heterakis gallinarum asal Eropa rata- rata 102 Buletin Veteriner Udayana ISSN : 2085-2495 Vol. 6 No. 2 Agustus 2014 Respon imunologi merupakan manifestasi reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap masuknya benda asing adalah suatu fenomena biologi yang kompleks dan unik yang secara garis besar telah dipaparkan antara lain oleh Tizard (1987). Apabila tubuh kemasukan benda asing misalnya protein atau antigen (virus, bakteria, parasit), maka tubuh akan bereaksi secara aktif menetralisir benda asing tersebut. Resistensi terhadap infeksi Nematoda tergantung dari pernah atau tidaknya dimasuki parasit sebelumnya dan tergantung pada toleransi dari efeknya. Imunitas didapat melalui invasi jaringan oleh parasit dan larvanya atau melalui absorpsi produknya dan imunitas yang terdapat ialah humoral dan seluler. Kombinasi antigen-antibodi melokalisasi atau membatasi iritasi ekskresi dan sekresi cacing, menghentikan, menghambat aktivitas fisiologis, menghambat pertumbuhan dan kadang- kadang menghancurkannya serta terjadinya suatu imunitas karena adanya reaksi terhadap suatu antigen dan protein asing berupa parasit yang memasuki tubuh hospes (Irianto, 2009). Ternak atau Hewan sebenarnya peka, tetapi setelah mendapat infeksi kemudian terjadi proses hubungan antara hospes-parasit sehingga terbentuk respon kebal yang adaptive atau disebut juga respon kebal perolehan (acquired). Resisten bentuk 2 dan 3 ini adalah bersifat antigen spesifik dan melibatkan sebagian atau semua unsur-unsur mekanisme kekebalan seperti antibody, T-Lymphocytes dan immune mediated imflammatory responses (Salmuller, 1998). Variasi resistensi terhadap penyakit telah dikenal sejak permulaan abad 20, dan dewasa ini telah dikenal adanya variasi resistensi terhadap penyakit, baik di antara maupun di dalam bangsa sapi, ayam, domba, kambing dan babi (Owen dan Axford, 1991). Wakelin dan Blackwell (1988), pernah menyatakan bahwa daya resistensi terhadap infeksi suatu penyakit terjadi secara genetik dan diturunkan dari induk ke anaknya, dan biasanya sebagai sifat yang dominan. Dalam penelitian ini dimana tingginya tingkat infeksi positif pada ayam lokal oleh cacing Heterakis gallinarum asal Eropa dibandingkan dengan infeksi dari cacing Heterakis gallinarum asal Asia kemungkinan dapat dipengaruhi oleh genetik resisten dan diturunkan dari induk ke anaknya melalui maternal antibodi. Sedangkan cacing Heterakis gallinarum asal Eropa merupakan antigen yang benar- benar asing bagi hospes atau ayam lokal sehingga ayam lokal sangat peka terhadap antigen tersebut dan berakibat pada tingkat infeksi positif yang lebih tinggi. Beberapa indikator resisten yang sederhana yang telah diuji secara praktek dan di dalam penangkaran percobaan adalah infeksi cacing atau host worm burden (IC), faecal egg count (FEC), circulating eosinophils, level Antibodi, PCV. Dalam penelitian ini yang dilihat yakni host worm burden, dimana host worm burden merupakan salah indikator yang baik untuk mengukur resistensi hospes secara genetik (Partoutomo, 2004). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa tingkat infeksi cacing Heterakis gallinarum asal Asia lebih rendah dibandingkan cacing Heterakis gallinarum asal Eropa pada ayam lokal dengan rata- rata jumlah cacing Heterakis gallinarum yang ditemukan pada ayam lokal yang diinfeksi telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal Asia lebih sedikit dibandingkan yang ditemukan pada ayam lokal yang diinfeksi telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal Eropa. Saran Dari hasil penelitian diatas perlu diperhatikan bahwa dampak dari kecacingan yang disebabkan oleh cacing Heterakis gallinarum ditinjau dari tingkat infeksi dan jumlah cacing yang ditemukan cukup tinggi yang disebabkan oleh cacing yang berasal dari luar Bali sehingga untuk mencegah masuknya unggas luar Bali masuk ke Bali harus dilakukan pengawasan yang intensif untuk menghindari masuknya penyakit dari luar Bali. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat terlaksana atas kerjasama Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dengan Mis. Charlotte dari 103 Buletin Veteriner Udayana ISSN : 2085-2495 Nyoman Sunita, dkk Heterakis gallinarum mono and coinfection with Histomonas meleagridis in layer chicken. Journal of Veterinary Parasitology. 1University of Veterinary Medicine Hannover. Seyama, T., J.H. Ko, M. Ohe, N. Sasaoka, A. Okade, H. Gomi, A. Yoneda, J. Ueda, M. Nishibori, S. Okamoto, Y. Maeda, and T. Watanabe. 2006. Population research of genetic polymorphism at amino acid position 631 in chicken Mx protein with different antiviral activity. Biochem. Genet. 44: 432− 443 Sulandari, S., M.S.A. Zein, S. Paryanti, dan T.Sartika. 2007. Taksonomi dan asalusul ayam domestikasi. hlm. 5−25. Dalam K. Diwyanto dan S.N. Prijono (Ed). Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor. Tizard, 1., 1987 . Veterinary Immunology: An Introduction . 3`d Ed. W.B . Sanders Company. Philadelphia, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Hongkong. Wakelin, D. and J.M. Blackwel. Eds., 1988. Genetics of resistance to bacterial and parasitic infection. Taylor and Francis, London. p. 287. Wuri. D. A. 2001. fluktuasi populasi nematoda saluran pencernaan ayam kampung pada bulan kering dan bulan basah diwilayah kabupaten Bogor. Skripsi Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Diakses pada Tanggal 3 Januari 2012. University of Gottingen. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih banyak. DAFTAR PUSTAKA Boedianto, H., 2011. Panduan sukses pembesaran ayam kampung pedaging 2,5 untung besar. Araska. Yogyakarta. Damayanti, E., A. Sofyan, H. Julendra, and T. Untari., 2009. The use of earthworm meal (Lumbricus rubel/us) as antipullorum agent in feed additive of broiler chickens. JITV 14(2): 83−89. Dinas Peternakan Jakarta., 1996. Brosur Intensifikasi Ternak Ayam Buras, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jakarta. Irianto, K., 2009. Parasitologi: berbagai penyakit yang mempengaruhi kesehatan manusia. Yrama Widya. Bandung. Orsi, M.A., L. Doretto Jr. S. C.A. Camillo, D. Reischak, S.A.M. Ribeiro, A. Ramazzoti, A.O. Mendonca, F.R. Spilki, M.G Buzinaro, H.L. Ferreira, and C.W. Arns. 2010. Prevalence of Newcastle Disease virus in broiler chickens (Gallus domesticus) in Brazil. Braz. J. Mirobiol. 41(2): 114−119. Owen, J.B . and R.F.E. Axford., 1991. Breeding for disease resistance in farm animals. CAB International, Wallingford 499 p. Partoutomo, S. 2004. Pengendalian parasit dengan genetic host resistance. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. Diakses pada Tanggal 5 Januari 2012. Permin, A. And J. W. Hansen., 1998. Epidemiology, Diagnosis, and control poultry parasites, food Agriculture Organization United Nations, Rome. Salmuller, A., 1998. Antigen specific immune response ofporcine T lymphocytes to various pathogens. In : Genetic Resistance to Animal Diseases. M. Muller dan G. Brem (Eds). Rev. Sci. Tech. off. Int. Epiz. 17(1): 71-83. Sampurna, P. Nindhia, S. 2011. Metode ilmiah dan Rancangan Percobaan. Udayana University Press. Schwarz, A., Gauly M., Abel H.J., Daş G., Humburg J., Weiss A.Th.A., Breves G., Rautenschlein S., 2011: Pathobiology of 104