Heritabilitas Cacing Heterakis gallinarum Asal Asia dan Eropa pada

advertisement
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol. 6 No. 2
Agustus 2014
Heritabilitas Cacing Heterakis gallinarum Asal Asia dan Eropa
pada Ayam Lokal
(HERITABILITY OF HETERAKIS GALLINARUM ORIGINATED FROM ASIAN AND EUROPE IN
LOCAL CHICKEN )
I Nyoman Sunita1, Nyoman Adi Suratma2, I Made Damriyasa2
1
Mahasiswa Kedokteran Hewan, 2Laboratorium Parasitologi,
Fakultas Kedokteran Hewan - Universitas Udayana
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui heritabilitas cacing Heterakis gallinarum asal
Asia dan Eropa pada ayam lokal yang ditinjau dari tingkat infeksi, jumlah dan ukuran cacing.
Sebanyak 32 ekor ayam lokal digunakan dalam penelitian ini, 16 ekor ayam lokal diinokulasi
dengan telur cacing H. Gallinarum asal Asia dan 16 ekor diinokulasi dengan telur cacing H.
Gallinarum asal Eropa dengan dosis masing masing 250 telur infektif dalam 0,2 ml. Nekropsi
dilakukan setelah ayam berumur 3 bulan untuk mengevaluasi heritabilitas cacing tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 16 ekor ayam lokal yang diinfeksi dengan telur
infektif Heterakis gallinarum asal Asia, ditemukan 10 ekor (62,5 %) positif cacing Heterakis
gallinarum. Sedangkan dari 16 ekor ayam lokal yang diinfeksi dengan telur infektif cacing
Heterakis gallinarum asal Eropa ditemukan 15 ekor (93,8 %) positif Heterakis gallinarum. Ratarata jumlah cacing Heterakis gallinarum asal Asia yang ditemukan pada setiap ayam lokal adalah
9,75 ± 12,96 ekor, sedangkan asal Eropa rata-rata jumlah cacing pada ayam lokal adalah 22,43 ±
20,45 ekor. Perbedaan tingkat infeksi dan intensitas infeksi antara ayam lokal yang diinfeksi dengan
H. Galinarum asal Asia dan Eropa memberikan indikasi adanya perbedaan heritabilitas.
Kata kunci : Heritabilitas, Heterakis gallinarum asal Asia dan Eropa, Ayam lokal.
ABSTRACT
The objective of this study is to evaluate the heritability of Heterakis gallinarum originated
from Asian and European in local chicken. Heritability was evaluated by rate and intensity of
infection after inoculation of infective egg of the worms. In total of 32 local chickens were used in
this study. Sixteen chicken were inoculated with infective egg of H. gallinarum originated from
Asian and 16 other chicken were inoculated with infective egg of worms originated from Europa.
All chicken were necropsed until 3 months in old. The result of the study showed that egg of H.
gallinarum originataed from Asian developed in 10 local chicken (62,5%) and egg of worm
originated from Europa in 15 (93,8%) of local chickens. The average numbers of H. gallinarum
originated from Asian and Europa were 9,75 ± 12,96 and 22,43 ± 20,45 worms respectively. The
defferences rate and intencity of infection in local chickens were inoculated with H. gallinarum
from Asian and Europa indicated the difference of heritability of the worms.
Key words: Heritability, Asian and European H. gallinarum, local chicken.
99
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Nyoman Sunita, dkk
heritabilitas cacing Heterakis gallinarum asal
Asia dan Eropa perlu diteliti.
PENDAHULUAN
Perkembangan ayam buras (bukan ras)
di Indonesia berkembang cukup pesat dan telah
banyak dipelihara oleh peternak- peternak
maupun masyarakat umum sebagai usaha untuk
pemenuhan gizi keluarga serta meningkatkan
pendapatan (Dinas Peternakan Jakarta, 1996).
Meskipun produktifitasnya rendah, ayam buras
di Indonesia memiliki keunggulan tersendiri,
yaitu seperti pendapat Sulandari et al. (2007)
menyatakan bahwa 63% ayam lokal Indonesia
tahan terhadap virus highly pathogenic H5N1
avian influenza (HPAI virus) atau flu burung
karena memiliki frekuensi gen antivirus Mx+
yang lebih tinggi (Seyama dkk. 2006).
Keunggulan lain dari ayam lokal adalah kualitas
daging yang lebih baik daripada ayam ras,
daging ayam lokal dipercaya memiliki kadar
kolestrol yang lebih rendah dibandingkan ayam
ras (Boedianto, 2011).
Terdapat beberapa penyakit yang sering
menyerang ayam dan menimbulkan kerugian
besar yakni penyakit yang disebabkan oleh
virus seperti tetelo (Newcastle disease) (Orsi et
al. 2010), serta penyakit yang disebabkan oleh
bakteri seperti berak kapur atau salmonelosis
dan penyakit yang disebabkan oleh parasit
seperti kecacingan yang salah satunya adalah
cacing Heterakis gallinarum (Damayanti et al.
2009). Dibeberapa benua telah dilaporkan
prevalensi dari cacing Heterakis gallinarum
oleh Permin dan Hansen (1998) sebesar 90,7 %
di Afrika, 89% di Asia, 90% di Amerika dan
72,5% di Eropa. Kecacingan yang terjadi pada
peternakan ayam merupakan masalah yang
perlu mendapat perhatian yang serius, dimana
pemeliharaan ayam lokal dipedesaan yang
sebagian
besar
bersifat
tradisional
menyebabkan resiko terinfeksi penyakit parasit
menjadi lebih besar (Wuri. 2001).
Beberapa upaya telah dikembangkan
untuk pengendalian penyakit parasit pada ternak
seperti pemberian obat anti parasit, vaksinasi
dan lainnya. Salah satu upaya yang sedang
dikembangkan adalah mengembangkan ras- ras
tertentu yang tahan terhadap parasit. Untuk
langkah tersebut perlu diketahui heritabilitas
dari parasit tertentu seperti Heterakis
gallinarum yang menguji asal yang berbeda.
Atas dasar tersebut maka penelitian tentang
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Sampel ayam yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 32 ekor ayam lokal Bali
yang berumur satu hari (DOC), diperoleh dari
Dusun Yeh Kori, Desa Jungutan, Kecamatan
Bebandem, Kabupaten Karangasem. Telur
cacing Heterakis gallinarum asal Bali (Asia)
yang telah berembrio atau infektif diperoleh
dari ayam terinfeksi alami oleh Heterakis
gallinarum dengan cara mengambil cacing
Heterakis gallinarum dibagian sekum ayam
lokal kemudian cacing Heterakis gallinarum
jantan dan betina dipisahkan dilanjutkan dengan
cacing Heterakis gallinarum betina digerus
secara pelan- pelan dan ditaruh pada cawan
petri yang berisi formalin 0,5 % pada suhu 200C
selama 21 hari (Schwarz et al, 2011) dan
diberikan
oksigen
berupa
gelembung
menggunakan pipet tetes setiap hari. Dua puluh
satu hari kemudian gerusan dari cacing
Heterakis gallinarum disaring menggunakan
saringan dengan lubang kecil yang bertujuan
untuk memisahkan gerusan dengan telur cacing
Heterakis gallinarum.
Telur cacing Heterakis gallinarum
selanjutnya diendapkan selama 2 jam.
Selanjutnya ditambahkan air lagi serta
diendapkan selama 2 jam. Setelah itu endapan
telur cacing Heterakis gallinarum ditambahkan
formalin 0,5 % dan disimpan dalam kulkas pada
suhu kurang lebih 40C sampai dilakukan infeksi
pada ayam lokal (Schwarz et al, 2011).
Sedangkan telur cacing Heterakis gallinarum
asal Eropa (Jerman) diperoleh dari cacing
betina dewasa yang diisolasi dari infeksi alami
pada ayam lohman dari University of
Goettingen, Germany.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan kandang
yang terbuat dari kayu, triplek, kawat burung
dan bagian atap menggunakan asbes. Kandang
ini dibagi dalam dua bilik yang masing- masing
bilik memiliki ukuran panjang 180 cm dan lebar
98 cm luas satu bilik kandang yaitu 1.764 m2.
Ayam lokal sebelum dimasukkan kandang
didisinfektan terlebih dahulu dan kandang
100
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol. 6 No. 2
Agustus 2014
diberi alas kandang atau litter menggunakan
kulit padi. Dilakukan persiapan alat infeksi
antara lain magnetic stirer dan spuite 3 ml yang
telah dimodifikasi dengan penambahan selang
infus panjang 3 cm dan selanjutnya dilakukan
pengamatan telur yang telah infektif pada
mikroskop. Telur cacing Heterakis gallinarum
berembrio yang disebut aktif dan infektif adalah
telur mengandung larva yang berkembang baik,
motil dan tidak menetas.
Setelah dilakukan pengamatan telur
cacing Heterakis gallinarum yang telah infektif,
dilanjutkan dengan melakukan infeksi (minggu
ke tiga). Kandang satu setiap ekor ayam lokal
Bali dari total ayam 16 ekor diinfeksikan secara
oral dengan 0,2 ml (250 telur Cacing Heterakis
gallinarum infektif) asal Asia. Kandang kedua
setiap ekor ayam lokal dari total ayam 16 ekor
diinfeksikan secara oral dengan 0,2 ml (250
telur cacing Heterakis gallinarum infektif) asal
Jerman (Eropa) ayam lokal dipelihara hingga
berumur tiga bulan.
Ayam sampel (32 ekor) setelah berumur
3 Bulan dilanjutkan dengan melakukan nekropsi
terhadap 48 ayam lokal serta dilakukan
pengambilan sampel sekum pada setiap ayam
dan ditaruh pada pot atau gelas plastik yang
disesuaikan dengan keterangan nomor kandang
dan asal telur infektif cacing. Sampel sekum
yang telah diperoleh dibedah serta isi sekum
disaring sisa dari saringannya ditaruh di cawan
petri
dan
dilakukan
pemeriksaan
di
Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran
Hewan,
Universitas
Udayana
dengan
menggunakan mikroskop Stereo. Dilakukan
pencatatan ayam yang positif, jumlah dan
ukuran cacing Heterakis gallinarum yang telah
ditemukan pada setiap ayam lokal Bali yang
disesuaikan dengan nomor kandangnya dan asal
telur infektif.
Penelitian ini menggunakan rancangan
acak lengkap dengan jumlah sampel masingmasing dari 16 ekor ayam lokal diinfeksikan
telur infektif cacing Heterakis gallinarum asal
Asia dengan dosis 250 telur infektif dalam 0,2
ml dan 16 ekor ayam lokal diinfeksikan telur
infektif cacing Heterakis gallinarum asal Eropa
dengan dosis 250 telur infektif dalam 0,2 ml.
Adapun Variabel yang diamati yakni tingkat
kejadian infeksi cacing Heterakis gallinarum
pada ayam lokal, jumlah cacing Heterakis
gallinarum, dan ukuran cacing Heterakis
gallinarum.
Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan dengan
cara menghitung jumlah cacing Heterakis
gallinarum yang ditemukan dalam sekum ayam
lokal yang telah diinfeksikan telur infektif
cacing Heterakis gallinarum. Data hasil
penelitian ditabulasi dan tingkat infeksi cacing
Heterakis gallinarum dianalisis menggunakan
Chi-Square, untuk jumlah cacing dan ukuran
cacing Heterakis gallinarum yang ditemukan
pada ayam lokal yang telah diinfeksikan
dianalisis menggunakan T.Test (Sampurna, dan
Nindhia. 2011).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengamatan dari 16 ekor ayam
lokal yang diinfeksi dengan telur infektif cacing
Heterakis gallinarum asal Asia, terdapat 10
ekor (62,5%) positif ditemukan cacing
Heterakis gallinarum. Sedangkan dari 16 ekor
ayam lokal yang diinfeksi dengan telur infektif
cacing Heterakis gallinarum asal Eropa,
terdapat 15 ekor (93,8%) positif ditemukan
cacing Heterakis gallinarum. Sedangkan 16
ekor ayam lokal lainnya yang diinokulasikan
aquades tidak ditemukan cacing Heterakis
gallinarum, setelah dilakukan analisis statistik
Chi-Square tingkat infeksi cacing Heterakis
gallinarum pada ayam lokal berhubungan nyata
( P < 0,05) dengan asal telur cacing.
Tabel 1. Infeksi Heterakis gallinarum pada
ayam lokal
Jenis Cacing
H.
H.
Jumlah
gallinarum
Asia
gallinarum
Eropa
Jumlah
Ayam
16
Positif
Terinfeksi
10
Persentase
(%)
62,5
16
15
93,8
32
Keterangan * : Signifikan (P < 0,05)
101
X2
Signifikansi
4,571
0,033*
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Nyoman Sunita, dkk
93,8
100
80
ukuran panjangnya 10,71 ± 0,96 mm. Setelah
dianalisis statistik, ternyata asal telur cacing
tidak berpengaruh nyata ( P > 0,05) terhadap
ukuran panjang rata- rata Heterakis gallinarum
pada ayam lokal.
62,5
60
Prevalen
si (%) 40
20
Tabel 3. Ukuran cacing Heterakis gallinarum
pada ayam lokal
0
Asia
Gambar
1.
Eropa
Jenis cacing
Heterakis gallinarum Asia
Heterakis gallinarum Eropa
Histogram infeksi Heterakis
gallinarum pada ayam local
11
Signifikansi
H. gallinarum asal Asia
9,75 ± 12,96
0,045*
H. gallinarum asal Eropa
22,43 ± 20,45
Rata - rata 10
ukuran
cacing
9
Asia
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian ini, seperti
disajikan Tabel 1 bahwa dari 16 ekor ayam
lokal yang diinfeksi dengan telur infektif cacing
Heterakis gallinarum asal Asia, ayam yang
positif terinfeksi cacing Heterakis gallinarum
yakni 62,5%. Tabel 2 menunjukkan bahwa
jumlah cacing (9,75 ± 12,96) yang ditemukan
pada sekum lebih rendah daripada dari 16 ekor
ayam lokal yang diinfeksi telur infektif cacing
Heterakis gallinarum asal Eropa, ternyata ayam
yang positif terinfeksi cacing Heterakis
gallinarum (93,75%) dan
jumlah cacing
Heterakis gallinarum yang ditemukan pada
sekum lebih tinggi (22,43 ± 20,45). Sedangkan
pada Tabel 3 hasil pengukuran panjang cacing
Heterakis gallinarum yang berasal dari Asia
memiliki rata - rata ukuran panjangnya 9,62 ±
1,87 mm dan Heterakis gallinarum yang berasal
dari Eropa memiliki rata- rata ukuran
panjangnya 10,71 ± 0,96 mm. Terlihat bahwa
Heritabilitas cacing Heterakis gallinarum pada
ayam lokal dipengaruhi oleh perbedaan asal
dari telur infektif cacing Heterakis gallinarum
dan kemungkinan hal tersebut dipengaruhi oleh
respon imun atau sistem adaptasi parasit cacing
terhadap hospes.
22,43
20
15
9,75
0
Asia
Eropa
Gambar 3. Histogram ukuran cacing Heterakis
gallinarum pada ayam lokal
Keterangan : Signifikan (P < 0,05)
Rata rata 10
jumlah
cacing 5
9,62
9,5
*
25
10,71
10,5
Tabel 2. Jumlah Cacing Heterakis gallinarum
yang ditemukan pada ayam local
Jumlah Cacing/ Ayam
Signifikansi
0,069ns
Ns : Non signifikan ( P > 0,05)
Rata- rata Jumlah cacing Heterakis
gallinarum asal Asia yang ditemukan pada
setiap ayam lokal adalah 9,75 ± 12,96 ekor
cacing, sedangkan ayam lokal yang diinfeksi
dengan telur infektif cacing Heterakis
gallinarum asal Eropa memilki rata-rata jumlah
cacing yang ditemukan setiap ayam lokal
adalah 22,43 ± 20,45 ekor cacing. Setelah
dilakukan analisis statistik T.test, tampak bahwa
asal telur cacing berpengaruh nyata ( P < 0,05 )
terhadap jumlah cacing Heterakis gallinarum.
Jenis Cacing
Ukuran rata- rata (mm)
9,62 ± 1,87
10,71 ± 0,96
Eropa
Gambar 2. Histogram jumlah cacing Heterakis
gallinarum pada ayam lokal
Hasil pengukuran panjang cacing
Heterakis gallinarum yang ditemukan pada
ayam lokal, ternyata cacing Heterakis
gallinarum asal Asia rata- rata ukuran
panjangnya 9,62 ± 1,87 mm. Sedangkan
Heterakis gallinarum asal Eropa rata- rata
102
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol. 6 No. 2
Agustus 2014
Respon
imunologi
merupakan
manifestasi reaksi sistem kekebalan tubuh
terhadap masuknya benda asing adalah suatu
fenomena biologi yang kompleks dan unik yang
secara garis besar telah dipaparkan antara lain
oleh Tizard (1987). Apabila tubuh kemasukan
benda asing misalnya protein atau antigen
(virus, bakteria, parasit), maka tubuh akan
bereaksi secara aktif menetralisir benda asing
tersebut.
Resistensi terhadap infeksi Nematoda
tergantung dari pernah atau tidaknya dimasuki
parasit sebelumnya dan tergantung pada
toleransi dari efeknya. Imunitas didapat melalui
invasi jaringan oleh parasit dan larvanya atau
melalui absorpsi produknya dan imunitas yang
terdapat ialah humoral dan seluler. Kombinasi
antigen-antibodi melokalisasi atau membatasi
iritasi
ekskresi
dan
sekresi
cacing,
menghentikan, menghambat aktivitas fisiologis,
menghambat pertumbuhan dan kadang- kadang
menghancurkannya serta terjadinya suatu
imunitas karena adanya reaksi terhadap suatu
antigen dan protein asing berupa parasit yang
memasuki tubuh hospes (Irianto, 2009).
Ternak atau Hewan sebenarnya peka,
tetapi setelah mendapat infeksi kemudian terjadi
proses hubungan antara hospes-parasit sehingga
terbentuk respon kebal yang adaptive atau
disebut juga respon kebal perolehan (acquired).
Resisten bentuk 2 dan 3 ini adalah bersifat
antigen spesifik dan melibatkan sebagian atau
semua unsur-unsur mekanisme kekebalan
seperti antibody, T-Lymphocytes dan immune
mediated imflammatory responses (Salmuller,
1998). Variasi resistensi terhadap penyakit telah
dikenal sejak permulaan abad 20, dan dewasa
ini telah dikenal adanya variasi resistensi
terhadap penyakit, baik di antara maupun di
dalam bangsa sapi, ayam, domba, kambing dan
babi (Owen dan Axford, 1991). Wakelin dan
Blackwell (1988), pernah menyatakan bahwa
daya resistensi terhadap infeksi suatu penyakit
terjadi secara genetik dan diturunkan dari induk
ke anaknya, dan biasanya sebagai sifat yang
dominan.
Dalam penelitian ini dimana tingginya
tingkat infeksi positif pada ayam lokal oleh
cacing Heterakis gallinarum asal Eropa
dibandingkan dengan infeksi dari cacing
Heterakis gallinarum asal Asia kemungkinan
dapat dipengaruhi oleh genetik resisten dan
diturunkan dari induk ke anaknya melalui
maternal antibodi. Sedangkan cacing Heterakis
gallinarum asal Eropa merupakan antigen yang
benar- benar asing bagi hospes atau ayam lokal
sehingga ayam lokal sangat peka terhadap
antigen tersebut dan berakibat pada tingkat
infeksi positif yang lebih tinggi.
Beberapa indikator resisten yang
sederhana yang telah diuji secara praktek dan di
dalam penangkaran percobaan adalah infeksi
cacing atau host worm burden (IC), faecal egg
count (FEC), circulating eosinophils, level
Antibodi, PCV. Dalam penelitian ini yang
dilihat yakni host worm burden, dimana host
worm burden merupakan salah indikator yang
baik untuk mengukur resistensi hospes secara
genetik (Partoutomo, 2004).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari penelitian ini dapat ditarik
simpulan bahwa tingkat infeksi cacing
Heterakis gallinarum asal Asia lebih rendah
dibandingkan cacing Heterakis gallinarum asal
Eropa pada ayam lokal dengan rata- rata jumlah
cacing Heterakis gallinarum yang ditemukan
pada ayam lokal yang diinfeksi telur infektif
cacing Heterakis gallinarum asal Asia lebih
sedikit dibandingkan yang ditemukan pada
ayam lokal yang diinfeksi telur infektif cacing
Heterakis gallinarum asal Eropa.
Saran
Dari hasil penelitian diatas perlu
diperhatikan bahwa dampak dari kecacingan
yang disebabkan oleh cacing Heterakis
gallinarum ditinjau dari tingkat infeksi dan
jumlah cacing yang ditemukan cukup tinggi
yang disebabkan oleh cacing yang berasal dari
luar Bali sehingga untuk mencegah masuknya
unggas luar Bali masuk ke Bali harus dilakukan
pengawasan yang intensif untuk menghindari
masuknya penyakit dari luar Bali.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dapat terlaksana atas
kerjasama Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana dengan Mis. Charlotte dari
103
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Nyoman Sunita, dkk
Heterakis gallinarum mono and coinfection with Histomonas meleagridis
in layer chicken. Journal of Veterinary
Parasitology. 1University of Veterinary
Medicine Hannover.
Seyama, T., J.H. Ko, M. Ohe, N. Sasaoka, A.
Okade, H. Gomi, A. Yoneda, J. Ueda,
M. Nishibori, S. Okamoto, Y. Maeda,
and T. Watanabe. 2006. Population
research of genetic polymorphism at
amino acid position 631 in chicken Mx
protein with different antiviral activity.
Biochem. Genet. 44: 432− 443
Sulandari, S., M.S.A. Zein, S. Paryanti, dan
T.Sartika. 2007. Taksonomi dan asalusul ayam domestikasi. hlm. 5−25.
Dalam K. Diwyanto dan S.N. Prijono
(Ed). Keanekaragaman Sumber Daya
Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat
dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Bogor.
Tizard, 1., 1987 . Veterinary Immunology: An
Introduction . 3`d Ed. W.B . Sanders
Company.
Philadelphia,
London,
Toronto, Sydney, Tokyo, Hongkong.
Wakelin, D. and J.M. Blackwel. Eds., 1988.
Genetics of resistance to bacterial and
parasitic infection. Taylor and Francis,
London. p. 287.
Wuri. D. A. 2001. fluktuasi populasi nematoda
saluran pencernaan ayam kampung
pada bulan kering dan bulan basah
diwilayah kabupaten Bogor. Skripsi
Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor, Bogor. Diakses pada Tanggal 3
Januari 2012.
University of Gottingen. Untuk itu pada
kesempatan
ini
penulis
mengucapkan
terimakasih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Boedianto, H., 2011. Panduan sukses
pembesaran ayam kampung pedaging
2,5 untung besar. Araska. Yogyakarta.
Damayanti, E., A. Sofyan, H. Julendra, and T.
Untari., 2009. The use of earthworm
meal
(Lumbricus
rubel/us)
as
antipullorum agent in feed additive of
broiler chickens. JITV 14(2): 83−89.
Dinas Peternakan Jakarta., 1996. Brosur
Intensifikasi Ternak Ayam Buras,
Pemerintah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, Jakarta.
Irianto, K., 2009. Parasitologi: berbagai
penyakit yang mempengaruhi kesehatan
manusia. Yrama Widya. Bandung.
Orsi, M.A., L. Doretto Jr. S. C.A. Camillo, D.
Reischak,
S.A.M.
Ribeiro,
A.
Ramazzoti, A.O. Mendonca, F.R. Spilki,
M.G Buzinaro, H.L. Ferreira, and C.W.
Arns. 2010. Prevalence of Newcastle
Disease virus in broiler chickens (Gallus
domesticus) in Brazil. Braz. J. Mirobiol.
41(2): 114−119.
Owen, J.B . and R.F.E. Axford., 1991. Breeding
for disease resistance in farm animals.
CAB International, Wallingford 499 p.
Partoutomo, S. 2004. Pengendalian parasit
dengan genetic host resistance. Balai
Penelitian Veteriner. Bogor. Diakses
pada Tanggal 5 Januari 2012.
Permin, A. And J. W. Hansen., 1998.
Epidemiology, Diagnosis, and control
poultry parasites, food Agriculture
Organization United Nations, Rome.
Salmuller, A., 1998. Antigen specific immune
response ofporcine T lymphocytes to
various pathogens. In : Genetic
Resistance to Animal Diseases. M.
Muller dan G. Brem (Eds). Rev. Sci.
Tech. off. Int. Epiz. 17(1): 71-83.
Sampurna, P. Nindhia, S. 2011. Metode ilmiah
dan Rancangan Percobaan. Udayana
University Press.
Schwarz, A., Gauly M., Abel H.J., Daş G.,
Humburg J., Weiss A.Th.A., Breves G.,
Rautenschlein S., 2011: Pathobiology of
104
Download