BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas
tanaman hortikultura bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Tanaman cabai
memiliki kandungan gizi antara lain protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin
A, B1, dan C. Cabai biasa digunakan sebagai bumbu masakan, bahan campuran
makanan serta bahan obat-obatan atau jamu (Syukur et al., 2016).
Produktivitas cabai di Indonesia tiga tahun terakhir mengalami
peningkatan, pada tahun 2012 sebesar 7.93 ton/ha, tahun 2013 sebesar 8.16 ton/ha
dan tahun 2014 sebesar 8.35 ton/ha. Sedangkan produktivitas cabai di Sumatera
Barat tiga tahun terakhir mengalami penurunan, pada tahun 2012 sebesar 8.63
ton/ha, tahun 2013 sebesar 8.18 ton/ha dan tahun 2014 sebesar 7.84 ton/ha (BPS,
2015). Produktivitas ini masih rendah dibandingkan dengan produktivitas
optimum yang dapat mencapai 20-30 ton/ha (Syukur et al., 2016).
Salah satu kendala utama peningkatan produktivitas cabai yaitu adanya
serangan patogen. Beberapa patogen pada tanaman cabai adalah jamur
Colletotrichum gloesporioides Penz & Sacc dan Colletotrichum capsici Syd &P.
Syd penyebab penyakit antraknosa atau busuk buah, Cercospora capsici Heald &
F.A. Wolf penyakit bercak daun, Sclerotium rolfsii Sacc penyebab penyakit rebah
kecambah, dan Fusarium oxysporum f.sp. capsici penyebab penyakit layu
fusarium (Semangun, 2000).
Jamur F. oxysporum f.sp. capsici merupakan patogen tular tanah yang
menginfeksi jaringan pembuluh tanaman sehingga menyebabkan terhambatnya
penyerapan air dan unsur hara. Menurut Rostini (2011) kerugian serta gagal panen
yang disebabkan penyakit layu fusarium pada tanaman cabai mencapai 50%.
Gejala penyakit layu fusarium secara visual adalah menguningnya daun bawah
dimulai dari bagian tepi daun, lalu menyebar ke seluruh permukaan daun
kemudian tanaman layu. Sedangkan gejala khas penyakit layu fusarium terdapat
pada bagian batang tanaman terserang, apabila dibelah membujur terlihat garisgaris coklat kehitaman di sepanjang berkas pembuluh (Semangun, 2000).
2
Pengendalian penyakit layu fusarium yang biasa dilakukan petani dengan
pembongkaran tanaman terserang dan penggunaan fungisida sintetik. Menurut
Dekker (1976) dalam Nugroho (2013), penyakit layu fusarium sulit dikendalikan
dengan cara kimiawi karena jamur berada di dalam jaringan pembuluh kayu
sehingga tidak bisa dijangkau oleh fungisida. Selain itu, fungisida juga berdampak
negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Tenaya, 2001). Oleh karena itu,
perlu dicari alternatif pengendalian yang lebih efektif dan ramah lingkungan.
Salah satunya adalah penggunaan agensia hayati Fungi Mikoriza Arbuskular
(FMA).
FMA merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dan
akar tanaman yang hampir terdapat pada semua jenis tanaman. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa FMA dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
dan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen. Penelitian Sulyanti et al.,
(2011) melaporkan bahwa FMA indigenous dari rhizosfer tanaman pisang mampu
meningkatkan ketahanan bibit pisang Cavendish terhadap serangan layu fusarium,
sedangkan FMA spesies Glomus fesciculatus mampu menurunkan infeksi patogen
F. oxysporum f.sp. lycopersici pada tanaman tomat (Nurhayati, 2010). Introduksi
FMA mampu menginduksi ketahanan sistemik pada tanaman cabai merah
terhadap patogen C. capsici dengan cara mengakumulasi asam salsilat untuk
mengekspresikan gen pertahanan (Marlina et al., 2010). Selain itu, FMA
dilaporkan dapat menghasilkan senyawa kimia antimikroba sehingga dapat
melindungi perakaran tanaman terhadap patogen Ralstonia solanacearum ras 4
pada tanaman jahe (Suharti et al., 2008).
Selain agen pengendali hayati patogen, FMA juga berpotensi dalam
meningkatkan pengambilan nutrisi terutama unsur hara P dari dalam tanah.
Informasi tentang FMA untuk pengendalian penyakit layu fusarium pada tanaman
cabai masih terbatas. Berdasarkan uraian tersebut telah dilakukan penelitian
dengan judul “Kemampuan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dalam Menekan
Perkembangan Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum
L.)”.
3
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dosis Fungi Mikoriza Arbuskular
(FMA) yang efektif dalam menekan perkembangan penyakit layu fusarium dan
yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai.
C. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi petani
cabai maupun peneliti lain tentang potensi FMA sebagai alternatif pengendalian
hayati dalam menekan perkembangan penyakit layu fusarium pada tanaman cabai.
Download