BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sambutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada acara Lokakarya Nasional Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium 2015 terkait Kesehatan dan Peran Organisasi Profesi pada tanggal 16 Februari 2010 mengemukakan visi dan misi adalah masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat; melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih merupakan masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan masyarakat, juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan kesehatan. Permasalahan tingginya AKI dipengaruhi oleh faktor sosial yaitu tiga terlambat dan empat berlalu. Penyebab langsung kematian ibu adalah trias perdarahan, infeksi, dan eklamsia (Amiruddin, 2006, ¶ 4). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, bahwa setiap tahunnya wanita yang bersalin meninggal dunia mencapai lebih dari 500.000 orang. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003 menunjukkan 307 per 100.000 kelahiran hidup. Ini merupakan AKI tertinggi di ASEAN. Setiap tahun angka kelahiran mencapai lima juta dan angka tersebut sekitar 20 ribu kelahiran berakhir dengan kematian akibat komplikasi dan melahirkan. Jadi, setiap jam 2 orang ibu meninggal dan 20 bayi meninggal dari setiap 1000 bayi yang dilahirkan. Data terakhir menurut SDKI 2007 menunjukkan 228/100.000 kelahiran hidup. Faktor utama yang menyebabkan tingginya AKI di Indonesia adalah pendarahan yang terjadi ketika melahirkan maupun karena komplikasi kehamilan dan persalinan. Berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional 2001, angka anemia pada ibu hamil sebesar 40,1%. Hal ini menunjukkan bahwa anemia cukup tinggi di Indonesia. Bila diperkirakan pada tahun 2003-2010 prevalensi anemia masih tetap di atas 40%, maka akan terjadi kematian ibu sebanyak 18 ribu per tahun yang disebabkan pendarahan setelah melahirkan. Ini kondisi dengan estimasi 3-7 persen ibu meninggal karena penyebab tak langsung anemia (Arby, 2007, ¶ 4). Anemia merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi tertinggi pada wanita hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70% atau 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia. Menurut data yang ada, jumlah penderita di Indonesia mencapai 30-55 % dari total penderita di dunia yang mencapai 500-600 juta orang (Arby, 2007, ¶ 5). Perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang sedang berkembang menderita anemia defisiensi zat besi berkisar 36%. Sedangkan prevalensi di negara maju sekitar 8% dari perkiraan populasi 1200 juta orang. Di Indonesia, prevalensi anemia pada kehamilan sekitar 23 (74%) pada kehamilan trimester II dan 13 (42%) menderita kekurangan zat besi (Amiruddin, 2006, ¶ 3). Di Indonesia prevalensi anemia di kalangan pekerja memang masih tinggi. Studi mengenai anemia pada pekerja wanita yang dilakukan di Jakarta, Bandung, Jambi, Kudus-Jawa Tengah membuktikan bahwa anemia menurunkan produktivitas 5-10% dan kapasitas kerjanya 6,5 jam per minggu. Anemia yang menyebabkan turunnya daya tahan juga membuat penderita rentan terhadap penyakit. Pada penderita anemia lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (Hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal. Penyebabnya dapat karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan sel darah merah, misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi (Rahmad, 2008, ¶2). Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua dan ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35 persen. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Pada banyak wanita hamil, anemia gizi besi disebabkan oleh konsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat gizi dan kebutuhan yang meningkat (Balita-anda, 2007, ¶). Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI) tahun 2000 untuk deteksi anemia pada kehamilan maka dilakukan pemeriksaan hemoglobin. Ibu hamil harus dilakukan pemeriksaan pada kunjungan pertama dan minggu ke-28. Bila kadar hemoglobin <11gr% pada kehamilan dinyatakan termasuk anemia. Salah satu peran bidan sebagai pelaksana adalah memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama kegawat daruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi (IBI. 2005). Berdasarkan latar belakang tersebut dan karena masih tingginya prevalensi anemia pada kehamilan, maka penulis tertarik untuk meneliti pengetahuan dan tindakan bidan dalam penanganan anemia pada kehamilan di Kecamatan Medan Area Medan Tahun 2011. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pengetahuan dan Tindakan Bidan dalam Penanganan Anemia pada Kehamilan di BPS Kecamatan Medan Area Tahun 2011?” C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengetahuan dan tindakan bidan dalam penanganan anemia pada kehamilan di BPS Kecamatan Medan Area Tahun 2011. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan bidan dalam penanganan anemia pada kehamilan di BPS Kecamatan Medan Area Tahun 2011. b. Untuk mengidentifikasi tindakan bidan dalam penanganan anemia pada kehamilan di BPS Kecamatan Medan Area Tahun 2011. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Bidan Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesahatan/bidan untuk mengetahui tentang penanganan anemia pada kehamilan. 2. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan dan sebagai salah satu persyaratan dalam penyelesaian tugas akhir. 3. Bagi Pendidikan Kebidanan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pada mata kuliah asuhan kebidanan khususnya ASKEB I (Kehamilan). 4. Bagi Penelitian kebidanan Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberi data bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.