BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas dari interaksi dan hubungan antar sesama. Dalam kehidupannya manusia memiliki beberapa potensi didalam diri setiap individunya, salah satu potensi yang bisa dikembangkan adalah seni. Setiap individu memiliki jiwa seninya masing-masing, meskipun terkadang ada beberapa yang tidak tampak / menonjol. Jiwa seni tersebut mengalir dan berkembang bisa melalui gerak (tari), maupun suara (musik). Seni biasa digunakan untuk mengungkapkan perasaan jiwa seseorang. Pada zaman dahulu seni erat kaitannya dengan kehidupan dan adat istiadat yang merupakan bagian dari kebudayaan. Indonesia adalah negara yang memiliki beragam budaya, dari Sabang sampai Merauke diketahui ada 34 Provinsi dan setiap Provinsinya memiliki beberapa suku yang berbeda-beda. Aceh adalah salah satu suku yang berada dan tersebar di daerah Nangroe Aceh Darussalam, salah satu Provinsi di ujung bagian Utara kepulauan Sumatera. Begitu pula halnya pada masyarakat Aceh yang memiliki keberagaman budaya, yang merupakan bagian dari adat istiadat Aceh. Aceh memiliki 13 suku bangsa asli yaitu suku Aceh, suku Gayo suku Aneuk Jamee, suku Singkil, suku Pakpak, suku Alas, suku Kluet, suku Tamiang, suku Devayan, suku Sigulai, suku Lekon, suku Haloban dan suku Nias. Masing-masing suku tersebut mempunyai kekhasan didalam budayanya khususnya dalam bidang seni (rupa, tari, dan musik). Namun, dapat dilihat ada sebuah kemiripan disetiap seni yang tercipta, yaitu sebuah tampilan seni yang bernuansa Islami. Tari-tarian Aceh berkembang menjadi media penyampai pesan / syiar dalam penyebaran Agama Islam setelah masuknya Agama Islam di Aceh, informasi tersebut didapat berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber pada tanggal 12 Juli 2014. Berdasarkan letak daerah Aceh yang dikelilingi dengan Samudera Hindia dan Selat Malaka membuat aceh menjadi salah satu tempat persinggahan bagi para pedagang-pedagang maupun dari para musafir-musafir yang sedang melakukan perjalanan. Sebelum masuknya Agama Islam, kesenian di Aceh bersifat magis dan sering dikaitkan dengan acara-acara ritual. Kesenian di Aceh telah lahir dan berkembang dimasyarakat Aceh, dalam bentuk tari-tarian yang dahulunya sering digunakan sebagai media untuk pemujaan kepada dewadewi atas rahmat ataupun jika ingin meminta nikmat. Namun setelah masuknya ajaran Agama Islam lirik-lirik didalamnya dirubah menjadi syair-syair yang berupa Shalawat Nabi serta pesan tentang nilai-nilai Islam. Penggunaan tari sebagai media penyampai pesan dimaksudkan agar lebih menarik perhatian bagi para pengikut-pengikut ajaran Islam, karena jika hanya dengan ceramah akan bersifat monoton apalagi jika dahulunya orang-orang lebih percaya kepada alam dan cenderung tidak mempunyai kepercayaan (ateisme). Begitupula pada kesenian yang berkambang di Kecamatan Baiturrahaman, yaitu salah satu kecamatan di Kota Banda Aceh. Kesenian di Kecamatan Baiturrahman dapat dijumpai di sanggar-sanggar tari yang ada di kecamatan tersebut, dari kesemua sanggar-sanggar tersebut hampir seluruhya mengajarkan tari-tarian Aceh yang bernuansa Islami. Hal tersebut dikarenakan sebagai penerus kebudayaan yang telah lahir dan berkembang dimasyarakat Aceh. Salah satunya adalah di sanggar tari Rangkang Endatu yang merupakan salah satu sanggar yang menjadi sebuah tempat dalam pelestarian dan pengembangan tari-tarian Aceh. Disangar tersebut dapat dijumpai beberapa tari-tarian yang telah lahir didaerah Aceh, salah satunya adalah tari Likok Pulo. Berdasarkan informasi yang didapat dari beberapa sumber dapat diketahui bahwa tari Likok Pulo adalah sebuah tari yang berkembang dimasyarakat Aceh dalam konteks sebagai media penyampai pesan-pesan Islami dalam penyebaran Agama Islam di Aceh. Dalam bahasa Aceh kata Likok berarti “gerak” dan Pulo berarti “pulau”, hal tersebut dilandasi atas dasar dimana tarian ini pertama kali diciptakan yaitu di kawasan Pulo Besar Selatan, Kampung Ulee Paya, Kecamatan Peukan Bada, dalam wilayah gugusan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Sesuai dengan maksud dan tujuan diciptakannya tarian Likok Pulo maka tarian ini berisi tentang pesan-pesan Agama Islam. Dapat dilihat dari gerakan-gerakan tari yang terdapat didalamnya yang melambangkan rasa persatuan dan kesatuan yang kokoh seperti yang ada didalam ajaran Agama Islam yang tercermin dari gerakangerakan yang dilakukan penari secara serempak dan bersama. Para penari melakukan gerakan seperti mengangkat tangan kedepan seperti halnya ketika melakukan takbir didalam shalat, serta terdapat pula gerakan kepala menunduk seperti gerakan ruku’ ataupun sujud didalam shalat. Beberapa gerakan tersebut adalah gerakan-gerakan pokok dalam tari Likok Pulo yang dilakukan penari dengan serempak dan dilakukan secara bersama. Tari Likok Pulo biasanya ditampilkan dengan beberapa penari yang berjumlah ganjil yang posisinya dalam satu barisan (shaf). Jumlah penari yang ganjil dimaksudkan atas dasar bahwa secara Agama Islam Allah SWT menyukai yang sifatnya ganjil, ada 99 nama Asmaul Husna, ada 5 rukun Islam, dan lain sebagainya. Jika dilihat dari nilai estetisnya dengan jumlah penari yang ganjil akan lebih memudahkan dalam pembuatan gerak yang lebih indah. Sesuai dengan yang ada didalam tari Likok Pulo yaitu gerak selang-seling, maka dengan jumlah penari yang ganjil akan mempermudah dalam menimbulkan gerak selang-seling tersebut. Tari Likok Pulo diiringi oleh nyanyian-nyanyian yang disenandungkan oleh para penari dan juga syech1. Terdapat dua orang syech didalam tari Likok Pulo, salah satunya duduk dan ikut menari dengan para penari dan yang lainnya duduk didekat penabuh rapa’i. Nyanyian-nyanyian yang disenandungkan tersebut berisi syair-syair bernuansa Islami yang dimulai dengan salam dan mengucapkan shalawatshalawat nabi dan dilanjutkan dengan isi-isi dakwah yang ingin disampaikan kemudian diakhiri dengan salam penutup. Selain itu tari Likok Pulo juga diiringi dengan rapa’i 2 yang dimainkan oleh 2 orang penabuh rapa’i sebagai pengatur tempo dalam pelaksanaan didalam tari Likok Pulo. Busana yang dipakai saat pertunjukkan tari merupakan busana yang sesuai dengan syari’at ajaran Agama Islam, yaitu dengan memakai baju kurung lengan panjang dan juga celana panjang. Seiring berkembangnya waktu, tari Likok Pulo mengalami perubahanperubahan didalam gerak dan syair sesuai dengan fungsi dimana tarian tersebut dipertunjukkan tanpa meninggalkan konsep awal dalam tarian tersebut. Yaitu dengan tetap memunculkan rukun yang seharusya ada, rukun tersebut yang 1 Syech adalah penyanyi dalam yang mengiringi saat tarian berlangsung Rapa’i adalah alat musik khas aceh yang cara memainkannya dengan ditampar-tampar / ditepuk-tepuk 2 dimulai dengan Saleum 3 , Likok, Lani 4 , dan penutup. Namun, meskipun begitu masih dapat dijumpai gerak-gerak asal dari tari Likok Pulo tersebut, seperti yang disebutkan diatas. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menjadikan tari Likok Pulo sebagai topik dalam penelitian ini. Dengan menganalisa fenomena yang terjadi di lapangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi didalam tarian tersebut. Sesuai dengan kebutuhan dalam sebuah pertunjukkan dapat dijumpai tari Likok Pulo dengan berbagai macam versi, salah satu yang menjadi fokus perhatian adalah di sanggar tari Rangkang Endatu. Penulis menganggap bahwa di sanggar tari tersebut dapat dijumpai tari Likok pulo yang sudah mengalami perkembangan dari yang pernah ada sebelumnya. Terdapat sebuah tampilan yang menarik yang dapat dilihat dari gerakan-gerakan, busana serta syair yang lebih inovatif dan bervariasi. Berdasarkan fenomena yang terjadi maka fokus penelitian ini mengarah pada konsep koreografi tari Likok Pulo Aceh di sanggar tari Rangkag Endatu di Taman Budaya Banda Aceh Kabupaten Aceh Besar. B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah didapat berdasarkan latar belakang yang ada, untuk menganalisa berbagai permasalahan yang dapat muncul dalam pembahasan. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diketahui beberapa masalah yang dapat diselesaikan dalam penelitian ini. Identifikasi masalah yang ada adalah : 3 4 Saleum adalah salam (kata-kata pembukaan) Lani adalah lagu-lagu yang dinyanyikan / yang ingin disampaikan 1. Bagaimanakah sejarah tari Likok Pulo Aceh? 2. Bagaimanakah ide garapan pada tari Likok Pulo Aceh? 3. Bagaimanakah makna filosofis tari Likok Pulo Aceh? 4. Bagaimanakah konsep koreografi pada tari Likok Pulo Aceh di sanggar tari Rangkang Endatu? 5. Bagaimanakah perkembangan tari Likok Pulo Aceh di sanggar tari Rangkang Endatu? C. Pembatasan Masalah Agar pembahasan tidak melebar dan dapat mencapai sasarannya, mengingat ruang lingkup permasalahan bisa menjadi luas, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas maka pembatasan masalah didalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah sejarah tari Likok Pulo Aceh? 2. Bagaimanakah konsep koreografi pada tari Likok Pulo Aceh di sanggar tari Rangkang Endatu? D. Rumusan Masalah Dari pembatasan masalah diatas maka untuk lebih memfokuskan masalah yang akan diteliti maka masalah harus dirumuskan. Perumusan masalah berguna agar didalam proses penelitian penulis dapat lebih terarah dalam menyelesaikan setiap topik permasalahan yang akan dikaji. Sehingga ketika dilapangan penulis tidak kesulitan dan sudah mengetahui kemana arah penelitian ini akan dikaji. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah konsep koreografi pada tari Likok Pulo Aceh di sanggar tari Rankang Endatu?”. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan suatu landasan pemikiran dalam membuat sebuah penelitian, yang menjadi acuan terhadap maksud dalam pemilihan topik permasalahan didalam sebuah penelitian. Dari perumusan masalah yang ada sehingga penulis memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai dalam penelitian ini, yaitu : 1. Mendeskripsikan sejarah tari Likok Pulo Aceh. 2. Mendeskripsikan konsep koreografi pada tari Likok Pulo Aceh di sanggar tari Rankang Endatu. F. Manfaat Penelitian Dalam sebuah penelitian tentunya terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh, karena sebuah penelitian merupakan suatu penjelasan terhadap beberapa masalah yang terjadi dan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang telah maupun yang akan terjadi. Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis terhadap perkembangan tari-tarian pada masyarakat Aceh terutama pada tari Likok Pulo, 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang dimasa akan datang ingin meneliti mengenai kesenian khususnya kesenian tari Likok Pulo yang ada pada masyarakat Aceh, 3. Sebagai sumber informasi bagi semua pihak tentang potensi kesenian tari Likok Pulo yang ada di Kabupaten Aceh Besar, 4. Sebagai bahan motivasi bagi para pembaca, khususnya yang menekuni dalam bidang kesenian pada tari Likok Pulo, 5. Dapat menjadi sebuah rujukan bagi para seniman lainnya untuk terus berkarya dan berkreativitas dalam usaha pelestarian budaya Indonesia, dan 6. Sebagai buku tambahan untuk pustaka umum agar dapat menambah wawasan setiap pengunjung yang membaca penelitian ini.