FORMULASI KONSORSIUM RIZOBAKTERIA PELARUT FOSFAT

advertisement
FORMULASI KONSORSIUM RIZOBAKTERIA PELARUT FOSFAT
DENGAN Bradyrhizobium japonicum SEBAGAI PUPUK HAYATI DAN
APLIKASINYA PADA TANAMAN KEDELAI
SITI MELIAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang
berjudul Formulasi Konsorsium Rizobakteria Pelarut Fosfat dengan
Bradyrhizobium japonicum sebagai Pupuk Hayati dan Aplikasinya pada
Tanaman Kedelai adalah hasil karya saya dengan arahan dari atau bersama
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2013
Siti Meliah
NIM G351100121
ABSTRAK
SITI MELIAH. The Formulation of Consortium of Phosphate Solubilizing
Rhizobacteria with Bradyrhizobium japonicum as Biofertilizer and Their
Application to Soybean Plant. Supervised by Aris Tri Wahyudi and Abdjad Asih
Nawangsih.
Phosphate solubilizing rhizobacteria were known for their ability to convert
insoluble form of phosphate to the accessible form. The use of rhizobacteria as
biofertilizer is one of the most promising biotechnologies to improve plant
production. This study was conducted to formulate phosphate solubilizing
rhizobacteria (Bacillus sp. Cr and Pseudomonas sp. Crb) coinoculated with
Bradyrhizobium japonicum (Bj) and appliance them to soybean plant as
biofertilizer. Pikovskaya medium containing tri-calcium phosphate at
concentration of 0.5% was used to measure P-solubilizing ability of tested strains.
Results revealed that Crb1 is the most powerful P-solublizer using tricalcium
phosphate as a P source. It was also observed decreasing in pH along with the
increasing of amount of soluble P ranged from -0.96 to -0.42 from initial culture
during 72 hours. Isolates of the rhizobacteria (Crb and Cr) were grown in media
containing skim milk and molases prior to formulation in peat as a carrier
material. The combination of three strains produced 4 packages of inoculants.
Each packages was tested for their viability and effectiveness on soybeans in the
field. The number of bacterial population after 9 months of storage ranged from
7.5 x 106 to 5.8 x 108 cfu gr-1 of peats. Field experiment showed that treatments
designed as F1+NPK and F3+NPK were significantly increased soybean plant
growth and mineral uptake compared to untreated control and better than NPK
treatment. While F1+NPK and F2+NPK were able to increase soybean
productivity.
Key Words: Phosphate solubilizing rhizobacteria, formulation, Bacillus sp.,
Pseudomonas sp., soybean.
RINGKASAN
SITI MELIAH. Formulasi Konsorsium Rizobakteria Pelarut Fosfat dengan
Bradyrhizobium japonicum sebagai Pupuk Hayati dan Aplikasinya pada Tanaman
Kedelai. Dibimbing oleh Aris Tri Wahyudi dan Abdjad Asih Nawangsih.
Rizobakteria pelarut fosfat dikenal karena kemampuannya dalam mengubah
fosfat dari bentuk yang tak larut menjadi bentuk terlarut yang dapat digunakan
oleh tumbuhan. Pemanfaatan bakteri-bakteri yang memiliki kemampuan tersebut
sebagai pupuk hayati (biofertilizer) merupakan salah satu bioteknologi yang
menjanjikan dalam meningkatkan produksi tanaman dan mulai diterapkan untuk
mengurangi ketergantungan pemakaian pupuk kimia. Dibandingkan pupuk kimia,
pupuk hayati tidak meninggalkan residu, mampu meningkatkan efisiensi
bioremediasi, dan relatif murah. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
membuat formulasi rizobakteria pelarut fosfat (Bacillus sp dan Pseudomonas sp)
yang dikoinokulasi dengan Bradyrhizobium japonicum sebagai pupuk hayati serta
aplikasinya pada tanaman kedelai.
Uji pelarutan fosfat secara kualitatif dilakukan dengan menggoreskan isolat
bakteri Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb pada media agar Pikovskaya
dengan trikalsium fosfat (Ca3(PO4)2) sebagai sumber P sebanyak 0.5%. Kemudian
dilanjutkan dengan uji kuantitatif pelarut P di media cair Pikovskaya. Secara
kualitatif, seluruh bakteri yang diuji mampu melarutkan fosfat dengan Cr 28
memiliki indeks pelarutan fosfat yang terbesar yaitu sebesar 0.50. Dengan melihat
jumlah fosfat yang berhasil dilarutkan pada media cair, bakteri Crb 1 diketahui
paling baik dalam melarutkan fosfat. Hasil pengukuran konsentrasi fosfat yang
dilarutkan dan pH media menunjukkan kecenderungan adanya peningkatan
konsentrasi fosfat yang diikuti dengan penurunan pH. Penurunan pH media yang
berhasil diukur bervariasi antara -0.96 hingga -0.42 selama 72 jam masa inkubasi.
Formulasi bakteri dilakukan dengan mengkombinasikan tiga jenis bakteri
dan ditumbuhkan secara bersama dalam media pembawa berupa gambut. Media
susu skim molase merupakan media produksi yang digunakan sebelum formulasi.
Sebanyak empat formulasi dihasilkan, terdiri dari F1, F2, F3, dan F4. Keempatnya
diuji viabilitasnya selama masa penyimpanan 9 bulan dalam suhu ruang. Selama
masa itu, jumlah bakteri yang menyusun paket inokulan tersebut berkisar antara
7.5 x 106 hingga 5.8 x 108 cfu gr-1 gambut. Pemberian inokulan bakteri yang
dikombinasikan dengan pupuk NPK mampu meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman kedelai di lapang terutama F1 dan F3. Kedua perlakuan ini
mampu meningkatkan berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan berat
kering akar, serta meningkatkan serapan hara N dan P. Sementara itu perlakuan
F1 dan F2 yang dikombinasikan dengan NPK dapat meningkatkan berat polong,
jumlah polong isi, berat total biji, dan ukuran biji.
Kata kunci: rizobakteria pelarut fosfat, formulasi, Bacillus sp, Pseudomonas sp
kedelai
5
HAK CIPTA
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh kaya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kitik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajarr IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh kaya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
FORMULASI KONSORSIUM RIZOBAKTERIA PELARUT FOSFAT
DENGAN Bradyrhizobium japonicum SEBAGAI PUPUK HAYATI DAN
APLIKASINYA PADA TANAMAN KEDELAI
SITI MELIAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar
Magister Sains pada
Mayor Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Tesis
: Formulasi Konsorsium Rizobakteria Pelarut Fosfat dengan
Bradyrhizobium japonicum sebagai Pupuk Hayati dan Aplikasinya
pada Tanaman Kedelai
Nama
: Siti Meliah
NIM
: G351100121
Program Studi : Mikrobiologi
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si
Dr.Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
Ketua komisi
Anggota komisi
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah pascasarjana IPB
Mikrobiologi
Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S.
Tanggal Ujian: 27 Desember 2012
Dr. Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini. Tema yang dipilih adalah Formulasi Konsorsium Rizobakteria
Pelarut Fosfat dengan Bradyrhizobium japonicum sebagai Pupuk Hayati dan
Aplikasinya pada Tanaman Kedelai.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi,
M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir. Abdjad Asih Nawangsih,
M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan banyak saran
dan bimbingan kepada penulis sampai penyelesaian penulisan tesis ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Edi Husen, M.Sc atas bantuan dan
saran yang telah diberikan selama penelitian, serta kepada Dr. Rahayu Widyastuti,
M.Sc selaku penguji dan Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S selaku penjamin mutu
tesis. Penelitian ini didanai oleh Dikti melalui proyek I-MHERE IPB melalui
program B.2c atas nama Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada I-MHERE IPB dan pihak-pihak yang
terkait. Ucapan terima kasih juga ditujukan untuk Ibu Henny, Pak Jaka selaku
laboran Mikrobiologi, dan pekerja lapang pada percobaan lapang di Garut atas
segala bantuan yang telah diberikan, serta kepada teman-teman di Laboratorium
Mikrobiologi dan Kostan Bunda atas perhatian, bantuan, dan kerjasamanya
selama penelitian. Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih
untuk ayah, ibu, kakak, adik, dan keluarga besar atas doa dan dukungannya
selama ini.
Demikian tesis ini penulis buat. Semoga tidak hanya bermanfaat bagi
penulis, tetapi juga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Januari 2013
Siti Meliah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 18 Maret 1987 sebagai anak
kedua dari tiga bersaudara dari ayah Sanika dan ibu Saodah. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SDN 02 Cipulir Jakarta pada 1999, SMPN 153
Jakarta pada 2002, SMAN 47 Jakarta pada 2005, dan Strata satu di Institut
Pertanian Bogor (IPB) pada 2010. Penulis memperoleh gelar sarjana sains dengan
Mayor Biologi dan Minor Teknik Proses/Bioproses di Departemen Biologi,
FMIPA dengan judul skripsi “Telaah Awal dan Mutagenesis Transposon
Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Hawar Daun Bakteri pada Padi”. Pada
tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB melalui program
B.2c I-MHERE IPB pada program studi Mikrobiologi.
Penulis berkesempatan mempresentasikan sebagian hasil penelitian ini pada
International Seminar on Advances in Molecular Genetics and Biotechnology for
Public Education yang diselenggarakan oleh Universitas Katolik Atma Jaya
Jakarta pada 6-8 Juni 2012 serta Gelar Teknologi dan Diseminasi Hasil-hasil
Penelitian I-MHERE B.2c IPB 2010-2012 di Kabupaten Karawang, Jawa Barat
pada 16 Juli 2012 dengan judul “The Use of Phosphate-Solubilizing Rhizobacteria
as Biofertilizer to Enhance Soybeans Plant Growth”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan ..............................................................................................
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
Fosfor (P) dan Perannya pada Tanaman ...........................................
Rhizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman ..................................
Rhizobakteria Pelarut Fosfat ............................................................
Mekanisme Pelarutan Fosfat oleh Bakteri Pelarut Fosfat ..................
Pengaruh Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman ................
3
3
5
6
6
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................
Bahan ..................................................................................................
Metode ................................................................................................
Peremajaan Bakteri ...................................................................
Uji Kemampuan Bakteri PGPR dalam Melarutkan Fosfat .......
Kuantifikasi Jumlah Fosfat Terlarut pada Media Cair ..............
Formulasi Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat ...............................
Uji Viabilitas Inokulan Bakteri .................................................
Uji Keefektivan Inokulan terhadap Tanaman Kedelai...............
Rancangan Percobaan dan Analisis Data ..................................
9
9
10
10
10
11
11
12
13
14
HASIL
Uji Kemampuan Bakteri PGPR dalam Melarutkan Fosfat ................
Kuantifikasi Jumlah Fosfat Terlarut pada Media Cair .......................
Formulasi Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat ........................................
Uji Viabilitas Inokulan Bakteri...........................................................
Keefektivan Inokulan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai........
15
15
17
18
19
PEMBAHASAN ..........................................................................................
23
SIMPULAN ..............................................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
31
LAMPIRAN ..............................................................................................
35
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Galur bakteri yang digunakan dalam penelitian ................................
9
2
Formulasi bakteri dan komposisinya yang digunakan dalam
penelitian ...........................................................................................
12
Antibiotik yang ditambahkan ke dalam media agar untuk
menumbuhkan masing-masing bakteri ...............................................
13
Perlakuan tanaman untuk uji keefektifan inokulan terhadap
pertumbuhan tanaman kedelai ..........................................................
14
Indeks pelarutan Ca3(PO4)2 dalam media Pikovskaya Agar oleh
isolat bakteri rhizosfer asal tanaman kedelai .....................................
15
Kepadatan bakteri yang dimasukkan ke dalam bahan pembawa
gambut .............................................................................................
18
Viabilitas sel bakteri pada gambut selama masa penyimpanan pada
suhu ruang .......................................................................................
18
Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap pertumbuhan
pada tanaman kedelai berumur 45 hari setelah tanam .......................
20
Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap serapan hara
pada tanaman kedelai berumur 45 hari setelah tanam .......................
21
Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap produktivitas
tanaman kedelai ...............................................................................
22
3
4
5
6
7
8
9
10
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
Koloni bakteri Bacillus sp. Cr 22 (A) dan Pseudomonas sp.
Crb 16 (B) yang digores pada media Pikovskaya Agar dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari .......................................
15
Konsentrasi fosfat yang diukur pada media kultur Bacillus sp.
Cr (A) dan Pseudomonas sp. Crb (B) yang diinkubasi pada suhu
25 0C selama 72 jam .........................................................................
16
pH media kultur Bacillus sp. Cr (A) dan Pseudomonas sp.
Crb (B yang diukur pada berbagai interval waktu dan diinkubasi
pada suhu 25 0C ...............................................................................
17
Penampilan kemasan pupuk hayati hasil formulasi F2 (A) dan
F3 (B) ..............................................................................................
18
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Hasil kuantifikasi fosfat tersedia pada kultur bakteri dalam media
Pikovskaya cair dengan penambahan trikalsium fosfat 0.5% ............
36
2
Denah rancangan acak kelompok pada percobaan lapang..................
37
3
Hasil analisis hara N, P, dan K tersedia pada contoh tanah sebelum
tanam ..............................................................................................
38
Hasil analisis hara N, P, dan K tersedia pada contoh tanah setelah
tanam ..............................................................................................
39
Hasil analisis hara N, P, dan K terhadap contoh tanaman ..................
40
4
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fosfor (P) merupakan unsur makro yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman. Fosfor terlibat dalam berbagai aktivitas biokimia dalam tumbuhan
seperti sintesis asam nukleat, fotosintesis, dan sebagai komponen ATP.
Kebutuhan P untuk tanaman umumnya dipenuhi melalui aplikasi pemupukan.
Namun upaya tersebut menjadi kurang efisien karena mineral P yang masuk ke
dalam siklus tanaman-hewan hanya kurang dari 10% (Panhwar et al. 2011). Hal
ini disebabkan oleh adanya pengikatan P oleh unsur lain di dalam tanah sehingga
ketersediaan unsur tersebut pada tanah menjadi terbatas. Umumnya, P akan terikat
pada unsur lain seperti besi (Fe), alumunium (Al), kalsium (Ca), dan magnesium
(Mg) (Widawati & Suliasih 2006). Mineral P dalam bentuk terikat ini tidak dapat
digunakan secara langsung oleh tumbuhan.
Sejumlah bakteri tertentu di dalam tanah mampu memecahkan ikatan antara
P dalam bentuk fosfat dengan kation pengikatnya. Bakteri ini berkoloni di wilayah
perakaran (rizosfer) sehingga dikelompokkan dalam rizobakteria. Kelompok
bakteri rizosfer ini telah banyak dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman terkait dengan kemampuannya dalam melarutkan unsur-unsur mineral
seperti fosfat (Lucas Garcia et al. 2004). Bakteri yang diketahui memiliki
kemampuan melarutkan fosfat diantaranya Bacillus megaterium, Pseudomonas
sp. (Widawati & Suliasih 2006), Flavobacterium sp., dan Klebsiella aerogenes
(Suliasih & Rahmat 2007). Bakteri-bakteri tersebut akan melepaskan ikatan
persenyawaan fosfat tersebut melalui mekanisme pembentukan kelat, reaksi
pertukaran, dan produksi asam organik (Chen et al. 2006). Dengan demikian,
bakteri-bakteri tersebut dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh
tumbuhan sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya.
Tanaman kedelai yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan salah
satu tanaman pangan penting di Indonesia yang kebutuhannya terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Di Indonesia, kedelai
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan berbagai jenis komoditi pangan
seperti tempe, tahu, kecap, susu kedelai, dan sebagai suplemen karena kandungan
2
proteinnya yang tinggi dan kandungan bahan lainnya yang bermanfaat bagi
kesehatan. Kebutuhan nasional terhadap kedelai telah mencapai 2.2 juta ton per
tahun, sementara produksi dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan 3540% sehingga kekurangannya dicukupi melalui impor kedelai dari negara lain
(BPPP 2008). Salah satu kendala yang menyebabkan kurangnya produksi kedelai
di Indonesia ialah rendahnya produktivitas kedelai (Ghulamahdi et al. 2009).
Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa upaya agar produktivitas kedelai
meningkat, diantaranya ialah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang dapat
memacu pertumbuhan tanaman dan menyediakan P yang dibutuhkan oleh
tanaman kedelai.
Pemanfaatan bakteri-bakteri yang memiliki kemampuan melarutkan unsur
mineral sebagai pupuk hayati (biofertilizer) mulai diterapkan untuk mengurangi
ketergantungan pemakaian pupuk kimia. Dibandingkan pupuk kimia, pupuk
hayati dari rizobakteria tidak meninggalkan residu dan mampu meningkatkan
efisiensi bioremediasi (Wu et al. 2006) sehingga ramah lingkungan. Selain ramah
lingkungan, penggunaan pupuk hayati juga relatif murah (Jilani et.al 2007).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, kombinasi bakteri pelarut fosfat Bacillus sp.
Cr dan Pseudomonas sp. Crb yang dikoinokulasi dengan bakteri penambat
nitrogen Bradyrhizobium japoncum diketahui mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman kedelai pada skala rumah kaca (Sari 2011). Pada penelitian ini bakteri
Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang telah diketahui dapat melarutkan fosfat
dalam media agar dan media cair Pikovskaya, selanjutnya diformulasikan dan
diaplikasikan pada tanaman kedelai pada skala lapang untuk melihat respon
pertumbuhan dan produktivitasnya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji konsorsium
rizobakteria pelarut fosfat (Bacillus sp dan Pseudomonas sp) dengan
Bradyrhizobium japonicum sebagai pupuk hayati serta aplikasinya pada tanaman
kedelai yang ditanam di lahan pertanian.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Fosfor (P) dan Perannya pada Tanaman
Fosfor merupakan unsur hara penting yang dibutuhkan oleh tanaman agar
tumbuh dengan sehat. Jumlah yang diperlukan oleh tumbuhan diperkirakan
mencapai 2 mg atom per liter unsur hara (Loveless 2000). Berbeda dengan
nitrogen yang jumlahnya melimpah dan dapat diperoleh melalui fiksasi biokimia,
ketersediaan fosfor di alam cukup terbatas. Dalam tanah, jumlahnya berada pada
kisaran 400-1200 mg kg-1 tanah. Adanya fosfor pada tanah dapat diperoleh
melalui pemupukan, kotoran hewan, residu tanaman, limbah industri dan
domestik, disamping senyawa fosfor alami baik organik maupun anorganik yang
memang telah tersedia dalam tanah (Krishnaveni 2010).
Fosfor yang diserap tanaman berada dalam bentuk terikat dengan molekulmolekul lainnya dalam tumbuhan. Fosfor yang terikat pada lipid membentuk
fosfolipid yang merupakan bagian dari membran plasma tumbuhan (Campbell et
al. 2000). Fosfor disimpan dalam biji sebagai fitin.
Pada tumbuhan, peran fosfor berhubungan dengan mekanisme biokimia
yang menyimpan energi dan kemudian memindahkannya ke dalam sel-sel hidup
diantaranya sebagai komponen ATP, asam nukleat, dan banyak substrat
metabolisme, serta sebagai kofaktor enzim. Selain itu fosfor juga berpartisipasi
dalam fosforilasi berbagai senyawa perantara fotosintesis dan respirasi (Loveless
2000). Kekurangan unsur P pada tanaman dapat menyebabkan gangguan dalam
metabolisme salah satunya ialah hambatan dalam sintesis protein. Sintesis protein
terjadi pada tahap awal pembelahan sel saat proses pertumbuhan sehingga
kekurangan unsur ini dapat menyebabkan tehambatnya pertumbuhan. Kekurangan
unsur ini pada tanaman dapat diamati oleh adanya perubahan pada warna daun
menjadi keunguan akibat penumpukan gula.
Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman
Rizosfer merupakan area pada tanah yang dipengaruhi oleh akar tanaman.
Pada rizosfer terjadi pelepasan sejumlah substrat oleh akar yang dapat
mempengaruhi aktifitas mikroorganisme (Barea et al. 2005). Mikroorganisme
4
terutama bakteri hidup dengan mengkolonisasi daerah perakaran ini. Keberadaan
bakteri rizosfer ini memberikan keuntungan bagi tanaman dengan membantu
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Oleh karena perannya sebagai pemacu
pertumbuhan tanaman, maka kelompok bakteri ini disebut rizobakteria pemacu
pertumbuhan tanaman atau Plant Growth Promoting Rizobakteria (PGPR).
PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui mekanisme
langsung maupun tidak langsung. PGPR secara langsung dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan senyawa fitohormon seperti auksin
dalam
bentuk
IAA
(Ashrafuzzaman
et
al.
2009),
menghasilkan
1-
Aminocyclopropane-1-Carboxylate (ACC) deaminase (Husen et al. 2011), dan
menyediakan mineral tertentu seperti fosfat yang dibutuhkan oleh tanaman
melalui mekanisme pelarutan (Ekin 2010). Burkholderia sp. merupakan salah satu
kelompok bakteri PGPR yang telah dilaporkan mampu memproduksi IAA (InuiKishi et al. 2012). IAA diketahui dapat menstimulasi pertumbuhan akar lateral
sehingga dapat mempermudah tanaman untuk menjangkau mineral dalam tanah
dan menyediakan situs yang lebih jauh untuk infeksi dan nodulasi bakteri
penambat nitrogen.
Sementara itu, aktivitas pemacuan pertumbuhan tanaman secara tidak
langsung berkaitan dengan produksi senyawa-senyawa metabolit seperti
antibiotik, siderofor, atau asam sianida. Senyawa-senyawa tersebut diketahui
memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan patogen tanaman.
Mekanisme pengendalian patogen oleh bakteri PGPR umumnya dilakukan dengan
cara mengurangai pertumbuhan saprofitik patogen dan kemudian mengurangi
frekuensi infeksi akar melalui mekanisme antagonis dan atau dengan
menstimulasi resistensi sistemik yang diinduksi (ISR, Induced Systemic
Resistance). Kelompok bakteri Pseudomonas merupakan contoh bakteri yang
menggunakan kedua jenis mekanisme tersebut dalam melawan serangan patogen.
Pseudomonas sp. juga diketahui memproduksi siderofor yang dapat mengkelat
besi dalam upayanya mengendalikan Fusarium dan Pythium di dalam tanah
(Barea et al. 2005).
5
Rizobakteria Pelarut Fosfat
Mikroorganisme dari tanah telah lama diketahui merupakan bagian
terpenting dari kehidupan di dunia karena mikroorganisme tersebut menjadi
bagian dari sistem biologi dan kimia, serta kehidupan flora, fauna, dan kehidupan
mikroorganisme itu sendiri. Salah satu perannya yang penting dalam ekosistem
ialah mikroorganisme tersebut dapat menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh tanaman. Mikroba dapat merombak bahan organik, mensintesis, dan
melepaskannya kembali dalam bentuk bahan organik yang tersedia bagi tanaman
(Widiawati & Suliasih 2006). Rizobakteria yang dapat melarutkan mineral seperti
fosfat dinamakan bakteri pelarut fosfat.
Ketersediaan fosfat di alam dibatasi oleh banyaknya unsur tersebut yang
menyatu
membentuk
persenyawaan
dengan
unsur-unsur
lain.
Menurut
Schachtman et al. (1998), sebanyak lebih dari 80% fosfat yang dimasukkan ke
tanah dalam kegiatan pemupukan menjadi tidak mobil atau hanya kurang dari
10% yang masuk ke dalam siklus tanaman-hewan (Panhwar et al. 2011). Pada
tanah-tanah masam, fosfat bersenyawa dengan alumunium (Al) membentuk Alfosfat dan besi (Fe) membentuk Fe-fosfat. Sedangkan pada tanah basa, fosfat akan
bersenyawa dengan kalsium (Ca) membentuk Ca-fosfat (Trivedi & Pandey 2007).
Bentuk terikat seperti ini tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman.
Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, dan PO42- (Suliasih
& Rahmat 2007). Oleh karena itu peran bakteri pelarut fosfat diperlukan untuk
membantu menguraikan ikatan persenyawaan agar dapat digunakan oleh tanaman.
Galur Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok bakteri yang banyak
dilaporkan memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat
(Sugumaran &
Jonarthanam 2007; Girgis et al. 2008; Kumar & Chandra 2008). Bakteri tersebut
dilaporkan mampu membentuk zona bening ketika ditumbuhkan pada media agar
cawan Pikovskaya yang ditambahkan fosfat dengan diamater yang berbeda-beda.
Bakteri lainnya yang memiliki kemampuan melarutkan fosfat ialah Pseudomonas,
Klebsiella aerogenis, Chromobacterium lividum, Flavobacterium breve (Suliasih
& Rahmat 2007), Artrobacter ureafaciens, Phyllobacterium myrsinacearum,
Rhodococcus erythropolis, Gordonia sp. (Chen et al. 2006), Enterobacter dan
Serratia marcescens (Lu & Huang 2010).
6
Mekanisme Pelarutan Fosfat oleh Bakteri Pelarut Fosfat
Bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan ketersediaan unsur mineral
tersebut dengan berbagai cara yaitu memproduksi asam organik, pembentukan
kelat, dan reaksi pertukaran. Bakteri pelarut fosfat diketahui dapat menghasilkan
asam organik yang ditandai dengan menurunnya pH media. Chen et al. (2006)
melaporkan terdapat delapan jenis asam organik berbeda yang dihasilkan oleh
bakteri pelarut fosfatnya yaitu asam citric, asam lactic, asam gluconic, asam
propionic, asam succinic, dan 3 jenis asam lain yang tidak teridentifikasi. Hasil ini
diperoleh melalui analisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Hal
serupa juga pernah dilaporkan oleh Rodriguez et al. (2004). Diantara sejumlah
asam organik yang diketahui dapat melarutkan ikatan fosfat, asam gluconic-lah
yang paling sering berperan dalam melarutkan fosfat karena dihasilkan oleh
banyak bakteri pelarut fosfat diantaranya Pseudomonas sp., Erwinia herbicola, P.
cepacia, dan Burkholderia cepacia (Rodriguez & Fraga 1999).
Meningkatnya asam organik pada media yang diikuti dengan penurunan pH
menyebabkan larutnya kalsium-fosfat. Asam organik dapat secara langsung
memicu pelarutan fosfat melalui mekanisme mediasi proton ataupun ligan
(Ullman & Welch 2002). Asam-asam organik ini akan membentuk kelat dengan
kation alumunium, besi, atau kalsium yang terikat pada fosfat dan sehingga
membentuk ion H 2 PO 4 - yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman
(Suliasih & Rahmat 2007). Mekanisme seperti ini umum terjadi pada pelarutan
fosfat anorganik. Pada fosfat organik seperti asam nukleat, polifosfat, fosfolipid
mekanisme pelarutannya berbeda dengan asam anorganik yaitu dengan
menggunakan enzim fosfatase (Ponmurugan & Gopi 2006). Reaksi defosforilasi
ini melibatkan hidrolisis ikatan fosfoester. Beberapa jenis enzim yang
dikelompokkan dalam fosfatase ialah 3’-nukleotidase, 5’-nukleotidase, dan
hexose fosfatase. Bakteri yang memiliki aktivitas fosfatase tinggi juga memilki
kemampuan melarutkan fosfat yang tinggi.
Pengaruh Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman
Penelitian mengenai pemberian inokulan bakteri pelarut fosfat pada
tanaman telah banyak dilakukan. Berbagai laporan menunjukkan bahwa inokulasi
7
bakteri pelarut fosfat pada tanaman dapat meningkatkan sejumlah variabel
pertumbuhan tanaman. Aplikasi Bacillus pelarut fosfat PSB 9 dan PSB 16 pada
tanaman padi mampu meningkatkan jumlah klorofil dan daun yang berfotosintesis
dan oleh karena itu meningkatkan produktivitas padi aerobik (Panhwar et al.
2011). Sementara itu, Noor (2003) melaporkan pemberian bakteri pelarut fosfat
pada tanaman kedelai dapat meningkatkan jumlah bintil akar, bobot kering akar,
dan bobot kering tanaman.
Pemberian inokulan bakteri tidak hanya dapat dilakukan oleh satu jenis
bakteri dengan kemampuan tertentu. Beberapa percobaan yang mencampurkan
bakteri pelarut fosfat dengan kelompok bakteri lain juga diketahui dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut. Kombinasi bakteri pelarut fosfat
dan pelarut kalium yang diinokulasikan pada benih tanaman diketahui dapat
meningkatkan penyerapan mineral oleh tanaman. Han et al. (2006) melaporkan
bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat dan kalium secara bersama-sama pada
tanaman cabai dan timun dapat meningkatkan ketersediaan P dan K dalam tanah.
Selain itu juga dapat meningkatkan penyerapan kedua unsur tersebut pada batang
dan akar tanaman, serta meningkatkan pertumbuhan buah. Respon yang sama juga
terjadi pada tanaman terung yang diberikan inokulan bakteri pelarut fosfat dan
kalium (Han & Lee 2005).
Sementara itu pada tanaman kedelai, campuran rizobakteria bakteri pelarut
fosfat yang terdiri atas P. fluorescens, Chryseobacterium balustinum, dan Serratia
fonticola dengan bakteri penambat nitrogen Sinorhizovium fredii dilaporkan dapat
meningkatkan berat kering daun (Lucas Garcia et al. 2004). Peningkatan pada
berat kering daun dapat diartikan sebagai peningkatan kualitas fotosintesis.
Sebuah percobaan pemberian inokulan sejumlah mikroorganisme pelarut fosfat
berbeda yaitu Bacillus sp., P. stutzeri, Penicillium vermiculatum, dan Aspergillus
niger dengan B. japonicum menggunakan pot-pot tanaman terhadap tanaman
kedelai berhasil mengingkatkan berat polong, biji, dan tajuk tanaman. Selain itu
juga dapat meningkatkan serapan nitrogen dan P 2 O 5 baik pada tajuk maupun biji
kedelai. Bahkan, pemberian kombinasi mikrooganisme tersebut mampu
memberikan produksi kedelai yang lebih baik dibandingkan hasil yang diperoleh
melalui pemberian pupuk konvensional super fosfat (Sandeep et al. 2008).
8
Tidak hanya dalam skala kecil, sejumlah percobaan di tanah lapang juga
memberikan hasil positif. Inokulasi bakteri penambat nitrogen B. japonicum galur
USDA 110 dengan bakteri pelarut fosfat yang dilakukan pada tiga wilayah
berbeda di delta sungai Mekong diketahui dapat meningkatkan jumlah dan berat
kering bintil akar, serta meningkatkan ketersediaan mineral pada tanah dan
serapan mineral pada tanaman. Sejumlah komponen produksi seperti jumlah total
polong, jumlah polong isi, jumlah polong kosong, dan berat 100 biji juga
mengalami peningkatan, sehingga mampu mengurangi biaya produksi kedelai
(Son et al. 2006). Argaw (2012) juga melaporkan inokulasi kelompok bakteri
yang sama ditambah dengan pupuk kimia N dan P 2 O 5 masing-masing sebanyak
46 kg ha-1
terhadap tanaman kedelai di tanah lapang dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produktivitas tanaman tersebut. Meskipun demikian sejumlah
variabel seperti waktu pematangan, berat 300 biji, dan panjang akar tidak
mengalami peningkatan secara signifikan. Sementara itu, penelitian terhadap
kandungan protein pada biji kedelai yang diinokulasi dengan campuran
rizobakteria pelarut fosfat dan penambat N diketahui bahwa perlakuan tersebut
dapat membantu akumulasi protein pada biji kedelai (Stefan et al. 2009).
Sejumlah respon positif oleh tanaman yang diberi inokulasi bakteri pelarut fosfat
ini pada akhirnya memberikan harapan potensi penggunaan bakteri-bakteri ini
untuk pupuk hayati untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik NPK.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen
Biologi, FMIPA, IPB dan lahan pertanian Kampung Bongkor, Desa Situgede,
Karang Pawitan-Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat mulai bulan Agustus
2011 sampai Juni 2012.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 8 isolat PGPR pelarut
fosfat yang diisolasi dari Cirebon, Jawa Barat dari galur Bacillus sp. Cr dan
Pseudomonas sp. Crb yang dikoinokulasi dengan bakteri penambat nitrogen
Bradyrhizobium japonicum yaitu Bj 11 wt dan Bj 11 (19) (Tabel 1). Mutan Bj 11
(19) diperoleh melalui mutagenesis transposon dengan marker seleksi antibiotik
rifampisin dan kanamisin. Media pertumbuhan bakteri yang digunakan terdiri dari
Nutrient Agar (NA) (NB, nutrient broth 8 g l-1 dan agar 20 g l-1), King’s B agar
(Bactopeptone 20 g l-1, K 2 HPO 4 1.5 g l-1, MgSO 4 .7H 2 O 1.5 g l-1, gliserol 1.5 ml l1
, dan agar 20 g l-1), dan Yeast Manitol Agar (YMA) (manitol 10 g l-1, K 2 HPO 4
0.5 g l-1, MgSO 4 .7H 2 O 0.2 g l-1, NaCl 0.2 g l-1, yeast extract 1 g l-1, dan agar 20 g
l-1).
Tabel 1 Galur bakteri yang digunakan dalam penelitian
Galur bakteri
Karakteristik
Bacillus sp.
Cr 22
Hrp-, IAA+, BPF+
Cr 28
Hrp-, IAA+, BPF+
Cr 68
Hrp-, IAA+, BPF+
Cr 69
Hrp-, IAA+, BPF+
Pseudomonas sp.
Crb 1
Hrp-, IAA+, BPF+
Crb 16
Hrp-, IAA+, BPF+
Crb 93
Hrp-, IAA+, BPF+
Crb 94
Hrp-, IAA+, BPF+
Bradyrhizobium japonicum
Bj 11 wt
Penambat Nitrogen
Bj 11 (19)
Penambat Nitrogen
Keterangan:
Hrp- , tidak menginduksi reaksi hipersensitif; IAA+,
asetat; BPF+, memiliki kemampuan melarutkan fosfat
Sumber atau referensi
Wahyudi et al. 2011a
Wahyudi et al. 2011a
Wahyudi et al. 2011a
Wahyudi et al. 2011a
Wahyudi et al. 2011b
Wahyudi et al. 2011b
Wahyudi et al. 2011b
Wahyudi et al. 2011b
Wahyudi et al. 2007
Wahyudi et al. 2007
menghasilkan asam indol
10
Media Pikovskaya (glukosa 10 g l-1, (NH 4 ) 2 SO 4 0.5 g l-1, NaCl 0.2 g l-1,
MgSO 4 .7H 2 O 0.1 g l-1, KCl 0.2 g l-1, ekstrak khamir 0.5 g l-1, MnSO 4 .H 2 O 0.002
g l-1, dan FeSO 4 .7H 2 O 0.002 g l-1pada pH 7 dengan penambahan sumber fosfat
tri-kalsium fosfat [Ca 3 (PO 4 ) 2 ] pada konsentrasi 0.5%) digunakan untuk menguji
bakteri pelarut fosfat. Pengkulturan bakteri dilakukan menggunakan media susu
skim dan molase (susu skim 20 g l-1, MgSO 4 1.5 g l-1, K 2 HPO 4 1.5 g l-1, molase
15 g l-1) dan diformulasi ke dalam bahan pembawa (gambut 85%, kapur pertanian
5%, dan fosfat alam 10%). Kedelai varietas Anjasmoro digunakan sebagai
tanaman model untuk aplikasi inokulan bakteri.
Metode
Peremajaan Bakteri
Peremajaan
galur-galur bakteri
yang digunakan dilakukan dengan
menggoreskan bakteri pada media padat yang sesuai yaitu King’s B agar, nutrien
agar (NA), dan yeast manitol agar (YMA) masing-masing untuk Pseudomonas
sp., Bacillus sp., dan B. japonicum. Pada media YMA untuk Bj 11 ditambahkan
antibiotik rifampisin (50 µg ml-1) dan pada media YMA untuk Bj 11 (19) yang
merupakan mutannya hasil mutagenesis transposon, ditambahkan antibiotik
rifampisin (50 µg ml-1) dan kanamisin (50 µg ml-1).
Uji Kemampuan Bakteri PGPR dalam Melarutkan Fosfat
Bakteri PGPR dari galur Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb diuji
kemampuannya dalam melarutkan fosfat dengan cara menumbuhkan bakteri
tersebut pada media agar cawan Pikovskaya dengan penambahan Ca 3 (PO 4 ) 2
0.5%. Bakteri tersebut kemudian diinkubasi selama 2-3 hari untuk dilihat
penampakan zona beningnya. Keberadaan zona bening menunjukkan bakteri
positif dapat melarutkan fosfat. Selanjutnya dilakukan pengukuran indeks
pelarutan (solubilizing index, SI) yaitu nisbah diameter zona bening terhadap
diameter koloni bakteri (Premono 1998) atau menurut persamaan sebagai berikut:
11
Kuantifikasi Jumlah Fosfat Terlarut pada Media Cair
Kuantifikasi jumlah fosfat yang dilarutkan oleh bakteri dilakukan dengan
bantuan spektrofotometer menggunakan metode asam askorbat seperti dijelaskan
oleh Alam et al. (2002). Kultur starter bakteri uji berusia 24 jam dipindahkan
sebanyak 2.5% volume ke dalam media Pikovskaya cair. Selanjutnya diinkubasi
pada inkubator bergoyang. Untuk mengukur konsentrasi fosfat dalam media
pertumbuhan tersebut, kultur bakteri disentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm
selama 15 menit hingga dihasilkan supernatan. Sebanyak 1 ml supernatan
ditambahkan dengan 9 ml air destilata dan 2.5 ml reagen. Reagen tersebut terdiri
dari larutan A yaitu 12 g ammonium molybdate dalam 250 ml air destilata dan
0.2908 mg antimony potassium tartrate dalam 1000 ml asam sulfat 5 N (kedua
larutan ini dicampurkan dan volumenya dijadikan 2000 ml) serta larutan B yaitu
0.74 g asam askorbat dalam 140 ml larutan A. Campuran supernatan dan reagen
didiamkan selama 15 menit untuk membentuk warna biru yang sempurna
kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 880 nm.
Sebagai standar untuk menentukan konsentrasi fosfat pada larutan
digunakan larutan H 3 PO 4 (Titrisol) dari Merck yang diencerkan serial hingga
didapatkan konsentrasi fosfat sebesar 0, 0.25, 0.5, 0.75, 1, 1.25, 1.5, 1.75, 2, dan
2.25 ppm. Larutan standar kemudian direaksikan dengan reagen yang sama
selama 15 menit dan diukur pada panjang gelombang 880 nm. Pengukuran kadar
fosfat pada supernatan dilakukan dengan interval waktu 0, 6, 12, 24, 48, dan 72
jam setelah inokulasi. Perubahan pH pada media juga diukur menggunakan pH
meter dengan interval waktu yang sama. Media yang tidak diinokulasikan bakteri
digunakan sebagai kontrol. Sumber P yang diuji yaitu Ca 3 (PO 4 ) 2 sebanyak 0.5% .
Formulasi Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat
Bakteri PGPR yang digunakan ditumbuhkan dalam media alternatif susu
skim molase cair sebanyak 100 ml dan diinkubasi menggunakan inkubator
bergoyang. Waktu inkubasi bakteri disesuaikan dengan jenis bakterinya. Waktu
inkubasi untuk isolat Crb yaitu selama 24 jam, isolat Cr berkisar antar 24-48 jam,
dan untuk isolat Bj lama inkubasinya 120 jam. Bakteri yang tumbuh dan telah
mencapai kepekatan antara 109-1010 cfu ml-1 kemudian dicampurkan menjadi satu
dengan perbandingan 1:1:1. Kultur kombinasi bakteri tersebut kemudian
12
disuntikkan sebanyak 15 ml menggunakan syringe steril kedalam 50 g media
pembawa berupa campuran gambut 85%, fosfat alam 10%, dan kapur pertanian
5% yang telah disterilkan. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang. Pemilihan
komposisi bakteri penyusun paket inokulan disesuaikan dengan hasil penelitian
sebelumnya dimana keempat komposisi tersebut paling efektif dalam memacu
pertumbuhan tanaman kedelai pada percobaan rumah kaca (Sari 2011). Komposisi
paket inokulan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Formulasi bakteri dan komposisinya yang digunakan dalam penelitian
Formulasi
F1
F2
F3
F4
Bacillus sp.
Cr 22
Cr 28
Cr 68
Cr 69
Isolat bakteri
Pseudomonas sp.
Crb 1
Crb 16
Crb 93
Crb 94
B. japonicum
Bj 11 wt
Bj 11 (19)
Bj 11 wt
Bj 11 (19)
Uji Viabilitas Inokulan Bakteri
Uji viabilitas inokulan dilakukan untuk mengamati daya tahan bakteri
tersebut di dalam bahan pembawa berupa gambut selama masa inkubasi pada
suhu ruang. Pengamatan dilakukan selama 9 bulan dengan mencawankan bakteri
secara berkala. Sebanyak 10 gram paket inokulan yang terdiri dari Bacillus sp. Cr,
Pseudomonas sp. Crb, dan B. japonicum dilarutkan dalam 90 ml larutan NaCl
0.85% steril selanjutnya dilakukan pengenceran serial dengan memindahkan 1 ml
larutan ke dalam 9 ml NaCl 0.85% hingga kepekatannya menjadi 10-8 sel ml-1.
Sebanyak 100 µl suspensi dari tiga pengenceran terakhir yaitu 10-6, 10-7 , dan 10-8
disebar pada tiga media agar cawan yang berbeda yaitu NA untuk isolat Bacillus
sp. Cr, King’s B agar untuk Pseudomonas sp. Crb, dan YMA untuk B. japonicum.
Media tersebut dibuat selektif dengan menambahkan antibiotik dengan dosis
tertentu untuk beberapa galur (Tabel 3) (Sari 2011), kemudian diinkubasi pada
suhu ruang selama 1-2 hari untuk isolat Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb
serta 5-7 hari untuk B. japonicum.
13
Tabel 3 Antibiotik yang ditambahkan ke dalam media agar untuk menumbuhkan
masing-masing bakteri
Isolat bakteri
Cr 22
Cr 28
Cr 68
Cr 69
Crb 1
Crb 16
Crb 93
Crb 94
Bj 11 (wt)
Bj 11 (19)
Antibiotik
Ampisilin (20 µg ml-1)
Ampisilin (20 µg ml-1)
Ampisilin (20 µg ml-1)
Streptomisin (20 µg ml-1)
Rifampisin (50 µg ml-1)
Rifampisin (50 µg ml-1), Kanamisin (50 µg ml-1)
Uji Keefektivan Inokulan terhadap Tanaman Kedelai
Sampel tanah yang digunakan untuk aplikasi pupuk hayati juga dihitung
jumlah bakteri totalnya melalui metode total plate count (TPC) menggunakan
media Standard Methods Agar (SMA). Sedangkan jumlah bakteri kelompok
rhizobium yang terdapat pada sampel tanah dihitung dengan menyebar hasil
pengenceran serial sampel tanah pada media YMA dengan penambahan antibiotik
rifampisin 20 µg/ml dan Kongo red 0.25%. Kandungan nitrogen, fosfor, dan
kalium (NPK) tersedia dalam tanah sebelum tanam dianalisis melalui jasa
laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor, Indonesia.
Uji keefektivan inokulan terhadap tanaman kedelai dilakukan ditanah
pertanian Desa Situgede, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tanah tersebut telah
digemburkan sebelum digunakan untuk menanam benih kedelai. Biji kedelai
varietas Anjasmoro diseleksi untuk mendapatkan biji dengan kualitas yang baik.
Biji yang telah diseleksi tersebut selanjutnya dibasahi dengan air lalu
dicampurkan dengan paket inokulan bakteri hingga merata pada permukaan biji.
Biji yang telah dilumuri dengan inokulan tersebut kemudian ditanam dengan jarak
tanam 40 x 15 cm pada plot tanaman sebesar sebesar 3.9 x 4 m2. Masing-masing
lubang diisi dengan 2 buah biji kedelai. Untuk perlakuan tertentu, tanah yang
digunakan sebelumnya diberi pupuk NPK dengan dosis yang telah ditentukan
yaitu urea 50 kg ha-1, SP36 100 kg ha-1, dan KCl 60 kg ha-1 (Purwono &
Purnamawati 2007). Hasil konversi dosis pupuk setiap plot disajikan pada Tabel
4.
14
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Aplikasi pupuk hayati terhadap tanaman kedelai dalam penelitian ini
mengikuti pola rancangan acak kelompok (RAK) menggunakan 15 perlakuan
(Tabel 4) dengan 3 ulangan dalam tiap blok. Respon pertumbuhan vegetatif
tanaman kedelai terhadap pemberian inokulan diamati pada 45 hari setelah tanam.
Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi berat basah dan berat kering tajuk,
berat basah dan berat kering akar/bintil akar, jumlah bintil akar, dan jumlah
serapan hara mineral N, P, dan K pada tanaman. Kemudian dilanjutkan hingga
tahap produksi biji kedelai yang total masa tanamnya mencapai 3 bulan. Setelah 3
bulan, tanaman kedelai dipanen untuk selanjutnya dihitung jumlah polong isi dan
polong kosong, berat polong, berat biji total, dan berat 100 biji. Pengukuran
serapan NPK oleh tanaman dan kadar NPK pada tanah setelah tanam dilakukan
menggunakan jasa laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor, Indonesia. Data
hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) dengan taraf 5%
yang kemudian jika hasilnya nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf nyata α = 0.05 menggunakan program software
SPSS 11.5.
Tabel 4 Perlakuan tanam untuk uji keefektivan inokulan terhadap pertumbuhan
tanaman kedelai
Perlakuan
Formulasi
Dosis pupuk (g/plot)
Urea
SP36
KCl
78
156
94
39
78
47
0
0
0
78
156
94
39
78
47
0
0
0
78
156
94
39
78
47
0
0
0
78
156
94
39
78
47
0
0
0
78
156
94
39
78
47
0
0
0
F1 + NPK
√
F1 + ½ NPK
√
F1
√
F2 +NPK
√
F2 + ½ NPK
√
F2
√
F3 +NPK
√
F3 + ½ NPK
√
F3
√
F4 +NPK
√
F4 + ½ NPK
√
F4
√
NPK
½ NPK
Kontrol
Keterangan:
√ menggunakan paket inokulan; - tidak menggunakan paket inokulan; luas 1 plot
ukurannya 3.9 x 4 m2
HASIL
Kemampuan Bakteri PGPR dalam Melarutkan Fosfat
Berdasarkan uji pelarutan fosfat menggunakan media Pikovskaya dengan
penambahan Ca 3 (PO 4 ) 2 sebagai sumber fosfat diketahui bahwa isolat-isolat
bakteri baik Cr maupun Crb yang diuji dapat melarutkan fosfat. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri
(Gambar 1). Indeks pelarutan fosfat yang diukur berdasarkan diameter zona
bening yang dibentuk oleh bakteri uji disajikan pada Tabel 5.
1 cm
A
1 cm
B
Gambar 1 Koloni bakteri Bacillus sp. Cr 22 (A) dan Pseudomonas sp. Crb 16 (B)
yang ditumbuhkan pada media Pikovskaya agar dan dinkubasi pada
suhu ruang selama 3-5 hari. Zona bening terbentuk di sekitar koloni
bakteri (tanda panah).
Tabel 5 Indeks pelarutan Ca 3 (PO 4 ) 2 dalam media Pikovskaya Agar oleh isolat
bakteri rizosfer asal tanaman kedelai
Isolat
Cr 22
Cr 28
Cr 68
Cr 69
Indeks pelarutan
0.44
0.50
0.39
0.31
Isolat
Crb 1
Crb 16
Crb 93
Crb 95
Indeks pelarutan
0.33
0.46
0.26
0.49
Kuantifikasi Jumlah Fosfat Terlarut pada Media Cair
Jumlah fosfat yang dilarutkan berbeda-beda untuk setiap bakteri uji dengan
masa inkubasi 72 jam. Dalam bentuk Ca 3 (PO 4 ) 2 , jumlah fosfat yang bisa
dilarutkan oleh bakteri uji berkisar 9.66- 27.22 ppm (Gambar 2). Crb 1 diketahui
sebagai bakteri yang paling baik dalam melarutkan P yaitu sebesar 27.22 ppm.
Berdasarkan hasil pengukuran pH pada interval waktu 0, 6, 12, 24, 48, dan 72 jam
16
diketahui terdapat kecenderungan penurunan pH untuk masing-masing bakteri uji
berkisar antara -0.96 hingga -0.42 (Gambar 3).
Konsentrasi fosfat (ppm)
A
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0
12
24
36
48
60
72
Waktu (jam)
Cr 22
Cr 28
Cr 68
Cr 69
Konsentrasi fosfat (ppm)
B
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0
12
24
36
48
60
72
Waktu (jam)
Crb 1
Crb 16
Crb 93
Crb 94
Gambar 2 Konsentrasi fosfat yang diukur pada media kultur Bacillus sp. Cr (A)
dan Pseudomonas sp. Crb (B) yang diinkubasi pada suhu 25 0C selama
72 jam.
17
A
pH
6
5
4
0
12
24
36
48
60
72
Waktu (jam)
Cr 22
Cr 28
Cr 68
Cr 69
B
pH
6
5
4
0
12
24
36
48
60
72
Waktu (jam)
Crb 1
Crb 16
Crb 93
Crb 94
Gambar 3 pH media kultur Bacillus sp. Cr (A) dan Pseudomonas sp. Crb (B) yang
diukur pada berbagai interval waktu dan diinkubasi pada suhu 25 0C.
Formulasi Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat
Berdasarkan kegiatan pembuatan formulasi pupuk hayati diperoleh empat
formulasi yang selanjutnya diberi kode F1, F2, F3, dan F4. Inokulan tersebut
dikemas ke dalam bungkus plastik dan diberi label (Gambar 4). Kepadatan
masing-masing bakteri yang dimasukkan kedalam gambut berkisar antara 3.5 x
109 sampai 9.4 x 1010 cfu ml-1 untuk isolat Cr dan 1.3 x 1010 sampai 3.3 x 1011
18
cfu ml-1 untuk isolat Crb. Sedangkan untuk isolat Bj 11 wt dan Bj 11 (19)
berturut-turut sebanyak 7.0 x 1010 dan 3.0 x 1010 cfu ml-1 (Tabel 6).
A
B
Gambar 4 Penampilan kemasan pupuk hayati hasil formulasi F2 (A) dan F3 (B).
Tabel 6 Kepadatan bakteri yang dimasukkan ke dalam bahan pembawa gambut
Isolat
Cr 22
Cr 28
Cr 68
Cr 69
Bj 11 wt
Kepadatan bakteri (cfu ml-1)
3.5 x 109
1.9 x 1010
3.3 x 1010
9.4 x 1010
7.0 x 1010
Isolat
Crb 1
Crb 16
Crb 93
Crb 94
Bj 11 (19)
Kepadatan bakteri (cfu ml-1)
1.3 x 1010
5.2 x 1010
3.3 x 1011
2.0 x 1010
3.0 x 1010
Uji Viabilitas Inokulan Bakteri
Jumlah sel bakteri pada paket inokulan selama masa penyimpanan 9 bulan
pada suhu ruang diketahui berkisar antara 7.5 x 106 hingga 5.8 x 108 cfu gr-1. Hasil
uji viabilitas bakteri pada paket inokulan F1 hingga F4 ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Viabilitas sel bakteri pada gambut selama masa penyimpanan pada suhu
ruang
Kode
Isolat
F1
Cr 22
Crb 1
Bj 11 wt
Cr 28
Crb 16
Bj 11 (19)
Cr 68
Crb 93
Bj 11 wt
Cr 69
Crb 94
Bj 11 (19)
0
F2
F3
F4
3.5 x 108
1.3 x 109
7.0 x 109
1.9 x 109
5.2 x 109
3.0 x 109
3.3 x 109
3.3 x 1010
7.0 x 109
9.4 x 109
2.0 x 109
3.0 x 109
Jumlah bakteri (cfu gr-1) bulan ke1
2
3
6
2.8 x 1010
4.0 x 109
1.1 x 109
2.7 x 109
2.0 x 109
9.8 x 108
2.0 x 109
8.1 x 108
1.1 x 109
1.2 x 108
1.3 x 109
9.6 x 108
4.6 x 109
4.0 x 107
5.3 x 108
4.7 x 109
2.3 x 109
1.6 x 109
2.0 x 108
3.1 x 108
7.0 x 108
3.2 x 1010
1.1 x 1011
8.7 x 108
6.0 x 109
1.0 x 108
1.4 x 108
2.7 x 109
4.0 x 108
2.3 x 108
1.0 x 108
2.9 x 108
1.0 x 108
3.1 x 109
2.3 x 1010
9.8 x 108
6.0 x 108
6.6 x 108
4.5 x 107
1.5 x 108
2.0 x 108
2.0 x 108
2.5 x 107
2.2 x 109
2.0 x 107
4.7 x 109
2.1 x 109
3.5 x 107
9
2.9 x 107
1.6 x 108
2.0 x 107
8.2 x 107
5.7 x 107
7.5 x 106
1.5 x 108
5.8 x 108
3.1 x 107
1.3 x 108
1.1 x 108
2.2 x 107
19
Keefektivan Inokulan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai
Sampel tanah yang diambil dari areal penanaman kedelai diketahui
mengandung 8.1 x 106 cfu gr-1 bakteri melalui penghitungan total pada media
agar cawan Standard Methods Agar (SMA) dan mengandung sekitar 6.3 x 104 cfu
gr-1 bakteri kelompok rhizobium yang dihitung menggunakan cawan sebar YMA
dengan masa inkubasi mencapai 5-7 hari. Jumlah hara mineral N, P, dan K yang
tersedia pada sampel tanah kering sebelum penanaman diketahui berturut-turut
sebesar 0.07%, 6.1 ppm, dan 535 ppm.
Hasil uji keefektivan inokulan di lahan pertanian terhadap beberapa
parameter pertumbuhan tanaman kedelai ditunjukkan oleh Tabel 8. Respon
tanaman kedelai terhadap pemberian inokulan berbeda-beda untuk setiap
perlakuan yang diamati pada 45 hari setelah tanam. Untuk variabel berat basah
tajuk (BBT), perlakuan F1 dengan NPK dosis penuh (FI+NPK) memberikan hasil
yang lebih baik dan berbeda nyata dari kontrol yang tidak mendapat inokulan
maupun pupuk bahkan terhadap perlakuan NPK dosis penuh (NPK). Perlakuan F3
dengan NPK dosis penuh (F3+NPK) dan NPK dosis setengah (F3+1/2NPK) juga
diketahui menghasilkan berat basah tajuk yang lebih baik dari kontrol dan
perlakuan NPK tetapi tidak secara nyata pada taraf α=0.05. Hasil yang serupa juga
ditemukan pada variabel berat basah akar (BBA) dimana perlakuan F3+NPK dan
F1+NPK menghasilkan berat akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
dan perlakuan NPK.
Pada variabel berat kering tajuk (BKT) dan berat kering akar (BKA),
perlakuan F1+NPK menunjukkan hasil paling tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Perlakuan F3+NPK juga menghasilkan berat kering tajuk dan
akar yang lebih tinggi dari kontrol dan NPK tetapi tidak secara nyata pada taraf
α=0.05. Jumlah bintil akar (JBt) paling banyak ditemukan pada perlakuan
F1+NPK yaitu rata-rata mencapai 29.88 bintil per tanaman. Sementara itu, secara
umum perlakuan dengan inokulan dan pupuk NPK menghasilkan jumlah bintil
akar yang lebih rendah dari kontrol tanpa perlakuan. Pemberian inokulan bakteri
dan dosis pupuk tertentu juga tidak berpengaruh nyata terhadap variabel berat
bintil akar (BBt) melalui uji-F pada taraf α=0.05.
20
Tabel 8 Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap pertumbuhan pada
tanaman kedelai berumur 45 hari setelah tanam
Perlakuan
F1+NPK
F2+NPK
F3+NPK
F4+NPK
F1+1/2NPK
F2+1/2NPK
F3+1/2NPK
F4+1/2NPK
F1
F2
F3
F4
NPK
1/2NPK
Kontrol
BBT
10.40 e
6.60 bc
7.74 c
6.37 bc
5.48 ab
4.54 ab
6.35 bc
5.25 ab
5.39 ab
4.75 ab
3.99 a
3.79 a
6.21 bc
4.57 ab
4.63 ab
BBA
2.54 bc
1.70 ab
3.04 c
1.62 ab
1.35 a
1.67 ab
1.73 ab
1.55 ab
1.50 a
1.41 a
1.28 a
1.28 a
1.69 ab
1.40 a
1.71 ab
BKT
4.49 e
2.30 bc
3.20 d
1.91 abc
1.93 abc
1.85 abc
2.13 abc
1.91 abc
2.02 abc
1.69 abc
1.44 ab
1.22 a
2.58 cd
2.13 abc
1.49 ab
BKA
0.81 c
0.59 ab
0.73 bc
0.60 ab
0.44 a
0.55 a
0.57 ab
0.55 a
0.51 a
0.54 a
0.47 a
0.42 a
0.58 ab
0.50 a
0.60 ab
JBt
29.88 d
19.71 abc
26.53 bcd
22.19 abc
19.83 abc
16.14 a
20.55 abc
16.96 a
17.72 a
22.27 abc
19.98 abc
16.83 a
18.74 ab
17.54 a
26.80 cd
BBt
0.074 b
0.042 a
0.073 ab
0.047 a
0.061 ab
0.042 a
0.052 a
0.044 a
0.064 ab
0.074 ab
0.061 ab
0.051 a
0.049 a
0.036 a
0.092 b
Keterangan: BBT, Berat Basah Tajuk per tanaman (gr); BBA, Berat Basah Akar
per tanaman (gr); BKT, Berat Kering Tajuk per tanaman (gr); BKA, Berat Kering
Akar per tanaman (gr); JBt, Jumlah Bintil Akar per tanaman; BBt, Berat Bintil
Akar per tanaman (gr). Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α=0.05.
Berdasarkan hasil analisis serapan unsur hara N, P, dan K terhadap tanaman
kedelai diketahui bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap
serapan N dan P terutama pada perlakuan F1+NPK dan F3+NPK dimana hasil
serapannya lebih baik dibanding kontrol NPK dosis penuh. Untuk serapan K,
sejumlah perlakuan menunjukkan serapan yang lebih baik dibandingkan dengan
kontrol tanpa perlakuan. Meskipun demikian, hanya perlakuan FI+NPK dan
F3+NPK saja yang serapannya cukup tinggi yaitu sebesar 115.6 dan 131.2 mg per
tanaman (Tabel 9). Jumlah ini hampir menyamai nilai serapan K pada perlakuan
kontrol NPK dosis penuh.
21
Tabel 9 Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap serapan hara pada
tanaman kedelai berumur 45 hari setelah tanam
Perlakuan
F1+NPK
F2+NPK
F3+NPK
F4+NPK
F1+1/2NPK
F2+1/2NPK
F3+1/2NPK
F4+1/2NPK
F1
F2
F3
F4
NPK
1/2NPK
Kontrol
Serapan unsur hara (mg/tanaman)
N
P
K
412.1 e
21.2 e
115.6 de
186.2 bc
10.3 bcd
78.7 bc
275.6 d
14.9 d
131.2 e
168.0 bc
8.7 bc
61.9 abc
155.6 bc
9.1 bc
79.7 bc
186.2 bc
10.3 bcd
78.7 bc
188.5 bc
8.7 bc
55.9 abc
156.7 bc
8.8 bc
47.8 abc
178.7 bc
8.9 bc
87.3 cd
149.6 bc
7.5 b
48.7 abc
130.5 bc
5.0 b
32.9 a
105.8 b
5.9 b
33.4 a
215.7 cd
12.8 cd
135.8 e
165.6 bc
9.2 bc
77.9 bc
118.2 b
6.6 b
64.7 abc
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α=0.05.
Pengamatan yang dilakukan 3 bulan setelah tanam terhadap beberapa
variabel seperti berat polong menunjukkan bahwa perlakuan FI+NPK dan F2
dengan dosis NPK penuh (F2+NPK) menghasilkan berat polong yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan. Khusus untuk F2+NPK
memperlihatkan hasil yang lebih baik dari perlakuan NPK. Bedasarkan hasil
penghitungan
jumlah
polong isi,
diketahui
bahwa sejumlah
perlakuan
menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Kombinasi
pemberian inokulan dengan dosis NPK penuh baik pada F1, F2, F3, maupun F4
menghasilkan jumlah polong isi yang lebih banyak dibanding dengan kontrol.
Bahkan untuk perlakuan F1+NPK dan F2+NPK secara signifikan dapat
meningkatkan jumlah polong isi dibandingkan dengan perlakuan NPK. Hal ini
tercermin pada berat biji total yang dihasilkan oleh kedua perlakuan tersebut
dimana untuk dua perlakuan tersebut berat bijinya lebih tinggi dari perlakuan
NPK meski tidak berbeda nyata pada taraf α=0.05. Perlakuan yang diberikan
terhadap tanaman kedelai diketahui tidak berpengaruh terhadap berat 100 biji
kedelai yang dipanen. Pengaruh perlakuan terhadap beberapa variabel yang diukur
22
setelah panen disajikan pada Tabel 10. Hasil analisis kadar N dan P yang tersedia
pada sampel tanah yang diambil pada akhir masa penanaman kedelai
menunjukkan peningkatan konsentrasi unsur hara tersebut yaitu berturut-turut
sebesar 0.093% dan 146.67 ppm. Sementara itu, konsentrasi hara K menurun dari
sebelumnya yaitu menjadi sebesar 247.33 ppm.
Tabel 10 Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap produktivitas tanaman
Kedelai (umur 3 bulan)
Perlakuan
F1+NPK
F2+NPK
F3+NPK
F4+NPK
F1+1/2NPK
F2+1/2NPK
F3+1/2NPK
F4+1/2NPK
F1
F2
F3
F4
NPK
1/2NPK
Kontrol
Berat
polong/
tanaman
(gr)
5.10 cd
5.57 d
4.17 abcd
4.64 bcd
3.77 abc
3.54 ab
3.60 abc
3.74 abc
3.60 abc
4.30 abcd
3.87 abc
3.07 a
5.12 cd
4.34 abcd
3.20 ab
Jumlah
polong isi/
tanaman
Berat biji/
tanaman
(gr)
Berat 100
biji (gr)
13.50 fg
14.64 g
13.04 efg
12.64 defg
10.20 abc
10.30 abc
9.74 ab
9.45 ab
9.85 abc
11.97 cdef
10.84 abcd
8.77 ab
12.46 def
11.00 bcde
8.60 a
3.35 cd
3.52 d
2.94 abcd
3.00 abcd
2.41 abc
2.27 ab
2.24 ab
2.09 a
2.35 abc
3.04 abcd
2.49 abc
2.05 a
3.14 bcd
2.56 abcd
2.27 ab
14.33 ab
14.25 ab
14.25 ab
13.47 ab
12.89 ab
13.30 ab
13.90 ab
12.49 a
14.05 ab
14.70 b
13.68 ab
13.10 ab
14.83 b
13.81 ab
14.25 ab
Produksi
(ton/ha)
1.11 cd
1.17 d
0.98 abcd
1.00 abcd
0.80 abc
0.75 ab
0.74 ab
0.69 a
0.78 abc
1.01 abcd
0.83 abc
0.68 a
1.05 bcd
0.85 abcd
0.75 ab
Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α=0.05.
PEMBAHASAN
Isolat bakteri rizosfer yang digunakan dalam penelitian ini baik Bacillus sp.
Cr maupun Pseudomonas sp. Crb diketahui mampu melarutkan fosfat. Semua
isolat menghasilkan zona bening disekitar koloninya ketika digores pada media
Pikovskaya yang diberi 0.5% Ca 3 (PO 4 ) 2 sebagai sumber P. Oleh karena itu, isolat
tersebut dikelompokan dalam bakteri pelarut fosfat. Berdasarkan pengukuran
indeks pelarutan mineral fosfat, dapat terlihat bahwa ukuran zona bening yang
dihasilkan oleh masing-masing isolat bakteri berbeda. Suliasih dan Rahmat (2007)
mengemukakan bahwa luas daerah zona bening disekitar koloni bakteri secara
kualitatif menunjukkan besar kecilnya kemampuan bakteri pelarut fosfat dalam
melarutkan P dari fosfat tidak larut. Isolat bakteri Cr 28 diketahui menghasilkan
indeks pelarutan terbesar yaitu sebesar 0.50. Berdasarkan analisis morfologi dan
sekuen gen 16S rRNA, bakteri tersebut termasuk ke dalam kelompok Bacillus sp.
(Wahyudi et al. 2011a).
Jumlah fosfat yang dilarutkan oleh isolat bakteri pada media kultur cair
berkisar antara 9.66 ppm hingga 27.22 ppm. Crb 1 merupakan isolat yang paling
baik dalam melarutkan fosfat dalam bentuk Ca 3 (PO 4 ) 2 yaitu sebesar 27.22 ppm,
diikuti oleh isolat lainnya seperti Crb 93, Cr 68, dan Crb 94 yaitu berturut-turut
sebesar 24.99 ppm, 23.35 ppm, dan 23.22 ppm. Adanya fosfat yang terukur pada
kontrol media yang tidak diinokulasikan dengan bakteri dan media yang
diinokulasikan bakteri pada jam ke- 0 dapat disebabkan oleh pelepasan PO 4 3ketika dalam autoklaf selama proses sterilisasi (Keneni et al. 2010).
Sementara itu isolat Cr 28 yang secara kualitatif paling baik dalam
melarutkan fosfat pada media padat, jumlah fosfat yang dapat dilarutkan oleh
kedua isolat tersebut pada media cair hanya berturut-turut sebesar 15.39 ppm.
Hasil ini bersesuaian dengan pendapat Suliasih & Rahmat (2007) yang
menyatakan bahwa zona bening yang dibentuk oleh bakteri pelarut fosfat tidak
dapat menunjukkan banyak sedikitnya jumlah P terlarut yang dapat disumbangkan
oleh setiap bakteri, meski luas atau sempitnya zona bening dapat menunjukkan
besar kecilnya kemampuan bakteri dalam melarutkan P tidak larut. Dengan
melihat jumlah fosfat terlarut pada media kultur, secara garis besar isolat Crb
dapat dinyatakan paling baik dalam melarutkan fosfat dibandingkan isolat Cr.
24
Berdasarkan analisis morfologi dan sekuen gen 16S rRNA, isolat Crb termasuk ke
dalam kelompok Pseudomonas sp. (Wahyudi et al. 2011b). Sebagian besar bakteri
pelarut fosfat yang diisolasi dari rizosfer merupakan kelompok Bacillus dan
Pseudomonas (Widiawati & Suliasih 2006; Khrisnaveni 2010).
Pelarutan fosfat oleh mikroorganisme dapat dilakukan dengan beberapa
mekanisme seperti produksi asam organik, produksi enzim, pembentukan kelat,
atau reaksi pertukaran ion. Meskipun demikian, memproduksi sejumlah asam
organik diketahui merupakan mekanisme yang paling umum digunakan bakteri
pelarut fosfat untuk melepaskan ikatan fosfat dengan logam pengikatnya
(Rodriguez & Fraga 1999). Asam organik seperti asam oksalat, asam sitrat, asam
glukonat, asam suksinat, asam fumarat, dan asam asetat dilaporkan terlibat dalam
pelarutan fosfat (Alam et al. 2002). Jumlah dan jenis asam organik yang
diproduksi oleh mikroorganisme dipengaruhi oleh bahan genetik yang terlibat
dalam pembuatan asam organik (Chen et al. 2006). Oleh karena itu, meskipun
masih digolongkan dalam genus yang sama, kemampuan melarutkan fosfat antara
isolat Bacillus sp. Cr atau Pseudomonas sp. Crb tidak sama sekalipun
ditumbuhkan dengan nutrisi yang sama.
Produksi asam organik oleh bakteri menyebabkan menurunnya pH media.
Asam organik tersebut selanjutnya mengkelat kation pengikat fosfat membentuk
kompleks yang pembentukannya tergantung pada jumlah dan posisi grup
fungsional karboksilik dan fenolik dari asam organik tersebut (Barroso et al.
2006). Pada penelitian ini dapat diamati kenaikan konsentrasi fosfat dalam media
berbanding terbalik dengan pH (Gambar 2 dan 3). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pelarutan fosfat dalam media disebabkan oleh produksi asam organik
sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH. Penurunan pH media yang
terukur dalam media kultur dengan penambahan Ca 3 (PO 4 ) 2 berkisar antara -0.96
sampai -0.42.
Isolat bakteri yang telah dikarakterisasi kemampuannya dalam melarutkan
fosfat ini selanjutnya diformulasi ke dalam paket inokulan dengan bahan
pembawa berupa gambut. Formulasi penting dilakukan untuk mempermudah
aplikasi bakteri pelarut fosfat terhadap tanaman. Gambut dipilih karena mudah
digunakan dan telah lama dikenal oleh petani sebagai bahan pembawa.
25
Keuntungan lain menggunakan gambut sebagai bahan pembawa ialah karena
gambut juga mudah didegradasi di dalam tanah, merupakan bahan yang murah,
tidak menyebabkan polusi pada lingkungan, dan dapat digunakan untuk
menyimpan bakteri dalam waktu yang cukup lama (Bashan 1998). Pada kegiatan
formulasi diperoleh 4 jenis paket inokulan yang selanjutnya ditandai dengan F1,
F2, F3, dan F4 yang merupakan gabungan antara tiga bakteri yaitu bakteri pelarut
fosfat Cr dan Crb, serta bakteri penambat nitrogen Bj. Pemilihan komposisi
bakteri penyusun F1- F4 disesuaikan dengan hasil penelitian sebelumnya dimana
keempat komposisi tersebut paling efektif dalam memacu pertumbuhan tanaman
kedelai pada percobaan rumah kaca (Sari 2011). Jumlah bakteri yang dimasukkan
ke dalam bahan pembawa berkisar antara 3.5 x 109 sampai 3.3 x 1011 cfu ml-1.
Angka ini memenuhi jumlah sel rhizobakteri yang disarankan untuk
diinokulasikan ke dalam bahan pembawa menurut Somasegaran dan Hoben
(1994) yaitu sebanyak 5.0 x 108 cfu ml-1.
Jumlah sel bakteri yang terdapat dalam gambut dihitung secara berkala
untuk mengetahui viabilitas bakteri selama masa penyimpanan. Tinggi rendahnya
viabilitas bakteri di dalam bahan pembawa selama masa penyimpanan
menunjukkan kualitas inokulan bakteri yang diproduksi. Berdasarkan hasil
penghitungan jumlah sel bakteri selama masa penyimpanan 9 bulan dalam suhu
ruang diketahui berkisar antara 2.9 x 107 hingga 1.5 x 108 cfu gr-1 gambut untuk
isolat Bacillus sp. Cr, 5.7 x 107 hingga 5.8 x 108 cfu gr-1 gambut untuk isolat
Pseudomonas sp. Crb, dan 7.5 x 106 hingga 3.1 x 107 cfu gr-1 gambut untuk isolat
B. japonicum. Husen et al. (2007) menyatakan bahwa standar kepadatan sel yang
terdapat pada produk pupuk hayati adalah sebesar >107 cfu gr-1 bahan pembawa.
Dengan mempertimbangkan jumlah sel bakteri yang terkandung dalam gambut
selama 9 bulan masa penyimpanan maka kualitas inokulan bakteri yang dihasilkan
masih tergolong cukup baik. Menurut Bashan (1998), inokulan yang
menggunakan bahan pembawa berupa gambut dapat bertahan selama satu tahun
dalam kondisi gambut tidak steril dan mencapai dua tahun dalam kondisi steril
jika disimpan pada suhu 5 0C. Kemampuan bakteri untuk hidup pada bahan
pembawa dipengaruhi oleh media yang digunakan, jenis bahan pembawa, dan
daya tahan bakteri tersebut.
26
Oleh karena kondisi tanah lebih kompleks dibanding kondisi in vitro, maka
uji efektivitas bakteri pelarut fosfat dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
perlu dilakukan di tanah lapang. Berdasarkan hasil uji lapang, diketahui bahwa
penggunaan inokulum bakteri pelarut fosfat tanpa pupuk anorganik belum dapat
memberikan hasil seperti yang diharapkan. Hasil yang lebih baik ditunjukkan oleh
perlakuan inokulum yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik terutama
pemberian dosis penuh. Perlakuan F1+NPK secara signifikan meningkatkan berat
basah dan berat kering tajuk, serta berat kering akar. Perlakuan ini bahkan
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pemberian
NPK. Adanya peningkatan dalam berat tajuk didukung oleh kemampuan bakteri
Crb 1 pada paket inokualan F1 dalam meningkatkan panjang batang (Wahyudi et
al. 2011b). Berat kering tanaman dalam hal ini meningindikasikan kemampuan
tanaman untuk memanfaatkan fotosintat dan penyerapan mineral oleh akar dan
karenanya menjadi indikator laju pertumbuhan tanaman. Hasil serupa diperoleh
melalui perlakuan F3+NPK. Sejalan dengan penelitian ini, Han dan Lee (2005)
juga melaporkan bahwa aplikasi inokulan bakteri pelarut fosfat secara sendiri
tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan tanaman yang diberi fosfat
alam.
Ketidakefektifan
penggunaan
inokulum
bakteri
dalam
memacu
pertumbuhan tanaman kedelai dapat juga dipengaruhi oleh keberadaan
mikroorganisme lain yang jumlahnya mencapai 8.1 x 106 sel/ gram sampel tanah
yang digunakan. Dari jumlah tersebut, tidak seluruhnya bersinergi dengan bakteribakteri yang digunakan dalam penelitian. Kondisi ini memungkinkan terjadinya
persaingan diantara mikroorganisme yang mengkolonisasi tanaman sehingga
justru dapat menghambat pertumbuhan tanaman kedelai.
Pemberian inokulan dengan pupuk anorganik dosis setengah belum dapat
meningkatkan berat tajuk dan akar melebihi perlakuan NPK dosis penuh, kecuali
pada perlakuan F3+1/2NPK terhadap berat basah tajuk. Dalam hal ini, Jilani et al.
(2007) menyatakan bahwa inokulan bakteri berpeluang dimanfaatkan menjadi
pupuk hayati apabila mampu memberikan hasil lebih baik atau sama dengan
perlakuan pupuk anorganik dosis penuh ketika diaplikasikan bersama pupuk
anorganik dalam dosis yang lebih rendah. Dengan melihat pengaruhnya terhadap
27
beberapa parameter pertumbuhan tanaman kedelai dapat dinyatakan bahwa
penggunaan pupuk hayati dari bakteri pada penelitian ini belum dapat
menggantikan peran pupuk anorganik tetapi penggunaan kombinasi antara
keduanya dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
Asosiasi yang terjadi antara akar tanaman kedelai dengan bintil akar
diketahui berperan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri penambat
nitrogen (B. japonicum)
pada bintil akar dapat mengikat nitrogen yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kedelai (Mubarik et al. 2011). Dalam penelitian ini, perlakuan yang
diberikan terhadap tanaman kedelai secara umum tidak dapat meningkatkan
jumlah dan berat bintil akar. Jumlah bintil akar tanaman kedelai paling banyak
ditemukan pada tanaman yang diberi perlakuan F1+NPK. Meskipun demikian,
hasil analisis serapan nitrogen terhadap jaringan tanaman kedelai menunjukkan
bahwa pemberian inokulum mampu meningkatkan konsentrasi nitrogen pada
tanaman dibandingkan kontrol tanpa perlakuan. Beberapa perlakuan bahkan
memiliki serapan nitrogen yang lebih baik dibandingkan perlakuan NPK
diantaranya perlakuan F1+NPK dan F3+NPK. Hal ini mengindikasikan bahwa
penyediaan hara nitrogen untuk tanaman tidak hanya melibatkan peran B.
japonicum semata tetapi diduga dipengaruhi oleh ko-inokulasi bakteri tersebut
dengan bakteri Bacillus Cr dan Pseudomonas Crb yang digunakan dalam
penelitian ini. Han et al. (2006) menyatakan genus Bradyrhizobium sp. memiliki
hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan Bacillus dibandingkan dengan
kelompok rhizobia lain. Oleh karena itu, Bacillus diduga memiliki kapasitas untuk
menambat nitrogen dari alam. Kumar dan Chandra (2008) melaporkan bahwa
bakteri pelarut fosfat dan PGPR dapat meningkatkan kemampuan kompetisi dan
efektivitas Rhizobium sp. yang diinokulasikan ke tanaman Lens culinaris sehingga
meningkatkan serapan nitrogen pada tanaman.
Pemberian inokulum pada tanaman kedelai yang dikombinasikan dengan
pupuk NPK secara umum dapat meningkatkan serapan fosfor dibandingkan
dengan kontrol tanpa perlakuan. Serapan fosfor tertinggi diperoleh melalui
perlakuan F1+NPK dan F3+NPK. Kedua perlakuan ini juga diketahui memiliki
28
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kombinasi
bakteri penyusun paket inokulan F1 dan F3 diduga menjadi faktor penyebab
tingginya serapan P yang kemudian berdampak pada baiknya pertumbuhan
tanaman kedelai. Bakteri Crb 1 yang menyusun paket inokulan F1 dan Cr 68
bersama Crb 93 yang menyusun paket inokulan F3 termasuk bakteri yang
memiliki kemampuan melarutkan fosfat tinggi secara in vitro. Meskipun demikian
sejumlah faktor lain juga dapat ikut mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai.
Richardson (2001) menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman tidak
secara khusus berhubungan dengan pelarutan fosfat seperti yang biasa terjadi pada
kondisi laboratorium. Pengaruh pemberian mikroorganisme pelarut fosfat pada
tanaman juga melibatkan mekanisme produksi fitohormon, vitamin, atau asam
amino. Dan seperti yang sudah diketahui, isolat Cr dan Crb yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki kemampuan dalam memproduksi IAA dan senyawa lain
seperti siderofor (Wahyudi et al. 2011a, Wahyudi et al. 2011b) sehingga
membantu meningkatkan pengaruh pelarutan P oleh bakteri.
Aplikasi inokulum bakteri terhadap tanaman kedelai diketahui dapat
meningkatkan berat polong dan jumlah polong isi per rumpun tanaman. Jumlah
polong isi terutama paling baik diberikan oleh perlakuan formulasi F1, F2, F3,
dan F4 dengan dosis NPK penuh. Sejumlah perlakuan diketahui menghasilkan
berat total biji per rumpun tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
yang diperoleh tanaman kedelai yang diberi perlakuan NPK, yaitu F1+NPK dan
F2+NPK. Produktivitas kedelai yang diberi perlakuan tersebut mencapai 1.11 dan
1.17 ton ha-1. Dibandingkan dengan potensi hasil tanaman kedelai varietas
Anjasmoro yang mencapai 3.20 ton ha-1 (BPPP 2008), maka produksi kedelai
yang dihasilkan dalam penelitian ini masih belum maksimal. Curah hujan yang
tinggi pada saat penanaman dan serangan hama ulat diduga menjadi penyebab
rendahnya produksi kedelai. Menurut Karamoy (2009), kedelai yang ditanam
pada musim kemarau dengan pengairan yang cukup memberikan hasil yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kedelai yang ditanam pada musim hujan pada lokasi
yang sama, yaitu sebanyak 1.97 ton ha-1pada musim kemarau berbanding 0.61 ton
ha-1pada musim hujan.
29
Berat 100 biji merupakan salah satu karakter yang diwariskan dan
mengindikasikan ukuran biji kedelai. Perlakuan F1, F2, F3, dan F4 yang
dikombinasikan dengan NPK penuh menghasilkan ukuran biji kedelai yang besar.
Rata-rata berat 100 biji kedelainya mencapai 14.07 gram. Sedangkan pada
perlakuan inokulum tanpa pupuk NPK rata-rata ukuran biji yang dihasilkan
sebesar 13.88 gram. Nilai ini masih lebih besar dibandingkan dengan berat 100
biji kedelai varietas Anjasmoro yang dilaporkan Suyamto dan Musalamah (2010)
yaitu sebesar 13.80 gram.
SIMPULAN
Formulasi bakteri Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb yang
dikoinokulasi dengan B. japonicum menghasilkan empat paket inokulan yang
diberi kode F1, F2, F3, dan F4. Formulasi menggunakan bahan pembawa
(gambut, kapur pertanian, dan fosfat alam). Viabilitas sel masih berkisar antara
2.9 x 107 hingga 1.5 x 108 cfu gr-1 gambut untuk Bacillus sp., 5.7 x 107 hingga 5.8
x 108 cfu gr-1 gambut untuk Pseudomonas sp. , dan 7.5 x 106 hingga 3.1 x 107 cfu
gr-1 gambut untuk B. japonicum hingga masa penyimpanan 9 bulan pada suhu
ruang. Berdasarkan hasil uji di lapangan, pemberian paket inokulan hasil
formulasi terhadap tanaman kedelai diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan
dan produktivitas tanaman kedelai. Dalam hal ini, perlakuan F1+NPK dan
F3+NPK mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai terutama pada
variabel berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan berat kering akar,
serta serapan hara mineral N dan P. Perlakuan F1+NPK dan F2+NPK mampu
meningkatkan produksi kedelai terutama pada variabel berat polong, jumlah
polong isi, berat total biji, dan ukuran biji kedelai.
DAFTAR PUSTAKA
Alam S, Khalil S, Ayub N, Rashid M. 2002. In vitro solubilization of inorganic
phosphate by phosphate solubilizing microorganisms (PSM) from maize
rhizosphere. Int J Agric Biol 4: 454-458.
Argaw A. 2012. Evaluation of co-inoculation of Bradyrhizobium japonicum and
phosphate solubilizing Pseudomonas spp. Effect on soybean (Glycine max
L. (Merr)) in Assossa Area. J Agr Sci Tech 14: 213-224.
Ashrafuzzaman M, Hossen FA, Ismail MR, Hoque MD, Islam MZ, Sahidullah
SM, Meon S. 2009. Efficiency of plant growth promoting rizobakteria
(PGPR) for the enhancement of rice growth. Afr J Biotechnol 8: 1247-1252.
[BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Ketersediaan
Teknologi dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kedelai Menuju
Swasembada. Siaran Pers BPPP. hlm: 1-4.
Barea JM, Pozo MJ, Azcon R, Azcon-Aguilar C. 2005. Microbial co-operation in
the rhizosphere. J Exp Bot 56: 1761-1778.
Barroso CB, Pereira GT, Nahas E. 2006. Solubilization of CaHPO 4 and AlPO 4 by
Aspergillus niger in culture media with different carbon and nitrogen
sources. Brazil J Microbiol 37: 434-438.
Bashan Y. 1998. Inoculants of plant growth-promoting bacteria for use in
agriculture. Biotechnol Adv 16: 729-770.
Buchholz DD, Brown JR. 1993. Potassium in Missouri Soil. Agricultural
Publication.
Campbell NA, Reece J, Mitchell L. 2000. Biologi. Jilid-1. Jakarta: Erlangga.
Chen YP, et al. 2006. Phosphate solubilizing bacteria from subtropical soil and
their tricalcium phosphate solubilizing abilities. Appl Soil Ecol 34: 33-41.
Ekin Z. 2010. Performance of phosphate solubilizing bacteria for improving
growth and yield of sunflower (Helianthus annuus L.) in the presence of
phosphate fertilizer. Afr J Biotechnol 9: 3794-3800.
Ghulamahdi M, Melati M, Sagala D. 2009. Production of soybean varieties under
saturated soil culture on tidal swamps. J Argon Indones 37 : 226-232.
Girgis MGZ, Khalil HMA, Sharaf MS. 2008. In vitro evaluation of rock
phosphate and potassium solubilizing potential of some Bacillus strains.
Aust J Basic Appl Sci 2: 68-81.
Han HS, Lee KD. 2005. Phosphate and potassum soubilizing bacteria effect on
mineral uptake, soil availability and growth of eggplant. Res J Agric Biol
Sci 1: 176-180.
32
Han HS, Supanjani, Lee KD. 2006. Effect of co-inoculation with phosphate and
potassium solubilizing bacteria on mineral uptake and growth of pepper and
cucumber. Plant Soil Environ 52: 130-136.
Husen E, Simanungkalit RDM, Saraswati R, Irawan. 2007. Characterization and
quality assessment of indonesian comersial biofertilizers. Indones J Agric
Sci 8: 31-36.
Husen E, Wahyudi AT, Suwanto A, Giyanto. 2011. Growth enhancement and
disease reduction of soybean by 1-aminocyclopropane-1-carboxylate
deaminase- producing Pseudomonas. Am J Appl Sci 8: 1073-1080.
Inui-Kishi RN, et al. 2012. Phosphorus solubilizing and IAA production activities
in plant growth promoting rhizobacteria from Brazilian soil under sugarcane
cultivation. APRN J Eng Appl Sci 7: 1446-1454.
Jilani G, et al.. 2007. Enhancing crop growth, nutrients availability, economics
and beneficial microlora through organic and biofertilizers. Annals
Microbiol 57: 177-183.
Karamoy LT. 2009. Hubungan iklim dengan pertumbuhan kedelai (Glicine max L
Merrill). Soil Environ 7: 65-68.
Keneni A, Assefa F, Prabu PC. 2010. Isolation of phosphate solubilizing bacteria
from the rhizosphere of faba bean of ethiophia and their abilities on
solibilizing insoluble phosphates. J Agr Sci Tech 12: 79-89.
Krishnaveni MS. 2010. Studies on phosphate solubilizing bacteria (PSB) in
rhizosphere and non-rhizosphere soils in different varieties of foxtail millet
(Setaria italica). Inl J Agric Food Sci Tech 1: 23-39.
Kumar R, Chandra R. 2008. Influence of PGPR and PSB on Rhizobium
legumminosarum Bv. viciae strain competition and symbiotic performance
in lentil. World J Agric Sci 4: 297-301.
Loveless AR. 2000. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lu C, Huang B. 2010. Isolation and characerization of Azotobacteria from pine
rhizosphere. Afr J Microbiol Res 4: 1299-1306.
Lucas Garcia JA, Probanza A, Ramos B, Barriuso J, Gutierrez Manero FJ. 2004.
Effects of inoculation with plant growth promoting rizobakteria (PGPRs)
and Sinoehizobium fredii on biological nitrogen fixation, nodulation, and
growth of Glycine max cv. Osumi. Plant Soil 267: 143-153.
Mubarik NR, Imas T, Wahyudi AT, Triadiarti, Suharyanto, Widiastuti H. 2011.
The use of acid-aluminium tolerant Bradyrhizobium japonicum formulation
for. World Acad Sci Eng Technol 77: 879-882.
33
Noor A. 2003. Pengaruh fosfat alam dan kombinasi bakteri pelarut fosfat dengan
pupuk kandang terhadap P tersedia dan pertumbuhan kedelai pada ultisol.
Bul Agron 31:100-106.
Panhwar QA, Radziah O, Zaharah AR, Sariah M, Razi IM. 2011. Role of
phosphate solubilizing bacteria on rock phosphate solubility and growth of
aerobic rice. J Environ Biol 32: 607-612.
Ponmurugan P, Gopi C. 2006. In vitro production of growth regulators and
phosphatase activity by phosphatase solubilizing bacteria. Afr J Biotechnol
5: 348-350.
Premono ME. 1998. Mikrob pelarut fosfat untuk mengefisienkan pupuk fosfat dan
prospeknya di Indonesia. Hayati 5: 89-94.
Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Richardson AE. 2001. Prospects for using soil microorganisms to improve the
acquisition of phosphate by plants. Aust J Plant Physiol 28: 897-906.
Rodriguez H, Fraga R. 1999. Phosphate solubilizing bacteria and their role in
plant growth promotion. Biotechnol Adv 17: 319-339.
Rodriguez H, Gonzalez T, Goire I, Bashan Y. 2004. Gluconic acid production and
phosphate solublization by the plant growth promoting bacterium
Azospirillum spp.. Naturwissenschaften 91: 552-555.
Sandeep AR, Joseph S, Jisha MS. 2008. Yield and nutrient uptake of soybean
(Glycine max (L) Merr) as influenced by phosphate solubilizing
microorganisms. World J Agric Sci 4: 835-838.
Sari NR. 2011. Pemanfaatan rizobakteria pelarut fosfat untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman kedelai [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Schachtman DP, Reid RJ, Ayling SM. 1998. Phosphorus uptake by plants: from
soil to cell. Plants Physiol 116: 447-453.
Somasegaran P, Hoben HJ. 1994. Hand Book for Rhizobia. New York: Spinger
Verlag.
Son TTN, Diep CN, Giang TTM. 2006. Effect of Bradyrhizobia and phosphate
solubilizing bacteria application on soybean in totational system in the
Mekong delta. Omanrice 14: 48-57.
Stefan M, et al.. 2009. Rhizosphere bacteria help protein accumulation in
soybeans seeds. Sectiunea Genetica si Biologie Moleculara 10: 23-28.
34
Sugumaran P, Janarthanam B. 2007. Solubilization of potassium containing
minerals by bacteria and their effect on plant growth. World J Agric Sci 3:
350-355.
Suliasih, Rahmat. 2007. Aktivitas fosfatase dan pelarutan kalsium fosfat oleh
beberapa bakteri pelarut fosfat. Biodiversitas 8: 23-26.
Suyamto, Musalamah. 2010. Kemampuan berbunga, tingkat keguguran bunga,
dan potensi hasil beberapa varietas kedelai. Buletin Plasma Nutfah 16: 3843.
Trivedi P, Pandey A. 2007. Low temperature phosphate solubilization and plant
growth promotion by psychrotrophic bacteria, isolated from Indian
Himalayan region. J Microbiol 2: 454-461.
Ullman WJ, Welch SA. 2002. Organic ligands and feldspar dissolution. The
Geochem Soc 7: 3-35.
Wahyudi AT, Purnawijaya A, Nurdiani D, Imas T. 2007. Characterization of acid
aliminium sensitive mutants of soybeans symbiont Bradyrhizobium
japonicum generated by transposon mutagenesis. Microbiol Indones 1: 8185.
Wahyudi AT, Astuti RP, Widyawati A, Meryandini A, Nawangsih AA. 2011a.
Characterization of Bacillus sp. strains isolated from rhizosphere of soybean
plants for their use as potential plant growth for promoting rizobakteria. J
Microbiol Antimicrob 3: 34-40.
Wahyudi AT, Astuti RI, Giyanto. 2011b. Screening of Pseudomonas sp. isolated
fom rhizosphere of soybeans plant as plant growth promoter and biocontrol
agent. Am J Agric Biol Sci 6: 134-141.
Widawati S, Suliasih. 2006. Populasi bakteri pelarut fosfat (BPF) di Cikaniki,
Gunung Botol dan Ciptarasa, serta kemampuannya melarutkan P terikat di
media Pikovskaya padat. Biodiversitas 7: 109-113.
Wu SC, Cheung KC, Luo YM, Wong MH. 2006. Effect of inoculation of plant
growth promoting rizobakteria on metal uptake by Brassica juncea. Environ
Pol 140: 124-135.
LAMPIRAN
36
Lampiran 1 Hasil kuantifikasi fosfat tersedia pada kultur bakteri dalam media Pikovskaya cair
dengan penambahan trikalsium fosfat 0,5%
Isolat
Konsentrasi fosfat pada jam ke- (ppm)
0
Cr 22
10.47
Cr 28
11.91
Cr 68
11.86
Cr 69
11.04
Cr 71
11.28
Crb 1
12.35
Crb 16 11.13
Crb 93
9.06
Crb 94 11.89
Crb 95 10.94
Kontrol 11.36
6
14.30
13.02
13.09
12.24
12.66
12.95
12.22
12.69
14.20
11.74
10.64
12
17.66
14.32
13.42
14.28
13.82
15.00
13.55
13.94
17.41
13.46
10.42
24
21.46
20.98
21.60
19.63
16.78
19.92
15.40
18.26
22.18
17.75
10.96
Keterangan: * pH diukur pada jam ke- 24
48
22.64
24.24
28.77
22.51
14.88
30.99
18.57
26.70
27.34
24.34
-
72
23.42
27.29
35.21
22.39
16.87
39.57
20.79
34.06
35.11
33.86
-
∆
konsentrasi
fosfat
12.95
15.39
23.35
11.35
5.59
27.22
9.66
24.99
23.22
22.91
-0.4
pH pada jam
ke0
72
5.41 4.72
5.44 4.60
5.38 4.55
5.41 4.70
5.15 5.10
5.30 4.52
5.12 4.66
5.26 4.52
5.18 4.53
5.21 4.58
5.47 5.24*
∆pH
-0.81
-0.87
-0.96
-0.59
-0.24
-0.94
-0.42
-0.83
-0.85
-0.83
-0.23
Download