TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman kacang hijau menurut Purwono dan Hartono ( 2005) adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Leguminales Family : Leguminaseae Genus : Vigna Spesies : Vigna radiata L. Tanaman kacang hijau berakar tunggang. Sistem perakarannya dibagi menjadi dua yaitu mesophytes dan xerophytes. Mesophytes mempunyai banyak cabang akar pada permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya menyebar, sementara xerophytes memilikiakar cabang lebih sedikit dan memenjang kearah bawah (Purwono dan Hartono, 2005). Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau kecokleta-cokelatan atau kemerah-merahan. Batang tumbuh tegak mencapai ketinggian 30-110 cm dan cabang menyebar kemana-mana. Setiap buku batang menghasilkan satu tangkai daun, kecuali pada daun pertama berupa sepasang daun yang berhadapan dan masing-masing daun berupa daun tunggal (Rukmana, 1997). Universitas Sumatera Utara Daun tanaman kacang hijau terdiri dari 3 helaian (trifoliat) dan letaknya bersilang. Tangkai daunnya cukup panjang dari daun. Daunnya berwarna hijau muda sampai hijau tua ( Andrianto dan Indiarto, 2004). Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermaprodite), berbentuk kupu-kupu dan berwarna kuning. Proses penyerbukan terjadi pada malam hari sehingga pada pagi harinya bunga akan mekar dan pada sore hari menjadi layu ( Rukmana, 1997). Kacang hiaju memiliki buah yang berbentuk polong, yang panjangnya 5-16 cm. setiap polong berisi 10-15 biji. Polong kacang hijau berbentuk bulat silindris atau pipih dengan ujung agak runcing atau tumpul. Polong muda berwarna hijau, setelah tua berubah menjadi coklat kehitaman (Marzuki dan Soeprapto, 2004). Biji kacang hijau lebih kecil dibandingkan biji kacang-kacangan lainnya, warna biji kebanyakan hijau kusam atau hijau mengkilap, beberapa ada yang berwarna kuning, coklat dan hitam (Andrianto dan Indriarto, 2004). Syarat Tumbuh Iklim Tanaman kacang hijau merupakan tanaman tropis yang menghendaki suasana panas selama hidupnya, tanaman ini dapat ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 meter di atas permukaan air laut. Di Jawa tanaman ini banyak ditanam di Pasuruan, Probolinggo, Mojosari, Jombang, Pekalongan, Banyumas, Jeparam Cirebon, dan Universitas Sumatera Utara Banten. Selain di Jawa, tanaman ini juga ditanam di Madura, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku (Marzuki dan Soeprapto, 2004). Berdasarkan indikator di daerah sentra produsen tersebut keadaan iklim yang ideal untuk tanaman kacan hijau adalah daerah yang bersuhu 250 C - 270 C dengan kelembaban udara 50-80%, curah hujan antar 50-200 mm/bulan dan cukup untuk mendapat sinar matahari (tempat terbuka ). Jumlah curah hujan dapat mempengaruhi produksi kacang hijau. Tanaman ini cocok ditanaman pada musim kering (kemarau) yang rataan curah hujannya rendah (Rukmana, 1997). Fotosintesis tanaman kacang hijau akan mencapai maksimum pada sekitar pukul 10.00 WIB. Radiasi yang terlalu terik tidak diinginkan oleh tanaman kacang hijau. Panjang hari yang diperlukan minimum 10 jam perhari karena tanaman ini termasuk tanaman golongan C3 (Purwono dan Hartono, 2005). Tanah Lokasi untuk kebun kacang hijau adalah tanganya subur, gembur, banyak mengandung humus, aerase dan drainase baik, serta mempunyai kisaran pH 5,8 perlu dilakukan pengapuran (Rukmana, 1997). Unsur hara makro tersedia dalam jumlah optimal pada kisaran pH 6,5 - 7,5 atau mendekati netral, seperti unsur hara P tersedia dalam jumlah banyak pada kisaran pH 6,5-8 dan 9-10 (Sutedjo, 1987). Tanaman kacang hijau menghedaki tanah yang tidak terlalu berat, artinya tidak terlalu banyak mengandung tanah liat. Tandah dengan kandyngan bahan organic tinggi sangat disukai oleh tanaman kacang hijau. Tanah berpasirpun dapat digunakan untuk Universitas Sumatera Utara pertumbuhan kacang hijau asalkan kandungan air tanahnya tetap terjaga dengan baik (Purwono dan Hartono, 2005). Kacang hijau menghendaki tanah dengan kandungan hara (fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan belerang) yang cukup. Dosis anjuran pemupukan tanaman kacang hijau adalah 50 N kg/ha, 75 TSP kg/ha atau 34,5 kg/ha P2O5, 50 kg/ha KCL atau 30 kg/ha K2O (Marzuki dan Soeprapto, 2004). Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) Jamur mikoriza termasuk mikroba yang mampu mendorong penyerapan unsur hara dan air. Namun peningkatan penyerapan unsur hara terjadi, karena simbiosis antara jamur dan akar tanaman dapat memperbesar diameter akar dan memperbanyak percabangannya. Hal inilah yang menyebabkan daya serap akar meningkat. Miselium mikoriza yang menyebar kesegala arah juga membantu akar menyerap air dan hara yang tidak terjangkau akar (Geonadi, 1993). Mikoriza berpotensi untuk memfasilitasi penyediaan unsur hara bagi tanaman terutama P. Perbaikan pertumbuhan serta kenaikan hasil berbagai tanaman berkaitan dengan perbaikan nutrisi P tanaman disamping sebagai fasilitator penyerapan hara, jamur mikoriza juga berpotensi sebagai pengendali hayati. Pada umumnya tanaman bermikoriza mengalami kerusakan lebih sedikit dibanding dengan tanaman tidak bermikoriza dan serangan penyakit berkurang atau perkembangan pathogen (Rao, 1994). Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) termasuk golongan endomikoriza yang mempunyai struktur hifa yang disebut arbuskula, sebagai tempat kontak dan transfer Universitas Sumatera Utara hara dan mineral antara jamur dengan tanaman inangnya di dalam jaringan korteks akar. Akar yang panjang jarang mempunyai mikoriza karena terlalu cepat tumbuhnya. Hampir semua akar cabang tumbuh sangat lambat, membentuk akar-akar pendek yan mencirikan terinfeksi jamur dan berkembang menjadi mikoriza (Utomo dan Islami, 1995). Mikoriza selain mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan. Mikoriza memiliki kemampuan untuk meningkatkan penyerapan air pada tanah yang miskin hara, serta mampu meningkatkan aktivitas mikroba tanah yang berguna, juga berperan mengendalikan erosi tanah karena hifanya mampu mengikat partikel-partikel tanah (Prihandana dan Hendroko, 2000). Perkembangan mikoriza pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi rizosfer dan spora mikoriza. Kondisi rizosfer adalah kondisi disekitar perakaran seperti suhu, cahaya matahari, kesuburan tanah, pH tanah, dan eksudat akar.Sementara kondisi spora jamur adalah dormasi dan tingkat kematangan spora (Musnamar, 2002). Mulsa Mulsa merupakan bahan organik maupun anorganik yang bermanfaat bagi tanaman yaitu menekan dan mencegah perumbuhan gulma dalam hal kompetisi dengan tanaman untuk memperoleh sinar matahari dan dan penyerapan unsur hara dan airnya bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman budidaya (Umboh, 2000). Mulsa organik seperti jerami, sekam, batang jagung, batang kedelai, alang- alang lebih sesuai digunakan untuk tanaman semusim yang tidak terlalu tinggi dan memiliki struktur tidak berdaun lebat dengan sistem perakaran dangkal. Pemberiannya Universitas Sumatera Utara dilakukan dengan cara ditebar secara merata di sekitar batang utama sampai menutup media (Nawangsih dkk, 2001). Mulsa bahan organik lebih mudah digunakan dan pembuatan lubang tanam dapat dilakukan setiap saat. Jarak pelubangan harus sesuai dengan jarak tanam dan dilakukan dengan tugal atau tangan. Ukuran lubang disesuaikan dengan ukuran bibit dan dibuat sebelum penanaman (Djulapar dan Setyowati, 2000). Sedangkan mulsa anorgaik atau kimia lebih sesuai digunakan pembudidayaan tanaman yang struktur perakarannya dangkal dengan tajuk tanaman berdaun tidak lebat baik pada musim kemarau maupun hujan (Sumpema, 2001). Penggunaan mulsa anorganik dapat mempercepat tanaman berproduksi, meningkatkan hasil per satuan luas, efisien dalam penggunaan pupuk dan air, mengurangi erosi akibat hujan dan angin, mengurangi serangan hama dan penyakit tanaman, menghambat pertumbuhan gulma,mencegah pemadatan tanah dan mempunyai kesempatan untuk menanam pada bedengan yang sama lebih dari satu kali (Purwowidodo, 1983). Selain itu penggunaan mulsa dapat dapat juga meningkatkan kesuburan tanah karena menambah bahan organik, meningkatkan peresapan air meningkatkan kehidupan jasad mikro dan makro di dalam tanah, meningkatkan kelembaban tanah, mempertahankan struktur, mennghemat tenaga kerja penyiangan dan menekan insiden virus (Ruijter dan Agus, 2004). Universitas Sumatera Utara BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanaian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan September 2008 sampai Desember 2008, dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Bahan dan Alat Bahan dalam penelitian ini adalah benih kacang hijau varietas kutilang jamur mikoriza vesikula arbuskula (MVA) dari Dinas Pertanian Sumatera Utara mulsa organik (jerami) dan mulsa anorganik (Mulsa Plastik Hitam Perak), bambu insektisida Matador, Sevin dan Fungisida Dithane M -45. Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, tali raffia, pacak sampel, gunting, palu, alat tulis, kalkulator, timbangan, handsprayer dan peralatan lainnya yang mendukung penelitian ini. Metode Penelitian Adapun rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok ( RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu : Faktor I : Mikoriza ( M ) dengan 4 taraf yaitu : M0 : 0 g/tan M1 : 4 g/tan M2 : 8 g/tan M3 : 12 g/tan. Universitas Sumatera Utara Faktor II : Pengunaan Mulsa ( P ) dengan 3 taraf yaitu: P0 : Tanpa Mulsa P1 : Mulsa Organik (Jerami) P2 : Mulsa Anorganik (MPHP) Kombinasi menjadi 12 perlakauan : M0P0 M0P1 M0P2 M1P0 M1P1 M1P2 M2P0 M2P1 M2P2 M3P0 M3P1 M3P2 Jumlah Ulangan : 3 Jumlah Plot : 36 Luas Plot : 110 cm x 110 cm Jumlah tanaman perplot : 6 Jumlah tanaman seluruhnya : 216 Jumlah sample per plot : 3 Jumlah sample seluruhnya : 108 Jarak antar plot : 30 cm Jarak antar Ulangan : 50 cm Jarak Tanam : 25 cm x 30 cm. Universitas Sumatera Utara Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier : Yijk = + i+ j + k + ()jk +ijk Yijk = Hasil pengamatan pada unit percobaan dalam blok ke-i dengan perlakuan Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) ke-j dan Penggunaan Mulsa pada taraf ke-k. = Nilai tengah sebenarnya. i = Efek blok ke-i j = Efek dari Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) taraf ke-j. k = Efek Penggunaan Mulsa taraf ke-k. ()jk = Efek interaksi antara Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) ke-j dengan Penggunaan Mulsa taraf ke-k. ijk = Pengaruh galat percobaan dari Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) taraf ke- i dengan Penggunaan Mulsa ke-j pada blok ke-k. Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 % ( Bangun, 1991). Universitas Sumatera Utara PELAKSANAAN PENELITIAN Penyiapan Lahan Diukur areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma kemudian dibuat bedengan dan parit di kelilingnya. Tanah diolah dengan cara mencangkul dengan kedalaman kira-kira 20-30 cm dan digemburkan secara merata dan membuat lobang tanam sesuai dengan jarak tanam. Penyiapan Benih Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dilakukan pemilihan terhadap benih dengan cara perendaman benih dengan air. Benih yang terapung dibuang dan yang terbenam atau bernas digunakan. Perlakuan Benih Sebelum benih ditanam, benih direndam kembali dengan fungisida Dithane M45 dengan dosis 2 g/liter air selama 5 menit. Aplikasi Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) Mikoriza diaplikasikan bersamaan saat benih ditanam di lapangan dengan cara memasukkan Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) sesuai dengan dosis perlakuan, sedalam 10 - 20 cm pada setiap lobang tanam. Universitas Sumatera Utara Aplikasi Mulsa Mulsa diaplikasikan dilahan, setelah lahan diolah sesuai dengan perlakuan plot masing-masing. Kemudian diberi lobang tanam sesuai dengan jarak yang ditentukan Penanaman Benih Pada tiap-tiap plot dibuat lobang tanam, kemudian benih ditanaman ke dalam lobang tanam dengan jarak taman 25 x 30 cm sebanyak 2 benih perlobang tanam. Pemeliharaan Penyiraman Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari, dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan, yang bertujuan untuk menjaga kelembaban areal pertanaman. Penyulaman Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau tumbuh abnormal. Agar pertumbuhannya seragam, penyulaman dilakukan pada umur 5-15 Hari Setelah Tanam (HST). Pembumbunan Agar tanaman berdiri tegak dan kokoh dilakukan pembumbunan dengan cara menarik tanah tanah disekeliling tanaman menggunakan tangan. Universitas Sumatera Utara Penyiangan Untuk menghindari persaingan antara gulma dengan tanaman maka dilakukan penyiangan secara manual dengan untuk mencabut gulma. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan sistem pengendalian secara kimia dengan insektisida matador dan sevin dengan konsentrasi 2 cc/liter air dengan cara disemprotkan ketanaman. Panen Panen dilakukan pada saat polong berwarna kecoklatan atau hitam atau sesuai dengan deskripsi dalam batas kurang lebih dua minggu dengan cara dipetik secara bertahap. Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm) Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari pangkal sampai titik tumbuh dengan menggunakan meteran, untuk menghindari kekeliruan dibuat pacak sampel. Pengukuran dilakukan mulai 2 MST sampai 5 MST . Jumlah Cabang Primer (cabang) Jumlah cabang primer dihitung pada saat panen. Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung jumlah cabang yang terdapat pada batang utama. Universitas Sumatera Utara Umur Berbunga (hari) Umur berbunga dihitung setelah tanaman berbunga kira-kira 50 % dari masingmasing plot Umur Panen (hari) Umur panen ditentukan setelah polong mulai masak kira-kira 50% dari masingmasing plot yang ditandai dengan berubahnya warna polong menjadi hitam dan mengeringnya batang dan daun. Bobot Biji Perplot (g) Ditimbang seluruh biji dalam satu plot setelah panen. Bobot 100 Biji (g) Diambil biji secara acak sebanyak 100 biji, kemudian ditimbang. Bobot Basah Akar (g) Bobot basah akar diukur dengan cara menimbang akar yang telah dipotong dan dibersihkan. Penimbangan dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan timbangan analitik. Bobot Basah Akar (g) Bobot basah akar diukur dengan cara menimbang akar yang telah dipotong dan dibersihkan. Penimbangan dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan timbangan analitik. Universitas Sumatera Utara