BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Umum Koperasi
Baswir (2010:3) mengungkapkan koperasi adalah suatu perkumpulan yang
didirikan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang
bertujuan untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi mereka.
Dimana bentuk kerjasama koperasi bersifat sukrela dan tiap anggota koperasi
memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mengembangkan dan mengawasi
jalannya usaha koperasi. Dalam undang-undang No. 17 Tahun 1992 tentang
perkoperasian, koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasar atas
asas kekeluargaan. Setelah undang-undang No. 25 Tahun 1992 digantikan dengan
Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian, pengertian koperasi
direvisi menjadi badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan
hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk
menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.
Dalam sistem perekonomian yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
koperasiadalah salah satu dari tiga kekuatan perekonomian yang saling terkait yaitu
perekonomian negara, swasta dan koperasi. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1
menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan danbukan kemakmuran orang seorang yang diutamakan dan
yang sesuai dengan pernyataan tersebut adalah koperasi. Koperasi sebagai salah satu
sektor kekuatan ekonomi diharapkan mampu menjadi soko guru perekonomian
Indonesia, karena koperasi merupakan suatu badan usaha yang sesuai dengan
demokrasi ekonomi bangsa Indonesia yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
kesejahteraan rakyat. Koperasi sebagai badan usaha, selain bertujuan memenuhi
kebutuhan anggota, koperasijuga mempunyai tujuan yaitu mencapai keuntungan
(laba/Sisa Hasil Usaha). Keuntungan itu dirasa sangat penting demi kelangsungan
dan perkembangan kegiatan usaha, sehinggadidalamnya tersirat suatu efisiensi seperti
yang terkandung dalam Pasal 5 UU No.17 Tahun 2012 yang menyatakan pengelolaan
usaha koperasi harus dilakukan secara produktif, efektif, dan efisien dalam arti,
koperasi harus mempunyai kemampuan mewujudkan pelayanan usaha yang dapat
meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota yang
mengharuskan kegiatan usaha koperasi harus dilaksanakan dengan prinsip
profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang
dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi Koperasi. Perolehan
laba dapat dilihat dari efisiensi badan usaha menggunakan modalnya secara efisien
dan mampu memperoleh Sisa Hasil Usaha (SHU) yang besar sehingga koperasi
tidakakan mengalami kesulitan keuangan dalam mengembalikan hutangnya dan jika
terjadi kebutuhan dana secara mendadak. Dengan mengetahui rasio dasar dalam
analisis keuangan yang salah satunya adalah rasio profitabilitas, dapat diketahui
tingkat kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba dalam periode
tertentu melalui semua kemampuan yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal,
piutang dan sebagainya.
2.1.2 Profitabilitas
Profitabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan
laba (profit). Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal
sendiri (Sugiyarso dan Winarni 2005:118). Profitabilitas perusahaan merupakan salah
satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan, untuk itu dibutuhkan suatu alat analisis
untuk bisa menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio profitabilitas. Rasio
profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba. Rasio profitabilitas dapat dilihat dari berbagai macam rasio,
seperti Return onAssets (ROA), Return on Equity (ROE), Profit Margin on Sales
(Margin laba atas penjualan) (Brigham dan Houston 2006:107). Dalam penelitian ini
ukuran profitabilitas yang digunakan dalam menilai kinerja perusahaan adalah ROA.
Return On Operating Assets (ROA) atau hasil pengembalian aktiva merupakan
bentuk yang paling mudah dalam menganalisis profitabilitas suatu perusahaan yaitu
dengan cara menghubungkan laba bersih (pendapatan bersih) yang dilaporkan
terhadap total aktiva di neraca. ROA merupakan rasio antara jumlah aktiva yang
digunakan dalam operasi (operating assets) terhadap jumlah penjualan yang
diperoleh selama periode tersebut. ROA atau yang sering disebut Return On
Investment (ROI) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan
untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Besarnya ROA dipengaruhi oleh dua faktor yaitu turnover
dari operating assets (tingkat perputaran aktiva yang digunakan). ROA yang tinggi
menunjukkan efisiensi manajemen suatu perusahaan. Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut (Helfert, 1997:83) :
ROA =
Laba Setelah Pajak
x 100%
Total Aktiva
Menurut Rajesh et al. (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Impact of
Working Capital Management on Firm’s Profitability dengan hasil penelitiannya
menyatakan bahwa hubungan antara profitabilitas dan rasio modal kerja
menghasilkan bahwa mayoritas komponen seperti rasio aktiva lancar, rasio
perputaran modal kerja, rasio perputaran persediaan, rasio turnover debitur memiliki
hubungan yang positif signifikan dengan profitabilitas yaitu ROI.
2.1.3 Modal Kerja
Pengertian modal kerja adalah dana yang ditanamkan ke dalam aktiva lancar
untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari (Sugiyarso dan Winarni, 2005:17).
2.1.3.1 Konsep Modal Kerja
Terdapat tiga konsep yang dapat dikemukakan mengenai modal kerja yaitu
(Sugiyarso dan Winarni,2005:17) :
1) Konsep Kuantitatif
Modal kerja kuantitatif adalah sejumlah dana yang tertanam dalam seluruh
aktiva lancar. Konsep ini mendasarkan pada kuantitas atau jumlah dari seluruh
dana yang ditanamkan dalam seluruh unsur-unsur aktiva lancar. Konsep ini
mengabaikan utang lancar yang dalam konsep kualitatif diperhitungkan dalam
modal kerja.
2) Konsep Kualitataif
Modal kerja kualitatif adalah jumlah dana yang ditanamkan ke dalam aktiva
lancar dikurangi jumlah utang lancar. Dengan kata lain modal kerja kualitatif
merupakan nilai lebih aktiva lancar di atas utang lancar, sehingga nilai lebih
tersebut betul-betul dapat dipergunakan untuk operasi dan perusahaan tidak akan
terganggu dengan masalah likuiditasnya.
3) Konsep Fungsional
Konsep ini melihat fungsi dana dalam menghasilkan pendapatan. Sebagian
dana akan menghasilkan pendapatan untuk periode ini (current income) dan
sebagian lagi akan menghasilkan pendapatan untuk periode yang akan datang
(future income). Berkaitan dengan itu muncul istilah non working capital,
potential working capital.
2.1.3.2 Perputaran Modal Kerja dan Efisiensi Modal Kerja
Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar dalam perusahaan
selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Modal kerja dalam
suatu perusahaan selalu dalam keadaan operasi atau berputar, oleh sebab itu perlu
dilakukan pengelolaan yang baik terhadap modal kerja. Pada hakekatnya perputaran
modal kerja mempunyai hubungan yang sangat erat dengan keuntungan atau tingkat
profitabilitas perusahaan (Nike, 2013). Periode perputaran modal kerja (working
capital turnover period) dimulai pada saat kas diinvestasikan dalam komponenkomponen modal kerja sampai pada saat kembali lagi menjadi kas. Semakin pendek
periode tersebut berarti semakin cepat perputaran modal kerja dan efisiensi
penggunaan modal kerja perusahaan tinggi. Sebaliknya semakin panjang periode
perputaran modal kerja berarti semakin lambat perputaran modal kerja dan efisiensi
penggunaan modal kerja perusahaan rendah. Lama periode perputaran modal kerja
tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen
dari modal kerja tersebut (Riyanto, 2001:62). Manajemen modal kerja yang efektif
adalah sangat penting karena berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
perusahaan dan keberadaan perusahaan di pasar (Hina, 2014). Efektif dan efisien dari
manajemen modal kerja memiliki makna yang sama terhadap prinsip manajemen
keuangan dasar (Padachi, 2006).Perusahaan sebaiknya menggunakan modal kerja
dengan baik untuk mendapatkan profitabilitas yang tinggi, perusahaan sebaiknya
menginvestasikan modal kerja sehingga modal kerja tersebut dapat berputar. Dengan
menimbulkan pembengkakan modal kerja sehingga akan mengakibatkan kesulitan
bagi perusahaan untuk meningkatkan profitabiltas (Pierre, 2010). Untuk menilai
efisiensi modal kerja dapat digunakan rasio antara total penjualan dengan jumlah
modal kerja ratarata yang sering disebut working capital turnover (perputaran modal
kerja). Rasio ini menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan penjualan yang
dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Perputaran modal kerja
yang rendah menujukkan adanya kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan
rendahnya perputaran persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar.
Perputaran modal kerja dirumuskan sebagai berikut (Riyanto, 2001:58):
Perputaran Modal Kerja =
Penjualan
Aktiva Lancar  Hutang lancar
2.1.4 Kas
Kas adalah uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai operasi
perusahaan. Termasuk dalam pengertian kas adalah cek yang diterima dari para
langganan dan simpanan perusahaan di bank dalam bentuk giro atau permintaan
deposit, yaitu simpanan di bank yang dapat diambil kembali setiap saat oleh
perusahaan (Munawir 2001:14), sedangkan menurut Tugiman (1995:27) kas adalah
uang tunai dan dapat dipersamakan dengannya serta saldo rekening giro untuk
membiayai kegiatan badan usaha koperasi.
Kas merupakan komponen modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya,
berarti bahwa semakin besar jumlah kas yang dimiliki koperasi akan semakin tinggi
pula tingkat likuiditasnya. Tetapi koperasi yang mempunyai tingkat likuiditas yang
tinggi karena adanya kas yang berlebihan, berarti tingkat perputaran kas tersebut
rendah dan mencerminkan kelebihan investasi dalam kas.
Sumber penerimaan kas dalam suatu perusahaan pada dasarnya dapat berasal:
1) Hasil penjualan investasi jangka panjang, aktiva tetap yang berwujud
maupun yang tidak berwujud, atau adanya penurunan aktiva tidak
lancar yang diimbangi dengan penambahan kas.
2) Penjualan atau adanya emisi saham maupun adanya penambahan
modal oleh pemilik perusahaan dalam bentuk kas.
3) Pengeluaran surat tanda bukti hutang baik jangka pendek (wesel)
maupun hutang jangka panjang (hutang obligasi, hutang hipotik atau
hutang jangka yang lain) serta bertambahnya hutang yang diimbangi
dengan penerimaan kas.
4) Adanya penurunan atau berkurangnya aktiva lancar selain kas yang
diimbangi dengan adanya penerimaan kas, misalnya adanya penurunan
piutang karena adanya penerimaan pembayaran, berkurangnya
persediaan barang dagangan karena adanya penjualan secara tunai.
5) Adanya panerimaan kas karena sewa, bunga atau deviden dari
investasinya, sumbangan atau hadiah maupun adanya pengembalian
kelebihan pembayaran pajak pada periode-periode sebelumnya.
2.1.4.1 Aliran Kas Dalam Koperasi
Kas merupakan komponen utama aktiva lancar. Kas digunakan untuk
membiayai pembelanjaan kontinyu maupun insidental serta investasi pada aktiva
tetap. Aliran kas masuk dan aliran kas keluar akan mempengaruhi besar kecilnya kas
yang tersedia pada suatu entitas tersebut. Apabila aliran kas masuk lebih besar dari
pada kas keluar maka kas yang tersedia pada koperasi akan menjadi besar. Besarnya
kas ini akan menaikkan tingkat likuiditas pada koperasi. Meskipun demikian,koperasi
akan mengalami kerugian karena makin besarnya kas berarti makin besarnya uang
yang menganggur dalam koperasi sehingga tingkat profitabilitas koperasi akan turun.
Demikian pula sebaliknya apabila aliran kas masuk lebih kecil dari pada aliran kas
keluar yang disebabkan oleh koperasi yang hanya mengejar profitabilitas saja, maka
kas yang tersedia dalam koperasi akan menjadi kecil. Tindakan demikian ini akan
menempatkan koperasi dalam keadaan illikuid apabila sewaktu-waktu terjadi tagihan
utang.
2.1.4.2 Perputaran Kas
Menuh (2008) menyatakan bahwa perputaran kas merupakan periode
berputarnya kas yang dimulai pada saat kas dinvestasikan dalam komponen modal
kerja sampai saat kembali menjadi kas-kas sebagai unsur modal kerja yang paling
tinggi likuiditasnya. Menurut Riyanto (2001) semakin tinggi perputaran kas akan
semakin baik, karena ini berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan kasnya dan
keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Semakin tinggi perputaran kas
dengan jumlah kas tertentu yang dimiliki perusahaan, akan menghasilkan penjualan
yang tinggi. Tingkat penjualan yang tinggi akan menyebabkan keuntungan yang
diperoleh perusahaan semakin tinggi. Hal ini menunjukkan perusahaan telah
menggunakan kas secara efisien. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian Raheman
dan Nasr (2007), Teruel dan Solano (2007), Rahma (2011) dan Putra (2012), yang
mendapatkan hasil perputaran kas berpengaruh positif dan signifikan terhadap
profitabilitas.
2.1.5 Piutang
Piutang merupakan aktiva atau kekayaan perusahaan yang timbul sebagai
akibat dari dilaksanakannya politik penjualan kredit (Gitosudarmo 1999:83).
Investasi koperasi dalam bentuk piutang dagang sulit untuk dihindari, disatu pihak
penjualan kredit uang sekarang merupakan bagian dari strategi pemasaran sehingga
koperasi berlomba-lomba melakukannya, dilain pihak penjualan kredit memberikan
keuntungan berupa pengurangan biaya penagihan, menstabilkan volume penjualan
dan meningkatkan volume penjualan. Piutang yang ada dalam koperasi terdiri dari :
1) Piutang usaha kepada anggota, yaitu tagihan yang timbul kepada anggota
yang dihasilkan dari kegiatan transaksi usaha atau penyaluran bantuan
pinjaman yang jangka waktu penagihannya tidak lebih dari satu tahun atau
siklus usaha normal diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
2) Piutang usaha kepada non anggota, yaitu tagihan yang timbul dari
transaksi usaha kepada pihak lain diluar anggota koperasi yang jangka
waktunya sesuai dengan usaha normal diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan.
3) Piutang non usaha, yaitu piutang yang tidak termasuk dalam piutang usaha
koperasi. (Tugiman 1995:29).
Dalam keadaan yang normal dan dimana penjualan pada umumnya dilakukan
secara kredit, piutang mempunyai tingkat likuiditas yang lebih tinggi daripada
persediaan. Karena perputaran piutang ke kas membutuhkan satu langkah yaitu
penagihan. Penentuan besar kecilnya jumlah piutang serta kebijakan penjualan secara
kredit merupakan hal yang sangat penting dalam merencanakan dan mengendalikan
jumlah piutang.
Menurut Riyanto (1999:85-87) besar kecilnya piutang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu :
1) Volume penjualan kredit. Makin besar jumlah penjualan kredit dari
keseluruhan penjualan akan memperbesar jumlah piutang dan sebaliknya
makin kecil jumlah penjualan kredit dari keseluruhan piutang akan
memperkecil jumlah piutang,
2) Syarat pembayaran bagi penjualan kredit. Semakin panjang batas waktu
pembayaran kredit berarti semakin besar jumlah piutangnya dan sebaiknya
semakin pendek batas waktu pembayaran kredit berarti semakin kecil
besarnya jumlah piutang,
3) Ketentuan tentang batas penjualan kredit. Apabila batas maksimal volume
penjualan kredit ditetapkan dalam jumlah yang relatif besar maka besarnya
piutang juga semakin besar,
4) Kebiasaan membayar para pelanggan kredit. Apabila kebiasaan membayar
para pelanggan dari penjualan kredit mundur dari waktu yang dipersyaratkan
maka besarnya jumlah piutang relatif besar.
2.1.5.1 Perputaran Piutang
Perputaran piutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa
lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanamkan
dalam piutang ini berputar dalam satu periode. Semakin tinggi rasio menunjukkan
bahwa modal kerja yang ditanamkan dalam piutang semakin rendah (dibandingkan
dengan rasio tahun sebelumnya) dan tentunya kondisi ini bagi perusahaan semakin
baik (Kasmir, 2012). Sartono (2010:119) menyatakan bahwa semakin cepat periode
berputarnya piutang menunjukkan semakin cepat penjualan kredit dapat kembali
menjadi kas. Riyanto (2001) menyatakan bahwa perputaran piutang adalah rasio yang
memperlihatkan lamanya waktu untuk mengubah piutang menjadi kas. Sedangkan
Bramasto (2008) menyatakan bahwa perputaran piutang berasal dari lamanya piutang
diubah menjadi kas, piutang timbul karena adanya transaksi penjualan barang atau
jasa secara kredit.
2.1.6 Pertumbuhan Koperasi
2.1.6.1 Laba
Menurut Harahap (2005:263) laba merupakan angka yang penting dalam
laporan keuangan, karena berbagai alasan antara lain laba merupakan dasar dalam
perhitungan pajak, pedoman dalam menentukan kebijakan investasi dan pengambilan
keputusan, dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan
lainnya dimasa yang akan datang, dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi
dalam menjalankan perusahaan, serta sebagai dasar dalam penilaian prestasi atau
kinerja perusahaan.
Chariri dan Ghozali (2003:214) menyebutkan bahwa laba memiliki beberapa
karakteristik, antara lain sebagai berikut :
1) Laba didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi,
2) Laba didasarkan pada postulat periodisasi, artinya merupakan prestasi
perusahaan pada periode tertentu,
3) Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman
khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan.
Laba memerlukan pengukuran tentang biaya dalam bentuk biaya historis yang
dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan tertentu. Laba didasarkan
pada perinsip penandingan antara pendapatan dan biaya yang relevan dan berkaitan
dengan pendapatan tersebut. Perbandingan yang tepat atas pendapatan dan biaya
tergambar dalam laporan laba rugi. Pertumbuhan laba dihitung dengan cara
mengurangkan laba periode sekarang dengan laba periode sebelumnya kemudian
dibagi dengan laba pada periode sebelumnya (Warsidi dan Pramuka, 2000).
2.1.6.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laba
Menurut Angkoso (2006) menyebutkan bahwa pertumbuhan laba dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
1)
Besarnya perusahaan
Semakin besar suatu perusahaan, maka ketepatan pertumbuhan laba yang
diharapkan semakin tinggi.
2) Umur perusahaan
Perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam meningkatkan
laba, sehingga ketepetannya masih rendah.
3) Tingkat leverage
Bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajer cenderung
memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan pertumbuhan laba.
4) Tingkat penjualan
Tingkat penjualan di masa lalu yang tinggi, semakin tinggi tingkat penjualan
dimasa yang akan datang sehingga pertumbuhan laba semakin tinggi.
5) Perubahan laba masa lalu
Semakin besar perubahan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba yang diperoleh
di masa mendatang.
2.1.6.3 Analisis Pertumbuhan Koperasi
Menurut Angkoso (2006) ada dua macam analisis untuk menentukan
pertumbuhan koperasi yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal,
1) Analisis fundamental
Analisis fundamental merupakan analisis yang berhubungan dengan kondisi
keuangan perusahaan. Dengan analisis fundamental diharapkan calon
investor akan mengetahui bagaimana operasional dari perusahaan yang
nantinya menjadi milik investor, apakah sehat atau tidak, apakah
menguntungkan atau tidak, dan sebagainya. Hal ini penting karena nantinya
akan berhubungan dengan hasil yang akan diperoleh dari investasi dan resiko
yang harus ditanggung. Para analis fundamental mencoba memprediksikan
pertumbuhan laba di masa yang akan datang dengan mengestimasi faktor
fundamental yang mempengaruhi pertumbuhan laba yang akan datang, yaitu
kondisi ekonomi dan kondisi keuangan yang tercermin melalui kinerja
perusahaan.
2) Analisis Teknikal
Analisis teknikal sering dipakai investor, dan biasanya data atau catatan
pasar yang digunakan
berupa
grafik.
Analisis
ini
berupaya
untuk
memprediksi pertumbuhan laba di masa yang akan datang dengan mengamati
pertumbuhan laba dimasa lalu.
2.1.7Sisa Hasil Usaha
Ditinjau dari aspek ekonomi manajerial, Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi adalah
selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total dengan biaya-biaya atau biaya
total dalam satu tahun buku (Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, 2001 :87), sedangkan
dari aspek legalistik, pengertian SHU menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992,
tentang perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut:
1) SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun
buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak
dalam tahun buku yang bersangkutan.
2) SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding
jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta
digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi,
sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
3) Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam rapat anggota.
Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka besarnya SHU yang diterima
oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan
transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Menurut Kusnadi dan
Hendar (2005) menyatakan bahwa Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi merupakan
pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku (Januari s/d Desember)
dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam
tahun buku yang bersangkutan. Pada hakekatnya sisa hasil usaha koperasi sama
dengan laba untuk perusahaan lain. Sisa Hasil Usaha (SHU) harus dirinci menjadi
SHU yang diperoleh dari transaksi dengan para anggota dan SHU yang dari bukan
anggota yang diperoleh dari anggota dikembalikan kepada masing-masing anggota
sedangkan yang diperoleh dari pihak luar tidak boleh dibagikan kepada anggota.
Pembagian SHU dibicarakan atau diputuskan dalam rapat anggota kemudian
ditetapkan dalam anggaran dasar koperasi. Sebelum dibagikan kepada anggota sesuai
dengan hak anggota tersebut, SHU bersumber dari usaha atau bisnis yang
diselenggarakan dengan anggota, dan usaha atau bisnis yang diselenggarakan dengan
bukan anggota. Dari kedua sumber tersebut, maka SHU yang dibagikan kepada
anggota hanyalah SHU yang memang berasal dari usaha atau bisnis dengan anggota
koperasi. Sedangkan SHU yang bersumber dari usaha yang bukan berasal dari
anggota (non anggota koperasi) dimasukkan ke dalam cadangan untuk modal
koperasi atau untuk keperluan lainnya.
Acuan dasar untuk membagi SHU adalah prinsip-prinsip dasar koperasi yang
menyebutkan bahwa pembagian koperasi dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Untuk koperasi Indonesia, dasar
hukumnya adalah Pasal 5, ayat 1, UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian yang
dalam penjelasannya mengatakan bahwa “Pembagian SHU kepada anggota dilakukan
tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi tetapi
juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini
merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari
dua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu:
1) SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun
investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima dari
koperasinya sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SHU pada tahun buku
yang bersangkutan.
2) SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai
pemakai atau pelanggan. Secara umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
koperasi yakni cadangan koperasi, jasa anggota, dana pengurus, dana
karyawan, dana pendidikan, dana sosial, dan dana untuk pembangunan
lingkungan.
2.2 Penelitian Sebelumnya
1) Nike Ismiati, Zarah Puspaningtyas dan Ika Sisbintari (2013) melakukan
penelitian mengenai pengaruh perputaran modal kerja terhadap profitbilitas
perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2008-2011. Metode analisis yang digunakan adalah analisis
regresi linier sederhana. Variabel perputaran modal kerja yang di proksikan
dengan Working Capital Turnover (WCT) berpengaruh terhadap profitabilitas
perusahaan.
2) I Made Dian Satriya dan Putu Vivi Lestari (2012) melakukan penelitian yang
sama yaitu pengaruh perputaran modal kerja terhadap profitabilitas
perusahaan terhadap perusahaan property and real estate di Bursa Efek
Indonesia tahun 2009-2011. Penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Analisis data menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel perputaran modal kerja, perputaran kas dan
perputaran persediaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
profitabilitas (ROI).
3) Yuli Nopiana, Nyoman Trisna Herawati, Ni Luh Gede Erni Sulindawati
(2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh tingkat perputaran modal
kerja, perputaran kas, perputaran piutang, pertumbuhan jumlah nasabah dan
jumlah karyawan terhadap profitabilitas koperasi simpan pinjam di Kabupaten
Buleleng. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi. Teknik analisis
data menggunakan analisis regresi berganda. dengan menggunakan program
SPSS 19.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
perputaran modal kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
profitabilitas, tingkat perputaran kas tidak, berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas, tingkat perputaran piutang berpengaruh positif dan signifikan
terhadap
profitabilitas,
tingkat
pertumbuhan
jumlah
nasabah
tidak
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, jumlah karyawan tidak
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, tingkat perputaran modal kerja,
perputaran kas, perputaran piutang, pertumbuhan jumlah nasabah dan jumlah
karyawan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
4) Penelitian Pasaribu (2008) menganalisis harga saham di 8 industri. Secara
simultan dan parsial, pertumbuhan, profitabilitas, posisi leverage, likuiditas,
dan efisiensi perusahaan berpengaruh signifikan terhadap saham di 8 industri.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.
(Sugiyono, 2012: 93).
2.3.1 Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas
Efisiensi modal kerja dapat dinilai dengan menggunakan rasio antara total
penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata yang sering disebut working capital
turnover (perputaran modal kerja). Rasio ini menunjukkan hubungan antara modal
kerja dengan penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal
kerja. Perputaran modal kerja akan berpengaruh kepada tingkat profitabilitas. Tingkat
profitabilitas yang rendah bila dihubungkan dengan modal kerja dapat menunjukkan
kemungkinan rendahnya volume penjualan disbanding dengan ongkos yang
digunakan. Sehingga untuk menghindari itu, diharapkan adanya pengelolaan modal
kerja yang tepat di dalam perusahaan. Perusahaan yang dikatakan memiliki tingkat
profitabilitas tinggi berarti tinggi pula efisiensi penggunaan modal kerja yang
digunakan perusahaan tersebut yang dimana dalam Pasal 5 UU No.17 Tahun 2012
yang mengharuskan kegiatan usaha koperasi harus dilaksanakan dengan prinsip
profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang
dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi Koperasi. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Azlina (2009) dan Jodie (2012) yang menunjukkan
bahwa modal kerja berpengaruh terhadap profitabulitas perusahaan. Pernyataan ini
diperkuat juga oleh penelitian Singagerda (2004), Menuh (2008) dan Nurcahyo
(2009), Chary et al. (2011), Rajesh et al. (2011), Nur dan Saad (2010) yang
menemukan Perputaran Modal kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap profitabilitas.
H1 : Perputaran modal kerja berpengaruh positif pada profitabilitas
2.3.2 Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas
Perputaran kas merupakan perbandingan antara penjualan bersih dengan
jumlah rata-rata kas. Rahma (2011) menyatakan bahwa perputaran kas menunjukkan
kemampuan kas dalam menghasilkan pendapatan, sehingga dapat dilihat berapa kali
uang kas berputar dalam satu periode tertentu. Semakin tinggi perputaran kas ini akan
semakin baik, ini berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan kasnya dan keuntungan
yang diperoleh akan semakin besar (Riyanto,2001)yang dimana dalam Pasal 5 UU
No.17 Tahun 2012 yang mengharuskan kegiatan usaha koperasi harus dilaksanakan
dengan prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan
efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi
Koperasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rahma (2011), Putra (2012),
Raheman dan Nasr (2007), Teruel dan Solano (2007) yang menyatakan bahwa tingkat
perputaran kas berpengaruh terhadap profitabilitas.
: Perputaran kas berpengaruh positif terhadap profitabilitas.
2.3.3 Pengaruh Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas
Piutang muncul karena perusahaan melakukan penjulan secara kredit untuk
meningkatkan volume usahanya. Riyanto (2001:90) menyatakan perputaran piutang
menunjukkan periode terikatnya modal kerja dalam piutang dimana semakin cepat
periode berputarnya
menunjukkan semakin cepat perusahaan mendapatkan
keuntungan dari penjualan kredit tersebut, sehingga profitabilitas perusahaan juga
ikut meningkat yang dimana efektivitas terkandung dalam aktivitas ini sesuai dengan
Pasal 5 UU No.17 Tahun 2012 yang mengharuskan kegiatan usaha koperasi harus
dilaksanakan dengan prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab,
efisiensi dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal
bagi Koperasi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Putra (2010), Wijaya
(2012), Santoso dan Nur (2008) yang menyatakan bahwa tingkat perputaran piutang
berpengaruh terhadap profitabilitas.
: Perputaran piutang berpengaruh positif terhadap profitabilitas.
2.3.4 Pertumbuhan Koperasi Terhadap Profitabilitas
Pertumbuhan perusahaan dapat menjadi indikator dari nilai perusahaan. Dari
sudut pandang investor, pertumbuhan perusahaan menunjukkan sinyal positif dan
perkembangan yang baik dimana pertumbuhan suatu perusahaan tersebut memiliki
dampak menguntungkan dan perusahaan juga mengharapkan rate of return dari
investasi yang dilakukan. Hal ini berarti pertumbuhan perusahaan menunjukkan
pengaruh yang positif terhadap nilai perusahaaan, dimana semakin baik pertumbuhan
perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hasil penelitian didukung
Kusumajaya (2011), dan Noerirawan dan Muid (2012).
: Pertumbuhan berpengaruh positif terhadap profitabilitas
Download