phytoplankton-productivity-and-responses-to

advertisement
This page was exported from Karya Tulis Ilmiah [ http://karyatulisilmiah.com ]
Export date: Mon May 16 14:05:08 2016 / +0000 GMT
PHYTOPLANKTON PRODUCTIVITY AND RESPONSES
TO CLIMATE VARIABILITY/CLIMATE CHANGE
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di hampir semua ekosistem perairan, termasuk lautan terbuka, danau, kontinental margin,
sungai, dan muara, fotosintesis persediaan sumber utama bahan organik untuk pertumbuhan
dan tuntutan metabolisme semua organisme lain di ekosistem. Oleh karena itu, laju fotosintesis
terikat tempat paling atas pada keseluruhan biomassa dan produktivitas ekosistem dan
membatasi keseluruhan biologis energi di permukaan planet ini. Kemampuan organime
fitoplankton dalam mensintesa bahan-bahan oranik dalam perairan tegantung atas berbagai
intraksi factor fisik kimia dan biologi dalm ekosistem suatu komunitas. Fitoplankton
merupakan spesies yang bersipat autotrof, artinya dapat meng haslakn makanan sendiri dengan
memnfatkan bahan organic terlarut, karbon dioksida tersuspensi dengan bantuan sinar
matahari melalui proses metabolism yang disebut fosintesis. Fotosintesis sendiri merupakan
istila dari produktifitas primer dari fitoplankton, yang dapat diartikan sebagai laju
pembentukan senyawa organic dari senya anorganik.
Pertumbuhan populasi fitoplankton tidak selalu meningkat, akibat adanya buffering
(pembatasan) dari factor-faktor lingkungan dan daya dukung yang dibutuhkan. Factor
pembatas (nutrient,cahaya, suhu, figman,grazing). Factor ini bersifat pluktuatif, tetapi jika
keaan berubah dari keadaan yang normal (fenomena ENSO dan isu pemanasan global) akan
berdampak buruk atau baik terhadap ekosistem hususnya pada komunitas fitoplankton (fisik
dan evolusi spesies) dan dampaknya antar ekosistem.
Pengetahuan tentang mekanisme dasar dan prinsip-prinsip proses fotosintetik organisme
akuatik untuk memberikan pemahaman dasar mengenai bagaimana mereka menanggapi
perubahan di lingkungan mereka. Interpretasi semacam itu membentuk dasar perairan
ekofisiologi dan diperlukan untuk memahami struktur dan masyarakat baik biogeochemical
global siklus dalam lingkungan laut dan air tawar. Perubahan iklim yang diakibatkan
kecenderungan suhu udara di bumi yang semakin meningkat telah menjadi isu global, regional,
maupun masional. Pemanasan suhu bumi dapat terjadi secara alamiah maupun akibat kemajuan
industrialisasi yang semakin pesat, sehingga menghasilkan gas-gas seperti CO2 (Carbon dioxide), CH4
(Methane), N2O (Nitrous oxide), CFCs (chlorofluorocarbons) dan VOCs (volatile organic compounds).
Dengan meningkatnya konsentrasi beberapa jenis gas ini di atmosfer bumi, maka penyerapan
energi matahari dan refleksi panas matahari menjadi semakin tinggi, dan pada akhirnya
meningkatkan suhu udara di bumi dan memicuh terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim
berpengaruh pada seluruh sistem di bumi yang meliputi ekosistem, struktur komunitas dan
populasi, distribusi organisma dan sebagainya. Suhu atmosfir bumi dan konsentrasi CO2 terus
meningkat, dan secara langsung kondisi ini juga menaikkan suhu air laut. Dampak dari
perubahan iklim terhadap aspek kelautan sangat kompleks, karena hal ini bisa terjadi secara
langsung dan tidak langsung, juga dalam jangka waktu yang pendek atau masa yang panjang.
Anggaran karbon dunia masih belum dalam kondisi mapan sejak awal Industri Revolution. Saat
ini, karbon dioksida dilepaskan oleh kegiatan antropogenik menambahkan sekitar ±7 gigaton
(Gt) ke atmosfer, yang sekitar 2Gt dianggap dibuang kelaut. Dalam kondisi mapan, fitoplankton
memperbaiki sekitar Gt C 35-50/tahun, yang mewakili komponen karbon alam yang signifikan.
Jika produktivitas laut berubah, proses-proses biologis ini dapat memberikan pengaruh yang
signifikan pada tingkat CO2 antropogenik oleh gambar di bawah konsentrasi CO2 dalam air
permukaan dan meningkatkan konsentrasi gradien melintasi udara-laut interface1. walaupun
perubahan-perubahan sangat kecil mungkin terjadi di basin ini selama 70 tahun, mereka terlalu
kecil untuk memiliki pengaruh signifikan pada peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer.
Naiknya suhu udara di bumi, berdampak pada meningkatnya suhu air, dan secara tidak langsung
menambah volume air di samudera. Implikasinya adalah semakin tinggi paras laut (sea level).
Di Samudera Pasifik, meningkatnya stratifikasi air laut akan meningkatkan frekuensi kejadian
El Nino/Southern Oscillation (ENSO) dan variasi iklim lebih ekstrim. ENSO mengakibatkan
suhu permukaan laut meningkat dan lapisan termoklin menipis. Kondisiini jika disertai dengan
kenaikan paras laut, akan mengakibatkan menurunya produksi primer di laut. Sirkulasi
termoklin berhubungan dengan siklus karbon dan ventilasi laut dalam, sehingga perubahan
lapisan termoklin dapat mengganggu siklus karbon dan proses biogeokimia dari sistem
ini. Terganggunya siklus karbon berdampak pada menurunnya fungsi laut sebagai salah
satu komponen penyerap karbon. Banyak studi memperkirakan CO2 yang diserap oleh lautan
akan berkurang 4-28% selama abad 21, sedangkan pada abad ke 20, tingkat penyerapan
berkurang 8-10% akibat dari naiknya suhu permukaan.
Tujuan
Sebagai bentuk dari di susunnya paper mengenai fitoplankton produktivitas dan responnya
terhadap perubahan dan variabilitas iklim dari tugas biologi laut sebagai berikut;
a.
Mengetahui komunitas fitoplankton pada umumnya sebagai komunitas nabati penghuni perairan.
b.
Penggambaran proses produktivitas primer, metode pengukuran produktivitas dan biomassa (
standing crop) dari perairan.
c.
Penjabaran factor-faktor pembatas (buffering) linkungan (fisik, kimia dan Biologi) yang menentukan
laju produktivitas fitoplankton.
d. Menggambarkan respon spesies fitoplankton terhadap perubahan kondisi lingkungan akibat adanya
isu pemanasan global dan fenomena ENSO, baik secara perubahan morfologi dan fisiologi juga siklus
produktivitas.
Rumusan Masalah
komunitas fitoplankton laut terdiri dari beberapa kelompok beragam ganggang yang
melaksanakan produksi autotrophic dan memulai pelagis rantai makanan laut. hasil fotosintesis
dalam produksi energi tinggi bahan organik dari karbon dioksida dan air plus nutrisi organik.
Komposisi dan struktur dari komunitas ini produsen primer utama diperairan yang mendukung
tropic selanjutnya, tanpa keberadaannya tidak aka ada siklus kehidupan dibumi ini.
Keberadaan spesies fitoplankton diperairan sebagai produsen primer dalam kolom air yg
menunjang seluruh siklus kehidupan di dalamnya. Kemampuan dari komunitas ini Dallam
mensintesa material organic oleh fitoplankton tergantung atas kombinasi dan adanya reaksiintraksi antara berbagai farameter fisika, biologi dan kimia.
Variasi konsentrasi gas radioaktif sensitif di atmosfer, seperti CO2dan CH4. Pada gilirannya,
mempengaruhi iklim global dan akibatnya sirkulasi laut, stratifikasi, sebuah transportasi
nutrien di laut ke daerah-daerah perairan terpencil. Fenomena el-Nino dan isu pemanasan
global memberi danpak perubahan lingkungan yang pada akhirnya berdampak terhada spesies
penghuninya.
FITOPLANKTON
Plankton adalah suatu istilah umum, dimana kemampuan berenang organisme-organisme
planktonik demikian lemah sehingga mereka sama sekali di kuasai oleh gerakan-gerakan air.
Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni ; fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan
laut yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis. Selanjutnya
zooplankton ialah hewan laut yang yang planktonik (Nybakken, 1988). Sebagian besar tanaman
di lautan berbagai jenis planktonic, alga uniseluler, secara kolektif disebut fitoplankton.
Meskipun beberapa fitoplankton yang cukup besar untuk dapat dikumpulkan dalam jaringjaring halus, banyak dari tanaman mikroskopis ini hanya dapat dikumpulkan dengan menyaring
atau volume yang cukup besar sentrifuging air laut.
Fitoplankton algae tergolong organism autotrof, dimana dengan energy sinar matahari dan
krolofil, serta menyerap karbondioksida dan senyawa nutrient anorganik mereka mampu
mensintesa senyawa organic yagn kompleks melalui proses fotosintesis. Mereka mempunyai
krolofil dan pikmen fotosintetik penunjang lainnya, seperti caritenoid, sehingga mereka mampu
melakukan proses fotosintetis. Hanya beberapa jenis dari dinoflagellata ada yang bersifat
heterotrof, mampu menyerap zat organic terlarut menjadi zat anorganik lain yang berguna
untuk membangun tubuhnya (osmotrof), dan ada bahkan mampu memakan bahan organic
partikel (pagotrof) oleh Basmi (1995).
Jenis yang paling penting produktivitas primer adalah proses fotosintesis, di mana energi
cahaya digunakan untuk mengubah karbon dioksida dan air menjadi karbohidrat (anonim).
Spesies fitoplankton yang dominan di dalam kolam diklasifikasikan sebagai Oscillatoria tenuis, Synedra
ulna, Chlamydomonas Cingulata dan Cyclotella kutzingiana, dengan jenis dominan Melosira italica,
Synechococcus sp. dan Cryptomonas ovata.(Alam, et el. 2001). Fitoplankton hidup di lingkungan yang
berfluktuasi di mana banyak faktor seperti tekanan merumput, tenggelam, cahaya ketersediaan,
asupan gizi dan omset mempengaruhi distribusi fitoplankton dalam waktu dan ruang.
Fitoplankton yang berukuran besar dan biasanya tertangkap oleh jaring plankton
(Nybakken,1988) terdiri dari dua kelompok besar, yaitu;
1. Diatom
Diatom mudah dibedakan dari dinopelagellata karena diatom dalam suatu kotak gelas yang
unik dan tidak memiliki alat gerak. Ada diatom yang hidup tunggal, tiap diatom terdiri dari satu
kotak, tetapi ada juga yang bembentuk rantai yang terdiri dari berbagai spesiaes diatom, dan ini
yang menambah keindahan.
2. Dinoplagellata
Kelompok utama kedua,donoplagellata yang dicirikan oleh sepasang flagella yang digunakan
untuk bergerak dalam air. Pada umumnya dinoplagellata berukuran kecil, hidup tunggal, dan
jarang berbentuk rantai. Sama halnya dengan diatom, dinoplagellata berkembang biak melalui
proses pembelahan.
PRODUKTIVITAS PRIMER
Adanya kehidupan dibumi berpangkal pada kemampuan tumbuhan hijau dalam menggunakan
energy cahaya matahari untuk mensintesis molekul-molekul organik yang kaya energy dari
senyawa-senyawa anorganik, proses ini disebut sebagai fotosintesis. Produktivitas primer
adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organic yang kaya energy dari senyawa-senyawa
anorganik. Jadi biasanya produktivitas primer dianggap sebagai padanan fotosintesis, dimana
sejumlah kecil produktivitas primer dapat dihasilkan oleh bakteri kemosintetik, dan yang
dimaksud dari produktivitas primer disini terbatas pada tumbuhan saja (Nybakken, 1988),
selanjutnya dikatakan bahwa jumlah seluruh bahan organic yang terbentuk dalam proses
produksi dinamakan produktivitas primer kotor atau produksi total. Karena sebagian dari
produktivitas total ini digunakan untuk kelangsungan proses-proses hidup, yang secara kolektif
disebut respirasi, tinggallah sebagian dari produksi total yang tersedia bagi pemindahan ke atau
pemanfaatan oleh organisme lain. Produktivitas primer bersih ialah istilah yang digunakan bagi
sejumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan tumbuhan untuk respirasi.
Menurut Basmi,1995 menyatakan bahwa produktivitas primer sendiri adalah kreasi yang
menghasilkan material organic yang padat energy daro CO2, H2O, dan nutrient-nutrien lainnya
dengan memanfaatkan sumber energy dari sinar matahari. Material organic hasil sintesis
produser primer ini kelak akan ditrasnfer ke tingkat trofik lainnya yang ada di ekosistem
bersangkutan. Selanjutnya dikatakan produktivitas yang terbentuk merupakan material
organic yang berguna untuk menunjang kehidupan hewan dan dekomposer. Nilai produktivitas
primer kotor dan bersih biasanya dinyatakan dalam unit gram karbon yang di ikat dalam proses
fotosintesis dalam luar permukaan perairan (m2) perhari atau pertahun, yang dingkat
gC/m2/hari atau gC/m2/tahun.
Fitoplankton merupakan produsen primer yang dominan dari wilayah plagic mengkonversi
bahan anorganik (misalnya nitrat, fosfat) ke dalam senyawa organik baru (misalnya lipits dan
protein) oleh proses dari sana oleh photosinthesis dan memulai rantai makanan laut. Jumlah
membangun jaringan tanaman oleh fotosynthesis atas waktu umumnya disebut sebagai
produktivitas primer (Lalli sebuah Parsons, 1997). Walaupun sejumlah langkah yang terlibat,
reaksi chemichal untuk fotosintesis dapat sangat umum diringkas sebagai:
6 CO2 + 6 H2O energy matahari C6H12O6 + 6O2
dalam kenyataannya proses ini sangat rumit, walaupun dapat dibagi menjadi dua set reaksi,
dalam reaksi terang, cahaya menggairahkan pigmen fotosintesis (terutama chlorophylls), yang
meneruskan energi energi itu dalam cara yang membuat tersedia untuk gelap reaksi. Dalam
proses ini terbagi molekul air dan oksigen berkembang sebagai sebuah produk. Reaksi gelap
menggunakan energi kimia dikonversi dari cahaya untuk memperbaiki karbon CO2 menjadi
karbohidrat. Reaksi gelap disebut demikian karena, tidak seperti reaksi cahaya, mereka mungkin
terjadi dalam gelap( Anonimous, 2006) apa yang terjadi adalah pembentukan senyawa organik
(karbohidrat, seperti gula atau pati) yang dapat digunakan sebagai sebuah blok bangunan untuk
senyawa organik lain atau sebagai sumber energi. Dasarnya semua oksigen dalam atmosfer berasal
dari fotosintesis terjadi di lautan. Ketika proses fotosintesis dibalik, energi tinggi ikatan yang dibentuk
selama masa konstruksi dari karbohidrat rusak energi dari sebuah proses kebalikannya adalah
respirasi oksidatif, dan semua organisme bernafas.
a. Metode of measuring biomass and primary productivity
Untuk
mendapatkan
data
kuantitatif
dari
standing
stock
(produksi
primer)
fitoplankton menurut Basmi (1995) melalui 3 pendekatan, diantaranya;
1. Menurut Strickland and parsons (1972) untuk melihat keberadaan fitoplankton, zooplankton,
dan detritus suatu perairan dapat dilakukan melalui pengukuran partikel carbon, nitrogen atau
fosforus, krolofil, ATP dan lain sebagainya. Namun dengan metode ini kita tidak akan mendapat
informasi komposisi spesies dan kelimpahan masing-masing spesies.
2.
Menurut (1969), parsons dan Seki (1969), pengukuran partikel-partikel di atas dapat
memperlihatkan ukuran spectrum partikel tersuspensi. Namun dengan metode ini kita dapat
mengetahui antara partikel yang masih hidup dan yang sudah mati, apalagi untuk identifikasi
spesiesnya.
3.
Metode mkroskopis dewasa ini dimaksudkan adalah unutk menentukan dan menghitung
fitoplankter serta bentuk-bentuk distribusinya pada ruang dan ruang tertentu. Perhitungan
dapat pula menentukan jumlah fitoplankter yang kemudian di transfer ke dalam biomassa atau
energy, misalnya ke dalam jumlah karbon organic atau kalori. Data mengenai karbon yang
dikandung fitoplankton ini sangatn bermanfaat untuk menggamabarkan trofodinamika
perairan.
Tingkat biomassa (Lalli dan Parsons, 1997) bahwa tingkat biomassa mengacu pada jumlah
organisme per satuan luas atau per satuan volume air pada saat pengambilan sampel. Untuk
fitoplankton, hal ini dapat diukur dengan jumlah sel mikroskopis dari fitoplankton diawetkan
disaring dari sampel air laut, dan berdiri saham diberikan dalam jumlah sel per volume air.
Namun, karena fitoplankton sangat bervariasi dalam ukuran, jumlah yang tidak bermakna
ekologis sebagai estimasi biomassa mereka. selanjutnya biomas didefinisikan sebagai berat
total (total bilangan x rata-rata berat) dari semua organisme dalam suatu daerah tertentu atau
volume. Hal ini dimungkinkan untuk menghitung jumlah dan mengukur volume fitoplankton
secara elektronik, dan metode ini berusaha memberikan perkiraan biomassa fitoplankton,
volume sel meskipun mungkin tidak selalu akurat mencerminkan berat badan sel. Biomas ini
kemudian dinyatakan sebagai volume total (total bilangan x volume = MM3) fitoplankton sel
per satuan volume air. Perbedaan antara produktivitas dan biomassa tidak selalu menjadi jelas,
bagaimanapun, dan sering kali digunakan istilah sinonim.
Menurut Clark (1946), Williams dan Reynolds (2003) bahwa argumen sebelumnya
menunjukkan bahwa produktivitas mengukur berbeda berdasarkan ada di menu makanan yang
diukur dan di mana planktonic ekosistem, adalah fungsi dari waktu-skala. Petunjuk, sudah
disajikan, adalah untuk diamati perubahan dalam biomassa dari komponen produktif, untuk
mengukur tingkat fisiologis, atau mengukur produktivitas yang akan meninggal, menyerah,
untuk tingkat lebih tinggi dari jaringan makanan. Biomas, hasil, dan tingkat bimassa adalah
komponen produktivitas. Ada sejumlah prosedur untuk mengukur tingkat ini, yang paling umum
sebagai berikut (Nontji, 2006).
a. Black/white bottle method
Pengukur perubahan kandungan oksigen dalam botol bening dan gelap yang berisikan
contoh air dari kedalaman tertentu. Inkubasi atau penyinaran dalam air dilakukan pada
kedalaman sesuai kedalaman awal contoh dan lamanya penyinaran berkisar dari beberapa
jam hingga sehari. Dalam botol bening terjadi fotosintesis dan respirasi sedangkan pada
botol gelap hanya terjadi respirasi. Dengan asumsi bahwa respirasi dalam kedua botol itu
sama, maka selisih kandungan oksigen botol terang dan gelap pada akhirnya percobaan
menunjukkan produktivitas primer kotor dalam satuan oksigen persatuan waktu.
b. The hot carbon or 14C method.
Dalam metode ini digunakan juga botol bening dan botol gelap seperti pada metode
oksigen,tetapi kedalam tiap botol terlebih dahulu dikasih diberi perunut(tracer) isotop 14C
yang aktifitasnya diketahui. Dalam metode ini diasumsikan isotop
14C
berfungsi identik
dengan karbon yang normal (12C). setelah diingkubasi (disinari) selama beberapa jam
didalam laut, botol percobaan dan fitoplanktonnya disaring dengan filter Millipore. Pada
proses fisiologi yang terjadi dalam botol percobaan, perunut
14C
akan tertambat dalam sel
fitoplankton. dengan mengetahui aktifitas isotop yang diberikan pada awal percobaan dan
banyaknya yang tertambat pada fitoplankton, produksi primer dapat diperhitungkan.
Pengukuran aktivitas isotop
14C
ini dilaksanakan dengan alat liquid scintilatiion
spectrotometer. Dalam metode yang di ukur sebenarnya bukanlah produktivitas primer
kotornya (gross primary productivity) tetapi lebih dekat ke produktivitas primer bersih (net
primary productivity).
Metode sebelumnya adalah dua yang paling penting dan cara-cara umum untuk mengukur
produktivitas primer, namun teknik lain juga telah mencoba, seperti berikut
a. Standing crop of phytoplankton.
standing crop baik mengacu pada jumlah fitoplankton per volume atau unit (angka di bawah
1 meter persegi di seluruh zona yg berhubung dgn cahaya), atau biomassa (berat hidup)
fitoplankton. Penentuan baik kepadatan (jumlah individu per volume) atau biomassa adalah
sarana yang memadai memperoleh perkiraan ukuran produktivitas primer, dan teknik ini
dapat digunakan untuk memperkirakan produktivitas sekunder juga. Tentu saja, karena
Anda mengukur pada suatu saat dalam waktu Anda tidak mengukur tingkat, sehingga muncul
masalah yang signifikan. Metode memiliki kelemahan lain, dan Anda akan diminta untuk
menyebutkan beberapa dari mereka dalam bentuk laporan.
b. Amount of chlorophyll method
Untuk metode ini, diasumsikan bahwa jika satu sampel memiliki lebih klorofil daripada yang
lain, konten yang lebih tinggi berarti produktivitas yang lebih besar. Namun, teknik ini
menimbulkan sejumlah masalah.
Secara singkat, nilai produksi primer maupun standing crop adalah merupakan gambaran
dari intensitas dan dinamika daripada produksi fitoplankton itu sendiri. Bagaimanapun juga
bila produktivitas tumbuhan dan standing crop diukur bersama-sama secara simultan, maka
indeks Produktivitas (PI) dapat dikalkulasikan Basmi (1997)
Indeks Produktivitas (PI) = Nilai Produksi Primer
Standing crop
Indeks yang paling besar dipengaruhi oleh intensitas sinar ketimbang komponen-komponen
lainnya, karena sinarlah yang akan menentukan karaktristik tinggi rendahnya produktivitas
fitoplankton. Terlepas dari sumbernya, energi ini digunakan untuk mensintesis molekulmolekul organik kompleks dari senyawa anorganik sederhana seperti karbon dioksida (CO2)
dan air (H2O). Dua persamaan berikut adalah representasi disederhanakan fotosintesis (atas)
dan (satu bentuk) chemosynthesis (bottom):
CO2 + H2O + cahaya Rightarrow CH2O + O2
CO2 + O2 + 4 H 2 S Rightarrow CH2O + 4 S + 3 H2O
Dalam kedua kasus, titik akhir berkurang karbohidrat (CH2O), biasanya molekul seperti
glukosa atau gula lain. Molekul relatif sederhana ini dapat kemudian digunakan untuk
mensintesis lebih molekul yang lebih rumit, termasuk protein, kompleks karbohidrat, lipid, dan
asam nukleat, atau respired untuk melakukan kerja. Konsumsi heterotrophic produsen utama
oleh organisme, seperti binatang, kemudian transfer molekul organik ini (dan energi yang
tersimpan di dalam diri mereka) menaiki jaringan makanan, bahan bakar semua sistem
kehidupan bumi.
c. Perhitungan krolofil fitoplankton
Penentuan kandungan klorofil di laut, Nontji (2006) dengan tehnik kromatografi yang terdiri
dari teknik kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis dan HPLC yang digunakan sebagai
standar untuk menera (kaliberasi) metode penentuan klorofil. Saat ini berkembang latdengan
pengukuran langsung dilapangan (in situ) lansung ditempat aslinya dalam laut dengan tidak
perlu mengetraksi sampel fitoplankton . peralatan ini seperti rosette sampler dengan CTD, yang
dilengkapi dengan sensor untuk mendeteksi fluoresensi klorofil fitoplankton . sehingga profil
sebaran vertical krofil fitoplankton di suatu posisi di laut dapat lansung diketahui seketika dan
direkam di computer, bersama dengan profil parameter lainna seperti salinitas, suhu dan
transmisi cahaya.
Kasprzak et. el. (2008) Fitoplankton biomassa diperkirakan dalam empat Sepa-makan cara: (1) oleh
hitungan mikroskopis, (2) didasarkan padaproporsi dalam onstant chla fitoplankton berat basah, 3)
dengan menerapkan variabel rasio chla fitoplanktonet berat sebagai terkait dengan biomassa
fitoplankton dan (4) y menggunakan variabel rasio chla fitoplankton basah delapan yang terkait
dengan chla konsentrasi. Kasprzak et. el. (2008) Fitoplankton biomassa diperkirakan dalam empat
Sepa - makan cara: (1) oleh hitungan mikroskopis, (2) didasarkan pada proporsi dalam constant
chloro-fitoplankton berat basah, 3) dengan menerapkan variabel rasio chla fitoplanktonet berat
sebagai terkait dengan biomassa fitoplankton dan (4) menggunakan variabel rasio chla fitoplankton
basah delapan yang terkait dengan chlorophyll konsentrasi.
Terlepas dari masalah ini dan keterbatasan, kami memeriksa apakah chla konsentrasi di sebuah
trophic gradien danau (oligotrophic - eutrophic) dapat digunakan sebagai prediksi biomassa
fitoplankton. Berbasis Chloro biomassa fitoplankton perhitungan dilakukan dengan menerapkan
faktor konversi konstan seperti yang ditetapkan dari literatur dan dengan menggunakan variabel rasio
yang diperolehdari database yang komprehensif dari Leibniz-Institut of Freshwater Ecology & Inland
Perikanan (IGB,Neuglobsow, Jerman). Selain itu, kami menguji presisi dan temporal koherensi dengan
yang time series biomassa fitoplankton dari berbagai danau dapat diprediksi menggunakan faktor
konversi ini dibandingkan dengan hasil hitungan mikroskopis.
d. Produktivitas Global
Falkowski et.el. (1992) mengatakan gangguan respon biologi global dalam lingkungan fisik
adalah dipengaruhi oleh efek buffering yang kerumitan. Desakan untuk ciri fisik-biologis seperti
masukan berkembang selama dekade terakhir abad kedua puluh meningkat karena publik dan
ilmiah lingkungan membuat kekhawatiran bahwa kegiatan manusia transmitioning dari lokal
skala global. Di garis depan ini muncul isu global dalam potensi untuk perubahan iklim di
atmosfer yang dihasilkan dari peningkatan konsentrasi karbon dioksida yang lainnya gas rumah
hijau unguestionably, karantina CO2 oleh fotosyntetic biosfer (darat dan laut) akan memainkan
peran penting dalam tren acritical kapur masa depan, tetapi kuantifikasi ini pertukaran CO2 dan
tanda waktu tetap menjadi ragu-ragu dalam model gglobal (GCMS).
FARAMETER YANG MEMPENGARUHI RPDUKTIVITAS PRIMER
Energi yang diperlukan agar ekosistem bahari di bumi dapat berfungsi hampir seluruhnya
bergantung pada aktivitas fotosintesis tumbuhan bahari. Arti penting fitoplankton bagi semua
organisme penghuni habitat bahari sangat besar, penting sekali untuk mengetahui kondisikondisi
yang
baik
atau
buruk
bagi
produktivitas
fitoplankton
(Nybakken,1988).
Kesinambungan mensintesa material organik tergantung atas serentetan intraksi kondisikondisi fisik, kimia, biologi lingkungan. Jika nutrient, sinar matahari, ruang dan parameter
penting lainnya untuk pertumbuhan tidak terbatas, maka peningkatan populasi fitoplankton
akan mencerminkan perkembangan yang ekspinensial Basmi, 1995), selanjutnya dikatakan
apabila kondisi tersebut dibawah kebutuhan minimum, maka pertumbuhan organsme tersebut
akan tergangu atau populasinya akan menurun , dimana kondisi demikian disebut factor
pembatas.
biomas umumnya tertinggi di daerah di mana proses-proses fisik suplai nutrisi yang memadai
misalnya, diasumsikan bahwa pembatasan besi di laut bahwa pembatasan besi merupakan
kendala fitoplankton biomas di daerah tertentu. Kedua jenis pembatasan, sering dikaitkan dengan
tanaman fisiologi, berkaitan dengan tingkat pertumbuhan ke ketersediaan gizi. Ini pembatasan jenis
lebih kurang jelas dalam samudra (Cullen et al., 1992). Fitoplankton tinggi tingkat pertumbuhan yang
berkelanjutan (di daerah oligotrophic laut) dengan regenerasi biologis atau yang fitoplankton tumbuh
perlahan-lahan karena faktor fisiologis. Membedakan antara pembatasan biomassa dan keterbatasan
laju pertumbuhan tidak hanya masalah semantik.
Nondji (2006) beberapa factor lingkungan yang mempengaruhi yang menentukan dan menjadi
pembatas pada aktivitas produktivitas primer fitoplankton antara lain; cahaya, suhu, dan hara.
Dengan deskripsi singkat sebagai berikut;
Cahaya
1. Produktivitas mempunyai hubungan yang linier dengan cahaya hanya paada intensitas cahaya yang
rendah.
2. Pada intensitas tertentu (Iopt), produktivitas akan mencapai maksimum (Pmax).
3. Intensitas cahaya yang terlampau kuat akan menyebabkan produktivitas menurun (photo inhibition).
4. Titik kompensasi adalah intensitas dimana produktivitas adalah sama dengan laju respirasi (P=R).
5. Produktivitas di permukaan biasanya kecil karena pengaruh sinar yang terlampau kuat menghambat
produktifitas.
Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih
besar daripada suatu intensitas tertentu. Hal ini berarti bahwa fitopalnkton yang produktif
hanya terdapat di lapisan-lapisan air teratas dimana intensitas cahaya cukup bagi kelangsungan
fotosintesis. Kedalaman penetrasi cahaya di dalam suatu laut oleh Nybakken (1995) merupakan
kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung , bergantung pada beberapa
factor, antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pantulan
cahaya oleh permukaan laut, lintang georafik, dan musim.
a. Suhu
Menurut Bigg( 2003) permukaan laut global dan laut pada malam hari memberi catatan suhu
udara yang menunjukkan tren dasarnya sama seperti suhu udara bumi sejak 1860. Masingmasing berisi tren peningkatan yang kuat from1920 sampai 1940 dan sekali lagi from1980
untuk themid-1990s.However, selama periode masing-masing daratan lebih cepat dari laut,
menyebabkan kontras suhu global laut sekitar 0,20C greater daripada Panas average. kapasitas
penyimpanan laut terbukti selama periode 1950-70 statis ketika tanah-perbedaan laut menjadi
hampir 0,10C lebih lemah dari rata-rata. Kenaikan bersih suhu sejak akhir abad kesembilan
belas adalah sekitar 0,60C. Suhu permukaan laut (SST) dan meningkatkan angin tropis yang
akan diharapkan untuk mengarah ke peningkatan pelepasan panas laten.
Suhu permukaan laut bervariasi dengan garis lintang, suhu permukaan dapat melebihi tropis
300C di lautan terbuka, dan pendekatan syallow tropis 400C di laguna. Pada ekstrem yang lain,
suhu permukaan air di daerah kutub mungkin serendah-1.90C titik beku khas air laut. Rezim
moderat suhu permukaan air laut dalam kontras yang tajam. Untuk suhu udara mempengaruhi
ekosistem; ini berkisar setinggi 580C (di Afrika utara selama musim panas) ke-890C di
Antartika selama musim dingin. Regume suhu di lautan, adalah buffered oleh fhysichal tertentu
sifat air. Air memiliki panas spesipic sangat tinggi, yang berarti bahwa hal itu dapat absob atau
largequantities los panas dengan perubahan suhu litte. Selanjutnya, samudera coled terutama oleh
penguapan dan, karena lateensheat penguapan air adalah yang tertinggi dari semua bahan, kuantitas
besar dapat ditransfer panas andand disimpan dalam uap air dengan sedikit perubahan suhu air (lalli
dan Parsons, 2006 )
Menurut Nondji (2006) suhu dapat mempengaruhi fotosintesis di laut baik secara langsung,
maupun tidak langsung. Pengaruh lansung karena reaksi kimia enzimatik yang berperan dalam
proses fotosintesis dikendalikan suhu. Secara tidak langsung suhu akan menetukan struktur
morfologis suatu perairan diamana fitoplankton itu berada.
b. Unsur Hara/ Nutrien
Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang
biak ialah nitrogen (sebagai nitrat, NO3_) dan fosfor ( sebagai fosfat, PO42-). Kedua unsur inilah
yang merupakan factor pembatas dari produktivitas fitoplankton pada kondisi-kondisi laut
yang biasa terdapat (Nybakken,1988).
Secara berkelanjutan dari siklus produktivitas oleh tumbuhan dalam air oleh Basim (1995)
dipengaruhi oleh regenerasi nutrient yang dimanfaatkan oleh tumbuhan dan ini tergantung
pada; respirasi dan hasil dekomposisi oleh baktery dan beberapa jamur yang hidup dalam
perairan terhaadap sisa bahan organic perairan, juga adanya aktivitas angin dan gelombang
pasang (up-welling) yang mengakibatkan pengadukan massa air dan mengangkat nutrient ke
permukaan.
Selain factor fisik dan kimia diperairan, juga ada beberapa factor pendukung dan pembatas dari
produktifitas primer fitoplankton diantaranya adanya tekanan (Grazing) oleh tingkat tropic
selanjutnya dan factor zat warna/pigmen-pigmen fotosintetik penyusun utama tiap komunitas
dari fitoplankton. Basmi (1995) mengatakan grazing oleh herbivore renik (zooplankton) ini
dapat menurunkan (mengurangi) standing crop dan hal ini berpengaruh terhadap produktifitas
populasi fitoplankton. pigmen-pigmen di dalam kloroplast inilah yang mengabsorpsi energy
sinar dan merubahnya menjadi dalam bentuk energy kimia yang digunakan oleh tumbuhan
untuk pertumbuhan dan perkembangannya, dan kelak tumbuhan ini dimakan oleh biota lain.
CLIMATE VARIABILITY/CLIMATE CHANGE
Iklim bumi secara alami bersifat dinamis dan bervariasi pada musiman, decadal, seratus tahun,
dan rentang waktu lebih lama. Fluktuasi dapat menyebabkan kondisi yang lebih hangat atau
lebih dingin, basah atau kering, lebih penuh badai atau diam. Analisis iklim decadal dan catatan
lebih panjang dan studi yang didasarkan pada model-model iklim menunjukkan bahwa banyak
perubahan dalam dekade belakangan ini dapat dikaitkan dengan tindakan-tindakan manusia;
decadal tren ini disebut sebagai perubahan iklim.
Perubahan iklim dapat didefinisikan sebagai sebuah tren dalam satu atau lebih variabel iklim dicirikan
oleh yang cukup halus terus meningkat atau penurunan nilai rata-rata selama periode catatan. Seperti
kita melihat 30 tahun nilai rata-rata, variabilitas iklim iklim sebagai cara variabel (seperti suhu dan
curah hujan) berangkat dari beberapa negara rata-rata, baik di atas atau di bawah nilai rata-rata.
Sebagai contoh, rata-rata suhu maksimum pada bulan Juli di Boulder, CO dapat 87 ° F (setara dengan
lebih dari 30 tahun terakhir). Sebagai contoh, 30-Juli rata-rata suhu tahun 1971-2000 lebih rendah
sekitar 1 ° F dari itu tahun 1941 sampai 1970 (www.ucar.edu).
Menurut Hitz and Smith (2004) Jumlah energi yang masuk dan keluar dari Bumi adalah faktor penentu
dalam iklim. Setiap perubahan terhadap keseimbangan-baik input maupun output-akan
menyebabkan perubahan yang terarah pada iklim. Pengamatan telah meyakinkan menunjukkan
bahwa atmosfer kelimpahan gas rumah kaca telah meningkat secara dramatis sejak dimulainya Era
Industri. Kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan telah
menyebabkan peningkatan ini. konsentrasi karbon dioksida di Atmosfer (CO2), telah meningkat
sebesar 31% sejak 1750 dan sekarang pada konsentrasi tertinggi terlihat pada 420.000 tahun terakhir
(dan mungkin lebih tinggi daripada yang terlihat konsentrasi selama 20 juta tahun). Gas rumah kaca
lain yang telah meningkat sejak 1750 adalah metana (sampai dengan 151%), nitrogen oksida (sampai
dengan 17%), halocarbons (meningkat pesat sejak tahun 1950 namun melambat atau menurun dalam
beberapa tahun terakhir karena perjanjian internasional untuk melindungi lapisan ozon), dan
troposfer ozon (sampai dengan 36%). Gas-gas ini menyerap panas yang kalau tidak akan melarikan
diri ke ruang angkasa. Efek rumah kaca alami menghangatkan permukaan planet untuk temperatur
yang ramah untuk kehidupan. Memang, tanpa itu kita akan memiliki sebuah planet beku dengan suhu
permukaan 0 ° F (-18 ° C), beberapa 59 ° F lebih dingin dari nilai saat ini (www.esrl.noaa.gov).
Fenomena alami yang dikenal sebagai El Niño-Southern Oscillation (ENSO), interaksi antara laut
dan atmosfer di atas Samudera Pasifik tropis yang memiliki konsekuensi penting bagi cuaca di
seluruh dunia. Siklus yang ENSO ditandai oleh koheren dan kuat variasi suhu permukaan laut,
curah hujan, tekanan udara, dan sirkulasi atmosfer di khatulistiwa Pasifik. El Niño mengacu
pada fase hangat dari siklus, di mana atas rata-rata suhu permukaan laut mengembangkan di
timur-tengah Pasifik tropis. La Niña adalah fase dingin dari siklus ENSO. Perputaran dari siklus ENSO
biasanya terjadi pada skala waktu beberapa tahun. Perubahan-perubahan dalam cuaca tropis
mempengaruhi pola curah hujan di seluruh dunia (www.arl.noaa.gov). Perubahan yang diamati
selama beberapa dekade terakhir cenderung sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia, tapi
kita tidak dapat mengesampingkan bahwa beberapa bagian penting dari perubahan ini juga
merupakan refleksi dari variabilitas alami.
RESPON FITOPLANKTON TERHADAP CLIMATE CHANGE/CLIMATE VARIABILITY
Perubahan global iklim antara tahun 1990 dan 2100 (Peperzak,2003) menyebabkan proyeksi
kenaikan suhu 1,4-5,8 ° C dengan 90% probabilitas interval 1,7-4,9 ° C. Sebuah akibat langsung
dari pemanasan global adalah ekspansi termal air, dan karenanya peningkatan permukaan laut
tahun 2100 oleh 0,1-0,9 m. Selanjutnya dapat diaktakan perubahan iklim global yang
dinyatakan sebagai peningkatan suhu musim panas maksimum oleh 4 ° C pada 2100, dalam
kombinasi dengan stratifikasi kolom air, menyebabkan pertumbuhan dua kali lipat tingkat
dinoflagellates berpotensi membahayakan dan raphidophytes. Ini berarti bahwa resiko HABs
oleh spesies ini cukup meningkat. Penekanannya adalah pada mereka merugikan jumlah algae
mengakibatkan relevansi, dampak lingkungan, dan karena kenaikan suhu tampaknya kondusif
untuk pembentukan HABs, bahwa risiko berbahaya raphidophyte dinoflagellata dan blooming
akan meningkat daripada penurunan karena perubahan iklim.
Pendapat para ilmuwan dalam jurnal (Vogel, 1996, Vogel, 1996, Ikeda, 1985 dalam Louis
Paperzak, 2003) yang memperidiksi pengaruh dari dampak peribahan iklim dunia terhadap
fitoplankton sebagai produsen primer, mereka meramalkan perilaku dari fitoplankton dan
tanggapan ekosistem keseluruhan yang diusulkan (suhu dan stratifikasi), berupa prediksi
respons ekosistem untuk sejumlah alas an yang sulit. Jelas bahwa peningkatan suhu air laut
tidak hanya berdampak pada tingkat pertumbuhan fitoplankton, tetapi juga lingkungan fisik di
mana sel-sel yang terkena. Beberapa proses yang sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu.
Peningkatan suhu mengakibatkan penurunan yang cukup viskositas, yang secara teori
mengarah ke peningkatan: (i) difusi nutrisi ke permukaan sel, penting ketika persaingan
antarspesies nutrisi terjadi, dan (ii) tingkat sedimentasi, yang akan menjadi penting mendera
non-spesies seperti diatom. Satu trophic tingkat atas, zooplankton memiliki tingkat
metabolisme Q10=2, sehingga konsumsi fitoplankton akan meningkat pada suhu yang tinggi.
Simultan penurunan viskositas air laut dapat berarti bahwa filter-binatang menyusui menjadi
mampu menangkap partikel yang lebih besar.
REFRENSI
Anonimous, 2006). Primary and secondary productivity.
Alam, M.G.M.,Jahanb, N. Thalibc, L. Weia, B. and Maekawaa, T. 2004. Effects of environmental
factors on the seasonally change of phytoplankton populations in a closed freshwater
pond. USA Elsevier. Jurnal
Basim
J.
1995.
Planktonologi: Produktivitas
Primer.
Fakultas Perikanan.
Institut
Pertanian Bogor.
Bigg, G.R. 2003. The Oceans and Climate Second Edition. United States of America by Cambridge
University Press, New York.
Falkowski P. G. Richard M. G. and Geider R. J. 2002. Physiological Limitions On Phytoplankton
Productivity. Blackwell publishing. University of Wales, UK.
Hitz. S. and Smith J. 2004. Estimating global impacts from climate change. Culver City.
USA Elsevier. Jurnal
Kasprzak P. Padisa J. Koschel R. Krienitz L. Gervais F. 2008. Chlorophyll a concentration across
a trophic gradient of lakes: An estimator of phytoplankton biomass. Department of
Limnology of Stratiļ¬ed Lakes. Neuglobsow, Germany. ´jurnal.
Lalli, C. M. and T.M.Parsons, 2006. Biology Oceanografi An Introduction. Second Edition. The
Open University. Canada.
Nybakken,J. W. 1988. Biologi laut. Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia. Jakarta.
Nondji A. 2006. Tiada Kehidupan di Buni Tanpa Plankton. LIPI. Jakarta 2006
Peperzak L. 2003. Climate change and Harmful Algal Blooms in the North Sea. Elsevier SAS.
National Institute for Coastal and Marine Management/RIKZ, PO Box 8039, NL-4330 EA
Middelburg, The Netherlands. Jurnal.
Williams.P.J. le B,. Thomas. D. N. and C. S. Reynolds. 2003. Phytoplankton Productivity, Carbon
assimilation in marine and freshwater ecosistems. Blackwell publishing. University of
Wales, UK.
Www.ucar.edu. Sabtu. 23/01/2010
Www.arl.noaa.gov. Sabtu. 23/01/2010
Www.esrl.noaa.gov. Sabtu. 23/01/2010
Post date: 2014-06-18 23:46:00
Post date GMT: 2014-06-18 23:46:00
Post modified date: 2014-09-19 20:46:38
Post modified date GMT: 2014-09-19 20:46:38
Powered by [ Universal Post Manager ] plugin. MS Word saving format developed by gVectors Team www.gVectors.com
Download