10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja Menurut Wibowo (2010), akhir –akhir ini perusahaan telah menaruh perhatian pada pengukuran kinerja orang. Semua akuntabilitas orang dituangkan dalam evaluasi. Tetapi perusahaan jarang memahami bagaimana menerjemahkan kinerja orang ke dalam kinerja organisasional, yang akhirnya mendorong kinerja pekerja paling bawah. Mata rantai yang hilang adalah budaya. Perusahaan lebih baik memahami dan membangun performance-driven organization, dengan memahami bagaimana budaya mereka mendorong kinerja mereka yang berada di baris depan. Kinerja menurut Sutrisno (2010), merupakan kegiatan yang paling lazim dinilai dalam suatu organisasi, yakni bagaimana ia melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu pekerjaan, jawaban, atau peranan dalam organisasi. Lawler dan Porter (dalam Sutrisno, 2010) mendefinisikan bahwa kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas. Sedangkan Prawirosentono mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing – masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika(dalam Sutrisno, 2010).Menurut Mangkunegara (2011) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh 10 Universitas Sumatera Utara 11 seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Prawirosentono (dalam Sutrisno, 2010) faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah sebagai berikut : 1. Efektivitas dan Efisiensi Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak. Artinya efektivitas dari kelompok (organisasi) bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Agar tercapai tujuan yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapatkan perhatian adalah hal yang berkaitan dengan wewenang dan tanggung jawab para peserta yang mendukung organisasi tersebut. 2. Otoritas dan Tanggung Jawab Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggung jawab telah didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing – masing karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa yang menjadi haknya dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam suatu organisasi akan Universitas Sumatera Utara 12 mendukung kinerja karyawan tersebut. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi. 3. Disiplin Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Disiplin juga berkaitan dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seorang karyawan melanggar peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para karyawan yang ada di dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para karyawannya dalam melaksanakan tugas. 4. Inisiatif Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap Universitas Sumatera Utara 13 inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau memang dia atasan yang baik. Atasan yang buruk akan selalu mencegah inisiatif bawahan, lebih – lebih bawahan yang kurang disenangi. Bila atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan mendukung, menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong untuk maju. Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada di dalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja(Sutrisno, 2010). Menurut Gibson,dkk (1997), ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu : 1. Variabel Individu, terdiri dari : a. Kemampuan dan keterampilan Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau pekerjaan b. Latar belakang Kondisi dimasa lalu yang mempengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman di masa lalu. c. Demografis Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku. Universitas Sumatera Utara 14 2. Variabel Organisasi a. Sumber daya Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai seperti sumber daya alam. b. Kepemimpinan Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi. c. Imbalan Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara instriksi maupun ekstrinsik. d. Struktur Hubungan wewenang dan tanggung jawab antar individu di dalam organisasi dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi. e. Desain Pekerjaan Job description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan job description. 3. Variabel Psikologis, terdiri dari : a. Persepsi Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya. Universitas Sumatera Utara 15 b. Sikap Kesiapan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain. c. Kepribadian Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang. d. Belajar Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan. e. Motivasi Merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu. Di sini tampak jelas bahwa pengertian kinerja itu lebih sempit sifatnya, yaitu hanya berkenaan dengan apa yang dihasilkan seseorang dari tingkah laku kerjanya. Biasanya orang yang mempunyai tingkat prestasi tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang tingkat prestasinya rendah, dikatakan sebagai tidak produktif atau dikatakan kinerjanya rendah (Sutrisno, 2010). Universitas Sumatera Utara 16 2.1.3 Penilaian Kinerja Pada prinsipnya kinerja unit – unit organisasi dimana seseorang atau sekelompok orang berada di dalamnya merupakan pencerminan dari kinerja sumber daya manusia bersangkutan.Untuk mengetahui kinerja karyawan diperlukan kegiatan – kegiatan khusus. Menurut Simamora yang dikutip Yani (2012) penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang dipakai oleh perusahaan / organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Bernadin dan Russel (dalam Sutrisno, 2010) mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu: 1. Quality Tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. 2. Quantity Jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit, dan siklus kegiatan yang dilakukan. 3. Timeliness Sejauh manasuatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki, dengan memerhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain. 4. Cost efectiveness Tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil Universitas Sumatera Utara 17 tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya. 5. Need for supervision Tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan. 6. Interpersonal impact Tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan. Menurut Wibowo (2010)kinerja itu berasal dari kata performance yang berarti hasil pekerjaan atau prestasi kerja, namun perlu pula dipahami bahwa kinerja itu bukan sekedar hasil pekerjaan atau prestasi kerja, tetapi juga mencakup bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung. Kinerja digunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi dan sistem yang merupakan kekuatan penting untuk mempengaruhi perilaku karyawan. Penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk memotivasi para karyawan para karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Sutrisno (2010), mengatakan agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan metode yang memenuhi persyaratan berikut : 1. Yang diukur adalah benar – benar prestasi dan bukan faktor – faktor lain, seperti yang menyangkut pribadi seseorang Universitas Sumatera Utara 18 2. Menggunakan tolok ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran itu bersifat objektif 3. Dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota organisasi yang terlibat 4. Dilaksanakan secara konsisten, dan didukung sepenuhnya oleh pimpinan puncak organisasi. 2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Yani (2012)penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu: 1. Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang 2. Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawan memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan karier dan memperkuat hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan karyawannya. Universitas Sumatera Utara 19 2.1.5 Upaya Peningkatan Kinerja Menurut Sutrisno (2010) tujuan organisasi hanya dapat dicapai, karena organisasi tersebut didukung oleh unit – unit kerja yang terdapat di dalamnya. Menurut Stoner (dalam Sutrisno, 2010) terdapat beberapa cara untuk peningkatan kinerja karyawan yang terdiri dari empat cara, yaitu : 1. Diskriminasi Seorang manajer harus mampu membedakan secara objektif antara mereka yang dapat memberikan sumbangan berarti dalam pencapaian tujuan organisasi dengan mereka yang tidak. Dalam konteks penilaian kinerja memang harus ada perbedaan antara karyawan yang berprestasi dengan karyawan yang tidak berprestasi. Oleh karena itu, dapat dibuat keputusan yang adil dalam berbagai bidang, misalnya pengembangan SDM, penggajian, dan sebagainya. 2. Pengharapan Dengan memerhatikan bidang tersebut diharapkan bisa meningkatkan kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki nilai kinerja tinggi mengharapkan pengakuan dalam bentuk berbagai pengharapan yang diterimanya dari organisasi. Untuk mempertinggi motivasi dan kinerja, mereka yang tampil mengesankan dalam bekerja harus diidentifikasi sedemikian rupa sehingga penghargaan memang jatuh pada tangan yang memang berhak. 3. Pengembangan Bagi yang bekerja di bawah standar, skema untuk mereka adalah mengikuti program pelatihan dan pengembangan. Sedangkan yang di atas standar, Universitas Sumatera Utara 20 misalnya dapat dipromosikan kepada jabatan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil laporan manajemen, bagaimanapun bentuk kebijakan organisasi dapat terjamin keadilan dan kejujurannya. Untuk itu diperlukan suatu tanggung jawab yang penuh pada manajer yang membawahinya. 4. Komunikasi Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja para karyawan dan secara akurat mengkomunikasikan penilaian yang dilakukannya. Untuk dapat melakukan secara akurat, para manajer harus mengetahui kekurangan dan masalah apa saja yang dihadapi para karyawan dan bagaimana cara mengatasinya. Di samping itu, para manajer juga harus mengetahui program pelatihan dan pengembangan apa saja yang dibutuhkan. Untuk memastikannya, para manajer perlu berkomunikasi secara intens dengan karyawan. 2.1.6 Kinerja Perawat dalam Keperawatan Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Nursalam, 2002). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2005)sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi : Standar I : Pengkajian Keperawatan yaitu perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Universitas Sumatera Utara 21 Standar II : Diagnosis Keperawatan yaitu perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Standar III : Perencanaan yaitu perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Standar IV : Pelaksanaan tindakan (implementasi) yaitu perawat mengimplementasi tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Standar V : Evaluasi yaitu perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan. 2.2 Keperawatan dan Perawat 2.2.1 Pengertian Keperawatan dan Perawat Secara umum pengertian keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan ilmu terapan yang menggunakan keterampilan interpersonal serta menggunakan proses keperawatan dalam membantu klien/pasien untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.Kemenkess RI (dalam Iskandar, 2013)mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko- Universitas Sumatera Utara 22 sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan didasarkan oleh ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup sikap, kemampuan intelektual, dan keterampilan teknik. Bentuk layanan keperawatan sesuai dengan empat kebutuhan manusia yaitu biologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual yang komprehensif. Tujuan pelayanan keperawatan adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan status kesehatan secara optimal dengan pencegahan sakit dan peningkatan keadaan sehat. Perawat merupakan tenaga profesional yang mempunyai kemampuan tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan atau memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan.Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 yang dikutip dalam Iskandar (2013) pengertian perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan formal bidang keperawatan minimal setara Diploma III (D3) dan/ atau Sarjana Strata 1 (S1), yang lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. 2.2.2 Fungsi Perawat Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi yaitu (Iskandar, 2013): 1. Fungsi Independen Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri Universitas Sumatera Utara 23 dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia. 2. Fungsi Dependen Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain. 3. Fungsi Interdependen Fungsi interdependen merupakan fungsi yang dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan lain. 2.2.3Kedudukan Perawat Profesi keperawatan tentunya menempatkan perawat pada kedudukan tersendiri dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Tetapi saat ini, masih banyak asumsi yang menganggap perawat adalah pelengkap dalam dunia medis. Padahal, keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Kedudukan keperawatan sebagai ilmu bukan hanya sebatas teori saja tetapi memiliki bentuk aplikasi yang dijalankan di lapangan. Perannya bersinggungan dan berhubungan langsung dengan pasien/ klien. Profesi keperawatan berorientasi pada pelayanan masalah kesehatan yang diderita oleh pasien/ klien. Kehadirannya adalah mengupayakan agar pasien/ klien mendapatkan kesembuhan atas masalah kesehatan yang diderita oleh pasien. Keperawatan mempunyai empat tingkatan pasien/klien yaitu individu, keluarga, kelompok, dan komunitas, dan pelayanan keperawatan terhadap pasien/klien mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan(Iskandar, 2013). Universitas Sumatera Utara 24 2.2.4 Standar Praktik Keperawatan Indonesia Standar praktik merupakan salah satu perangkat yang diperlukan oleh setiap tenaga profesional. Standar praktik keperawatan adalah ekspektasi / harapan – harapan minimal dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan etis. Standar praktik keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktik yang dilakukan oleh anggota profesi. Berikut merupakan standar praktik keperawatan yang terdiri dari (dalam PPNI, 2005): 1. Pengkajian Keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi : a. Pengumpulan data dilakukan sengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang b. Sumber data adalah klien, keluarga atau orang terkait, tim kesehatan , rekam medis serta catatan lain. c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi: status kesehatan klien saat ini, masa lalu, status biologis – psikologis – sosal – spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal, risiko tinggi masalah(PPNI, 2005). Universitas Sumatera Utara 25 2. Diagnosis Keperawatan Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan Adapun kriteria proses: 1) Proses diagnosis terdiri dari analisis dan interprestasi data, identifikasi masalah klien dan perumusan diagnosis keperawatan 2) Diagnosa keperawatan terdiri dari :masalah, penyebab, dan tanda atau gejala , atau terdiri dari : masalah dan penyebab. 3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan 4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru(PPNI, 2005). 3. Perencanaan Keperawatan Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya meliputi : 1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan. 2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan 3) Perencanaan bersifat individual (sebagai individu kelompok dan masyarakat) sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien 4) Mendokumentasikan rencana keperawatan (PPNI, 2005) Universitas Sumatera Utara 26 4. Implementasi Perawat menimplementasi tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi : 1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan 2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain 3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien 4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri serta membentu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan 5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien(PPNI, 2005) 5. Evaluasi Keperawatan Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya : 1) Menyusun rencana evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus 2) Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan 3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat dan klien 4) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan Universitas Sumatera Utara 27 5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan(PPNI, 2005). 2.2.5 Model Asuhan Keperawatan Profesional Menurut Nursalam (2002) keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional, dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan IPTEK, maka metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien. Mclaughin, Thomas, dan Barterm(dalam Nursalam, 2002)mengidentifikasikan 8 model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan keperawat total; keperawatan tim, keperawatan primer. Marquis & Huston (dalam Nursalam, 2002) menyatakan karena setiap perubahan akan berdampak terhadap suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu : 1. Sesuai dengan visi dan misi institusi 2. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan 3. Efisien dan efektif penggunaan biaya 4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat 5. Kepuasan kinerja perawat 6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya Universitas Sumatera Utara 28 2.2.6 Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional Menurut Grant & Massey(1997) dan Marquis & Huston (1998)yang dikutip dalam Nursalam (2002)ada 4 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapai tren pelayanan keperawatan yaitu: 1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tindakan tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yanng telah ada (Nursalam, 2002). 2. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care. Metode ini berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002). Universitas Sumatera Utara 29 3. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggungjawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 - 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat di rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse). Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi keperawatan selama pasien dirawat(Nursalam, 2002). 4. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda – beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap kelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2- 3 tim Universitas Sumatera Utara 30 / group yang terdiri dari tenaga profesional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya. Kelebihannya yakni memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim. Sedangkan kelemahannya yakni komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu –waktu sibuk (Nursalam, 2002). 2.3 Budaya Organisasi 2.3.1 Pengertian Budaya Organisasi Keith Davis dan John W. Newstrom (1989) yang dikutip dalam Mangkunegara (2008)mengemukakan bahwa organizational cultural is the set of assumptions, beliefs, values, and norms that is shared among its members.Menurut Edgar Schein (dalam Wibowo, 2010) budaya organisasi adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan, berfikir dan dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan masalah tersebut. Menurut Robbins (Wibowo, 2010) budaya organisasi merupakan arah yang membentuk sikap dan perilaku manusia dalam suatu kegiatan Universitas Sumatera Utara 31 organisasi.Sedangkan menurut Thompson dan Stickland (dalam Torang, 2014)budaya organisasi menunjukkan nilai, beliefs, prinsip, tradisi, dan cara sekelompok orang beraktivitas dalam organisasi . Killmann (dalam Sutrisno, 2010)menambahkan bahwa budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi. Dari beberapa pengertian para pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah filosofi dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma – norma, dan nilai – nilai bersama yang menjadi karakteristik inti dan menjadi dasar individu atau kelompok untuk beraktivitas dalam organisasi (Torang, 2014). 2.3.2 Karakteristik Budaya Organisasi Robbins (dalam Wibowo,2010) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota – anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Ia juga memberikan karakteristik budaya organisasi antara lain sebagai berikut: 1. Inovasi dan pengambilan risiko Suatu tingkatan di mana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan mengambil risiko. 2. Perhatian pada hal detail Di mana pekerja diharapkan menunjukkan ketepatan, analisis, dan perhatikan pada hal detail. Universitas Sumatera Utara 32 3. Orientasi hasil Di mana manajemen memfokus pada hasil atau manfaat daripada sekadar pada teknik dan proses yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut. 4. Orientasi orang Di mana keputusan manajemen mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang dalam organisasi 5. Orientasi tim Di mana aktivitas kerja diorganisasi berdasarkan tim daripada individual 6. Agresivitas Di mana orang cenderung lebih agresif dan kompetitif daripada easygoing 7. Kemantapan Di mana aktivitas organisasional menekankan pada menjaga status quo bukan pertumbuhan(dalam Wibowo, 2010). 2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi Menurut Robbins (dalam Wibowo, 2010), fungsi budaya adalah: 1. Mempunyai boundrary-difining roles, yaitu menciptakan perbedaan antara organisasi yang satu dengan lainnya. 2. Menyampaikan rasa identitas untuk anggota organisasi 3. Budaya memfasilitasi bangkithya komitmen pada sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan diri individual. Universitas Sumatera Utara 33 4. Meningkatkan stabilitas sistem sosial. Budaya adalah perekat sosial yang membantu menghimpun organisasi bersama dengan memberikan standar yang cocok atas apa yang dikatakan dan dilakukan pekerja. 5. Budaya melayani sebagai sense making dan mekanisme kontrol yang membimbing dan membentuk sikap dan perilaku pekerja. Menurut Kreimer dan Kinicki (dalam Wibowo, 2010) membagi fungsi budaya organisasi menjadi empat : 1. Memberikan identitas kepada karyawannya 2. Memudahkan komitmen kolektif dan 3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial 4. Membentuk perilaku dengan membantu manajernya (top management) dalam menjalankan tugasnya. 2.3.4Indikator Budaya Organisasi Menurut Robbins (Wibowo, 2010)budaya organisasi merupakan arah yang membentuk sikap dan perilaku manusia dalam suatu kegiatan organisasi. Beberapa aspek yang menjadi ciri sikap dan perilaku manusia sebagai implementasi budaya organisasi adalah : 1. Disiplin Disiplin berarti sikap memahami, melakukan dan taat akan hak serta melaksanakan dan patuh pada kewajiban / tanggung jawab. Disiplin berarti patuh dan taat terhadap aturan perusahaan. Universitas Sumatera Utara 34 2. Inisiatif Inisiatif berarti berusaha sendiri, langkah awal, ide baru. Secara luas inisiatif berarti mengembangkan dan memberdayakan kreativitas daya pikir manusia untuk merencanakan ide dan buah pikiran menjadi konsep yang baru yang pada gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan bermanfaat. 3. Responsif Responsif berarti cepat dalam memberikan jawaban atas pertanyaan atau tanggap terhadap persoalan yang membutuhkan solusi cepat. 4. Komunikasi Dituntut memiliki sikap yang komunikatif yang berarti mampu menyampaikan dan menerima pasien dengan baik dengan kata lain pesan yang diterima oleh penerima sama dengan maksud yang disampaikan oleh komunikan. 5. Kerjasama merupakan proses beregu atau berkelompok dimana anggota - anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai hasil mufakat. 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen Budaya Organisasi 1. 2. 3. 4. 5. Disiplin Inisiatif Responsif Komunikasi Kerjasama Kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap RSUD Arifin Achmad Kota Pekanbaru Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Universitas Sumatera Utara 35 2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut maka hipotesa penelitian yaitu :Ada pengaruh budaya organisasi (disiplin, inisiatif, responsif, komunikasi dan kerjasama)terhadap kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Kota Pekanbaru. Universitas Sumatera Utara