bab ii tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kinerja
2.1.1
Pengertian Kinerja
Menurut Wibowo (2010), akhir –akhir ini perusahaan telah menaruh
perhatian pada pengukuran kinerja orang. Semua akuntabilitas orang dituangkan
dalam evaluasi. Tetapi perusahaan jarang memahami bagaimana menerjemahkan
kinerja orang ke dalam kinerja organisasional, yang akhirnya mendorong kinerja
pekerja paling bawah. Mata rantai yang hilang adalah budaya. Perusahaan lebih
baik memahami dan membangun performance-driven organization, dengan
memahami bagaimana budaya mereka mendorong kinerja mereka yang berada di
baris depan.
Kinerja menurut Sutrisno (2010), merupakan kegiatan yang paling lazim
dinilai dalam suatu organisasi, yakni bagaimana ia melakukan segala sesuatu yang
berhubungan dengan suatu pekerjaan, jawaban, atau peranan dalam organisasi.
Lawler dan Porter (dalam Sutrisno, 2010) mendefinisikan bahwa kinerja adalah
kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas. Sedangkan Prawirosentono
mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing – masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral
maupun etika(dalam Sutrisno, 2010).Menurut Mangkunegara (2011) kinerja
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
10
Universitas Sumatera Utara
11
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
2.1.2
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Prawirosentono (dalam Sutrisno, 2010) faktor – faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan adalah sebagai berikut :
1. Efektivitas dan Efisiensi
Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik
buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya adalah
bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi. Dikatakan efektif
bila mencapai tujuan, dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong
mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak. Artinya efektivitas dari
kelompok (organisasi) bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan
kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien
berkaitan dengan jumlah
pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Agar
tercapai tujuan yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapatkan
perhatian adalah hal yang berkaitan dengan wewenang dan tanggung jawab para
peserta yang mendukung organisasi tersebut.
2. Otoritas dan Tanggung Jawab
Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggung jawab telah
didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing – masing
karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa yang menjadi haknya dan
tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan
wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam suatu organisasi akan
Universitas Sumatera Utara
12
mendukung kinerja karyawan tersebut. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila
karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan
disiplin kerja yang tinggi.
3. Disiplin
Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang
ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin
meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan
dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam
perusahaaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai
disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan
perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik.
Disiplin juga berkaitan dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak
yang melanggar. Dalam hal seorang karyawan melanggar peraturan yang berlaku
dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus sanggup menerima
hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para karyawan yang ada di
dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak terhadap
kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu
maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para
karyawannya dalam melaksanakan tugas.
4. Inisiatif
Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk
ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap
Universitas Sumatera Utara
13
inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau
memang dia atasan yang baik.
Atasan yang buruk akan selalu mencegah inisiatif bawahan, lebih – lebih
bawahan yang kurang disenangi. Bila atasan selalu menghambat setiap inisiatif,
tanpa memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan mendukung,
menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong untuk maju.
Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada di dalam organisasi
merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan mempengaruhi
kinerja(Sutrisno, 2010).
Menurut
Gibson,dkk
(1997),
ada
tiga
perangkat
variabel
yang
mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu :
1. Variabel Individu, terdiri dari :
a. Kemampuan dan keterampilan
Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau
pekerjaan
b. Latar belakang
Kondisi dimasa lalu yang mempengaruhi karakteristik dan sikap mental
seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman
di masa lalu.
c. Demografis
Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana
lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu
tersebut berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
14
2. Variabel Organisasi
a. Sumber daya
Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan
dinilai seperti sumber daya alam.
b. Kepemimpinan
Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam
memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh
organisasi.
c. Imbalan
Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di
dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara
instriksi maupun ekstrinsik.
d. Struktur
Hubungan wewenang dan tanggung jawab antar individu di dalam
organisasi dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.
e. Desain Pekerjaan
Job description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat
melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.
3. Variabel Psikologis, terdiri dari :
a. Persepsi
Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan
dan memahami dunia sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
15
b. Sikap
Kesiapan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan
mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang
lain.
c. Kepribadian
Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang.
d. Belajar
Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan
memahami sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan
pekerjaan.
e. Motivasi
Merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi
seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan
persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu.
Di sini tampak jelas bahwa pengertian kinerja itu lebih sempit sifatnya,
yaitu hanya berkenaan dengan apa yang dihasilkan seseorang dari tingkah laku
kerjanya. Biasanya orang yang mempunyai tingkat prestasi tinggi disebut sebagai
orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang tingkat prestasinya rendah,
dikatakan sebagai tidak produktif atau dikatakan kinerjanya rendah (Sutrisno,
2010).
Universitas Sumatera Utara
16
2.1.3 Penilaian Kinerja
Pada prinsipnya kinerja unit – unit organisasi dimana seseorang atau
sekelompok orang berada di dalamnya merupakan pencerminan dari kinerja
sumber daya manusia bersangkutan.Untuk mengetahui kinerja karyawan
diperlukan kegiatan – kegiatan khusus. Menurut Simamora yang dikutip Yani
(2012) penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang dipakai oleh
perusahaan / organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan.
Bernadin dan Russel (dalam Sutrisno, 2010) mengajukan enam kinerja primer
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu:
1.
Quality
Tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati
kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2.
Quantity
Jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit, dan siklus kegiatan
yang dilakukan.
3.
Timeliness
Sejauh manasuatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki,
dengan memerhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk
kegiatan orang lain.
4.
Cost efectiveness
Tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi (manusia,
keuangan, teknologi, dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil
Universitas Sumatera Utara
17
tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber
daya.
5.
Need for supervision
Tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi
pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah
tindakan yang kurang diinginkan.
6.
Interpersonal impact
Tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kerja
sama di antara rekan kerja dan bawahan.
Menurut Wibowo (2010)kinerja itu berasal dari kata performance yang
berarti hasil pekerjaan atau prestasi kerja, namun perlu pula dipahami bahwa
kinerja itu bukan sekedar hasil pekerjaan atau prestasi kerja, tetapi juga mencakup
bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung. Kinerja digunakan sebagai dasar
penilaian atau evaluasi dan sistem yang merupakan kekuatan penting untuk
mempengaruhi perilaku karyawan. Penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk
memotivasi para karyawan para karyawan dalam mencapai sasaran organisasi
dan dalam mematuhi perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar
membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.
Sutrisno (2010), mengatakan agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan
dengan baik diperlukan metode yang memenuhi persyaratan berikut :
1.
Yang diukur adalah benar – benar prestasi dan bukan faktor – faktor lain,
seperti yang menyangkut pribadi seseorang
Universitas Sumatera Utara
18
2.
Menggunakan tolok ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa
pengukuran itu bersifat objektif
3.
Dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota
organisasi yang terlibat
4.
Dilaksanakan secara konsisten, dan didukung sepenuhnya oleh pimpinan
puncak organisasi.
2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Yani (2012)penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok,
yaitu:
1.
Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada
masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa
yang akan datang
2.
Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawan
memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan
dan keterampilan untuk perkembangan karier dan memperkuat hubungan
antar manajer yang bersangkutan dengan karyawannya.
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.5 Upaya Peningkatan Kinerja
Menurut Sutrisno (2010) tujuan organisasi hanya dapat dicapai, karena
organisasi tersebut didukung oleh unit – unit kerja yang terdapat di dalamnya.
Menurut Stoner (dalam Sutrisno, 2010) terdapat beberapa cara untuk peningkatan
kinerja karyawan yang terdiri dari empat cara, yaitu :
1.
Diskriminasi
Seorang manajer harus mampu membedakan secara objektif antara mereka
yang dapat memberikan sumbangan berarti dalam pencapaian tujuan
organisasi dengan mereka yang tidak. Dalam konteks penilaian kinerja
memang harus ada perbedaan antara karyawan yang berprestasi dengan
karyawan yang tidak berprestasi. Oleh karena itu, dapat dibuat keputusan
yang adil dalam berbagai bidang, misalnya pengembangan SDM, penggajian,
dan sebagainya.
2.
Pengharapan
Dengan memerhatikan bidang tersebut diharapkan bisa meningkatkan kinerja
karyawan. Karyawan yang memiliki nilai kinerja tinggi mengharapkan
pengakuan dalam bentuk berbagai pengharapan yang diterimanya dari
organisasi. Untuk mempertinggi motivasi dan kinerja, mereka yang tampil
mengesankan dalam bekerja harus diidentifikasi sedemikian rupa sehingga
penghargaan memang jatuh pada tangan yang memang berhak.
3.
Pengembangan
Bagi yang bekerja di bawah standar, skema untuk mereka adalah mengikuti
program pelatihan dan pengembangan. Sedangkan yang di atas standar,
Universitas Sumatera Utara
20
misalnya dapat dipromosikan kepada jabatan yang lebih tinggi. Berdasarkan
hasil laporan manajemen, bagaimanapun bentuk kebijakan organisasi dapat
terjamin keadilan dan kejujurannya. Untuk itu diperlukan suatu tanggung
jawab yang penuh pada manajer yang membawahinya.
4.
Komunikasi
Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja para karyawan
dan secara akurat mengkomunikasikan penilaian yang dilakukannya. Untuk
dapat melakukan secara akurat, para manajer harus mengetahui kekurangan
dan masalah apa saja yang dihadapi para karyawan dan bagaimana cara
mengatasinya. Di samping itu, para manajer juga harus mengetahui program
pelatihan
dan
pengembangan
apa
saja
yang
dibutuhkan.
Untuk
memastikannya, para manajer perlu berkomunikasi secara intens dengan
karyawan.
2.1.6
Kinerja Perawat dalam Keperawatan
Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan
standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan (Nursalam, 2002). Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI, 2005)sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang
mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi :
Standar I
: Pengkajian Keperawatan yaitu perawat mengumpulkan data
tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh,
akurat, singkat dan berkesinambungan.
Universitas Sumatera Utara
21
Standar II
: Diagnosis Keperawatan yaitu perawat menganalisis data
pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan.
Standar III
: Perencanaan yaitu perawat membuat rencana tindakan
keperawatan
untuk
mengatasi
masalah
kesehatan
dan
meningkatkan kesehatan klien.
Standar IV
: Pelaksanaan
tindakan
(implementasi)
yaitu
perawat
mengimplementasi tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan.
Standar V
: Evaluasi yaitu perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan
klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai
rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan
perencanaan.
2.2
Keperawatan dan Perawat
2.2.1
Pengertian Keperawatan dan Perawat
Secara umum pengertian keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Keperawatan merupakan ilmu terapan yang menggunakan keterampilan
interpersonal
serta
menggunakan
proses
keperawatan
dalam
membantu
klien/pasien untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.Kemenkess RI
(dalam Iskandar, 2013)mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-
Universitas Sumatera Utara
22
sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik
sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia.
Keperawatan didasarkan oleh ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup
sikap, kemampuan intelektual, dan keterampilan teknik. Bentuk layanan
keperawatan sesuai dengan empat kebutuhan manusia yaitu biologis, psikologis,
sosiokultural, dan spiritual yang komprehensif. Tujuan pelayanan keperawatan
adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan status kesehatan
secara optimal dengan pencegahan sakit dan peningkatan keadaan sehat.
Perawat merupakan tenaga profesional yang mempunyai kemampuan
tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan atau memberikan
perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan.Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 yang dikutip
dalam Iskandar (2013) pengertian perawat adalah seseorang yang telah
menyelesaikan pendidikan formal bidang keperawatan minimal setara Diploma III
(D3) dan/ atau Sarjana Strata 1 (S1), yang lulus pendidikan perawat baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
yang berlaku.
2.2.2 Fungsi Perawat
Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi
yaitu (Iskandar, 2013):
1. Fungsi Independen
Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang
lain, dimana perawat dalam menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri
Universitas Sumatera Utara
23
dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam memenuhi
kebutuhan dasar manusia.
2. Fungsi Dependen
Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya
atas pesan atau instruksi dari perawat lain.
3. Fungsi Interdependen
Fungsi interdependen merupakan fungsi yang dilakukan dalam kelompok tim
yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan lain.
2.2.3Kedudukan Perawat
Profesi keperawatan tentunya menempatkan perawat pada kedudukan
tersendiri dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Tetapi saat ini, masih
banyak asumsi yang menganggap perawat adalah pelengkap dalam dunia medis.
Padahal, keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Kedudukan keperawatan sebagai ilmu bukan hanya sebatas teori saja tetapi
memiliki bentuk aplikasi yang dijalankan di lapangan. Perannya bersinggungan
dan berhubungan langsung dengan pasien/ klien. Profesi keperawatan berorientasi
pada pelayanan masalah kesehatan yang diderita oleh pasien/ klien. Kehadirannya
adalah mengupayakan agar pasien/ klien mendapatkan kesembuhan atas masalah
kesehatan yang diderita oleh pasien. Keperawatan mempunyai empat tingkatan
pasien/klien yaitu individu, keluarga, kelompok, dan komunitas, dan pelayanan
keperawatan terhadap pasien/klien mencakup seluruh rentang pelayanan
kesehatan(Iskandar, 2013).
Universitas Sumatera Utara
24
2.2.4 Standar Praktik Keperawatan Indonesia
Standar praktik merupakan salah satu perangkat yang diperlukan oleh
setiap tenaga profesional. Standar praktik keperawatan adalah ekspektasi /
harapan – harapan minimal dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman,
efektif dan etis. Standar praktik keperawatan merupakan komitmen profesi
keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktik yang dilakukan oleh
anggota profesi. Berikut merupakan standar praktik keperawatan yang terdiri dari
(dalam PPNI, 2005):
1.
Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.
Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi :
a.
Pengumpulan data dilakukan sengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan
fisik serta dari pemeriksaan penunjang
b.
Sumber data adalah klien, keluarga atau orang terkait, tim kesehatan , rekam
medis serta catatan lain.
c.
Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi: status kesehatan
klien saat ini, masa lalu, status biologis – psikologis – sosal – spiritual, respon
terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal, risiko tinggi
masalah(PPNI, 2005).
Universitas Sumatera Utara
25
2.
Diagnosis Keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan
Adapun kriteria proses:
1) Proses diagnosis terdiri dari analisis dan interprestasi data, identifikasi
masalah klien dan perumusan diagnosis keperawatan
2) Diagnosa keperawatan terdiri dari :masalah, penyebab, dan tanda atau gejala ,
atau terdiri dari : masalah dan penyebab.
3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosa keperawatan
4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data
terbaru(PPNI, 2005).
3.
Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien.
Kriteria prosesnya meliputi :
1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana
tindakan keperawatan.
2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan
3) Perencanaan bersifat individual (sebagai individu kelompok dan masyarakat)
sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien
4) Mendokumentasikan rencana keperawatan (PPNI, 2005)
Universitas Sumatera Utara
26
4.
Implementasi
Perawat menimplementasi tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana
asuhan keperawatan.
Kriteria proses, meliputi :
1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien
4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membentu klien memodifikasi lingkungan
yang digunakan
5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon klien(PPNI, 2005)
5.
Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam
pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.
Adapun kriteria prosesnya :
1) Menyusun rencana evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat
waktu dan terus-menerus
2) Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan
ke arah pencapaian tujuan
3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat dan klien
4) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan
Universitas Sumatera Utara
27
5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan(PPNI,
2005).
2.2.5 Model Asuhan Keperawatan Profesional
Menurut Nursalam (2002) keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada
klien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan
profesional, dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan
keperawatan dan tuntutan perkembangan IPTEK, maka metode sistem pemberian
asuhan keperawatan harus efektif dan efisien. Mclaughin, Thomas, dan
Barterm(dalam Nursalam, 2002)mengidentifikasikan 8 model pemberian asuhan
keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan
keperawat total; keperawatan tim, keperawatan primer. Marquis & Huston (dalam
Nursalam, 2002) menyatakan karena setiap perubahan akan berdampak terhadap
suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan
pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu :
1. Sesuai dengan visi dan misi institusi
2. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan
3. Efisien dan efektif penggunaan biaya
4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat
5. Kepuasan kinerja perawat
6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan
lainnya
Universitas Sumatera Utara
28
2.2.6 Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional
Menurut Grant & Massey(1997) dan Marquis & Huston (1998)yang
dikutip dalam Nursalam (2002)ada 4 metode pemberian asuhan keperawatan
profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam
menghadapai tren pelayanan keperawatan yaitu:
1.
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional
Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu
karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat
hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di
bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat
melaksanakan tindakan tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yanng telah ada
(Nursalam, 2002).
2.
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat
dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak
ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat,
dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan
khusus seperti isolasi, intensive care. Metode ini berdasarkan pendekatan holistik
dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan
observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002).
Universitas Sumatera Utara
29
3.
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer
Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas keperawatan dan
bersifat komprehensif serta dapat dipertanggungjawabkan, setiap perawat primer
biasanya mempunyai 4 - 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama
klien dirawat di rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk
mengadakan
komunikasi
dan
koordinasi
dalam
merencanakan
asuhan
keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika
perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan akan
didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse). Metode penugasan dimana
satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan
keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana
asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat
dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan,
melakukan
dan
koordinasi
keperawatan
selama
pasien
dirawat(Nursalam, 2002).
4.
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga
diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Metode ini menggunakan tim
yang terdiri dari anggota yang berbeda – beda dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap kelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2- 3 tim
Universitas Sumatera Utara
30
/ group yang terdiri dari tenaga profesional, tehnikal dan pembantu dalam satu
grup kecil yang saling membantu. Dalam penerapannya ada kelebihan dan
kelemahannya. Kelebihannya yakni memungkinkan pelayanan keperawatan yang
menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan
komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan
kepada anggota tim. Sedangkan kelemahannya yakni komunikasi antar anggota
tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan
waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu –waktu sibuk (Nursalam,
2002).
2.3
Budaya Organisasi
2.3.1
Pengertian Budaya Organisasi
Keith Davis dan John W. Newstrom (1989) yang dikutip dalam
Mangkunegara (2008)mengemukakan bahwa organizational cultural is the set of
assumptions,
beliefs,
values,
and
norms
that
is
shared
among
its
members.Menurut Edgar Schein (dalam Wibowo, 2010) budaya organisasi adalah
suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok
tertentu karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi eksternal dan
integrasi internal, yang telah bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan
secara layak dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang
dipersepsikan, berfikir dan dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan
masalah tersebut.
Menurut Robbins (Wibowo, 2010) budaya organisasi merupakan arah
yang
membentuk
sikap
dan
perilaku
manusia
dalam
suatu
kegiatan
Universitas Sumatera Utara
31
organisasi.Sedangkan menurut Thompson dan Stickland (dalam Torang,
2014)budaya organisasi menunjukkan nilai, beliefs, prinsip, tradisi, dan cara
sekelompok orang beraktivitas dalam organisasi . Killmann (dalam Sutrisno,
2010)menambahkan bahwa budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan
jiwa para anggota organisasi.
Dari beberapa pengertian para pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi adalah filosofi dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma
– norma, dan nilai – nilai bersama yang menjadi karakteristik inti dan menjadi
dasar individu atau kelompok untuk beraktivitas dalam organisasi (Torang, 2014).
2.3.2 Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins (dalam Wibowo,2010) mendefinisikan budaya organisasi sebagai
suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota – anggota yang
membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Ia juga memberikan
karakteristik budaya organisasi antara lain sebagai berikut:
1.
Inovasi dan pengambilan risiko
Suatu tingkatan di mana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan
mengambil risiko.
2.
Perhatian pada hal detail
Di mana pekerja diharapkan menunjukkan ketepatan, analisis, dan perhatikan
pada hal detail.
Universitas Sumatera Utara
32
3.
Orientasi hasil
Di mana manajemen memfokus pada hasil atau manfaat daripada sekadar
pada teknik dan proses yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat
tersebut.
4.
Orientasi orang
Di mana keputusan manajemen mempertimbangkan pengaruh manfaatnya
pada orang dalam organisasi
5.
Orientasi tim
Di mana aktivitas kerja diorganisasi berdasarkan tim daripada individual
6.
Agresivitas
Di mana orang cenderung lebih agresif dan kompetitif daripada easygoing
7.
Kemantapan
Di mana aktivitas organisasional menekankan pada menjaga status quo bukan
pertumbuhan(dalam Wibowo, 2010).
2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (dalam Wibowo, 2010), fungsi budaya adalah:
1.
Mempunyai boundrary-difining roles, yaitu menciptakan perbedaan antara
organisasi yang satu dengan lainnya.
2.
Menyampaikan rasa identitas untuk anggota organisasi
3.
Budaya memfasilitasi bangkithya komitmen pada sesuatu yang lebih besar
daripada kepentingan diri individual.
Universitas Sumatera Utara
33
4.
Meningkatkan stabilitas sistem sosial. Budaya adalah perekat sosial yang
membantu menghimpun organisasi bersama dengan memberikan standar
yang cocok atas apa yang dikatakan dan dilakukan pekerja.
5.
Budaya melayani sebagai sense making dan mekanisme kontrol yang
membimbing dan membentuk sikap dan perilaku pekerja.
Menurut Kreimer dan Kinicki (dalam Wibowo, 2010) membagi fungsi budaya
organisasi menjadi empat :
1.
Memberikan identitas kepada karyawannya
2.
Memudahkan komitmen kolektif dan
3.
Mempromosikan stabilitas sistem sosial
4.
Membentuk perilaku dengan membantu manajernya (top management) dalam
menjalankan tugasnya.
2.3.4Indikator Budaya Organisasi
Menurut Robbins (Wibowo, 2010)budaya organisasi merupakan arah yang
membentuk sikap dan perilaku manusia dalam suatu kegiatan organisasi.
Beberapa aspek yang menjadi ciri sikap dan perilaku manusia sebagai
implementasi budaya organisasi adalah :
1.
Disiplin
Disiplin berarti sikap memahami, melakukan dan taat akan hak serta
melaksanakan dan patuh pada kewajiban / tanggung jawab. Disiplin berarti patuh
dan taat terhadap aturan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
34
2.
Inisiatif
Inisiatif berarti berusaha sendiri, langkah awal, ide baru. Secara luas inisiatif
berarti mengembangkan dan memberdayakan kreativitas daya pikir manusia untuk
merencanakan ide dan buah pikiran menjadi konsep yang baru yang pada
gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan bermanfaat.
3.
Responsif
Responsif berarti cepat dalam memberikan jawaban atas pertanyaan atau
tanggap terhadap persoalan yang membutuhkan solusi cepat.
4.
Komunikasi
Dituntut
memiliki
sikap
yang
komunikatif
yang
berarti
mampu
menyampaikan dan menerima pasien dengan baik dengan kata lain pesan yang
diterima oleh penerima sama dengan maksud yang disampaikan oleh komunikan.
5.
Kerjasama merupakan proses beregu atau berkelompok dimana anggota -
anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai hasil mufakat.
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam
penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Budaya Organisasi
1.
2.
3.
4.
5.
Disiplin
Inisiatif
Responsif
Komunikasi
Kerjasama
Kinerja perawat pelaksana di
instalasi rawat inap RSUD
Arifin
Achmad
Kota
Pekanbaru
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
35
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut maka hipotesa penelitian
yaitu :Ada pengaruh budaya organisasi (disiplin, inisiatif, responsif, komunikasi
dan kerjasama)terhadap kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Kota Pekanbaru.
Universitas Sumatera Utara
Download