IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Profil Batik Bogor Tradisiku Batik Bogor Tradisiku didirikan pada tanggal 13 Januari 2008 oleh pendirinya Bapak Siswaya. Pria kelahiran Sleman-Yogyakarta ini telah menetap di Bogor lebih dari 26 tahun sehingga beliau ingin memberikan sesuatu untuk mengharumkan kota Bogor melalui kontribusi yang dimilikinya, karena beliau sangat memegang teguh peribahasa yang menyatakan “ di mana bumi dipinjak, di situ langit dijunjung”. Gagasan beliau adalah membuat batik dengan motif yang mengangkat ikon-ikon khas kota Bogor yang bertujuan untuk melestarikan budaya batik serta menumbuhkan kecintaan masyarakat Bogor terhadap batik khas kota Bogor yang diberi nama Batik Bogor Tradisiku. Dengan adanya Batik Bogor Tradisiku diharapkan kota Bogor semakin populer baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Adapun alasan mendirikan Batik Bogor Tradisiku, yaitu: 1. Sebagai bentuk kontribusi kepada kota Bogor yang telah memberikan warna kehidupan selama 26 tahun 2. Rasa ingin melestarikan budaya Indonesia yaitu batik yang seyogyanya merupakan khasanah budaya yang telah turun temurun diwariskan nenek moyang bangsa Indonesia, terlebih ketika ditetapkannya batik secara internasional oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009. 3. Jiwa sosial yang tinggi membuatnya ingin membantu para pembatik Yogya yang kehilangan pekerjaan akibat gempa bumi Jogja pada tahun 2006 silam dan juga menciptakan lapangan pekerjaan untuk warga sekitar yang membutuhkan pekerjaan. Batik Bogor Tradisiku telah terdaftar sebagai perusahaan yang memiliki nomor Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 10.04.5.17.06359, pada tanggal 15 Januari 2009. Direktur Batik Bogor Tradisiku adalah pendirinya yaitu Bapak Siswaya, dengan nomor NPWP 59.202.841.9-404.000. Batik 34 Bogor Tradisiku juga telah mengantongi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dengan nomor 517/32/PK/B/DIPERINDAGKOP dan Tanda Daftar Industri (TDI) dengan nomor 534/03. TDI-Diperindagkop pada tanggal 15 Januari 2009. Batik Bogor Tradisiku memiliki motif yang membawa ikon-ikon yang identik dengan kota Bogor seperti kijang, kujang, bunga teratai, dan lainnya. Kemudian pada 4 Juni 2009 sebagai peringatan Ulang Tahun Bogor ke-527 motif kujang kijang dilaunching oleh walikota Bogor , Bapak Diani Budiarto, beserta Ibu Fauziah dan motif tersebut dipatenkan bersama dua motif batik Pakuan Pajajaran, yaitu Ragen Panganten dan Banyak Ngantrang, yang hak ciptanya dimiliki Pemda Kota Bogor. Batik Bogor Tradisiku dalam perjalanannya kembali mengeluarkan motif-motif yang membawa ikon kota Bogor, salah satunya adalah motif hujan gerimis yang merupakan julukan kota Bogor yaitu Kota Hujan yang airnya membawa berkah dan sebagai sumber kehidupan. Melihat dari segi pemasarannya, dalam waktu 4 tahun ini, Batik Bogor Tradisiku sedang mengalami perkembangan yang pesat. Pihak Pemda Kota Bogor juga sangat mengapresiasi dan mendukung Batik Bogor Tradisiku, salah satunya dengan kebijakan walikota Bogor yang menghimbau seluruh dinas di kota Bogor menggunakan Batik Bogor pada hari kamis. Selain dinas, instansi lain juga banyak yang sudah menggunakan seragam batik dari Batik Bogor Tradisiku seperti Badan Pengawas Daerah (Bawasda), Bappeda, BPPT, RRI, PDAM, HIMPAUDI, Universitas Pakuan, BPKP, Hotel Lido, dan Hotel Novotel. Sejak tahun 2010 juga, siswa TK, SD, SMP, dan SMA mulai menggunakan Batik Bogor Tradisiku. Pada tahun 2012, Batik Bogor Tradisiku terpilih sebagai salah satu nominasi Dahsyat Award 2012 dalam kategori Dahsyatnya Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa reputasi Batik Bogor Tradisiku semakin meningkat. Selain itu juga membuktikan bahwa kekhasan dan kualitas Batik Bogor Tradisiku, tidak hanya di Bogor atau Jawa Barat saja. 35 4.1.2 Struktur Organisasi Batik Bogor Tradisiku Batik Bogor Tradisiku dipimpin oleh seorang direktur utama yang bertanggung jawab atas kegiatan produksi, operasional, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia. Pada setiap kegiatan tersebut terdapat seorang supervisor yang bertanggung jawab khusus untuk masing-masing kegiatan. Divisi produksi bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dengan produksi yaitu diantaranya desain motif, proses pembatikan tulis dan cap, proses printing, proses pewarnaan, dan proses penjahitan. Divisi operasional bertanggung jawab dalam kegiatan-kegiatan operasional Batik Bogor Tradisiku seperti transportasi dan belanja bahan baku batik. Divisi pemasaran bertanggung jawab untuk memasarkan produk batik di galeri, pameran, maupun pelatihan. Divisi keuangan bertanggung jawab atas pencatatan keuangan serta mengontrol arus kas Batik Bogor Tradisiku. Sedangkan divisi sumber daya manusia bertanggung jawab atas sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh Batik Bogor Tradisiku baik sebagai pembatik maupun sebagai karyawan operasional. Adapun struktur organisasi Batik Bogor Tradisiku adalah sebagai berikut : Direktur Divisi Produksi Divisi Operasional Divisi Pemasaran Divisi Keuangan Divisi SDM Gambar 5. Struktur Organisasi Usaha Batik Bogor Tradisiku 4.2. Karakteristik Konsumen Kuesioner penelitian ini dikumpulkan dari 100 responden yang diambil secara non-probability sampling yang diambil secara convenience. Pada penelitian ini responden dikaji berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, klasifikasi pekerjaan, status pekerjaan, profesi, pendapatan 36 per bulan, pengeluaran (setiap pembelian), dan hobi. Adanya variabel-variabel tersebut adalah untuk mengetahui karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku dan juga menganalisis karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku terkait dengan pengeluaran setiap pembelian dengan variabel karakteristik konsumen lainnya. Dengan mengetahui dan menganalisis karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku, penelitian ini dapat mengkaji pengaruh karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku baik pengaruh yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. 4.2.1 Jenis Kelamin Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan jenis kelamin terdiri dari konsumen perempuan sebesar 61 persen dan konsumen laki-laki sebesar 39 persen. Persentase tersebut menunjukkan bahwa konsumen Batik Bogor Tradisiku didominasi oleh konsumen perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik konsumen wanita yang cenderung lebih konsumtif dalam melakukan pembelian terhadap berbagai produk, khsususnya produk yang digunakan sebagai bahan sandang. 31% 69% Laki-Laki Perempuan Gambar 6. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan jenis kelamin 4.2.2 Usia Karakteristik konsumen berdasarkan data dari kuesioner yang diberikan kepada 100 responden, diketahui bahwa mayoritas konsumen Batik Bogor Tradisiku didominasi oleh usia 31-40 tahun sebesar 28 persen. Konsumen dengan kelompok usia 31-40 tahun paling banyak mendominasi usia konsumen dalam penelitian ini, karena mengingat responden pada usia tersebut telah memiliki pekerjaaan yang cukup 37 mapan, penghasilan yang cukup, serta cukup selektif dalam mengambil keputusan pembelian. 1% 15% 12% ≤20 tahun 21% 23% 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 28% 51-60 tahun >60tahun Gambar 7. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan usia 4.2.3 Status Pernikahan Dilihat dari status pernikahannya pada hasil pengolahan data responden dapat diketahui bahwa sebagian besar konsumen Batik Bogor Tradisiku dengan status menikah sebesar 72 persen, belum menikah sebesar 26 persen, janda sebesar 2 persen, sedangkan konsumen dengan status duda tidak ada. Konsumen yang memiliki status pernikahan biasanya menggunakan batik sebagai bahan sandang untuk seragam kantor maupun event-event tertentu yang dijadikan sebagai identitas. 2% Menikah 26% Belum Menikah 72% Janda Gambar 8. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan status pernikahan 38 4.2.4 Pendidikan Terakhir Pendidikan mempengaruhi konsumen terkait dengan persepsi seseorang dalam menilai suatu produk. Konsumen Batik Bogor Tradisiku memiliki latar belakang pendidikan S1 sebesar 44 persen, diikuti oleh SMU/SMK sebesar 30 persen, dan persentase terendah adalah latar belakang pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, mayoritas konsumen berpendidikan terakhir S3 sebesar 1 persen. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa konsumen Batik Bogor Tradisiku didominasi oleh konsumen berpendidikan S1. 11% 1% SD/SMP 3% 30% SMU/SMK Diploma 44% S1 11% S2 S3 Gambar 9. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan pendidikan terakhir 4.2.5 Klasifikasi Pekerjaan Klasifikasi pekerjaan akan mempengaruhi gaya hidup konsumen dalam berpakaian dan budaya perusahaan yang dimiliki. Gaya berpakaian pada perusahaan sangat bervariatif dan memiliki ciri khas masing-masing. Hal ini dikarenakan pekerja sebagai stakeholder harus menggambarkan identitas perusahaannya. Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari kuesioner diketahui bahwa konsumen Batik Bogor Tradisiku sebagian besar memiliki klasifikasi pekerjaan sebagai employee (pegawai) sebesar 67 persen. Konsumen yang memiliki klasifikasi pekerjaaan sebagai employee biasanya memiliki gaya berpakaian yang disesusaikan dengan budaya perusahaan seperti aturan memakai seragam tertentu berdasarkan pada hari maupun divisinya. gguKemudian diikuti 39 dengan pekerjaan terbanyak kedua yaitu unemployee (tidak bekerja) sebesar 21 persen, yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan ibu rumah tangga.. Unemployee Investor Business owner Self employee Employee 21% 1% 7% 67% 4% Gambar 10. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan klasifikasi pekerjaan 4.2.6 Status Pekerjaan Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan atau digunakan oleh manusia untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner diperoleh bahwa konsumen Batik Bogor Tradisiku sebagai pegawai swasta sebesar 46 persen. Mereka umumnya membeli Batik Bogor Tradisiku pada saat istirahat kantor, pulang kantor, ataupun pada akhir pekan. 9% 12% 20% PNS Swasta 13% Wiraswasta 46% Pelajar/Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Gambar 11. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan status pekerjaan 40 4.2.7 Profesi Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa mayoritas konsumen Batik Bogor Tradisiku berprofesi sebagai dosen/guru sebanyak 41 persen. Konsumen yang memiliki profesi sebagai dosen/ guru memiliki penampilan yang formal. Batik sebagai warisan budaya dijadikan seragam yang diselaraskan dengan penampilan formal. Oleh karena itu, dalam penampilannya guru identik dengan menggunakan seragam, khususnya batik. Batik dijadikan seragam bagi dosen/guru karena selain motifnya yang khas, bahan sandang ini juga merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. 11% 9% 41% 12% 11% 2% 3% 2% 6% 2% 1% Dosen/Guru TNI/Polisi Konsultan Ibu Rumah Tangga Pengusaha/Wirausaha Pedagang Engineer Pemerintahan Dokter/Tenaga Ahli Medis Artis Mahasiswa Gambar 12. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan profesi 4.2.8 Pendapatan Per Bulan Pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi, karena dengan pendapatan seseorang dapat membiayai kebutuhan konsumsinya. Tingkat pendapatan seseorang berpengaruh terhadap daya beli konsumen terhadap suatu kebutuhan produk yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner penelitian diketahui bahwa konsumen Batik Bogor Tradisiku mayoritas memiliki pendapatan per bulan sebesar Rp 2.000.001- Rp 5.000.000 sebanyak 40 persen ( gambar 13). 41 2% 12% 20% 26% 40% ≤Rp. 1.000.000 Rp. 2.000.001-Rp. 5.000.000 Rp. 1.000.001-Rp. 2.000.000 Rp. 5.000.001-Rp. 10.000.000 Rp. 10.000.001-Rp. 20.000.000 Gambar 13. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan pendapatan 4.2.9 Pengeluaran Setiap Pembelian Besarnya pengeluaran konsumen Batik Bogor Tradisiku pada setiap pembelian mayoritas mengeluarkan Rp. 100.001 –Rp.500.000 yaitu sebesar 48 persen. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen tidak terlalu mempertimbangkan harga sebagai faktor utama untuk membeli produk Batik Bogor Tradisiku. Konsumen yang menyukai ataupun merasa puas dari suatu produk akan membayar berapa pun harga yang ditawarkan. Selain itu, batik bukanlah kebutuhan bahan sandang yang biasa saja, namun sebagai bahan sandang yang bernilai. 6% 1% 2% 43% 48% ≤Rp. 100.000 Rp. 100.001-Rp. 500.000 Rp. 1.000.001-Rp. 2.000.000 >Rp.2.000.000 Rp. 500.001-Rp. 1.000.000 Gambar 14. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan pengeluaran setiap pembelian 42 4.2.10 Hobi Berdasarkan klasifikasi hobi, konsumen Batik Bogor Tradisiku memiliki hobi membaca (32%), Persentase hobi terkecil yang dimiliki konsumen adalah kolektor barang sebesar satu persen. Karakteristik konsumen berdasarkan hobi dapat dilihat pada gambar 15. Membaca merupakan salah satu hobi yang akan menambah pengetahuan dari konsumen. Hobi ini menjadikan sumber informasi bagi konsumen untuk membuka pikiran konsumen dalam memberikan penilaian terhadap berbagai hal, salah satu informasinya yang mungkin diperoleh misalnya tentang batik. Dengan adanya informasi tentang batik, konsumen akan memiliki persepsi yang lebih mendalam, seperti esensi maupun filosofi dari batik. Selain itu, hal tersebut juga didukung dengan mayoritas konsumen yang berprofesi sebagai dosen/guru. 1% 15% 5% 32% 4% 6% 7% 30% Membaca Menonton Menggambar/ Desain Jalan-jalan Browsing Lainnya Belanja Kolektor barang Gambar 15. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan hobi 4.3. Tabulasi Silang Setelah melakukan analisis deskriptif mengenai karakteristik responden maka selanjutnya tabulasi silang antara masing-masing karakteristik responden yang satu dengan karakteristik responden yang lainnya. Pada tabulasi silang yang diolah dengan menggunkan SPSS dapat dilihat hubungan antar karakteristik dengan melihat nilai chi-square. Bila nilai chi-square hitung lebih besar daripada chi-square tabel maka dapat di katakan tolak Ho, dimana Ho adalah tidak ada hubungan antara baris dan kolom. Pada penelitian biasanya nilai α yang digunakan pada level of significance adalah 0,05 dan 0,1 (Siegel dan Catellan, 43 1988). Nilai α yang dignakan pada penelitian ini adalah 0,1 dengan mempertimbangkan nilai half precission yang digunakan adalah 10%. Nilai crosstabulation yang korelasinya berada pada nilai maksimal α =0,1 maka dapat dinyatakan adanya korelasi pada variabel tersebut. Pengolahan tabulasi silang pada penelitian ini hanya dilakukan hanya pada pengeluaran setiap pembelian terhadap variabel karakteristik konsumen lainnya. Hal ini dilakukkan karena pengeluaran setiap pembelian yang dilakukan oleh konsumen memiliki potensi dalam mempengaruhi penetapan strategi yang akan dilakukan Batik Bogor Tradisiku ke depannya. Tabel 3. Ringkasan hasil uji crosstab pengeluaran setiap pembelian dengan variabel karakteristik konsumen lainnya Chi-square Test Variabel Korelasi Value Asy.Sig Pengeluaran setiap Pembelian * Jenis Kelamin 2,956a 0,565 Pengeluaran setiap Pembelian * Usia 15,993a 0,717 Pengeluaran setiap Pembelian * Status Penikahan Pengeluaran setiap Pembelian * Pendidikan Terakhir Pengeluaran setiap Pembelian *Klasifikasi Pekerjaan Pengeluaran setiap Pembelian *Status Pekerjaan Pengeluaran setiap Pembelian * Profesi Pengeluaran setiap Pembelian * Pendapatan 51,418a 0,000 Signifikan 50,198a 0,000 Signifikan 24,521a 0,079 Signifikan 25,656a 0,059 Signifikan 51,996a 0,014 Signifikan 35,932a 0,003 Signifikan Pengeluaran setiap Pembelian * Hobi 23,522a 0,707 Tidak signifikan α = 0,1 Tidak signifikan Tidak signifikan 44 4.3.1 Tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan status pernikahan Konsumen Batik Bogor Tradisiku dengan status pernikahan menikah mayoritas (35%) melakukan pembelian dengan pengeluaran Rp. 100.001Rp.500.000. Konsumen yang memiliki status pernikahan cenderung memiliki kebutuhan sandang yang bergaya formal, salah satunya batik. Batik yang biasa digunakan oleh konsumen Batik Bogor Tradisiku biasanya adalah berfungsi sebagai seragam dengan motif khas yang menjadi identitas maupun kebanggaan tersendiri sebagai identitas dalam menghadiri suatu acara maupun kegiatan. Oleh karena itu mayoritas konsumen memilih batik dengan selektif sehingga harga yang ditawarkan juga sesuai, yaitu berkisar Rp. 100.001 hingga Rp.500.000. Berbeda dengan konsumen yang belum menikah (13%) mayoritas melakukan pembelian dengan pengeluaran ( tabel 4). Hal ini dikarenakan mayoritas konsumen lebih menyukai gaya berpakaian yang casual dibandingkan gaya berpakaian formal yang sangat identik dengan berbagai aspek yang ada. Tabel 4. Hasil tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan status pernikahan Pengeluaran setiap pembelian ≤ Rp.100.000 Rp. 100.001-Rp. 500.000 Rp. 500.001-Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.001-Rp. 2.000.000 >Rp.2.000.000 Total Chisquare Status Pernikahan Belum Menikah Duda Janda Total Menikah 30 % 13% 0% 0% 43% 35% 12% 0% 1% 48% 5% 1% 0% 0% 6% 0% 0% 0% 1% 1% 2% 0% 0% 0% 2% 72% 26% 0% 2% 100% 0,00 4.3.2 Tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan pendidikan terakhir Konsumen dengan pendidikan terakhir S1 (22%) mayoritas melakukan pembelian dengan pengeluaran Rp. 100.001-Rp.500.000. Konsumen dengan tingkat pendidikan yang beragam memiliki perbedaaan persepsi terhadap berbagai hal, termasuk dalam melakukan pembelian. Konsumen dengan tingkat pendidikan S1 pada konsumen Batik Bogor Tradisiku cenderung memiliki pengeluaran setiap pembelian yang cukup tinggi yaitu Rp. 100.001- Rp. 500.000. Adapun yang 45 menjad pertimbangan mereka adalah batik bukanlah sekedar bahan sandang yang biasa saja karena di dalam sehelai kain tersebut ada banyak nilai yang mungkin tidak terlihat secara eksplisit namun implisit, seperti filosofi maupun esensi dari nilai sebuah batik. Oleh karena itu, biasanya konsumen dengan tingkat pendidikan semakin tinggi cenderung selektif dan loyal terhadap nilai implisit tersebut dan memberani membayar berapa pun harganya. Hal ini akan begitu berbeda dengan konsumen dengan pendidikan terakhir yang ada di SD/SMP, SMU/SMK, dan diploma yang biasanya lebih melihat terhadap aktualisasi nilai yang bersifat ekspisit saja terhadap batik yang identik sebagai bahan sandang yang menurut mereka hanya identik dengan identitas budaya bangsa yang sudah ada sejak dahulu kala, sehingga tingkat ekspektasi harga yang mereka inginkan hanyalah berdasarkan harga yang standar di pasaran. Oleh karena itu, tak heran jika mereka tidak begitu loyal dalam melakukan pembelian yang cukup tinggi. Tabel 5. Hasil tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan pendidikan terakhir Pendidikan terakhir Pengeluaran setiap SD/SM SMU/S Diplom S1 S2 S3 Tota pembelian P MK a l ≤Rp. 100.000 Rp.100.001-Rp. 500.000 Rp.500.001-Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.001-Rp. 2.000.000 >Rp.2.000.000 0% 2% 0% 1% 0% 16% 13% 1% 0% 0% 5% 6% 0% 0% 0% Total Chisquare 3% 30% 11% 19% 22% 2% 0% 1% 44% 3% 4% 3% 0% 1% 11% 0% 1% 0% 0% 0% 1% 43% 48% 6% 1% 2% 100% 0,00 4.3.3 Tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan klasifikasi pekerjaan Pada tabulasi silang diperoleh status pekerjaan memiliki korelasi dengan pengeluaran setiap pembelian yang dikeluarkan oleh konsumen. Klasifikasi pekerjaan yang dimiliki konsumen pada penelitian adalah unemployee, investor, business owner, self employee, dan employee. Konsumen dengan klasifikasi pekerjaan unemployee dan employee memiliki pengeluaran setiap pembelian yang relative kecil. Hal ini dikarenakan konsumen membeli Batik Bogor Tradisiku dengan klasifikasi pekerjaan yang memiliki daya beli yang dapat dikatakan relatif kecil yaitu ≤Rp.100.000 . Sedangkan pada pengeluaran setiap pembelian pada kisaran dari Rp. 100.001-Rp. 500.000 hingga >Rp. 2.000.00o, konsumen terdiri 46 dari employee, business owner, dan unemployee. Adapun hal yang mempengaruhi karakteristik konsumen pada klasifikasi pekerjaan tersebut adalah pendapatan, selera, dan daya beli yang tinggi. Konsumen pada klasifikasi pekerjaan ini cenderung mempertimbangkan atribut produk lebih dari hal yang bersifat fisik atau nyata namun mempetimbangkan atribut abstrak yang mengandung hal yang bersifat implicit seperti estetika maupun product knowledge. Tabel 6. Hasil tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan klasifikasi pekerjaan Pengeluaran setiap pembelian Klasifikasi pekerjaan UnBusiness Investor employee Owner Self Emplo Total employee yee ≤Rp.100.000 10 0 0 2 31 43 Rp.100.001-Rp. 500.000 8 1 6 2 31 48 Rp.500.001-Rp. 1.000.000 3 0 0 0 3 6 Rp.1.000.001-Rp. 2.000.000 0 0 1 0 0 1 >Rp. 2.000.000 0 0 0 0 2 2 21 1 7 4 67 100 Total Chisquare 0,079 4.3.4 Tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan status pekerjaan Status pekerjaan merupakan variabel karakteristik konsumen yang memiliki korelasi dengan pengeluaran setiap pembelian. Hal ini dapat terlihat dari pengeluaran setiap pembelian yang memiliki perbedaan yang kontras dengan status pekerjaan yang dimiliki oleh konsumen. Konsumen dengan status pekerjaan swasta mayoritas memiliki pengeluaran pembelian di kisaran ≤ Rp.100.000 dan Rp. 100.001-Rp. 500.000. Konsumen dengan status pekerjaan sebagai PNS memiliki pengeluaran setiap pembelian pada kisaran Rp.100.000 bahkan hingga Rp. 2.000.000. Konsumen dengan status pekerjaan wiraswasta memiliki pengeluaran setiap pembelian pada Rp. 100.001- Rp. 500.000. Status pekerjaan pelajar/mahasiswa dan ibu rumah tangga memiliki pengeluaran setiap pembelian yang paling minimum. Adapun yang mempengaruhi status pekerjaan dengan pengeluaran setiap pembelian cenderung dipengaruhi oleh gaya hidup yang dilakukan oleh konsumen. Konsumen denga status pekerjaan swasta cenderung menggunakan batik dalam berbagai kegiatan baik formal maupun semiformal. 47 Berbeda dengan konsumen yang memiliki status pekerjaan wiraswasta, pelajar/mahasiswa, dan ibu rumah tangga yang menggunakan batik untuk kegiatan ataupun acara tertentu. Tabel 7. Hasil tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan status pekerjaan Status pekerjaan Pengeluaran setiap pembelian Pelajar/ PNS Swasta Wiraswasta Mahasis IRT wa Total ≤Rp.100.000 9 22 2 5 5 43 Rp.100.001-Rp. 500.000 8 23 9 6 2 48 Rp.500.001-Rp. 1.000.000 1 1 1 1 2 6 Rp.1.000.001-Rp. 2.000.000 0 0 1 0 0 1 2 0 0 0 0 2 20 46 13 12 9 100 >Rp. 2.000.000 Total Chisquare 0,059 4.3.5 Tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan profesi Konsumen dengan profesi sebagai dosen/ guru merupakan konsumen yang mayoritas melakukan pembelian dengan pengeluaran ≤ Rp. 100.000 dengan persentase 21 persen dan juga pengeluaran sebesar Rp.100.001- Rp. 500.000 sebesar 17 persen. Terdapat perbedaan yang tidak begitu jauh pada pengeluaran setiap pembelian yang dilakukan oleh dosen/ guru. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai aspek yang dimiliki baik secara ekonomi maupun persepsi. Mayoritas dosen/ guru yang melakukan pembelian sebesar Rp. 100.001-Rp. 500.000 merupakan dosen/ guru yang berasal dari sekolah maupun institusi pendidikan yang cukup populer, sehingga dapat dikatakan didukung dari kemampuan finansial yang cukup tinggi dalam mendukung daya beli terhadap pengeluaran setiap pembelian yang dilakukan. Selain itu, konsumen tersebut mecoba memberikan kekhasan dengan sekolah maupun institusi pendidikan yang menunjukkan identitas sebagai dosen/guru yang berasal dari Bogor. 48 Tabel 8. Hasil tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan profesi Pengeluaran Profesi setiap Pengusaha Dokter/ TNI/ Pemerintah pembelian Dosen/ atau Tenaga Pedagang Artis Konsultan Engineer Total Guru Polisi an Wirausaha Medis ≤Rp.100.000 Rp.100.001Rp.500.000 Rp.500.001Rp. 1.000.000 Rp.1.000.001Rp. 2.000.000 >Rp. 2.000.000 21 1 0 0 2 0 1 1 17 43 17 9 0 1 4 1 2 1 13 48 1 0 1 1 0 1 0 0 2 6 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Total 41 11 1 2 6 2 3 2 32 100 Chisquare 0,014 4.3.6 Tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan pendapatan Konsumen Batik Bogor Tradisiku dengan pendapatanrata-rata per bulan sebesar Rp. 2.000.001 - Rp.5.000.000 merupakan konsumen yang mayoritas melakukan pembelian dengan pengeluaran sebesar Rp. 100.001-Rp. 500.000 yaitu 23 persen. Pendapatan yang dimiliki konsumen pada rentang Rp. 2.000.001- Rp. 5.000.000 dapat dikatakan merupakan konsumen dengan tingkat pendapatan yang cukup mapan sehingga kemampuan mereka dalam melakukan suatu transaksi pembelian juga cukup tinggi. Selain itu pendapatan yang mapan juga mempengaruhi selera yang dimiliki, semakin tinggi pendapatan maka selera terhadap suatu produk pun meningkat sehingga ha ini akan beringan dengan harga yang ditawarkan. 49 Tabel 9. Hasil tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan pendapatan Pengeluaran Setiap Pembelian ≤Rp.100.000 Rp.100.001-Rp. 500.000 Rp.500.001-Rp. 1jt Rp.1.000.001-Rp. 2jt >Rp. 2.000.000 Total Chisquare Pendapatan Rp.1.000 Rp.2.000.0 Rp.5.000.0 Rp.10.000 ≤ 1jt .001 01 01 .001 Total - Rp.2jt - Rp.5jt - Rp.10jt -Rp.20jt 15 4 1 0 0 13 12 1 0 0 15 23 1 0 1 0 7 3 1 1 0 2 0 0 0 43 48 6 1 2 20 26 40 12 2 100 0.003 4.4. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk akan memiliki berbagai kriteria yang dipertimbangkan melalui suatu proses pengambilan keputusan. Adapun tahapan yang dilakukan pada proses pengambilan keputusan tersebut meliputi pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. 4.4.1 Pengenalan Kebutuhan Tahapan awal yang konsumen lakukan dalam pengambilan keputusan pembelian adalah mengetahui kebutuhannya. Pada tahapan pengenalan kebutuhan, konsumen akan mengeksplorasi kebutuhan atau masalah yang harus dipenuhi oleh suatu produk tersebut. Dalam menganalisis tahap pengenalan kebutuhan konsumen Batik Bogor Tradisiku dilakukan dengan memberikan pertanyaan mengenai alasan membeli Batik Bogor Tradisiku dan manfaat yang dicari setelah membeli Batik Bogor Tradisiku. Pada tabel 10 dapat terlihat alasan konsumen membeli Batik Bogor Tradisiku. 50 Tabel 10. Penyebaran konsumen berdasarkan alasan membeli Batik Bogor Tradisiku *Alasan membeli Batik Bogor Tradisiku Persentase (%) Bahan sandang 7 Harga yang ditawarakan 3 Ingin mencoba 18 Motif 45 Pengaruh orang lain 4 Merek baru 5 Kemudahan memperoleh 6 Promosi yang menarik 2 Warisan budaya yang harus dilestarikan 36 *Responden dapat memilih jawaban lebih dari satu (n =100 orang) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada responden Batik Bogor Tradisiku diketahui bahwa sebagian besar alasan konsumen membeli Batik Bogor Tradisiku oleh karena motif yaitu sebesar 45 %. Batik Bogor Tradisiku memiliki motif yang mencirikan kota Bogor, antara lain hujan gerimis, tugu kujang, daun talas, kujang kijang, dan kijang loncat. Motif- motif tersebut memberikan stimulus tersendiri bagi konsumen, sehingga konsumen membeli Batik Bogor Tradisiku. Alasan berikutnya adalah warisan budaya yang harus dilestarikan sebesar 36 persen, alasan ini merupakan alasan yang cukup dominan. Batik menjadi hal yang sangat fenomenal ketika diperebutkan oleh Malaysia dan Indonesia. Hal inilah yang menjadi langkah awal seluruh lapisan masyarakat untuk semakin mencintai batik sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan. Popularitas batik sebagai warisan budaya yang semakin meningkat membuat konsumen semakin peduli terhadap produk batik yang ada. Konsumen Batik Bogor Tradisiku menyadari bahwa dengan membeli batik tersebut adalah sebagai salah satu bentuk pengaplikasikan wujud kecintaan terhadap warisan budaya. Selanjutnya alasan yang berpengaruh bagi konsumen adalah ingin mencoba sebesar 18 persen. 51 Batik Bogor Tradisiku merupakan salah satu bentuk eksplorasi keanekaragaman batik yang mengusung kota Bogor. Hal ini membuat konsumen tertarik untuk mencoba produk batik baru tersebut. Selanjutnya, alasan lain untuk membeli Batik Bogor Tradisiku adalah sebagai bahan sandang sebesar 7 persen, kemudahan memperoleh sebesar 6 persen, merek baru sebesar 5 persen, pengaruh orang lain sebesar 4 persen, harga yang ditawarkan sebesar 3 persen, dan alasasan terakhir adalah promosi yang menarik sebesar 2 persen. Manfaat yang dicari konsumen Batik Bogor Tradisiku sangat beragam, yaitu memiliki bahan sandang yang bernilai, daya tarik tersendiri (khas), wujud pelestarian warisan budaya, kebanggaan, dan ilmu pengetahuan tentang batik. Manfaat yang dicari konsumen Batik Bogor Tradisiku dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Penyebaran konsumen berdasarkan manfaat yang dicari konsumen Batik Bogor Tradisiku Manfaat yang dicari Persentase (%) Memiliki bahan sandang yang bernilai 6 Daya tarik tersendiri (khas) 43 Wujud pelestarian warisan budaya 28 Kebanggaan 16 Ilmu pengetahuan tentang batik 7 Jumlah 100 Tabel tersebut menunjukkan bahwa manfaat terbesar yang dicari oleh konsumen Batik Bogor Tradisiku adalah daya tarik tersendiri (khas) sebesar 43 persen. Manfaat ini berdampingan dengan alasan utama konsumen dalam membeli Batik Bogor Tradisiku yaitu motif-motif yang dimiliki Batik Bogor Tradisiku yang memiliki ciri khas yang benar-benar identik dengan kekhasan Bogor. Salah satunya adalah kekhasan kota Bogor sebagai kota hujan dan ini menjadi daya tarik tersendiri yang dituangkan dalam motif hujan gerimis pada Batik Bogor Tradisiku. Manfaat selanjutnya yang dicari konsumen adalah wujud pelestarian warisan budaya sebanyak 28 persen. Batik Bogor Tradisiku 52 secara langsung mendeskripsikan bahwa batik tersebut berasal dari Bogor. Hal tersebut memudahkan konsumen dalam mewujudkan pelestarian batik sebagai warisan budaya, mengingat banyaknya produk tekstil impor yang menyerupai batik. Selain itu manfaat yang dicari konsumen Batik Bogor Tradisiku adalah kebanggaan sebesar 16 persen, ilmu pengetahuan tentang batik sebesar 7 persen, dan memiliki bahan sandang yang bernilai sebesar 6 persen. 4.4.2 Pencarian Informasi Konsumen yang telah mengenali kebutuhan dan manfaat yang diharapkan akan melakukan proses pencarian informasi terhadap kebutuhan tersebut. Dalam langkah pencarian informasi ini terdapat dua tahap yaitu pencarian internal, langkah pertama konsumen akan berusaha mengingat semua produk dan merek, serta langkah kedua konsumen akan berfokus kepada produk dan merek yang sangat dikenalnya. Setelah itu dilakukan dengan tahap kedua yaitu pencarian eksternal, proses pencarian informasi mengenai berbagai produk dan merek, pembelian maupun konsumsi kepada lingkungan konsumen. Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 10 diketahui bahwa sumber informasi yang paling dominan mengenai Batik Bogor Tradisiku adalah teman/kolega sebesar 57 persen. Kemudian diikuti oleh event/pameran sebesar 27 persen, keluarga sebesar 12 persen, penjual sebesar 3 persen, majalah/ koran sebesar 3 persen, dan yang paling terakhir adalah televisi sebesar 2 persen. Sumber informasi secara langsung merupakan sumber informasi yang efektif dalam menyampaikan informasi tentang Batik Bogor Tradisiku. Sumber informasi dari teman/kolega termasuk sumber pribadi yang merupakan sumber yang paling efektif dalam menyalurkan informasi. Informasi ini bersifat word of mouth merupakan salah satu media promosi yang sangat efektif. Hal ini dikarenakan karena produk dapat disampaikan secara spesifik, komunikasi yang terjalin dua arah, dan adanya feedback. 53 Tabel 12. Penyebaran konsumen berdasarkan sumber informasi mengenai Batik Bogor Tradisiku *Sumber Informasi Persentase (%) Keluarga 12 Teman/Kolega 57 Televisi 2 Penjual 3 Majalah/koran 3 Event/pameran 27 *Responden dapat memilih jawaban lebih dari satu (n = 100 orang) Sebagian besar konsumen memilih fokus perhatian utama mengenai Batik Bogor Tradisiku (tabel 13) yaitu motif sebesar 48 persen. Hal ini dikarenakan Batik Bogor Tradisiku memiliki motif yang menarik perhatian konsumen dengan memiliki kekhasan ikon-ikon kota Bogor, contohnya tugu kujang. Motif tersebut menggambarkan tugu kujang sebagai ikon kota Bogor yang lekat di benak konsumen. Fokus perhatian utama mengenai Batik Bogor Tradisiku terbanyak kedua yaitu bahan sebanyak 15 persen, karena bahan kain yang ditawarkan oleh Batik Tradisiku terdiri dari berbagai jenis kain mulai dari kain katun hingga kain sutra. Selain itu, bahan kain akan mempengaruhi harga yang ditawarkan oleh Batik Bogor Tradisiku. Semakin tinggi kualitas bahan kain yang ditawarkan, maka akan berdampak terhadap harga yang ditawarkan oleh Batik Bogor Tradisiku. Jaminan merupakan faktor perhatian utama yang paling sedikit yaitu sebesar satu persen, hal ini dikarenakan karena konsumen Batik Bogor Tradisiku hampir tidak pernah mendengar informasi konsumen yang kecewa setelah membeli Batik Bogor Tradisiku. 54 Tabel 13. Penyebaran konsumen berdasarkan fokus perhatian konsumen Batik Bogor Tradisiku Fokus Perhatian Persentase (%) Harga 5 Warna 7 Jaminan 1 Motif 48 Pelayanan 5 Bahan 16 Potongan harga 3 Tahan Lama 8 Lokasi 4 Jenis 3 Jumlah 100 4.3 Evaluasi Alternatif Informasi yang diperoleh konsumen akan membentuk kriteriakriteria yang bertujuan untuk membentuk evaluasi alternatif. Evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses ini konsumen membandingkan berbagai pilihan yang dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukannya. Dalam menganalisis evaluasi alternatif, konsumen Batik Bogor Tradisiku diberikan pertanyaan yang terkait dengan pertimbangan utama pada saat membeli, kriteria mutu bagi konsumen, dan solusi dari konsumen jika Batik Bogor Tradisiku tutup. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pertimbangan sebelum konsumen membeli Batik Bogor Tradisiku mayoritas memilih motif sebesar 52 persen. Kemudian diikuti dengan harga sebesar 27 persen, bahan sebesar 22 persen, warna 13 persen, tahan lama sebesar 8 persen, jenis sebesar 6 persen, potongan harga sebesar 5 persen, lokasi sebesar 4 persen, dan jaminan serta pelayanan sebesar 1 persen. Jaminan serta pelayanan merupakan pilihan yang paling sedikit dipilih, hal ini dikarenakan kedua hal tersebut tidak berpengaruh nyata dalam bentuk fisik dari produk tersebut. Konsumen merasakan jaminan serta pelayanan merupakan pertimbangan yang lebih cenderung menjadi nilai tambah untuk konsumen dalam memutuskan pembelian. 55 Tabel 14. Penyebaran konsumen berdasarkan pertimbangan sebelum memutuskan pembelian Batik Bogor Tradisiku *Pertimbangan untuk memutuskan Persentase (%) pembelian Harga 27 Warna 13 Jaminan 1 Motif 52 Pelayanan 1 Bahan 22 Potongan harga 5 Tahan Lama 8 Lokasi 4 Jenis 6 *Responden dapat memilih jawaban lebih dari satu Mutu produk merupakan kriteria yang diperlukan dalam melakukan evaluasi alternatif pada proses pengambilan keputusan pembelian. Berdasarkan pengolahan data diperoleh bahwa kriteria mutu yang paling dominan adalah bahan kain yaitu sebesar 42 persen dan diikuti oleh motif sebesar 39 persen. Bahan menjadi kriteria mutu yang lebih dominan bagi konsumen dibangdingkan motif. Hal ini disebabkan karena bahan mempengaruhi kepuasan konsumen secara nyata dan memiliki tingkat nilai yang objektif yaitu seperti nilai daya serap maupun tingkat kehalusan, sedangkan motif merupakan kriteria mutu yang nilainya tergantung pada perspektif masing-masing konsumen. Tabel 15. Penyebaran konsumen berdasarkan pertimbangan kriteria mutu Batik Bogor Tradisiku Kriteria mutu Persentase (%) Harga 4 Bahan 42 Merek 2 Jaminan 3 Kemasan 2 Motif 39 Variasi jenis 8 Jumlah 100 Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner (tabel 16) yang dilakukan, diketahui bahwa solusi konsumen jika Batik Bogor Tradisiku 56 sedang tutup, mayoritas konsumen memilih untuk membeli di outlet lain yang menjual Batik Bogor Tradisiku sebesar 53 persen. Adapun outlet lain yang menyediakan Batik Bogor Tradisiku adalah galeri restoran Gumati, hotel Salak, Novotel Bogor, dan juga Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Bogor. Solusi lain yang dilakukakan konsumen jika toko tutup adalah membatalkan niat membeli sebesar 22 persen, melakukan pemesanan sebesar 15 persen, dan membeli merek lain sebesar 10 persen. Tabel 16. Penyebaran konsumen berdasarkan solusi konsumen jika toko Batik Bogor Tradisiku sedang tutup Solusi jika toko tutup Persentase (%) Membeli di outlet lain yang menjual 53 Membatalkan niat membeli 22 Membeli merek lain 10 Melakukan pemesanan 15 Jumlah 100 4.4.4 Keputusan Pembelian Setelah melakukan evaluasi berbagai alternatif, tahap selanjutnya adalah konsumen akan melakukan keputusan pembelian. Analisis yang dilakukan pada tahap ini meliputi pola pembelian, pihak yang mempengaruhi keputusan pembelian, dan jenis batik yang dibeli konsumen. Berdasarkan analisis yang dilakukan, mayoritas pola pembelian konsumen adalah direncanakan dan memutuskan membeli yaitu sebesar 68 persen. Konsumen dengan pola pembelian tidak direncanakan dan memutuskan membeli adalah sebesar 32 persen. Konsumen yang melakukan proses keputusan pembelian dengan pola direncanakan dan memutuskan membeli adalah konsumen yang sebelumnya telah memiliki referensi tentang Batik Bogor Tradisiku. Berbeda dengan konsumen yang memiliki pola pembelian tidak direncanakan membeli, konsumen dengan pola pembelian ini biasanya adalah konsumen yang kebetulan sedang 57 menemani teman/kolega ataupun yang tidak sengaja melihat event/pameran yang diselenggarkan oleh Batik Bogor Tradisiku. Tabel 17. Penyebaran konsumen berdasarkan pola pembelian konsumen Batik Bogor Tradisiku Pola pembelian Direncanakan dan memutuskan Persentase (%) untuk membeli 68 Tidak direncanakan dan memutuskan untuk membeli 32 Jumlah 100 Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner (tabel 18) diketahui bahwa keputusan pembelian konsumen Batik Bogor Tradisiku dipengaruhi oleh diri sendiri sebesar 50 persen, teman/kolega sebesar 39 persen, keluarga sebesar 8 persen, dan penjual sebesar 3 persen. Diri sendiri memiliki pengaruh yang besar karena setiap konsumen memiliki selera masing-masing dan juga tentunya pembelian juga sangat dipengaruhi oleh daya beli masing-masing konsumen. Teman/kolega mempengaruhi keputusan pembelian konsumen Batik Bogor Tradisiku biasanya berupa pengalaman maupun word of mouth. Pihak keluarga memiliki pengaruh dalam keputusan pembelian konsumen karena mengetahui karakteristik individu maupun selera konsumen. Penjual menjadi bagian terkecil dari pihak yang mempengaruhi keputusan pembelian karena pada dasarnya penjual hanyalah fasilitator yang membantu konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya. Tabel 18. Penyebaran konsumen berdasarkan pihak yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen Batik Bogor Tradisiku Pihak yang mempengaruhi Keluarga Diri sendiri Teman/ Kolega Penjual Jumlah Persentase (%) 8 50 39 3 100 58 Jenis batik yang ditawarkan oleh Batik Bogor Tradisiku adalah: 1. Batik Tulis Batik tulis merupakan jenis batik yang dibuat dengan menggunakan canting. Pembuatan batik tulis ini lebih lama yaitu sekitar 23 bulan. Proses pembuatannya yaitu membuat pola atau desain, menyanting, memberi warna (pencelupan atau pencoletan), dan perebusan atau pelodoran. Batik tulis tidak memiliki motif pengulangan yang jelas dengan ukuran garis motif yang relatif kecil dibandingkan dengan batik cap. Batik tulis yang diproduksi oleh Batik Bogor Tradisiku hanya ada satu kain untuk setiap motifnya. Harga jual batik tulis berkisar antara Rp 500.000,00 hingga Rp. 1.500.000. Semakin rumit motif yang digunakan semakin mahal harga jual batik tulis. Selain itu bahan kain juga menentukan harga jual, untuk kain batik yang menggunakan kain katun harga berkisar antara Rp 500.000,00 sampai Rp 750.000,00 dan untuk jenis kain sutra dikenakan harga jual Rp 1.500.000,00 bahkan bisa mencapai > Rp. 2.000.000. Disamping itu semakin banyak warna yang digunakan maka semakin mahal harga jual kain batik tulis. Batik tulis sebenarnya adalah batik yang sangat disukai oleh hampir seluruh konsumen Batik Bogor Tradisiku, namun harga yang ditawarkan sangat tinggi. 2. Batik cap Batik cap adalah corak batik yang dibentuk dengan canting cap yang terbuat dari cap tembaga. Biasanya proses pembuatan batik cap lebih cepat dari batik tulis. Batik cap desainnya dikerjakan manual dengan menggunakan canting cap yang biasanya terbuat dari tembaga lalu dilakukan kegiatan menorehkan malam dengan menggunakan canting. Pada dasarnya pembuatan batik cap menyerupai batik tulis, hanya saja tidak serumit maupun prosesnya tidak begitu lama yaitu hanya 2-3 hari saja. Sama halnya dengan batik tulis, Batik Bogor Tradisiku hanya memproduksi satu motif kain untuk satu kain, walaupun memiliki motif yang sama namun pewarnaan akan berbeda. Harga jual batik cap berkisar antara Rp 200.000,00 sampai dengan Rp 400.000,00. Harga ditentukan 59 oleh rumitnya motif dan juga banyaknya warna dalam satu kain serta bahan kain yang digunakan. Pada dasarnya batik cap yang ditawarkan oleh Batik Bogor Tradisiku cukup relatif tinggi, hal ini dikarenakan teknik pembuatan batik cap yang dilakukannya sebenarnya hampir sama dengan pembuatan batik tulis. Oleh karena itu, tak heran jika mayoritas konsumen memilih untuk membeli batik cap, karena batik cap tersebut menyerupai batik tulis dan harga yang ditawarkan tidak setinggi harga batik tulis. 3. Kain printing (batik printing) Kain printing adalah kain yang bermotif batik sehinga sering disebut juga dengan batik printing. Kain printing tidak dikategorikan dalam batik karena dalam proses pembuatannya tidak menggunakan canting dan malam. Kain printing dalam proses pembuatannya dicetak melalui proses sablon. Prosesnya sama seperti pembuatan spanduk atau kaos sablon namun dengan motif batik Bogor dan bahan warna yang lebih bagus mutunya. Permukaan kain batik sablon jika dilihat hanya satu sisi saja yag bergambar, sedangkan sisi lainnya polos. Hal inilah yang membedakan dengan apa yang disebut dengan batik yang sesungguhnya “batik asli” karena pada dasarnya batik harus menggunakan malam seperti jenis batik cap dan batik tulis. Harga kain printing berkisar antara Rp 65.000,00 sampai Rp 125.000,00 dan ditentukan berdasarkan jenis kain dan jumlah pemesanan. Harga yang tidak begitu mahal ini menjadi salah satu hal yang membuat konsumen Batik Bogor Tradisiku sangat menyukainya (tabel 19) Pada dasarnya perbandingan harga pun tercermin dari jenis batik yang ditawarkan oleh Batik Bogor Tradisiku. Jenis batik tulis setara dengan 2 kali lipat harga batik cap dan 10 kali harga kain printing. Batik cap setara 2 kali dari harga kain printing. 60 Tabel 19. Penyebaran konsumen berdasarkan jenis batik yang dibeli oleh konsumen Batik Bogor Tradisiku Jenis Batik Persentase (%) 35 44 21 100 Printing Cap Tulis Jumlah 4.4.5 Perilaku Pasca Pembelian Tahap terakhir dari proses pengambilan keputusan pembelian adalah evaluasi pasca pembelian. Penggunaan produk memberi informasi baru bagi konsumen sejauh mana produk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Keyakinan dan sikap yang terbentuk dari tahap ini akan langsung mempengaruhi niat pembelian di masa yang akan datang. Analisis yang diperoleh pada perilaku pasca pembelian salah satunya adalah tingkat kepuasan konsumen (tabel 20). Mayoritas konsumen merasa puas dan ingin kembali ke Batik Bogor Tradisiku, hal ini terlihat jelas dari persentase mutlaknya sebesar 93 persen. Daya tarik (kekhasan) motif Batik Bogor Tradisiku merupakan keunggulan yang memberikan tingkat kepuasan maksimal bagi konsumen. Sedangkan konsumen yang tidak puas dan tidak ingin kembali lagi memiliki persentase yang tidak begitu jauh berbeda persentasenya dengan konsumen yang tidak puas dan ingin kembai lagi. Tabel 20. Penyebaran konsumen berdasarkan tingkat kepuasan konsumen Batik Bogor Tradisiku Tingkat Kepuasan Puas dan ingin kembali lagi Tidak puas dan tidak ingin kembali lagi Tidak puas dan ingin kembali lagi Jumlah Berdasarkan pengolahan data Persentase (%) 93 3 4 100 (tabel 19), jika konsumen dihadapkan dengan kondisi Batik Bogor Tradisiku tidak tersedia, sebanyak 65 persen konsumen memilih untuk melakukan pemesanan, sebanyak 19 persen membeli batik merek lain , dan sebanyak dua persen konsumen 61 tidak jadi membeli. Kegiatan pemesanan yang dilakukan konsumen menunjukkan usaha konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keiginannya secara maksimal yang ingin diperoleh melalui Batik Bogor Tradisiku. Tabel 21. Penyebaran konsumen berdasarkan sikap konsumen jika Batik Bogor Tradisiku tidak tersedia Sikap konsumen jika Batik Bogor Tradisiku Persentase (%) tidak tersedia Melakukan pemesanan 65 Tidak jadi membeli 16 Membeli merek lain 19 Jumlah 100 Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner (tabel 22) diperoleh bahwa sikap konsumen jika Batik Bogor Tradisiku mengalami kenaikan harga, maka konsumen akan tetap membeli sebanyak 65 persen. Sedangkan sebagian konsumen lagi memilih untuk beralih ke tempat lain yang lebih murah sebanyak 22 persen, dan tidak jadi membeli sebanyak 13 persen. Konsumen yang sebagian besar memilih tetap membeli Batik Bogor Tradisiku jika produk mengalami kenaikan harga karena kenaikan harga Batik Bogor Tradisiku tidak berpengaruh signifikan bagi konsumen, mengingat batik tidaklah sama dengan kebutuhan primer yang harus dibeli setiap harinya. Tabel 22. Penyebaran konsumen berdasarkan sikap konsumen jika Batik Bogor Tradisiku mengalami kenaikan harga Sikap konsumen jika harga Batik Bogor Tradisiku naik Akan tetap K membeli Tidak akan membeli Mencari batik lain yang harganya murah Jumlah Persentase (%) 65 13 22 100 Konsumen yang melakukan pembelian ulang Batik Bogor Tradisiku adalah konsumen yang puas dan berminat berkunjung kembali ke Batik Bogor Tradisiku dan konsumen yang tidak melakukan pembelian ulang, merupakan konsumen yang tidak berminat lagi untuk kembali lagi ke Batik Bogor Tradisiku. Mayoritas konsumen berminat untuk 62 melakukan pembelian ulang Batik Bogor Tradisiku dengan persentase 97 persen dan hanya tiga persen konsumen yang tidak berminat untuk melakukan pembelian ulang di Batik Bogor Tradisiku (tabel 23). Tabel 23. Penyebaran konsumen berdasarkan minat melakukan pembelian ulang Batik Bogor Tradisiku Minat melakukan pembelian ulang Persentase (%) 97 3 100 Ya Tidak Jumlah Kepuasan ataupun pengalaman yang dirasakan konsumen akan diceritakan kepada pihak lain. Dari hasil pengolah data (tabel 24) diketahui bahwa sebagian besar konsumen menyatakan bersedia untuk menyarankan orang lain untuk membeli Batik Bogor Tradisiku sebanyak 95 persen, sedangkan konsumen yang tidak bersedia sangat sedikit sekali yaitu sebanyak 5 persen. Pihak pemasar perlu meningkatkan kepercayaan dan keyakinan konsumen agar timbul kesan yang mendalam bagi konsumen hingga merasa harus menyarankan dan mempengaruhi orang lain membeli Batik Bogor Tradisiku karena daya tarik tersendiri (kekhasan) dari motif yang dimilikinya. Tabel 24. Penyebaran konsumen berdasarkan kesediaan konsumen untuk mempromosikan Batik Bogor Tradisiku Kesediaan Tradisiku Ya Tidak Jumlah konsumen mempromosikan Batik Bogor Persentase (%) 95 5 100 4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen Batik Bogor Tradisiku Analisis faktor pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap atribut-atribut yang dimiliki Batik Bogor Tradisiku. Analisis faktor digunakan untuk mengidentifikasi sejumlah variabel yang memiliki karakter yang sama, sehingga dapat membuang atau menyertakan variabel-variabel yang memiliki korelasi. Pada prinsipnya 63 analisis faktor mengelompokkan variabel-variabel yang memiliki kemiripan untuk dijadikan satu faktor sehingga beberapa atribut yang mempengaruhi suatu komponen variabel dapat diringkas menjadi beberapa faktor yang jumlahnya lebih sedikit tetapi tetap mencerminkan variabel awalnya. Pada penelitian ini terdapat 21 atribut yang dianalisis dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap Batik Bogor Tradisiku. Atribut-atribut yang dianalisis yaitu harga, diskon/potongan harga, bahan kain, motif, warna, kemasan menarik, tidak mudah luntur, kualitas tahan lama, ganti rugi, produk pendukung, event/pameran, daya tarik merek, tingkat kemudahan mengingat merek, merek terdaftar, public relation, kemudahan mendapatkan informasi, customer service, direct selling, kemudahan mendapatkan produk, lokasi, dan suasana toko. Pengujian korelasi antar variabel dalam faktor-faktor preferensi konsumen dilakukan dengan menggunakan metode Bartlett’s Test of Sphrecity dan pengukuran Keiser Meyer Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO-MSA). KMO-MSA digunakan untuk mengetahui variabel-variabel tersebut layak atau tidak untuk dianalisis selanjutnya. Nilai KMO-MSA dianggap mencukupi jika lebih besar atau sama dengan 0,5. Hasil dari KMO-MSA dalam penelitian ini adalah sebesar 0,752 dengan taraf nyata di bawah 0,05 (0,000<0,05). Nilai KMOMSA yang dihasilkan lebih besar dari 0,5 dan taraf nyata lebih kecil dari 0,05, maka variabel-variabel tersebut sudah layak untuk dianalisis lebih lanjut. Pada tabel Anti-Image Matrices di bagian anti-image correlation, terlihat sejumlah angka bertanda superscript “a” yang membentuk diagonal, angka tersebut menunjukkan besarnya nilai MSA sebuah variabel. Jika terdapat variabel yang memiliki nilai MSA lebih kecil dari 0,5, maka variabel tersebut harus dikeluarkan dan dilakukan pengulangan tanpa mengikutsertakan variabel yang tidak layak tersebut. Berdasarkan pengolahan data, pada bagian anti-image correlation tidak terdapat nilai MSA di bawah 0,5 pada masing-masing variabel yang dianalisis, sehingga dapat dianalisis lebih lanjut. Nilai MSA yang dimiliki masing-masing variabel dalam penelitian ini lebih besar dari 0,5 , sehingga variabel dapat digunakan dalam analisis faktor. Hasil perhitungan MSA ditunjukkan pada tabel anti-image matrics pada output anti-imagecorelation 64 Sekumpulan variabel yang ada akan diekstraksi, sehingga terbentuk faktor baru. Metode yang digunakan dalam analisis faktor ini adalah Principal Component Analysis (PCA) dimana dalam proses ini akan menghasilkan nilai communalities. Communalities menunjukkan nilai faktor yang menjelaskan varian variabel dan nilainya selalu bernilai positif. Pembentukan faktor ini dapat terlihat dalam tabel Total Variance Explained, tabel ini menjelaskan faktor yang dapat terbentuk dengan nilai eigenvalue diatas satu. Nilai eigenvalue menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varian seluruh variabel yang dianalisis. Pada tabel Total Variance Explained menunjukkan bahwa 21 variabel tersebut terdistribusi dalam tujuh faktor. Faktor-faktor yang terbentuk dari seluruh variabel memiliki total percentage of variance sebesar 67,302 persen, sehingga dapat diartikan bahwa penelitian ini bisa menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen Batik Bogor Tradisiku sebesar 67,302 persen dari total keseluruhan faktor yang ada. Nilai loading factor pada tabel Component Matrix perlu diperkuat agar perbedaan antara variabel yang masuk ke suatu faktor semakin jelas dengan melihat tabel Rotated Component Matrix karena merupakan hasil rotasi nilai dengan metode varimax. Metode varimax adalah metode rotasi untuk meminimalisasikan jumlah yang digunakan untuk menjelaskan indikator melalui nilai loading factor. Nilai loading factor berfungsi untuk mengetahui peranan masing-masing variabel dalam suatu faktor. Loading dengan nilai terbesar mempunyai peranan utama pada faktor tersebut. Variabel yang memiliki nilai loading factor terbesar dapat digunakan dalam pemberian nama faktor yang terbentuk. Selain pemberian nama faktor berdasarkan nilai loading factor terbesar, penamaan faktor juga dapat diberikan peneliti yang disesuaikan dengan komponen variabel-variabel yang terdapat di faktor tersebut. Sedangkan, variabel yang memiliki nilai loading factor < 0,5 menunjukkan nilai korelasi yang rendah, sehingga merupakan variabel yang begitu berpengaruh nyata dalam faktor ataupun tidak memiliki peranan yang berarti terhadap faktor yang terbentuk. Berikut merupakan hasil analisis faktor dari variabel-variabel yang telah diolah dan terbentuk menjadi tujuh faktor (tabel 25). 65 Tabel 25. Hasil analisis faktor Varian (%) Faktor Faktor Pertama ( Kompetensi produk) Faktor Kedua (Identitas produk) Faktor Ketiga ( Keandalan produk) Faktor Keempat ( Aksesibilitas produk) Faktor Kelima ( Layanan konsumen) Faktor Keenam (Estetika) Faktor Ketujuh ( Promosi penjualan) 26,009 9,905 8,437 6,690 6,076 5,316 4,868 Variabel Asal Motif Bahan kain Tidak mudah luntur Harga Event/pameran Daya tarik merek Merek terdaftar Public relation Kemudahan mengingat merek Tahan lama Produk pendukung Loading Factor 0,797 0,733 0,643 0,490 0,397 0,735 0,716 0,708 0,690 0, 721 0,717 Suasana toko Lokasi Kemudahan mendapatkan produk Customer service Direct sellling Kemudahan mendapatkan informasi 0,832 0,778 0,545 0,322 0,760 0,658 Warna Kemasan Diskon Ganti rugi 0,744 0,577 0,843 0,553 4.5.1 Faktor Pertama (Kompetensi Produk) Faktor pertama yang terbentuk dari hasil analisis faktor disebut sebagai kompetensi produk. Nilai eigenvalue yang dimiliki faktor pertama memiliki eigenvalue terbesar dari semua faktor yang ada yaitu 5,462, sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor ini merupakan faktor yang paling mempengaruhi prefernsi konsumen Batik Bogor Tradisiku. Faktor ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 26,009 persen. Hal ini menunjukkan bahwa preferensi konsumen terhadap Batik Bogor Tradisiku mempertimbangkan faktor kompetensi produk sebesar 26,009 persen. Faktor kompetensi produk merupakan faktor utama yang dipertimbangkan 66 konsumen ketika ingin membeli produk batik karena saat ini batik menjadi produk yang memiliki daya tarik, nilai, dan kekhasan tersendiri. Dari kelima variabel yang masuk dalam faktor kompetensi produk, nilai loading factor pada setiap variabel yaitu: motif (0,797), bahan kain (0,733), tidak mudah luntur (0,643), harga (0,490), dan event/pameran (0,397). Motif, bahan kain, dan tidak mudah luntur memiliki nilai korelasi yang berpengaruh nyata pada faktor kompetensi produk. Sedangkan pada variabel harga dan event/pameran memiliki ilai loading factor yang kurang dari 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa harga dan event/pameran memiliki nilai korelasi yang rendah karena kedua variabel tersebut kurang berpengaruh nyata pada kompetensi produk. Motif merupakan variabel dengan niali loading factor yang paling tinggi, karena motif merupakan daya tarik, nilai, dan kekhasan batik yang paling utama. Hal ini dibuktikan dengan konsumen yang selektif dalam memilih motif batik yang ditawarkan. Oleh karena itu Batik Bogor Tradisiku mengeksplorasi motif-motif yang dimilikinya sehingga memiliki kompetensi tersendiri di benak konsumen. Ketika konsumen menyukai motif dari batik tersebut maka konsumen pun akan mulai selektif memilih bahan kain. Bahan kain mempengaruhi kompetensi produk batik karena nilai motif batik akan berdampingan dengan bahan kain yang digunakan. Motif yang menarik dan khas, maka bahan kain yang digunakan tentunya adalah bahan kain yang memiliki kompetensi yag tinggi juga, seperti bahan kain yang terbuat dari sutra. Batik yang tidak mudah luntur menjadi pertimbangan yang menunjukkan kompetensi produk. Saat ini beragam jenis batik yang ditawarkan di pasaran, konsumen harus semakin selektif dalam memilih batik karena batik yang ada seringkali mudah luntur. Batik Bogor Tradisiku membuktikan kepada konsumen bahwa mereka tidak akan kecewa dengan membeli produk Batik Bogor Tradisiku karena konsumen tidak akan menemukan batik yang mudah luntur. Jika konsumen menemukan bahwa produk Batik Bogor Tradisku mudah luntur, konsumen dapat mengembalikannya. 67 Harga dan event/pameran merupakan bagian dari kompetensi produk, berdasarkan pengolahan data menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak memiliki pengaruh nyata terhadap preferensi konsumen. Hal ini dikarenakan harga bukanlah prioritas yang utama bagi konsumen. Konsumen yang merasa puas dengan suatu produk akan membeli produk tersebut tanpa mempermasalahkan harga yang ditawarkan. Event/ pameran merupakan bagian dari komunikasi pemasaran yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada konsumen secara luas dan dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu, konsumen merasa bahwa event/pameran hanyalah sebagai bagian dari kompetensi produk. 4.5.2 Faktor Kedua (Identitas Produk) Faktor kedua yang terdiri dari daya tarik merek, merek terdaftar, public relation, dan kemudahan mengingat merek sehingga dapat disebut sebagai identitas produk. Faktor identitas produk memiliki eigenvalue sebesar 2,080 menunjukkan keragaman data sebesar 9,905 persen, yang artinya konsumen mempertimbangkan variabel-variabel dalam faktor tersebut sebesar 9,905 persen. Nilai loading factor berada pada 0,690 sampai 0,735. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keeratan antara variabel dengan faktor yang terbentuk. Identitas produk menjadi bagian penting karena akan memudahkan konsumen dalam mengenal maupun mengingat produk tersebut. Batik Bogor Tradisiku merupakan merek yang memiliki daya tarik. Pertama adalah kata “Batik Bogor” yang secara langsung menyatakan kepada konsumen bahwa ini adalah batik yang berasal dari Bogor, karena mayoritas konsumen hanya mengenal batik Jawa seperti Pekalongan, Solo, maupun Jawa. Kedua adalah “Tradisiku” yang secara langsung memberikan stimulus kepada konsumen bahwa batik merupakan tradisi yang dimiliki. Merek Batik Bogor Tradisiku tersendiri telah terdaftar sejak 15 Januari 2009 di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor. Adanya legalitas merek tersebut membantu menjawab konsumen tentang tingkat orisinilitas produk. 68 Public relation membuat pengenalan terhadap identitas produk dapat tersampaikan secara meluas. Batik Bogor Tradisiku menjalankan kegiatan public relation dengan pihak pemerintah maupun swasta. Kegiatan seperti ini mampu menciptakan hubungan yang berkesinambungan. Batik Bogor Tradisiku telah melakukan banyak cara yang difasilitasi oleh Dekranasda kota Bogor, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Bogor, Kementrian Perindustrian dan Perdagangan, bahkan stasiun televisi lokal maupun televisi nasional. Hal ini merupakan salah satu kunci Batik Bogor Tradisiku untuk mengenalkan identitas produknya kepada konsumen. Produk yang telah memiliki daya tarik merek, dipublikasikan secara legal, dan dikomunikasikan dengan baik, maka akan terbentuklah image yang kuat terhadap merek tersebut. Image yang terbentuk tersebut akan melekat dengan mudah diingatan konsumen sehingga ketika mencari produk tersebut, konsumen akan secara spontanitas menyatakan merek tersebut. 4.5.3 Faktor Ketiga (Keandalan produk) Faktor ketiga yang terbentuk disebut sebagai keandalan produk, karena faktor ini meliputi kualitas tahan lama dan produk pendukung. Faktor ini memiliki eigenvalue sebesar 1,772 dengan keragaman data 8,347 persen. Adapun nilai loading factor yang dimiliki adalah kualitas tahan lama sebesar 0,721 dan produk pendukung 0,717. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pada produk tersebut memiliki keeratan nyata dalam mempengaruhi faktor keandalan produk. Kepuasan produk akan mempengaruhi preferensi konsumen. Kualitas tahan lama dari produk akan membuat konsumen memperoleh keandalan tersendiri dari produk tersebut. Batik Bogor Tradisiku mewujudkan keandalan produk melalui kualitas tahan lama dan adanya produk pendukung. Kualitas tahan lama Batik Bogor Tradisiku ditunjukkan dengan umur ekonomis yang cukup. Umur ekonomis batik terlihat dari terjadinya penyusutan kain pada batik ataupun memudarnya warna. Batik Bogor Tradisiku menjaga kualitas tahan lama tersebut dengan selektif memilih bahan kain maupun pewarna terbaik. 69 Produk pendukung merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keandalan produk. Produk pendukung yang dimaksud dari Batik Bogor Tradisiku antara lain dengan menyediakan lerak untuk mencuci dan merawat batik serta produk olahan dari batik yang bukan sekedar sebagai bahan sandang saja tetapi dalam bentuk lain seperti dompet, tas, boneka, maupun aksesoris lainnya. Adanya produk pendukung tersebut dipelopori oleh para konsumen Batik Bogor Tradisiku yang ingin mendapatkan keandalan produk yang lebih dari kegunaan batik pada umumnya. Hal ini terlihat dengan adanya permintaan konsumen untuk pembuatan produk pendukung berupa tempat tusuk gigi, dompet, dan tas dalam jumlah yang cukup banyak, bahkan konsumen seringkali datang untuk memesan produk pendukung yang sesuai dengan keinginanya. 4.5.4 Faktor Keempat (Aksesibilitas Produk) Faktor keempat dinamakan aksesibilitas produk dan mampu menjelaskan keragaman data 6,690 persen dengan nilai Eigenvalue sebesar 1,405. Faktor aksesibilitas produk meliputi suasana toko, lokasi, dan kemudahan mendapatkan produk. Aksesibilitas produk akan mempengaruhi preferensi konsumen terhadap produk, karena dengan faktor tersebut akan membentuk pencitraan yang baik di benak konsumen. Suasana toko merupakan bagian terbesar dari aksesibiltas produk, karena menjadi pusat perhatian bagi konsumen. Suasana toko utama dari Batik Bogor Tradisiku dibuat dengan adanya kain-kain batik yang dijajarkan pada dinding maupun rak yang terbuat dari bambu, foto-foto dari event/pameran yang pernah diikuti oleh Batik Bogor Tradisiku, alunan musik, dan yang paling menarik dari suasana toko adalah adanya proses pembuatan batik. Adanya proses pembuatan batik membuat konsumen mendapatkan akses produk yang berbeda, karena konsumen dapat melihat langsung pembuatannya. Lokasi dari toko utama Batik Bogor Tradisiku adalah di Jalan. Jalak no.2 Tanah Sereal Bogor. Lokasi ini dinilai cukup mudah diakses bagi konsumen karena berada di ibukota, dahulu Batik Bogor Tradisiku 70 berada di desa Cibuluh, namun karena lokasi sudah tidak memungkinkan lagi, maka Batik Bogor Tradisiku pindah ke lokasi yang mudah diakses oleh konsumen. Lokasi toko yang berada di Cibuluh, saat ini hanya digunakan sebagai tempat proses produksi kain printing dan pewarnaan serta penjemuran batik. Selain itu, produk yang mudah diakses oleh konsumen, akan memberikan pencitraan yang baik. Batik Bogor Tradisiku selain tersedia di Jalan Jalak juga tersedia di Botani Square, Dekranasda kota Bogor, hotel Salak, dan Novotel Bogor dan galeri restoran Gumati. Customer service merupakan variabel yang kurang berpengaruh nyata dalam mempengaruhi preferensi konsumen Batik Bogor Tradisiku. Hal ini dikarenakan, konsumen tidak merasakan pengaruh yang begitu signifikan terhadap aksesibilitas produk. 4.5.5 Faktor Kelima ( Layanan Konsumen) Faktor kelima yang terbentuk adalah faktor layanan konsumen. Faktor tersebut terbentuk atas meliputi direct selling dan kemudahan mendapatkan informasi. Faktor ini mampu menjelaskan keragaman data 6,076 persen dengan nilai Eigenvalue sebesar 1,276. Direct selling merupakan salah satu bentuk layanan terhadap konsumen yang mampu membentuk preferensi konsumen. Penerapan direct selling yang dilakukan Batik Bogor Tradisiku merupakan salah satu bentuk layanan yang mampu menjawab ketidaktahuan konsumen terhadap Batik Bogor Tradisiku. Adanya layanan konsumen seperti ini menjadi sarana yang mampu membantu penyampaian product knowledge dari Batik Bogor Tradisiku. Informasi menjadi bagian yang tak pernah lepas dari kehidupan konsumen, terlebih saat ini informasi dapat dengan mudah sekali diperoleh. Konsumen mendapatkan informasi terkait dengan Batik Bogor Tradisiku cukup mudah, karena adanya sumber informasi yang diperoleh dari pemerintahan kota Bogor, Dekranasda kota Bogor, Radar Bogor, bahkan Kementrian Perindustrian dan Perdagangan. Konsumen juga memperoleh informasi dari beberapa event seperti INACRAFT, UKM Expo, Batik submitt, dan Mojang Jajaka Bogor. Selain mempengaruhi 71 preferensi konsumen faktor layanan konsumen juga digunakan sebagai peluang dalam melakukan ekspansi pasar yang lebih besar lagi. 4.5.6 Faktor Keenam ( Estetika) Faktor keenam terdiri dari warna dan kemasan, sehingga faktor ini diberi nama estetika. Faktor ini mampu menjelaskan keragaman data 5,316 persen dengan nilai Eigenvalue sebesar 1,116. Nilai loading factor yang dimiliki adalah warna sebesar 0,744 dan kemasan 0,577, sehingga dapat diartikan bahwa kedua variabel ini memiliki pengaruh nyata dalam faktor estetika. Warna dari produk akan mempengaruhi preferensi konsumen karena konsumen memiliki selera masing-masing terhadap warna. Kemasan yang dibuat secara kreatif memberikan nilai estetika tersendiri sehingga konsumen semakin tertarik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyaknya paduan warna yang ditawarkan untuk memenuhi selera konsumen yang beragam dan semakin kreatifnya kemasan maka peluang preferensi konsumen kepada Batik Bogor Tradisiku akan semakin besar. Warna dari produk akan mempengaruhi preferensi konsumen karena konsumen memiliki kriteria masing-masing terhadap warna. Warna memiliki nilai keindahan atau yang sering disebut dengan estetika. Batik Bogor Tradisiku memiliki varian warna yang cukup banyak dan menarik. Hal ini ditunjukkan oleh Batik Bogor Tradisiku melalui batik yang berwarna-warni pada satu helai kain yang disebut dengan batik colek. Batik dengan warna tersebut memiliki estetika tersendiri bagi konsumen yang menyukainya. Konsumen menyukai varian ditawarkan di Batik Bogor Tradisiku karena konsumen merasa dimudahkan untuk menentukan dengan tepat warna melalui permesanan permintaan warna yang diinginkan sehingga memberikan kepuasan maksimal. Kemasan merupakan bagian dari produk yang memberikan estetika tersendiri sehingga menjadi daya tarik untuk lebih menyukai produk yang ditawarkan. Batik Bogor Tradisiku memberikan penawaran kemasan yang memiliki estetika, mulai dari tas, kemasan kotak yang penutupnya terbuat dari batik dengan varian warna maupun motif, maupun tas berbentuk segitiga. Kemasan kotak menjadi pilihan konsumen yang ingin 72 memberikan Batik Bogor Tradisiku sebagai buah tangan khas kota Bogor. Kemasan kotak merupakan kemasan yang ditawarkan dengan harga yang berkisar Rp. 25.000-Rp. 50.000/kotak tergantung permintaan konsumen. Berbeda dengan tas berbentuk segitiga merupakan kemasan yang diberikan secara cuma-cuma, khusus bagi pembelian yang cukup banyak maupun untuk pembelian pemesanan. Konsumen pembeliannya untuk personal diberikan kemasan berbentuk tas kertas coklat dengan motif hujan gerimis. 4.5.7 Faktor Ketujuh ( Promosi penjualan) Faktor ketujuh yang terbentuk disebut dengan promosi penjualan. Faktor tersebut terbentuk atas diskon dan ganti rugi. Faktor ini mampu menjelaskan keragaman data 4,868 persen dengan nilai Eigenvalue sebesar 1,022. Diskon ataupu potongan harga memiliki pengaruh yang cukup besar bagi preferensi konsumen. Hal ini ditunjukkan dengan nilai loading factor yang sangat besar yaitu 0,843, sehingga semakin menarik penawaran diskon/potongan harga yang diberikan maka semakin besar pengaruhnya terhadap preferensi konsumen. Diskon ataupun potongan harga memiliki pengaruh yang cukup besar bagi preferensi konsumen terhadap produk. Batik Bogor Tradisiku memberikan berbagai bentuk seperti diskon/potongan harga untuk konsumen yang membawa turis, pembelian yang cukup banyak, pemesanan khusus, maupun event-event tertentu. Ganti rugi adalah salah satu bentuk promosi penjualan yang diberikan oleh Batik Bogor Tradisiku yang mempengaruhi preferensi konsumen. Hal ini memberikan kepuasan tersendiri bagi konsumen, sehingga konsumen merasa tidak dirugikan ataupun kecewa dengan produk yang dibelinya. Ganti rugi digunakan untuk membangun merupakan salah satu cara yang kepercayaan konsumen sehingga menumbuhkan loyalitas konsumen serta menjaga reputasi Batik Bogor Tradisiku. 73 4.6. Implikasi Manajerial Konsumen merupakan salah satu inti dari kegiatan pemasaran. Perusahaan dituntut mengembangkan strategi pemasaran yang baik sehingga produk memiliki daya tarik lebih bagi konsumen. Daya tarik yang ditimbulkan akan mempengaruhi konsumen untuk membeli berapa pun produk yang ditawarkan. Daya beli konsumen yang meningkat akan memberi pengaruh yang signifikan bagi pihak perusahaan serta mampu meningkatkan daya saing terhadap perusahaan lain. Dalam memenuhi harapan konsumen akan produk yang dibutuhkan, perusahaan perlu menentukan secara tepat strategi marketing mix dan segmentation, targeting, dan positioning dari produk yang dihasilkan. Batik Bogor Tradisiku merupakan produk batik yang memiliki daya tarik tersendiri dari motif yang dimilikinya dan sedang berkembang sebagai unit usaha industri batik yang berpotensi di kota Bogor. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan Batik Bogor Tradisiku yang menjadi pionir pengembangan batik modern yang mengangkat ikon-ikon kota Bogor. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang lebih intensif lagi untuk mempertahankan serta mengembangkan apa yang sudah dimilikinya saat ini. Industri batik merupakan industri yang cukup potensial mengingat batik semakin diapresiasi sekaligus menjadi trend yang berkembang di masyarakat. Akibatnya peluang tumbuhnya unit usaha industri batik pun semakin meningkat, sehingga persaingan yang dihadapi Batik Bogor Tradisiku juga akan semakin besar. Batik Bogor Tradisiku harus mampu menetapkan strategi pemasaran yang tepat dan terintegrasi dengan baik untuk mempertahankan posisinya yang sudah cukup baik saat ini. Penentuan strategi yang dilakukan harus terkait dengan fungsi-fungsi manajerial yang efektif dan efisien. Fungsi-fungsi manajerial tersebut meiputi perencananaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Berdasarkan hasil analisis terhadap proses pengambilan keputusan dan preferensi konsumen terhadap Batik Bogor Tradisiku, didapatkan hasil mengenai karakteristik konsumen, proses pengambilan keputusan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap Batik Bogor Tradisiku. Langkahlangkah yang dapat dilakukan oleh Batik Bogor Tradisiku mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya di pasar berdasarkan hasil penelitian, antara lain: 74 1. Batik Bogor Tradisiku harus mengeksplorasi motif-motif yang dimilikinya secara berkesinambungan. Hal ini dikarenakan alasan dan fokus perhatian konsumen dalam membeli batik adalah dari motif yang dimilikinya dan konsumen juga memperoleh kekhasan dari batik tersebut. Selain itu eksplorasi motif menjadi pembeda dari kompetitor batik dari daerah lain. 2. Berdasarkan hasil penelitian, sumber informasi konsumen tentang Batik Bogor Tradisiku adalah dari teman/kolega. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode promosi yang paling efektif adalah word of mouth. Konsumen mempercayai informasi yang dikatakan konsumen yang telah membeli Batik Bogor Tradisiku, sehingga Batik Bogor Tradisiku harus mempertahankan positioningnya sebagai batik Bogor yang berkualitas baik sehingga konsumen merasa puas dan menceritakan pengalaman baik tersebut kepada konsumen lain. Selain itu metode word of mouth harus dikombinasikan dengan media lainnya seperti brosur, leaflet, majalah/koran, maupun melalui sosial media. Hal ini dikarenakan media akan mendukung kegiatan promosi yang lebih informatif mengenai Batik Bogor Tradisiku sehingga konsumen menjadi semakin yakin serta kegiatan promosi pun menjadi lebih efektif dan efisien. 3. Harga menjadi kekuatan otoritas dalam menaikkan atau menurunkan kemauan kosumen dalam membeli suatu produk. Harga yang ditawarkan Batik Bogor Tradisiku bukanlah menjadi hal terpenting karena ketika harga naik konsumen akan membelinya. Namun yang harus diperhatikan adalah peningkatan harga juga harus beriringan dengan mutu yang diberikan. Ketika harga tidak mampu memberikan kesesuaian mutu maka akan menjatuhkan posisi Batik Bogor Tradisiku di benak konsumen. 4. Pada hasil analisis faktor, faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen adalah kompetensi produk. Kompetensi produk yang berpengaruh nyata bagi konsumen adalah motif, bahan, dan tidak mudah luntur. Batik Bogor Tradisiku harus terus menjaga konsistensi dari ketiga hal tersebut. Hal ini dikarenakan kompetensi produk akan mempengaruhi reputasi dari Batik Bogor Tradisiku. Oleh karena itu Batik Bogor Tradisiku harus membuat positioning dari kompetensi produk melalui tagline yang menarik bagi konsumen. Adapun tagline yang diberikan antara lain: (1) “ I love Bogor, so I 75 love Batik Tradisiku, (2) “Everlasting story with Batik Bogor Tradisiku”,(3)“Bogor I’m in love with Batik Tradisiku”, (4)“ Exclusive batik from Batik Bogor Tradisiku”, dan (5) “ Culture for better future with Batik Bogor Tradisiku”.