BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini

advertisement
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasi yang dilaksanakan secara
prospektif terhadap pasien-pasien IMANEST.
3.2.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilakukan dari tanggal 1 Maret 2017 hingga 15 Mei 2017
di empat rumah sakit di tiga kabupaten/kota yang berbeda yakni:
1. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM)
2. Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan
3. RS Grand Medistra Lubuk Pakam
4. RS Umum Daerah Aceh Tamiang
3.3
Populasi dan Sampel
Populasi target adalah semua pasien IMANEST. Populasi terjangkau adalah
pasien IMANEST yang dirawat di PJT RSUP HAM, RS Pirngadi Medan, RS Grand
Medistra Lubuk Pakam, dan RSUD Aceh Tamiang. Sampel adalah populasi
terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Pengumpulan sampel dilakukan secara berurutan (consecutive sampling).
Peneliti hanya mengamati dan mencatat data yang dijumpai pada pasien. Seluruh
pemeriksaan dilakukan oleh dokter yang bertugas, baik dokter jaga maupun dokter
spesialis jantung.
3.4
Besar Sampel
Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian
analitik kategorik tidak berpasangan (Dahlan, 2005):
Universitas Sumatera Utara
30
2
(𝑍𝛼√2𝑃𝑄 + 𝑍𝛽√2𝑃1𝑄1 + 𝑃2𝑄2)
𝑛1 = 𝑛2 = (
)
P1 − P2
Zα
= deviat baku alpha
Zβ
= deviat baku beta
P2
= proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
Q2
= 1-P2
P1
= proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti
Q1
= 1-P2
P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
P
= proporsi total = (P1+P2)/2
Q
= 1-P
𝑛1 = 𝑛2
(1.64√2. (0.1). (0.9) + 0.84√2(0.247)(0.753) + (0.047). (0.953))
=(
)
0.3
2
𝑛1 = 𝑛2 = 21
Dari rumus diatas, didapat jumlah pasien minimal masing-masing
kelompok adalah 21 pasien.
3.4.1
Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah pasien dengan:
1. Pasien dengan diagnosis IMANEST berdasarkan kriteria diagnosis dari PERKI
yakni jika terdapat keluhan angina akut disertai peningkatan enzim jantung
yang bermakna tanpa adanya elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan
yang bersebelahan dan tanpa adanya blok berkas cabang kiri (Irmalita, 2015).
2. Pasien yang dilakukan pengukuran tekanan darah dan laju denyut jantung ketika
tiba pertama kali di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
31
3.4.2
Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah pasien dengan:
1. Pasien dengan blok AV derajat 2 dan 3
2. Pasien yang tiba dengan syok kardiogenik (Killip IV)
3. Pasien dengan beberapa kondisi lain yang menjadi penyebab utama peningkatan
enzim jantung. Kondisi tersebut antara lain:
a. Takiaritmia
b. Gagal jantung dekompensasi bukan dikarenakan SKA
c. Hipertensi emergensi
d. Penyakit kritis termasuk sepsis, syok non kardiogenik, dan luka bakar
e. Myocarditis
f. Kardiomiopati Tako-Tsubo
g. Stenosis aorta
h. Emboli paru
i. Gangguan ginjal akut
j. Spasme koroner
k. Kejadian neurologi akut (stroke, perdarahan subaraknoid)
l. Prosedur bedah jantung, hipo dan hipertiroid
m. Penyakit jaringan ikat (scleroderma, hemokromatosis)
n. Rabdomiolisis. (Roffi M 2015)
3.5
Definisi Operasional Variabel
1. IMANEST adalah subset dari sindroma koroner akut yang didiagnosis jika
terdapat keluhan angina akut dan dijumpai kenaikan enzim jantung dimana
EKG menunjukkan tidak ada elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan
yang bersebelahan atau blok berkas cabang kiri bila EKG sebelumnya tidak
diketahui, dan dengan atau tanpa disertai perubahan EKG diagnostik untuk
SKA (Irmalita, 2015).
2. Pasien dengan PJK adalah pasien yang telah didiagnosa menderita PJK, antara
lain pasien dengan riwayat IMA sebelumnya, pasien dengan keluhan angina
tipikal yang telah terbukti mengalami lesi obstruksi koroner, dan atau pasien
Universitas Sumatera Utara
32
yang dengan keluhan angina tipikal dan profil risiko nya mengarah ke diagnosis
PJK (Montalescot, 2013).
3. Merokok didefinisikan sebagai riwayat merokok aktif (sampai dengan
dilakukannya angiografi koroner) atau subjek baru berhenti merokok dalam 6
bulan terakhir (American Council on Exercise, 2016).
4. Riwayat hipertensi didefinisikan apabila memenuhi minimal salah satu kriteria
berikut ini (Chobanian, 2004):
-
Riwayat pernah didiagnosis oleh dokter menderita hipertensi dengan
tekanan darah sistolik > 140 dan atau tekanan darah diastolik > 90
-
Pada anamnesis dijumpai riwayat pemakaian obat anti hipertensi.
5. Diabetes mellitus didefinisikan sebagai berikut (Ryden, 2007):
-
Subjek selama ini telah atau pernah menggunakan obat hipoglikemik oral atau
insulin, atau hasil pemeriksaan kadar gula darah selama perawatan di rumah
sakit memenuhi salah satu dari kriteria berikut; kadar HbA1c ≥ 6.5%, kadar gula
darah puasa ≥ 126 mg/dl, atau kadar gula darah post prandial ≥ 200 mg/dl.
6. Dislipidemia adalah dijumpainya riwayat menderita dislipidemia dengan
kolesterol total >200 mg/dL atau kolesterol high density lipoprotein (HDL) <40
mg/dL atau low density lipoprotein (LDL) >130 mg/dL atau dengan pengobatan
menggunakan obat antihiperlipidemia (Expert Panel on Detection Evaluation
and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults, 2001).
7. KKvM selama perawatan didefinisikan sebagai terjadinya mortalitas
kardiovaskular, gagal jantung akut, syok kardiogenik, henti jantung mendadak
dan aritmia mengancam jiwa.
8. Mortalitas kardiovaskular merupakan kematian yang diakibatkan oleh infark
miokard, henti jantung mendadak, atau akibat gagal jantung.
9. Gagal jantung akut adalah ketidakmampuan jantung secara tiba-tiba
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh ditandai
dengan gejala sesak nafas dan atau tanda-tanda kongesti, kardiomegali pada
pemeriksaan foto roentgen dada, dan atau pemeriksaan ekokardiografi
menunjukkan kelainan struktural dan atau fungsional jantung (Dickstein, 2008).
Pada pasien yang tiba dengan kondisi gagal jantung, maka komplikasi gagal
jantung akut dinilai bila terjadi episode gagal jantung akut berulang.
Universitas Sumatera Utara
33
10. Syok kardiogenik adalah terjadinya hipoperfusi jaringan yang diinduksi oleh
gagal jantung setelah koreksi yang adekuat dari preload dan aritmia mayor.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau penurunan MAP >30 mmHg, dan produksi urin yang tidak ada atau
menurun <0.5 ml/kg/jam (Hasdai, 2002).
11. Aritmia mengancam jiwa adalah aritmia maligna termasuk fibrilasi ventrikel
dan takikardia ventrikel dengan atau tanpa denyut nadi (Amsterdam, 2014).
12. Tekanan darah adalah tekanan darah yang diukur di instalasi gawat darurat atau
saat pasien pertama kali tiba di RS. Pengukuran dilakukan dengan posisi pasien
berbaring dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang di IGD.
Pengukuran tekanan darah terdiri dari tekanan darah sistolik dan diastolik.
13. Laju denyut jantung adalah laju denyut jantung yang diukur di instalasi gawat
darurat atau saat pasien pertama kali tiba di RS. Pengukuran dilakukan dengan
posisi pasien berbaring dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang
di IGD.
14. Indeks syok adalah perbandingan antara laju denyut jantung dengan TDS.
(Bilkova, 2011)
3.6
Identifikasi Variabel
Variabel independen: indeks syok (skala kategorik).
Variabel dependen: KKvM terdiri dari gagal jantung, syok kardiogenik,
aritmia mengancam jiwa, dan mortalitas kardiovaskular (skala kategorik)
Variabel perancu adalah variabel yang tedapat di dalam skor GRACE dan
TIMI yang terdiri dari usia, setidaknya tiga faktor risiko klasik PJK, adanya riwayat
stenosis koroner yang signifikan, deviasi segmen ST, angina yang berat (kejadian
angina ≥ 2 kali dalam 24 jam terakhir), penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir,
peningkatan enzim jantung, laju denyut jantung, tekanan darah sistolik, kelas Killip,
kadar kreatinin serum, kejadian henti jantung saat tiba di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
34
3.7 Alur Penelitian
Kondisi klinis dan diagnosis awal ditentukan oleh dokter yang bertanggung
jawab pada saat menerima pasien (Granger CB 2003), baik dokter jaga maupun
dokter spesialis jantung pembuluh darah.
Peneliti melakukan pencatatan setiap hari terhadap pasien yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi dan mengikuti perkembangan pasien hingga pasien
pulang berobat jalan atau mengalami komplikasi kematian.
Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok yakni dengan indeks syok
rendah dan tinggi. Pada setiap kelompok dilihat adanya KKvM. Data lainnya yang
merupakan faktor perancu yang terdiri dari faktor risiko PJK (usia, merokok, DM,
hipertensi dan dyslipidemia), adanya riwayat stenosis koroner yang signifikan,
deviasi segmen ST, angina yang berat (kejadian angina ≥ 2 kali dalam 24 jam
terakhir), penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir, peningkatan enzim jantung, laju
denyut jantung, tekanan darah sistolik, kelas Killip, kadar kreratinin serum,
kejadian henti jantung saat tiba di rumah sakit juga dicatat.
Setelah semua data terkumpul, dilakukan pengolahan data untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan.
Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian
Universitas Sumatera Utara
35
3.8
Analisis Data
Statistik berbeda bermakna didefinisikan sebagai nilai p <0.05. (Dahlan
2005) Variabel kategorik dipresentasikan dengan jumlah atau frekuensi (n) dan
persentase (%). Variabel numerik dipresentasikan dengan nilai mean (rata-rata) dan
standar deviasi untuk data yang berdistribusi normal, sedangkan data numerik yang
tidak berdistribusi normal menggunakan median (nilai tengah) dengan nilai
minimal dan maksimal. (Dahlan 2005)
Uji normalitas variabel numerik pada seluruh subjek penelitian
menggunakan one sample Kolmogorov Smirnov (n>50) atau Shapiro Wilk (n<50).
Pada variabel numerik dibandingkan dengan uji T dua sampel bebas (Two Samples
Independent Student’s t-test) pada data yang terdistribusi normal atau tes Mann
Whitney U Test bila data tidak terdistribusi normal. (Dahlan 2005)
Variabel numerik yang bermakna secara statistik kemudian diubah menjadi
variabel kategorik berdasarkan nilai tertinggi dari analisis area receiver operating
characteristic (ROC)
Pada variabel kategorik dilakukan uji analisis menggunakan chi kuadrat
atau tes fisher. Untuk variabel yang ditemukan signifikan pada uji analisis bivariat,
dimasukkan ke uji multivariat dengan uji regresi logistik pada variabel kategorik
dan regresi linear pada variabel numerik. (Dahlan 2005)
Analisis kurva receiving operator characteristic (ROC) akan dilakukan
untuk menunjukkan kemampuan sensitivitas dan spesifisitas dari indeks syok.
(Dahlan 2005)
3.9
Etika Penelitian
Penelitian ini akan meminta persetujuan dari komite etik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
36
3.10.
Perkiraan Biaya
Tabel 3.1. Perkiraan Biaya Penelitian
Komponen biaya
Subtotal
Pengadaan literatur
Rp. 2.000.000
Pengadaan alat tulis dan fotokopi
Rp. 2.500.000
Pengumpulan dan pengolahan data
Rp. 2.500.000
Biaya transportasi (Medan - Lubuk
Rp. 10.000.000
Pakam – Aceh Tamiang)
Biaya komunikasi
Rp. 2.000.000
Biaya-biaya lain/tak terduga
Rp. 1.000.000
Total
Rp. 20.000.000
Universitas Sumatera Utara
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan secara serentak di empat rumah sakit yakni
RSUP Haji Adam Malik, RS Pirngadi Medan, RSUD Aceh Tamiang, dan RS Grand
Medistra Lubuk Pakam. Pengumpulan sampel dilakukan secara berurutan mulai
dari tanggal 1 Maret 2017 hingga 8 Mei 2017 (pada tanggal tersebut jumlah sampel
terpenuhi) dan pemantauan dilakukan hingga tanggal 15 Mei 2017 (waktu dimana
pasien terakhir pulang dari RS). Total sampel yang berhasil dikumpulkan berjumlah
49 orang. Sejumlah 16 orang sampel berasal dari RS Pirngadi Medan, 14 orang dari
RSUP Haji Adam Malik Medan, 11 orang dari RSUD Aceh Tamiang, dan 8 orang
sampel dari RS Grand Medistra Lubuk Pakam.
Pengamatan terhadap sampel dilakukan oleh peneliti dibantu dengan dokter
dan perawat lainnya, dan adanya KKvM dicatat di rekam medis pasien. Peneliti
melakukan koordinasi setiap hari dengan dokter dan perawat di empat rumah sakit
dan secara berkala berkunjung ke rumah sakit tersebut untuk pengambilan data.
4.1. Karakteristik Subyek Penelitian
Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok pasien
IMANEST dengan indeks syok rendah (≤0.7) sebanyak 28 orang (53%) dan indeks
syok tinggi (>0.7) sebanyak 21 orang (47%).
Keluhan utama yang dirasakan pasien berupa nyeri dada pada 32 orang
pasien (65%), nyeri ulu hati pada 2 orang (4%), dan sesak nafas pada 15 orang
(31%).
Kelompok pasien dengan indeks syok tinggi memiliki TDS lebih rendah,
TDD lebih rendah, dan laju denyut nadi lebih cepat, dimana ketiganya secara
statistik memiliki perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan lainnya adalah lebih
tingginya kadar ureum, kelas Killip, dan skor GRACE pada kelompok dengan
Universitas Sumatera Utara
38
indeks syok tinggi. Pada variabel lainnya tidak terlihat memiliki perbedaan yang
signifikan.
Tabel 4.1. Karakteristik klinis subyek penelitian
Karakteristik
Usia (tahun)
Jenis kelamin
(n, %)
Laki-laki
Perempuan
Tinggi Badan
(m)
Berat Badan
(kg)
Indeks Massa
Tubuh (kg/m2)
Faktor Risiko
PJK (n,%)
Hipertensi
Perokok
Diabetes
Dislipidemia
Riwayat
Keluarga
Menderita PJK
Prematur
Riwayat
Pemakaian
Obat Penyekat
Beta
Tekanan darah
sistolik
(mmHg)
Tekanan darah
diastolik
(mmHg)
Laju denyut
nadi (x/menit)
Tekanan Darah
Rerata (mmHg)
Indeks Syok
IS rendah
IS tinggi
(≤ 0.7)
(> 0.7)
n=28 (53%)
n=21 (47%)
Nilai p
58.67 ±
9.16
57.89 ± 7.22
59.71 ± 11.35
0.497*
37 (76%)
12 (24%)
1.65
(1.48-1.72)
65
(40-82)
22 (79%)
6 (21%)
1.65
(1.5-1.72)
66
(40-82)
15 (71%)
6 (29%)
1.65
(1.48-1.7)
65
(45-80)
0.429***
24.5 ± 2.8
24.4 ± 2.4
24.6 ± 3.3
0.805
37 (65%)
30 (61%)
16 (33%)
14 (29%)
5 (10%)
20 (71%)
18 (64%)
12 (43%)
9 (32%)
1 (3%)
17 (57%)
12 (57%)
4 (19%)
5 (24%)
4 (19%)
0.299**
0.612**
0.079**
0.523**
0.276**
3 (6%)
2 (7%)
1 (5%)
0.609**
137.9 ±
30.0
150.0 ± 25.1
122.0 ± 29.1
0.001*
80.9 ± 19.1
86.4 ± 16.4
73.6 ± 20.5
0.019*
91.3 ± 24.2
79.2 ± 18.0
107.5 ± 22.1
<0.0001*
103.4 ±
18.3
105.2 ± 16.5
101.0 ± 20.6
0.435*
Keseluruha
n subyek
(n=49)
0.565**
0.807***
Universitas Sumatera Utara
39
Indeks Syok
Kelas Killip
I
II
III
Perubahan EKG
- ST depresi
- ST elevasi
- T inversi
- Tanpa
perubahan
segmen ST
dan
gelombang
T
Perubahan EKG
- ST depresi (+)
- ST depresi (-)
Hb (mg/dl)
Ht (%)
Plt (/mm3)
Lekosit (/mm3)
KGD inisial
(mg/dL)
Ureum (mg/dL)
0.63
(0.32-1.2)
0.53
(0.32-0.68)
0.90
(0.71-1.2)
24 (49%)
16 (33%)
9 (18%)
19 (68%)
7 (25%)
2 (7%)
5 (24%)
9 (43%)
7 (33%)
28 (57%)
2 (4%)
7 (14%)
12 (25%)
14 (50%)
0 (0%)
7 (25%)
7 (25%)
14 (67%)
2 (9%)
0 (0%)
5 (24%)
28 (57%)
21 (43%)
13.0 ± 1.8
39.0 ± 5.5
245.000
(121,000548,000)
11,240
(4,83038,360)
120
(78-527)
39.2
(11-235)
1.3
(0.3-4.57)
14 (50%)
14 (50%)
12.9 ± 2.0
38.7 ± 5.5
247,000
(136,000385,000)
9,645
(4,83038,360)
116
(78-527)
34
(11-235)
1.06
(0.3-2.9)
14 (67%)
7 (33%)
13.2 ± 1.7
39.3 ± 5.6
244,000
(121,000 –
548,000)
11,700
(6,85021,060)
128
(97-349)
50
(24-154)
1.48
(0.6-4.57)
Kreatinin
(mg/dL)
Laju filtrasi
glomerulus
59.9
64.5
(mL/min/1.73
(11-252)
(15.3-252)
m2 )
Skor GRACE
117 ± 31.5
103.4 ± 31.7
Skor TIMI
3 (1-6)
3 (1-6)
* Two Samples Independent Student’s t-test
**Chi kuadrat / Fisher exact test
****Mann Whitney U test
<0.0001***
0.05**
0.243**
0.243**
0.624*
0.571*
0.96***
0.067***
0.808***
0.008***
0.066***
43.9
(11-177.8)
0.058***
135 ±31.7
3 (2-5)
<0.0001
0.623
Universitas Sumatera Utara
40
4.2. KKvM selama perawatan
Pada pemantauan selama pasien dirawat, dijumpai 5 orang pasien
meninggal (10.2%). KKvM lain yang dijumpai adalah syok kardiogenik pada 5
orang pasien (10.2%), dan gagal jantung akut pada 1 orang (2%). Pasien yang tidak
mengalami KKvM berjumlah 38 orang (77.6%). Penyebab kematian pada pasien
adalah 3 orang (60%) dikarenakan aritmia ganas dan 2 orang (40%) karena gagal
jantung akut.
Tabel 4.2. KKvM yang terjadi selama perawatan
KKvM
Frekuensi Kejadian
Kematian
5 (10.2%)
Gagal jantung akut
1 (2%)
Syok kardiogenik
5 (10.2%)
4.3. Hubungan indeks syok dengan KKvM
Indeks syok memiliki hubungan dengan terjadinya KKvM selama
perawatan. Kelompok pasien dengan indeks syok tinggi terlihat mengalami
kemungkinan risiko lebih tinggi mengalami KKvM (38.1% berbanding 10.7%).
Risiko pada kelompok dengan indeks syok tinggi sebesar 38.1 % dan risiko pada
kelompok indeks syok rendah sebesar 10.7%. Risiko relatif sebesar 0.381/0.107 =
3.56. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan indeks syok tinggi memiliki
risiko 3.56 lebih besar jika dibandingkan dengan pasien dengan indeks syok rendah
untuk mengalami KKvM selama perawatan.
Tabel 4.3. Hubungan Indeks Syok dengan KKvM
Karakteristik
Indeks syok
Keseluruhan
subyek
(n=49)
0.63
(0.32-1.2)
Kategori Indeks Syok
- Indeks syok > 0.7
21 (43%)
- Indeks syok ≤ 0.7
28 (57%
*Mann Whitney U test, **Fisher exact test
Indeks Syok
KKvM (+)
KKvM (-)
(n=11)
(n=38)
0.84
0.63
(0.4-1.2)
(0.32-1.2)
8 (38.1%)
3 (10.7%)
13 (61.9%)
25 (89.3%)
Nilai p
0.054*
0.037**
Universitas Sumatera Utara
41
Pada pasien kemudian dibagi menjadi kelas berjenjang berdasarkan rumus
pembagian interval kelas dengan rumus K = 1 + 3,33 log N. Dari rumus tersebut
didapatkan panjang kelas interval adalah 0.1. Oleh karena itu, klasifikasi indeks
syok kemudian dibagi menjadi 6 kelas yakni:
1. IS ≤ 0.7
2. IS 0.71 – 0.80
3. IS 0.81 – 0.90
4. IS 0.91 – 1.00
5. IS 1.01 – 1.10
6. IS 1.11 – 1.20
Uji regresi logistik antara ke enam kelas ini menunjukkan bahwa
peningkatan indeks syok secara berjenjang tidak memiliki perbedaan signifikan
dalam menyebabkan terjadinya KKvM .
Tabel 4.4. Hubungan Peningkatan Berjenjang Indeks Syok Dengan KKvM Pada
Seluruh Kelompok Subyek Penelitian
Syok Index
<= 0.7
0.71 – 0.80
0.81 – 0.90
0.91 – 1.00
1.01 – 1.10
1.11 – 1.20
Kejadian
KKVM
2 orang
3 orang
1 orang
0 orang
2 orang
Nilai p
Risk
95% CI
0.36
0.11
0.81
0.74
0.85
1
1
5.55
1.33
0.67
1.33
n/a
1
0.64 -47.8
0.11 – 15.7
0.06 – 7.35
0.06-26.6
n/a1
Uji regresi logistik kemudian dilakukan kembali dengan mengeluarkan
kelompok dengan indeks syok normal dan menjadikan kelompok indeks syok 0.710.8 sebagai pembanding. Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan indeks syok
secara berjenjang tidak memiliki perbedaan signifikan dalam menyebabkan
terjadinya KKVM .
Universitas Sumatera Utara
42
Tabel 4.5. Hubungan Peningkatan Berjenjang Indeks Syok Dengan KKvM pada
Kelompok dengan indeks syok tinggi
Syok Index
0.71 – 0.80
0.81 – 0.90
0.91 – 1.00
1.01 – 1.10
1.11 – 1.20
Kejadian
KKVM
2 orang
3 orang
1 orang
0 orang
2 orang
p-value
0.93
0.48
1
0.6
1
Risk
1
2.5
1
2
n/a
95% CI
1
0,19 – 32,19
0.08 – 12.5
0.09 – 44.3
n/a
Indeks syok terlihat tidak memiliki hubungan dengan terjadinya kematian.
Nilai rerata indeks syok pada kelompok yang mengalami kematian lebih tinggi
yakni 0.78 namun tidak memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik.
Tabel 4.6. Hubungan Indeks Syok dan Kematian
Karakteristik
Indeks syok
Kategori Indeks Syok
- Indeks syok > 0.7
- Indeks syok ≤ 0.7
*Mann Whitney U test
**Fisher exact test
Keseluruhan
subyek
(n=49)
0.63
(0.32-1.2)
21 (43%)
28 (57%
Indeks Syok
Meninggal
Hidup
(n=5)
(n=44)
0.78
0.63
(0.56-1.19)
(0.32-1.2)
3 (14.3%)
2 (7.1%)
18 (85.7%)
26 (92.9%)
Nilai p
0.276*
0.639**
4.4. Faktor prediktor terjadinya KKvM selama perawatan
Beberapa faktor dinilai mempengaruhi terjadinya KKvM selama perawatan.
Berbagai variabel pemeriksaan klinis dan laboratorium rutin dan skor TIMI dan
GRACE dianalisis sebagai faktor prediktor terjadinya mortalitas dan KKvM.
Hasilnya menunjukkan bahwa pada kelompok yang meninggal dijumpai dengan
usia lebih tinggi, TDD lebih rendah, dan skor GRACE lebih tinggi. Tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada TDS, laju denyut jantung, dan indeks syok pada
kelompok yang meninggal dan yang hidup.
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 4.7. Prediktor Kematian selama Perawatan
Karakteristik
Usia (tahun)
Jenis kelamin (n, %)
Laki-laki
Perempuan
Faktor Risiko PJK (n,%)
Hipertensi
Perokok
Diabetes
Dislipidemia
Riwayat Keluarga Menderita PJK
Prematur
Tekanan darah sistolik (mmHg)
Tekanan darah diastolik (mmHg)
Laju denyut nadi (x/menit)
Tekanan Darah Rerata (mmHg)
Indeks Syok
Klasifikasi indeks syok
indeks syok ≤ 0.7
indeks syok > 0.7
Kelas Killip II-III
Perubahan EKG
- ST depresi (+)
- ST depresi (-)
Hb (mg/dl)
Ht (%)
Plt (/mm3)
Lekosit (/mm3)
KGD inisial (mg/dL)
Ureum (mg/dL)
Kreatinin (mg/dL )
Laju filtrasi glomerulus (mL/min/1.73
m2)
Skor TIMI
Skor GRACE
Skor GRACE > 108
(risiko sedang)
Skor GRACE > 140
(risiko tinggi)
Pemberian Penyekat Beta selama
perawatan
Pemberian Enzim Pengkonversi
Angiotensin selama perawatan
Hidup
(n=44)
57 ± 8.1
Kematian
Meninggal
(n=5)
70 ± 10.8
Nilai p
0.003*
33 (75%)
11 (25%)
5 (80%)
1 (20%)
0.644**
29 (66%)
26 (59%)
15 (34%)
12 (27%)
4 (9%)
3 (60%)
7 (80%)
1 (20%)
2 (40%)
1 (20%)
0.574**
0.348**
0.468**
0.445**
0.430**
140 ± 30.4
83 ± 19
90.7 ± 23.2
104.5 ± 18.2
0.63
(0.32-1.2)
118 ± 17.9
64 ± 11.4
97 ± 34.6
93 ± 16.9
0.78
(0.56-1.19)
0.118*
0.036*
0.585*
0.183*
18 (85.7%)
26 (92.9%)
3 (14.3%)
2 (7.1%)
0.639**
22 (50%)
2 (40%)
0.520**
23 (53%)
21 (47%)
13 ± 1.7
39.2 ± 5.4
247,000
(121,000548,000)
10,595
(4,830-21,060)
119.5
(78-527)
39 (11-235)
1.2 (0.3-4.6)
63.4
(14-252)
3 (1-6)
113 ± 27.8
6 (100%)
0 (0%)
12.9 ± 2.5
37.9 ± 6.8
218,000
(136,000278,000)
18,234
(8310-38,360)
150
(97-357)
80 (36-152)
1.7 (1.4-3)
39
(11-54.5)
3 (3-5)
156 ± 39.6
21 (48%)
4 (80%)
0.349**
9 (20%)
3 (60%)
0.087**
31 (82%)
9 (82%)
0.679**
31 (82%)
7 (63%)
0.237**
0.276***
0.052**
0.838*
0.632*
0.187***
0.121***
0.697***
0.018***
0.022***
0.03***
0.753***
0.003*
* Two Samples Independent Student’s t-test
**Chi kuadrat / Fisher exact test
****Mann Whitney U test
Universitas Sumatera Utara
44
Pada analisa korelasi Pearson antara indeks syok dengan skor GRACE
dijumpai korelasi positif yang signifikan dengan nilai p <0.0001 dan koefisien
R=0.592 menandakan kekuatan yang cukup.
Tabel 4.8. Korelasi IS dengan skor GRACE
Indeks Syok
Skor GRACE
0.592
<0.0001
R
P
Pada analisa terhadap faktor prediktor terjadinya KKvM, dijumpai beberapa
faktor memiliki hubungan dengan KKvM. Faktor tersebut antara lain usia lebih tua,
TDS lebih rendah, TDD lebih rendah, tekanan darah rerata lebih rendah, indeks
syok lebih tinggi, kadar ureum lebih tinggi, kadar kreatinin lebih tinggi, dan laju
filtrasi glomerulus lebih tinggi. Pada beberapa faktor yang merupakan variabel
numerik kemudian diubah menjadi variabel kategorik berdasarkan analisis area
receiver operating characteristic (ROC). Dari hasil tersebut analisa ROC, beberapa
variabel di atas kemudian dilakukan analisis multivariat dengan regresi logsitik.
Tabel 4.9. Faktor Prediktor KKvM selama Perawatan
KKvM
Karakteristik
KKvM (+)
n = 11
66.5 ± 9.4
9 (82%)
Nilai p
7 (64%)
4 (36%)
0.254**
25 (66%)
23 (61%)
15 (40%)
11 (29%)
4 (11%)
7 (64%)
7 (64%)
1 (9%)
3 (27%)
1 (9%)
0.582**
0.571**
0.057**
0.617**
0.689**
143 ± 29
23 (61%)
85 ± 16
21 (55%)
90 ± 23
106.3 ± 17.1
25 (66%)
0.63
(0.32-1.2)
120 ± 27.5
5 (46%)
65.1 ± 16
3 (27%)
95.2 ± 28.6
93.4 ± 19.3
5 (46%)
0.84
(0.4-1.2)
0.023*
0.292**
0.001*
0.097**
0.552*
0.192*
0.287**
Usia (tahun)
Usia > 60 tahun
KKvM (-)
n = 38
56.4 ± 7.9
11 (29%)
Laki-laki
Perempuan
30 (79%)
8 (21%)
Faktor Risiko PJK (n,%)
Hipertensi
Perokok
Diabetes
Dislipidemia
Riwayat Keluarga Menderita PJK
Prematur
Tekanan darah sistolik (mmHg)
TDS > 130 mmHg
Tekanan darah diastolik (mmHg)
TDD > 80 mmHg
Laju denyut nadi (x/menit)
Tekanan Darah Rerata (mmHg)
MAP > 94 mmHg
Indeks Syok
0.001*
0.003
0.054***
Universitas Sumatera Utara
45
Klasifikasi indeks syok
Indeks syok ≤ 0.7
Indeks syok > 0.7
8 (38.1%)
3 (10.7%)
13 (61.9%)
25 (89.3%)
0.037**
Kelas Killip II-III
20 (53%)
4 (36%)
0.496**
19 (50%)
19 (50%)
13.1 ± 1.7
39 ± 5
255,000
(121,000548,000)
9,325
(4,830-21,060)
9 (82%)
2 (18%)
12.92 ± 2.3
39 ± 7
218,000
(126,000405,000)
12,360 (5,43038,360)
0.060**
16 42%)
9 (82%)
0.022**
119.5
(78-527)
34 (11-235)
8 (21%)
1.14
(30-4.57)
8 (21%)
65.8
(14-252)
4 (10.5%)
128
(91-357)
75 (36-154)
8 (73%)
1.72
(1-3)
7 (64%)
39
(11-63.3)
3 (27%)
0.615***
36 (80%)
4 (80%)
36 (80%)
2 (40%)
Perubahan EKG
- ST depresi (+)
- ST depresi (-)
Hb (mg/dl)
Ht (%)
Plt (/mm3)
Leukosit (/mm3)
Leukosit > 11,000
KGD inisial (mg/dL)
Ureum (mg/dL)
Ureum > 50 mg/dL
Kreatinin (mg/dL )
Kreatinin > 1.5 mg/dL
Laju filtrasi glomerulus
(mL/min/1.73 m2)
LFG < 30
Pemberian Penyekat Beta selama
perawatan
Pemberian Enzim Pengkonversi
Angiotensin selama perawatan
0.803*
0.993*
0.137***
0.048***
0.001***
<0.0001**
0.003***
0.012**
0.001***
0.178**
Tidak
siginifikan
0.068**
* Two Samples Independent Student’s t-test
**Chi kuadrat / Fisher exact test
****Mann Whitney U test
Hasil analisis multivariat menggunakan regresi logistik memperlihatkan
bahwa indeks syok bukan merupakan faktor prediktor independen terhadap KKvM
selama perawatan. Adapun yang menjadi prediktor independen KKvM adalah
kadar ureum > 50 mg/dL.
Universitas Sumatera Utara
46
Tabel 4.10. Analisis multivariat faktor prediktor terjadinya KKvM
Step 1
Step 2
Step 3
Variabel
Usia > 60 tahun
IS > 0.7
Leukosit > 11,000
Ureum > 50 mg/dL
Kreatinin > 1.5
Usia > 60 tahun
IS > 0.7
Leukosit > 11,000
Ureum > 50 mg/dL
Usia > 60 tahun
Leukosit > 11,000
Ureum > 50 mg/dL
Koef
5.502
1.780
4.767
10.374
1.035
5.543
1.789
4.767
10.521
5.263
5.970
13.773
p
0.1
0.595
0.152
0.046
0.975
0.090
0.588
0.152
0.030
0.095
0.084
0.008
CI 95%
0.721-42
0.213-14.904
0.562-40.445
1.046-102.909
0.121-8.881
0.765-40.174
0.219-14.637
0.563-40.357
1.264-87.604
0.75-36.945
0.785-45.414
1.958-96.867
Hasil analisis multivariat ini terkalibrasi dengan baik dimana pada grafik
receiving operator characteristic (ROC) menunjukkan kemampuan variabel yang
signifikan pada uji multivariat cukup baik dalam prediksi KKvM selama perawatan
dengan area di bawah kurva sebesar 0,898 dan nilai p < 0.0001.
Gambar 4.1. Kurva ROC pada Uji Multivariat
Tabel 4.11. Hasil Uji berdasarkan ROC
Area
0.898
Nilai p
<0.0001
Universitas Sumatera Utara
47
4.5. Analisis Subgrup Pasien IMANEST dengan Syok Kardiogenik
Analisis subgroup dilakukan terhadap pasien IMANEST dengan
mengeluarkan kelompok pasien yang mengalami kematian, dan menyisakan
kelompok pasien yang hidup selama perawatan.
Pada analisis subgroup terlihat beberapa faktor berbeda secara signifikan
antara kelompok yang mengalami syok kardiogenik dan yang tidak. Faktor tersebut
antara lain TDD, indeks syok, skor GRACE, kadar ureum, kreatinin, dan laju filtrasi
glomerulus.
Tabel 4.12. Analisa Subgrup Pasien IMANEST dengan Syok Kardiogenik
Karakteristik
Usia (tahun)
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Laju denyut nadi (x/menit)
Tekanan Darah Rerata
(mmHg)
Indeks Syok
Indeks syok > 0.7
Skor GRACE
Ureum (mg/dL)
Kreatinin (mg/dL )
Laju filtrasi glomerulus
(mL/min/1.73 m2)
Syok Kardiogenik
SK (-)
SK (+)
n = 39
n=5
56.6 ± 7.9
63.4 ± 8.6
143 ± 28.6
118 ± 38.2
85.6 ± 15.7
61.2 ± 29.6
89 ± 23
101 ± 20.6
106 ± 17
94 ± 25
0.63
(0.32-1.2)
13 (33%)
109.0 ± 27.1
34
(11-235)
1.32
(0.3-4.57)
65.7
(14-252)
0.85
(0.71-1.2)
5 (100%)
140 ± 15
64.7
(39-154)
1.77
(1.45-2.4)
36.6
(23.9-41.2)
Nilai p
0.079
0.083
0.005
0.286
0.15
0.015
0.008
0.016
0.022
0.019
0.01
Universitas Sumatera Utara
48
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan suatu penelitian bersifat prospektif di beberapa
tempat (multicenter) yang bertujuan untuk melihat peran indeks syok sebagai
prediktor KKvM pada pasien IMANEST selama perawatan. Penelitian ini
merupakan suatu penelitian observasi pada pasien yang dirawat di empat rumah
sakit berbeda pada rentang 1 Maret hingga 15 Mei 2017. Desain proepektif
memungkinkan peneliti melakukan perbandingan antara dua kelompok dan
mengikutinya dari waktu ke waktu dan adanya keseragaman terhadap hal yang
diobservasi. Hal ini mengurangi terjadinya bias dalam pengumpulan data dan
informasi. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sehingga memberikan
informasi yang mewakili beberapa populasi dan kesimpulan hasil penelitian dapat
mewakili kelompok populasi yang sebenarnya.
Penelitian ini menghasilkan data karakteristik dan analisis terhadap subyek
penelitian yang dapat memberikan informasi, mendukung ataupun membantah
teori-teori yang telah dikemukakan dari penelitian-penelitian sebelumnya perihal
kemampuan indeks syok sebagai prediktor komplikasi IMA.
Karakteristik
dasar
subyek
penelitian
antara
kedua
kelompok
memperlihatkan perbedaan signifikan pada TDS, TDD, dan laju denyut jantung.
TDS dan laju denyut jantung pasti berbeda antara kedua kelompok sehingga
menghasilkan nilai indeks syok yang berbeda pula. Pada kelompok pasien dengan
indeks syok tinggi terlihat memiliki TDD lebih rendah. Hal ini menggambarkan
bahwa pada kelompok indeks syok tinggi terjadi penurunan resistensi perifer (yang
terlihat dari tekanan darah diastolik). Tidak terdapat perbedaan dalam penggunaan
obat penyekat reseptor beta yang mungkin mempengaruhi laju denyut jantung.
Perbedaan lain adalah pada kelas Killip dan kadar ureum. Pada kelompok
pasien dengan indeks syok tinggi memiliki kelas Killip lebih tinggi yakni kelas IIIII dan kadar ureum lebih tinggi (rata-rata 50).
Universitas Sumatera Utara
49
Perbedaan lain juga terlihat pada skor GRACE. Pasien dengan IS tinggi
memiliki skor GRACE lebih tinggi (mean = 135). Pada analisis korelasi terlihat
indeks syok memiliki korelasi yang cukup dan signifikan dengan skor GRACE. Hal
ini mendukung upaya untuk melakukan stratifikasi risiko yang bermakna dan lebih
mudah pada situasi dimana berbagai variabel skor GRACE tidak atau belum
tersedia.
Angka komplikasi kematian pada penelitian ini sebesar 10.2% dan angka
ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian SKA pada penelitian
GRACE yakni sebesar 4.6%. (Granger CB 2003). Jika dibandingkan pada populasi
khusus IMANEST, maka angka ini sejalan dengan penelitian Mohaved dkk yang
menunjukkan kejadian kematian sebesar 11.3% pada kasus IMANEST di Amerika
Serikat tahun 2004 (Mohaved MR 2011). Kelompok pasien yang mengalami
kematian berusia lebih tua, TDD lebih rendah, skor GRACE yang lebih tinggi,
disertai penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serta penurunan laju filtrasi glomerulus.
Indeks syok tidak memprediksi kejadian kematian selama perawatan.
Walaupun terdapat perbedaan nilai rerata kelompok yang meninggal (nilai median
indeks syok 0.78) dan kelompok yang hidup (indeks syok 0.63) namun perbedaan
tersebut tidak berbeda signifikan. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah
karena angka kematian pada penelitian ini 60% disebabkan aritmia ganas. Salah
satu penelitian terbesar yang meneliti prediksi kejadian aritmia menunjukkan
bahwa hanya fraksi ejeksi ventrikel kiri, kadar troponin I puncak >7Ug/l dan skor
GRACE yang menjadi prediktor kejadian aritmia maligna. (Zorzi A 2015).
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dalam memprediksi kematian,
faktor yang signifikan adalah usia, fungsi ginjal, dan skor GRACE. Hal ini semakin
menguatkan kemampuan skor GRACE dalam memprediksi kematian dalam rumah
sakit. Skor GRACE lebih baik dibandingkan skor TIMI dalam memprediksi
kematian pada penelitian ini. Akan tetapi pada penelitian ini terlihat bahwa nilai
patokan skor GRACE 108 dan 140 (batas risiko sedang dan tinggi) tidak memiliki
perbedaan statistik yang signifikan. Hal ini mungkin terjadi karena skor GRACE
sendiri merupakan suatu grafik linear yang memprediksi probabilitas secara linear.
Mengingat bahwa indeks syok berkorelasi signifikan (R=0.59) dengan skor
Universitas Sumatera Utara
50
GRACE, maka indeks syok dapat digunakan sebagai alternatif dimana variabel
pemeriksaan pada skor GRACE tidak dapat terpenuhi.
Kekuatan korelasi antara indeks syok dengan skor GRACE adalah cukup
(R=0.59). Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat bahwa dalam skor GRACE
sendiri sudah terdapat variabel TDS dan laju denyut jantung, ditambah berbagai
variabel independen lainnya. Berbagai variabel lainnya inilah yang tidak
terwakilkan dengan indeks syok.
Pemberian obat-obatan selama perawatan juga dianalisis pada penelitian ini.
Pemberian obat penyekat reseptor beta dan penghambat enzim pengkonversi enzim
angiotensin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kejadian
kematian dan KKvM selama perawatan.
Angka komplikasi syok kardiogenik pada penelitian ini sebesar 10.2% dan
hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Anderson dkk yang
memperlihatkan kejadian syok kardiogenik sebesar 4.3% pada populasi IMANEST.
Pada analisis subgrup pasien dengan syok kardiogenik terlihat bahwa
beberapa faktor yang berbeda yakni TDD, indeks syok, indeks syok tinggi > 0.7,
skor GRACE, kadar ureum, kadar kreatinin, dan laju filtrasi glomerulus. Hal ini
memperlihatkan bahwa pengukuran TDD, indeks syok, pemeriksaan fungsi ginjal,
dan skor GRACE secara konsisten memberikan perbedaan baik pada analisa faktor
penyebab kematian maupun syok kardiogenik.
Indeks syok memiliki hubungan dengan KKvM. Kelompok pasien yang
mengalami KKvM memiliki nilai indeks syok lebih tinggi (0.84 berbanding 0.63).
Pada analisis dengan menggunakan interval peningkatan IS, terlihat bahwa adanya
peningkatan IS tidak memberikan signifikansi terhadap kemungkinan terjadinya
KKvM. Bahkan pada analisis khusus pada IS tinggi, peningkatan ini tidak
memberikan penambahan prediksi yang signifikan.
Pada penelitian ini terlihat bahwa indeks syok memiliki hubungan dengan
KKvM, dimana pengukuran TDS dan laju denyut nadi saja tidak memiliki
hubungan dengan KKvM. Hal ini memperlihatkan bahwa indeks syok memiliki
kemampuan yang lebih kuat dibandingkan pengukuran TDS atau laju denyut
jantung saja. Hal ini semakin mendukung bahwa indeks syok merupakan parameter
hemodinamik yang lebih integral.
Universitas Sumatera Utara
51
Analisis univariat menunjukkan beberapa faktor menjadi prediktor
terjadinya KKvM yakni usia > 60 tahun, IS > 0.7, kadar leukosit > 11,000, kadar
ureum > 50 mg/dL, dan kadar kreatinin >1,5 mg/dL. Kelima faktor ini kemudian
dimasukkan dan dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik. Hasilnya
terlihat bahwa hanya 1 faktor yang menjadi prediktor independen yakni kadar
ureum > 50 mg/dL. Indeks syok tidak menjadi faktor independen untuk KKvM.
Adapun skor GRACE tidak dimasukkan ke dalam analisis faktor prediktor
terjadinya KKvM dikarenakan skor GRACE sendiri digunakan untuk menilai
kematian saja.
Universitas Sumatera Utara
52
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan menilai kegunaan indeks syok dalam memprediksi
luaran pasien IMANEST. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh pada
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Indeks syok merupakan salah satu faktor prediktor terjadinya KKvM pada
pasien IMANEST, namun bukan merupakan faktor independen.
2. Peningkatan angka indeks syok tidak memberikan dampak perubahan yang
signifikan terhadap prediksi KKvM.
3. Indeks syok tidak menjadi faktor prediktor terjadinya kematian pada pasien
IMANEST. Faktor prediktor terjadinya kematian adalah usia lebih tinggi,
penurunan fungsi ginjal dan skor GRACE. Adapun indeks syok memiliki
korelasi signifikan dengan skor GRACE. Hal ini memungkinkan indeks
syok digunakan dalam prediksi kematian.
6.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran
Indeks syok memperlihatkan hubungan bermakna dengan KKvM selama
perawatan. Hal ini dapat dijadikan pertimbangan khusus bagi dokter dan tenaga
kesehatan lainnya ketika menerima pasien di IGD dengan indeks syok tinggi. Bagi
para tenaga kesehatan di daerah pedesaan dan terpencil dapat menggunakan
parameter ini sebagai salah satu prediktor terjadinya komplikasi pada pasien
IMANEST.
Faktor usia, parameter hemodinamik, dan penurunan fungsi ginjal serta skor
GRACE tetap menjadi faktor yang konsisten dalam memprediksi kematian dan
KKvM selama perawatan. Hal ini harus senantiasa menjadi perhatian bagi tenaga
kesehatan dalam merawat pasien IMANEST.
Pada penelitian ini, pengukuran tekanan darah dan laju denyut jantung
dilakukan oleh tenaga kesehatan di instalasi gawat darurat di keempat rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
53
Pada rumah sakit Grand Medistra dan RSUD Aceh Tamiang, pengukuran tekanan
darah tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tekanan darah
otomatis, sehingga memberikan angka yang lebih spesifik. Hal ini tentu
memungkinkan timbulnya bias pada penelitian ini.
Tekanan darah dan laju denyut nadi yang diperiksa pada penelitian ini
adalah pada satu kali pengambilan. Parameter hemodinamik sejatinya adalah
sesuatu yang fluktuatif. Akurasi pemeriksaan mungkin bisa ditingkatkan dengan
melakukan pemeriksaan tekanan darah berkelanjutan (ambulatory blood pressure
monitoring) dan melihat nilai reratanya pada pasien dalam waktu 24 jam pertama
rawatan.
Pada penelitian ini, nilai pemeriksaan laboratorium untuk enzim jantung
memiliki hasil dan interpretasi yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan analisis
kuantitatif terhadap variabel nilai enzim jantung tidak dapat dilakukan.
Indeks syok awalnya digunakan untuk menilai derajat hipovolemia dimana
dalam penelitian ini status volume tubuh pasien tidak diukur. Hal ini dapat
menimbulkan terjadinya bias oleh karena pengaruh status volume terhadap indeks
syok.
Pada penelitian ini, parameter ekokardiografi dan pengaruh intervensi
revaskularisasi, tidak dianalisis. Desain peneltitian tidak memasukkan parameter
ekokardiografi sebagai variabel, dikarenakan penelitian ini dirancang untuk menilai
parameter rutin sederhana saja. Akan tetapi, jika terdapat parameter ekokardiografi
maka data ini memungkinkan untuk dilakukan analisa terhadap disfungsi
miokardium yang lebih akurat. Era kardiologi kontemporer memperlihatkan bahwa
revaskularisasi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam memperbaiki luaran
pasien. Pada penelitian ini, analisis dampak revaskularisasi tidak dilakukan.
Penilaian terhadap dampak revaskularisasi jika dilakukan dapat memberikan
gambaran yang lebih komprehensif.
Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menilai kegunaan indeks syok
dalam memprediksi kejadian akut (24 jam pertama) rawatan dikarenakan hubungan
waktu dan dinamika tekanan darah penderita yang fluktuatif. Penelitian lebih lanjut
juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat ABPM ataupun pemeriksaan
berkala (per jam), untuk memberikan kemungkinan akurasi yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
Download