29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasi yang dilaksanakan secara prospektif terhadap pasien-pasien IMANEST. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan dari tanggal 1 Maret 2017 hingga 15 Mei 2017 di empat rumah sakit di tiga kabupaten/kota yang berbeda yakni: 1. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) 2. Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan 3. RS Grand Medistra Lubuk Pakam 4. RS Umum Daerah Aceh Tamiang 3.3 Populasi dan Sampel Populasi target adalah semua pasien IMANEST. Populasi terjangkau adalah pasien IMANEST yang dirawat di PJT RSUP HAM, RS Pirngadi Medan, RS Grand Medistra Lubuk Pakam, dan RSUD Aceh Tamiang. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengumpulan sampel dilakukan secara berurutan (consecutive sampling). Peneliti hanya mengamati dan mencatat data yang dijumpai pada pasien. Seluruh pemeriksaan dilakukan oleh dokter yang bertugas, baik dokter jaga maupun dokter spesialis jantung. 3.4 Besar Sampel Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian analitik kategorik tidak berpasangan (Dahlan, 2005): Universitas Sumatera Utara 30 2 (ππΌ√2ππ + ππ½√2π1π1 + π2π2) π1 = π2 = ( ) P1 − P2 Zα = deviat baku alpha Zβ = deviat baku beta P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya Q2 = 1-P2 P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti Q1 = 1-P2 P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna P = proporsi total = (P1+P2)/2 Q = 1-P π1 = π2 (1.64√2. (0.1). (0.9) + 0.84√2(0.247)(0.753) + (0.047). (0.953)) =( ) 0.3 2 π1 = π2 = 21 Dari rumus diatas, didapat jumlah pasien minimal masing-masing kelompok adalah 21 pasien. 3.4.1 Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah pasien dengan: 1. Pasien dengan diagnosis IMANEST berdasarkan kriteria diagnosis dari PERKI yakni jika terdapat keluhan angina akut disertai peningkatan enzim jantung yang bermakna tanpa adanya elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan dan tanpa adanya blok berkas cabang kiri (Irmalita, 2015). 2. Pasien yang dilakukan pengukuran tekanan darah dan laju denyut jantung ketika tiba pertama kali di rumah sakit. Universitas Sumatera Utara 31 3.4.2 Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah pasien dengan: 1. Pasien dengan blok AV derajat 2 dan 3 2. Pasien yang tiba dengan syok kardiogenik (Killip IV) 3. Pasien dengan beberapa kondisi lain yang menjadi penyebab utama peningkatan enzim jantung. Kondisi tersebut antara lain: a. Takiaritmia b. Gagal jantung dekompensasi bukan dikarenakan SKA c. Hipertensi emergensi d. Penyakit kritis termasuk sepsis, syok non kardiogenik, dan luka bakar e. Myocarditis f. Kardiomiopati Tako-Tsubo g. Stenosis aorta h. Emboli paru i. Gangguan ginjal akut j. Spasme koroner k. Kejadian neurologi akut (stroke, perdarahan subaraknoid) l. Prosedur bedah jantung, hipo dan hipertiroid m. Penyakit jaringan ikat (scleroderma, hemokromatosis) n. Rabdomiolisis. (Rofο¬ M 2015) 3.5 Definisi Operasional Variabel 1. IMANEST adalah subset dari sindroma koroner akut yang didiagnosis jika terdapat keluhan angina akut dan dijumpai kenaikan enzim jantung dimana EKG menunjukkan tidak ada elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan atau blok berkas cabang kiri bila EKG sebelumnya tidak diketahui, dan dengan atau tanpa disertai perubahan EKG diagnostik untuk SKA (Irmalita, 2015). 2. Pasien dengan PJK adalah pasien yang telah didiagnosa menderita PJK, antara lain pasien dengan riwayat IMA sebelumnya, pasien dengan keluhan angina tipikal yang telah terbukti mengalami lesi obstruksi koroner, dan atau pasien Universitas Sumatera Utara 32 yang dengan keluhan angina tipikal dan profil risiko nya mengarah ke diagnosis PJK (Montalescot, 2013). 3. Merokok didefinisikan sebagai riwayat merokok aktif (sampai dengan dilakukannya angiografi koroner) atau subjek baru berhenti merokok dalam 6 bulan terakhir (American Council on Exercise, 2016). 4. Riwayat hipertensi didefinisikan apabila memenuhi minimal salah satu kriteria berikut ini (Chobanian, 2004): - Riwayat pernah didiagnosis oleh dokter menderita hipertensi dengan tekanan darah sistolik > 140 dan atau tekanan darah diastolik > 90 - Pada anamnesis dijumpai riwayat pemakaian obat anti hipertensi. 5. Diabetes mellitus didefinisikan sebagai berikut (Ryden, 2007): - Subjek selama ini telah atau pernah menggunakan obat hipoglikemik oral atau insulin, atau hasil pemeriksaan kadar gula darah selama perawatan di rumah sakit memenuhi salah satu dari kriteria berikut; kadar HbA1c ≥ 6.5%, kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl, atau kadar gula darah post prandial ≥ 200 mg/dl. 6. Dislipidemia adalah dijumpainya riwayat menderita dislipidemia dengan kolesterol total >200 mg/dL atau kolesterol high density lipoprotein (HDL) <40 mg/dL atau low density lipoprotein (LDL) >130 mg/dL atau dengan pengobatan menggunakan obat antihiperlipidemia (Expert Panel on Detection Evaluation and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults, 2001). 7. KKvM selama perawatan didefinisikan sebagai terjadinya mortalitas kardiovaskular, gagal jantung akut, syok kardiogenik, henti jantung mendadak dan aritmia mengancam jiwa. 8. Mortalitas kardiovaskular merupakan kematian yang diakibatkan oleh infark miokard, henti jantung mendadak, atau akibat gagal jantung. 9. Gagal jantung akut adalah ketidakmampuan jantung secara tiba-tiba memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh ditandai dengan gejala sesak nafas dan atau tanda-tanda kongesti, kardiomegali pada pemeriksaan foto roentgen dada, dan atau pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan kelainan struktural dan atau fungsional jantung (Dickstein, 2008). Pada pasien yang tiba dengan kondisi gagal jantung, maka komplikasi gagal jantung akut dinilai bila terjadi episode gagal jantung akut berulang. Universitas Sumatera Utara 33 10. Syok kardiogenik adalah terjadinya hipoperfusi jaringan yang diinduksi oleh gagal jantung setelah koreksi yang adekuat dari preload dan aritmia mayor. Syok kardiogenik didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan MAP >30 mmHg, dan produksi urin yang tidak ada atau menurun <0.5 ml/kg/jam (Hasdai, 2002). 11. Aritmia mengancam jiwa adalah aritmia maligna termasuk fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel dengan atau tanpa denyut nadi (Amsterdam, 2014). 12. Tekanan darah adalah tekanan darah yang diukur di instalasi gawat darurat atau saat pasien pertama kali tiba di RS. Pengukuran dilakukan dengan posisi pasien berbaring dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang di IGD. Pengukuran tekanan darah terdiri dari tekanan darah sistolik dan diastolik. 13. Laju denyut jantung adalah laju denyut jantung yang diukur di instalasi gawat darurat atau saat pasien pertama kali tiba di RS. Pengukuran dilakukan dengan posisi pasien berbaring dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang di IGD. 14. Indeks syok adalah perbandingan antara laju denyut jantung dengan TDS. (Bilkova, 2011) 3.6 Identifikasi Variabel Variabel independen: indeks syok (skala kategorik). Variabel dependen: KKvM terdiri dari gagal jantung, syok kardiogenik, aritmia mengancam jiwa, dan mortalitas kardiovaskular (skala kategorik) Variabel perancu adalah variabel yang tedapat di dalam skor GRACE dan TIMI yang terdiri dari usia, setidaknya tiga faktor risiko klasik PJK, adanya riwayat stenosis koroner yang signifikan, deviasi segmen ST, angina yang berat (kejadian angina ≥ 2 kali dalam 24 jam terakhir), penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir, peningkatan enzim jantung, laju denyut jantung, tekanan darah sistolik, kelas Killip, kadar kreatinin serum, kejadian henti jantung saat tiba di rumah sakit. Universitas Sumatera Utara 34 3.7 Alur Penelitian Kondisi klinis dan diagnosis awal ditentukan oleh dokter yang bertanggung jawab pada saat menerima pasien (Granger CB 2003), baik dokter jaga maupun dokter spesialis jantung pembuluh darah. Peneliti melakukan pencatatan setiap hari terhadap pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan mengikuti perkembangan pasien hingga pasien pulang berobat jalan atau mengalami komplikasi kematian. Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok yakni dengan indeks syok rendah dan tinggi. Pada setiap kelompok dilihat adanya KKvM. Data lainnya yang merupakan faktor perancu yang terdiri dari faktor risiko PJK (usia, merokok, DM, hipertensi dan dyslipidemia), adanya riwayat stenosis koroner yang signifikan, deviasi segmen ST, angina yang berat (kejadian angina ≥ 2 kali dalam 24 jam terakhir), penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir, peningkatan enzim jantung, laju denyut jantung, tekanan darah sistolik, kelas Killip, kadar kreratinin serum, kejadian henti jantung saat tiba di rumah sakit juga dicatat. Setelah semua data terkumpul, dilakukan pengolahan data untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian Universitas Sumatera Utara 35 3.8 Analisis Data Statistik berbeda bermakna didefinisikan sebagai nilai p <0.05. (Dahlan 2005) Variabel kategorik dipresentasikan dengan jumlah atau frekuensi (n) dan persentase (%). Variabel numerik dipresentasikan dengan nilai mean (rata-rata) dan standar deviasi untuk data yang berdistribusi normal, sedangkan data numerik yang tidak berdistribusi normal menggunakan median (nilai tengah) dengan nilai minimal dan maksimal. (Dahlan 2005) Uji normalitas variabel numerik pada seluruh subjek penelitian menggunakan one sample Kolmogorov Smirnov (n>50) atau Shapiro Wilk (n<50). Pada variabel numerik dibandingkan dengan uji T dua sampel bebas (Two Samples Independent Student’s t-test) pada data yang terdistribusi normal atau tes Mann Whitney U Test bila data tidak terdistribusi normal. (Dahlan 2005) Variabel numerik yang bermakna secara statistik kemudian diubah menjadi variabel kategorik berdasarkan nilai tertinggi dari analisis area receiver operating characteristic (ROC) Pada variabel kategorik dilakukan uji analisis menggunakan chi kuadrat atau tes fisher. Untuk variabel yang ditemukan signifikan pada uji analisis bivariat, dimasukkan ke uji multivariat dengan uji regresi logistik pada variabel kategorik dan regresi linear pada variabel numerik. (Dahlan 2005) Analisis kurva receiving operator characteristic (ROC) akan dilakukan untuk menunjukkan kemampuan sensitivitas dan spesifisitas dari indeks syok. (Dahlan 2005) 3.9 Etika Penelitian Penelitian ini akan meminta persetujuan dari komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara 36 3.10. Perkiraan Biaya Tabel 3.1. Perkiraan Biaya Penelitian Komponen biaya Subtotal Pengadaan literatur Rp. 2.000.000 Pengadaan alat tulis dan fotokopi Rp. 2.500.000 Pengumpulan dan pengolahan data Rp. 2.500.000 Biaya transportasi (Medan - Lubuk Rp. 10.000.000 Pakam – Aceh Tamiang) Biaya komunikasi Rp. 2.000.000 Biaya-biaya lain/tak terduga Rp. 1.000.000 Total Rp. 20.000.000 Universitas Sumatera Utara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan secara serentak di empat rumah sakit yakni RSUP Haji Adam Malik, RS Pirngadi Medan, RSUD Aceh Tamiang, dan RS Grand Medistra Lubuk Pakam. Pengumpulan sampel dilakukan secara berurutan mulai dari tanggal 1 Maret 2017 hingga 8 Mei 2017 (pada tanggal tersebut jumlah sampel terpenuhi) dan pemantauan dilakukan hingga tanggal 15 Mei 2017 (waktu dimana pasien terakhir pulang dari RS). Total sampel yang berhasil dikumpulkan berjumlah 49 orang. Sejumlah 16 orang sampel berasal dari RS Pirngadi Medan, 14 orang dari RSUP Haji Adam Malik Medan, 11 orang dari RSUD Aceh Tamiang, dan 8 orang sampel dari RS Grand Medistra Lubuk Pakam. Pengamatan terhadap sampel dilakukan oleh peneliti dibantu dengan dokter dan perawat lainnya, dan adanya KKvM dicatat di rekam medis pasien. Peneliti melakukan koordinasi setiap hari dengan dokter dan perawat di empat rumah sakit dan secara berkala berkunjung ke rumah sakit tersebut untuk pengambilan data. 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok pasien IMANEST dengan indeks syok rendah (≤0.7) sebanyak 28 orang (53%) dan indeks syok tinggi (>0.7) sebanyak 21 orang (47%). Keluhan utama yang dirasakan pasien berupa nyeri dada pada 32 orang pasien (65%), nyeri ulu hati pada 2 orang (4%), dan sesak nafas pada 15 orang (31%). Kelompok pasien dengan indeks syok tinggi memiliki TDS lebih rendah, TDD lebih rendah, dan laju denyut nadi lebih cepat, dimana ketiganya secara statistik memiliki perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan lainnya adalah lebih tingginya kadar ureum, kelas Killip, dan skor GRACE pada kelompok dengan Universitas Sumatera Utara 38 indeks syok tinggi. Pada variabel lainnya tidak terlihat memiliki perbedaan yang signifikan. Tabel 4.1. Karakteristik klinis subyek penelitian Karakteristik Usia (tahun) Jenis kelamin (n, %) Laki-laki Perempuan Tinggi Badan (m) Berat Badan (kg) Indeks Massa Tubuh (kg/m2) Faktor Risiko PJK (n,%) Hipertensi Perokok Diabetes Dislipidemia Riwayat Keluarga Menderita PJK Prematur Riwayat Pemakaian Obat Penyekat Beta Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolik (mmHg) Laju denyut nadi (x/menit) Tekanan Darah Rerata (mmHg) Indeks Syok IS rendah IS tinggi (≤ 0.7) (> 0.7) n=28 (53%) n=21 (47%) Nilai p 58.67 ± 9.16 57.89 ± 7.22 59.71 ± 11.35 0.497* 37 (76%) 12 (24%) 1.65 (1.48-1.72) 65 (40-82) 22 (79%) 6 (21%) 1.65 (1.5-1.72) 66 (40-82) 15 (71%) 6 (29%) 1.65 (1.48-1.7) 65 (45-80) 0.429*** 24.5 ± 2.8 24.4 ± 2.4 24.6 ± 3.3 0.805 37 (65%) 30 (61%) 16 (33%) 14 (29%) 5 (10%) 20 (71%) 18 (64%) 12 (43%) 9 (32%) 1 (3%) 17 (57%) 12 (57%) 4 (19%) 5 (24%) 4 (19%) 0.299** 0.612** 0.079** 0.523** 0.276** 3 (6%) 2 (7%) 1 (5%) 0.609** 137.9 ± 30.0 150.0 ± 25.1 122.0 ± 29.1 0.001* 80.9 ± 19.1 86.4 ± 16.4 73.6 ± 20.5 0.019* 91.3 ± 24.2 79.2 ± 18.0 107.5 ± 22.1 <0.0001* 103.4 ± 18.3 105.2 ± 16.5 101.0 ± 20.6 0.435* Keseluruha n subyek (n=49) 0.565** 0.807*** Universitas Sumatera Utara 39 Indeks Syok Kelas Killip I II III Perubahan EKG - ST depresi - ST elevasi - T inversi - Tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T Perubahan EKG - ST depresi (+) - ST depresi (-) Hb (mg/dl) Ht (%) Plt (/mm3) Lekosit (/mm3) KGD inisial (mg/dL) Ureum (mg/dL) 0.63 (0.32-1.2) 0.53 (0.32-0.68) 0.90 (0.71-1.2) 24 (49%) 16 (33%) 9 (18%) 19 (68%) 7 (25%) 2 (7%) 5 (24%) 9 (43%) 7 (33%) 28 (57%) 2 (4%) 7 (14%) 12 (25%) 14 (50%) 0 (0%) 7 (25%) 7 (25%) 14 (67%) 2 (9%) 0 (0%) 5 (24%) 28 (57%) 21 (43%) 13.0 ± 1.8 39.0 ± 5.5 245.000 (121,000548,000) 11,240 (4,83038,360) 120 (78-527) 39.2 (11-235) 1.3 (0.3-4.57) 14 (50%) 14 (50%) 12.9 ± 2.0 38.7 ± 5.5 247,000 (136,000385,000) 9,645 (4,83038,360) 116 (78-527) 34 (11-235) 1.06 (0.3-2.9) 14 (67%) 7 (33%) 13.2 ± 1.7 39.3 ± 5.6 244,000 (121,000 – 548,000) 11,700 (6,85021,060) 128 (97-349) 50 (24-154) 1.48 (0.6-4.57) Kreatinin (mg/dL) Laju filtrasi glomerulus 59.9 64.5 (mL/min/1.73 (11-252) (15.3-252) m2 ) Skor GRACE 117 ± 31.5 103.4 ± 31.7 Skor TIMI 3 (1-6) 3 (1-6) * Two Samples Independent Student’s t-test **Chi kuadrat / Fisher exact test ****Mann Whitney U test <0.0001*** 0.05** 0.243** 0.243** 0.624* 0.571* 0.96*** 0.067*** 0.808*** 0.008*** 0.066*** 43.9 (11-177.8) 0.058*** 135 ±31.7 3 (2-5) <0.0001 0.623 Universitas Sumatera Utara 40 4.2. KKvM selama perawatan Pada pemantauan selama pasien dirawat, dijumpai 5 orang pasien meninggal (10.2%). KKvM lain yang dijumpai adalah syok kardiogenik pada 5 orang pasien (10.2%), dan gagal jantung akut pada 1 orang (2%). Pasien yang tidak mengalami KKvM berjumlah 38 orang (77.6%). Penyebab kematian pada pasien adalah 3 orang (60%) dikarenakan aritmia ganas dan 2 orang (40%) karena gagal jantung akut. Tabel 4.2. KKvM yang terjadi selama perawatan KKvM Frekuensi Kejadian Kematian 5 (10.2%) Gagal jantung akut 1 (2%) Syok kardiogenik 5 (10.2%) 4.3. Hubungan indeks syok dengan KKvM Indeks syok memiliki hubungan dengan terjadinya KKvM selama perawatan. Kelompok pasien dengan indeks syok tinggi terlihat mengalami kemungkinan risiko lebih tinggi mengalami KKvM (38.1% berbanding 10.7%). Risiko pada kelompok dengan indeks syok tinggi sebesar 38.1 % dan risiko pada kelompok indeks syok rendah sebesar 10.7%. Risiko relatif sebesar 0.381/0.107 = 3.56. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan indeks syok tinggi memiliki risiko 3.56 lebih besar jika dibandingkan dengan pasien dengan indeks syok rendah untuk mengalami KKvM selama perawatan. Tabel 4.3. Hubungan Indeks Syok dengan KKvM Karakteristik Indeks syok Keseluruhan subyek (n=49) 0.63 (0.32-1.2) Kategori Indeks Syok - Indeks syok > 0.7 21 (43%) - Indeks syok ≤ 0.7 28 (57% *Mann Whitney U test, **Fisher exact test Indeks Syok KKvM (+) KKvM (-) (n=11) (n=38) 0.84 0.63 (0.4-1.2) (0.32-1.2) 8 (38.1%) 3 (10.7%) 13 (61.9%) 25 (89.3%) Nilai p 0.054* 0.037** Universitas Sumatera Utara 41 Pada pasien kemudian dibagi menjadi kelas berjenjang berdasarkan rumus pembagian interval kelas dengan rumus K = 1 + 3,33 log N. Dari rumus tersebut didapatkan panjang kelas interval adalah 0.1. Oleh karena itu, klasifikasi indeks syok kemudian dibagi menjadi 6 kelas yakni: 1. IS ≤ 0.7 2. IS 0.71 – 0.80 3. IS 0.81 – 0.90 4. IS 0.91 – 1.00 5. IS 1.01 – 1.10 6. IS 1.11 – 1.20 Uji regresi logistik antara ke enam kelas ini menunjukkan bahwa peningkatan indeks syok secara berjenjang tidak memiliki perbedaan signifikan dalam menyebabkan terjadinya KKvM . Tabel 4.4. Hubungan Peningkatan Berjenjang Indeks Syok Dengan KKvM Pada Seluruh Kelompok Subyek Penelitian Syok Index <= 0.7 0.71 – 0.80 0.81 – 0.90 0.91 – 1.00 1.01 – 1.10 1.11 – 1.20 Kejadian KKVM 2 orang 3 orang 1 orang 0 orang 2 orang Nilai p Risk 95% CI 0.36 0.11 0.81 0.74 0.85 1 1 5.55 1.33 0.67 1.33 n/a 1 0.64 -47.8 0.11 – 15.7 0.06 – 7.35 0.06-26.6 n/a1 Uji regresi logistik kemudian dilakukan kembali dengan mengeluarkan kelompok dengan indeks syok normal dan menjadikan kelompok indeks syok 0.710.8 sebagai pembanding. Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan indeks syok secara berjenjang tidak memiliki perbedaan signifikan dalam menyebabkan terjadinya KKVM . Universitas Sumatera Utara 42 Tabel 4.5. Hubungan Peningkatan Berjenjang Indeks Syok Dengan KKvM pada Kelompok dengan indeks syok tinggi Syok Index 0.71 – 0.80 0.81 – 0.90 0.91 – 1.00 1.01 – 1.10 1.11 – 1.20 Kejadian KKVM 2 orang 3 orang 1 orang 0 orang 2 orang p-value 0.93 0.48 1 0.6 1 Risk 1 2.5 1 2 n/a 95% CI 1 0,19 – 32,19 0.08 – 12.5 0.09 – 44.3 n/a Indeks syok terlihat tidak memiliki hubungan dengan terjadinya kematian. Nilai rerata indeks syok pada kelompok yang mengalami kematian lebih tinggi yakni 0.78 namun tidak memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik. Tabel 4.6. Hubungan Indeks Syok dan Kematian Karakteristik Indeks syok Kategori Indeks Syok - Indeks syok > 0.7 - Indeks syok ≤ 0.7 *Mann Whitney U test **Fisher exact test Keseluruhan subyek (n=49) 0.63 (0.32-1.2) 21 (43%) 28 (57% Indeks Syok Meninggal Hidup (n=5) (n=44) 0.78 0.63 (0.56-1.19) (0.32-1.2) 3 (14.3%) 2 (7.1%) 18 (85.7%) 26 (92.9%) Nilai p 0.276* 0.639** 4.4. Faktor prediktor terjadinya KKvM selama perawatan Beberapa faktor dinilai mempengaruhi terjadinya KKvM selama perawatan. Berbagai variabel pemeriksaan klinis dan laboratorium rutin dan skor TIMI dan GRACE dianalisis sebagai faktor prediktor terjadinya mortalitas dan KKvM. Hasilnya menunjukkan bahwa pada kelompok yang meninggal dijumpai dengan usia lebih tinggi, TDD lebih rendah, dan skor GRACE lebih tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada TDS, laju denyut jantung, dan indeks syok pada kelompok yang meninggal dan yang hidup. Universitas Sumatera Utara 43 Tabel 4.7. Prediktor Kematian selama Perawatan Karakteristik Usia (tahun) Jenis kelamin (n, %) Laki-laki Perempuan Faktor Risiko PJK (n,%) Hipertensi Perokok Diabetes Dislipidemia Riwayat Keluarga Menderita PJK Prematur Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolik (mmHg) Laju denyut nadi (x/menit) Tekanan Darah Rerata (mmHg) Indeks Syok Klasifikasi indeks syok indeks syok ≤ 0.7 indeks syok > 0.7 Kelas Killip II-III Perubahan EKG - ST depresi (+) - ST depresi (-) Hb (mg/dl) Ht (%) Plt (/mm3) Lekosit (/mm3) KGD inisial (mg/dL) Ureum (mg/dL) Kreatinin (mg/dL ) Laju filtrasi glomerulus (mL/min/1.73 m2) Skor TIMI Skor GRACE Skor GRACE > 108 (risiko sedang) Skor GRACE > 140 (risiko tinggi) Pemberian Penyekat Beta selama perawatan Pemberian Enzim Pengkonversi Angiotensin selama perawatan Hidup (n=44) 57 ± 8.1 Kematian Meninggal (n=5) 70 ± 10.8 Nilai p 0.003* 33 (75%) 11 (25%) 5 (80%) 1 (20%) 0.644** 29 (66%) 26 (59%) 15 (34%) 12 (27%) 4 (9%) 3 (60%) 7 (80%) 1 (20%) 2 (40%) 1 (20%) 0.574** 0.348** 0.468** 0.445** 0.430** 140 ± 30.4 83 ± 19 90.7 ± 23.2 104.5 ± 18.2 0.63 (0.32-1.2) 118 ± 17.9 64 ± 11.4 97 ± 34.6 93 ± 16.9 0.78 (0.56-1.19) 0.118* 0.036* 0.585* 0.183* 18 (85.7%) 26 (92.9%) 3 (14.3%) 2 (7.1%) 0.639** 22 (50%) 2 (40%) 0.520** 23 (53%) 21 (47%) 13 ± 1.7 39.2 ± 5.4 247,000 (121,000548,000) 10,595 (4,830-21,060) 119.5 (78-527) 39 (11-235) 1.2 (0.3-4.6) 63.4 (14-252) 3 (1-6) 113 ± 27.8 6 (100%) 0 (0%) 12.9 ± 2.5 37.9 ± 6.8 218,000 (136,000278,000) 18,234 (8310-38,360) 150 (97-357) 80 (36-152) 1.7 (1.4-3) 39 (11-54.5) 3 (3-5) 156 ± 39.6 21 (48%) 4 (80%) 0.349** 9 (20%) 3 (60%) 0.087** 31 (82%) 9 (82%) 0.679** 31 (82%) 7 (63%) 0.237** 0.276*** 0.052** 0.838* 0.632* 0.187*** 0.121*** 0.697*** 0.018*** 0.022*** 0.03*** 0.753*** 0.003* * Two Samples Independent Student’s t-test **Chi kuadrat / Fisher exact test ****Mann Whitney U test Universitas Sumatera Utara 44 Pada analisa korelasi Pearson antara indeks syok dengan skor GRACE dijumpai korelasi positif yang signifikan dengan nilai p <0.0001 dan koefisien R=0.592 menandakan kekuatan yang cukup. Tabel 4.8. Korelasi IS dengan skor GRACE Indeks Syok Skor GRACE 0.592 <0.0001 R P Pada analisa terhadap faktor prediktor terjadinya KKvM, dijumpai beberapa faktor memiliki hubungan dengan KKvM. Faktor tersebut antara lain usia lebih tua, TDS lebih rendah, TDD lebih rendah, tekanan darah rerata lebih rendah, indeks syok lebih tinggi, kadar ureum lebih tinggi, kadar kreatinin lebih tinggi, dan laju filtrasi glomerulus lebih tinggi. Pada beberapa faktor yang merupakan variabel numerik kemudian diubah menjadi variabel kategorik berdasarkan analisis area receiver operating characteristic (ROC). Dari hasil tersebut analisa ROC, beberapa variabel di atas kemudian dilakukan analisis multivariat dengan regresi logsitik. Tabel 4.9. Faktor Prediktor KKvM selama Perawatan KKvM Karakteristik KKvM (+) n = 11 66.5 ± 9.4 9 (82%) Nilai p 7 (64%) 4 (36%) 0.254** 25 (66%) 23 (61%) 15 (40%) 11 (29%) 4 (11%) 7 (64%) 7 (64%) 1 (9%) 3 (27%) 1 (9%) 0.582** 0.571** 0.057** 0.617** 0.689** 143 ± 29 23 (61%) 85 ± 16 21 (55%) 90 ± 23 106.3 ± 17.1 25 (66%) 0.63 (0.32-1.2) 120 ± 27.5 5 (46%) 65.1 ± 16 3 (27%) 95.2 ± 28.6 93.4 ± 19.3 5 (46%) 0.84 (0.4-1.2) 0.023* 0.292** 0.001* 0.097** 0.552* 0.192* 0.287** Usia (tahun) Usia > 60 tahun KKvM (-) n = 38 56.4 ± 7.9 11 (29%) Laki-laki Perempuan 30 (79%) 8 (21%) Faktor Risiko PJK (n,%) Hipertensi Perokok Diabetes Dislipidemia Riwayat Keluarga Menderita PJK Prematur Tekanan darah sistolik (mmHg) TDS > 130 mmHg Tekanan darah diastolik (mmHg) TDD > 80 mmHg Laju denyut nadi (x/menit) Tekanan Darah Rerata (mmHg) MAP > 94 mmHg Indeks Syok 0.001* 0.003 0.054*** Universitas Sumatera Utara 45 Klasifikasi indeks syok Indeks syok ≤ 0.7 Indeks syok > 0.7 8 (38.1%) 3 (10.7%) 13 (61.9%) 25 (89.3%) 0.037** Kelas Killip II-III 20 (53%) 4 (36%) 0.496** 19 (50%) 19 (50%) 13.1 ± 1.7 39 ± 5 255,000 (121,000548,000) 9,325 (4,830-21,060) 9 (82%) 2 (18%) 12.92 ± 2.3 39 ± 7 218,000 (126,000405,000) 12,360 (5,43038,360) 0.060** 16 42%) 9 (82%) 0.022** 119.5 (78-527) 34 (11-235) 8 (21%) 1.14 (30-4.57) 8 (21%) 65.8 (14-252) 4 (10.5%) 128 (91-357) 75 (36-154) 8 (73%) 1.72 (1-3) 7 (64%) 39 (11-63.3) 3 (27%) 0.615*** 36 (80%) 4 (80%) 36 (80%) 2 (40%) Perubahan EKG - ST depresi (+) - ST depresi (-) Hb (mg/dl) Ht (%) Plt (/mm3) Leukosit (/mm3) Leukosit > 11,000 KGD inisial (mg/dL) Ureum (mg/dL) Ureum > 50 mg/dL Kreatinin (mg/dL ) Kreatinin > 1.5 mg/dL Laju filtrasi glomerulus (mL/min/1.73 m2) LFG < 30 Pemberian Penyekat Beta selama perawatan Pemberian Enzim Pengkonversi Angiotensin selama perawatan 0.803* 0.993* 0.137*** 0.048*** 0.001*** <0.0001** 0.003*** 0.012** 0.001*** 0.178** Tidak siginifikan 0.068** * Two Samples Independent Student’s t-test **Chi kuadrat / Fisher exact test ****Mann Whitney U test Hasil analisis multivariat menggunakan regresi logistik memperlihatkan bahwa indeks syok bukan merupakan faktor prediktor independen terhadap KKvM selama perawatan. Adapun yang menjadi prediktor independen KKvM adalah kadar ureum > 50 mg/dL. Universitas Sumatera Utara 46 Tabel 4.10. Analisis multivariat faktor prediktor terjadinya KKvM Step 1 Step 2 Step 3 Variabel Usia > 60 tahun IS > 0.7 Leukosit > 11,000 Ureum > 50 mg/dL Kreatinin > 1.5 Usia > 60 tahun IS > 0.7 Leukosit > 11,000 Ureum > 50 mg/dL Usia > 60 tahun Leukosit > 11,000 Ureum > 50 mg/dL Koef 5.502 1.780 4.767 10.374 1.035 5.543 1.789 4.767 10.521 5.263 5.970 13.773 p 0.1 0.595 0.152 0.046 0.975 0.090 0.588 0.152 0.030 0.095 0.084 0.008 CI 95% 0.721-42 0.213-14.904 0.562-40.445 1.046-102.909 0.121-8.881 0.765-40.174 0.219-14.637 0.563-40.357 1.264-87.604 0.75-36.945 0.785-45.414 1.958-96.867 Hasil analisis multivariat ini terkalibrasi dengan baik dimana pada grafik receiving operator characteristic (ROC) menunjukkan kemampuan variabel yang signifikan pada uji multivariat cukup baik dalam prediksi KKvM selama perawatan dengan area di bawah kurva sebesar 0,898 dan nilai p < 0.0001. Gambar 4.1. Kurva ROC pada Uji Multivariat Tabel 4.11. Hasil Uji berdasarkan ROC Area 0.898 Nilai p <0.0001 Universitas Sumatera Utara 47 4.5. Analisis Subgrup Pasien IMANEST dengan Syok Kardiogenik Analisis subgroup dilakukan terhadap pasien IMANEST dengan mengeluarkan kelompok pasien yang mengalami kematian, dan menyisakan kelompok pasien yang hidup selama perawatan. Pada analisis subgroup terlihat beberapa faktor berbeda secara signifikan antara kelompok yang mengalami syok kardiogenik dan yang tidak. Faktor tersebut antara lain TDD, indeks syok, skor GRACE, kadar ureum, kreatinin, dan laju filtrasi glomerulus. Tabel 4.12. Analisa Subgrup Pasien IMANEST dengan Syok Kardiogenik Karakteristik Usia (tahun) TDS (mmHg) TDD (mmHg) Laju denyut nadi (x/menit) Tekanan Darah Rerata (mmHg) Indeks Syok Indeks syok > 0.7 Skor GRACE Ureum (mg/dL) Kreatinin (mg/dL ) Laju filtrasi glomerulus (mL/min/1.73 m2) Syok Kardiogenik SK (-) SK (+) n = 39 n=5 56.6 ± 7.9 63.4 ± 8.6 143 ± 28.6 118 ± 38.2 85.6 ± 15.7 61.2 ± 29.6 89 ± 23 101 ± 20.6 106 ± 17 94 ± 25 0.63 (0.32-1.2) 13 (33%) 109.0 ± 27.1 34 (11-235) 1.32 (0.3-4.57) 65.7 (14-252) 0.85 (0.71-1.2) 5 (100%) 140 ± 15 64.7 (39-154) 1.77 (1.45-2.4) 36.6 (23.9-41.2) Nilai p 0.079 0.083 0.005 0.286 0.15 0.015 0.008 0.016 0.022 0.019 0.01 Universitas Sumatera Utara 48 BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan suatu penelitian bersifat prospektif di beberapa tempat (multicenter) yang bertujuan untuk melihat peran indeks syok sebagai prediktor KKvM pada pasien IMANEST selama perawatan. Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasi pada pasien yang dirawat di empat rumah sakit berbeda pada rentang 1 Maret hingga 15 Mei 2017. Desain proepektif memungkinkan peneliti melakukan perbandingan antara dua kelompok dan mengikutinya dari waktu ke waktu dan adanya keseragaman terhadap hal yang diobservasi. Hal ini mengurangi terjadinya bias dalam pengumpulan data dan informasi. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sehingga memberikan informasi yang mewakili beberapa populasi dan kesimpulan hasil penelitian dapat mewakili kelompok populasi yang sebenarnya. Penelitian ini menghasilkan data karakteristik dan analisis terhadap subyek penelitian yang dapat memberikan informasi, mendukung ataupun membantah teori-teori yang telah dikemukakan dari penelitian-penelitian sebelumnya perihal kemampuan indeks syok sebagai prediktor komplikasi IMA. Karakteristik dasar subyek penelitian antara kedua kelompok memperlihatkan perbedaan signifikan pada TDS, TDD, dan laju denyut jantung. TDS dan laju denyut jantung pasti berbeda antara kedua kelompok sehingga menghasilkan nilai indeks syok yang berbeda pula. Pada kelompok pasien dengan indeks syok tinggi terlihat memiliki TDD lebih rendah. Hal ini menggambarkan bahwa pada kelompok indeks syok tinggi terjadi penurunan resistensi perifer (yang terlihat dari tekanan darah diastolik). Tidak terdapat perbedaan dalam penggunaan obat penyekat reseptor beta yang mungkin mempengaruhi laju denyut jantung. Perbedaan lain adalah pada kelas Killip dan kadar ureum. Pada kelompok pasien dengan indeks syok tinggi memiliki kelas Killip lebih tinggi yakni kelas IIIII dan kadar ureum lebih tinggi (rata-rata 50). Universitas Sumatera Utara 49 Perbedaan lain juga terlihat pada skor GRACE. Pasien dengan IS tinggi memiliki skor GRACE lebih tinggi (mean = 135). Pada analisis korelasi terlihat indeks syok memiliki korelasi yang cukup dan signifikan dengan skor GRACE. Hal ini mendukung upaya untuk melakukan stratifikasi risiko yang bermakna dan lebih mudah pada situasi dimana berbagai variabel skor GRACE tidak atau belum tersedia. Angka komplikasi kematian pada penelitian ini sebesar 10.2% dan angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian SKA pada penelitian GRACE yakni sebesar 4.6%. (Granger CB 2003). Jika dibandingkan pada populasi khusus IMANEST, maka angka ini sejalan dengan penelitian Mohaved dkk yang menunjukkan kejadian kematian sebesar 11.3% pada kasus IMANEST di Amerika Serikat tahun 2004 (Mohaved MR 2011). Kelompok pasien yang mengalami kematian berusia lebih tua, TDD lebih rendah, skor GRACE yang lebih tinggi, disertai penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serta penurunan laju filtrasi glomerulus. Indeks syok tidak memprediksi kejadian kematian selama perawatan. Walaupun terdapat perbedaan nilai rerata kelompok yang meninggal (nilai median indeks syok 0.78) dan kelompok yang hidup (indeks syok 0.63) namun perbedaan tersebut tidak berbeda signifikan. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah karena angka kematian pada penelitian ini 60% disebabkan aritmia ganas. Salah satu penelitian terbesar yang meneliti prediksi kejadian aritmia menunjukkan bahwa hanya fraksi ejeksi ventrikel kiri, kadar troponin I puncak >7Ug/l dan skor GRACE yang menjadi prediktor kejadian aritmia maligna. (Zorzi A 2015). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dalam memprediksi kematian, faktor yang signifikan adalah usia, fungsi ginjal, dan skor GRACE. Hal ini semakin menguatkan kemampuan skor GRACE dalam memprediksi kematian dalam rumah sakit. Skor GRACE lebih baik dibandingkan skor TIMI dalam memprediksi kematian pada penelitian ini. Akan tetapi pada penelitian ini terlihat bahwa nilai patokan skor GRACE 108 dan 140 (batas risiko sedang dan tinggi) tidak memiliki perbedaan statistik yang signifikan. Hal ini mungkin terjadi karena skor GRACE sendiri merupakan suatu grafik linear yang memprediksi probabilitas secara linear. Mengingat bahwa indeks syok berkorelasi signifikan (R=0.59) dengan skor Universitas Sumatera Utara 50 GRACE, maka indeks syok dapat digunakan sebagai alternatif dimana variabel pemeriksaan pada skor GRACE tidak dapat terpenuhi. Kekuatan korelasi antara indeks syok dengan skor GRACE adalah cukup (R=0.59). Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat bahwa dalam skor GRACE sendiri sudah terdapat variabel TDS dan laju denyut jantung, ditambah berbagai variabel independen lainnya. Berbagai variabel lainnya inilah yang tidak terwakilkan dengan indeks syok. Pemberian obat-obatan selama perawatan juga dianalisis pada penelitian ini. Pemberian obat penyekat reseptor beta dan penghambat enzim pengkonversi enzim angiotensin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kejadian kematian dan KKvM selama perawatan. Angka komplikasi syok kardiogenik pada penelitian ini sebesar 10.2% dan hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Anderson dkk yang memperlihatkan kejadian syok kardiogenik sebesar 4.3% pada populasi IMANEST. Pada analisis subgrup pasien dengan syok kardiogenik terlihat bahwa beberapa faktor yang berbeda yakni TDD, indeks syok, indeks syok tinggi > 0.7, skor GRACE, kadar ureum, kadar kreatinin, dan laju filtrasi glomerulus. Hal ini memperlihatkan bahwa pengukuran TDD, indeks syok, pemeriksaan fungsi ginjal, dan skor GRACE secara konsisten memberikan perbedaan baik pada analisa faktor penyebab kematian maupun syok kardiogenik. Indeks syok memiliki hubungan dengan KKvM. Kelompok pasien yang mengalami KKvM memiliki nilai indeks syok lebih tinggi (0.84 berbanding 0.63). Pada analisis dengan menggunakan interval peningkatan IS, terlihat bahwa adanya peningkatan IS tidak memberikan signifikansi terhadap kemungkinan terjadinya KKvM. Bahkan pada analisis khusus pada IS tinggi, peningkatan ini tidak memberikan penambahan prediksi yang signifikan. Pada penelitian ini terlihat bahwa indeks syok memiliki hubungan dengan KKvM, dimana pengukuran TDS dan laju denyut nadi saja tidak memiliki hubungan dengan KKvM. Hal ini memperlihatkan bahwa indeks syok memiliki kemampuan yang lebih kuat dibandingkan pengukuran TDS atau laju denyut jantung saja. Hal ini semakin mendukung bahwa indeks syok merupakan parameter hemodinamik yang lebih integral. Universitas Sumatera Utara 51 Analisis univariat menunjukkan beberapa faktor menjadi prediktor terjadinya KKvM yakni usia > 60 tahun, IS > 0.7, kadar leukosit > 11,000, kadar ureum > 50 mg/dL, dan kadar kreatinin >1,5 mg/dL. Kelima faktor ini kemudian dimasukkan dan dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik. Hasilnya terlihat bahwa hanya 1 faktor yang menjadi prediktor independen yakni kadar ureum > 50 mg/dL. Indeks syok tidak menjadi faktor independen untuk KKvM. Adapun skor GRACE tidak dimasukkan ke dalam analisis faktor prediktor terjadinya KKvM dikarenakan skor GRACE sendiri digunakan untuk menilai kematian saja. Universitas Sumatera Utara 52 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan menilai kegunaan indeks syok dalam memprediksi luaran pasien IMANEST. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Indeks syok merupakan salah satu faktor prediktor terjadinya KKvM pada pasien IMANEST, namun bukan merupakan faktor independen. 2. Peningkatan angka indeks syok tidak memberikan dampak perubahan yang signifikan terhadap prediksi KKvM. 3. Indeks syok tidak menjadi faktor prediktor terjadinya kematian pada pasien IMANEST. Faktor prediktor terjadinya kematian adalah usia lebih tinggi, penurunan fungsi ginjal dan skor GRACE. Adapun indeks syok memiliki korelasi signifikan dengan skor GRACE. Hal ini memungkinkan indeks syok digunakan dalam prediksi kematian. 6.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran Indeks syok memperlihatkan hubungan bermakna dengan KKvM selama perawatan. Hal ini dapat dijadikan pertimbangan khusus bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya ketika menerima pasien di IGD dengan indeks syok tinggi. Bagi para tenaga kesehatan di daerah pedesaan dan terpencil dapat menggunakan parameter ini sebagai salah satu prediktor terjadinya komplikasi pada pasien IMANEST. Faktor usia, parameter hemodinamik, dan penurunan fungsi ginjal serta skor GRACE tetap menjadi faktor yang konsisten dalam memprediksi kematian dan KKvM selama perawatan. Hal ini harus senantiasa menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan dalam merawat pasien IMANEST. Pada penelitian ini, pengukuran tekanan darah dan laju denyut jantung dilakukan oleh tenaga kesehatan di instalasi gawat darurat di keempat rumah sakit. Universitas Sumatera Utara 53 Pada rumah sakit Grand Medistra dan RSUD Aceh Tamiang, pengukuran tekanan darah tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tekanan darah otomatis, sehingga memberikan angka yang lebih spesifik. Hal ini tentu memungkinkan timbulnya bias pada penelitian ini. Tekanan darah dan laju denyut nadi yang diperiksa pada penelitian ini adalah pada satu kali pengambilan. Parameter hemodinamik sejatinya adalah sesuatu yang fluktuatif. Akurasi pemeriksaan mungkin bisa ditingkatkan dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah berkelanjutan (ambulatory blood pressure monitoring) dan melihat nilai reratanya pada pasien dalam waktu 24 jam pertama rawatan. Pada penelitian ini, nilai pemeriksaan laboratorium untuk enzim jantung memiliki hasil dan interpretasi yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan analisis kuantitatif terhadap variabel nilai enzim jantung tidak dapat dilakukan. Indeks syok awalnya digunakan untuk menilai derajat hipovolemia dimana dalam penelitian ini status volume tubuh pasien tidak diukur. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya bias oleh karena pengaruh status volume terhadap indeks syok. Pada penelitian ini, parameter ekokardiografi dan pengaruh intervensi revaskularisasi, tidak dianalisis. Desain peneltitian tidak memasukkan parameter ekokardiografi sebagai variabel, dikarenakan penelitian ini dirancang untuk menilai parameter rutin sederhana saja. Akan tetapi, jika terdapat parameter ekokardiografi maka data ini memungkinkan untuk dilakukan analisa terhadap disfungsi miokardium yang lebih akurat. Era kardiologi kontemporer memperlihatkan bahwa revaskularisasi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam memperbaiki luaran pasien. Pada penelitian ini, analisis dampak revaskularisasi tidak dilakukan. Penilaian terhadap dampak revaskularisasi jika dilakukan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menilai kegunaan indeks syok dalam memprediksi kejadian akut (24 jam pertama) rawatan dikarenakan hubungan waktu dan dinamika tekanan darah penderita yang fluktuatif. Penelitian lebih lanjut juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat ABPM ataupun pemeriksaan berkala (per jam), untuk memberikan kemungkinan akurasi yang lebih baik. Universitas Sumatera Utara