TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Adapun klasifikasi tanaman

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Adapun klasifikasi tanaman jambu air deli hijau adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae ; Divisio : Spermatophyta ; Sub Divisio : Angiospermae ;
Kelas : Dycotyledoneae ; Ordo : Myrtales ; Familia : Myrtaceae ;
Genus : Syzygium ; Spesies : Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry
(Merril and Perry, 1938).
Batangnya mempunyai bentuk bulat, berwarna coklat dan mempunyai
tekstur kulit batang yang halus. Percabangan tanaman datar – miring, terlihat
kokoh dan tegar. Tanaman ini mempunyai tinggi 4 – 5 meter dengan lebar tajuk 2
meter dengan bentuk membulat, rimbun, dan relatif pendek (Hartanto, 1998).
Daunnya berbentuk tombak dengan perbandingan panjang dan lebar 3 : 2,
bertepi daun rata dan ujung meruncing. Daunnya mempunyai kedudukan datar
dan menyiku. Permukaan daun atasnya berwarna hijau tua, sedangkan permukaan
daun bawahnya berwarna hijau pupus. Permukaan daunnya mempunyai tekstur
halus dan berlilin tipis (Hartanto, 1998).
Bunga jambu memiliki tipe terminal, bunga muncul pada ketiak daun
dengan jumlah 3-30 bunga, ukuran bunga 3-4 cm, panjang kelopak sampai tabung
sekitar 1,5 cm, panjang daun telinga bunga 3-5 mm, jumlah kelopak 4 berbentuk
bundar seperti spatulat dengan ukuran 10-15 mm, bunga berwarna kuning hingga
putih, terdapat banyak benang sari dengan panjang mencapai 3 cm.
(Orwa et al, 2009).
Buah bertipe buah buni, seperti lonceng seperti buah pir yang melebar,
dengan lekuk atau alur-alur dangkal membujur di sisinya; bermahkota kelopak
Universitas Sumatera Utara
yang melengkung berdaging; besarnya sekitar 3,5-4,5 x 3,5-5,5 cm; di bagian luar
mengkilap seperti lilin; merah, kehijauan atau merah-hijau kecoklatan. Daging
buah putih, banyak berair, dengan bagian dalam seperti spons, aromatik, manis
atau asam manis (Aryo, 2012).
Setiap buah memiliki satu atau sepasang biji berbentuk bulat dengan
diameter 1,6-2 cm (0,6-0,8 inch), bagian luar biji berwarna kecokelatan dan
bagian dalam berwarna hijau dan struktur biji yang membulat. Buah dari beberapa
pohon dapat pula sepenuhnya tanpa biji (Peter, 2011).
Syarat Tumbuh
Iklim
Jambu air dapat tumbuh di daerah dataran rendah beriklim tropis yang
cukup lembab. Tanaman jambu ini dapat tumbuh terbaik didaerah dengan musim
kemarau cukup panjang, namun hal ini bukan berarti bahwa spesies ini tahan
kekeringan. Spesies ini tetap membutuhkan pasokan air dan sering ditanam
disepanjang sungai (Orwa et al, 2009).
Adaptasi tanaman ini cukup baik ditanam pada daerah dataran rendah dan
dapat ditanam sampai daerah yang mempunyai ketinggian 1000 m diatas
permukaan laut. Buahnya tetap mempunyai rasa manis walaupun ditanam
didaerah bercurah hujan tinggi, tetapi akan lebih manis lagi bila ditanam didataran
rendah kering (Hartanto, 1998).
Tanaman jambu air tumbuh baik di daerah yang curah hujannya
rendah/kering sekitar 500–3000 mm/tahun dan musim kemarau lebih dari 4 bulan.
Dengan kondisi tersebut, maka jambu air akan memberikan kualitas buah yang
baik dengan rasa lebih manis (Henuhili, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Cahaya matahari berpengaruh terhadap kualitas buah yang akan
dihasilkan. Intensitas cahaya matahari yang ideal dalam pertumbuhan jambu air
adalah 40–80 %. Suhu yang cocok 18-280C dan kelembaban udara antara 50-80 %
(Henuhili, 2010).
Tanah
Tanah yang cocok bagi tanaman jambu air adalah tanah subur, gembur dan
banyak mengandung bahan organik. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok
sebagai media tanam jambu air adalah 5,5–7,5. Kedalaman kandungan air yang
ideal untuk tempat budidaya jambu air adalah 0-50 cm; 50-150 cm dan 150-200
cm (Henuhili, 2010).
Tanah yang dikehendaki jambu air deli hijau adalah tanah yang
mempunyai drainase dan aerasi yang baik serta subur, gembur dan banyak
mengandung bahan organik (Tim Peneliti, 2012).
Menurut Al-Saif (2011) jambu air membutuhkan pasokan air yang baik
dan dapat ditanam di sepanjang sungai atau kolam. Pohon ini lebih cocok pada
tanah yang bertekstur berat dan juga akar dapat mudah untuk memperoleh air dari
tanah bagian dalam.
Tanah pertanaman jambu air harus subur, atau tanaman jambu air akan
tumbuh kecil dan menghasilkan buah yang mungkin dengan kualitas yang buruk
(Morton, 2004).
Perbanyakan Vegetatif Tanaman Dengan Stek
Tanaman jambu air dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan vegetatif
(okulasi,
cangkok,
setek).
Perbanyakan
tanaman
dengan
biji
sering
mengecewakan karena selain umur mulai berbuah lama juga sering terjadi
Universitas Sumatera Utara
penyimpangan sifat-sifat pohon induknya (Sulastri, 2004).
Perbanyakan vegetatif berusaha membuat tanaman baru dari bagian
tanaman yang telah ada, misalnya : cabang, akar, dan atau daun. Pada dasarnya
pembiakan vegetatif berusaha untuk menumbuhkan akar, tunas atau perpaduan
sel-sel. Perbanyakan setek dilakukan menggunakan bagian-bagian vegetatif yang
dipisahkan dari pohon tanaman induknya, kemudian ditanam atau disemai pada
lahan dengan kondisi yang menguntungkan, sehingga dapat beregenerasi serta
dapat berkembang rnenjadi tanaman yang sempurna dengan sifat-sifat yang sama
dengan tanaman induknya (Suprapto, 2004).
Keuntungan dari setek batang adalah pembiakkan ini lebih efisien jika
dibandingkan dengan cara lain karena cepat tumbuh dan penyediaan bibit dapat
dilakukan dalam jumlah yang besar. Sedangkan kesulitan yang dihadapi adalah
selang waktu penyimpanan relatif pendek antara pengambilan dan penanaman
(Huik, 2004).
Sebagian besar buah jambu air deli hijau tidak memiliki biji. Hal ini
menyebabkan tanaman sangat sulit dibudidayakan secara generatif (biji)
(Tim Peneliti, 2012).
Perbanyakan tanaman yang tidak menghasilkan biji umumnya dilakukan
dengan cara perbanyakan vegetatif seperti setek dengan menggunakan bagian
vegetatif yang dipisahkan dari induknya, kemudian ditanam atau disemai sehingga
dapat beregenerasi menjadi tanaman yang sempurna dengan sifat – sifat yang
sama dengan tanaman induknya (Suprapto, 2004).
Semua bagian cabang limbah pangkasan (mulai dari cabang tersier yang
masih hijau hingga cabang sekunder) dapat dipergunakan sebagai bahan setek.
Universitas Sumatera Utara
Panjang setek kurang lebih 25 cm terdiri atas 3–4 mata tunas. Bagian ujung setek
dipotong miring lalu dicelupkan ke dalam parafin mendidih untuk menghindari
genangan air pada bagian atas setek dan untuk menekan laju penguapan setek,
sedangkan bagian bawah setek dipotong mendatar (Rebin, 2013).
Keberhasilan setek pucuk tergantung beberapa faktor dalam dan faktor
luar. Faktor dalam diantaranya adalah kondisi fisiologi setek, waktu pengumpulan
setek dan lain sebagainya. Adapun yang termasuk faktor luar antara lain adalah
media perakaran, suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan hormon pengatur
tumbuh (Na’iem, 2000).
Adanya tunas dan daun pada setek berperan penting bagi perakaran. Bila
seluruh tunas dihilangkan maka pembentukan akar tidak terjadi sebab tunas
menghasilkan suatu zat berupa auksin yang berperan dalam mendorong
pembentukan akar yang dinamakan rhizokalin (Daulay, 2010).
Salah satu faktor yang menentukan kualitas bahan tanam adalah jumlah
substrat seperti karbohidrat yang tersedia bagi metabolisme yang mendukung
pertumbuhan awal tanaman. Ini menjadi ukuran atau bobot bahan tanaman sering
digunakan sebagai tolak ukur untuk mendapat bahan tanam yang seragam. Akan
tetapi pertumbuhan tanaman tidak jarang dijumpai masih tetap bervariasi
sekalipun bahan tanam telah dipilih dari ukuran dan bobot yang relatif sama. Ini
adalah logis dengan kenyataan bahwa faktor yang menentukan kualitas bahan
tanam demikian banyak (Daulay, 2010 ).
Setek dikatakan hidup jika mampu mengeluarkan akar dan tunas, namun
jika yang tumbuh hanya salah satunya maka tanaman tersebut tidak akan bertahan
lagi karena dapat mengalami proses kematian dengan ciri-ciri fisik yaitu warna
Universitas Sumatera Utara
daun menguning atau batang mengering. Untuk dapat bertahan hidup maka setek
memerlukan cadangan makanan dan hormon auksin endogen yang berasal dari
bahan setek tersebut. Bahan setek sangat berpengaruh terhadap besarnya
persentase hidup (Pujawati, 2009).
Selain menghasilkan karbohidrat, daun juga merupakan sumber auksin
yang akan bergerak ke bawah dan menumpuk di bagian dasar setek yang
selanjutnya menstimulir pembentukan akar. Proses pembentukan perakaran ini
dapat terganggu jika transpirasi berjalan cepat karena tekanan osmotik pada sel
akan menurun sehingga pembentukan akar akan terhambat. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pemangkasan sebagian dari daun dan memotong ½ dari helaian daun
yang terdapat pada bahan setek yang bertujuan untuk mengurangi proses
transpirasi sehingga akar dan tunas dapat tumbuh dan tidak layu (Pujawati, 2009).
Intensitas cahaya matahari yang tinggi dapat mengurangi tingkat
keberhasilan penyetekan. Manipulasi tempat pembibitan dengan naungan paranet
dapat mengatasi masalah intensitas cahaya matahari. Kelembaban yang tinggi
(80%-90%) diperlukan pada penyetekan untuk pertumbuhan mata tunas dan
pembentukan akar (Purdyaningsih, 2012).
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Auksin
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan
merupakan zat hara, dan dalam jumlah sedikit mendorong, menghambat , atau
mengatur proses fisiologis di dalam tanaman. ZPT hanya efektif pada jumlah
tertentu, sehingga konsentrasi yang terlalu tinggi justru dapat merusak bagian
yang terluka. Bentuk kerusakannya berupa pembelahan sel dan kalus yang
berlebihan dan mencegah tumbuhnya tunas dan akar, sedang konsentrasi dibawah
Universitas Sumatera Utara
optimum menjadi tidak efektif (Purdyaningsih, 2012).
Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang
pertumbuhan adalah indole butyric acid (IBA), indole acetic acid (IAA) dan
naphthalene acetic acid (NAA). IBA dan NAA lebih efektif daripada IAA, sebab
keduanya lebih stabil digunakan dalam penyetekan. IBA dan NAA lebih stabil
terhadap oksidasi dan cahaya. IBA lazim digunakan untuk memacu perakaran
dibandingkan
dengan
NAA
atau
auksin
lainnya
IBA
bersifat
aktif
(Nurzaman, 2005).
IBA merupakan hormon yang dapat memacu pembelahan sel pada bagian
ujung meristematik sehingga dapat mendorong pertumbuhan perakaran pada
setek. Semakin cepat dan banyak akar terbentuk akan diperoleh bibit yang kuat
serta lebih tahan terhadap faktor lingkungan yang kurang menguntungkan
(Sudarmi, 2008).
Dalam menggunakan zat pengatur tumbuh untuk setek dikenal dua cara
untuk merangsang pertumbuhan akar, yaitu pertama membiarkan bagian setek
dalam larutan dengan cara mencelupkan atau merendamnya (cara basah) dan
kedua dengan mengolesi bagian dasar setek dengan bubuk ZPT (cara kering).
Perlakuan basah memudahkan setek menyerap zat dalam ZPT perangsang. Tinggi
rendahnya hasil dari penggunaan ZPT tergantung pada beberapa faktor, salah satu
diantaranya adalah lamanya setek direndam dalam larutan. Semakin lama setek
berada dalam larutan semakin meningkat larutan dalam setek (Sulastri, 2004).
Dalam penelitian Budianto, et al. (2013) tentang kombinasi macam ZPT
dengan lama perendaman yang berbeda terhadap keberhasilan pembibitan sirih
merah (Piper crocatum Ruiz & Pav), hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa
Universitas Sumatera Utara
perlakuan lama perendaman dengan ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap
parameter panjang akar. Pemberian hormon IBA dengan lama perendaman 3 jam
menghasilkan akar yang lebih panjang daripada perlakuan tanpa perendaman,
perendaman 1 jam dan perendaman 2 jam pada umur 4 MST dan 12 MST.
Hasil penelitian Sudarmi (2008) tentang kajian konsentrasi IBA terhadap
pertumbuhan stek jarak pagar (Jatropha curcas L.) menunjukkan bahwa
konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek jarak pagar pada
konsentrasi 100 ppm dimana diperoleh kemunculan tunas tercepat yaitu
22,917 hari; tunas terpanjang yaitu 78,583 cm; akar terpanjang yaitu 3,917; daun
terluas yaitu 185,373 cm dan berat brangkasan segar terbesar yaitu 203,583 g.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengujian statistik ternyata
perlakuan hormon IBA pada stek pucuk Meranti Putih (Shorea montigena) efektif
untuk meningkatkan persentasi jadi setek yang berakar. Pada tingkat konsentrasi
100 ppm, setek yang berakar dapat mencapai 83,33 persen. Ini berarti hormon
IBA berpengaruh positif dalam merangsang perakaran setek pucuk Meranti Putih
(Shorea montigena), sehingga proses perakaran menjadi lebih cepat dan mantap.
Dengan perakaran yang mantap setek dapat menyerap unsur hara dan air untuk
mempertahankan kondisinya agar tidak menjadi layu dan mati (Irwanto, 2001).
Dalam penelitian Suyanti, et al. (2013) pada tanaman keji beling
(Strobilanthes crispus Bl) menunjukkan bahwa pemberian IBA 75 ppm dapat
meningkatkan berat basah tanaman yaitu 8.84 g dan panjang akar tanaman yaitu
21.70 cm. Pemberian IBA 100 ppm dapat menghasilkan jumlah daun terbanyak
yaitu 32.33 helai dan jumlah akar terbanyak yaitu 53.67 helai. Pemberian IBA 175
ppm dapat meningkatkan berat kering tanaman yaitu 1.93 g.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Hasanah, et al. (2007) tentang pembentukan akar pada
setek batang nilam (Pogostemon cablin Benth.) setelah direndam IBA pada
konsentrasi berbeda menunjukkan bahwa persentase keberhasilan setek tertinggi
pada setek batang yaitu 100 % yang dicapai pada konsentrasi 25 ppm.
Universitas Sumatera Utara
Download