BAB VI KESIMPULAN Studi ini mengangkat pertanyaan utama yakni pergeseran identitas terjadi karena adanya pertemuan dengan pihak luar. Pergeseran identitas sendiri disebabkan oleh adanya perubahan sosial dalam bentuk banyaknya migrasi yang masuk ke Kota Samarinda. Dalam hal ini, ada dua sikap yang berbeda dari sesama orang Dayak dalam merespon perubahan sosial tersebut. Tapi dampak yang diinginkan dari respon tersebut, kenyataannya malah membuahkan hal yang bertolak belakang. Poy Pelampang memotong telinganya agar dapat berbaur dengan orang luar, tapi justru setelah memotong telinganya ia malah melakukan isolasi diri. Berbeda halnya dengan Poy Periaq yang tetap mempertahankan telinganya, tapi justru dapat berbaur dengan banyak orang luar. Dua hal yang membuat Poy Periaq berbeda dengan Poy Pelampang adalah terletak pada keseharian mereka. Poy Periaq setiap harinya bersentuhan langsung dengan orang luar dalam hal berdagang kerajinan khas, sedangkan Poy Pelampang melakukan hal yang sebaliknya. Poy Pelampang kurang dapat bergaul dengan orang kebanyakan karena dirinya kurang fasih berbahasa Indonesia. Sedangkan Poy Periaq bisa berbahasa Indonesia karena sudah sering bergaul bersama orang lain. Faktor pertama yang menguatkan jati diri Poy Periaq adalah agama yang menjadi cara berfikir dan jalan hidupnya. Kepercayaan terhadap agama ini 97 didasari keyakinan yang tinggi bahwa Tuhan telah menyelamatkan orang Dayak dari kebiadaban zaman purbakala. Karena itulah setiap ajarannya pastilah membawa kebaikan. Faktor kedua adalah adanya konstruksi hormat pada leluhur. Hormat, segan, dan takut memang tipis batasannya. Tapi ketiganya bisa menunjang satu sama lain untuk memproduksi kehormatan yang tinggi pada generasi diatasnya. Seperti yang dilakukan oleh Poy Periaq. Ada dua hal terkait persoalan ke-Dayak-an yang dijawab dalam studi ini; Pertama adalah tentang pilihan untuk hidup di dalam tradisi justru menjadi kekuatan. Dengan mempertahankan telinga panjang, banyak wisatawan ingin melihatnya menari dan ingin juga berfoto bersamanya. Kedua, melalui studi ini ditunjukkan bahwa tidak semua orang mewarisi tradisi dengan baik. Dan mereka yang hidup di dalam tradisi dan menjadikan tradisi sebagai dasar untuk mengekspresikan identitasnya adalah mereka yang sanggup mempertahankan telinga panjangnya ditengah perubahan sosial yang terjadi. Pada kenyataannya, walaupun tradisi telinga panjang adalah monopoli Suku Dayak Kenyah, tapi tradisi ini tidak terwariskan secara merata. Hal ini dibuktikan dari banyak yang memotong telinganya dan generasi muda yang enggan membuat telinga mereka panjang. Poy Periaq masih mempertahankan tradisi telinga panjang karena dia mewarisinya dengan baik. Poy Periaq memiliki hormat yang tinggi terhadap leluhurnya. Hal ini diajarkan di dalam ibadah di Gereja setiap hari minggu. Sementara Poy Pelampang tidak mewarisinya dengan baik karena dia tidak melakukan hal sama seperti yang dilakukan Poy Periaq. Dengan mempertahankan tradisi telinga panjang, membuktikan bahwa dirinya 98 tidak tunduk pada konstruksi orang luar tentang Dayak. Dirinya tetap hidup di dalam tradisi. Tradisi menari dijadikannya alat untuk mengekspresikan identitasnya, karena dengan menari dapat mengasah kebanggaannya sebagai orang Dayak telinga panjang. Singkatnya, untuk merepon perubahan sosial itu bukan harus melakukan penyesuaian, tapi justru harus memperkuat jati diri. Hal inilah yang dapat menjadi strategi dalam mempertahankan kebudayaan apapun macamnya. Perubahan sosial yang direspon dengan menutup diri dan mencoba melakukan penyesuaian dengan harapan orang luar, tapi pada saat yang bersamaan itu, justru dia mencerminkan kekalahan atau ketidakpercayaan diri sehingga cara dia merespon adalah dengan menanggalkan identitasnya. Meninggalkan identitasnya adalah cerminan dari kekalahannya. Padahal tujuan penghilangan identitas untuk dapat melakukan penyesuaian tidak dapat dicapai, justru malah ia mendapatkan hal yang sebaliknya. Para wisatawan malahan lebih tertarik untuk mencari Poy Periaq yang bertelinga panjang karena lebih ‘otentik’. Para pembeli kerajinanpun berfikir seperti itu. Pemandangan sebaliknya justru terlihat pada Poy Periaq. Poy Periaq dapat bertahan dan mempertahankan ke-khas-annya yang dianggap aneh oleh sebagian orang. Poy Periaq terlihat percaya diri dengan menambatkan nasibnya pada tradisi. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa keberpihakannya pada tradisi mempunyai nilai lebih dimata orang lain, bahkan nilai ekonomis. Ia dapat bertahan juga secara ekonomi karena banyak orang ingin berfoto bersamanya. Berfoto bersama Poy Periaq dikenakan biaya. Sumber ekonomi lainnya terletak dari dibelinya berbagai kerajinan yang dibuat olehnya. Banyak para wisatawan lebih tertarik datang ke rumah Poy Periaq daripada ke rumah penduduk lainnya. 99