09 BAB II - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Perbankan
2.2.1
Pengertian Perbankan
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, bank didefinisikan sebagai
berikut :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana atas masyarakat dalam bentuk
kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka menigkatkan taraf hidup rakyat
banyak.” (UU No 10 tahun 1998).
Undang-undang di atas menyatakan bahwa merupakan satu badan usaha. Ini
berarti bank memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan.Namun demikian, ada
tujuan umum yang lebih luas yang harus dicapai bersama-sama, yaitu untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Definisi bank lainnya dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang
dikemukakan oleh para pakar.
Hasibuan (2002:2), menjelaskan tantang bank yaitu :
“Bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaanya
terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan
juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja. Bank adalah mengumpul
dana dan penyalur kredit berarti bank dalam operasinya mengumpulkan dana kepada
SSU dan menyalurkan kredit kepada DSU.”
10
11
Dan pengertian tentang bank yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan
bahwa bank sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), artinya
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana atas masyarakat dalam bentuk
simpanan
untuk
kemudian
disalurkan
kembali
kepada
masyarakat
yang
membutuhkannya dalam bentuk kredit.
2.1.2
Fungsi Bank
Bank umumnya sebagai lembaga intermediasi keuangan memberikan jasa-
jasa baik kepada pihak yang memiliki kelebihan dana maupun kepada pihak yang
memerlukan dana. Hal ini sesuai dengan fungsi utama perbankan menurut UndangUndang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu :
“Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur
dana masyarakat”.
Fungsi tersebut di atas menjadikan bank sebagai salah satu lembaga
intermediasi atau perantara keuangan yang terpenting diantara yang ada. Melalui
fungsinya ini bank diharapkan dapat penghimpun dana yang ada. Melalui fungsinya
ini bank diharapkan dapat menghimpun dana yang ada di masyarakat, terutama yang
menganggur atau kelebihan dana, agar lebih profuktif. Produktifitas dana tersebut
dapat dicapai melalui penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat
sehingga menggerakan sektor rill perekonomian.
12
Sedangkan inilah pengertian bank menurut Kasmir (2006:2), menjelaskan :
“Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah
menghimpun dana atas masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi bank dan peranan lembaga
keuangan (terutama bank) adalah sebagai lembaga perantara masyarakat yang
kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana.
2.1.3
Jenis-jenis Bank
Penggolongan bank menurut Undang-Undang nomor 14 tahun 1997 dan
Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan mempunyai beberapa perbedaaan. Jenis
perbankan dewasa ini dapat ditinjau atas berbagai segi, antara lain atas segi kegiatan
usaha, atas segi kepemilikan, atas segi penciptaan uang giral, atas segi cara
menentukan harga, dan atas segi target pasar.
2.1.3.1 Jenis Bank Dilihat atas Segi Kegiatan Usaha
Jenis bank atas segi kegiatan usaha menurut Susilo,dkk (2002:49) terdiri atas :
1.
Bank Umum
Bank Umum didefinisikan oleh Undang-Undang nomor 10 tahun 1998
sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
13
lintas pembayaran.
2.
Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat didefinisikan oleh Undang-Undang nomor 10 tahun
1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.1.3.2 Jenis Bank Dilihat atas Segi Kepemilikannya
Jenis bank atas segi Kepemilikannya menurut Kasmir (2006:26) terdiri atas :
1.
Bank Milik Pemerintah
Bank Milik Pemerintah pada dasarnya adalah bank yang seluruh atau sebagian
besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah.
2.
Bank Swasta Nasional
Bank Swasta Nasional merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh swasta nasional.
3.
Bank Milik Asing
Bank Milik Asing merupakan cabang atas bank yang ada diluar negeri, baik
milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu Negara.
4.
Bank Milik Campuran
Bank MilikCampuran merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimilki
oleh pihak asing dan swasta nasional.Yang mana kepemilikan sahamnya secara
mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia.
14
2.1.3.3 Jenis Bank Dilihat atas Segi Status
Jenis bank menurut Kasmir (2006:29) dilihat atas status dibagi dalam dua
macam, yaitu :
1.
Bank Devisa
Bank yang berstatus devisa atau bank Devisa merupakan bank yang dapat
melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata
uang asing secara keseluruhan.
2.
Bank Non Devisa
Bank dengan status Bank Non Devisa merupakan bank yang belum mempunyai
ijin melaksanakan transaksi sebagai bank Devisa.
2.1.3.4 Jenis Bank Dilihat atas Segi Cara Menentukan Harga
Menurut Kasmir (2006:30), jenis bank dilihat atas segi caranya dalam
menentukan harga, baik harga jual maupun harga beli,terbagi dalam dua kelompok,
yaitu :
1. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada nasabahnya, bank
ini menggunakan dua metode, yaitu :
a. Menetapkan bunga sebagai harga jual untuk produk simpanan dan sebagai
harga beli untuk produk pinjaman (kredit). Penentuan harga jual ini
dikenal istilah spread based.
15
b. Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak perbankan bank konvensional
menggunakan atau menetapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau
persentase tertentu. Sistem pengenalan biaya ini dikenal dengan istilah fee
based.
2. Bank yang Berdasarkan Prinsip Syariah
Penentuan harga atau pencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip
syariah dengan cara:
a.
Pembiayaan berdasarkan bagi hasil (mudharabah)
b. Pembiyaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah)
c. Prinsip beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
d. Pembiyaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang
disewa atas pihak bank atau pihak lain (ijarah wa iqtina).
2.2
2.2.1
Tinjauan Umum Bank Syariah
Pengertian Bank Syariah
Pengertian Bank Syariah menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentangperbankan Syariah adalah sebagai berikut :
“Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank
pembiyaan rakyat syariah”.
Adapun pengertian bank syariah menurut (2008: 30) adalah sebagai berikut :
16
“ Bank Isalam adalah : (1) bank yang beroprasi sesuai dengan prinsip syariah
Islam, (2) bank yang tata cara beroprasinya mengacu kepada ketentuan AlQur’an dan Hadist, sementara bank yang beroprasi sesuai dengan ketentuanketentuan syariah Islam. Khususnya beroprasinya menyangkut tata cara
bermuamalat secara Islam. Dikatakan lebih lanjut, dalam tata cara
bermuamalat itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung
unsur-unsur riba”.
Atas pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa bank Islam atau bank Syariah
adalah lembaga keuangan yang dalam kegiatannya operasionalnya, baik yang
menyangkut kegiatan penghimpunan dana maupun penyaluran dana dilaksanakan
berdasarkan aturan hukum Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadist.
2.2.2
Karakteristik Bank Syariah
Bank syariah adalah bank Islam yang melakukan kegiatan usahanya dengan
sistem bagi hasil sesuai prinsip syariah untuk mewujudkan kemaslahatan bagi
masyarakat luas dalam perkembangan perekonomian.Dalam melakukan transaksi
bank syariah menggunakan prinsip-prinsip syariah diantaranya, persaudaraan,
keadilan, kemaslahatan, keseimbangan, dan transparansi. Kegiatan bank syariah yang
berlandaskan hukum Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuk
b. Tidak mengenal konsep nilai waktu atas uang (time value of money)
17
c. Konsep uang sebagai alat tukar bukan komoditas
d. Menciptakan sistem bagi hasil dan perdagangan
e. Asas utama kemitraan, keadilan, tranparansi, dan kemaslahatan
f. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
g. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang
h. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad
i. Konsep bagi hasil, tidak menggunakan bunga sebagai alat pendapatan dan
beban
j. Dapat memperoleh imbalan atas jasa perbankan lainnya yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
2.2.3
Perbedaaan Bank Syariah dengan konvensional
Dalam beberapa hal, bank syariah dan bank konvensional memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi computer yang digunakan, syarat-syarat untuk memperoleh pembiyaan dan
sebagainya.Namun, hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan
syariah dan konvensional adalah terletak pada pengembalian dan pembagia
keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada bank atau yang diberikan oleh bank
kepada nasabah yang dikenal dengan sistem bagi hasil (tanpa bunga).
Menurut Hosen (2006:9), perbedaan bank syariah dengan bank dapat konvensional
diantaranya pada tabel sebagai berikut :
18
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
No Uraian
1
Landasan
Operasional
2
Peran dan
Fungsi Bank
3
Risiko Usaha
4
Sistem
Pengawasan
Bank Syariah
Bank Konvensional
 Prinsip Syariah (tidak
bebas nilai)
 Uang hanya sebagai alat
tukar
 Dilarang menggunakan
sistem bunga
 Memakai cara bagi hasil
atas keuntungan jasa atas
transaksi riil
 Sebagai penerima dana
titipan atas nasabah
 Sebagai penyedia jasa
pembayaran selama tidak
bertentangan dengan
prinsip syariah
 Sebagai pengelola dana
kebajikan
 Menerapkan hubungan
kemitraan
 Dihadapi bersama antara
bank dan nasabah
 Tidak mengenal negative
spread (selisih negatif)
 Prinsip materialism
(bebas nilai)
 Uang, komoditi yang
diperdagangkan
 Instrument imbalan
terhadap pemilik uang
ditetapkan di muka
menggunakan bunga
 Sebagai penghimpun
dana dan menyalurkan
kembali dengan imbalan
bunga
 Sebagai penyedia jasa
pembayaran
 Menerapkan hubungan
kreditur-debitur antara
bank dengan nasabah
 Risiko bank tidak ada
kaitannya dengan risiko
debitur atau sebalikanya
 Antara pendapatan
bunga dan beban bunga
dimungkinkan terjadinya
selisih negatif
 Tidak ada aturan syariah
yang mendasari kegiatan
operasional
 Adanya dewan pengawas
syariah sehingga kegiatan
operasional bank tidak
menyimpang atas aturan
syariah
Sumber : Nadratuzzaman Hosen (2006:9)
Dengan demikian, baik atas aspek hukum, kegiatan operasional ataupun
sistem pengawasan yang dilakukan secara teoritis, bank syariah berbeda dengan bank
19
konvensional.
Adapun perbedaan bunga dan bagi hasil antara bank syariah dengan bank
konvensional menurut Antonio(2001:61) sebagai berikut :
Table 2.2
Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil
Uraian
Penentuan keuntungan
Besarnya presentase
Pembiyaan
Jumlah pembiyaan
Eksistensi
2.2.4
Bank Konvensional
Bank syariah
Bunga dibuat pada waktu Penentuan
besarnya
perjanjian dengan asumsi harus rasio/nisbah bagi hasil dibuat
selalu untung
pada waktu akad dengan
berpedoman
pada
kemungkinan untung rugi
Berdasarkan
pada
jumlah Besarnya rasio bagi hasil
uang/modal yang dipinjamkan
berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang diperoleh
Pembayaran bunga tetap seperti Bagi hasil tergantung pada
yang
di
janjikan
tanpa keuntungan proyek yang
pertimbangan apakah proyek dijalankan, bila usha merugi,
yang dijalankan oleh pihak kerugian akan ditanggung
nasabah untung atau rugi
bersama oleh kedua belah
pihak
Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba
meningkat sekalipun jumlah meningkat
dengan
keuntungan berlipat atau keadaan peningkatan
jumlah
ekonomi sedang “booming”
pendapatan
Eksistensi
bunga
diragukan Tidak ada yang meragukan
(kalau tidak dikecan) oleh semua keabsahan bagi hasil
agama, termasuk agama Islam
Fungsi dan peran bank Syariah
Bank syariah mempunyai fungsi yang berbeda dengan bank konvensional
yang mana fungsi bank syariah merupakan karakteristik bank syariah. Dengan
mengetahui fungsi syariah secara jelas akan membawa dampak dalam pelaksanaan
kegiatan usaha bank syariah.
Menurut Muhammad (2005: 15) fungsi bank syariah antara lain adalah sebagai
20
berikut :
1. Memurnikan
operasional
perbankan
syariah
sehingga
dapat
lebih
meningkatkan kepercayaan masyarakat.
2. Meningkatkan kesadaran syariah umat Islam sehingga dapat memperluas
segmen dan pangsa pasar perbankan syariah.
3. Menjalin kerjasama dengan para ulama, sebab bagaimana pun juga peran
ulama di Indonesia sangan dominan bagi kehidupan umat Islam.
Adanya bank syariah diharapkan dapat memberikan sumbangan positif
terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiyaan-pembiyaan yang
dikeluarkan bank sayriah. Melalui pembiyaan tersebut, bank syariah diharapkan dapat
menjalin kerja sama (kemitraan) dengan nasabah sehingga hubungan antara bank
syariah dengan nasabah bukan sebagai kreditur dan debitur tetapi menjadi hubungan
kemitraan.
Lebih lanjut, Muhammad (2005:16) mengemukakan secara luas peran bank
syariah dapat terwujud atas aspek-aspek sebagai berikut :
1. Memberdayakan ekonomi umat dan beroprasi secara tranparan. Artinya,
bank syariah harus didasarkan pada visi ekonomi karakyatan dan upaya ini
akan terwujud jika ada mekanisme operasi yang transparan.
2. Memberikan return yang lebih baik. Artinya, investasi di bank syariah
tidak memberikan janji yang pasti mengenai return yang diberikan kepada
investor. Oleh karena itu, bank syariah harus mampu memberikan return
21
yang lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional. Dengan kata
lain, nasabah akan memberikan bagi hasil sesuai dengan keuntungan yang
diperolehnya.
3. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya, bank syariah
mendorong terjadinya transaksi produktif atas dana masyarakat. Dengan
demikian spekulasi dapat ditekan.
4. Mendorong pemerataan pendapatan. Artinya, bank syariah bukan hanya
mengumpulkan dana pihak ketiga, namun dapat mengumpulkan dana
zakat, infak, dan shadaqah.
5. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana. Artinya adanya produk almudharabah al-muqayyadah, berarti terjadi kebebasan bank untuk
melakukan investasi atas dana yang diserahkan oleh investor, maka bank
syariah sebagai financial arranger bank memperoleh komisi atau bagi hasil
bukan karena spread bunga.
6. Uswan hasanah, implementasi moral dalam pnyelenggaraan usaha bank.
Dengan demikian, bank syariah yang sifatnya sebagai bank yang berdasarkan
prinsip syariah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist wajib memposisikan diri
sebagai Uswatun hasanah (contoh) dalam implementasi moral dan etika bisnis yang
benar atau melaksanakan etika dan moral agama dalam aktivitas ekonomi.
22
2.2.5
Prinsip-prisnip perbankan syariah
Bank syariah menggunakan beberapa prinsip yang sesuai dengan syariah.
Menurut Antonio (2001 : 90-134,148-151) prinsip-prinsip dasar bank syariah dapat
dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :
1. Prinsip titipan/Simpanan(Depository)
a. Al-Wadi’ah
Al-Wadi’ah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika
pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis wadia’ah, yaitu :
Wadia’ah Yad al-Amanah, yaitu yang mana pihak yang menerima titipan
tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang
dititipkan.

Wadia’ah Yad adh-Dhamanah, yaitu yang mana pihak yang menerima
titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang
dititipkan.
b. Mudharabah (investasi)
Akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah mudharabah. Secara garis besar
mudharabah terbagi ke dalam dua jenis, yaitu :

Mudharabah Muthlaqah, yaitu yang mana shahibul maal tidak
memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya.

Mudharabah
Muqayyadah,
yaitu
yang
mana
shahibul
memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya.
maal
23
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit-Sharing)
a. Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu yang mana masing-masing pihak memberikan konstribusi
dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.
b. Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak yang mana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
c. Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antar pemilik lahan
dan penggarap, yang mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada
si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(persentase)atas hasil panen.
d. Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana atas muzara’ah, diamana si
penggarap hany bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu atas hasil panen.
3. Prinsip Jual Beli (sale and Purchase)
a. Bai’ al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al-murabahah, penjual harus member
tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya.
b. Bai’ as-Salam adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari,
24
sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Dalam transaksi bai’ as-Salam
mengharuskan adanya dua hal, yaitu pengukuran dan spesifikasi barang yang
jelas serta adanya keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak.
c. Bai’ al-Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuah
barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan atas pembeli.
Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau
membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya
kepada pembeli akhir.
4. Prinsip Sewa(Operational Lease dan Financial Lease)
a. Al-Ijarah adalah akad hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu
sendiri.
b. Al- Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik adalah akad sejenis perpaduan antara
kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat kepemilikan ini pula yang
membedakan dengan ijarah biasa.
5. Produk Jasa (Fee-Based Services)
a. Al-Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain
dalam hal-hal yang diwakilkan.
b. Al- Kafalh merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
25
c. Al-Hawalah adalah pengakihan utang atas orang yang berutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya.
d. Ar- Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis.
e. Al- Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan.
2.2.6
Operasional Bank Syariah
Secara konsep operasional Lembaga Kuangan Syariah, baik Bank Umum
Syariah (BUS), Kantor Cabang Syariah Bank Konvensional atau Unit Usaha Syariah
(UUS), Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
atas alur operasional dan konsep syariahnya tidaklah berbeda, yang membedakan
adalah pada skalanya saja, misalnya bank umum syariah dalam menghimpun dana
dan menyalurkan dana dalam jumlah yang besar, BPRS pada jumlah yang kecil dan
mikro, yang mana jumlah-jumlah tersebut sangat tergantung pada besaran risiko yang
ditanggung oleh lembaga keuangan syariah (LKS) tersebut.
Secara umum alur operasional lembaga keuangan syariah dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Penghimpunan dana bank syariah menggunakan dua prinsip, yaitu :
26
a. Prinsip Wadiah yad dhamanah yang diaplikasikan pada produk deposito
dan tabungan wadiah.
b. Prinsip mudharabah muthlaqah yang aplikasikan pada produk deposito
mudharabah dan tabungan mudharabah.
2. Dana bank syariah yang dihimpu disalurkan dengan pola-pola yang
dibenarkan syariah. Secara garis besar penyaluran dana bank syariah
dilakukan dengan tiga pula penyaluran yaitu :
a. Prinsip jual beli yang meliputi murabahah, salam dan istishna.
b. Prinsip bagi hasil yang meliputi pembiyaan mudharabah atau pembiyaan
musyarakah.
c. Prinsip ujroh yaitu ijarah munthiayah bittamlik.
3. Atas penyaluran dana tersebut akan diperoleh pendapatan yaitu dalam prinsip
jual beli lazim disebut margin atau keuntungan dan prinsip bagi hasil akan
menghasilkan bagi hasil usaha serta dalam ijaroh akan memperoleh upah
(sewa). Pendapatan dan oenyaluran dana ini disebut dengan pendapatan
operasi utama yang merupakan pendapatan yang akan dibagihasilkan,
pendapatan yang merupakan unsur perhitungan distribusi hasil usaha.
4. Pendapatan inilah yang akan dibagihasilkan antara pemilik dana dan
pengelola dana. Secara prinsip, pendapatan yang dibagihasilkan antara
pemilik dana dan pengelola dana adalah pendapatan atas penyaluran dana
yang sumber dananya berasal atas mudharabah muqayyadah. Mudharbah
27
merupakan jenis pembiyaan atas dasar bagi hasil (mudharabah muqayyadah)
sesuai dengan kesepakatan, yang mana pihak bank selaku penyedia modal
(shahibul maal) menyediakan dana 100%. Sedangkan pihak nasabah selaku
pengelola (muatasb) dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan
dimukan dan apabila rugi ditanggung oleh shahibul maal. Pembiyaan ini
dapat
disalurkan
untuk
berbagai
jenis
usaha
yakni
perdagangan,
perindustrian dan pertanian serta jasa.
5. Pendapatan bank syariah tidak hanya atas bagian pendapatan pengelola
danamudharabah saja, tetapi ada pendapatan-pendapatan tersebut tidak
dibagihasilkan antara pemilik dan pengelola dana. Pendapatan tersebut
berasal atas fee base income, misalnya pendapatan aras fee kiring, fee
transfer, fee inkaso, fee pembayaran payroll dan fee lain atas jasa layanan
yang diberikan oleh bank syariah.
2.2.7
Laporan keuangan bank syariah
Penyusunan laporan keuangan bank syariah sama dengan penyusunan laporan
keuangan bank konvensional. Laporan keuangan pokok terdiri atas atas neraca, laba
rugi, dan perubahan kekayaan bersih. Neraca adalah keadaan posisi keuangan pada
tanggal tertentu, laba rugi merupakan ikhtisar pendapatan dan biaya untuk suatu
jangka waktu tertentu, sedangkan perubahan kekayaan bersih adalah ikhtisar
kenaikan dan penurunan kekayaan perusahaan.
28
Tujuan laporan bank syariah pada dasarnya sama dengan tujuan laporan keuangan
yang berlaku secara umum, namun dengan tambahan antara lain sebagai berikut :
1. Informasi kepatuhan bank terhadap prisnsip syariah serta informasi perolehan
dan penggunaan pendapatan atau beban.
2. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab bank
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya, pada
tingkat keuntungan yang layak serta informasi mengenai tingkat keuntungan
investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat.
3. Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan
penyaluran zakat.
Laporan keuangan juga merupakan sarana pertanggung jawaban manajemen
atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan
syariah yang lengkap sesuai dengan PSAK no.101 terdiri atas :
1. Neraca
2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Ekuitas Pemilik
4. Laporan Perubahan Arus Kas
5. Laporan Rekonsiliasi Pendapatan Bagi Hasil
6. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah
8. Laporan Sumber dan Penggunaan Adana Qardhul Hasan
29
9. Catatan atas Laporan Keuangan
2.3
Kontrak Mudharabah
2.3.1
Pengertian Mudharabah
Menurut Antonio (2001;95), kata mudharabah berasal atas kata dharb, berarti
memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah
proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya. Secara teknis,
al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara shaibul maal (pemilik dana) dan
mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka.
Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik
dana, kecuali ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti
penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan.
Pengambilan pembiyaan mudharabah dapat dilakukan bersama dengan
distribusi bagi hasil atau pada saat diakhirinya mudharabah. Pada prinsipnya dalam
pembiyaan mudharabah tidak ada jaminan, namun pengelola dana tidak melakukan
penyimpangan. Pemilik dana dapat meminta jaminan atas pengelola dana atau pihak
ketiga. Jaminan itu hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal-halyang telah disepekati bersama dalam akad.
Ikatan Akuntan Indonesia mendefinisikan mudharabah sebagai berikut :
“mudhararabah adalah akad kerja sama usaha antara shahibul maal (pemilik
dana) dan Mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut
30
kesepakatan dimuka.” (Ikatan Akuntan Indonesia, 2005: 59.2)
Meunurut Antonio (199 : 135) pengertian mudharabah adalah sebagai berikut
:“mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak yang mana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.”
Gambar 2.1
Skema Mudharabah
PERJANJIAN
BAGI HASIL
Nasabah
(mudharib)
Keahlian/ Modal
Keterampilan
Bank
100%
(shahibul maal)
PROYEK USAHA
Nisbah x%
PEMBAGIAN
Nisbah Y%
KEUNTUNGAN
Modal
Sumber : Antonio (2001:98)
pengembalian pokok
31
2.3.2
Syarat-syarat Mudharabah
1. Modal
a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya seandainya berbentuk
barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa
dalam uang yang beredar (atau jenisnya)
b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang
c. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya
melakukan usaha.
2. Keuntungan
a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam presentase atas
keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti
b. Kesepakatan rasio presentase harus dicapai melalui negoisasi dan
hitungan dalam kontrak
c. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib
mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada rab al’mal
2.3.3
Jenis-jenis Mudharabah
Menurut Antonio (200:97) secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua
jenis yaitu :
a. Mudharabah mutlaqah
Transaksi mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara
32
shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
b. Mudharabah muqayyadah
Mudharabah
muqyyadah
atau
disebut
juga
istilah
restricted
mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan atas mudharabah
muthlaqah. Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau
tempat
usaha.Adanya
pembatasan
ini
seringkali
mencerminkan
kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
2.3.4
Landasan syariah
Landasan syariah untuk mudharbah terdapat pada
1. Al-Qur’an
“…….dan atas orang-orang yang berjalan dimukabumi mencari sebagian
karunia Alla”.(Q.S. 73 Al-Muzammil;20)
“apabila telah ditunaikan shalat maka bertebarlah kamu dimuka bumi dan
carilah karunia Allah”. (Q.S. 62 Al-Jumu’ah : 10)
“tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari kerunia Tuhanmu” (Q.S.
Al-Baqarah-198)
Ayat-ayat
tersebut
memberikan
gambaran
pengertian
bahwa
mudharabah(berjalan dimuka bumi) dengan tujuan mendapatkan keutamaan
atas Allah SWT, sebagimana firman Allah SWT “ maka apabila telah
33
ditunaikan shalat (Jum’at), bertebarlah dimuka bumi dan carilah karunia Allah
SWT. Dipandang secara umu, kadungan ayat tersebut mencakup usaha
mudharabah, karena adanya perintah untuk melakukan suatu perjalanan
usaha.
2. Al-Hadist
“Diriwayatkan atas Ibnu Abbas, bahwa Abbas bin Abdul Muthalib jika
memberikan dana untuk keperluan mudharabah memberikan persyaratan
kepada si pengelola dana (mudharib) agar tidak dibawa mengarungi lautan,
menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru
basah. Jika ia(mudharib) tidak memenuhi syarat tersebut, maka ia harus
bertanggung jawab dan menanggung resiko yang terjadi di atas dana tersebut.
Persyaratan ini disampaikan kepada Rasulullah SAW, dan Rasulullah
membolehkannya”. (HR Thabrani)
Hal yang sama diriwiyatkan oleh Ibnu Majah dab Suhaib bahwa
Rasulullah SAW bersabda :
“tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan, yakni jual beli dengan cara
tangguh, mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk
kerpluan keluarga dan bukan dimaksudkan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah)
Pada hadist pertama dijelaskan bahwa mudharabah digunakan sebagai
pendukung dalam memperluas jaringan perdagangan.Karena dengan menerapkan
prinsip mudharabah, maka dapat dilakukan transaksi jual beli dalam ruang lingkup
34
yang luas baik perdagangan antar daerah maupun antar perdagangan di satu daerah.
Dalam al Hadist terlihat bahwa mudharabah merupakan suatu kebiasaan yang
dipraktekkan oleh umat muslim dalam rangka medukung para muslimin untuk
mengembangkan jaringan perdagangan yang lebih luas dan Islam membenarkannya.
2.3.5
Manfaat dan Resiko Mudharabah
1. Manfaat Al-Mudharabah
Adapun manfaat atas mudharabah itu sendiri adalah :
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha
nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan
secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank
hingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiyaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas
usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang
kongret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah al-musyarakah ini berbeda
dengan prinsip bunga tetap yang mana bank akan menagih penerima
pembiyaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keutunugan
35
yang di hasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2. Risiko al-Mudharabah
Risiko yang terdapat dalam al-mudharabah, terutama pada penerapannya
dalam pembiyaan, relative tinggi.Diantaranya :
a. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut
dalam kontrak
b. lalai dan kesalahan yang disengaja
c. penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur
2.3.6
Perbedaan Sistem Mudharabah dengan Riba
Meskipun mudharabah dan pinjaman berbunga kelihatannya serupa, namun
pada
dasarnya
terdapat
perbedaan.Dalam
mudharabah
hasilnya
tidak
dijamin.Sedangkan dalam pinjaman berbunga, pinjaman tersebut tidak bergantung
atas hasil untung rugi sehingga hasilnya lebih dijamin.
Menurut
Antonio
(2001:59)
terdapat
perbedaan
antara
investasi
dengan
membungakan uang, yaitu :
1. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandumg risiko karena berhadapan
dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian perolehan kembalinya (return)
tidak pasti dan tidak tetap.
2. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung resiko,
karena perolehan kembalinya berupa bunga yang relative pasti dan tetap. Pada
36
sistem bunga, apabila bunga atas peminjam ternyata lebih rendah
dibandingkan kewajiban bunga kepada deposan, maka selisih bunga yang
telah ditetapkan didepan atau didalam asuransi disebut dengan bunga teknik,
harus ditanggung oleh perusahaan. Sehingga keuntungan akan negative
negative spread).
2.3.7
Rukun Mudharabah
Adapun rukun-rukun di dalam murabahah itu sendiri adalah transaksitransaksi yang harus ada terjadi di dalam mudharabah itu sendiri seperti :
a. Pelaku (Pemilik dana ataupun peminjam uang)
b. Objek Mudharabah (modal dan kerja)
c. Persetujuan kedua belah pihak
d. Nisbah keuntungan
2.4
2.4.1
Kontrak Murabahah
Pengertian Murabahah
Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih al-
muamalah islamiah terbilang sangat banyak.Jumlahnya bisa mencapai belasan jika
tidak puluhan. Atas sedemikian banyak itu, ada tiga jenis jual beli yang telah banyak
dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiyaan modal kerja dan investasi
dalam perbankan syariah, yaitu bai’al-murabahah, bai’ as-salam, dan bai’ al-istishna
37
Menurut Karim (2003 : 223)
“Murabahah adalah jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah
membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada
nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin
keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.”
Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal
yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam
murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang
tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut.
Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.
Jika seseorang melakukan penjualan komoditi/barang dengan harga lump sum
tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah,
walaupun ia juga mengambil keuntungan atas penjualan tersebut. Penjualan ini
disebut musawamah.
Menurut Antonio (2001: 101) Kata al-Murabahah diambil atas bahasa Arab
atas
kata ar-ribhu (‫)الر ْب ُح‬
ِ
yang
berarti
kelebihan
dan
tambahan
(keuntungan).Sedangkan dalam definisi para ulama terdahulu adalah jual beli dengan
modal ditambah keuntungan yang diketahui. Hakekatnya adalah menjual barang
dengan harga (modal) nya yang diketahui kedua belah transaktor (penjual dan
pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya.Sehingga penjual menyatakan
38
modalnya adalah seratus ribu rupiah dan saya jual kepada kamu dengan keuntungan
sepuluh ribu rupiah.
Inilah jual beli Murabahah yang ada dalam kitab-kitab ulama fikih
terdahulu.Namun jual beli Murabahah yang sedang marak di masa ini tidaklah
demikian bentuknya.Jual beli Murabahah sekarang berlaku di lembaga-lembaga
keuangan syari’at lebih komplek ataspada yang berlaku dimasa lalu.
Menurut Antonio (2001:101) tentang gambaran murabahah adalah :
“ Bai al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati.Dalam bai’ al-murabahah, penjual harus memberi tahu
harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya.” Misalnya, pedagang eceran membeli computer atas grosir dengan
harga Rp 10.000.000,00, kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp
750.000,00 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp10.750.000,00. Atas
contoh di atas, pada umumnya di pedagang eceran tidak akan memesan atas groisr
sebelum ada pesanan atas calon pembeli danmereka sudah menyepakati tentang lama
pembiyaan, besar keutungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya
angsuran kalau memang akan di bayar secara angsuran.
Bai’ al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan
bisa disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian (KPP).
Secara umum aplikasi perbankan atas Al-Murabahah dapat digambarkan dalam
skema berikut ini.
39
Gambar 2.2
Skema Al-murabahah
1. Negoisasi &
Persyaratan
2.
BANK
Akad Jual Beli
NASABAH
6. Bayar
3.
Beli BarangKirim
SUPLIER
PENJUAL
5. Terima Barang
& Dokumen
Sumber : Antonio (2001:107)
2.4.2
Syarat-syarat Murabahah
Adapun syarat-syarat atas Murabahah itu sendiri adalah :
a. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c. Kontrak harus bebas atas riba.
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atau barang sesudah
pembelian.
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan demgan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang
40
Secara prinsip, jika sarat dalam a,d,dan e tidak dipenuhi pembeli akan memiliki
pilihan yaitu:
a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya,
b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuan atas barang yang
dijual,
c. Membatalkan kontrak.
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.Dalam
murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada
pemesanan atas nasabah.Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat
atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya.
Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan
pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual)
dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan
kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan
penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu,
dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara
pembayaran yang berbeda.
Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah:
a.
Mempercepat pembayaran cicilan, atau
b.
Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
41
Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga
beli harus diberitahukan.Jika bank mendapat potongan atas pemasok maka potongan
itu merupakan hak nasabah.Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka
pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam
akad.
Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah,
antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli atas bank. Bank dapat meminta
kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua
belah pihak bersepakat.Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila
murabahah jadi dilaksanakan.Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan
kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan.Jika
uang muka itu lebih kecil atas kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan
atas nasabah.
Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan
yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan
bahwa nasabah tidak mampu melunasi.Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang
menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk
membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya Besarnya denda sesuai
dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal atas denda
diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
42
2.4.3
Jenis-Jenis Al-Murabahah
a. Murabahah tanpa pesanan adalah bentuk akad murabahah ketika penjual
memasarkan barangnya kepada pembeli dengan harga sesuai harga perolehan
ditambah margin keuntungan yang diinginkan
b. Murabahah kepada pesanan adalah bank melakukan pembelian barang setelah
ada pemesanan atas nasabah. Apabila pemesanan telah dilakukan oleh nasabah
maka pihak bank sendiri yang akan melakukan pembelian barang tersebut dan
kemudin harga disepakati antara bank dan nasabah.
2.4.4
Landasan Syariah
a. Al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an disebutkan dalam surah Albaqarah:275 bahwa
“……..Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”
Atas isi Al-Qur’an di atas dapat diketahui bahwa kegiatan jual beli di dalam
hukum islam halal hukumnya sehingga tak ada alasan lain atas pihak bank syariah
atau transaksi-transaksi yang berbasis syariah menggunakan kegiatan riba. Sehingga
pada jaman Rasulullah kegiatan syariah ini lah yang mereka pergunakan dalam
transaksi jual beli (murabahah).
b. Al-Hadits
Atas Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradah (mudharabah),
43
dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk
dijual.”(HR Ibnu Majah)
Atas hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa akad mudharabah dan
murabahah adalah akad yang di halal kan di dalam agama islam sehingga kegiatan
tersebut dapat mendatangkan keberkahan di dalamnya.
2.4.5
Manfaat dan Resiko Murabahah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi bai’al-murabahah memiliki
beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Murabahah memberi
banyak manfaat kepada bank syari’ah.Salah satunya adalah keuntungan yang muncul
atas selisih harga beli atas penjual dengan harga jual kepada nasabah.Selain itu,
sistem murabahah juga sangat sederhana.Hal tersebut memudahkan penanganan
administrasinya di bank syari’ah.
Diantara kemungkinan resiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut :
a. Default atau kelalaian : nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b. Flukatuasi harga komparatif ini terjadi bila harga suatu barang dipasar naik
setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga
jual beli tersebut.
c. Penolakan nasabah barang yang dikirim bisa ditolak oleh nasabah karena berbagai
sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau
menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan
44
lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia
pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya,
barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai
risiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
d. Dijual karena bai’ al-murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika
kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas
melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya.
Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.
2.4.6
Perbedaan jual beli bank syari’ah dengan bank konvensional
Menurut Muhammad (2005:23) ada beberapa hal yang membedakan traksaksi
jual beli di dalam bank syariah dan konvensional.Perbedaan jual beli bank syari’ah
dengan bank konvensional dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.3
Perbedaan Jual Beli bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank syariah
1. Menjual Barang pada nasabah
2. Hutang nasabah sebesar harga jual
(tetap)
selama
jangka
waktu
murabahah
3. Ada analisa supplier
4. Margin berdasarkan manfaat (value
added) bisnis sehat
2.4.7
Bank Konvensional
1. Memberi kredit (uang) pada nasabah
2. Hutang nasabah sebesar kredit +
bunga (berubah-ubah)
3. Tidak ada analisa supplier
4. Bunga berdasarkan rate pasar yang
berlaku
Rukun Murabahah
Ada beberapa rukun-rukun di dalam akad murabahah yang di dalam
45
murabahah ada beberapa orang yang bertraksaksi didalam nya.
Rukun atas akad murabahah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu :
a.Pihak yang berakad
b.Obyek yang diakadkan
c.Akad (sighot)
Sedangkan menurut Antonio (1999: 57) rukun murabahah ada lima, yaitu
a. Penjual (ba’i)
b. Pembeli (musytari)
c. Obyek jual beli (mabi’)
d. Harga (tsamani)
e. Ijab qabul
2.5
2.5.1
Pendapatan
Pengertian Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu tolak ukur
untuk menilai keberhasilan
manajemen dalam mengelola perusahaan. Menurut Muhammad (2005:237)
mendefinisikan pendapatan sebagai berikut :
“Pendapatan adalah kenaikan kotor dalam aktiva atau penurunan dalam
kewajiban atau gabungan atas keduanya selama periode yang dipilih oleh
pernyatan pendapatan yang berakibat atas investasi yang halal, perdaganga,
memberikan jasa, atau aktivitas lain yang bertujuan meraih keuntungan,
seperti manajemen investasi terbatas.”
46
Pengertian
pendapatan
(revenue)
sering
disamakan
dengan
istillah
penghasilan (income), tetapi sebenarnya berbeda. Agar lebih jelas maka akan
dijelaskan definisi penghasilan dan pendapatan tersebut sebagai berikut :
Penghasilan didefinisikan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama satu
periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau
penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal atas
kontribusi penanam modal.Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue)
maupun keuntungan (gain)”. (IAI, 2002:23)
“Pendapatan adalah arus masuk bruto atas manfaat ekonomi yang timbul atas
aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal atas kontribusi
penanaman modal”. (IAI, 2002:23)
Atas definisi di atas dapat kita lihat perbedaan antara penghasilan dan
pendapatan, diamana penghasilan mencakup pendapatan dan keuntungan.Sedangkan
pendapatan merupakan arus masuk bruto yang berasal atas usaha atau kegiatan, yang
berarti belum dikurangi dengan biaya-biaya yang ada hubungannya dengan
pendapatan yang bersangkutan.
2.5.2
Sumber-sumber pendapatan
Wiroso (2005:99) menjelaskan bahwa kelompok pendapatan bank syariah
adalah :
47

Pendapatan operasi utama, yaitu pendapatan yang berasal atas aktivitas atau
kegiatan utama bank. Pendapatan utama bank syariah antara lain sebagai
berikut :
a. Pendapatan atas jual beli, terdiri atas pendapatan marjin murabahah,
pendapatan bersih istishna, dan pendapatan bersih salam parallel.
b. Pendapatan atas bagi hasil, teridiri atas pendapatan bagi hasil mudharabah
dan pendpatan bagi hasil musyarakah.
c. Pendapatan atas sewa, pendapatan ini atas pendapatan bersih ijarah.
d. Pendapatan lainnya, terdiri atas pendapatan bonus sertifikat wadiah Bank
Indonesi, pendapatan bagi hasil atas penempatan pada bank lain, dan
pendapatan bagi hasil surat berharga.

Pendapatan operasi lainnya yaitu pendapatan yang berasal atas kegiatan diluar
aktivitas utama perusahaan atau bank. Pendapatan operasi lainnya terdiri atas
pendapatan administrasi penyaluran, jasa transaksi ATM, jasa transaksi valuta
asing, jasa pembiyaan khusus, jasa dan komisi.
2.5.3
Pengertian Pendapatan menurut Mudharabah
Dalam pengertian pembiyaan mudharabah disebutkan bahwa shahibul maal
menyediakan 100% modal yang dibutuhkan oleh mudharib, sedangkan mudharib ikut
berkontrubusi dengan menyediakan segenap keahlian dan keterampilannya dalam
mengelola usaha tersebut sehingga dapat diperoleh hasil usaha yang maksimal.
48
Dalam pembiyaan mudharabah ini maka bank selaku shahibul maal akan
memperoleh pendapatan bagi hasil mudharabah.
Pendapatan bagi hasil merupakan keuntungan atau pendapatan atas kegiatan
operasional bank syariah dalam sisi penyaluran dana (pembiyaan). Bank syariah
melakukan kegiatan pembiyaan pada sebuah proyek atau usaha dan ketika proyek
atau usaha tersebut mengalami keuntungan atau pendapatan, maka akan
dibagihasilkan antara nasabah dengan bank.
Bank akan memperoleh pendapatan atas berbagai pembiyaan yang disalurkan
kepada nasabah. Atas pembiyaan mudharabah dan pembiyaan musyarakah akan
diperoleh pendapatan dalam bentuk pendapatan bagi hasil. Nasabah meminjam dana
akan menyerahkan sebagian keuntungan usaha atau proyek sesuai proporsi
pembagian kepada bank, maka oleh bank pembagian keuntungan ini disebut
pendapatan. Produk pembiyaan yang menghasilkan pendapatan bagi hasil adalah
produk pembiyaan mudharabah dan pembiyaan musyarakah. Bank akan menerima
pendapatan ini dalam bentuk pada saat nasabah menyerahkannya.
Atas semua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan bagi hasil
mudharabah adalah pembayaran imbalan atas mudharib kepada bank syariah selaku
shahibul maal, dalam bentuk bagi hasil yang besarnya sangat tergantung atas
pendapatan yang diperoleh oleh pelaksana usaha atau pengelola dana mudharabah,
yang mana besarnya pendapatan bagi hasil mudahrabah ini akan dibagi sesuai nisbah
yang telah disepakati bersama diawal perjanjian akad mudharabah. Bila mudharib
49
memperoleh bagi hasil usaha yang besar maka distribusi hasil usaha kepada bank
juga besar, begitupun sebaliknya jika hasil usaha yang diperolehnya kecil maka
distribusi bagi hasil kepada bankpun kecil dan bila usahah mengalami kerugian maka
seluruh kerugian ini akan ditanggung oleh bank selama bukan akibat kecurangan atas
mudharib.
2.5.4
Pengertian Pendapatan menurut Murabahah
Pendapatan jual beli juga merupakan keuntungan atau pendapatan atas
kegiatan operasional bank syariah dalam sisi penyaluran dana (pembiyaan) yang
disalurkan kepada nasabah. Bank syariah melakukan kegiatan pembiyaan pada
sebuah proyek atau usaha dan ketika proyek atau usaha tersebut mengalami
keuntungan atau pendapatan, maka akan dibagihasilkan antara nasabah dengan bank.
Bank akan memperoleh pendapatan atas berbagai pembiyaan yang disalurkan
kepada nasabah. Atas pembiyaan murabahah akan diperoleh pendapatan dalam
bentuk pendapatan atas hasil jual beli barang yang dibutuhkan oleh nasabah
Nasabah meminjam dana atau membeli barang kepada pihak bank yang mana
pihak bank yang menjadi penyedia dana dan barang kemudian nasabah akan
menyerahkan uang yang dipinjam dengan keuntungan yang diinginkan oleh pihak
bank sesuai dengan kesepakatan awal.Sebagian keuntungan usaha atau proyek sesuai
proporsi pembagian kepada bank, maka oleh bank pembagian keuntungan ini disebut
pendapatan.Produk pembiyaan yang menghasilkan pendapatan atas hasil jual beli
50
barang adalah produk pembiyaan murabahah.Murabahahakan diperoleh pendapatan
dalam bentuk pendapatan jual beli,sedangkan pada pembiyaan ijarah akan diperoleh
pendapatan dalam bentuk pendapatan sewa.Bank akan menerima pendapatan ini
dalam bentuk pada saat nasabah menyerahkannya.
2.5.5
Tingkat Profitabilitas Bank Syariah
2.5.5.1 Pengertian Profitabilitas Bank Syariah
Setiap perusahaan atau lembaga usaha termasuk bank memiliki tujuan untuk
dapat meningkatkan nilai perusahaanya salah satunya adalah dengan berusaha
meningkatkan profitabilitas bank. Menurut Mahmoedin (2004:20) mendefenisikan
profitabilitas sebagi berikut :
“Profitabilitas adalah kemampuan suatu bank untuk mendapatkan keuntungan yang
sebagian besar bersumber pada pembiyaan yang dipinjamkan.Tingkat keuntungannya
tergantung pada kelancaran pembiyaan yang diberikan kepada masyarakat, maka jika
terjadi pembiyaan bermasalah yang mengarah kepada kredit macet, maka tingkat
profitabilitas akan terganggu”.
Sedangkan menurut Munawir (2004:33) menjelaskan bahwa pengertian
profitabilitas adalah :
“kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum period tertentu,
yang diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan mennggunakan
aktivanya secara produktif dengan membandingkan antara laba yang diperoleh
dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan
tersebut”.
Jadi profitabilitas dapat mencerminkan tingkat efektivitas yang dicapai oleh
suatu usaha operasional bank. Dengan dasar pemikiran bahwa tingkat keuntungan
dipakai sebagai salah satu untuk menilai kesehatan bank dan efektivitas kepada
51
masyarakat. Tingkat profitabilitas bank syariah merupakan suatu kualitas yang dinilai
berdasarkan keadaan atau kemampuan suatu bank dalam menghasilkan laba selama
periode tertentu. Muljono (1999:139) mengungkapkan juga mengenai tingkat
profitabilitas :
“Analisis profitabilitas bertujuan mengukur tingkat efisiensi usaha yang dicapai oleh
suatu bank. Dan anlisa profitabilitas akan dicari hubungan timbal balik antara pospos yang ada dalam income statement itu sendiri maupun hubungan timbal balik
dengan pos-pos yang ada pada neraca bank yang bersangkutan guna mendapatkan
berbagai indikasi yang berguna untuk mengukur efisiensi dan profitablitas bank yang
bersangkutan.
2.5.5.2 Analisis Rasio Profitabilitas
Profitabilitas dapat dihitung dengan menggunakan rasio profitabilitas.Rasio
profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba atau keuntungan. Profitabilitas yang tinggi menunjukkan kemampuan
manajemen dalam mengelola dana yang dihimpun, sehingga keuntungan yang
diperlukan dalam mendanai perluasan usaha, membiyai usaha peningkatan mutu jasa
bank kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiyaan.
Menurut Dendawijaya (2005:118), analisi rasio profitabilitas suatu bank
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Return On Assets (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemapuan manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan.Semakin besar ROA
suaru bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank
tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut atas segi penggunaan
52
aset. Rasio ini dapat dirumuskan sebahai berikut :
Rertun On Asset (ROA) =
x 100 %
2. Return On Equity (ROE)
Rasio ini adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dengan modal
sendiri. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Return On Equity (ROE) =
x 100 %
Rasio ini merupakan profitabilitas atas sudut pandang pemegang
saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam
memperoleh laba yang berkaitan dengan modal sendiri atas bank yang
bersangkutan.
3. Rasio Biaya (Beban) Opersional
Rasio biaya (beban) operasional adalah perbandingan antara biaya (beban)
operasional dan pendapatan operasional.Rasio biaya (beban) operasional
digunakan untuk mengukur tingkat efisinsi dan kempuan bank dalam
melakukan kegiatan operasionalnya. Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut:
Rasio Biaya (Beban) Operasional =
x100%
53
4. Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan
(laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang
diterima atas kegiatan operasionalnya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Net Profit Margin =
x 100%
Perhitungan profitabilitas dengan ROA
Profitabilitas menunjukkan kempuan perusahaan dalam memperoleh laba
yang dikur dengan kesuksesan melalui sumber dana yang ada. Perhitungan yang
seringkali digunakan dalam hal mengukur prfitabilitas adalah Return On Asset
(ROA), melalui perhitungan ROA dapat diketahui kemampuan menajemen bank
dalam memperoleh laba secara keseluruhan profitabilitas dengan tolak ukur ROA
bertujuan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva
yang dimilikinya untuk menghasilkan keuntungan.
Menurut pendapat Siamat (2004:102) menyatakan bahwa “ rasio ROA
memberikan informasi seberapa efisien suatu bank dalam melakukan kegiatan
usahanya, karena rasio ini mengindikasikan berapa besar keuntungan yang dapat
diperoleh rata-rata terhadap setiap rupiah dana yang ditanamkan”.
Return On Aset (ROA) terdiri atas dua unrusur pokok sebagai berikut:
54
1. Laba Sebelum Pajak
Laba merupakan salah satu indikator keberhasilan usaha bank yang utama.
Besar kecil nya laba yang diperoleh, akan memberikan gambran mengenai
kinerja yang dicapau bank atas keberhasilan usahanya.
2. Aktiva (Aset)
Aktiva (Aset) merupakan kekayaan yang dimiliki perusahaan atau bank yang
digunakan untuk memperoleh keuntungan atas kegiatan usaha yang dijalankan
serta dianyatakan dalam satuan uang.
Perhitungan ROA dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
x 100%
ROA =
Lukman Dendawijaya (2005:118)
Adapun standar Return on Asset (ROA) untuk perbankan menurut peratuan
Bank Indonesia No.16/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank diklasifikasikan sebagai berikut :
Tabel 2.4
Standar Return On Asset (ROA)
Peringkat
Standar
Kriteria
1
>1.5%
Perolehan
laba sangat
tinggi
2
1.25-1.5%
Perolehan laba
tinggi
Sumber: Peraturan Bank Indonesia
3
0.5-1.25%
Perolehan
laba cukup
tinggi
4
0-0.5%
Perolehan laba
sangan rendah
atau cenderung
rugi
55
Dalam penentuan tingkat kesehatan atau kinerja suatu bank. Bank Indoneisa
lebih mementingkan penilain besarnya Return On Asset (ROA) dan tidak
memasukkan unsure Return On Euqity (ROE). Hal ini dikarenakan Bank Indonesia
sebagai Pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas
suatu bank yang diukur dengan asset yang sumber dananya sebagian besar berasal
atas dana simpanan rakyat.
2.6
Pengaruh
pendapatan
bagi
hasil
Mudharabah
terhadap
tingkat
profitabilitas pada bank syariah
Bank-bank syariah yang menyaatas bahwa strategi yang dipicu oleh
peningkatan pendapatan teruatama pendapatan bagi hasil dapat mengarah pda
keunggulan pasar dan meningkatkan profibailiras.Oleh karena itu bank memerlukan
profesionalisme serta kehati-hatian dalam
mengelola pembiayaan sehingga
pendapatan uang diperoleh lebih besar.
Tujuan utama bank syariah adlah mendorong dan mempercepat kemajuan
ekonomi masyarakat dengan melakukan semua kegiatan perbankan, financial,
komersial, dan investasi yang dilakukan bank syariah dalam penyaluran dana kepada
masyarkat yang dilakukan bank syariah, maka bank akan memperoleh pendapatan,
salah satunya adalah pendapatan bagi hasil mudharabah dan jual beli murabahah.
Apabila pendapatan yang diperoleh bank syariah meningkat maka peluang
memperoleh laba pun akan meningkat, dengan asumsi beban terjadi lebih kecil
56
diabndingkan
pendapatan.
Laba
yang
semakin
meningkat
tersebut
dapat
mendongkrak profitabilitas bank.Profitabilitas merupakan ukuran kesuksesan
manajemen dalam menghasilkan keuntungan atas kegiatan keuangan bank.Dengan
begitu, profitabiltas dpat menggambarkan kinerja keuangan bank. Semakin besar laba
yang dihasilkan, akan semakin tinggi tingkat profitabilitas yang dicapai. Sedangkan
jika bank memiliki profitabilitas yang rendah maka kualitas bank tersebut dianggap
buruk dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap menurunnya kinerja keuangan
bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Besarnya pendapatan bagi hasil mudharabah ini akan mempengaruhi
besarnya laba bersih yang diperoleh bank syariah, yang tentunya akan mempengaruhi
besarnya tingkat profitabilitas bank syariah khususnya pengukuran profitabilitas
berdasarkan return on asset (ROA). Semakin baik pengelolaan pembiyaan
mudharabah maka akan semakin besar pendpatan bagi hasil yang dieproleh bank dan
akan semakin besar pula peluang meningkatnya laba bersih dan tentunya akan
semakin besar pula peluang meningkatnya profitabilitas bank. Semakin besar
profitablitas suatu bank maka menunjukkan kinerja bank yang semakin baik. Menurut
Whedy Prasetyo (2010) :“Bahwa berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
pembiyaan prinsip bagi hasil dan jual beli secara parsial mempunyai pengaruh
signifikan terhadap daya laba. Hasil yang memberikan penjelasan bahwa semakin
besar pembiyaan bagi hasil dan jual beli menjadikan laba semakin besar.Dan menurut
Yesi Oktriani (2010) : “bahwa berdasarkan hasil nilai t hitung sebesar -2573 dengan
57
mengambil taraf signifikan α sebesar 5% maka t table sebesar 2.306 sehingga t hitung
< t table (2.541> 2.306) dengan tingkat signifikan 0.64>0.05. Dikarenakan t hitung >
t table dan tingkat signifikansi lebih besar atas 0.05 maka kaidah keputusannya
adalah terima Ho2 atau tolak Ha2 yang artinya pembiyaan mudharabah secara parsial
tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.Sedangkan menurut Rahman dan
Rochmanika (2010) : “Bahwa hasil uji t -3.814 dengan tingkat signifikan 0.00%
menyatakan bagi hasil berpengaruh negatif terhadap tingkat profitabilitas bank
syariah.
2.7
Pengaruh Pendapatan Jual Beli Murabahah Terhadap Tingkat Profitabilitas
Pada Bank Syariah
Dalam bank islam atau bank syariah, pembiyaan murabahah memegang
kedudukan kunci nomor dua setelah pembiyaan mudharabah dan musyarakah.Karena
nasabah sudah banyak mengetahui bahwa pembiayaanmurabahah hanya pembiayaan
pelengkap syari’ah, dan pembiayaan mudharabah danmusyarakah yang banyak
diminati oleh nasabah di bank-bank syari’ah.Pembiayaanmurabahah dapat diterapkan
dalam penggandaan barang.Murabahah jugaadalah suatu jasa pembiayaan dengan
transaksi jual beli dengan penambahan harga cost- plus profitantara debitur dan
kreditur. Sebagian besar transaksi ini bank hanyalah si penyedia dana, dan
adakalanya bank sebagai penyedia barang yang diinginkan oleh nasabah nya.
58
Keberhasilan dan keberlangsungan suatu bank salah satunya dapat dilihat atas
kinerja bank dalam menjalankan serta mengelola hasil usahanya terutama
keberhasilan dalam mendapatkan laba usaha. Namun, adakalanya keberhasilan bank
tersebut akan terganggu oleh kegiatan operasional bank itu sendiri salah satunya
adalah akibat adanya risiko kredit (pembiayaan) yang diberikan bank sebagai salah
satu kegiatan pokoknya selain berfungsi sebagai penghimpun dana atas masyarakat.
Besarnya pendapatan jual beli murabahah itu sendiri akan berdampak kepada
besarnya laba yang diperoleh oleh pihak. Sehingga dapat dilihat kinerja bank tersebut
sehat atau tidak.
Di dalam Pembiayaan baik pembiayaan berbasis jual-beli maupun berbasis
bagi-hasil dapat menentukan kinerja keuangan bank terutama dalam mendapatkan
laba. Jika pembiayaan ini dapat beroperasi dengan lancar maka akan dapat
meningkatkan keuntungan bagi pihak bank namun ketika pembiayaan ini bermasalah
maka pihak bank perlu memperhatikan risiko pembiayaan tersebut agar tetap dapat
mempertahankan kelangsungan usahanya.Menurut Dewi dan Hazansyah (2006)
adalah bahwa berdasarkan hasil penelitian dan didukung oleh teori-teori bahwa
tingkat resiko kredit murabahah tidak mempunyai hubungan yang signifikanterhadap
tingkat profitabilitas bank syariah. Pada perhitungan statistik yang membuktikan
bahwa hipotesis null (Ho) untuk signifikan hubungan variable X terhadap variable Y
diterima sehingga hipotesis yang hipotesis yang diajukan oleh penulis (Ha)
ditolak.Penolakan hipotesis alternatif terjadi karena t hitung yang diperoleh sebesar -
59
0997547073.Menurut Oktriany (2010) : “Bahwa kriteria taraf signifikan α sebesar
5% maka t table sebesar 2.306 sehingga t hitung< t table (3.100>2.306) dengan
tingkat signifikan 0.036<0.05. Dikarenakan t hitung>t tbel dan tingkat signifikan
lebih kecil atas 0.05 maka kaidah keputusannya adalah tolak Ho3 atau terima Ha3
artinya pembiyaan murabahah, secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas.Sedangkan menurut Rahman dan Rochmanika (2010) : “Bahwa hasil
nilai uji t sebesar 3.672 dengan nilai signifikan sebesar 0.01%. nilai signifikan
tersebut lebih kecil atas α (5%). Maka atas hasil di atas disimpulkan bahwa variable
jual beliberpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas yang diproksikan
dengan ROA.
2.8
Kerangka Pemikiran
Bank yang berbasis Islam dikembangkan atas dasar tidak memperbolehkan
pemisahaan antara masalah duniawi dan agama. Dasar tersebut mengharuskan
kepatuhan terhadap syariah bagi semua aspek kehidupan yang tidak mencakup
ibadah saja, tetapi juga salah satunya transaksi bisnis yang harus sesuai dengan
perinsip syariah.
Strategi pembangunan harus dilakukan dengan pijakan yang kuat, dimulai
dengan memaksimalkan bidang-bidang ekonomi yang dijalankan baik di bidang
keuangan perbankan, ekspor-impor, koperasi pembinaan usaha kecil maupun di
bidang perdagangan umum dan industri. Semua potensi ekonomi tersebut
60
perwujudannya dilakukan melalui pendanaan yang kuat, adapun sumbernya
didapatkan dari dalam negeri dan luar negeri.Dana yang diperoleh dari sumber
tersebut harus dikelola secara profesional agar distribusinya dapat dimanfaatkan oleh
semua pihak yang memerlukan. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, salah satu
sektor penting yang berperan dalam pengelolaan dana dan turut mendorong
perekonomian adalah sektor perbankan.
Menurut Undang-undang No.10 Tahun 1998, bank diartikan sebagai:“Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak”. Menurut Kasmir (2002:2) bank diartikan sebagai:“Lembaga
keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa
bank lainnya”.Dari pengertian tersebut mencerminkan dua peran bank baik sebagai
financial intermediate maupun institute of
economic development. Sebagai
perantara keuangan (financial intermediate), bank melakukan penghimpunan dana
dari masyarakat yang surplus dana dalam berbagai bentuk simpanan. Melalui
penghimpunan dana, bank membayar bunga kepada masyarakat atau nasabah
penyimpan. Selanjutnya bank menyalurkan dana tersebut (sebagian besar) dalam
bentuk kredit/pembiayaan kepada masyarakat yang defisit dana. Melalui penyaluran
dana (pembiayaan) bank memperoleh pendapatan bunga/bagi hasil. Penilaian aspek
penghimpunan dan penyaluran dana merupakan kinerja keuangan yang berkaitan
61
dengan peran bank sebagai lembaga intermedasi. Berdasarkan uraian di atas, kinerja
keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode
tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang
biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, rentabilitas, profitablitas, serta
likuiditas.
Menurut Nazir dan Hassanudin (2004:56) bank umum sebagai berikut:
“Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Berdasarkan pengertian di atas, bank umum memiliki dua sistem yaitu:
1. Sistem konvensional (berdasarkan bunga: kredit).
2. Prinsip Syariah (tanpa bunga/bagi hasil: pembiayaan).
Dalam operasionalnya, bank konvensional memberikan kredit kepada
peminjam atau debitur, sedangkan bank dengan prinsip syariah memberikan
pembiayaan. Dalam pembiayaan yang dilakukan bank akan mengandung risiko
kredit/pembiayaan seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko tingkat bunga, dan
lain-lain. Untuk dapat menentukan tingkat risiko tersebut, bank dapat melihat laporan
keuangannya.
Definisi laporan keuangan menurut Simamora (2000:21), adalah:
“Laporan keuangan adalah laporan yang mencakup neraca, laporan laba
rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam
berbagai cara seperti, laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan
62
dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
integral dari laporan keuangan”.
Laporan akan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menentukan
tingkat risiko kredit/pembiayaan. Untuk menentukan tingkat risiko kredit perusahaan
harus menganalisis laporan keuangannya. Analisis laporan keuangan dijelaskan oleh
Hanafi dan Halim (2003:5), sebagai berikut:“Analisis terhadap laporan keuangan
suatu perusahaan untuk mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat
risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan”.
Analisis laporan keuangan dilakukan untuk mengetahui tingkat profitabilitas
(keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan perusahaan.Tingkat kesehatan
bank merupakan unsur terpenting dalam penilaian kualitas suatu bank. Menurut
Susilo,Triandaru, Santoso(2000: 22) mendefinisikan tingkat kesehatan bank, sebagai
berikut:“Kesehatan bank sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan
operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya
dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang
berlaku”.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2000 : 35), Profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba. Profitabilitas menunjukan tingkat keberhasilan
suatu badan usaha dalam menghasilkan pengembalian (return) kepada pemiliknya.
Untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan dengan melakukan berbagai alat
analisis, tergantung dari tujuan analisisnya. Analisis profitabilitas memberikan bukti
63
pendukung mengenai kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dan sejauh
mana efektivitas pengelolaan perusahaan.
Menurut Susilo, dkk (2000: 22) alat ukur atau indikator dalam menilai tingkat
kesehatan bank, sebagai berikut:“Alat ukur atau indikator dalam menilai tingkat
kesehatan bank meliputi permodalan, kualitas aset, profitabilitas, manajemen dan
aspek lainnya”.
Begitu luasnya cakupan kesehatan suatu bank dalam melaksanakan aktivitas
usahanya, maka ada beberapa indikator yang digunakan dalam menilai tingkat
kesehatan bank yaitu meliputi permodalan, kualitas aset, rentabilitas/profitabilitas,
manajemen bank, dan aspek lainnya. Ketentuan mengenai kesehatan bank lebih
jelasnya diatur dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang
mana aturan mengenai kesehatan bank tersebut mencakup dana sampai dengan
penggunaan dan penyaluran dana.
Kualitas aset (aktiva) merupakan salah satu hal terpenting di dalam
menentukan tingkat kesehatan bank. Aset bank terbagi menjadi dua jenis yaitu aktiva
produktif dan aktiva non produktif. Menurut Nazir dan Hassanuddin (2004:33), aset
adalah: “Aset merupakan salah satu faktor dari komponen penilaian tingkat kesehatan
bank yaitu menilai kualitas aktiva produktif”. Menurut Antonio(2001:37), aset
adalah:“Aset adalah sesuatu yang mampu menimbulkan aliran kas positif atau
manfaat ekonomi lainnya, baik dengan dirinya sendiri ataupun dengan aset yang lain,
yang haknya didapat oleh bank Islam sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa di
64
masa
lalu”.Aset
digunakan
sebagai
alat
untuk
penilaian
kualitas
aktiva
produktif.Salah satu aktiva produktif dalam bank adalah kredit atau pembiayaan.
Pembiayaan digunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat kesehatan bank.
Aktiva produktif menurut Susilo, dkk (2000:74), sebagai berikut:“Aktiva
produktif adalah suatu aktiva dalam rupiah dan valuta asing yang dimiliki bank
dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai fungsinya, sehingga kredit
atau pembiayaan merupakan salah satu aktiva produktif”.Aktiva produktif merupakan
aktiva yang dimiliki bank yang digunakan untuk memperoleh penghasilan, salah satu
aktiva produktif diantaranya adalah kredit atau pembiayaan.
Menurut Susilo, dkk (2001: 10) “Bank Syariah adalah bank yang dalam
aktifitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu bagi hasil dan
jual beli.Prinsip dasar yang melandasi kegiatan usaha perbankan syariah diantarana
prinsip jual beri dan bagi hasil. Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan
adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property).
Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga
atas barang yang dijual. Yang termasuk ke dalam prinsip jual beli yaitu pembiayaan
murabahah. Menurut Muhammad dan Suwiknyo (2009: 42-43), murabahah adalah
menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan
yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut
kepada pembeli. Yang termasuk
prinsip bagi hasil diantaranya
pembiayaan
65
murabahah. Menurut Muhammad dan Suwiknyo (2009: 158), mudharabah/
muqaradah adalah suatu bentuk kerjasama antara banksyariah selaku pemilik modal
(shahibul/ robbul maal) dengan pengusaha selaku pengelola usaha (mudharib) yang
mana bank memberikan seluruh pembiayaan suatu usaha.
Sedangkan menurut Susilo, dkk ( 2000 ; 114 ) “ mudharabah adalah akad
antara pihak pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib) untuk
memperoleh pendapatan ataupun keuntungan. Pendapatan atapun keuntungan
tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati diawal akad.
Keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan (berupa nisbah/ratio)
diantara keduanya, namun bila mengalami kerugian (oleh karena risiko suatu usaha
operasional/business risk), risiko sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian tersebut tidak disebabkan oleh kelalaian/kesalahan pengelola. Menurut
Harahap
(2001:
35),
profitabilitas
adalah
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba. Profitabilitas menunjukkan tingkat keberhasilan suatu badan
usaha dalam menghasilkan pengembalian (return) kepada pemiliknya.
Untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan dengan melakukan berbagai alat
analisis, tergantung dari tujuan analisisnya.Analisis profitabilitas memberikan bukti
pendukung mengenai kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dan sejauh
mana efektivitas pengelolaan perusahaan. Alat-alat analisis yang sering digunakan
untuk analisis profitabilitas adalah dengan menggunakan rasio profitabilitas yang
meliputi :
66
1. ROA (Return On Asset) adalah merupakan alat ukur untuk mengukur
kemampuan aktiva perusahaan dalam memperoleh laba dari operasi
perusahaan. Laba operasi yang digunakan untuk mengkur ROA adalah laba
sebelum pajak.
2. ROE (Return On Equity) adalah merupakan rasio yang digunakan untuk
mengkur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal itu
sendiri.
3. Rasio Biaya (beban) operasional adalah merupakan perbandingan antara biaya
(beban) operasional dan pendapatan operasional.
4. NPM (Net Profit Margin) adalah rasio yang menggambarkan tingkat
keuntungan (laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan
yang diterima dari kegiatan operasionalnya.
Pada penelitian ini penulis akan menghitung tingkat profitabilitas dengan
menggunakan tolak ukur ROA. Menurut Dendawijaya (2005;118) “ ROA adalah
rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh kentungan (laba) secara keseluruhan semakin besar ROA maka akan
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik
pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.
Besarnya pendapatan bagi hasil akan mempengaruhi tingkat profitabilitas bank
syariah. Semakin besar pendapatan bagi hasil mudharabah dan murabahah maka
peluang perolehan laba bersih juga akan besar dan tentunya tingkat perofitabilitas
67
bank pun akan meningkat, begitu sebaliknya semakin kecil pendapatan mudharabah
dan murabahah maka laba bersih akan berpeluang menjadi kecil dan tentunya tingkat
profitabilitas bank pun akan menjadi kecil dengan pertimbangan besarnya
peningkatan beban lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan.
Bank Syariah
Penyaluran dana
pembiayaan mudharabah
Penyaluran dana
pembiayaan murabahah
Laba
Laba
Pendapatan bagi hasil
mudharabah (x1)
Pendapatan jual beli
mudharabah (x2)
Tingkat
Profitabilitas (Y)
Gambar 2.5
Kerangka Pemikiran
68
Pendapatan bagi hasil
mudharabah (x1)
Profitabilitas (ROA)
(y)
Pendapatan jual beli
mudharabah (x2)
Gambar 2.6
Paradigma Penelitian
2.9 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian keterkaitan antara pendapatan mudharabah dan Murabahah
terhadap tingkat profitabilitas di atas yang mengacu pada kerangka pemikiran dan
rumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hipotesis 1 : mudharabah berpengaruh positif terhadap tingkat profitabilitas
Hipotesis 2 : murabahah berpengaruh positif terhadap tingkat profitabilitas
Download