BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian pustaka 2.1.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Kajian pustaka
2.1.1 Manajemen
Istilah manajemen, terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga saat
ini belum ada keseragaman. Selanjutnya, bila kita mempelajari literature
manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung
pengertian sebagai berikut:
1. Menurut Solihin (2009:4) manajemen dapat didefinisikan sebagai
“proses
perencanaan,
pengorganisasian,
kepemimpinan
dan
pengendalian dari berbagai sumber daya organisasi untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien”.
2. Menurut Robbins dan Coulter (2010:7) Manajemen adalah Aktivitas
kerja yang melibatkan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan
orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara
efisien dan efektif.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen adalah sebuah ilmu
yang mengatur berbagai proses kegiatan pekerjaan maupun sumberdaya
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
Beberapa pengertian Manajemen SDM dari beberapa ahli sebagai berikut :
•
Menurut Sihotang (2007 : 1) Manajemen sumber daya manusia
adalah
suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian terhadap pengadaan, seleksi, tes penyaringan, pelatihan,
penempatan, kompensasi, pengembangan, pengintegrasian, pemeliharaan
dan pemberhentian atau pensiun sumber daya manusia dari organisasi.
•
Menurut Subekhi dan Jauhar (2012 : 1) Manajemen sumber daya
manusia adalah bagian dari fungsi manajemen. Jikalau manajemen
menitikberatkan ‘bagaimana mencapai tujuan bersama dengan orang lain’,
maka MSDM memfokuskan pada “orang” baik sebagai subjek atau pelaku
9
10
dan sekaligus sebagai objek dari pelaku. Jadi bagaimana mengelola orangorang dalam organisasi yang direncanakan (planning), diorganisasikan
(organizing), dilaksanakan (directing), dan dikendalikan (controlling)
agar tujuan yang dicapai organisasi dapat diperoleh hasil yang seoptimal
mungkin, efisien dan efektif.
• Menurut Hasibuan (2010 : 10) Manajemen sumber daya manusia adalah
ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan
efisien membantu terwujudnya perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Dari beberapa teori mengenai diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah segala usaha yang dilakukan untuk
menambah nilai dari sumber daya manusia tersebut dalam kaitannya dengan
mencapai suatu tujuan perusahaan.
2.1.3 Motivasi
2.1.3.1 Pengertian Motivasi
Motivasi dalam manajemen ditunjukan pada sumber daya manusia
umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi didefinisikan sebagai satu proses
yang menghasilkan suatu intensitas, arah dan ketentuan individual dalam usaha untuk
mencapai satu tujuan. Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya
yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu
dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu.
Menurut Robbins & Coulter (2010 :109) motivasi mengacu pada proses
dimana seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya
suatu tujuan. Elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan. Seseorang
yang termotivasi menunjukan usaha dan bekerja keras. Namun, usaha itu juga harus
dipertimbangkan. Usaha yang tinggi tidak selalu mengarah pada produktivitas kerja
yang menguntungkan kecuali usaha tersebut disalurkan kearah yang menguntungkan
organisasi. Usaha yang diarahkan dan kosisten dengan tujuan organisasi adalah jenis
usaha yang kita inginkan dari pada karyawan. Akhirnya, motivasi mencakup dimensi
ketekunan.
11
Seperti yang telah dikatakan di latar belakang, meningkatkan motivasi untuk
kinerja karyawan menjadi perhatian dan topik yang penting dalam perusahaan dan
para manajer terus mencari jawabannya. Terdapat beberapa survey yang telah
mengatakan bahwa pekerja yang paling tidak berkomitmen ada pada negara Jerman.
Hal tersebut menunjukan bahwa pernyataan yang dikeluarkan beberapa peneliti
mengenai pekerja yang tidak termotivasi, yaitu adalah pada dasarnya banyak
karyawan yang sebenarnya sudah tidak bekerja lagi, maksudnya mereka hanya
memberikan waktu bukan memberikan energi, kemampuan dan bahkan gairah
kedalam pekerjaan mereka itu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan
internal yang terdapat dalam diri sendiri yang melaksanakan, menjalankan, dan
membuat sesuatu hal.
2.1.3.2 Teori-teori tentang Motivasi
2.1.3.2.1 Teori Hierarki Kebutuhan
Dalam teori yang dikemukakan Maslow (Robbins & Coutler 2010:110) pada
intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki
kebutuham, yaitu:
Gambar 2.1 Lima Hierarki kebutuhan
1)
Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan seorang
akan makanan, minuman, tempat teduh, seks, dan kebutuhan fisik
lainnya.
12
2)
Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan seseorang akan
keamanan dan perlindungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta
jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi.
3)
Kebutuhan social (social needs), yaitu kebutuhan seseorang akan
kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan.
4)
Kebutuhan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan seseorang
akan faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri, otonomi, dan
prestasi, serta faktor-faktor penghargaan eksternal, seperti status,
pengakuan, dan perhatian.
5)
Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs), yaitu kebutuhan
seesorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan
pemenuhan diri, dorongan untuk mampu menjadi apa yang diinginkan.
2.1.3.2.2 Teori David McCelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Teori yang dikembangkan oleh David McCelland (Robbins & Coutler, 2010
:113), dikenal dengan 3 kebutuhannya yaitu :
1) Kebutuhan akan prestasi, yang merupakan pendorong untuk sukses dan
unggul dalam kaitannya dengan serangkaian standar.
2) Kebutuhan akan kekuasaan, yang merupakan kebutuhan untuk membuat
orang lain berperilaku dengan cara dimana mereka tidak akan bersikap
sebaliknya.
3) Kebutuhan akan afiliasi, yang merupakan keinginan hubugan antar
pribadi yang akrab dan dekat.
13
2.1.3.2.3 Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”)
Teori yang dikenal dengan “ERG” dalam teori Alderfer merupkan hurufhuruf awal dari 3 istilah yaitu :
1) E = Existence, yaitu kebutuhan akan eksistensi
2) R = Relatedness, yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain
3) G = Growth, yaitu (kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika makna dari ketiga istilah tersebut didalami akan tampak kesamaan
dengan teori yang di cetuskan oleh maslow. Seperti “existence” dapat dikatakan
identik dengan hirarki fisiologi dan safety. Kemudia “relatedness” juga senada
dengan hirarki kebutuhan social dan esteem. Dan yang terakhir yaitu “growth”
mengandung makna yang sama dengan self-actualization.
Kemudian di teori Alderfer tersebut menekankan bahwa berbagai jenis
kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak.
Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut maka akan tampak bahwa:
•
Semakin tidak terpenuhinya seuatu kebuthan tertentu, makin besar pula
keinginan untuk memuaskannya.
•
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin
besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.
•
Sebaliknya, semakin sulit memuaskan keutuhan yang tingkatnya lebih
tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang
lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatism oleh manusia.
Maksudnya adalah menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri
pada kondisi obyektif yang dihadapinya antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang mungkin dicapainya.
14
2.1.3.2.4 Teori Herzberg (teori dua faktor)
Teori yang dikemukakan oleh Herzberg, Mausner, dan Synderman dikenal
dengan “ model 2 faktor” dari motivasi, yaitu:
•
Faktor motivasional : hal-hal yang mendorong berprestasi dan sifatnya
intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang.
•
Faktor hygiene : atau faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.
Ahli psikologi dan konsultan manajemen Fredrick Herzberg mengembangkan
teori motivasi dua faktor kepuasan. Dua faktornya memandang bahwa kepuasan
kerja berasal dari keberadaan motivator instrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja
berasal dari ketidak beradaan faktor-faktor ekstrinsik.
Dimana faktor-faktor instrinsik tersebut meliputi:
•
Pencapaian prestasi
•
Pengakuan
•
Tanggung jawab
•
Kemajuan
•
Pekerjaan itu sendiri
•
Kemungkinan berkembang
Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi:
•
Upah
•
Keamanan kerja
•
Kondisi kerja
•
Status
•
Kebijakan perusahaan
•
Mutu penyediaan
•
Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan dan
bawahan.
15
Salah satu tantangan dalam dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg
ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam
kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
2.1.3.2.5 Teori keadilan
Inti dari teori keadilan ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong
untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan
organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai
mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterima tidak memadai, dua kemungkinan
dapat terjadi yaitu seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar atau
mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
Dalam menentukan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat
hal sebagai pembanding, yaitu:
• Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima
berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan,
dan pengalamannya.
• Imbalan yang diterima oleh orang lain di organisasi lain di kawasan yang sama
serta melakukan kegiatan sejenis
• Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan
yang merupakan hak para pegawai.
2.1.3.3 Jenis Motivasi
Menurut Rivai dan Sagala (2009 : 850) mengemukakan bahwa apabila
seorang pimpinan diberikan penjelasan tentang falsafah motivasi positif biasanya
akan meminta bukti kongkret dan contohnya. Penggunaan motivasi yang bersifat
positif lebih memerlukan tingkat kemampuan yang cukup tinggi daripada
penggunaan motivasi negatif. Setiap individu berbeda antara yang satu dengan yang
lain. Karena itu, setiap pemimpin harus mempelajari setiap perilaku bawahannya agar
bisa menggunakan motivasi yang tepat dan cocok.
16
Motivasi terdiri dari :
1) Motivasi Positif
Proses pemberian motivasi sangatlah mempengaruhi seseorang untuk
bekerja secara antusias dan memberikan keuntungan kepada perusahaan
tentunya.
Jenis-jenis motivasi positif antara lain adalah berupa imbalan yang
menarik, perhatian atasan terhadap bawahan, informasi tentang pekerjaan,
kedudukan atau jabatan, rasa partisipasi, dianggap penting, pemberian
tugas berikut tanggung jawabnya, dan pemberian kesempatan untuk
tumbuh dan berkembang.
Contohnya : Jika income yang kamu dapatkan untuk perusahaan tahun ini
meningkat, maka anda aku saya berikan bonus tambahan!
2) Motivasi negatif
Motivasi ini tidak jarang dikatakan sebagai motivasi yang timbul dar rasa
takut. Misalnya seorang karyawan dalam menjalankan pekerjaannya
tergesa-gesa dan muncul rasa takut tidak diberi gaji, takut dipecat, takut
dimarahi atasan, dan ketakutan-ketakutan lainnya. Motivasi negatif yang
berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai tujuan.
3) Motivasi dari dalam
Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia melakukan tugastugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja itu sendiri.
Intinya adalah kesadaran yang muncul dari dalam individu, karena
memang individu itu mempunyai kesadaran untuk berbuat.
4) Motivasi dari luar
Motivasi yang muncul sabagai akibat dari adanya pengaruh yang ada di
luar pekerjaan dan dari luar diri pekerjaan itu sendiri. Biasanya hal ini
dikaitkan tidak jauh dari imbalan.
2.1.3.4 Dimensi Motivasi
Dimensi – dimensi motivasi kerja menurut
Maslow dalam Robbins &
Coutler (2010:110) ada 5 yaitu :
1.
Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan seorang
akan makanan dan minuman, tempat tinggal, pakaian dan kebutuhan
dasar lainnya.
17
2.
Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan seseorang akan
keamanan dan perlindungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta
jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi.
3.
Kebutuhan social (social needs), yaitu kebutuhan seseorang untuk
diterima dalam kelompok , rasa memiliki, dan persahabatan.
4.
Kebutuhan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan seseorang
akan faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri, otonomi,
dan prestasi, serta faktor-faktor penghargaan eksternal, seperti status,
pengakuan, dan perhatian.
5.
Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs), yaitu kebutuhan
seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan
pemenuhan diri, dorongan untuk mampu menjadi apa yang diinginkan.
2.1.4 Pelatihan
2.1.4.1 Pengertian Pelatihan
Untuk mengetahui lebih dalam tentang istilah saja yang tepat untuk
dipergunakan dalam pelatihan, maka perlu diketahui terlebih dahulu beberapa
definisi tentang pelatihan dari pendapat beberapa ahli.
•
Menurut Mathis dan Jackson (2011 : 250) pelatihan adalah sebuah proses
dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu melakukan
pekerjaan. Pelatihan adalah sebuah proses dimana memberikan karyawan
pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat di identifikasi
untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini.
•
Menurut
Dessler
(2011:280)
pelatihan
adalah
proses
mengajar
keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru untuk melakukan
pekerjaannya. Pelatihan lebih merujuk pada pengembangan keterampilan
bekerja yang dapat digunakan dengan segera, sedangkan pendidikan
memeberikan pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih
umum, terstruktur untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang.
•
Rivai dan Sagala (2011:212), mendefinisikan pelatihan sebagai suatu
kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja masa
mendatang.
Berdasarkan dari beberapa teori yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli
18
di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah teknik dan proses yang dilakukan
untuk mengembangkan keterampilan karyawan baik itu karyawan baru maupun
karyawan lama agar dapat lebih baik dalam mengerjakan tugas guna mencapai
tujuan organisasi.
2.1.4.2 Tujuan Pelatihan (Training)
Tujuan organisasi akan tercapai jika karyawannya melakukan tugasnya
dengan tepat dan sebaik-baiknya. Untuk meningkatkan kemampuan kerja karyawan,
organisasi harus mengusahakan pengembangan karyawan. Pelatihan mempunyai
fokus yang agak sempit dan harus memberikan manfaat bagi organisasi.
Sedangkan pelatihan terkesan hanya untuk meningkatkan ketrampilan
seorang karyawan agar kinerjanya meningkat. Kinerja disini diartikan sebagai
meningkatnya produksi atau prestasi kerja yang lebih efisien dan efektif bagi dirinya
sendiri maupun perusahaan.
Menurut Hasibuan (2010:70) mengemukakan bahwa tujuan pelatihan
hakikatnya menyangkut hal-hal berikut:
1.
Produktivitas kerja
Dengan pengembangan, produktivitas kerja karyawan akan meningkat,
kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill,
human skill, dan managerial skill karyawan akan semakin baik.
2.
Efisiensi
Pengembangan karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi hausnya mesin-mesin.
Pemborosan berkurang, biaya produksi relative kecil sehingga daya
saing perusahaan semakin besar.
3.
Kerusakan
Pengembangan karyawan bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang,
produksi, dan mesin-mesin. Karena karyawan semakin ahli dan terampil
dalam melaksanakan pekerjaannya.
4.
Kecelakaan
Pengembangan
bertujuan
untuk
mengurangi
tingkat
kecelakaan
karyawan, sehingga jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan
perusahaan berkurang.
19
5.
Pelayanan
Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik
dari karyawan kepada para customer nya, karena pemberian pelayanan
yang baik merupakan daya penarik yang sangat penting bagi rekananrekanan perusahaan bersangkutan.
6.
Moral
Dengan pengembangan, moral karyawan akan lebih baik karena keahlian
dan keterampilannya sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka
antusia untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
7.
Karier
Dengan pengembangan,
kesempatan untuk meningkatkan karier
karyawan semakin besar, karena keahlian, keterampilan, dan potensi
kerjanya lebih baik. Promosi ilmiah biasanya didasarkan kepada keahlian
dan prsestasi kerja karyawam.
8.
Balas jasa
Dengan pengembangan, balas jasa seperti gaji, upah, insentif, dan
benefits karyawan akan meningkat karena prestasi kerja mereka semkin
besar.
9.
Konsumen
Pengembangan karyawan akan memberikan manfaat yang baik bagi
masyarakat konsumen karena mereka akan memperoleh barang atau
pelayanan yang lebih bermutu.
2.1.4.3 Metode Pelatihan (Training)
Berikut ini ada beberapa metode pelatihan yang dikemukakan oleh Akhmad
Subekhi dan mohammad Jauhar (2012:86-87), yaitu :
1. On the job training
Metode latihan ini banyak dipakai. Atasan langsung dari karyawan yang
akan dilatih, diberi tugas untuk melatih mereka. Sistem ini mempunyai
keunggulan karena hemat dan tidak perlu menyediakan fasilitas khusus
untuk latihan.
2. Vestibule Training
Sebaliknya dari on the job training, pada vestibule training latihan tidak
20
diberikan oleh atasan langsung melainkan oleh pelatih khusus (staff
specialist). Cara ini menghindarkan atasan langsung dengan tugas
tambahan yang memberatkan. Pelatihan diberikan oleh pelatih yang ahli
dibidangnya. Jika peserta pelatihan tidak memperlihatkan prestasi yang
baik, atasan langsung bisa minta pertanggung jawaban dari pelatih
tersebut.
3. Magang atau Apperenticeship
Magang bisa digunakan untuk bekerja yang membutuhkan keterampilan
formal yang relative memerlukan system dan prosedur yang lebih rinci.
Program magang bisa dikombinasikan dengan on the job training, dengan
memanfaatkan pengalaman peserta sendiri. Mereka kemudian diberi
petunjuk cara-cara mengambil manfaat dari pengalaman mereka itu.
Menjalani masa magang dianggap sebagai karyawan penuh, mereka
mendapatkan hak dan kewajiban sama seperti karyawan lainnya.
4. Kursus dan pelatihan khusus
Merupakan bentuk pengembangan karyawan yang lebih mirip pendidikan
dari pada pelatihan. Kursus-kursus ini biasanya diadakan untuk memenuhi
minat dari karyawan dibidang pengetahuan tertentu, seperti kurus bahasa
asing, kursus manajemen, kepemimpinan, dan lain sebagainya.
2.1.4.4 Dimensi Pelatihan
Banyak hal yang menjadi suatu pemicu dalam perusahaan untuk terjadinya
kebutuhan akan pelatihan, dimana perusahaan butuh untuk meningkatkan
kemampuan kerja karyawan, sehingga menurut Mangkunegara (2013:50), terdapat
beberapa indikator atau komponen-komponen yang dapat mempengaruhi pelatihan
diperusahaan berupa :
1. Instruktur/Pengajar
Instruktur atau pengajar yaitu seseorang atau tim yang memberikan
latihan atau pendidikan kepada para karyawan. Dimana pelatih
memberikan peran penting terhadap kemajuan kemampuan para
karyawan yang akan dikembangkan. Pelatih yang akan melaksanakan
pelatihan adalah pelatih internal, pelatih eksternal, serta gabungan
internal dan eksternal.
1. Pelatih internal adalah seorang atau suatu tim pelatih yang ditugaskan
21
dari perusahaan memberikan latihan atau pendidikan kepada
karyawan.
2. Pelatih eksternal adalah seseorang atau tim pelatih dari luar
perusahaan diminta untuk memberikan pengembangan kepada para
karyawan.
3. Pelatih gabungan internal dan eksternal adalah suatu tim gabungan
pelatih internal dan eksternal yang memberikan pelatihan kepada para
karyawan.
2. Peserta
Peserta merupakan suatu penerapan syarat-syarat yang ditentukan dimana
peserta sendiri berupa jumlah peserta yang dapat mengikuti pelatihan
yang mempunyai latar belakang yang relatif homogeny dan jumlahnya
ide, supaya kelancaran pelatihan dapat terjamin biasanya pada
rekomendasi dari perusahaan.
Maka peserta yang mengikuti pelatihan dari suatu perusahaan adalah
baik karyawan baru dan lama, baik tenaga operasional atau karyawan
manajerial.
3. Materi Pelatihan
Pada materi pelatihan yang dibuat biasanya dilakukan harus sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai yang dimana pelatihan yang
dilakukan untuk membangun karyawan, pertama harus melihat terlebih
dahulu hal-hal apa saja yang menjadi tujuan utama pengadaan pelatihan
yang hendak dicapai dengan membuat prosedur-prosedur, materi apa saja
yang dapat membangkitkan semangat karyawan serta apa yang menjadi
acuan pelatihan yang biasanya perusahaan akan peroleh
dari
pelaksanaan pelatihan dan biasanya materi yang diberikan selama
pelatihan harus secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan yang
disesuaikan dengan tujuan yang diberikan bisa memotivasi dan
membangkitkan respon positif dari peserta pelatihan untuk pembentukan
perilaku
4. Metode Pelatihan
Metode pelatihan akan menjamin berlangsungnya kegiatan pelatihan
sumber daya manusia yang efektif apabila sesuai dengan jenis materi dan
komponen peserta pelatihan.
22
5. Tujuan
Pelatihan merupakan tujuan yang ditentukan, khususnya terkait dengan
penyusunan rencana aksi (action play) dan penetapan sasaran, serta hasil
yang diharapkan dari pelatihan yang akan diselenggarakan,selain itu
tujuan pelatihan pula harus disosialisasikan sebelumnya pada para
peserta agar peserta dapat memahami pelatihan tersebut.
2.1.5 Disiplin Kerja
2.1.5.1 Pengertian Disiplin Kerja
Berbagai macam pengertian disiplin kerja yang dikemukakan oleh para ahli,
Menurut Hasibuan (2010:193) menyatakan bahwa kedisiplinan adalah kesadaran
dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan-peraturan perusahaan dan
norma-norma yang berlaku.
Menurut Buhler (2007:216-218) Disiplin benar-benar memainkan peran
penting dalam membentuk tingkah laku. Seperti halnya penghargaan yang efektif
dalam memotivasi orang, disiplin jika digunakan secara tepat maka dapat samasama efektif. Seiring dengan meningkatnya perselisihan di tempat kerja saat ini,
anda harus memastikan bahwa anda cermat dalam melaksanakan disiplin. Yang
terbaik adalah mendokumentasikan segala sesuatu dengan teliti.
Menurut Rivai (2011:824) disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan
para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk
mengubah suatu perilaku sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan
kesediaan seseorang mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yang berlaku.
Jadi dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
disiplin kerja adalah suatu sikap taat, patuh, dan kesungguhan pegawai untuk
melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku.
2.1.5.2 Tujuan Disiplin Kerja
Penerapan disiplin dalam kehidupan perusahaan ditujukan agar semua
karyawan yang ada dalam perusahaan bersedia dengan sukarela mematuhi dan
mentaati segala peraturan dan tata tertib yang berlaku dalam perusahaan itu tanpa
23
paksaan. Apabila setiap orang dalam perusahaan itu dapat mengendalikan diri dan
mematuhi semua norma-norma yang berlaku, maka hal ini dapat menjadi modal
utama yang amat menentukan dalam pencapaian tujuan perusahaan.Mematuhi
peraturan berarti memberi dukungan positif pada perusahaan dalam melaksanakan
program – program yang telah ditetapkan, sehingga akan lebih memudahkan
tercapainya tujuan perusahaan.
Menurut Sutrisno (2009:126) mengemukakan bahwa tujuan disiplin kerja
adalah sebagai berikut :
1.
Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan
perusahaan
2.
Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawaan
untuk melaksanakan pekerjaan
3.
Besarnya rasa tanggung jawab pada karyawan untuk melaksanakan
tugas dengan sebaik-baiknya
4.
Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas dan rasa solidaritas
yang tinggi dikalangan karyawan
5.
Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja pada karyawaan
2.1.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Hasibuan (2010 : 194) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya :
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai.
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta
cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa
tujuan (pekerjaan)
yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai
dengan kemampuan karywan bersangkutan, agar karyawan bekerja
dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
2. Teladanan Pimpinan
Teladanan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh
para
bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin
baik, jujur, adil serta sesuai kata
dengan perbuatannya. Dengan
24
keteladanan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut
baik.
3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan
karyawan terhadap organisasi atau pekerjaannya.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego
dan sifat
manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta
diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan
dasar kebijaksanaan dalam memberikan balas jasa (pengakuan) atau
hukuman akan merangsang terciptannya kedisiplinan pegawai yang baik.
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif
dalam
mewujudkan
kedisiplinan
karyawan
organisasi.
Dengan
pengawasan melekat berarti atasan langsung harus aktif dan langsung
mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja
bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir ditempat kerja agar
dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang
mengalami kesulitan dalam menyelasaikan tugasnya.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memeihara kedisiplinan
karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, pegawai akan
semakin takut
melanggar peraturan-peraturan organisasi,
sikap, dan
perilaku indisipliner pegawai akan berkurang. Berat / ringan saksi
hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya
kedisiplinan pegawai. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan
pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada
semua pegawai.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan pegawai. Pimpinan harus berani dan tegas untuk menghukum
25
setiap
pegawai yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang
telah ditetapkan. Impinan yang berani
hukuman bagi pegawai
bertindak tegas menerapkan
indisipliner akan akan disegani dan diakui
kepemimpinanya oleh bawahan.
2.1.5.4 Dimensi Disiplin Kerja
Hasibuan (2009 : 194) mengemukakan bahwa kedisiplinan diartikan jika
pegawai
selalu
datang
dan pulang
tepat waktunya,
mengerjakan semua
pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan organisasi dan norma- norma
yang berlaku. Beberapa poin tersebut dalam penelitian ini akan dijadikan indikator
penelitian. Penjelasan dari ketiga poin tersebut, akan penulis uraikan dibawah ini.
1. Selalu datang dan pulang tepat pada waktunya
Ketepatan
pegawai
datang
dan
pulang
sesuai
dengan
aturan
dapat dijadikan ukuran disiplin kerja. Dengan selalu datang dan pulang
tepat dengan waktunya, atau sudah sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan
maka
dapat
mengindikasikan
baik
tidaknya
tingkat
kedisiplinan dalam organisasi tersebut.
2. Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik
Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik menjadi salah satu indikator
kedisiplinan, dengan hasil pekerjaan yang baik dapat menunjukkan
kedisiplinan pegawai suatu organisasi dalam mengerjakan tugas yang
diberikan.
3. Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku
Mematuhi
semua
berlaku merupakan
peraturan
organisasi
dan norma-norma
yang
salah satu sikap disiplin pegawai sehingga
apabila pegawai tersebut tidak mematuhi aturan dan melanggar normanorma yang berlaku maka itu menunjukkan adanya sikap tidak disiplin.
2.1.6 Kinerja Karyawan
2.1.6.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur
yang
tidak dapat dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga
pemerintahan maupun lembaga swasta. Kinerja berasal dari kata Job Performance
26
atau Actual Performance
yang
merupakan
prestasi
kerja
atau
prestasi
sesungguhnya yang dicapai seseorang.
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan
selama periode tertentu
di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan
berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria
yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Definisi kinerja karyawan menurut Kusriyanto adalah “Perbandingan
hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per
jam)”. Senada dengan pendapat tersebut, Gomes mengungkapkan bahwa kinerja
karyawan sebagai “Ungkapan seperti output, efisien serta efektivitas sering
dihubungkan dengan produktivitas” (Mangkunegara, 2006 : 9).
Menurut Mangkunegara dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Kinerja
Sumber Daya Manusia (Mangkunegara, 2006 : 9), definisi kinerja karyawan
adalah “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya”
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja sumber daya
manusia adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun
kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas
kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.1.6.2 Faktor Kinerja Karyawan
Menurut Simamora dalam buku Mangkunegara yang berjudul Evaluasi
Kinerja SDM (2006 : 14), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
a) Faktor Individual yang terdiri dari :
-
Kemampuan dan Keahlian
-
Latar belakang
-
Demografi
b) Faktor psikologis yang terdiri dari :
-
Persepsi
-
Attitude
-
Personality
-
Pembelajaran
-
Motivasi
27
c) Faktor organisasi yang terdiri dari :
-
Sumber daya
-
Kepemimpinan
-
Penghargaan
-
Struktur
-
Job Design
2.1.6.3 Dimensi Kinerja Karyawan
Menurut Mathis dan Jackson (2006) kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Salah satu yang digunakan untuk
mengukur kinerja adalah dengan melihat dimensi – dimensi kinerja karyawan.
Dimensi – dimensi kinerja karyawan adalah:
1.
Kualitas (Quality)
Merupakan hasil kerja keras dari para karyawan yang sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan sebelumnya. Jika hasil yang
dicapai oleh karyawan tersebut tinggi maka kinerja dari karyawan tersebut
dianggap baik oleh pihak perusahaan atau sesuai dengan tujuannya. Ini
berarti merupakan suatu tingkatan yang menunjukkan proses pekerjaan atau
hasil yang dicapai atas suatu pekerjaan mendekati adanya kesempurnaan.
2.
Kuantitas (Quantity)
Merupakan hasil kerja keras dari karyawan yang bisa mencapai skala
maksimal yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan. Dengan hasil yang
telah ditetapkan oleh perusahaan tersebut maka kinerja dari para karyawan
sudah baik.
3.
Ketepatan Waktu (Timeliness)
Karyawan dapat bekerja sesuai dengan standar waktu kerja yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Dengan bekerja yang sesuai dengan standar
waktu yang telah ditentukan maka kinerja dari karyawan tersebut sudah baik.
Dengan timeliness yang merupakan suatu tingkatan yang menunjukkan
bahwa suatu pekerjaan dapat terselesaikan lebih cepat dari waktu yang telah
ditentukan maka kinerja karyawan tersebut sudah baik.
4.
Kehadiran
Merupakan hal yang harus dipertahankan karyawan. Kehadiran karyawan
dapat menjadi tolak ukur apakah karyawan menyukai pekerjaan mereka.
28
Karyawan yang jumlah kehadirannya lebih banyak biasanya kinerja yang
dilakukan lebih baik daripada karyawan yang jumlah kehadirannya sedikit.
5.
Kemampuan Bekerja Sama
Dengan adanya karyawan yang mempunyai rasa harga diri yang tinggi
terhadap pekerjaannya maka karyawan berusaha untuk mencapai hasil
terbaik dalam pekerjaan tersebut. Oleh karena itu dengan rasa harga diri yang
tinggi terhadap pekerjaannya diharapkan para karyawan dapat meningkatkan
kinerjanya dalam bekerja. Kemampuan bekerja sama yang merupakan suatu
tingkatan keadaan dari karyawan dapat menciptakan suasana nyaman dalam
bekerja, percaya diri, serta kerjasama antar rekan sekerja sehingga akan
tercipta peningkatan kinerja.
2.1.6.4 Tujuan Penilaian Kinerja
Suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan
pokok, yaitu (1) manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja
karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM
dimasa yang akan datang; dan (2) manajer memerlukan alat yang memungkinkan
untuk membantu karyawannya memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan,
mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan karier dan
memperkuat
kualitas
hubungan
antarmanajer
yang
bersangkutan
dengan
karyawannya (Rivai & Sagala (2008:551).
Selain itu penilaian kinerja dapat digunakan untuk :
1. Mengetahui pegembangan, yang meliputi: (a) identifikasi kebutuhan
pelatihan, (b) umpan balik kinerja, (c) menentukan transfer dan
penugasan, dan (d) identifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan.
2. Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi: (a) keputusan untuk
menentukan gaji, promosi, mempertahankan atau memberhentikan
karyawan, (b) pengakuan kinerja karyawan, (c) pemutusan hubungan
kerja dan (d) mengidentifikasi yang buruk.
3. Keperluan perusahaan, yang meliputi: (a) perencanaan SDM, (b)
menentukan kebutuhan pelatihan, (c) evaluasi pencapaian tujuan
perusahaan, (d) informasi untuk identifikasi tujuan, (e) evaluasi terhadap
29
sistem SDM, dan (f) penguatan terhadap kebutuhan pengembangan
perusahaan.
4. Dokumentasi, yang meliputi: (a) kriteria untuk validasi penelitian, (b)
dokumentasi keputusan-keputusan tentang SDM, dan (c) membantu
untuk memenuhi persyaratan hukum.
2.1.6.5 Metode Penilaian Kinerja
Metode atau teknik penilaian kinerja karyawan dibagi menjadi 2 metode,
yaitu: berorientasi pada masa lalu dan berorientasi pada masa depan. Dalam
praktiknya tidak ada satu pun teknik yang sempurna, pasti ada keunggulan dan
kelemahannya (Rivai & Sagala 2008:563). Hal yang terpenting adalah bagaimana
meminimalisir masalah yang mungkin dapat terjadi.
1. Metode Penilaian Berorientasi Masa Lalu
Metode ini menilai prestasi kinerja di waktu yang lalu, dan hampir semua
teknik tersebut meruakan suatu upatya untuk meminimumkan berbagai
masalah tertetu yang dijumpai dalam pendekatan- pendekatan ini. Dengan
mengevaluasi prestasi kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh
umpan balik dari upaya-upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa
mengarah kepada perbaikan- perbaikan perstasi. Dari beberapa teknik yang
akan dibahas ialah skala peringkat (rating scale) karena teknik tersebut
digunakan oleh perusahaan yang kami teliti.
a.
Skala peringkat (Rating Scale)
Merupakan metode yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam
penilaian prestasi, dimana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian
yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,
mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Pada umumnya
penilai diberi formulir yang berisi sejumlah sifat dan ciri-ciri hasil kerja yang
harus diisi, seperti kemandirian, inisiatif, sikap, kerja sama dan seterusnya.
Penilaian pada umumnya diisi oleh atasan yang memutuskan pendapat apa
saja yang paling sesuai untuk setiap tingkatan hasil kerja.Pendapat penilai
diberi nilai kuantitatif (bobot) yang mencerminkan nilai rata-rata untuk
kemudian dihitung dan dibandingkan.
30
Sumber : Vaithzel dan segala (2011:564)
Gambar 2.2 Metode Skala Pringkat
2. Metode Penilaian Berorientasi Masa Datang
Metode ini berorientasi terhadap masa depan dengan menggunakan asumsi
bahwa karyawan tidak lagi sebagai objek penilaian yang tunduk dan
tergantung pada penilai, tetapi karyawan dilibatkan dalam proses penilaian.
Karyawan mengambil peran penting bersama-sama dengan penilai dalam
menetapkan tujuan-tujuan strategis perusahaan. Karyawan tidak saja
sbertanggung jawab kepada penilaim tetapi juga bertanggung jawab kepada
dirinya sendiri, kesadaran ini adalah kekuatan besar bagi karyawan untuk
selalu mengembangkan diri. Inilah yang membedakan perusahaan modern
dengan yang lainnya dalam memandang karyawan (SDM).
2.1.6.6 Jenis-jenis Penilaian Kinerja
Menurut Rivai & Sagala (2008 : 562), Penilaian terbagi dalam beberapa
jenis, yaitu:
a. Penilaian hanya oleh atasan: biasanya prosesnya cepat dan langsung dan
lebih mengarah ke distorsi karena pertimbangan pribadi
b. Penilaian oleh kelompok lini: atasan dan atasannya lagi bersama-sama
membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.
c. Penilaian oleh kelompok staff: atasan meminta satu atau lebih individu
untuk bermusyawarah dengannya; namun keputusan akhir berada di
atasan langsung.
31
d. Penilaian melalui keputusan komite: sama dengan pola sebelumnya
kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil
keputusan akhirl hasilnya didasarakan pada pilihan mayoritas.
e. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan: sama seperti kelompok staff,
namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen
sdm yang bertindak sebagai peninjau yang independen.
f. Penilaian oleh bawahan dan sejawat: terkesan terlalu subjektif, mungkin
lebih digunakan sebagai tambahan pada metode penilaian yang lain.
2.2
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut.
Sumber : Penulis, 2016
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
2.3
Hipotesis
X1 mewakili Motivasi, X2 yang mewakili Pelatihan, X3 mewakili disiplin
kerja dan Y mewakili kinerja karyawan. X1, X2, X3 sebagai variabel independen.
Maka dapat dirumuskan hipotesis uji sebagai berikut.
32
Hipotesis 1
Ho: Tidak ada pengaruh motivasi (X1) terhadap kinerja karyawan (Y) PT. Geo
Link Nusantara.
Ha: Ada pengaruh motivasi (X1) terhadap kinerja karyawan (Y) PT. Geo Link
Nusantara.
Hipotesis 2
Ho: Tidak ada pengaruh pelatihan (X2) terhadap kinerja karyawan(Y) PT. Geo
Link Nusantara.
Ha: Ada pengaruh pelatihan (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) PT. Geo Link
Nusantara.
Hipotesis 3
Ho: Tidak ada pengaruh disiplin kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y) PT.
Geo Link Nusantara.
Ha: Ada pengaruh antara disiplin kerja (X1) terhadap kinerja karyawan (Y) PT.
Geo Link Nusantara.
Hipotesis 4
Ho: Tidak ada pengaruh motivasi (X1), pelatihan (X2), disiplin kerja (X3)
terhadap kinerja karyawan (Y) PT. Geo Link Nusantara.
Ha: Ada pengaruh motivasi (X1), pelatihan (X2), disiplin kerja (X3) terhadap
kinerja karyawan (Y) PT. Geo Link Nusantara.
33
Download