133 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan lapangan dengan menggunakan wawancara dan observasi serta pembahasan hasil penelitian maka berhasil dirumuskan kesimpulan ini. Rumusan dalam kesimpulan ini juga berpegang pada panduan dari unit analisis dan kajian literatur. 1. Sanggar pengawas atau Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) adalah organisasi profesi non kedinasan yang belum dapat menerapkan wadahnya sebagai tempat untuk meningkatkan ketrampilan, keahlian dan pengetahuan tentang kepengawasan dan penjaminan mutu di sekolah. Sebuah wadah seperti sanggar pengawas sekolah seharusnya bisa menjadi seperti yang dikemukakan Lave dan Wenger (1998: 23) sebagai community of practice. Sebuah community of practice adalah sekelompok orang yang bergairah dalam berbagi sesuatu yang mereka ketahui dengan baik, dan mereka yang berinteraksi secara teratur untuk belajar melakukan pekerjaan mereka dengan lebih baik. Kegiatan diskusi dan saling berbagi informasi di dalam sanggar pengawas terjadi secara tidak teratur dan terencana. 2. Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) sebagai wadah bagi pengawas untuk mengembangkan potensi dan kompetensinya tidak mempunyai program teratur dan terencana dalam mengembangkan organisasi, kompetensi, dan profesinya. Menurut Fiol dan Lyles (1985: 134 803-813) dan Dixon (dalam Komariah dan Triatna, 2004: 57-58) menyatakan bahwa dalam sebuah organisasi yang memerlukan keahlian seharusnya terdapat tindakan untuk mengembangkan pengetahuan, kebiasaan belajar, transformasi pengetahuan yang terur-menerus yang bertujuan memuaskan stakeholders. Sementara kegiatan seperti itu tidak terjadi di dalam sanggar pengawas. Pengawas dan sanggar pengawas lebih banyak melakukan kegiatan yang bersifat normatif berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Kegiatan yang untuk kepentingan peningkatan kompetensi tidak terdapat dalam agenda kegiatan pengawas maupun sanggar pengawas. 3. Pengawas sekolah kurang melakukan pelayanan kepada sekolah binaan maupun pada guru. Layanan seperti yang dimaksudkan oleh Sutisna (1983:248), Arikunto (2004: 10), Sahertian (2008: 18) adalah layanan yang teencana dan sistematis pada aspek teknis dan non teknis kepada guru-guru dan petugas sekolah lainnya dalam memperbaiki pengajaran dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya termasuk tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, serta metode evaluasi. Pada akhirnya layanan ini berujung, seperti yang dikemukakan Satori (2002: 27), pada keunggulan kompetitif sebuah sekolah yang dapat dilihat dari kualitas pembelajaran yang direfleksikan dalam hasil belajar peserta didik. Layanan yang tidak bisa diberikan secara optimal oleh pengawas sekolah disebabkan perbandingan jumlah pengawas dan sekolah binaan yang tidak seimbang. Selain itu supervisi yang dilakukan pengawas dilakukan secara massal 135 misalnya seperti penataran atau semiloka. Kunjungan ke sekolah yang dilakukan lebih banyak digunakan untuk berdiskusi dengan kepala sekolah saja. 4. Pengawas sekolah kurang berperan dalam memandu, membina, dan menfasilitasi proses penjaminan mutu di sekolah dan mutu proses pembelajaran. Padahal menurut Sallis (2010: 182) mutu proses pembelajaran atau guru yang mengembangkan proses pembelajaran adalah dasar bangunan yang penting untuk menyampaikan mutu dalam pendidikan. Charles Hoy (2000, dalam Safaruddin 2002: 47) juga menyampaikan bahwa mutu adalah hal yang esensial sebagai bagian dalam proses pendidikan. Proses pembelajaran adalah tujuan organisasi pendidikan. Perbaikan proses pendidikan adalah level tertinggi dari keunggulan yang akan dicapai. Pengawas kurang berperan karena kurang mempunyai pengetahuan dann ketrampilan di bidang penjaminan mutu pendidikan. Di samping itu program pengembangan sekolah dengan SSN dan RSBI adalah program dari pusat sehingga ada keengganan dari sekolah untuk difasiltasi, dimonitoring dan dievaluasi oleh pengawas dari daerah. B. Rekomendasi 1. Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota sebagai lembaga tertinggi yang mempunyai kewenangan dalam membuat kebijakan dan pengelolaan di bidang pendidikan tingkat daerah harus mempunyai inisiatif dan good will untuk me-revitalisasi dan memberdayakan sanggar pengawas (MKPS) 136 guna pengembangan kompetensi dan profesi pengawas sekolah. Revitalisa dan pemberdayaan dengan cara memperkenalkan konsep community of practice atau lebih menfungsikan sanggar pengawas sebagai organisasi profesi. Organisasi profesi pengawas sekolah yang menerapkan prinsipprinsip organisasi pembelajar. 2. Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota beserta jajaran pengawas harus berinisiatif untuk membuat dan mengembangkan program atau kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan dan me-mutakhir-kan ketrampilan dan pengetahuan pengawas sekolah yang di samping berguna untuk meningkatkan kompetensi pengawas juga mengembangkan organizational learning dan community of practice pada sanggar pengawas. 3. Pengawas sekolah, dengan peran dan kompetensinya, harus mempunyai andil yang lebih intens dalam proses penjaminan mutu pendidikan dengan menambah frekuensi visitasi ke sekolah binaan dan menggunakan lebih banyak variasi teknik supervisi pendidikan terhadap guru, kepala sekolah, maupun sekolah binaan.