BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal dan
manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia
merupakan makhluk sosial, yang berarti tidak akan pernah lepas dari
hubungannya dengan orang lain, mulai dari bangun pagi sampai tidur kembali di
malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan
interpersonal secara mendalam dengan seseorang sehingga dapat memiliki arti
tersendiri di dalam hidupnya. Hubungan yang demikian akan meningkat terus
sehingga sampai pada suatu perkawinan (Oktaria, 2009).
Perkawinan merupakan salah satu tugas perkembangan ketika manusia
beranjak dewasa. Menurut Husein (dalam Prestasi, 2006) perkawinan merupakan
ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan dari segi fisik,
asuhan keluarga, pergaulan, cara berpikir (mental), pendidikan dan lain hal.
Namun memasuki abad 21, terdapat perubahan dalam gaya hidup orang dewasa
yang mengakibatkan munculnya gaya hidup antarpribadi selain pernikahan, yaitu
tidak menikah (singles), tinggal bersama pasangan tanpa status pernikahan
(cohabitors), dan hubungan homoseksual (gay atau lesbian) (Rusita, 2007).
1
Adapun jenis hubungan antarpribadi yang akan dibahas pada penelitian ini adalah
kehidupan individu yang tidak menikah.
Dwiputri (dalam Vida, 2011) menyatakan dasawarsa terakhir, di kota-kota
besar makin banyak orang melajang sampai lanjut usia, karena uang dianggap
membuat hidup lebih baik, bukan lagi pasangan hidup sehingga menikah bukan
lagi prioritas utama bila penghasilan seseorang belum memadai Kebanyakan
orang yang tidak menikah, mempunyai alasan yang kuat untuk tetap tidak
menikah (melajang). Para orang dewasa yang memilih menjalani hidup sendiri
atau hidup tidak menikah bukanlah suatu hal tanpa masalah sehingga dapat
dengan mudah dijalankan oleh seseorang. Mereka yang menjalani kehidupan tidak
menikah harus berani mengambil segala resiko dari segala permasalahan yang
akan timbul nantinya (Rusita, 2007).
Menurut Hurlock (1991) antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam
menjalani kehidupan tidak menikah.Untuk wanita biasanya diwarnai stres jika
belum menikah. Kemudian Mandasari (dalam Oktaria, 2009) menyatakan, bahwa
wanita cenderung memiliki tingkat kesepian yang tinggi dibandingkan dengan
pria, hal ini disebabkan karena karakteristik wanita yang lebih mungkin mengakui
dirinya kesepian dan lebih membutuhkan teman untuk berbagi pikiran dan
pengalaman dibandingkan pria. Berbeda dengan para pria yang tidak
mempersalahkan kapan mereka menikah, karena pria dapat menikah kapan saja
pria mau. Banyak pria yang tetap membujang karena ingin menikmati kebebasan
2
sebagai bujangan, atau karena mereka ingin mempersembahkan waktu dan tenaga
mereka sampai mantap dalam karir (Hurlock, 1991).
Perjuangan perempuan dalam meraih persamaan hak dengan laki-laki, secara
tidak langsung mengubah cara pandang perempuan terhadap hubungan romantika.
Seiring munculnya kesadaran terhadap perwujudan cita-cita, maka menikah dan
mengasuh anak bukan lagi tujuan utama dalam kehidupan mereka (Vida,
2011).Kemudian Hardjana (2011) juga menyatakan, bahwa perempuan tidak lagi
melihat tujuan hidupnya hanya sebatas menikah dan membentuk keluarga. Hal ini
menunjukkan telah terjadinya pergeseran nilai, dimana pada awalnya perempuan
menganut nilai pengabdian diri kepada keluarga, namun saat ini perempuan
menganut nilai pengembangan diri dan martabat. Perempuan lajang memiliki
predikat yang sering dikaitkan dengan sukses mengejar karir dan tujuan hidup
yang semakin beragam.
Melalui survey yang diadakan majalah Femina terhadap 100 perempuan
Indonesia kelas menengah di perkotaan, diketahui bahwa sudah terjadi perubahan
dalam sikap, pola pikir dan cita-cita sebagian perempuan Indonesia menjadi lebih
modern. Tingkat pendidikan yang makin tinggi, globalisasi, isu kesetaraan dan
arus informasi yang semakin terbuka, ikut mempengaruhi perubahan tersebut.
Sebanyak 58% mengaku tidak khawatir hidup melajang (Vida, 2011). Selain itu
pernikahan bukan lagi sumber utama bagi keamanan wanita karena saat ini wanita
telah mampu untuk memiliki pekerjaan dan hidup mandiri, tanpa bergantung pada
orang lain (Papalia et al., 2002).
3
Pada era modernisasi saat ini, perempuan yang belum menikah pada usia yang
di anggap cukup (dewasa), atau di sebut juga perempuan lajang, banyak di temui
di berbagai negara. Tidak hanya di negara maju seperti Amerika, terdapat juga di
negara-negara berkembang dan di benua Asia (Vida, 2011). Jumlah wanita lanjut
usia yang tidak menikah lebih banyak dibandingkan pria lanjut usia yang tidak
menikah. Kurang dari 5% lansia pria dan kurang dari 10% lansia wanita tidak
menikah (Indriana et al, 2011). Para perempuan lajang tersebut lebih
mementingkan pendidikan dan karir serta kebebasan dalam menentukan hidupnya
(Vida, 2011). Pada awalnya para lajang menganggap hidup sendiri itu
mengasyikkan, namun dengan seiringnya waktu timbul perasaan loneliness
(Santrock, 2002).
Menurut Mandasari (dalam Oktaria, 2009) wanita yang mengalami loneliness
cenderung memiliki tingkat loneliness yang tinggi dibandingkan dengan pria, hal
ini disebabkan karena karakteristik wanita yang lebih mungkin mengakui dirinya
kesepian loneliness dan lebih membutuhkan teman untuk berbagi pikiran dan
pengalaman dibandingkan pria. Kemudian pada penelitian yang dilakukan
Hayward (dalam Maharani, 2005) menemukan bahwa kelompok wanita lansia
yang tidak pernah menikah paling memiliki resiko tinggi untuk mengalami
loneliness .
Menurut Nowan (dalam Rusita, 2007) loneliness adalah perasaan yang timbul
akibat kebutuhan yang mendesak akan kehadiran orang lain, untuk berkomunikasi
dan mempunyai relasi intim dengan orang lain, ataupun kebutuhan akan
4
dukungan, penerimaan, dan penghargaan dari orang lain terhadap keberadaan
dirinya. Seseorang yang loneliness cenderung menyalahkan diri sendiri atas
kekurangan mereka. Sebagai contoh, mereka menunjukkan keterbukaan diri yang
tidak tepat, perhatian untuk diri sendiri sebagai ganti perhatian terhadap pasangan
atau ketidakmampuan untuk membangun keintiman yang nyaman (Frankl dan
Prentice dalam Santrock, 2002).
Loneliness sangat dirasakan ketika mereka memasuki usia lanjut, karena masa
usia lanjut adalah masa yang paling rentan untuk merasakan loneliness (Dewi,
2010), dimana dalam usia ini, mereka banyak kehilangan kontak sosial karena
pola hidupnya semasa muda cenderung konsentrasi pada pekerjaan kantor, dan
tidak mempunyai banyak waktu bergaul dan berorganisasi. Sehingga ketika
memasuki masa pensiun, para usia lanjut merasakan kebingungan tentang apa
yang harus dilakukan, dan dengan siapa akan mengadakan kontak dan
komunikasi. Selain itu, terkadang jauh dari Tuhan sehingga para usia lanjut
merasa tidak berguna dan berdampak pada upaya menarik diri dari pergaulan
sosial (Hanum, 2008). Disamping itu, loneliness para usia lanjut dapat disebabkan
pengalaman traumatis, yaitu trauma yang disebabkan oleh meninggalnya orang
yang amat dicintai. Peristiwa tersebut dapat menenggelamkan seseorang dalam
loneliness yang sangat mendalam dan masuk dalam suasana kegelapan (Hulme
dalam Oktaria, 2009).
Sehingga rasa loneliness yang di alami oleh wanita lanjut usia yang tidak
pernah menikah ini, akan menimbulkan berbagai dampak yang akan
5
mempengaruhi kehidupan mereka. Beberapa dampak tersebut, seperti mengalami
rendah diri yang membuat mereka kehilangan rasa percaya diri, sering
menyalahkan diri sendiri apalagi ketika mereka melakukan kesalahan, tidak ingin
berusaha untuk terlibat pada kegiatan sosial, dengan istilah lain selalu ingin
menyendiri. Kemudian para lansia ini juga mempunyai kesulitan untuk
memperlihatkan diri dalam berkelakuan dan takut untuk berkata ya atau tidak
untuk hal yang tidak sesuai. Lalu mereka juga memiliki rasa takut untuk bertemu
orang lain yang belum dikenal sebelumnya dan juga mencoba sebisa mungkin
untuk menghindari situasi baru. Selain itu, lansia yang tidak pernah menikah juga
mempunyai persepsi negatif tentang diri sendiri, serta merasakan keterasingan,
kesendirian dan perasaan tidak bahagia terhadap lingkungan sekitar.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan tentang : “
Bagaimana gambaran loneliness pada wanita lanjut usia yang tidak pernah
menikah ? ”.
1. 3 Tujuan Penelitian
Penelitia ini bertujuan untuk mengetahui gambaran loneliness yang
dialami oleh wanita lanjut usia yang tidak pernah menikah.
6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi, meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan dalam bidang psikologi, terutama dalam psikologi
sosial dan psikologi perkembangan, mengenai gambaran loneliness pada wanita
lanjut usia yang tidak pernah menikah.
1.4.2 Manfaat Praktis
Peneliti berharap agar penelitian dapat menjadi acuan pada:
-
Peneliti dapat memberikan saran dan masukan bagi yang mengalami masalah
loneliness pada wanita usia lanjut yang tidak pernah menikah agar dapat bangkit
dari rasa loneliness dan bertindak dengan langkah-langkah positif.
-
Serta peneliti juga berharap, agar tidak hanya berguna pada peneliti, akan tetapi
dapat berguna juga untuk subjek, sehingga subjek dapat mengantisipasi rasa
loneliness yang ada dengan atau tanpa arahan dari para psikolog.
1. 4.3 Sistematika Penelitian
Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I: Pendahuluan
7
Bagian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai latar belakang
permasalahan.
BAB II: Tinjauan Teoritis
Bagian ini menjelaskan tentang tinjauan kepustakaan dan berisikan tentang
teori-teori loneliness, wanita lansia dan arti dari tidak menikah.
BAB III: Metodologi Penelitian
Dalam bab ini, peneliti akan menjabarkan mengenai jenis atau metode
penelitian yang berisikan tentang pendekatan penelitian, karakteristik subjek,
perumusan pengukuran penelitian, dan prosedur penelitian.
BAB IV: Hasil Penelitian dan Analisa Data
Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil penelitian, hasil perhitungan dan
interpretasi data.
BAB V: Kesimpulan dan Saran
Dalam bab ini, peneliti akan merumuskan hasil kesimpulan dari penelitian
yang telah dilakukan, serta berusaha menjabarkan hasil penelitian berdasarkan
tinjauan teoritis sebelumnya. Kemudian, penelitian akan dilengkapi dengan saran,
baik saran metodologis maupun saran praktis, yang berguna untuk penelitian yang
akan datang.
8
Download