perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user BAB I

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah hasil kreativitas pengarang. Jiwa kreatif itu muncul
ketika di dalam diri pengarang terdapat rasa ingin tahu terhadap lingkungan di
sekitarnya. Dengan adanya rasa ingin tahu maka akan melahirkan keinginan untuk
mengeksplorasi. Hasil eksplorasi itulah yang akan membuahkan produk berupa
karya sastra. Semakin baik pengarang mengolah hasil pengamatannya atau
imajinasinya, maka akan semakin baik kualitas karya sastra yang dihasilkan.
Kemampuan sastra dalam menyampaikan pesan menempatkan karya sastra
sebagai sarana kritik sosial. Kritik sosial dapat disampaikan secara lebih tersirat
dan halus melalui piranti-piranti sastra, seperti melalui penggunaan simbolsimbol. Di sisi lain, sastra berguna sebagai alat untuk menyatakan perasaan
manusia (cinta, marah, benci, dan sebagainya) dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pada itu, sastra merupakan media komunikasi yang melibatkan tiga
komponen, yaitu pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra sebagai pesan
itu sendiri, dan pembaca karya sastra sebagai penerima pesan (Nurhayati, 2012: 78).
Fungsi karya sastra adalah dulce et utile (menyenangkan dan berguna)
(Horatio dalam Noor, 2007: 14-15). Dianggap berguna karena pengalaman jiwa
yang dibeberkan dalam kongkretisasi cerita, dan dikatakan menyenangkan karena
user karya sastra menunjukkan sifatcara pembeberannya. Oleh sebab commit
itu, jikatosebuah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sifat menyenangkan dan berguna maka karya sastra dapat dianggap bernilai.
Aristoteles menyatakan dalam teorinya Poeticia (kaidah seni) bahwa karya sastra
berfungsi katharsis (pencucian emosi), yakni membebaskan pembaca sekaligus
pengarang dari tekanan emosi, batin, dan perasaan.
Ratna (2013: 14) mengungkapkan dalam karya sastra mengandung
dominasi penggunaan bahasa. Dominasi tersebut diakibatkan oleh beberapa hal,
(1) karya sastra mementingkan unsur keindahan, (2) dalam menyampaikan pesan
karya sastra menggunakan cara-cara tak langsung, seperti: refleksi, refraksi,
proyeksi, manifestasi, dan representasi, (3) karya sastra adalah curahan emosi,
bukan intelektual.
Sebagai karya imajinatif, karya sastra memiliki fungsi sebagai hiburan
yang menyenangkan sekaligus berguna menambah pengalaman batin bagi para
pembacanya. Membicarakan karya sastra yang bersifat imajinatif, terdapat tiga
jenis karya sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. (Nurgiyantoro, 2007: 9-10).
Sejalan dengan itu, menurut Sudjiman (1988: 11) karya sastra menurut ragamnya
dibedakan atas prosa, puisi, dan drama.
Menurut Damono dalam Dewojati (2012: 1), sebagai sebuah karya, drama
mempunyai karakteristik khusus, yaitu berdimensi sastra pada satu sisi dan
berdimensi seni pertunjukan pada sisi yang lain. Selama ini, hiruk-pikuk
pembicaraan
tentang drama biasanya lebih banyak terfokus pada produk
pementasan dan pertunjukannya. Resensi dan kritik drama di media massa ratarata hanya berhenti pada pemaknaan terhadap nilai estetika drama ketika
dieksekusi di atas panggung. Dengan demikian, keberhasilan drama seolah-olah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hanya digenggaman para aktor, sutradara, dan penata pentas sebagai
eksekutornya. Padahal, selain action, “nyawa” drama juga terdapat pada text play
atau teks dramanya.
Sebuah drama diciptakan selain bertujuan untuk menghibur juga
memberikan kegunaan kepada pembaca (jika drama tersebut ditulis) dan kepada
penonton (jika drama tersebut dipentaskan). Sayangnya, hinggi kini, kritik teks
drama sebagai bagian kritik sastra hingga kini tidak begitu populer, terkesan jalan
di tempat, dan terkurung di ranah akademik. Di sisi lain, pada dasarnya genre
puisi, prosa, dan drama mempunyai kedudukan yang sama penting dalam jagat
kesusasteraan. Plato dan Aristoteles membagi genre sastra itu pada tiga kelompok
utama, yakni lirik, epik, dan dramatik. Oleh karena itu, pembicaraan mengenai
ketiga genre itu seharusnya berimbang. Selama ini, penelitian mengenai drama
sebagai genre sastra masih tidak memadai jika dibandingkan dengan kedua genre
lainnya. Hal ini dapat dibuktikan pada jumlah penelitian terhadap genre drama
yang sangat terbatas jumlahnya (Dewojati, 2012: 1-2).
Selain itu , pembicaraan tentang drama yang muncul di tengah masyarakat
lebih banyak terfokus pada pementasan atau seni lakonnya. Padahal,
sesungguhnya drama sendiri mempunyai dua dimensi, yakni dimensi sastra dan
dimensi pemanggungan. Masing-masing dimensi dalam drama tersebut dapat
dibicarakan secara terpisah untuk kepentingan analisis (Hassanudin dalam
Dewojati, 2012: 2).
Lakon-lakon drama adalah karya sastra. Oleh karena itu, setiap akademisi
bisa mempelajarinya. Akan tetapi, hal yang tidak bisa dilupakan bahwa drama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut ditulis untuk dipagelarkan (Asmara dalam Dewojati, 2012: 3). Dengan
demikian, setiap usaha analisis drama harus dilandasi kesadaran bahwa sebuah
karya drama memang ditulis untuk dipentaskan. Pengarang menulis drama
memang ditulis untuk dipentaskan. Pengarang menulis itu dengan membayangkan
action dan ucapan para aktor di atas panggung. Jadi, dialog dan action adalah
bagian yang sangat penting (Dewojati, 2012: 3).
Hal itu berbeda dengan karya puisi dan prosa (cerpen, novel) yang dapat
dihidangkan begitu saja pada pembaca setelah usai ditulis oleh pengarangnya.
Oleh sebab itu, keistimewaan drama dibandingkan dengan karya lain memang
terletak pada tujuan pengarang yang tidak hanya ingin berkomunikasi dengan
pembacanya pada tahap pembeberan imajinasi tokoh dan berbagai peristiwa.
Pengarang biasanya sekaligus ingin melanjutkan komunikasi dengan audiensnya
itu dengan menghidupkan tokoh dan peristiwa itu di atas panggung (Soemanto,
Hassanudin dalam Dewojati, 2012: 3).
Menurut Hasanuddin (dalam Dewojati, 2012: 4) dalam dimensi seni
pertunjukan, drama dapat memberi pengaruh emosional yang lebih besar dan
terarah pada penikmat dan audiensnya. Dengan menyaksikan secara langsung dan
kongkret peristiwa di atas panggung, penikmat akan mudah tergugah emosinya
karena aktor dapat menjalin komunikasi secara langsung dengan audiensnya.
Berdasarkan pendapat tentang keunggulan drama ini penulis memilih drama
sebagai obyek penelitian.
Drama dapat dibedakan menjadi drama, teater, dan film. Drama berbeda
dengan jenis cerkan dan puisi, jenis drama dibangun oleh dua aspek, yaitu aspek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
literer (sastra), dan aspek teateral (Satoto, 2012: 203). Teater adalah drama dalam
arti yang lebih luas. Jika dalam drama, pengkajian lebih menitikberatkan pada
aspek-aspek literer dan dramatologi (dramaturgi), maka dalam teater, di samping
aspek literer dan dramaturgi, yang lebih dominan adalah aspek teateral atau
teatrologi (Satoto, 2012: 204). Film adalah teater melalui media film. Jadi ia (film)
dapat disebut „drama film‟ (tidak sama dengan film drama), di samping „drama
teve‟, „drama radio‟ dan drama panggung‟. Sebagai teater, baik drama panggung,
drama radio, drama teve, maupun drama film memiliki hakikat yang sama yaitu
tikaian (konflik). Perbedaannya terletak pada teknik garapan karena berbeda
medianya (Satoto, 2012: 205).
Menurut Satoto (2012: 205) pendek kata, pengkajian drama film lebih
kompleks daripada drama teve, drama radio, atau drama panggung; karena
berbeda media, sifat, dan motivasi keberadaan film itu sendiri jika dibanding
dengan drama yang lain. Berdasarkan pendapat tersebut, maka obyek sastra yang
akan diteliti dalam penelitian ini adalah tentang drama yang dikhususkan menjadi
drama film.
Menurut Noor (2007: 3) dalam penelitian sastra sangat dibutuhkan bantuan
ilmu-ilmu lain yang relevan, lebih-lebih dalam interpretasi karya sastra. Sejalan
dengan itu, Aminudin (1995: 39) menyatakan bahwa kajian sastra adalah kegiatan
mempelajari unsur-unsur dan hubungan antarunsur dalam karya sastra dengan
bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu. Penelitian tentang naskah
drama dapat dikaji berdasarkan stilistikanya. Lebih lanjut, Aminudin (1995: 42)
juga mengungkapkan bahwa sejak tahun 1950-an telah digunakan sebagai metode
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
analisis karya sastra. Penggunaan metode stilistis dalam analisis karya satra
merupakan jalan untuk menghindari kritik sastra yang bersifat impresionistis dan
subyektif. Melalui kajian gaya dalam karya sastra, studi kritik yang dilakukan
dapat diharapkan memenuhi kriteria obyektivitas dan keilmiahan.
Widdowson (1997: 3) berpendapat bahwa terdapat relevansi analisis
stilistika pada kesastraan sebagai suatu mata ajaran. Oleh karena suatu disiplin
ilmu (atau gabungan disiplin ilmu) memberikan bahan yang mendasar dalam
membentuk mata ajaran-mata ajaran maka apa yang relevan dalam suatu mata
ajaran yang diberikan mungkin saja mempunyai hubungan keterlibatan dengan
disiplin ilmu itu juga. Akan lebih baik lagi jika pembaca dapat menarik
kesimpulan yang demikian bagi dirinya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka
terdapat relevansi kajian stilistika sebagai materi ajar dalam pembelajaran. Penulis
memilih untuk mengaitkan kajian stilistika dengan pembelajaran drama di STKIP
PGRI Pontianak karena terdapat mata kuliah Kajian Prosa Fiksi dan Drama yang
dilaksanakan di semester III.
Di satu pihak, karya sastra berhubungan erat dengan bahasa, bahkan tidak
bisa dipisahkan sebab medium utama sastra adalah bahasa. Di pihak lain, karya
sastra termasuk bahasa berhubungan erat dengan kebudayaan sebab kedua gejala
ini dihasilkan melalui dan kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat yang
bersangkutan. Oleh karena itulah, analisis stilistika yang baik adalah kajian yang
memelihara keseimbangan antara prinsip linguistik
kebudayaan (Ratna, 2013: 330).
commit to user
dan sastra termasuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Seimbang dengan perkembangan teknologi, dunia perfilman di Indonesia
juga semakin berkembang. Kalimantan Barat, sebagai salah satu dari 34 provinsi
di Indonesia juga mulai mendapat dampak positif dari perkembangan perfilman
nasional tersebut. Tepatnya pada tanggal 26 November 2012, film berjudul
Kembang Polaria mulai beredar di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten
Sambas. Hal tersebut menunjukkan kemajuan dalam bidang perfilman di
Kalimantan Barat karena film ini merupakan film indie bertema komedi pertama
di Kalimantan Barat.
Film Kembang Polaria adalah buah karya Sanggar Serumpun Bunga Desa
dan diproduksi oleh Kress Studio Production. Naskah film ini ditulis oleh H.
Erman dan Danil. H. Erman juga sekaligus berperan sebagai sutradara dan tokoh
utama dalam film. Adapun pemeran dalam film ini secara lengkap adalah H.
Erman sebagai Jenal, Sendy Apriani sebagai Jenab, M. Yansyah sebagai H.
Dolah, Jurida sebagai Minnah, Suriadi sebagai Mok Lassot, Effendi sebagai Long
Fendi, Hj. Wiwin Sutiana sebagai Mak Long, Budi sebagai Budi, Maswat sebagai
Awad, Sarkiyah sebagai Guru Silat (Cik Isar), Bulhadi sebagai Tok Dukun, Hafair
Hayatri sebagai Bang De, dan Ary sebagai Ari.
Naskah film Kembang Polaria mengandung unsur-usur stilistika. Unsurunsur tersebut berupa gaya kata (diksi), gaya kalimat, gaya wacana, bahasa
figuratif (figurative laguage), dan citraan (imagery). Selain itu dalam film ini
terdapat bayak nilai-nilai kearifan lokal yang tercermin dari percakapan
antartokoh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Film Kembang Polaria mengambil latar penceritaan di sekitar Pantai
Polaria (dulu bernama Pantai Bahagia) yang terletak di Selakau yang masih bersih
dan indah. Film ini adalah cerminan dari kehidupan masyarat Melayu Kabupaten
Sambas, Kalimantan Barat. Latar belakang film ini diproduksi adalah sebagai
bentuk kepedulian insan perfilman di Kalimantan Barat, khususnya Kabupaten
Sambas, Kecamatan Selakau, terhadap nilai kearifan lokal masyarakat yang mulai
tergerus oleh pengaruh globalisasi.
Respon masyarakat terhadap film Kembang Polaria sangat baik. Film
yang dikemas dalam bentuk DVD dengan durasi 75 menit dan berbahasa Melayu
Sambas ini telah terjual 34.000 keping sejak dirilis pertama kali tanggal 26
November 2012. Rincian penjualan DVD tersebut adalah 29.700 keping
dipasarkan di Kalimantan Barat, khususnya Kabupaten Sambas, 4000 keping
dipasarkan di negara Malaysia, dan 300 keping dipasarkan di negara Brunai
Darussalam.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut penulis memilih naskah film Kembang
Polaria sebagai objek penelitian dengan judul “Naskah Film Kembang Polaria
karya H. Erman dan Danil: Kajian Stilistika dan Relevansinya sebagai
Pembelajaran Kajian Prosa Fiksi dan Drama di STKIP PGRI Pontianak.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Bagaimanakah gaya kata (diksi) yang digunakan dalam naskah film Kembang
Polaria karya H. Erman dan Danil?
2. Bagaimanakah gaya kalimat yang digunakan dalam naskah film Kembang
Polaria karya H. Erman dan Danil?
3. Bagaimanakah gaya wacana yang digunakan dalam naskah film Kembang
Polaria karya H. Erman dan Danil?
4. Bagaimanakah bahasa figuratif yang digunakan dalam naskah film Kembang
Polaria karya H. Erman dan Danil?
5. Bagaimanakah citraan yang digunakan dalam naskah film Kembang Polaria
karya H. Erman dan Danil?
6. Bagaimanakah relevansi pengkajian stilistika dalam naskah film Kembang
Polaria karya H. Erman dan Danil sebagai pembelajaran Kajian Prosa Fiksi
dan Drama di STKIP PGRI Pontianak?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan kata (diksi) yang digunakan dalam naskah
film Kembang Polaria karya H. Erman dan Danil.
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan gaya kalimat yang digunakan dalam naskah
film Kembang Polaria karya H. Erman dan Danil.
3. Mendeskripsikan dan menjelaskan gaya wacana yang digunakan dalam naskah
film Kembang Polaria karya H. Erman dan Danil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Mendeskripsikan dan menjelaskan bahasa figuratif yang digunakan dalam
naskah film Kembang Polaria karya H. Erman dan Danil.
5. Mendeskripsikan dan menjelaskan citraan yang digunakan dalam naskah film
Kembang Polaria karya H. Erman dan Danil.
6. Mendeskripsikan dan menjelaskan relevansi pengkajian stilistika dalam naskah
film Kembang Polaria karya H. Erman dan Danil sebagai pembelajaran Kajian
Prosa Fiksi dan Drama di STKIP PGRI Pontianak.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan di bidang sastra.
b. Menambah khazanah pustaka Indonesia agar nantinya dapat digunakan
sebagai penunjang kajian sastra dan bahan pijakan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada pembaca dan penikmat karya sastra untuk memahami dan
mengapresiasi naskah film Kembang Polaria karya H. Erman dan Danil.
a. Memberikan
mahasiswanya
gambaran
untuk
bagi
dosen
menganalisis
ketika
naskah
harus
film
membimbing
(drama)
dengan
pendekatan stilistika.
b. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan tentang penganalisisan naskah
film dengan pendekatan stillistika.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Para pembaca dapat memperoleh kemudahan dalam mengapresiasi karya
sastra, khususnya tentang naskah film.
commit to user
Download