BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian anggaran Menurut Halim (2000:172), anggaran adalah rencana yang diungkapkan secara kuantitatif dalam unit moneter untuk periode satu tahun. Menurut Hansen dan Mowen (2001:714), anggaran merupakan bentuk kuantitatif dari suatu rencana yang dinyatakan dalam istilah fisik atau keuangan. Menurut Anthony dan Govindarajan (2002:360), anggaran adalah suatu alat penting untuk perencanaan jangka pendek dan pengendalian yang efektif dalam suatu organisasi. Anggaran operasional biasanya meliputi waktu satu tahun dan menyatakan pendapatan dan biaya-biaya yang direncanakan untuk tahun tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, anggaran memiliki karakteristik adalah sebagai berikut (Halim, 2000:173). 1) Anggaran mengestimasi laba potensial dari unit bisnis. 2) Dinyatakan dalam satuan moneter walaupun angka-angkanya didukung dengan angka non moneter. 3) Meliputi periode waktu satu tahun. 4) Merupakan komitmen manajemen (para manajer sepakat menerima tanggung jawab yang tertuang dalam anggaran). 5) Anggaran disahkan oleh pihak yang memiliki kewenangan lebih tinggi dari pelaksananya. 13 6) Anggaran yang sudah disahkan, tidak dapat diubah kecuali dalam keadaan khusus. 7) Secara periodik kinerja keuangan aktual dibandingkan dengan anggaran dan perbedaan yang terjadi dianalisis dan dijelaskan. Jadi, anggaran merupakan suatu pelaksanaan tanggung jawab manajemen dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit moneter dan berlaku untuk jangka waktu atau periode tertentu. 2.1.2 Fungsi anggaran Sesuai dengan fungsi manajemen yang terdiri dari fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, fungsi anggaran juga demikian. Hal ini disebabkan karena anggaran juga sebagai alat manajemen dalam melaksanakan fungsinya (Nafarin, 2000:15). 1) Fungsi perencanaan Anggaran merupakan alat perencanaan tertulis yang lebih teliti akan memberikan gambaran yang nyata / jelas dalam satuan hitung dan uang. 2) Fungsi pelaksanaan Anggaran merupakan pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan secara selaras dalam mencapai tujuan (laba). Jadi anggaran penting untuk menyelaraskan (koordinasi) setiap bagian kegiatan seperti bagian pemasaran, bagian umum, bagian produksi, dan bagian keuangan. 14 3) Fungsi pengawasan Anggaran merupakan alat pengawasan (controlling). Pengawasan berarti mengevaluasi/menilai pelaksanaan pekerjaan, dengan cara : membandingkan realisasi dengan rencana/anggaran dan juga melakukan kegiatan perbaikan apabila dipandang perlu (apabila terdapat penyimpangan yang merugikan). 2.1.3 Tujuan penyusunan anggaran Nafarin (2000:12) menyebutkan bahwa tujuan disusunnya suatu anggaran yaitu sebagai berikut : 1) Untuk digunakan sebagai landasan yuridis formal dalam memilih sumber dan penggunaan dana. 2) Untuk mengadakan pembatasan jumlah dana yang dicari dan digunakan. 3) Untuk merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis penggunaan dana, sehingga dapat mempermudah pengawasan. 4) Untuk merasionalkan sumber dan penggunaan dana agar dapat mencapai hasil yang maksimal. 5) Untuk menyempurnakan rencana yang telah disusun, karena dengan anggaran lebih jelas dan nyata terlihat. 6) Untuk menampung dan menganalisa serta memutuskan setiap usulan yang berkaitan dengan keuangan. 15 2.1.4 Jenis-jenis anggaran Jenis-jenis anggaran menurut Nafarin (2000:17), dijelaskan yaitu sebagai berikut : 1) Menurut dasar penyusunannya a) Anggaran variabel yaitu anggaran yang disusun berdasarkan interval kapasitas tertentu dan pada intinya merupakan suatu seri anggaran yang dapat disesuaikan pada tingkat-tingkat aktivitas berbeda. b) Anggaran tetap yaitu anggaran yang disusun berdasarkan suatu tingkat kapasitas tertentu. 2) Menurut cara penyusunannya a) Anggaran periodik adalah anggaran yang disusun untuk satu periode tertentu, pada umumnya periodenya satu tahun yang disusun setiap akhir periode anggaran. b) Anggaran kontinyu adalah anggaran yang dibuat untuk mengadakan perbaikan anggaran yang pernah dibuat, misalnya tiap bulan diadakan perbaikan, sehingga anggaran yang dibuat dalam setahun mengalami perubahan. 3) Menurut jangka waktunya a) Anggaran jangka pendek (anggaran taktis) adalah anggaran yang dibuat dengan jangka waktu paling lama sampai satu tahun. b) Anggaran jangka panjang (anggaran strategis) adalah anggaran yang dibuat dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. 16 4) Menurut bidangnya a) Anggaran operasional adalah anggaran untuk menyusun anggaran rugi laba. Anggaran ini terdiri dari anggaran penjualan, anggaran biaya pabrik, anggaran laporan laba rugi. b) Anggaran keuangan adalah anggaran untuk menyusun anggaran neraca. Anggaran keuangan terdiri dari anggaran kas, anggaran piutang, anggaran persediaan, anggaran hutang, anggaran neraca. 5) Menurut kemampuan menyusun a) Komprehensif budget merupakan rangkaian berbagai macam anggaran yang disusun secara lengkap. b) Partial budget adalah anggaran yang disusun tidak secara lengkap, anggaran yang hanya menyusun bagian anggaran tertentu saja. 6) Menurut fungsinya a) Approppriation budget adalah anggaran yang diperuntukkan bagi tujuan tertentu dan tidak boleh digunakan untuk manfaat lain. Misalnya, anggaran untuk penelitian dan pengembangan. b) Performance budget adalah anggaran yang disusun berdasarkan fungsi aktivitas yang dilakukan dalam perusahaan untuk menilai apakah biaya/beban yang dikeluarkan oleh masing-masing aktivitas tidak melampaui batas. 2.1.5 Tahapan-tahapan penyusunan anggaran Tahapan-tahapan penting yang diperlukan dalam proses penyusunan anggaran menurut Mulyadi (2001:494), yaitu sebagai berikut : 17 1) Penetapan sasaran oleh manajer atas. 2) Pengajuan usulan aktivitas dan taksiran sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas tersebut oleh manajer bawah. 3) Review oleh manajer atas terhadap usulan anggaran yang diajukan oleh manajer bawah. 4) Persetujuan oleh manajer atas terhadap usulan anggaran yang diajukan oleh manajer bawah. Dalam proses penyusunan anggaran ditetapkan siapa yang akan berperan dalam melaksanakan sebagian kegiatan pencapaian tujuan perusahaan dan ditetapkan pula sumber ekonomis yang disediakan bagi pemegang peran tersebut dalam melaksanakan perannya. 2.1.6 Manfaat dan kelemahan anggaran Adapun manfaat maupun kelemahan dari suatu anggaran menurut Nafarin (2000:12), adalah sebagai berikut : 1) Manfaat anggaran a) Segala kegiatan terarah pada pencapaian tujuan bersama. b) Dapat digunakan sebagai alat untuk menilai kelebihan dan kekurangan pegawai. c) Dapat memotivasi karyawan. d) Menimbulkan tanggung jawab tertentu pada pegawai. e) Menghindari pemborosan dan pembayaran yang kurang perlu. f) Sumber daya, seperti : tenaga kerja, peralatan dan dana dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. 18 g) Alat pendidikan bagi manajer. 2) Kelemahan anggaran a) Anggaran dibuat berdasarkan taksiran dan anggapan, sehingga mengandung unsur ketidakpastian. b) Menyusun anggaran yang cermat memerlukan waktu, uang, dan tenaga yang tidak sedikit, sehingga tidak semua perusahaan mampu menyusun anggaran secara lengkap (komprehensif) dan akurat. c) Bagi pihak yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran dapat mengakibatkan mereka menggerutu dan menentang, sehingga tidak akan efektif. 2.1.7 Proses penganggaran Proses penyusunan anggaran berbeda-beda menurut jenis perusahaan yang melakukan penganggaran. Proses penganggaran dapat dilakukan dari atas ke bawah (top down) atau dari bawah ke atas (bottom up). Dalam proses penganggaran atas ke bawah (top down) manajemen puncak (top management) menyusun anggaran untuk organisasi secara keseluruhan, termasuk untuk operasi level bawah (lower level). Di lain pihak, proses penganggaran bawah ke atas (bottom up) melibatkan manajer di tingkat yang lebih rendah dalam menyusun dan menentukan besarnya anggaran. Penyusunan anggaran dari bawah ke atas (bottom up) kemungkinan besar akan menciptakan komitmen untuk mencapai tujuan anggaran, tetapi perlu dikendalikan dengan hati-hati, agar dapat menghasilkan jumlah yang sesuai dengan tujuan keseluruhan dari perusahaan. Proses penganggaran partisipatif (participative budgeting) merupakan pendekatan 19 penyusunan anggaran dari bawah ke atas (bottom up) (Anthony dan Govindarajan, 2002:87). 2.1.8 Manajemen partisipatif dan penganggaran partisipatif Partisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak dan keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya. Dengan kata lain, manajer tingkat menengah dan manajer tingkat bawah memilki kesempatan untuk terlibat dalam proses manajemen yang meliputi proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, serta penggunaan sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi pada area tanggung jawabnya. Ketika diterapkan pada perencanaan, partisipasi mengacu pada keterlibatan manajer tingkat menengah dan manajer tingkat bawah dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan tujuan operasional dan penetapan sasaran kinerja (Ikhsan dan Ishak, 2005:172). Untuk mencapai tujuan dan arah organisasi manajer puncak menyusun suatu program jangka panjang, dan mengalokasikan sumber daya untuk setiap program yang disusunnya. Untuk menjamin terlaksananya berbagai program tersebut, disusunlah anggaran yang berisi rencana kerja tahunan dan taksiran nilai sumber daya yang diperlukan serta ditunjuk manajer yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana kerja tersebut. Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran (role satting) dalam usaha pencapaian sasaran anggaran. Dalam proses penyusunan anggaran ditetapkan siapa yang akan berperan dalam pencapaian 20 sasaran anggaran dan ditetapkan pula sumber daya yang disediakan bagi pemegang peran tersebut. Brownell dalam Sardjito dan Muthaher (2007:3) mendefinisikan partisipasi dalam penyusunan anggaran adalah suatu proses dalam organisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan ciri penyusunan anggaran yang menekankan kepada partisipasi manajer setiap pusat pertanggungjawaban dalam proses penyusunan dan penentuan sasaran anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Partisipasi dalam penyusunan anggaran juga merupakan suatu cara untuk menciptakan keselarasan tujuan setiap pusat pertanggungjawaban dengan tujuan para manajer, sehingga setiap pusat pertanggungjawaban akan memiliki komitmen yang kuat terhadap pelaksanaan anggaran yang telah disepakatinya. Shield dan Shield (1998) dalam Sumarno (2005:587) menjelaskan bahwa hampir semua penelitian anggaran berakar pada 3 kerangka teori yaitu teori ekonomi, teori psikologi, dan teori sosiologi. Teori ekonomi, didasarkan pada asumsi bahwa anggaran digunakan sebagai dasar untuk memilih dan membagi informasi diantara anggota yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran (Sumarno, 2005:587). Partisipasi penganggaran dapat digunakan oleh atasan untuk memperoleh informasi, mengurangi ketidakpastian mengenai tugas dan lingkungan tugas bawahannya (Supriyono, 2005:42). Teori ekonomi berkaitan erat dengan teori keagenan (agency theory). Teori keagenan adalah teori yang menjelaskan bagaimana kontrak-kontrak dan insentif secara tertulis disusun untuk 21 memotivasi individu-individu mencapai keselarasan tujuan (Anthony dan Govindarajan, 2002). Hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial berhubungan dengan teori keagenan internal, dalam hal ini atasan bertindak sebagai prinsipal dan manajer bertindak sebagai agen. Prinsipal (pemilik/manajemen puncak) membawahi agen (karyawan/manajer yang lebih rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien. Berdasarkan teori psikologi, penelitian tentang partisipasi penganggaran berhubungan dengan motivasi. Ada dua alasan utama diperlukannya partisipasi penganggaran yaitu (1) keterlibatan atasan dan bawahan dalam partisipasi penganggaran mendorong pengendalian informasi yang tidak asimetris dan kepastian tugas, (2) melalui partisipasi penganggaran individu dapat mengurangi tekanan tugas dan mendapatkan kepuasan kerja, selanjutnya dapat mengurangi kesenjangan anggaran (Sumarno, 2005:587). Teori motivasi menunjukkan bahwa partisipasi bawahan dapat meningkatkan kepercayaan, sense of control, dan keterlibatan ego dalam organisasi, yang selanjutnya secara bersama-sama menyebabkan kurangnya resistensi yang merupakan perlawan bawahan terhadap perubahan anggaran, lebih dapat menerima anggaran, serta berkomitmen terhadap putusan anggaran (Supriyono, 2005:42). Shield dan Shield (1998) dalam Sumarno (2005:587), menyatakan bahwa teori sosiologi berasumsi bahwa lingkungan eksternal organisasi menjadi semakin tidak pasti, yang ditunjukkan dengan meningkatnya perbedaan jumlah dan jenis unit dalam organisasi. Hal ini membawa konsekuensi perlunya peningkatan 22 partisipasi penganggaran untuk mengkoordinasikan aktivitas unit dan menyatukan semua aktivitas dalam organisasi. 2.1.9 Kinerja manajerial Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Kinerja manajerial didasarkan pada fungsifungsi manajemen, yaitu seberapa jauh manajer mampu melaksanakan fungsifungsi manajemen yang meliputi perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi, dan perwakilan (Mahoney et.al) dalam Handoko (1996:34). 1) Perencanaan Perencanaan adalah pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tanpa rencana manajer tidak dapat mengetahui bagaimana mengorganisasikan orang dan sumber daya yang dimiliki secara efektif, serta manajemen hanya mempunyai peluang kecil untuk mencapai sasaran atau mengetahui adanya penyimpangan secara dini. 2) Investigasi Investigasi merupakan suatu proses pengendalian yang tarafnya lebih tinggi dimana dalam taraf investigasi sudah ada indikasi adanya suatu penyimpangan sehingga diperlukan adanya suatu penyelidikan. 23 3) Pengkoordinasian Pengkoordinasian merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah dari suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Tanpa adanya koordinasi dalam suatu organisasi maka individu akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi sehingga mereka akan mulai mengejar kepentingan sendiri yang sering merugikan pencapaian organisasi secara keseluruhan. 4) Evaluasi Evaluasi adalah tindakan yang memberikan penilaian dan pengukuran secara objektif terhadap hasil-hasil yang telah dicapai dari suatu kegiatan yang telah direncanakan apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 5) Pengawasan Pengawasan merupakan penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. 6) Pemilihan Staff Dalam suatu organisasi memiliki karyawan yang cakap dan terampil merupakan suatu hal yang mutlak. Sehingga dalam melaksanakan pemilihan staff yang akan berperan serta dalam pengelolaan usaha, manajemen harus bersikap selektif dan memilih staff yang sesuai dengan kualifikasi yang seharusnya dimiliki dalam posisi yang ditawarkan. 24 7) Negosiasi Negosiasi merupakan bagian dari kegiatan usaha yang berkaitan dengan melakukan tawar menawar dengan pihak luar separti pemasok untuk pemenuhan kebutuhan usaha. Kemampuan melakukan negosiasi merupakan suatu hal yang penting yang harus dimiliki oleh seorang manajer. Hal ini karena kemampuan negosiasi akan sangat diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaannya dalam menghadapi orang lain serta untuk menyelesaikan suatu masalah. 8) Perwakilan Perwakilan merupakan kegiatan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan dengan perusahaan lain, memberikan penerangan ataupun penjelasan kepada masyarakat serta mempromosikan keberadaan perusahaan yang dipimpinnya kepada masyarakat. 2.1.10 Komitmen organisasi Komitmen organisasi merupakan tingkatan sampai sejauh mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berminat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi itu. Komitmen organisasi juga merupakan nilai personal, yang mengacu pada sikap loyal atau komitmen terhadap perusahaan (Ikhsan dan Ishak, 2005:35). Menurut Wiener (1982) dalam Sumarno (2005:591), komitmen organisasi adalah dorongan dari dalam individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi. Komitmen menunjukkan keyakinan dan dukungan yang 25 kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi. Komitmen organisasi bisa timbul disebabkan karena individu memiliki ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan menerima nilai yang ada dalam organisasi serta tekad dari dalam diri untuk mengabdi kepada organisasi. 2.1.11 Gaya kepemimpinan Menurut Davis dan Newstrom (2000:162) gaya kepemimpinan (leadership style) adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan, seperti yang dipersepsikan para bawahannya. Gaya kepemimpinan mewakili keterampilan dan sikap pemimpin dalam suatu organisasi. Gaya tersebut berbeda-beda atas dasar kuasa, motivasi atau orientasi terhadap tugas dan orang. Istilah gaya secara kasar sebagai gaya yang digunakan pemimpin di dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain (Thoha, 2004:49). Ada dua kategori gaya kepemimpinan ekstern yaitu gaya kepemimpinan otokratis yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan demokratis yang berorientasi pada hubungan. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas adalah perilaku seorang pemimpin untuk mengatur dan merumuskan peranan-peranan dari anggota-anggota kelompok atau para pengikut, menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing anggota, kapan dilakukan, dimana melaksanakannya, dan bagaimana tugas tersebut harus dicapai. Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi hubungan adalah suatu perilaku seorang pemimpin yang ingin memelihara hubungan antar pribadi diantara dirinya 26 dengan anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan cara membuka lebar-lebar jalur komunikasi, mendelegasikan tanggung jawab dan memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk menggunakan potensinya (Thoha, 2004:77). Decoster dan Fertakis (1968) dalam Nor (2007:7) membagi gaya kepemimpinan menjadi dua dimensi yaitu pertama, struktur inisiatif (initiating sructure) yang menunjukkan perilaku pemimpin yang dihubungkan dengan kinerja pekerjaan. Yang kedua, gaya kepemimpinan pertimbangan (consideration) yang menunjukkan hubungan dekat, saling mempercayai dan saling memperhatikan antara pimpinan dan bawahan. Gaya kepemimpinan yang tepat adalah yang diarahkan pada keterbukaan dan lebih bersifat humanis yang oleh Coster dan Fertakis disebut dengan consideration (Sumarno, 2005:589). 2.1.12 Pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial Proses penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting dan kompleks, yang dapat menimbulkan dampak fungsional dan disfungsional terhadap sikap dan prilaku anggota organisasi (Milani, 1975) dalam (Nor, 2007:5). Untuk mencegah dampak disfungsional anggaran tersebut, Argyris (1952) dalam Nor, (2007:5) menyarankan bahwa kontribusi terbesar dari kegiatan penganggaran terjadi jika bawahan diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penyusunan anggaran. Brownell (1982) dalam Nor (2007:6) menjelaskan partisipasi sebagai suatu proses mengevaluasi kinerja para individu dan menetapkan penghargaan atas dasar sasaran anggaran yang telah dicapai serta keterlibatan dan pengaruh para individu dalam penyusunan anggaran. 27 Brownell, (1982b) dalam Sumarno, (2005:590) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan partisipasi penganggaran dalam penelitian ini adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individu dalam penyusunan anggaran. Partisipasi dalam penyusunan anggaran memungkinkan bagi para manajer (sebagai bawahan) untuk melakukan negosiasi dengan atasan mereka mengenai kemungkinan target anggaran yang dapat dicapai (Brownell dan McInnes, 1986; Dunk, 1990) dalam (Nor, 2007:6). Partisipasi penganggaran memungkinkan bawahan untuk bertukar dan mencari informasi dari atasan mereka yang tentunya dapat mendukung terciptanya pemahaman yang lebih mendalam mengenai proses penentuan anggaran dan urusan keorganisasian lain. Partisipasi penganggaran memungkinkan bawahan untuk mengemukakan kritiknya untuk mencari informasi bagi penyelesaian tugas dengan mengikutsertakan input mereka pada jumlah sumberdaya yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas mereka (Brownell dan Hirts) dalam (Wasisto dan Sholihin, 2004). Penyusunan anggaran secara partisipatif dapat meningkatkan kinerja manajer, yaitu ketika suatu tujuan dirancang dan secara partisipasi disetujui maka karyawan akan menginternalisasikan tujuan yang ditetapkan dan memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya, karena mereka ikut terlibat dalam penyusunan anggaran (Milani, 1975) dalam (Nor, 2007:2). Hal ini mengindikasikan hubungan yang positif antara partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial. 28 2.1.13 Pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial dimoderasi dengan komitmen organisasi Porter et. al dalam Sumarno (2005:588) menyatakan bahwa komitmen organisasi yang kuat akan mendorong individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi. Komitmen organisasi menunjukkan keyakinan dan dukungan terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi. Partisipasi penganggaran akan menimbulkan adanya kecukupan anggaran dan kemudian mempengaruhi kinerja (Nouri dan Parker, 1998) dalam (Sumarno, 2005:588). Kecukupan anggaran tidak hanya secara langsung meningkatkan prestasi kerja, tetapi juga secara tidak langsung (moderasi) melalui komitmen organisasi. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi (Wiener, 1982) dalam (Sumarno, 2005:591). Komitmen organisasi yang tinggi menyebabkan individu berusaha mencapai tujuan organisasi, mengutamakan kepentingan organisasi, dan menjadikan individu peduli dengan nasib organisasi serta berusaha menjadikan organisasi kearah yang lebih baik. Individu berkomitmen tinggi akan berpandangan positif dan berusaha berbuat yang terbaik bagi organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja manajerial pada organisasi, sedangkan individu dengan komitmen rendah akan memungkinkan individu berbuat untuk kepentingan pribadinya, yang dapat berakibat pada rendahnya kinerja manajerial (Randall ,1990) dalam (Sumarno, 2005:588). 29 2.1.14 Pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial dimoderasi dengan gaya kepemimpinan Menurut Decoster dan Fertakis (1968) dalam Nor (2007:7) gaya kepemimpinan dapat dibagi dalam dua dimensi yaitu pertama, struktur inisiatif (initiating sructure) yang menunjukkan perilaku pemimpin yang dihubungkan dengan kinerja pekerjaan. Yang kedua, gaya kepemimpinan pertimbangan (consideration) yang menunjukkan hubungan dekat, saling mempercayai dan saling memperhatikan antara pimpinan dan bawahan. Gaya kepemimpinan yang tepat adalah yang diarahkan pada keterbukaan dan lebih bersifat humanis yang oleh Coster dan Fertakis dalam disebut dengan consideration (Sumarno, 2005:589). Hasil penelitiannya menunjukkan gaya kepemimpinan tersebut mempunyai dampak positif terhadap adanya dorongan penyusunan anggaran. Efektifitas partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan manajemen (Fiedler dan Chandra) dalam (Sumarno, 2005:589). Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:169), gaya kepemimpinan juga mempengaruhi lingkungan perencanaan organisasi. Teori X dari Mc. Gregor dalam Ikhsan dan Ishak (2005:169) mengimplikasikan bahwa anggaran akan disusun oleh manajemen puncak dan dikenakan kepada manajemen bawah. Dalam gaya kepemimpian otoriter, anggaran dipandang sebagai alat pengendali manajemen yang didesain untuk memastikan kepatuhan karyawan terhadap harapan dari manajemen puncak. Gaya kepemimpinan otoriter tidak mendorong partisipasi dan dapat menimbulkan tekanan anggaran yang berlebihan, serta kegelisahan dan rusaknya motivasi. 30 Teori Y dari Mc. Gregor mendorong tingkat keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan (Ikhsan dan Ishak, 2005:169). Gaya kepemimpinan demokratis memungkinkan fleksibelitas dalam proses penyusunan anggaran dan memberikan peluang kepada karyawan untuk terlibat dalam perancangan arah organisasi, mengekspresikan ide-ide mereka tentang bagaimana sebaiknya perusahaan beroperasi dan memanfaatkan bakat mereka secara efektif. Penelitian telah mengungkapkan bahwa orang mengidentifikasikan dirinya lebih dekat dengan anggaran dan melakukan usaha yang lebih besar guna mencapai tujuan yang dinyatakan ketika mereka berpartisipasi dalam menetapkan tujuan ini. 2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya Sumarno (2005) meneliti pengaruh komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial pada kantor cabang perbankan Indonesia di Jakarta. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan teknik analisis moderating regression analysis (MRA) atau regresi interaksi antarvariabel adalah terdapat pengaruh dan hubungan negatif yang signifikan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial, pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial adalah positif dan signifikan, dan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara partisipiasi penganggaran dan kinerja manajerial adalah tidak signifikan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian. Persamaan penelitian ini 31 dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel yang digunakan dan teknik analisis yang digunakan. Sardjito dan Muthaher (2007) meneliti tentang pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah dengan budaya organisasi dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating. Penelitian dilakukan pada kantor pemerintah daerah Kabupaten Semarang. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda (Multiple Regression). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Variabel moderasi budaya organisasi dan komitmen organisasi masing-masing berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparat pemerintah daerah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian, teknik analisis, dan variabel moderating yang digunakan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan. Nor (2007) meneliti tentang pengaruh desentralisasi dan gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial pada organisasi pelayanan kesehatan dan organisasi pendidikan pada provinsi D.I Yogyakarta. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi dengan pendekatan residual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Variabel moderasi desentralisasi dan gaya kepemimpinan masing-masing menunjukkan hasil yang tidak signifikan dalam 32 memoderasi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian, teknik analisis, dan variabel moderating yang digunakan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan. Catur (2008) meneliti pengaruh komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan pada hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial pada kantor unit BRI di Bali, NTB, dan NTT. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan teknik analisis moderating regression analysis (MRA) adalah partisipasi penganggaran mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial, komitmen organisasi tidak dapat memoderasi hubungan antara parisipasi penganggaran dan kinerja manajerial, dan gaya kepemimpinan dapat memoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel yang digunakan dan teknik analisis yang digunakan. 2.3 Rumusan Hipotesis Brownell, (1982b) dalam Sumarno, (2005:590) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan partisipasi penganggaran adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individu dalam penyusunan anggaran. Penyusunan anggaran secara partisipatif dapat meningkatkan kinerja manajer, yaitu ketika suatu tujuan dirancang dan secara partisipasi disetujui maka karyawan akan menginternalisasikan tujuan yang ditetapkan dan memiliki rasa tanggung jawab 33 pribadi untuk mencapainya, karena mereka ikut terlibat dalam penyusunan anggaran (Milani, 1975) dalam (Nor, 2007:2). Peneliti seperti, Kenis (1979), Brownell (1982), Brownell dan MccInnes (1986), Frucot dan Shearon (1991), Indriantoro (1995), menemukan bahwa partisipasi penganggaran dan kinerja memiliki hubungan yang positif (Sumarno, 2005:587). Brownell dan Mcinnes (1986) dalam Sumarno (2005:587) menemukan bahwa partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran dapat meningkatkan kinerja manajerial. Peneliti lain, seperti Cherrington dan Cherrington (1973), Milani (1975), Kenis (1979), Brownell dan Hirst (1986), Morse dan Reimer (1956), menemukan bahwa partisipasi penganggaran mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja manajerial. Penelitian yang dilakukan oleh Stedry (1960), Bryan dan Locke (1967), menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif antara partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial (Sumarno, 2005:587). Pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial dapat dijelaskan dengan gambar 2.1. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H1 : Partisipasi penganggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial pada rumah sakit di Kota Denpasar. Gambar 2.1. Pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial Partisipasi penganggaran Kinerja Manajerial Sumber : Sumarno (2005 : 588) 34 Komitmen organisasi didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi (Wiener, 1982) dalam (Sumarno, 2005:591). Komitmen organisasi yang tinggi menyebabkan individu berusaha mencapai tujuan organisasi, mengutamakan kepentingan organisasi, dan menjadikan individu peduli dengan nasib organisasi serta berusaha menjadikan organisasi kearah yang lebih baik. Individu berkomitmen tinggi akan berpandangan positif dan berusaha berbuat yang terbaik bagi organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja manajerial pada organisasi, sedangkan individu dengan komitmen rendah akan memungkinkan individu untuk berbuat untuk kepentingan pribadinya, yang dapat berakibat pada rendahnya kinerja manajerial (Randall, 1990) dalam (Sumarno, 2005:588). Penelitian yang dilakukan oleh Sumarno (2005) serta Sardjito dan Muthaher (2007) menunjukkan hasil bahwa komitmen organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap hubungan antara partisipasi dan penganggaran kinerja manajerial. Penelitian yang dilakukan oleh Catur (2008) menunjukkan hasil yang berbeda, bahwa komitmen organisasi tidak dapat memoderasi hubungan antara parisipasi penganggaran dan kinerja manajerial. Pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderasi dapat dijelaskan dengan gambar 2.2. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 35 H2: Komitmen organisasi mampu memoderasi pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial pada rumah sakit di Kota Denpasar. Gambar 2.2 Pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderasi Partisipasi penganggaran Kinerja manajerial Komitmen organisasi Sumber : Sumarno (2005 : 589) Menurut Decoster dan Fertakis (1968) dalam Nor (2007:7) gaya kepemimpinan dapat dibagi dalam dua dimensi yaitu pertama, struktur inisiatif (initiating sructure) yang menunjukkan prilaku pemimpin yang dihubungkan dengan kinerja pekerjaan. Yang kedua, gaya kepemimpinan pertimbangan (consideration) yang menunjukkan hubungan dekat, saling mempercayai dan saling memperhatikan antara pimpinan dan bawahan. Gaya kepemimpinan yang tepat adalah yang diarahkan pada keterbukaan dan lebih bersifat humanis yang oleh Coster dan Fertakis disebut dengan consideration (Sumarno, 2005:589). Hasil penelitiannya menunjukkan gaya kepemimpinan tersebut mempunyai dampak positif terhadap adanya dorongan penyusunan anggaran. Efektifitas partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan manajemen (Fiedler dan Chandra) dalam (Sumarno, 36 2005:589). Penelitian yang dilakukan oleh Catur (2008) menunjukkan hasil bahwa gaya kepemimpinan dapat memoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarno (2005) dan Nor (2007) menunjukkan hasil yang berbeda, bahwa gaya kepemimpinan memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial. Pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial dengan gaya kepemimpinan sebagai variabel moderasi dapat dijelaskan dengan gambar 2.3. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H3: Gaya kepemimpinan mampu memoderasi pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial pada rumah sakit di Kota Denpasar. Gambar 2.3. Pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial dengan gaya kepemimpinan sebagai variabel moderasi. Partisipasi penganggaran Kinerja manajerial Gaya kepemimpinan Sumber : Sumarno (2005 : 589) 37