universitas indonesia laporan praktek kerja profesi apoteker di rsup

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RSUP FATMAWATI
CILANDAK JAKARTA SELATAN
PERIODE 1 JULI – 31 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
EMMA RACHMANISA S, S.Farm.
1206329562
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RSUP FATMAWATI
CILANDAK JAKARTA SELATAN
PERIODE 1 JULI – 31 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
EMMA RACHMANISA S, S.Farm.
1206329562
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
ii
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
iii
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
iv
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
v
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan. Laporan
ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan
pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pada
penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Pejabat Sementara Dekan
Fakultas Farmasi sampai dengan 20 Desember 2013.
3. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
4. Dra. Magdalena Niken Oktovina., M.Si, Apt., selaku pembimbing I dari RSUP
Fatmawati yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan yang
bermanfaat selama melaksanakan PKPA dan penyusunan laporan ini.
5. Dra. Retnosari Andrajati, MS, PhD., Apt., selaku pembimbing II dari Fakultas
Farmasi yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis
selama PKPA berlangsung.
6. Drs. Ahmad Subhan, M.Si, Apt selaku ketua Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati yang mengizinkan dan memberikan arahan selama proses PKPA
berlangsung.
7. Dra. Alfina Rianti, M.Pharm, Apt selaku ketua SFF RSUP Fatmawati yang
mengizinkan dan memberikan arahan serta membimbing selama PKPA
berlangsung.
8. Seluruh staf RSUP Fatmawati yang telah memberikan pengetahuan dan
pengalaman yang bermanfaat selama melaksanakan kegiatan PKPA.
9. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi atas ilmu dan bantuan yang
diberikan selama menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker.
vi
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
10. Keluarga tercinta atas dukungan, perhatian dan doanya untuk menyelesaikan
pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin.
11. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan
laporan ini. Semoga laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis
2014
vii
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
viii
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama
: Emma Rachmanisa Subekti, S.Farm.
NPM
: 1206329562
Program Studi
: Profesi Apoteker
Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP
Fatmawati Periode 1 Juli – 31 Agustus 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati bertujuan untuk memahami
peran dan tanggung jawab Apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Satuan
Farmasi Fungsional, dan Tim Farmasi dan Terapi. Sedangkan tujuan dari tugas
khusus adalah untuk mengetahui evaluasi penggunaan antibiotik bulan Mei-Juni
2013 di ICU RSUP Fatmawati secara kuantitatif dengan metode Defined Daily
Dose.
Kata kunci : Antibiotika, Defined Daily Dose, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Apoteker, RSUP Fatmawati.
Tugas umum : xii + 106 halaman; 18 lampiran
Tugas khusus : v + 42 halaman; 5 tabel; 4 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 9 (2004-2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 3 (2010-2012)
ix
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name
: Emma Rachmanisa Subekti, S.Farm.
NPM
: 1206329562
Program Study
: Apothecary profession
Title
: Pharmacist Internship Program at Fatmawati General
Hospital Center Period 1July to 31 August 2013
Pharmacists Professional Practice in Fatmawati general hospital center aims to
understand the role and responsibilities of Pharmacist in Hospital Pharmacy,
Pharmaceutical Functional Unit, and Tim Pharmacy and Therapeutics. While the
purpose of the special assignment is to determine the evaluation of the use of
antibiotics in May-June 2013 in the ICU Fatmawati quantitatively by the method
Defined Daily Doses.
Keywords:Antibiotics, Defined Daily Dose, Hospital pharmacy, pharmacists,
Fatmawati general hospital center
General Assignment : xii + 106 pages; 18 appendix
Specific Assignment : v + 42 pages; 5 tables; 4 appendix
Bibliography of General Assignment: 9 (2004-2012)
Bibliography of Specific Assignment: 3 (2010-2012)
x
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .....................................................................................i
HALAMAN JUDUL .........................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................iii
HALAMAN ORISINALITAS……………………………………………………v
KATA PENGANTAR .......................................................................................vi
HALAMAN PUBLIKASI………………………………………………..……viii
ABSTRAK……………………………………………………………………….ix
ABSTRACT………………………………………………………….………….x
DAFTAR ISI ……………………………………………………...……………xi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………..……………...xii
1. PENDAHULUAN .........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Tujuan .....................................................................................................2
2. TINJAUAN UMUM ......................................................................................3
2.1 Definisi Rumah Sakit ..............................................................................3
2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ...............................................................3
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit ..........................................................................3
2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati .........................................5
2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati ..............................................6
2.6 Visi dan Misi ............................................................................................7
3. TINJAUAN KHUSUS ...................................................................................10
3.1 Instalasi Farmasi .....................................................................................10
3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati .........................................................19
3.3 Satuan Farmasi Fungsional (SFF).............................................................46
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................61
4.1. Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ..........................................................61
4.2. Satuan Farmasi Fungsional ....................................................................76
4.3. Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati ...............................................83
5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................84
5.1. Kesimpulan .............................................................................................84
5.2. Saran .......................................................................................................84
DAFTAR ACUAN ............................................................................................86
LAMPIRAN……………………………………………………………………...87
xi
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.
Lampiran 18.
Struktur organisasi RSUP Fatmawati ....................................... 87
Struktur organisasi minimal instalasi farmasi ........................... 88
Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ............ 89
Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP
Fatmawati ................................................................................ 90
Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi ............... 91
Alur penerimaan perbekalan farmasi ........................................ 92
Alur distribusi perbekalan farmasi ............................................ 93
Alur masuk ke ruang produksi aseptik, TPN, dan sitotoksik ..... 94
Alur pelayanan obat sitostatika rawat jalan dan rawat inap ....... 95
Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual
prescription.............................................................................. 97
Alur pelayanan resep di depo ASKES ...................................... 98
Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati...................................................................... 99
Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo Instalasi
Bedah Sentral ........................................................................... 100
Alur pemantauan efek samping obat ......................................... 102
Alur pelayanan informasi obat.................................................. 103
Alur kegiatan pemantauan interaksi obat .................................. 104
Alur pengkajian resep .............................................................. 105
Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas ........................... 106
xii
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan
merupakan hak asasi setiap manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi masyarakat diwujudkan dengan dilakukannya upaya
kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan
perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif
yang
dilaksanakan
secara
terpadu,
menyeluruh,
dan
berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan
fungsi sosial, nilai, norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi.
Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam hal merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Daris, 2010).
Undang-undang nomor 44 tahun 2009 menyebutkan bahwa rumah sakit
merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan
yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan
rujukan dan/atau upaya kesehatan penunjang. Rumah sakit juga dapat
dipergunakan untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian, serta
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan (Siregar,
2004).
Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan
1
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan
kesehatan farmasi di rumah sakit tidak terlepas dari adanya peran apoteker.
Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki pendidikan, ketrampilan,
dan keahlian di bidang farmasi serta memiliki hak dalam menyelenggarakan
pekerjaan kefarmasian. Peran apoteker menjadi penting guna mewujudkan
pelayanan kefarmasian yang ideal dengan melakukan pelayanan kefarmasian yang
berorientasi kepada pasien (patient oriented).
Upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian di
bidang kefarmasian, serta untuk mempersiapkan calon apoteker memasuki dunia
kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional, maka dilaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Jakarta. RSUP Fatmawati
merupakan
rumah
sakit
pemerintah
yang
berupaya
memfasilitasi
dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian diseluruh
disiplin ilmu.
1.2
Tujuan
Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP
Fatmawati adalah sebagai berikut:
a. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS).
b. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Satuan Farmasi Fungsional
(SFF).
c. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di dalam Tim Farmasi dan
Terapi (TFT).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1
Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Undang - Undang Nomor 44 Tahun
2009, 2009).
2.2
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit bertugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna sehingga rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut (Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009, 2009):
a.. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3
Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya (Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2009, 2009).
2.3.1 Berdasarkan jenis pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus (Undang - Undang Nomor
44 Tahun 2009, 2009).
3
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
a. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit
Umum terdiri dari:
1) Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)
spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas)
spesialis lain, dan 13 (tiga belas) sub spesialis.
2) Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)
spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis
lain dan 2 (dua) sub spesialis dasar.
3) Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)
spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
4) Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis
dasar.
b. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Klasifikasi
Rumah Sakit Khusus terdiri atas :
1) Rumah Sakit Khusus Kelas A
Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik sub spesialis sesuai kekhususan yang
lengkap.
2) Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
5
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik sub spesialis sesuai kekhususan yang
terbatas.
3) Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit
Khusus
yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang
minimal.
2.3.2
Berdasarkan pengelolaan
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi Rumah
Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat (Undang-Undang Nomor 44, 2009).
a. Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit
publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. Rumah
sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat
dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.
b. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
2.4
Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari
gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak
yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dana yang
dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan
Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit Ibu
Soekarno.
Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah
menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan
kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
6
hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu
Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya, pada tahun 1984 RSU
Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan tahun
1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan.
Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana
Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun 1994
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun 1997
sesuai dengan diberlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami
perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan
Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai
RS perusahaan jawatan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000
tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta.
Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.1243/MENKES/SK/VIII/2005, RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). Penilaian Tim
Akreditasi Rumah Sakit pada tahun 1997, RS Fatmawati memperoleh Status
Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP Fatmawati
memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12 pelayanan.
Pada tahun 2004, RSUP Fatmawati terakreditasi 16 Pelayanan dan pada
tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16
Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan
Unggulan Orthopedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan
No. 424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah
menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001:
2007 dan saat ini (Mei 2013) sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI
(Joint Commission International).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
7
2.5
Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati
2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan
upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi,
terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan pendidikan,
pelatihan, dan penelitian.
2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati
Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan:
a. Pelayanan medis
b. Pelayanan penunjang medis dan non medis
c. Pelayanan dan asuhan keperawatan
d. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit
e. Pelayanan rujukan
f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan
g. Penelitian dan pengembangan
h. Administrasi umum dan keuangan
2.6
Visi dan Misi
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan,
paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP
Fatmawati Nomor : HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan
terdepan,
paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan:
a. Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap.
b. Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care)
serta tuntas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
8
c. Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini.
d. Menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
e. Berorientasi kepada para pelanggan.
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki misi:
a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan
penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan
rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis.
b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta
berdaya saing tinggi.
d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini.
e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya
manusia.
2.6.1 Motto dan Falsafah
Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami”. Sedangkan
falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah:
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan
c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama
d. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan
e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan
2.6.2 Nilai
Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,
komunikatif dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas.
a. Jujur
Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas.
b. Profesional
Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan peka budaya).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
9
c. Komunikatif
Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.
d. Ikhlas
Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
e. Peduli
Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
2.6.3 Tujuan
Tujuan RSUP Fatmawati adalah:
a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi
kaidah keselamatan pasien (patient safety).
b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif
yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.
d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan
pelanggan.
e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber
daya manusia rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1
Instalasi Farmasi
Instalasi farmasi adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan
pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah
Sakit. Instalasi farmasi menjalankan sistem pelayanan satu pintu. Yang dimaksud
dengan sistem satu pintu adalah bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan
kefarmasian termasuk pembuatan formularium pengadaan, pendistribusian alat
kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2006).
3.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi Rumah Sakit
Tugas pokok dan fungsi farmasi rumah sakit menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah:
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
a. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etika profesi.
b. Melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang obat.
c. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan
mutu pelayanan farmasi.
2. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
3. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
4. Memgadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
a. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium
rumah sakit.
10
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
11
3.1.2 Bagan Organisasi
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi, kewenangan dan fungsi. Bagan organisasi minimal mengakomodasi
penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik, manajemen
mutu, selalu harus dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap
menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi minimal instalasi
farmasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.1.3 Peran lintas terkait dalam pelayanan farmasi rumah sakit
3.1.3.1 Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi merupakan badan yang membantu pimpinan
rumah sakit dalam menetapkan kebijakan tentang obat dan penggunaan obat di
rumah sakit. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi sekurang - kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
orang yaitu dokter, apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar,
tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medik
fungsional yang ada. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan
penting karena semua
kebijakan
dan
peraturan
dalam
mengelola
dan
menggunakan obat diseluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini.
Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,
maka sebagai ketua adalah ahli farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk. Panitia Farmasi dan Terapi harus
mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya dua bulan sekali dan untuk rumah
sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Peran apoteker sebagai sekretaris
dalam panitia farmasi dan terapi adalah mengatur segala sesuatu yang
berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan Terapi).
Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan
formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
12
obat yang diterima / disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di
rumah sakit dan dapat direvisi setiap 1 tahun sekali. Komposisi formularium berisi
halaman judul, daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi, daftar isi,
Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang
diterima untuk digunakan dan lampiran.
3.1.3.2 Panitia pengendalian infeksi rumah sakit
Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri
dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan
lainnya. Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit ini memiliki tujuan untuk
a. Menunjang pembuatan pedoman pencegahan infeksi.
b. Memberikan informasi untuk menetapkan disinfektan yang akan digunakan di
rumah sakit.
c. Melaksanakan pendidikan tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah
sakit.
d. Melaksanakan penelitian surveilans infeksi nosokomial rumah sakit.
3.1.3.3 Panitia lain yang terkait dengan tugas farmasi rumah sakit
Apoteker juga berperan dalam tim / panitia yang menyangkut dengan
pengobatan antara lain:
a. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit
b. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri
c. Tim penanggulangan AIDS
d. Tim transplantasi
e. Tim PKMRS, dan lain - lain.
3.1.4 Analisa kebutuhan tenaga
3.1.4.1 Jenis ketenagaan
a. Untuk
pekerjaan
kefarmasian
dibutuhkan
tenaga
apoteker,
sarjana
farmasi, dan asisten apoteker (AMF, SMF)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
13
b. Untuk
pekerjaan
administrasi
dibutuhkan
tenaga
operator
komputer/
teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi
c. Pembantu pelaksana
3.1.4.2 Beban kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
1. Kapasitas tempat tidur dan BOR (Bed Occupation Rate)
2. Jumlah resep atau formulir per hari
3. Volume perbekalan farmasi
4. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian) untuk
rawat inap
3.1.4.3 Jenis pelayanan
a. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
b. Pelayanan rawat inap intensif
c. Pelayanan rawat inap
d. Pelayanan rawat jalan
e. Penyimpanan dan pendistribusian
f. Produksi obat
3.1.5 Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
Secara umum pelayanan farmasi rumah sakit memiliki dua fungsi, yaitu
pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan
obat dan alat kesehatan.
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan.
b.
Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c.
Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
d.
Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
14
e.
Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
f.
Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g.
Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
Sedangkan fungsi pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan terdiri dari:
a.
Mengkaji instruksi pengobatan / resep pasien.
b.
Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
c.
Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
d.
Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
e.
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan serta pasien atau keluarga
pasien.
f.
Memberi konseling kepada pasien.
g.
Melakukan IV admixture.
h.
Melakukan penanganan obat kanker.
i.
Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
j.
Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
k.
Melaporkan setiap kegiatan.
3.1.6 Pengelolaan perbekalan farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari
pemilihan,
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
3.1.6.1 Pemilihan
Pemilihan merupakan proses identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan
seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
15
untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan purna transaksi
pembelian.
3.1.6.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode antara lain metode
konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan metode kombinasi
konsumsi dan mobirditas. Metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia.
3.1.6.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi / pembuatan
sediaan farmasi, maupun sumbangan / droping / hibah.
3.1.6.4 Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah :
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus
b. Sediaan farmasi dengan harga murah
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
e. Sediaan farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstitusi sediaan obat kanker
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
16
3.1.6.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan
farmasi:
a. Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa.
b. Barang harus bersumber dari distributor utama.
c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS).
d. Khusus untuk alat kesehatan / kedokteran harus mempunyai certificate of
origin.
e. Expire date minimal 2 tahun
3.1.6.6 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
3.1.6.7 Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan menyalurkan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik. Peranan Apoteker
dalam distribusi obat ialah dalam hal pemeriksaan kelengkapan resep dan
menganalisa resep yang menyangkut tentang 7 tepat yaitu, tepat pasien, tepat obat,
tepat dosis, tepat rute penggunaan obat, tepat waktu penggunaan obat, tepat
penyimpanan obat, dan tepat dalam memberikan informasi mengenai obat kepada
tenaga kesehatan maupun pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
17
Sistem distribusi obat dibagi menjadi tiga sistem yaitu :
a. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
dipusatkan pada satu tempat yaitu Instalasi Farmasi. Pada sentralisasi seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan individu
maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari Instalasi Farmasi
tersebut.
b. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini dikenal
dengan istilah depo farmasi atau satelit farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan
dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat
pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap
efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.
c. Sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi
1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau
desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep
perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.
2) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau
desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotek rumah sakit.
3) Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja
Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan
pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam
kerja yang diselenggarakan oleh Apotek rumah sakit / satelit farmasi yang dibuka
24 jam adalah ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
18
3.1.7 Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan
Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah
pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan
obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker
serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya.
Kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Pengkajian resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep
yang meliputi seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
b. Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan / meracik obat, memberikan label / etiket,
penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi.
c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan
yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada pasien untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi.
d. Pelayanan informasi obat
Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
e. Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
f. Pemantauan kadar obat dalam darah
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
19
merawat karena obat tersebut memiliki indeks terapi yang sempit.
g. Ronde / visite
Ronde / visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
h. Pengkajian penggunaan obat
Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
3.2
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker)
satu - satunya di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi pengelolaan perbekalan
farmasi dengan
bawah
sistem satu
pintu.
dan bertanggung jawab
Instalasi
Farmasi
langsung kepada
berkedudukan
Direktur
Medik
Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh
di
dan
seorang
kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan satu orang Wakil Kepala
Instalasi yang membawahi
15 (lima belas) orang Penyelia, yaitu:
a.
Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3)
b.
Penyelia Depo Askes
c.
Penyelia Depo IGD dan IRI
d.
Penyelia Depo IBS
e.
Penyelia Depo Teratai – IRNA A
f.
Penyelia Depo Teratai – IRNA B
g.
Penyelia Depo Griya Husada
h.
Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto
i.
Penyelia Gudang Farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
20
j.
Penyelia Produksi Farmasi
l.
Penyelia Sistem Informasi
m. Penyelia Distribusi dan Penerimaan
n.
Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi
o.
Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
p.
Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi
Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 3. Kepala Instalasi Farmasi dalam menjalankan tugasnya
berkoordinasi dengan Kepala Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati.
3.2.1. Tugas pokok dan fungsi instalasi farmasi RSUP Fatmawati
Tugas pokok instalasi farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a.
Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
b.
Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan
farmasi di RSUP Fatmawati.
c.
Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas
pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
d.
Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kefarmasian
di RSUP Fatmawati.
e.
Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat.
f.
Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi
kefarmasian.
Fungsi instalasi farmasi adalah:
a.
Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas pelayanan
kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati
dengan pihak - pihak tekait.
b.
Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
c.
Ikut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati
berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
21
d.
Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta
tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di
RSUP Fatmawati.
3.2.2. Visi instalasi farmasi
Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna,
Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia.”
3.2.3. Misi instalasi farmasi
Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien.
b. Mengupayakan
pencapaian
rasionalisasi
penggunaan
obat
di
RSUP
Fatmawati.
c. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan
efisien.
d. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang
orthopedi dan rehabilitasi medik.
3.2.4. Tujuan instalasi farmasi
Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang profesional dan bertanggung.
jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah sakit.
b. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien.
c. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi
seluruh masyarakat rumah sakit.
d. Meningkatkan peran instalasi farmasi sebagai bagian integral dari tim
pelayanan kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari
pelayanan farmasi.
e. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit,
masyarakat, serta lingkungan.
f. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan
pelatihan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
22
g. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan, analisa dan evaluasi
pelayanan.
h. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi.
3.2.5. Nilai - nilai instalasi farmasi
Nilai - nilai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Profesional
b. Benar dan aman (safety)
c. Penuh tanggung jawab
d. Jujur
e. Ramah dan peduli (care)
3.2.6. Ruang lingkup kegiatan farmasi
3.2.6.1 Gudang farmasi
Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati ialah
sebagai berikut:
a. Perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan dalam penentuan jumlah
dan harga perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang
tersedia, dengan menggunakan dasar - dasar perencanaan dan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan, antara lain metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi. Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan
untuk merealisasikan kebutuhan dalam perencanaan melalui pembelian, produksi/
pembuatan sediaan farmasi, sumbangan/dropping/hibah. Di gudang farmasi
RSUP Fatmawati ada 4 orang penyelia, yaitu penyelia gudang farmasi, penyelia
sistem informasi farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan, dan penyelia
perencanaan perbekalan farmasi.
Perencanaan dibuat paling lambat tanggal 15 pada bulan berjalan untuk
memenuhi kebutuhan bulan berikutnya. Pembuatan perencanaan kebutuhan
bulanan
menggunakan
gabungan
metode
konsumsi
dan
epidemiologi.
Perencanaan dibuat berdasarkan evaluasi penjualan 3 bulan sebelumnya,
terutama 1 bulan sebelumnya, melihat sisa stok obat yang ada dan melihat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
23
anggaran yang tersedia. Data penerimaan pada sistem akan diolah, kemudian
dikombinasi dengan analisa penjualan depo - depo farmasi untuk penentuan
jumlah kebutuhan bulan berikutnya. Penyelia gudang farmasi dan penyelia depo
farmasi melakukan cross check sehingga harus ada komunikasi di antara
keduanya.
Bila
terdapat peningkatan kebutuhan, maka dibuat perencanaan
tambahan. Proses penyusunan perencanaan dilakukan setiap bulan untuk
kebutuhan reguler (obat formularium). Selain itu, disusun juga perencanaan
untuk kebutuhan 3 bulan (obat generik dan obat DPHO Askes) dan kebutuhan 6
bulan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD).
Perencanaan yang dibuat oleh penyelia gudang farmasi diantaranya adalah
perencanaan obat, alkes habis pakai, gas medis, reagen, bahan baku, dan bahan
untuk radiologi seperti film rontgen. Kesemua perencanaan yang dibuat merujuk
pada daftar obat dalam formularium, DPHO, DOEN, obat bebas dan generik.
Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi yang telah dibuat oleh gudang
diajukan kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk diminta persetujuannya dan
ditandatangani. Perencanaan kebutuhan kemudian dikirimkan ke Direksi RSUP
Fatmawati untuk mendapatkan persetujuan pengadaan. Pertama, perencanaan
dikirimkan ke Direktur Medik dan Keperawatan, yang selanjutnya dikirimkan ke
Direktur Keuangan. Direktur Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan
dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya
mengirimkan ke Direktur Utama sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah
mendapat persetujuan pengadaan, data perencanaan disampaikan ke PPK atau
Pejabat Pembuat Komitmen. PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk
dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan
dikirim ke Direktur Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran
untuk disetujui dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur
Keuangan, HPS akan dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta,
maka diberikan kepada Pejabat Pengadaan Medik untuk dilakukan pemilihan
harga. Bila perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke ULP (Unit Layanan
Pengadaan) untuk dilakukan lelang secara LPSE (Layanan Pengadaan Secara
Elektronik).
Sekretariat
PPK akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk
perencanaan di bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Perintah Kerja (SPK)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
24
untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200 juta,
distributor
terkait.
Alur
perencanaan
dan
mengirimkan
ke
dan perbekalan farmasi dapat dilihat
pada Lampiran 5.
Obat
Cito
dapat
diadakan
dengan
membuat
disposisi
untuk
meminta persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan untuk menggunakan
kas
kecil Pejabat Pengadaan Medik,
sedangkan bila di luar jam kerja
menggunakan kas kecil Duty Manager. Pengiriman perbekalan farmasi oleh
distributor ke RSUP Fatmawati sesuai dengan data perencanaan, diterima oleh
Tim Penerima Barang. Serah terima perbekalan farmasi dilaksanakan dari
Tim Penerima Barang ke petugas gudang farmasi dan dilakukan input data di
Sistem
Informasi
Rumah Sakit (SIRS), kemudian dilaksanakan proses
penyimpanan di gudang farmasi.
b. Penerimaan perbekalan farmasi
Tujuan prosedur penerimaan perbekalan farmasi ialah terjaminnya
penerimaan
perbekalan
farmasi
sesuai dengan Surat Pesanan (SP) atau
kontrak yang telah dibuat oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP), baik dari segi
spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, jumlah, jangka waktu kadaluarsa yang
mencukupi dan waktu kedatangan. Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan
oleh Tim Penerima Barang berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang dibuat oleh
ULP, tender, konsinyasi (barang titipan) atau sumbangan. Prosedur penerimaan
perbekalan farmasi ialah sebagai berikut Lampiran 6:
1)
Penerimaan perbekalan farmasi yang berasal dari distributor / rekanan /
rumah sakit / Apotek / donatur lain oleh Tim Penerima Barang Medik,
diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan perbekalan
farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medik
untuk obat / alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk obat / alkes
yang dibeli di apotek luar atau rumah sakit lain atau dari distributor
karena pemesanan mendadak (Cito) diterima oleh Asisten Apoteker Depo
IGD untuk selanjutnya diserahkan ke Tim Penerima Barang Medik.
2)
Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima
Barang Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
25
a) Faktur perbekalan farmasi;
b) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan SP / SPK;
c) Kondisi perbekalan farmasi;
d) Jumlah perbekalan farmasi;
e) Tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan
farmasi tertentu (vaksin, reagensia) bisa kurang dari 2 tahun dengan
persetujuan user;
f) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin
untuk alat kesehatan; Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan
berbahaya.
3)
Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia
Gudang Farmasi
berdasarkan
Bukti
Penyerahan
Barang
dari
Tim
Penerima Barang Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang.
4)
Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi
yang akan diserahkan ke Bagian Akuntansi.
5)
Pembuatan
Berita
Acara
Penerimaan
Barang
oleh
Tim
Penerima
Barang Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi.
6)
Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi.
c. Penyimpanan perbekalan farmasi
Penyimpanan
perbekalan
farmasi
merupakan
proses
kegiatan
menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi
yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari kehilangan serta gangguan
fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi
ialah:
1) Terjaminnya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan.
2) Terjaminnya keamanan persediaan perbekalan farmasi selama penyimpanan.
3) Terjaminnya
ketersediaan
perbekalan
farmasi
melalui
administrasi
pencatatan persediaan perbekalan farmasi.
4) Kemudahan pencarian dan pengawasan persediaan perbekalan farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
26
Prosedur penyimpanan perbekalan farmasi ialah:
a. Pelaksanaan
penyimpanan
perbekalan
farmasi
oleh petugas
farmasi
dengan memperhatikan faktor - faktor sebagai berikut:
1) Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah sesuai
dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan bentuk sediaan
serta jenisnya dan disusun secara alfabetis. Di RSUP Fatmawati, penyimpanan
perbekalan farmasi dibedakan menjadi empat ruang besar yaitu:
a) Ruang penyimpanan alat kesehatan
Alat kesehatan disusun berdasarkan kegunaan (fungsi) dan ukurannya.
b) Ruang penyimpanan cairan
Cairan disimpan diruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan alat
kesehatan. Disusun di dalam dus dan diletakkan di atas pallet.
c) Ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid
Sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan suhu
kestabilan, bentuk sediaan dan alfabetis.
d) Ruang penyimpanan gas medik
Gas medik disimpan di gedung terpisah, terletak dibelakang gedung
teratai. Penyimpanannya disusun berdasarkan jenis gas medis seperti
oksigen, helium, nitrous oksida, karbondioksida.
b. Penempatan perbekalan farmasi
1) Penempatan perbekalan farmasi dengan metode FIFO (First In First Out)
berdasarkan waktu kedatangan perbekalan farmasi, atau FEFO (First
Expired First Out) berdasarkan waktu kadaluwarsa. Metode penempatan
FIFO yaitu meletakkan perbekalan farmasi di muka atau di depan sedangkan
metode penempatan FEFO yaitu meletakkan perbekalan farmasi yang
kadaluwarsanya lebih singkat di bagian depan.
2) Perbekalan farmasi yang mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka
penyimpanan menggunakan sistem FEFO. Perbekalan farmasi yang tidak
mencantumkan tanggal
kadaluwarsa, maka penyimpanan menggunakan
sistem FIFO.
3) Penyimpanan obat memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike) untuk
patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan nama/
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
27
pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun terletak
pada kelompok abjad yang sama, harus diselingi dengan minimal 2 obat non
kategori LASA di antaranya dan pada rak / tempat obat diberikan stiker
LASA.
4) Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya
masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada kemungkinan
jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan “Awas Hati - Hati
Perbekalan Farmasi Mudah Pecah”.
5) Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan farmasi
masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk
mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas.
6) Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat diletakkan di
lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari kelembaban.
c. Suhu selama penyimpanan
1) Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan infus, alat
kesehatan, pembalut, dan gas medik.
2) Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu
2 - 8oC
3) Penyimpanan untuk reagensia, obat – obatan tertentu dan produk
biologis
yang membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya
sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada petugas
yang mencatat suhu lemari pendingin pada “kartu monitor suhu”.
4) Sediaan vaksin membutuhkan “pharmaceutical refrigerator” khusus dan
harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik menggunakan alarm
yang akan berbunyi jika aliran listrik mati.
d. Kelembaban
Kelembaban
dipantau
menggunakan alat higrometer atau
pemantau
kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 65 % 98 %.
e. Cahaya matahari
Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
28
f. Sirkulasi udara
Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang
cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan.
g. Resiko kebakaran
Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada
Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api
Ringan).
h. Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya.
i. Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan kemudahan
bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi.
j. Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan untuk
menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada.
1)
Pelaksanaan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada tempat
penyimpanan secara aman oleh petugas farmasi.
2)
Pelaksanaan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan
farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) oleh petugas farmasi.
3)
Pembuatan laporan mutasi atau distribusi perbekalan farmasi oleh
petugas farmasi.
Prosedur Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika:
a. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari Tim
Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati, dicatat pada kartu stok sesuai
jenis, jumlah, expire date, dan nama distributor khusus obat narkotika dan
psikotropika, yaitu PT. Kimia Farma.
b. Penyimpanan
obat
narkotika
dan
psikotropika yang
sudah
dicatat / dokumentasi dengan ketentuan:
1) Menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci
ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis.
2) Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi
terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
29
3) Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat
dipindahkan kecuali dengan membongkarnya.
4) Dilengkapi dengan kartu stok.
c. Pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika berpedoman
kepada beberapa ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:
1) Menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
2) Menurut suhu dan kestabilan sediaan:
a) Obat disimpan dalam lemari pendingin, yaitu suhu 2 - 8oC
b) Obat disimpan dalam suhu kamar, yaitu 15 - 25oC
3) Menurut sifatnya mudah / tidak terbakar
4) Menurut ketahanan terhadap cahaya / tidak
d. Penyusunan penyimpanan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out)
atau berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out).
e. Penyusunan urutan pada lemari penyimpanan dilakukan secara alfabetis,
yaitu berdasarkan urutan abjad, dimulai dari huruf “A” sampai “Z”.
f. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika, yaitu jumlah stok awal, jumlah
keluar, jumlah stok akhir, dan petugas yang mengambil.
g. Monitoring
selama
proses
penyimpanan
dengan
melakukan
pengecekan fasilitas penyimpanan dan pengecekan kondisi fisik sediaan
dan jumlah stok narkotika dan psikotropika setiap hari.
Prosedur Identifikasi, Penandaan, dan Penyimpanan Obat High Alert:
a. Penerimaan obat high alert oleh Gudang Farmasi dari distributor melalui
Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati.
b.
Pemeriksaan kebenaran obat high alert yang diterima dengan memeriksa
nama, jumlah, tanggal kadaluarsa, dan kondisi fisik obat high alert, serta
kondisi penyimpanan khusus obat high alert bila dipersyaratkan.
c.
Pemberian
penanda
khusus
(stiker)
obat
high
alert
golongan
elektrolit konsentrasi tinggi yang diterima oleh Gudang Farmasi dilakukan
pada kardus terluar obat high alert.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
30
d.
Pencatatan stok obat high alert yang diterima oleh Gudang Farmasi
dilakukan dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan kartu stok
gudang farmasi sebagai penambahan jumlah.
e.
Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan obat yang
bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat
lainnya.
f.
Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan dengan metode FIFO
dan FEFO berdasarkan urutan alfabetis dengan cara:
1) Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin,
yaitu antara 2-8oC, maka disimpan dalam lemari pharmaceutical
refrigerator dengan suhu terkendali.
2) Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu
ruangan, yaitu 25oC, maka disimpan dalam lemari yang telah
diberikan penanda khusus.
3) Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike
Sound Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan
memberikan selingan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya.
d. Pendistribusian perbekalan farmasi
Pendistribusian perbekalan farmasi oleh gudang RSUP Fatmawati yang
dilakukan
ada
dua
berdasarkan permintaan
macam
yakni
pendistribusian
dari
depo-depo
farmasi
permintaan obat
melalui sistem dan
pendistribusian floor stock dari ruangan secara manual atau menggunakan
formulir. Untuk pendistribusian amprahan obat
dilakukan dengan sistem
komputerisasi dan dilakukan setiap hari. Alur distribusinya adalah setiap
pagi
petugas
gudang farmasi mengecek sistem dan akan menilai secara
keseluruhan pembagian stok ke depo-depo farmasi agar manajemen persediaan
di gudang farmasi tetap baik. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, petugas
gudang farmasi akan memberi kabar pada petugas depo bahwa barang yang
diminta telah disiapkan. Selanjutnya dilakukan serah terima dengan petugas
depo.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
31
Saat serah terima dilakukan pengecekan volume dan tanggal kadaluarsa
perbekalan
farmasi. Petugas menandatangani
bila
telah
dilakukan
pengecekan dan telah sesuai, kemudian dilakukan penginputan ke sistem dan
di print out. Setelah itu, petugas gudang farmasi mengecek pengeluaran sesuai
atau tidak. Stok gudang farmasi akan terpotong bila telah diverifikasi.
Untuk pendistribusian floor stock, dilakukan secara manual dan jadwal
pengambilan tiap ruangan berbeda - beda untuk memudahkan kerja petugas
gudang farmasi. Alur distribusi perbekalan farmasi dapat dilihat pada Lampiran
7.
e. Pelaporan perbekalan farmasi
Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain:
1) Buku induk penerimaan barang
2) Rekapitulasi penerimaan barang
3) Rekapitulasi pengeluaran barang
4) Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran gas medik
5) Laporan stok opname setiap satu bulan
6) Laporan persediaan floor stock setiap tiga bulan
7) Laporan narkotika setiap 1 bulan sekali
8) Laporan psikotropika setiap 1 tahun sekali
9) Laporan barang sumbangan
f. Prosedur retur perbekalan farmasi
Retur perbekalan farmasi merupakan proses pengembalian perbekalan
farmasi
ke
distributor
penarikan produk
tersedianya
disebabkan
(recall)
oleh
karena
produsen.
rusak,
kadaluwarsa,
Tujuannya
ialah
dan
agar
produk perbekalan farmasi yang bermutu di rumah sakit dan
terlindunginya pasien dari penggunaan perbekalan farmasi yang tidak bermutu.
Prosedur retur perbekalan farmasi ialah sebagai berikut:
1) Pelaksanaan pemeriksaan dan pengecekan sediaan farmasi di gudang
farmasi, depo farmasi, instalasi rawat inap untuk perbekalan farmasi floor
stock.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
32
2) Pelaksanaan item pengecekan untuk mengetahui perbekalan farmasi
yang rusak, kadaluwarsa, dan recall.
3) Pencatatan perbekalan farmasi yang diketahui rusak, mendekati tanggal
kadaluwarsa atau recall. Pencatatan dilakukan dengan mencatat nama
produk, nama
pabrik,
nomor
batch,
tanggal
produksi,
tanggal
kadaluwarsa, jumlah sediaan.
4) Pengembalian
dan
pengumpulan
perbekalan
farmasi
yang
rusak,
kadaluwarsa, atau recall dari seluruh depo farmasi dan floor stock rawat
inap ke gudang farmasi.
5) Pengumpulan perbekalan farmasi ke gudang farmasi untuk produk :
a)
Rusak dan tidak dapat digunakan
b)
Dalam masa 3 bulan sebelum mencapai masa kadaluwarsa
c)
Recall berdasarkan surat edaran dari pabrik pembuat produk,
Kementerian Kesehatan RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), dan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) berdasarkan hasil audit
investigasi.
6)
Penyimpanan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai di gudang farmasi
dilakukan pada lemari penyimpan khusus yang diberi label: “Penyimpanan
Obat Tidak Layak Pakai”
7)
Pengembalian ke distributor untuk produk yang dapat diretur dan
dilakukan penggantian
produk, dengan melengkapi dokumen faktur
pembelian, surat pesanan, dan berita acara serah terima.
8)
Pemusnahan perbekalan farmasi yang telah
mencapai
masa
tanggal
kadaluwarsa dan tidak dapat diretur ke distributor, yang akan dimusnahkan
secara bersamaan dalam waktu tertentu oleh Tim Pemusnahan Barang.
9)
Pembuatan
laporan oleh
wakil
kepala
perbekalan
farmasi
untuk
disampaikan pada Kepala Instalasi Farmasi.
10) Penyampaian laporan ke Direksi.
3.2.6.2 Tata usaha farmasi
Kegiatan administrasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilaksanakan
di Tata Usaha Farmasi. Terdapat 2 penyelia di Tata Usaha Farmasi, yaitu
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
33
Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM
Farmasi. Tata cara persuratan yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan
Pelaporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mencakup pencatatan surat
masuk dan surat keluar. Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam
lingkup rumah sakit ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan
pengiriman surat keluar untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub
Bagian Tata Usaha Rumah Sakit. Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah
sebagai berikut:
a. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan:
1) Pengambilan data dari gudang farmasi berupa catatan permintaan
barang floor stock atau pemakaian perbekalan farmasi dari semua
satuan kerja berdasarkan formulir permintaan barang setiap akhir bulan
untuk pembuatan laporan keuangan dan catatan permintaan obat /
alkes
depo
farmasi
ke gudang farmasi untuk pembuatan laporan
pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi.
2) Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat - obat
narkotika dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo farmasi
oleh Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir bulan untuk
narkotika dan setiap akhir tahun untuk psikotropika untuk pembuatan
laporan
pemakaian obat narkotika dan laporan pemakaian obat
psikotropika.
3) Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama generik
dan non generik dari catatan pemantauan penulisan resep obat generik di
depo - depo farmasi setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan
pemantauan penulisan resep obat generik.
4) Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi
untuk pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi.
5) Pengambilan data dari catatan lembar dan jumlah resep depo farmasi dari
pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap (ruangan) di depo
- depo farmasi untuk pembuatan laporan kegiatan instalasi farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
34
6) Pengambilan data kuitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi
dari catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi untuk pembuatan
laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi.
b. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
c. Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi per
depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik,
laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, laporan kegiatan instalasi
farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi setiap bulan.
d. Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan laporan
pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Kepala Instalasi
Farmasi.
Pengiriman
laporan
dilakukan ke Bagian
pemakaian
obat
narkotika
dan
psikotropika
Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat
pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu
dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan.
Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi
per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik,
laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi
farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi
Rekam Medik dan Informasi Kesehatan. Pemisahan arsip di Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati didasarkan atas:
a. Arsip surat masuk / surat keluar / SK Direktur RSUP Fatmawati /
SK Kemenkes.
b. Arsip Kepegawaian terdiri dari map masing - masing pegawai Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati.
c. Arsip laporan - laporan.
d. Arsip resep rawat jalan dan rawat inap.
e. Arsip
catatan
kehadiran
pegawai
(absensi)
di
Instalasi
Farmasi
RSUP Fatmawati.
f. Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
35
g. Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
h. Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
Pemusnahan dilakukan setiap awal tahun untuk laporan - laporan dan
resep-resep yang berumur lebih dari 3 tahun serta surat masuk dan surat keluar
yang berumur 5 tahun.
3.2.6.3 Produksi farmasi
Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
produksi non steril dan produksi steril. Produksi steril berada di bawah
pengawasan Satuan Farmasi Fungsional, sedangkan produksi non steril berada
di bawah pengawasan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Terdapat 1 penyelia,
yaitu Penyelia Produksi Farmasi, dan 2 asisten apoteker di produksi farmasi
RSUP Fatmawati.
a. Produksi non steril
Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan
sediaan farmasi,
pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk
sediaan yang diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan
sediaan semi padat. Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula
RSUP Fatmawati. Di ruang produksi RSUP Fatmawati saat ini terdapat 43
master formula
sebagai panduan pelaksanaan produksi farmasi. Tujuan
dilakukannya produksi di RSUP Fatmawati
antara
lain
adalah
untuk
penghematan anggaran, terdapat sediaan dengan formula khusus dan sediaan
obat dibutuhkan segera seperti rekonstitusi obat suntik dan obat kanker.
Bahan baku yang digunakan di produksi non steril diperoleh dari
gudang farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan
bulanan sebelumnya
kemudian
perencanaan
ini
dikirimkan
ke
gudang
farmasi untuk dilanjutkan dengan proses pengadaan. Produksi non steril
mendistribusikan produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di produksi
non
steril
terbagi menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun
berdasarkan kegunaannya) dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis).
Pelaporan yang dilakukan oleh produksi non steril adalah laporan jumlah
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
36
perbekalan farmasi, laporan produk yang rusak, dan laporan produk yang
kadaluwarsa.
b. Produksi steril
Kegiatan yang dilakukan di produksi steril adalah IV admixture
dan penanganan obat sitostatika. Kegiatan IV admixture yang dilakukan di
produksi steril
Mantoux
adalah
mempersiapkan
injeksi
tuberkulin
untuk
Tes
dan mencampurkan / mengencerkan KCl ke dalam cairan normal
saline (NaCl 0,9%). Penanganan
obat
sitostatika
adalah
mempersiapkan
obat sitostatika untuk pengobatan kanker. Alur masuk ke ruang produksi
aseptik dispensing dan pelayanan obat sitostatika dapat dilihat pada Lampiran
8 dan 9. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas, serta alur penanganan
limbah sitostatika dapat dilihat pada Lampiran 23.
3.2.6.4 Depo Instalasi Rawat Jalan
Gedung Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 terdapat
poliklinik bedah, poliklinik bedah plastik, poliklinik gigi dan mulut, dan
poliklinik jantung. Lantai 2 terdapat poliklinik penyakit dalam, poliklinik
bedah
saraf, poliklinik
kebidanan
dan
kandungan,
poliklinik
pegawai,
poliklinik edukasi, poliklinik saraf, dan poliklinik rehabilitasi medik. Lantai 3
terdapat poliklinik paru, poliklinik PPKT (Program Pelayanan Kanker Terpadu),
poliklinik anak, poliklinik anestesi, poliklinik akupuntur, poliklinik kulit dan
kelamin, dan poliklinik jiwa. Depo farmasi terdapat di setiap lantai gedung
Instalasi Rawat Jalan. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 berjumlah 7
orang yang terdiri dari 1 Apoteker, 4 Asisten Apoteker, dan 2 bagian
administrasi. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 terdiri atas 1
Apoteker dan 4 Asisten Apoteker. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 hanya
terdiri dari 1 Apoteker dan 2 Asisten Apoteker.
Setiap pagi masing - masing lantai depo farmasi melakukan permintaan
ke gudang farmasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 melayani pasien
tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2
melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
37
melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, Jamkesda Tangerang, dan pasien
TBC.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien Jamkesmas,
Jamkesda Depok, dan Jamkesda Tangerang Selatan yaitu: resep asli dan 1
lembar fotokopi resep, SJP asli dan 2 lembar fotokopi SJP (Surat Jaminan
Pelayanan), fotokopi 2 lembar surat pengantar dari Dinas Kesehatan Daerah,
fotokopi 2 lembar kartu Jamkesda, Surat rujukan asli dari puskesmas, kartu
berobat di RSUP Fatmawati, fotokopi Kartu Keluarga (KK) 2 lembar, serta
fotokopi KTP atau akte bila anak di bawah umur. Persyaratan-persyaratan yang
harus dipenuhi oleh pasien KJS yaitu: resep, bukti pembayaran, SJP asli, surat
rujukan asli puskesmas, dan fotokopi KTP.
Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat
jalan secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan
secara individual
prescription
merupakan
tata
cara
dan
urutan
proses
kegiatan menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien.
Jumlah obat diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah
melalui kajian peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat
rawat jalan secara individual prescription adalah agar:
a. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing
obat pada pasien rawat jalan.
b. Tercapainya
peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam
penggunaan obat.
Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription
Lampiran 10:
a. Penerimaan resep dari dokter / perawat ruangan oleh petugas farmasi.
b. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.
c. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan
pada skrining resep.
d. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan / asuransi
(pasien ASKES, pasien Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien KJS).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
38
e. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan
dari skrining dan kajian peresepan obat.
f. Pembayaran
resep
berdasarkan
billing
resep
untuk
pasien
tunai.
Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.
g. Pelaksanaan permohonan ijin prinsip:
1) Resep pasien ASKES dengan verifikasi oleh penjamin ASKES,
2) Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesmas,
3) Resep pasien KJS dengan verifikasi oleh penjamin KJS,
4) Verifikasi ijin prinsip Direktur RSUP Fatmawati untuk perbekalan
farmasi yang tidak terjamin dalam paket pembiayaan atau menjadi
beban RSUP Fatmawati.
h. Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket:
1) Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral / sublingual /
dan lain - lain).
2) Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal.
Pembuatan etiket obat dengan
mencantumkan
nomor rekam
medik, nama pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian,
rute pemberian, dan tanggal kadarluarsa.
i. Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien
atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi.
j. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan
klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi
pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar
dokumentasi.
k. Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien.
l. Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh
Tenaga Kefarmasian dengan kriteria:
1)
Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
2)
Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
39
m.
3)
Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati
4)
Selesai mengikuti masa orientasi.
Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk
menuju loket pengambilan obat.
n.
Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih
lanjut.
o.
Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status
pembiayaan pasien.
3.2.6.5 Depo Askes
Depo Askes adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien
rawat jalan peserta Askes dan pasien Jamkesda Bogor. Sumber daya manusia
yang terdapat di depo Askes terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penyelia, 6
orang asisten apoteker, 1 orang juru resep, dan 5 orang petugas administrasi.
Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Farmasi
dengan menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara
online. Penyimpanan barang disusun berdasarkan obat DPHO Askes dan obat
non DPHO Askes, bentuk sediaan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika
dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci (double lock).
Obat-obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan barang
menggunakan sistem FIFO dan FEFO.
Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk
mendapatkan pelayanan pengobatan pasien Askes di Depo Farmasi Askes adalah:
a. Resep Asli
b. Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan
c. Fotokopi kartu Askes
Dalam melayani pasien, Depo Askes mengacu pada pedoman- pedoman
yang disesuaikan dengan status pasien. Beberapa pedoman yang dapat
digunakan antara lain:
a. Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes
Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes merupakan acuan obat bagi
pasien peserta Askes. Dalam DPHO terdapat dua daftar obat yang dapat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
40
diberikan kepada pasien Askes yaitu, obat peresepan umum dan obat
khusus untuk penyakit kanker. Dalam DPHO juga terdapat daftar obat
dengan batasan jumlah peresepan maksimal yang dapat diberikan.
b. Daftar Obat Inhealth
Daftar Obat Inhealth merupakan acuan yang dapat digunakan bagi
pasien peserta Inhealth.
c. Formularium Jamkesmas
Formularium Jamkesmas merupakan acuan yang dapat digunakan bagi
pasien peserta Jamkesmas.
d. Formularium Rumah Sakit
Formularium Rumah Sakit merupakan acuan yang dapat digunakan
bagi peserta Askes.
Alur pelayanan pasien di depo Askes dimulai dari masuknya resep ke
bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo Askes
akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus
dibawa oleh pasien. Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap,
selanjutnya dilakukan skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan
nomor pengambilan obat yang sama dengan nomor yang ada pada resep.
Kemudian resep distempel dan datanya dimasukkan ke komputer. Setelah
data dimasukkan
ke komputer, selanjutnya resep diberikan kepada petugas
untuk dibuatkan etiketnya. Setelah itu resep
diberikan
kepada
petugas
penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat racikan. Obat yang telah siap
dikemas
dan
diserahkan
ke
pasien
disertai pemberian informasi singkat
mengenai penggunaan obat Lampiran 11.
Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes, yaitu:
a. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
b. Laporan penulisan obat generik dan non generik.
c. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO Askes dan non DPHO Askes.
d. Laporan analisa penjualan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
41
e. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
f. Laporan jumlah lembar dan jumlah resep.
Depo Askes memiliki pasien terbanyak dengan jumlah 200 – 300 resep
per hari. Obat yang paling sering diresepkan adalah obat untuk penyakit jantung
dan penyakit dalam. Pembayaran pasien Askes dapat diklaim ke PT Askes
sedangkan pembayaran pasien Jamkesda Bogor dengan menggunakan sistem INA
CBG’s (Indonesia Case Base Groups).
3.2.6.6 Depo farmasi rawat inap (Teratai)
Depo farmasi rawat inap (Depo Teratai) berada tepat ditengah
lantai pertama gedung teratai. Gedung ini terdiri dari enam lantai dan memiliki
kapasitas 700 tempat tidur. Dengan rincian tiap lantai sebagai berikut :
a.
Lantai
pertama
yaitu
ruangan
kebidanan
(emergency
kebidanan,
contohnya pada kondisi pre eklampsia berat) dan high care unit di selatan
Teratai.
b.
Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care
unit di selatan Teratai.
c.
Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak - anak (<18 tahun) dan
high care unit di selatan Teratai.
d.
Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di
utara Teratai.
e.
Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high
care unit di selatan Teratai.
f.
Lantai
keenam
yaitu ruangan
untuk pasien
penyakit saraf
dan
kardiovaskular dan high care unit di selatan Teratai.
Penanggung
jawab
depo
farmasi
rawat
inap
terdiri
dari
dua
penyelia. Penyelia pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri
dari lantai 1, 2 dan 3, sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA
B yang terdiri dari lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah
sebanyak 28 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 4 orang, petugas
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
42
perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 5 orang dan 13
orang merupakan tenaga teknis kefarmasian.
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu
dari Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat
perincian kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem
di gudang farmasi. Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah
berdasarkan bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun
berdasarkan alfabetis dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO
(First In First Out). Obat LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunannya
diberi jarak 2 box antar obat LASA dan diberikan stiker LASA. Terdapat 2
refrigerator untuk penyimpanan obat-obat yang membutuhkan suhu dingin
untuk kestabilannya. Obat-obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam
lemari dengan double lock dan setiap
obat-obat
tersebut
diambil
maka
dilakukan pencatatan di buku penggunaan.
Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam,
diantaranya adalah, sistem distribusi unit dose. Sistem ini merupakan sistem
pemberian obat pada pasien dengan menggunakan kemasan sekali pakai dalam
jangka waktu 24 jam. Sistem ini dipakai di lantai tiga untuk obat-obat injeksi,
lantai empat (ruang perawatan bedah, THT, mata, gigi, paru), lantai lima (ruang
perawatan penyakit dalam), dan lantai enam (ruang perawatan penyakit dalam,
jantung dan saraf). Alur sistem distribusi dosis unit tertera Lampiran 12. Sistem
selanjutnya yaitu sistem floor stock, dan sistem resep individual berupa resep
yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem resep individual ini
diterapkan di lantai tiga untuk pasien anak-anak yang masih mendapatkan puyer
dan lantai 2. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama
halnya dengan depo-depo farmasi lainnya, di antaranya adalah:
a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
b. Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan.
c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
e. Laporan barang rusak dan expired yang dibuat setiap 3 bulan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
43
3.2.6.7 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medik selama 24
jam. Didukung oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman
lebih dari 40 orang yang bertugas secara shift dan akan memberikan
pelayanan secara maksimal mengatasi kegawat daruratan medik. IGD memiliki
pelayanan pendukung seperti laboratorium Instalasi Gawat Darurat 24 jam,
radiologi (USG, CT Scanning), kamar operasi, bank darah, Apotek, dan
ambulance 24 jam (RSUP Fatmawati, 2009).
IGD terdiri dari beberapa ruangan:
a. Ruang resusitasi (ruang merah)
Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket
resusitasi. Pasien - pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan
kondisi yang cukup parah, sehingga jika pasien mengalami kegawatdaruratan
dan butuh penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di
IGD untuk mengambil obat maupun alat kesehatan sehingga dapat menghemat
waktu dalam menolong pasien. Lemari emergency di cek setiap harinya dan
dilengkapi jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP
Fatmawati.
b. Ruang P2 (Ruang kuning)
Ruang ini dibagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di
ruang ini tidak disediakan lemari emergency.
c. Ruang Triase
Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah
sehingga tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini.
Depo IGD dan IRI memiliki 1 orang apoteker penyelia, 1 orang
administrasi, dan 14 orang asisten apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam
dengan 3 shift dan melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien
rawat inap terdiri dari pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit
(ICU), Neonatus Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit
(PICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU). Sedangkan pasien rawat jalan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
44
merupakan pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang resusitasi, ruang P2,
ruang triase, maupun poli IGD.
Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat kesehatan
ke gudang farmasi setiap hari secara online. Obat - obatan disusun berdasarkan
abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat - obat yang tidak
stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin. Obat - obat
jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan
double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis.
terpasang menempel
kecuali
pada
dinding
sehingga
tidak
Lemari tersebut
dapat
dipindahkan
dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012). Alat kesehatan
ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat
kesehatan tersebut. Jenis sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD dan
IRI adalah sediaan injeksi.
Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah:
a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
b. Laporan pemakaian obat–obat narkotika yang dibuat setiap bulan.
c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
e. Laporan barang rusak dan expired yang dibuat setiap 3 bulan.
f. Laporan jumlah dan lembar resep setiap bulan.
3.2.6.8 Depo Instalasi Bedah Sentral
Lantai 1 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Cito sebanyak 2 kamar.
Pasien yang masuk ke OK Cito merupakan pasien yang tidak direncanakan jadwal
operasinya atau yang sifatnya Cito. Pada OK Cito terdapat Paket obat dan alkes
OK Cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi
bedah dan lemari emergensi anestesi. Lemari emergensi bedah berisi antibiotik,
sedangkan lemari emergensi anestesi berisi obat dan alat kesehatan. Saat pasien
masuk ke OK Cito, maka penata anestesi mengambil Paket obat dan alkes OK
Cito yang telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat kesehatan
dalam paket kurang, maka penata anestesi dapat mengambilnya di lemari
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
45
emergensi dan mencatatnya di Lembar Pemakaian. Setelah selesai operasi,
Lembar Pemakaian dimasukkan ke dalam Paket obat dan alkes OK Cito yang
telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian, serta
diisi kembali oleh petugas depo farmasi.
Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar
dan 1 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif
telah memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima
jadwal operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi
kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket
tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket
berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada
hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi.
Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung,
maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo
farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo
farmasi akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila pasien telah
selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan petugas
depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke
administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo farmasi di
mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah
Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien
tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Pasien tunai dengan Paket
Bedah Prima dapat menjalankan operasi di OK Elektif atau OK Cito. Alur
pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat
Lampiran 13.
SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 1 Penyelia dan
2 Asisten Apoteker. Daftar Paket obat dan alkes OK Cito, Paket Elektif, dan Paket
Bedah Prima dapat dilihat pada Lampiran 14, 15, dan 16. Paket anestesi spinal
terdiri dari Spinocan (spinal and diagnostic puncture) 27 G x 3”, bupivacain HCl
5 mg/ml, ondansetron 4 mg/2 ml, klonidin HCl 150 µg/ml, dan ketolorac 3%.
Paket anestesi umum terdiri dari propofol 10 mg/ml, atracurium besilat, fentanyl,
ondansetron 4 mg/2ml, dan ketolorac 3%.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
46
3.3 Satuan Farmasi Fungsional (SFF)
Satuan Farmasi
Fungsional
(SFF)
berkedudukan
dibawa dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP
Fatmawati. Satuan Farmasi Fungsional (SFF) dipimpin oleh seorang Ketua
dengan sebutan Ketua Satuan Farmasi Fungsional dan membawahi 2 (dua)
orang koordinator:
a. Koordinator Bidang Pendidikan dan Penelitian
b. Koordinator Bidang Pelayanan
Satuan Farmasi Fungsional (SFF) merupakan wadah non struktural bagi
tenaga fungsional profesi apoteker yang bekerja melayani pasien di RSUP
Fatmawati.
Satuan
Farmasi
Fungsional
(SFF)
mempunyai
struktur
organisasi sebagaimana tertera dalam Lampiran 3. Ketua Satuan Farmasi
Fungsional (SFF) dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan Kepala
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
3.3.1 Tugas pokok dan fungsi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
a. Tugas Pokok Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
1)
Meningkatkan
mutu
pelayanan
Instalasi
Farmasi
dengan
melaksanakan pelayanan farmasi klinik di RSUP Fatmawati.
2)
Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan apoteker.
3)
Melaksanakan kegiatan penelitian di Instalasi Farmasi.
4)
Menyelenggarakan
pembinaan
kepribadian
dan
pengembangan
tenaga fungsional profesi apoteker di bidang teknis profesinya.
b. Fungsi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
1)
Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan pada pasien sesuai teknis
profesi apoteker kepada seluruh anggota SFF.
2)
Mengembangkan
pelayanan
teknis
profesi
apoteker
berdasarkan
perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
3.3.2 Visi Satuan Farmasi Fungsional (SFF)
Visi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah “Tersedianya Tenaga
Fungsional Profesi
Apoteker
yang terampil, professional dan berdedikasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
47
tinggi di RSUP Fatmawati demi peningkatan mutu pelayanan kefarmasian
kepada pasien”.
3.3.3 Misi Satuan Farmasi Fungsional (SFF)
Misi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
a. Melaksanakan pelayanan farmasi klinis di RSUP Fatmawati
b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Apoteker RSUP Fatmawati
c. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan obat di RSUP Fatmawati
d. Melaksanakan pembinaan apoteker di RSUP Fatmawati
3.3.4 Tujuan Satuan Farmasi Fungsional (SFF) Tujuan Satuan Farmasi
Fungsional (SFF) adalah:
a.
Menjamin pelayanan farmasi klinis yang profesional kepada pasien.
b.
Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien.
c.
Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi
seluruh masyarakat rumah sakit.
d.
Meningkatkan
peran Apoteker sebagai bagian
integral
dari Tim
Pelayanan Kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari
pelayanan farmasi klinik.
e.
Meningkatkan
kemampuan
Apoteker
lainnya
melalui
pendidikan
berkelanjutan.
f.
Melaksanakan penelitian dan ikut serta dalam Uji Klinik Obat.
3.3.5 Nilai - nilai Satuan Farmasi Fungsional (SFF)
Nilai - nilai Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
a.
Profesional
b.
Kerjasama
c.
Tanggung Jawab
d.
Peduli
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
48
3.3.6 Kegiatan Satuan Farmasi Fungsional (SFF)
Kegiatan Satuan Farmasi Fungsional antara lain:
a.
Pengkajian resep
b.
Pengkajian penggunaan obat
c.
Ronde / visite
d.
Pelayanan Informasi Obat
e.
Konseling
f.
Edukasi farmasi
g.
Pendidikan PKPA
h.
Pemantauan penanganan sitostatika
i.
Monitoring efek samping obat
j.
Monitoring interaksi obat
3.3.6.1 Pengkajian Resep
Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan
screening resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan
administratif, farmasetis, dan klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan
terhadap resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk
resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa
stempel keterangan “Resep / Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien.
Untuk resep yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi
dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP) untuk menemukan solusi
permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian
resep dapat dilihat pada Lampiran 21.
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan:
1) Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap
internal dari RSUP Fatmawati
2) Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan
RSUP Fatmawati
b. Pelaksanaan screening resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi
Farmasi untuk menilai kelengkapan:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
49
1) Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak :
a)
Nama dokter
b)
Tanggal penulisan resep
c)
Tanda tangan / paraf dokter penulis resep
d)
Nomor rekam medik pasien
e)
Nama pasien
f)
Umur pasien
g)
Jenis kelamin pasien
h)
Berat badan pasien
i)
Nama obat
j)
Jumlah yang diminta dalam resep obat
k)
Instruksi pengerjaan dispensing resep
l)
Aturan pemakaian obat
2) Persyaratan Farmasetis dengan menilai :
a)
Bentuk sediaan
b)
Kekuatan sediaan
c)
Kompatibilitas / ketercampuran farmasetis
d)
Stabilitas sediaan
e)
Cara penyimpanan obat
3) Persyaratan Klinis dengan menilai :
c.
a)
Indikasi obat
b)
Riwayat alergi obat
c)
Duplikasi pengobatan
d)
Interaksi obat dengan obat
e)
Interaksi obat dengan makanan
f)
Kontraindikasi obat
g)
Biaya obat
Pelaksanaan
kegiatan
komunikasi
oleh
Apoteker
atau
Penyelia
Instalasi Farmasi dengan dokter penulis resep. Untuk konfirmasi bila
ditemukan :
1)
Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep
2)
Ketidaklengkapan pada aspek farmasetik resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
50
3)
Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep
4)
Resep tidak terbaca
5)
Obat tidak tersedia
6)
Temuan masalah resep lainnya
d.
Klarifikasi dan problem solving
e.
Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep
f.
Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan
dengan komunikasi melalui telepon
g.
Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau
h.
Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep.
i.
Pelaksanaan penandaan resep yang telah di screening oleh Apoteker
atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan :
1) Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan
“penanda” berupa stempel keterangan “Resep telah di
review
Farmasi” pada resep pasien.
2) Penandaan cap stempel HETIP yaitu:
a) Harga (billing)
b) Etiket
c) Timbang
d) Isi
e ) Penyerahan dan pemeriksaan
3) Untuk
resep
yang
tidak
dapat
dipenuhi
dan
tidak
dapat
diklarifikasi kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep
dikembalikan kepada user (pemilik resep)
3.3.6.2 Pengkajian penggunaan obat
Menurut
Standar
Pelayanan
Kefarmasian
di
Rumah
Sakit,
pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat
yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang
digunakan
sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan
pengkajian penggunaan obat adalah :
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
51
pada pelayanan kesehatan / dokter tertentu.
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter
satu dengan yang lain.
c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Faktor - faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian
penggunaan obat antara lain :
a. Indikator peresepan
b. Indikator pelayanan
c. Indikator fasilitas
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian
penggunaan
obat
secara
(assessment) terhadap
prospektif
pengobatan
merupakan
pasien
selama
kegiatan
penilaian
pasien
menjalani
pengobatan. Kegiatan pengkajian penggunaan obat secara retrospektif dilakukan
dengan mengumpulkan data dari catatan rekam medik pasien pada periode
tertentu. Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan
Standar Prosedur Operasional (SPO) pengkajian penggunaan obat. Kegiatan
dilakukan oleh apoteker dengan menilai adanya potensial drug related problem
(DRP), yaitu:
a. Kesesuaian indikasi obat dengan diagnosa
b. Ketepatan pemilihan obat
c. Dosis terlalu tinggi
d. Dosis terlalu rendah
e. Efek samping obat
f. Interaksi obat
dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan uji
laboratorium
g. Ketidakpatuhan pasien, misalnya karena obat tidak tersedia, pasien tidak
mampu mendapatkan obat yang diinginkan, pasien tidak bisa menelan obat,
pasien tidak mengerti instruksi pemberian obat, pasien lebih suka tidak
mendapatkan pengobatan atau pasien lupa dalam pengobatan.
h. Pasien menerima terapi obat yang tidak diperlukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
52
Apoteker yang dapat melakukan kegiatan review pengobatan adalah
apoteker yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUP Fatmawati
b. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
c. Telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam orientasi internal
Pada pasien rawat inap, pengkajian resep dan penggunaan obat ditujukan
untuk evaluasi terhadap resep dan pengobatan pasien. Untuk pengobatan yang
telah
memenuhi persyaratan, akan diberikan
“penanda”
berupa
stempel
keterangan “Resep / Obat telah di review Farmasi” pada Rekam Medik (RM)
pasien. Untuk obat yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan
komunikasi dengan DPJP untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan
terkait dengan pengobatan pasien.
3.3.6.3 Visite
Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan
obat, namun telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien
(pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam
lingkup
rumah
sakit.
Apoteker
rumah
sakit
diharapkan
mampu
memberikan pelayanan kefarmasian kepada setiap individu pasien
untuk
memastikan bahwa pengobatan yang diberikan kepada setiap pasien adalah
pengobatan yang rasional. Salah satu contoh kegiatan pelayanan kefarmasian
yang berorientasi kepada pasien adalah praktek apoteker ruang rawat (ward
pharmacist) dengan visite sebagai salah satu aktivitasnya.
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan
apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi
yang lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi
secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses
penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan
oleh apoteker bertujuan untuk :
a. Meningkatkan
pemahaman
mengenai
riwayat
pengobatan
pasien,
perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif;
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
53
b. Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk
sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien;
c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan
klinik ditetapkan dalam
pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi;
d. Memberikan
rekomendasi
penyelesaian
masalah
terkait
penggunaan
obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya;
Sebelum memulai praktek visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu
membekali
terminologi
diri
dengan
medik,
berbagai
pengetahuan
farmakokinetika,
minimal:
farmakologi,
patofisiologi,
farmakoterapi,
farmakoekonomi, farmakoepidemiologi, interpretasi data laboratorium, dan
data penunjang diagnostik lainnya.
Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang harus
dipertimbangkan
adalah
jumlah
sumber
daya
manusia
(apoteker).
Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang
menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat
menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut:
a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama);
b. Pasien dalam perawatan intensif;
c. Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat;
d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan ginjal;
e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis
(critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar
albumin;
f. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapi sempit,
berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal.
Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan
pelayanan
visite
maka
langkah
selanjutnya
yang
dilakukan
adalah
mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh
dari rekam medik, wawancara dengan pasien / keluarga. Setelah informasi
didapatkan
maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat.
Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien yang mendapatkan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
54
obat yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat baik
yang aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi).
Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau
kolaborasi
dengan
tenaga
kesehatan
kondisi. Kegiatan visite mandiri
lain
dimulai
sesuai
dengan
dengan
melakukan
situasi
dan
perkenalan
diri kepada pasien, mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien
dan identifikasi masalah, memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan
dengan masalah terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan implementasi
rekomendasi dan melakukan pemantauan efektivitas serta keamanan terkait
penggunaan obat. Sedangkan visite tim dimulai dengan memperkenalkan
diri kepada pasien dan / atau tim, mengikuti dengan seksama presentasi
kasus
yang
disampaikan, memberikan
rekomendasi
berbasis
bukti
berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan
implementasi
rekomendasi,
dan melakukan pemantauan efektivitas dan
keamanan terkait penggunaan obat.
Setelah melakukan praktek visite, maka tahapan yang harus dilakukan
adalah pendokumentasian.
Pendokumentasian
merupakan hal yang harus
dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan farmasi. Tujuannya adalah
menjamin akuntabilitas dan kredibilitas, bahan evaluasi dan perbaikan mutu
kegiatan, dan bahan pendidikan dan penelitian kegiatan.
3.3.6.4 Monitoring efek samping obat
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek
samping. Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap
obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Efek samping tidak mungkin dihindari / dihilangkan sama sekali, tetapi dapat
ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor - faktor
risiko. Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan
begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Adanya
efek samping obat dapat meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan
penderitaan,
meningkatkan perawatan / perpanjangan masa perawatan, dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
55
dapat menyebabkan kematian. Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat
pada Lampiran 17.
MESO dapat berguna bagi beberapa pihak, diantaranya bagi badan
pengawas obat, perusahaan
obat,
dan
bagi
akademis.
Beberapa tujuan diadakannya MESO diantaranya adalah :
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat,
tidak dikenal dan frekuensinya jarang
b. Menentukan frekuensi dan insiden efek samping obat baik yang sudah
dikenal dan yang baru saja ditemukan
c. Mengenal
semua
faktor
yang
mungkin
dapat
menimbulkan
/
mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka
kejadian efek samping obat
d. Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan
e. Membuat peraturan yang sesuai
f. Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan
g. Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO
MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Laporan insidentil
Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit atau
laporan kasus di majalah.
b. Laporan sukarela
Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat.
c. Laporan intensif di RS
Data
yang
diperoleh
untuk
laporan
ini
berasal
dari
data
yang
terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan
lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
56
d. Laporan wajib
Ada peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan efek
samping obat di tempat tugas / praktek sehari - hari.
e. Laporan catatan
3.3.6.5 Pelayanan Informasi Obat
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan
Farmasi
di
Rumah
Sakit, kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias
dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan
pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan
informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
rumah sakit serta untuk membuat kebijakan – kebijakan yang berhubungan
dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang
terapi obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan
informasi obat adalah:
a. 200 tempat tidur: 20 m2
b. 400 – 600 tempat tidur : 40 m2
c. 1300 tempat tidur: 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan
yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip, kartu
arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan
pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat atau tatap muka.
c. Membuat buletin, leaflet, label obat.
d. Menyediakan informasi
bagi
Tim Farmasi dan
Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
57
e. Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap.
f. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
g. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
Alur program pelayanan informasi obat dan formulir pelayanan informasi obat
dapat dilihat pada Lampiran 18 dan 19.
3.3.6.6 Monitoring interaksi obat
Program pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati adalah tata cara
melakukan pemantauan terjadinya dan upaya pencegahan terhadap interaksi
antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan yang digunakan
oleh pasien di rawat inap RSUP Fatmawati. Kegiatan pemantauan interaksi obat
dilakukan dengan tahapan dari proses penilaian interaksi obat yang sedang terjadi
atau interaksi obat yang akan terjadi
hingga pemberian rekomendasi
penanggulangan interaksi obat kepada dokter penanggung jawab pasien. Pada saat
mengevaluasi interaksi obat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah level
signifikan dari interaksi yang sedang / akan terjadi. Beberapa alternatif pemecahan
masalah yang dapat digunakan adalah:
a. Penggantian dengan obat yang lebih aman.
b. Pengaturan jadwal penggunaan.
c. Penurunan dosis obat.
d. Pemberian antidot / pramedikasi sebelum penggunaan obat.
Alur kegiatan pemantauan interaksi obat menurut SPO (Standar
Prosedur Operasional) yang ada dapat dilihat pada Lampiran 20.
3.3.6.7 Konseling obat
Konseling obat adalah suatu proses yang sistematis untuk menjelaskan
dan memberikan pemahaman bagi pasien tentang pengobatan yang mereka
gunakan serta untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan pasien
berkaitan dengan penggunaan obat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
58
pasien dalam penggunaan obat. Prosedur konsultasi obat adalah tata cara
dalam pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat
yang benar dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap
maupun rawat jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat
menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan
sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan
kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur konsultasi obat
atau Pelayanan Informasi Obat (PIO).
Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh
apoteker pada pasien dengan kriteria :
a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker.
b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker.
c. Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang
akan pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap.
Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh
apoteker di ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konsultasi obat pada
pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien
tertentu diantaranya:
a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi dengan apoteker.
b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker.
c. Pasien dengan penggunaan obat khusus, seperti:
1) Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi).
2) Pasien dengan pengobatan kronis.
3)
Pasien dengan riwayat alergi.
4)
Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi.
5)
Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi,
pengobatan HIV / AIDS, pengobatan Tuberkulosis.
Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi
dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat
oleh apoteker dengan tahapan berikut:
a. Perkenalan.
b. Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
59
c. Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap.
Penjelasan
obat meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis
penggunaan obat, cara pemakaian obat yang benar, waktu pemakaian obat,
efek samping obat yang mungkin terjadi, cara pemakaian obat yang benar,
interaksi antara obat dan makanan baik yang potensial maupun aktual, dan
informasi lain yang mendukung.
d. Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan.
e. Penutup.
3.3.6.8 Edukasi farmasi
Program
edukasi
farmasi
adalah
rangkaian
proses
pendidikan
dan penyampaian informasi tentang obat kepada pasien, keluarga pasien
dan masyarakat.
Program
ini
dilakukan
dengan
tujuan
tercapainya
peningkatan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien atau
keluarga pasien, serta terwujudnya
kepatuhan
pasien
terkait
dengan
penggunaan obat secara benar. Prosedur program edukasi farmasi dilakukan
dengan pembuatan jadwal apoteker untuk kegiatan edukasi berdasarkan topik
bahasan tentang obat pada tiap bulan oleh penyelia administrasi dan SDM
Instalasi Farmasi. Pelaksanaan sosialisasi kepada
petugas
yang
telah
ditentukan namanya dalam jadwal oleh penyelia administrasi dan SDM
Instalasi Farmasi tentang waktu pelaksanaan dan tema edukasi yang telah
dibuat melalui telepon atau copy lembar jadwal. Pelaksanaan pengumpulan
materi edukasi oleh penyelia
administrasi dan SDM Instalasi Farmasi
dalam bentuk power point / makalah / lainnya dalam softcopy atau
hardcopy dari apoteker pembicara minimal dua hari sebelum pelaksanaan
kegiatan. Pelaksanaan kegiatan edukasi oleh apoteker sesuai jadwal kepada
pasien, keluarga pasien, atau masyarakat sesuai tema yang ditentukan dengan
metode :
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
60
a. Penyampaian materi presentasi terbuka dan diskusi (tanya jawab)
antara pembicara dan peserta selama waktu yang telah disepakati (minimal
selama 60 menit).
b.
Seluruh peserta yang hadir mengisi daftar hadir yang akan digunakan
sebagai materi evaluasi pelaksanaan kegiatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan.
Untuk menunjang pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien, maka
dibentuk suatu badan organisasi yang disebut IFRS (Instalasi Farmasi Rumah
Sakit). IFRS dipimpin oleh seorang Apoteker dan bertanggung jawab terhadap
segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan
distribusi maupun administrasi barang farmasi. Selama melakukan praktek kerja
di RSUP Fatmawati, khususnya di IFRS RSUP Fatmawati, banyak hal yang dapat
diamati, dipelajari, dan dianalisis terkait pengelolaan perbekalan farmasi dan
pelayanan farmasi. Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati dibagi menjadi beberapa sub bagian, antara lain gudang farmasi, tata
usaha farmasi, produksi, depo instalasi rawat jalan, depo askes, depo instalasi
rawat inap, depo IGD/IRI, depo instalasi bedah sentral.
4.1.1 Bagan Organisasi
Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP Fatmawati sebagaimana
tercantum dalam lampiran 3, terdiri dari Kepala Instalasi Farmasi yang
berkoordinasi dengan Kepala Satuan Farmasi Fungsional. Kepala Instalasi
Farmasi dibantu oleh seorang Wakil Kepala Instalasi yang membawahi 15 (lima
belas) orang Penyelia, yaitu:
a.
Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3)
b.
Penyelia Depo Askes
c.
Penyelia Depo IGD dan IRI
d.
Penyelia Depo IBS
e.
Penyelia Depo Teratai – IRNA A
f.
Penyelia Depo Teratai – IRNA B
g.
Penyelia Depo Griya Husada
h. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto
61
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
62
i. Penyelia Gudang Farmasi
j. Penyelia Produksi Farmasi
k. Penyelia Sistem Informasi
l. Penyelia Distribusi dan Penerimaan
m. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi
n. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
o. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi
Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP Fatmawati jika dibandingkan
dengan struktur organisasi minimal di instalasi farmasi menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit masih terdapat kekurangan. Menurut
standar struktur organisasi minimal IFRS terdiri dari seorang kepala IFRS yang
membawahi tiga wakil di bidang pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
farmasi klinik, dan manajemen mutu. Masing-masing wakil setiap bidangnya
membawahi tiga orang penanggung jawab. Sedangkan struktur organisasi instalasi
farmasi RSUP Fatmawati menunjukkan bahwa seorang wakil kepala IFRS
membawahi lima belas orang penyelia. Hal ini dapat menimbulkan kerja dari
seorang wakil kepala IFRS dalam mengawasi dan melakukan pengendalian
terhadap bagian dibawahnya menjadi kurang maksimal yang selanjutnya dapat
berdampak pada pelayanan kepada pasien yang kurang maksimal. Sehingga,
sebaiknya struktur organisasi instalasi farmasi RSUP Fatmawati perlu dikaji
kembali agar didapatkan struktur organisasi yang lebih baik lagi sehingga nantinya
akan berdampak pada pelayanan kepada pasien yang maksimal. Salah satu hal yang
dapat dilakukan dalam perbaikan struktur ini adalah dengan adanya beberapa wakil
kepala yang membawahi tiap bidang yang berbeda.
4.1.2 Gudang Farmasi
Hasil evaluasi terhadap kondisi gudang mengenai pengaturan ruang
gudang menunjukkan hasil yaitu beberapa kondisi gudang IFRS telah sesuai
dengan standar, namun ada beberapa pula yang belum sesuai dengan standar.
Pengaturan yang telah sesuai standar yaitu untuk kemudahan dalam bergerak
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
63
gudang instalasi farmasi RSUP Fatmawati tidak menggunakan sekat bila ruangan
sempit namun arus penerimaan dan pengeluaran barang yang diatur sesuai arus I,
L dan U belum dilakukan. Sirkulasi udara dalam gudang baik dengan adanya Air
Conditioner 24 jam dan dilengkapi dengan alat pemantau suhu dan kelembapan,
tersedia rak dan palet dalam jumlah yang cukup. Narkotika dan psikotropika
ditempatkan pada lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan
susunan berlapis. Obat high alert disimpan di lemari penyimpanan obat yang
bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya.
Perbekalan farmasi dalam kemasan besar ditempatkan di atas pallet. Perbekalan
farmasi tidak layak pakai (rusak, kedaluwarsa, recall) telah disimpan terpisah,
namun tidak diberi label “Penyimpanan Obat Tidak Layak Pakai”. Suhu dan
kelembaban penyimpanan dipantau di setiap ruang penyimpanan perbekalan
farmasi. Suhu penyimpanan dipertahankan sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional, namun kelembaban tidak sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional. Obat yang memerlukan pengendalian / pengaturan suhu disimpan
dalam pharmaceutical refrigerator. Penyimpanan perbekalan farmasi berada
dalam ruangan yang tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Bahan
berbahaya mudah terbakar / mudah meledak telah disimpan pada ruang khusus,
namun ruang tersebut bukanlah gudang tahan api. Saat ini, gudang tahan api
masih berada satu gedung dengan gedung farmasi dan belum difungsikan sesuai
dengan tujuannya. Gudang tersebut masih digunakan untuk menyimpan stok obat
yang berlebih, yaitu cairan infus. Pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok
perbekalan farmasi telah dilakukan, baik ke dalam kartu persediaan, maupun ke
dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIRS). Stok yang terdapat
secara fisik telah sesuai dengan catatan stok yang terdapat di kartu persediaan dan
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Untuk pencegahan kebakaran gudang
instalasi farmasi RSUP Fatmawati telah memenuhi syarat yaitu tidak menumpuk
kardus secara berlebihan (tumpukan karton / kardus paling banyak delapan
tumpukan), tersedia alat pemadam kebakaran yang selalu diperiksa setiap saat,
dan tersedia detektor asap.
Hasil pengamatan di gudang farmasi mengenai penyusunan stok obat
ditemukan bahwa perbekalan farmasi telah disimpan pada tempat yang terpisah
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
64
sesuai dengan pengelompokannya, yaitu berdasarkan bentuk sediaan serta
jenisnya dan disusun secara alfabetis. Perbekalan farmasi disusun dengan metode
FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out). Obat kategori
LASA diselingi dengan 2 obat non kategori LASA (Look Alike Sound Alike) di
antaranya dan pada rak / tempat obat diberikan stiker LASA.
4.1.3 Tata Usaha Farmasi
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati melaksanakan pencatatan, pelaporan,
dan pengarsipan secara rutin maupun tidak rutin dalam periode bulanan, triwulan,
semesteran, atau tahunan dengan menerapkan sistem informasi manajemen
berdaya guna dan tepat guna. Adanya kegiatan administrasi dalam pelayanan
kefarmasian bertujuan untuk:
a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi.
b. Tersedianya informasi yang akurat.
c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan.
d. Tersedianya data / laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan.
e. Anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi terkelola
secara efisien dan efektif.
Sistem rekapitulasi data pasien masih dilakukan secara manual. Hal ini
dikarenakan belum tersedianya sistem yang memadai untuk dilakukan perekapan
secara komputerisasi.
4.1.4 Produksi
Produksi adalah kegiatan untuk membuat, merubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi, baik steril maupun non steril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit dengan kriteria obat yang diproduksi
sebagai berikut:
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus.
b. Sediaan farmasi dengan harga murah.
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
65
e. Sediaan farmasi untuk penelitian.
f. Sediaan nutrisi parenteral.
RSUP Fatmawati memiliki bagian produksi untuk sediaan farmasi non
steril dan steril pada instalasi farmasinya. Produksi sediaan farmasi yang
dilakukan merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Kegiatan
produksi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengadaan obat
tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih murah sehingga pasien tidak
membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih menjamin kualitas obat yang
dihasilkan). Tujuan lainnya adalah untuk memudahkan penerimaan obat oleh
pasien / tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas kembali menjadi sediaan
yang telah sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan produk yang tidak dijual
dipasaran.
Bagian produksi non steril memiliki master formula yang berisi formula
untuk 74 item. Dari 74 item yang ada tidak semua item tersebut diproduksi karena
jumlah permintaan terhadap beberapa item sudah jarang / tidak ada lagi sehingga
jumlah item yang masih diproduksi hanya 42 item. Master formula yang terdapat
di ruang produksi non steril mengalami beberapa kali revisi, namun master
formula terdahulu masih disimpan bersama master formula yang baru. Hal ini
dapat menyebabkan kekeliruan apabila petugas menggunakan master formula
yang terdahulu untuk dijadikan acuan dalam melakukan produksi. Bagian
produksi steril hanya melakukan kegiatan IV admixture dan penanganan obat
sitostatika. Sebelumnya pernah dilakukan penyiapan nutrisi parenteral, namun
karena sudah tidak ada permintaan, maka pelayanan penyiapan nutrisi parenteral
hanya diadakan di ruang steril depo instalasi rawat inap. Bagi pasien kanker,
pelaksanaan kegiatan penitipan obat sitostatika dilakukan minimal 3 hari sebelum
obat digunakan untuk perawatan. Pada saat obat diperlukan untuk perawatan,
maka dilakukan permintaan pencampuran obat sitostatika dari ruang kemoterapi
pasien ke bagian produksi steril. Obat sitostatika harus disiapkan selalu baru
karena pada umumnya, obat sitostatika memiliki waktu kadaluwarsa selama 24
jam. Preparasi obat sitostatika dilakukan dengan cara teknik aseptik oleh tenaga
kefarmasian yang telah dilatih dan melalui pelatihan internal di Instalasi Farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
66
RSUP Fatmawati. Setelah obat selesai disiapkan, petugas produksi farmasi akan
membawa obat tersebut ke ruang kemoterapi pasien.
Beberapa pengamatan yang diperoleh dari kegiatan orientasi bagian
produksi farmasi adalah pengemasan obat kadang-kadang dibagi tidak
berdasarkan takaran menggunakan alat ukur (berdasarkan kasat mata), QC
(Quality Control) uji keseragaman bobot pada kapsul tidak dilakukan, produk dari
bagian produksi non steril tidak didistribusikan ke gudang farmasi terlebih dahulu,
tidak adanya pass box untuk memasukkan / mengeluarkan obat sitostatika, tidak
adanya particle counter, dan sudah lama tidak dilakukan usaha pemantauan
mikrobiologis di ruang produksi steril. Pengemasan obat berupa pembagian
sediaan cair bervolume besar menjadi beberapa sediaan cair bervolume kecil
terkadang tidak dilakukan dengan alat ukur. Hal ini mengakibatkan volume
produk sediaan cair yang dikemas kembali tidak terdistribusi merata.
Pengontrolan kualitas untuk menjamin keseragaman bobot pada kapsul hasil
produksi pun tidak dilakukan sehingga tidak dapat dijamin tepatnya isi tiap kasul
yang dikemas. Keterbatasan SDM di bagian produksi non steril menyebabkan
produk non steril tidak didistribusikan ke gudang farmasi terlebih dahulu. Petugas
depo farmasi yang membutuhkan produk dari bagian produksi non steril datang ke
gudang farmasi untuk mendapatkan formulir bon obat lalu datang ke bagian
produksi non steril untuk mendapatkan produknya kemudian melaporkannya ke
gudang farmasi dengan membawa formulir bon obat. Sistem distribusi produk
seperti ini dapat mendukung timbulnya kesalahan pencatatan stok produk.
Dalam penanganan obat sitostatika di bagian produksi steril, obat
dimasukkan ke dalam ruang rekonstitusi tidak melalui pass box (obat dimasukkan
hanya melalui lemari 2 pintu biasa). Penggunaan lemari biasa pada saat
memasukkan obat ke dalam ruang rekonstitusi menyebabkan seringkali terjadi
suatu keadaan dimana kedua pintu lemari dibuka bersamaan karena tidak ada
sistem interlock guard. Dengan dibukanya kedua pintu lemari, terjadi hubungan
langsung antara ruang penyiapan obat dengan ruang rekonstitusi sehingga
memungkinkan terjadinya gangguan aliran udara dan kontaminasi partikel pada
ruang rekonstitusi. Dengan tidak adanya particle counter pada bagian produksi
steril, pemantauan dan pengontrolan jumlah partikel di tiap kelas ruangan menjadi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
67
semakin sulit untuk dilakukan. Pemantauan secara mikrobiologis dengan cawan
papar atau pengambilan sampel permukaan juga perlu dilakukan untuk
mengontrol jumlah mikroba di tiap kelas ruangan.
4.1.5 Depo Instalasi Rawat Jalan
Jumlah Apoteker di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 adalah 2 orang.
Depo Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur pelayanan resep rawat jalan
secara individual prescription dengan baik. Akan tetapi, depo Instalasi Rawat
Jalan lantai 1 masih terkadang melakukan permintaan obat ke depo-depo lain
karena stok obat kosong.
Penyimpanan obat di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 telah disusun
sesuai abjad. Penyimpanan obat-obat LASA di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1
juga telah diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya.
Kondisi blender obat di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 yang kurang baik
mengakibatkan masih terdapat serpihan kasar pada serbuk obat yang dihasilkan.
Tempat pengisian kapsul di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 kondisinya kurang
baik. Kapsul sering jatuh pada saat pengisian obat sehingga dosis, sanitasi, dan
efisiensi kerja berkurang.
Selain pelayanan resep, depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 juga melayani
konseling bagi pasien HIV. Adapun kriteria pasien HIV yang diutamakan untuk
diberikan pelayanan konseling adalah pasien HIV yang baru, pasien dengan
regimen obat yang baru, dan pasien dengan kondisi yang memburuk. Waktu yang
dibutuhkan untuk konseling per pasien adalah 15-30 menit.
Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 melayani pasien KJS. Penyimpanan
obat di depo Instalasi Rawat Jalan telah disusun sesuai urutan abjad, bentuk
sediaan, generik dan non generik serta ketahanan sediaan terhadap suhu udara.
Namun masih ada beberapa obat LASA yang belum diberi stiker LASA dan diberi
jarak selang dua obat yang bukan LASA. Sehingga perlu peninjauan kembali
terhadap penyimpanan obat di depo instalasi rawat jalan ini. Depo Instalasi Rawat
Jalan telah melakukan prosedur pelayanan resep rawat jalan secara individual
prescription dengan baik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
68
Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 melayani pasien Jaskesmas, Jamkesda,
dan pasien TBC. Penyimpanan obat di depo Instalasi Rawat Jalan telah disusun
sesuai bentuk sediaan, generik dan non generik serta ketahanan sediaan terhadap
suhu udara. Namun masih ada beberapa obat yang telah disusun menurut urutan
abjad dan ada pula yang belum contohnya seperti sediaan obat yang berada dalam
botol dengan jumlah besar, obat-obat LASA yang belum diberi stiker LASA dan
diberi jarak selang dua obat yang bukan LASA. Sehingga perlu peninjauan
kembali terhadap penyimpanan obat di depo instalasi rawat jalan ini. Depo
Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur pelayanan resep rawat jalan secara
individual prescription dengan baik.
4.1.6 Depo ASKES
Depo Askes adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien
rawat jalan peserta Askes dan pasien Jamkesda Bogor. Sumber daya manusia
yang terdapat di depo Askes terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penyelia, 6
orang asisten apoteker, 1 orang juru resep, dan 5 orang petugas administrasi.
Pengadaan obat di depo ASKES dilakukan setiap hari langsung dari
Gudang Farmasi dengan
menggunakan formulir permintaan barang melalui
komputer secara online. Penyimpanan barang disusun berdasarkan obat DPHO
Askes dan non DPHO Askes, bentuk sediaan, disusun secara alfabetis, serta
disimpan menurut ketahanan terhadap suhu ruang penyimpanan. Obat narkotika
dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci (double lock).
Obat - obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan barang
menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Penyimpanan obat-obat LASA belum
terkendali dengan baik, masih ada obat-obat LASA yang belum diberi stiker
LASA dan diberi jarak selang dua obat dengan obat yang bukan LASA,
penyimpanan obat fast moving yang terpisah juga belum disertai dengan
penempelan stiker LASA untuk obat-obat LASA. Penyimpanan obat narkotika
dan psikotropika telah dilakukan sesuai standar. Obat narkotika dan psikotropika
disimpan di lemari khusus (double lock).
Pasien ASKES merupakan pasien yang paling banyak di RSUP Fatmawati.
Depo ASKES juga melayani pasien dengan jaminan Jamkesda Bogor. Terdapat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
69
beberapa pedoman yang digunakan dalam melayani pasien-pasien tersebut, antara
lain DPHO ASKES, Daftar Obat Inhealth, Formularium Jamkesmas, Formularium
Rumah Sakit, dan lain-lain. Acuan tersebut digunakan untuk mengetahui obatobat apa saja yang dapat diberikan kepada pasien beserta batasan jumlah
maksimal yang dapat diberikan.
Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkasberkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas.
Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obatobat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat
diserahkan kepada pasien). Resep kemudian diinput untuk pemotongan stok obat,
lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan obat. Masingmasing tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda dan akan diberikan stempel
HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan). Pemberian stempel tersebut
bertujuan agar dapat dilakukan pengecekan kembali apabila terjadi kesalahan.
Sebelum pembuatan etiket, petugas bagian etiket terlebih dahulu memeriksa kartu
rujukan dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang diberikan pada
tanggal tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengecekan apabila
pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau pasien sebelumnya
telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada bagian ini, petugas
juga akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang tidak terdapat di depo
ASKES sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain. Setelah etiket dibuat,
selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat
racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam etiket
sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket. Untuk penyiapan obat racikan,
disediakan mortir dan alu. Di Depo Askes tidak tersedia blender untuk membuat
obat racikan yang mungkin disebabkan oleh jumlah resep racikan yang tidak
terlalu banyak sehingga masih dapat dikerjakan hanya dengan mortar dan alu.
Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan.
Alur penyerahan obat dimulai dengan verifikasi nomor pasien, verifikasi
identitas pasien, pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat,
permintaan nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan diakhiri dengan
permintaan tanda tangan pasien. Informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
70
informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat. Keterbatasan informasi obat
yang diberikan disebabkan oleh banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani
Depo Askes sehingga waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat.
Jumlah resep yang dilayani depo ASKES dapat mencapai 200-300 resep / hari
dengan obat yang sering diresepkan adalah obat-obat kardiovaskular. Dengan
jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat dilayani. Hal ini disebabkan
oleh kurangnya tenaga kefarmasian yang terdapat di depo ASKES. Beban kerja
yang tinggi juga seringkali menyebabkan pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh
orang yang sama, misalnya seorang petugas dapat melakukan penyiapan obat dan
penyerahan obat dalam hari yang sama.
Depo ASKES juga melayani pelayanan obat sitostatik, namun pelayanan
yang diberikan hanya terbatas pada pelayanan administratif, yaitu hanya mengurus
berkas. Obat sitostatik dititipkan di ruang produksi steril di Gedung Instalasi
Farmasi. Selain gudang farmasi dan ruang produksi steril, tidak ada tempat yang
diizinkan melakukan penyimpanan obat-obat kemoterapi. Ketika kemoterapi akan
dilakukan, obat akan direkonstitusi dan diantarkan ke ruang kemoterapi.
Selain melayani obat DPHO, depo ASKES juga melayani obat non-DPHO
tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan biaya. Untuk obat non-DPHO,
pembayaran dilakukan setelah penyerahan obat. Untuk pasien peserta ASKES
yang mendapatkan obat-obat DPHO, pembayaran dilakukan dengan cara
melakukan klaim ke PT. ASKES. Setelah selesai pelayanan, dilakukan input
kembali menggunakan program yang terhubung dengan PT. ASKES untuk
diklaim ke ASKES. Klaim ASKES dilakukan oleh Instalasi Penagihan Pasien
(IPP). Oleh karena itu, di depo ASKES disediakan komputer yang digunakan
untuk klaim ASKES.
Pembayaran untuk pasien peserta Jamkesda Bogor menggunakan sistem
INA CBG’s yaitu pembayaran berdasarkan paket-paket yang telah ditentukan.
Apabila tagihan pasien melebihi biaya paket yang diberikan, selebihnya akan
menjadi beban rumah sakit. Sebaliknya, bila tagihan pasien kurang dari paketnya,
kelebihan tersebut akan menjadi keuntungan rumah sakit yang dapat digunakan
untuk menutupi tagihan pasien yang menjadi beban rumah sakit. Dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
71
demikian terjadi subsidi silang antara pasien yang tagihannya melebihi paket
dengan pasien yang tagihannya kurang dari paket.
Pelaporan yang dibuat oleh depo ASKES antara lain laporan analisa
penjualan, obat generik dan non generik, obat DPHO dan non-DPHO, narkotika
dan psikotropika, jumlah resep. Penghitungan jumlah resep dan jumlah R/
dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan mengetahui beban
kerja pegawai di depo ASKES.
4.1.7 Depo Instalasi Rawat Inap Teratai (Depo Teratai)
Depo Instalasi Rawat Inap Teratai (Depo Teratai) merupakan depo yang
menyediakan perbekalan bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki
jumlah sumber daya manusia sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker
sebanyak 4 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep
sebanyak 5 orang dan tenaga teknis kefarmasian sebanyak 14 orang. Kegiatankegiatan yang dilakukan di Depo Teratai meliputi pengadaan obat, penerimaan
obat, penyimpanan obat, penyiapan obat, distribusi obat dan dokumentasi.
Pengadaan obat dilakukan setiap hari, Depo Teratai akan membuat
perincian kebutuhan yang diinput ke komputer yang terhubung dengan sistem di
gudang farmasi dan selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan disiapkan
oleh petugas gudang farmasi. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, maka pihak
gudang farmasi akan mengkonfirmasi pihak Depo Teratai melalui telepon untuk
pengambilan barang dan selanjutnya dilakukan serah terima barang antara petugas
gudang farmasi dan petugas Depo Teratai. Setelah dilakukan verifikasi, secara
otomatis maka stok barang yang diminta oleh pihak Depo Teratai telah menjadi
stok di Depo Teratai di dalam sistem. Dengan adanya sistem ini, maka dapat
memungkinkan stok obat di Depo Teratai (real stock) sama dengan di sistem.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Depo Teratai telah dilakukan dengan
cukup baik. Obat disusun berdasarkan generik dan non generik, stabilitas, bentuk
sediaan dan alfabetis agar memudahkan pengambilan obat sehingga mempercepat
pelayanan obat. Obat-obat mahal dan mudah pecah disimpan di dalam lemari kaca
dan terkunci dengan tujuan mencegah kehilangan atau pecahnya obat. Sediaan
nutrisi juga disimpan rapi dan terlindung dari cahaya yang bertujuan untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
72
menjaga kestabilan sediaan tersebut. Namun beberapa sediaan obat LASA masih
ada yang belum diberi jarak dua obat yang bukan LASA dan belum diberi stiker
LASA, sehingga sebaiknya dilakukan pengecekan kembali terhadap adanya obatobat LASA tersebut.
Sistem distribusi yang digunakan di Depo Teratai adalah resep individual
(individual prescription), floor stock serta dosis unit. Pada sistem resep individual,
resep obat akan dikirim ke depo Teratai oleh perawat. Obat disiapkan sesuai
dengan resep dan didistribusikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan untuk
penyediaan resep puyer pasien anak-anak, sediaan cair, infus, obat yang dipakai
dalam keadaan tertentu (seperti obat diare), dan obat untuk dibawa pulang. Pada
sistem distribusi floor stock, kelompok obat dan alat kesehatan tertentu disimpan
di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien. Biaya penggunaan obatobat / alat kesehatan ini dihitung sebagai biaya perawatan. Obat yang termasuk
dalam kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri dari obat yang
tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang tersedia di unit
perawat. Sistem distribusi floor stock juga diterapkan pada penggunaan obat dan
alat kesehatan yang ada di dalam lemari emergency. Depo Teratai memiliki
beberapa lemari emergency yang berisi obat dan alat kesehatan life saving.
Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU (High Care Unit) yang ada di setiap
lantai gedung teratai. Tiap lemari emergency berisi obat dan alat kesehatan dengan
jumlah yang telah distandardisasi. Obat dan alat kesehatan yang terdapat dalam
lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa harus menunggu penyediaan
dari depo. Setiap penggunaan obat dan alat kesehatan dari lemari emergency akan
dicatat oleh perawat. Setiap hari, petugas Depo Teratai akan datang untuk
mengecek persediaan obat dan alat kesehatan yang ada di dalam lemari
emergency. Bila ada pengurangan jumlah obat / alat kesehatan, petugas Depo
Teratai akan mencatat nama pasien yang menggunakan beserta dengan jenis dan
jumlah obat / alat kesehatan yang digunakan di lembar insidentil pasien untuk
dimasukkam ke dalam tagihan obat dan alat kesehatan pasien. Selanjutnya,
petugas Depo Teratai akan mengisi kembali lemari emergency sesuai dengan
standar jumlah obat/alat kesehatan. Sistem distribusi terakhir adalah sistem
distribusi dosis unit, yaitu sistem distribusi obat yang diresepkan oleh dokter
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
73
untuk penderita selama 24 jam. Penyediaan obat dosis unit dilakukan dengan cara
mengemas obat-obat pasien ke dalam kemasan dosis unit tunggal yang cukup
untuk suatu waktu tertentu. Untuk penyediaan obat dosis unit, satu petugas Depo
Teratai bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada salah satu
bagian lantai (utara atau selatan) gedung teratai yang menerapkan sistem ini.
Proses penyiapan obat dosis unit dilakukan di pagi hari, dimulai dari pemilahan
obat, penyiapan obat kedalam kemasan dosis unit, pengecekkan kembali, hingga
peletakkan kemasan dosis unit di dalam troley dosis unit sesuai dengan nama
pasien. Selanjutnya, di sore hari, petugas Depo Teratai yang bertanggung jawab
akan mengantarkan obat dengan menggunakan troley dosis unit ke ruangan
perawat untuk selanjutnya dilakukan serah terima dan dilakukan pengecekkan
kembali.
Depo Teratai juga menyediakan paket-paket kebidanan untuk digunakan di
gedung teratai lantai satu (emergency kebidanan). Paket-paket ini disediakan
untuk mempercepat pelayanan obat dan alat kesehatan bagi pasien emergency
kebidanan. Sebanyak delapan jenis paket berisi obat dan alat kesehatan tersedia di
Depo Teratai, yaitu Paket Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Paket Ketuban
Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket Partus Sectio, Paket Abortus
Curetage, Paket Haemorrhagic Post Partum (HPP), Paket Preeklamsi Berat
(PEB) dan Paket Partus Normal.
Di antara ketiga sistem distribusi yang digunakan, sistem dosis unit
merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan. Beberapa keuntungan
dari sistem ini diantaranya adalah pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan
hanya perlu membayar obat yang dikonsumsinya saja, serta pengurangan beban
kerja perawat karena semua dosis yang diperlukan untuk pasien telah disiapkan
oleh petugas depo. Sistem distribusi ini juga dapat mengurangi kemungkinan
kesalahan waktu pemberian obat. Sekalipun demikian, sistem distribusi dosis unit
juga memilki beberapa keterbatasan, yaitu diperlukan teknik kerja yang cepat dan
tepat oleh karena obat harus sudah siap dikonsumsi sebelum jam makan pasien,
serta dibutuhkan tenaga kefarmasian yang lebih banyak.
Sama seperti depo farmasi lainnya, Depo Teratai juga melakukan
pencatatan dan pelaporan. Laporan yang disusun di Depo Teratai adalah laporan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
74
analisa penjualan dan laporan tagihan pasien, laporan narkotika dan psikotropika,
laporan obat generik dan non generik, laporan jumlah resep, serta laporan
medication error.
4.1.8 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Pasien-pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat akan dipilih atau
dipisahkan sesuai kondisi dan tingkat keparahan pasien. Pasien yang
membutuhkan penanganan segera atau dalam kondisi parah akan masuk ruangan
resusitasi untuk mendapatkan tindakan medis sesuai kebutuhan pasien. Pasien
yang membutuhkan tindakan bedah akan di bawa ke ruang P2 atau ruang kuning.
Pasien yang masuk ruang triase tidak mendapat tindakan apapun dan hanya
diperiksa tanda-tanda vital dari pasien tersebut. Pasien yang masuk ruang
Intermediate Ward (IW) merupakan pasien rawat inap yang belum mendapat
kamar di gedung rawat inap.
Depo IGD melakukan pengadaan yang juga berdasarkan sistem satu pintu
dari Instalasi Farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi di Depo Teratai telah
dilakukan dengan cukup baik. Obat disusun berdasarkan generik dan non generik,
stabilitas, bentuk sediaan dan alfabetis agar memudahkan pengambilan sehingga
mempercepat pelayanan obat. Penyimpanan obat narkotik dan psikotropika telah
sesuai standar yaitu menggunakan lemari terpisah dengan double lock. Obat-obat
high alert telah diberi stiker high alert. Permasalahan dalam penyimpanan
perbekalan farmasi di Depo IGD dan IRI adalah adanya obat-obat LASA yang
masih belum diberi stiker LASA dan diberi jarak selang dua obat yang bukan
LASA. Selain itu tempat penyimpanan alat-alat kesehatan kurang teratur
dikarenakan ruangan yang kurang luas untuk menyimpan alat-alat kesehatan
tersebut.
Pendistribusian obat untuk pasien rawat inap dilakukan dengan sistem
dosis unit, sedangkan untuk pasien rawat jalan dilakukan dengan sistem resep
individual. Di ruang resusitasi terdapat lemari emergency yang selalu diperiksa
setiap pergantian shift sebanyak tiga kali sehari (pagi, siang, sore). Sebaliknya, di
ruang rawat inap intensif seperti ruang ICU, NICU, dan PICU, lemari emergency
hanya diperiksa satu kali sehari. Petugas Depo IGD akan memeriksa jumlah
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
75
penggunaan dan nama pasien yang menggunakan obat dari lemari emergency pada
lembar insidensil pasien. Jika terjadi ketidaksesuaian antara jumlah obat yang
tersisa di lemari emergency dengan yang ada di lembar insidentil, petugas depo
akan mencatatnya dan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada perawat agar
perawat segera mencari pasien yang menggunakan obat tersebut.
Paket obat dan alat kesehatan yang diterima pasien IGD bergantung pada
dimana pasien ditempatkan. Pasien yang masuk ruang P2 akan mendapat paket
berisi alat kesehatan yang diambil oleh perawat di Depo IGD. Pasien yang masuk
ruang resusitasi akan mendapatkan paket yang telah ada di ruang resusitasi
tersebut melalui perawat. Perawat akan mencatat nama pasien yang menggunakan
paket tersebut. Barang dalam paket yang tidak digunakan oleh pasien akan
dikembalikan ke Depo IGD dan dibuat perincian penagihan untuk obat dan alat
yang telah dipakai oleh pasien.
4.1.9 Depo Instalasi Bedah Sentral (Depo IBS)
Depo IBS berada di gedung IBS lantai 2. Di gedung ini, lemari emergency
hanya terdapat di kamar operasi Cito karena operasi bersifat segera. Selain itu,
paket alat kesehatan juga sudah disiapkan di kamar operasi Cito untuk
mempermudah pengambilan alat kesehatan yang diperlukan selama operasi
dilakukan di kamar operasi Cito. Berbeda dengan kamar operasi Cito, paket obat
dan alat kesehatan untuk pasien kamar operasi elektif tidak disiapkan di kamar
operasi tersebut. Penata anestesi dan penata bedah akan melakukan permintaan
obat dan alat kesehatan ke Depo IBS. Paket anestesi dan paket bedah dibedakan
dengan tujuan untuk mempermudah pendistribusian keperluan setiap penata. Pada
saat perincian biaya, permintaan obat dan alat kesehatan penata anestesi dan
penata bedah akan digabungkan. Obat di Depo IBS disimpan pada lemari yang
terpisah dari alat kesehatan, namun obat tidak disusun alfabetis sehingga
menyulitkan pengambilan obat saat diperlukan. Fasilitas lemari penyimpanan
yang sempit mengakibatkan kesulitan dalam penyusunan obat secara alfabetis.
Obat yang memerlukan suhu dingin telah disimpan di pharmaceutical refrigerator
yang dilengkapi dengan monitor suhu, namun karena ukuran pharmaceutical
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
76
refrigerator yang kurang memadai menyebabkan obat tidak tertata dengan baik
sesuai dengan urutan abjad.
4.2
Satuan Farmasi Fungsional
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Satuan Farmasi Fungsional RSUP
Fatmawati mencakup pengkajian resep, pengkajian penggunaan obat, ronde /
visite, pemantauan efek samping obat, pelayanan informasi obat, pemantauan
interaksi obat, konsultasi obat, dan edukasi farmasi. Pelaksanaan kegiatankegiatan pelayanan farmasi klinik dijelaskan berikut ini.
a. Pengkajian Resep
Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan dalam terapi obat pasien. Tujuan akhir dari
kegiatan pengkajian resep adalah untuk mencapai rasionalisasi penggunaan obat
pasien. Kegiatan pengkajian resep mencakup seleksi persyaratan administratif,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis, baik untuk pasien rawat inap
maupun pasien rawat jalan. Di RSUP Fatmawati, kegiatan pengkajian resep tidak
sepenuhnya dilakukan. Hal ini terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap
dari segi administrasi. Misalnya pada resep untuk pasien anak, umur pasien
seringkali tidak tertera pada lembar resep padahal info tersebut sangat diperlukan
terutama untuk menghitung dosis penggunaan obat pada pasien anak. Pada
beberapa resep bahkan hanya tertulis nama pasien dan permintaan obat. Penanda
kegiatan pengkajian resep berupa stempel keterangan “Resep telah di review
Farmasi” juga tidak terlihat pada banyak resep.
Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh
banyaknya resep yang harus dilayani petugas farmasi di RSUP Fatmawati. Selain
itu, kegiatan pengkajian resep secara keseluruhan membutuhkan waktu yang
cukup lama sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan secara cepat karena
banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien rawat jalan.
b. Pengkajian Penggunaan Obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pada dasarnya,
kegiatan ini dilakukan untuk menilai ada/tidaknya masalah yang berkaitan dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
77
penggunaan obat pada terapi obat pasien. Di RSUP Fatmawati, kegiatan
pengkajian penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat inap dengan melihat
catatan pemberian dan pemantauan obat pasien yang terdapat pada rekam medik
pasien. Data yang diperoleh dari rekam medik pasien dicatat ke dalam lembar
Formulir Terapi Pasien untuk selanjutnya dinilai ada / tidaknya masalah yang
berkaitan dengan penggunaan obat. Kegiatan pengkajian resep belum sepenuhnya
dilakukan oleh petugas farmasi RSUP Fatmawati oleh karena masalah waktu.
Banyaknya resep obat yang harus dilayani seringkali membuat petugas farmasi
tidak sempat melakukan kegiatan pengkajian penggunaan obat.
c. Visite
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan
apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang
lebih baik. Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan
secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi
dan kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat memperoleh
informasi terkini dan komprehensif, menjadi fasilitas pembelajaran, serta
mendiskusikan langsung masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
mengimplemantasikan rekomendasi yang dibuat. Sekalipun demikian, tipe visite
ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu jadwal visite harus disesuaikan
dengan jadwal tiap peserta visite dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi
dan penyampaian informasi selama visite menjadi kurang lengkap. Visite pasien
yang dilakukan di RSUP Fatmawati diaplikasikan pada pasien yang berada dalam
perawatan intensif dan memiliki risiko mengalami terjadinya kesalahan obat
(medication errors). Beberapa tempat dilakukanya visite oleh apoteker di RSUP
Fatmawati adalah Intensive Care Unit (ICU), Neonatal Intensive Care Unit
(NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit
(ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien pra operasi dan post
operasi. Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan
dan umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan
pasien High Care Unit (HCU) IRNA Teratai dan ruang perawatan pasien pra
operasi dan post operasi. Visite pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya
dilakukan 3-4 kali dalam seminggu oleh karena kondisi pasien yang dirawat di
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
78
ruang perawatan tersebut merupakan pasien yang menderita penyakit komplikasi
sehingga memiliki riwayat pengobatan yang lebih kompleks dibandingkan pasien
rawat inap lainnya. Hal ini memungkinkan terjadinya masalah yang berkaitan
dengan penggunaan obat dengan prevalensi yang lebih tinggi sehingga diperlukan
visite yang lebih sering untuk memastikan keoptimalan terapi obat yang diterima
oleh pasien.
Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi,
apoteker akan berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling
mengklarifikasi, mengonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat.
Pada saat visite secara tim, rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang
merawat pasien. Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau
rekomendasi yang diminta oleh tim visite kepada apoteker di antaranya adalah
pemilihan terapi obat (misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen), obat
alternatif yang dapat diberikan kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat,
dan pertimbangan obat dari sisi cost effectiveness. Setelah rekomendasi yang
diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya apoteker melakukan pemantauan
pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan keamanan. Hal ini perlu
dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang diterima aman bagi
pasien.Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi praktik visite yang
dikelola
dengan
baik
dan
terjaga
pendokumentasian
yang
baik,
maka
kerahasiaannya.
tersedia
data
Dengan
yang
adanya
menunjukkan
terlaksananya kegiatan visite dan bahan evaluasi untuk peningkatan mutu
pelayanan.
d. Pemantauan Efek Samping Obat (MESO)
Program pemantauan efek samping obat (MESO) adalah program untuk
menganalisis kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini
merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan, baik
dokter, perawat, maupun apoteker yang ada di rumah sakit, dan pasien beserta
keluarganya. Di RSUP Fatmawati, kegiatan pemantauan penggunaan obat
dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan serta
kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat
akan dikaji oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
79
dan tindakan penanggulangan harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik
pasien serta dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan
Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam setelah temuan oleh
kepala satuan kerja terkait. Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi
Lampiran 17:
1) Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya
efek samping obat
2) Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenagan
kesehatan, keluarga pasien atau pettugas lainnya
3) Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping obat
dalam formulir pelaporan
4) Pelaksanaan kegiatan komunikasi / interview oleh tim kerja (tim pemantauan
efek samping obat) yang terdiri dari dokter penanggung jawab pasien (DPJP),
perawat ruangan, apoteker ruangan.
5) Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim pemantauan efek samping obat terhadap
hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua sumber
6) Pelaksanaan kegiatan diskusi sevara komperhensif sebagai media problem
solving oleh tim pemantauan efek samping obat atas hasil analisa yang telah
dilakukan
7) Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim pemantauan efek
samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan terkait
bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasan efek samping obat
yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat yang akan datang.
8) Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim pemantauan efek samping obat.
Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan, mengganti obat
dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis
obat, memberikan antidot/premedikasi sebelum penggunaan obat, dan
membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi formulir laporan insiden
(internal).
9) Pelaksanaan implementasi rencana tindakan pengatasan efek samping obat
10) Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan intervensi
yang dilakukan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
80
11) Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim pemantauan efek samping obat jika
diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan
12) Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada
formulir laporan MESO Nasional.
Penyampaian laporan efek samping obat yang terjadi dilakukan segera
oleh tim pemantauan efek samping obat kepada kepala satuan kerja tempat temuan
kejadian efek samping obat. Selanjutnya, dibuat laporan yang ditujukan kepada
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
(KMKP) dalam waktu 48 jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam
kategori kejadian tidak diharapkan (KTD) dan Sentinel.
e. Pelayanan Informasi Obat
RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang
dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan
pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga,
efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi,
farmakokinetik/farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan,
cara pemberian, komposisi, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta
pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka
dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat
penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi/efek samping obat
yang pernah dialami pasien. Berbagai literatur telah digunakan di pelayanan
informasi obat RSUP Fatmawati, baik literatur primer, sekunder, maupun tersier.
Alur proses menjawab pertanyaan pada kegiatan pelayanan informasi obat di
RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 18.
Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan
dokumentasi yang bertujuan untuk:
1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam
menjawab pertanyaan dengan lengkap.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
81
2) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.
3) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
4) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi.
5) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan.
6) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan
informasi obat.
Contoh Formulir Pelayanan Informasi Obat dapat dilihat pada Lampiran
19. Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup
penilaian/pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara
membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan
pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam
membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012 sempat terjadi
penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun
demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan
menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam).
Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi
obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to
date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah
pertanyaan yang masih sedikit.
f. Pemantauan Interaksi Obat
Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan
seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah
yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurur SPO yang ada, kegiatan
pemantauan interaksi obat dilakukan dengan menggunakan software interaksi
obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan analisis masih menggunakan literature
pustaka sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan
interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan pemantauan interaksi obat juga
tidak dilakukan dengan rutin oleh karena kesibukkan apoteker pelaksana di
pelayanan kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi
obat yang dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
82
g. Konsultasi Obat
Konsultasi obat yang dilakukan oleh apoteker di RSUP Fatmawati diawali
dengan tahap perkenalan diri kepada pasien. Selanjutnya, apoteker mulai
menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obatnya. Apoteker
akan berusaha menggali informasi terkait penggunaan obat dari pasien sebagai
bahan pertimbangan dalam memberikan jawaban untuk masalah yang dialami
pasien. Apabila informasi telah cukup, apoteker mulai menjelaskan/memberikan
solusi atas obat-obat yang diterima pasien. Setelah pasien mendapat penjelasan
tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan
yang telah diberikan sebelumnya untuk memastikan info yang telah diberikan
telah dipahami dengan tepat oleh pasien. Jika pasien masih kurang memahami
penjelasan yang diberikan, maka apoteker akan mengulang kembali penjelasan
tersebut dan meminta pasien untuk mengulang kembali penjelasan dari apoteker.
Setelah pasien memahami dengan tepat apa yang dijelaskan apoteker, maka
apoteker akan menanyakan kembali apakah ada masalah lain yang dialami pasien.
Apabila pasien sudah tidak memiliki pertanyaan, maka sesi konsultasi obat
dinyatakan selesai.
Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker RSUP Fatmawati terkadang
kurang menggali informasi pasien seperti adakah obat/vitamin/obat tradisional
yang pernah atau sedang dikonsumsi pasien.Apoteker juga tidak menanyakan
apakah pasien memiliki riwayat alergi. Apoteker terkadang hanya memberikan
informasi tentang obat yang ditanyakan oleh pasien.
h. Edukasi Farmasi
Program edukasi farmasi di RSUP Fatmawati dilakukan dengan
mengumpulkan sejumlah orang dalam ruangan tertentu untuk mendengarkan
penjelasan dari apoteker mengenai tema tertentu, misalnya tentang penggunaan
dan penyimpanan obat yang benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih
satu jam, dimulai dengan presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan
sesi tanya jawab. Peserta diperkenankan bertanya mengenai masalah apa pun
mengenai obat, seperti cara pakai, penyimpanan, dan masalah-masalah terkait obat
lainnya. Untuk melakukan kegiatan edukasi farmasi diperlukan fasilitas penunjang
seperti LCD, layar, laptop, mikrofon, dan lain-lain. Kegiatan edukasi pada saat itu
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
83
dilaksanakan di ruang rapat Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati disampaikan
langsung oleh kepala instalasi farmasi.
4.3
Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati
Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah
menyusun formularium obat rumah sakit yang menjadi pedoman penggunaan obat
di rumah sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau tidaknya TFT
rumah sakit adalah dengan melihat edisi formularium yang digunakan. Evaluasi
atau review untuk penyempurnaan formularium dilakukan tiap 6 bulan atau
maksimal 1 tahun. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak dapat direvisi
setiap setahun oleh karena masalah biaya untuk mencetak formularium terbaru
dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Oleh karena itu, revisi
formularium obat dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati setiap 3 tahun sekali.
Adanya kesinambungan proses revisi menunjukkan bahwa TFT RSUP
Fatmawati sudah berjalan dengan baik. Selain formularium obat, RSUP
Fatmawati juga menyusun formularium alat kesehatan habis pakai, namun
formularium ini masih belum diterbitkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, terdapat beberapa kesimpulan yang
dapat diambil, yakni :
a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) Fatmawati yaitu
farmasi
melakukan
kegiatan
pengelolaan
perbekalan
dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi
dimulai dari proses pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan hingga
pendistribusian dengan menggunakan sistem satu pintu.
b. Peran dan tanggung jawab Satuan Farmasi Fungional (SFF) adalah
menjamin berjalannya fungsi farmasi klinik yang profesional, antara lain
melakukan visite pasien, monitoring / review penggunaan obat, monitoring
efek samping obat, pemberian edukasi bagi staf farmasi.
c. Peran dan tanggung jawab Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah menyusun
formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis
pakai di
Rumah
Sakit, melaksanakan pengawasan,
pengendalian dan
evaluasi penggunaan obat dan alkes, serta melaksanakan edukasi bagi staf
farmasi dan profesi lain tentang perbekalan farmasi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama melakukan praktek kerja
di RSUP Fatmawati Jakarta, terdapat beberapa saran yang dapat menjadi
pertimbangan dalam mengelola dan mengembangkan kegiatan farmasi di RSUP
Fatmawati Jakarta ke depannya, diantaranya adalah:
a. Pelayanan Informasi Obat
1) Penambahan jumlah literatur yang terkini.
2) Peran aktif apoteker dalam membuat dan menyebarkan bulletin/ leaflet
obat sehingga keberadaan kegiatan pelayanan informasi obat semakin
diketahui oleh banyak pihak.
84
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
85
b. Konseling Obat kepada Pasien
Kegiatan konseling obat kepada pasien dengan lebih teliti dan dipandu oleh
apoteker sehingga efek terapi obat optimal.
c. Produksi Farmasi Non Steril
1) Sebaiknya pengemasan obat dibagi berdasarkan takaran menggunakan
alat ukur, tidak berdasarkan kasat mata.
2) Pada setiap kegiatan produksi di ruang produksi IFRS sebaiknya dibuat
sampel per tinggal.
d. Depo Instalasi Rawat Jalan
1) Penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai
1 sebaiknya diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA
di antaranya.
2) Blender
seharusnya
dibersihkan
terlebih
dahulu
untuk
menghindari terjadinya interaksi obat.
e . Gudang
Sebaiknya dibuat gudang tahan api yang terpisah dari gudang utama.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Daris, Azwar. (2010). Suplemen Himpunan
Kefarmasian. Jakarta: ISFI.
Peraturan
Perundan- undangan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2006).
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009).Undang-Undang No.36 tahun 2009
Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Sekretariat Negara.
RSUP Fatmawati. (2009). Sejarah Singkat. 03 Mei 2013.
http://www.fatmawatihospital.com/mode1.php?id=1&mode=2
RSUP Fatmawati.
(2009). Pelayanan
Rawat Darurat.
03
Mei
2013. http://www.fatmaweatihospital.com/mode2.php?id=8&mode=3
RSUP Fatmawati.
(2012).
Keputusan
Direktur
HK.03.05/II.1/779/2012
tentang
Penyimpanan
Psikotropika. Jakarta: RSUP Fatmawati.
Utama
Narkotika
No.
Dan
RSUP Fatmawati.
(2012).
Keputusan
Direktur
Utama
Nomor:
HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati. Jakarta : RSUP Fatmawati.
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan.
Jakarta: EGC
86
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lampiran 1. Struktur Organisai RSUP Fatmawati
87
UUniversitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
88
Lampiran 2. Stuktur organisasi minimal instalasi farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
89
Lampiran 3. Stuktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Direktur Utama
Direktur Medik dan Keperawatan
Kepala dan Wakil Kepala Instalasi
Satuan Farmasi Fungsional
Penyelia IRJ lantai 1,2 dan 3
Penyelia Gudang Farmasi
Penyelia Depo ASKES dan Pegawai
Penyelia Produksi Farmasi
Penyelia Depo IGD dan IRI
Penyelia Sistem Informasi Farmasi
Penyelia Depo IBS
Penyelia Distribusi dan Penerimaan
pppppPPPPPenerimaanPenerimaan
Penyelia Depo Teratai IRNA A
Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi
Penyelia Depo Teratai IRNA B
Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
Penyelia Depo Griya Husada
Penyelia Tata Usaha ( TU ) dan SDM
Farmasi
Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
90
Lampiran 4. Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati
Direktur Utama
Direktur Medik dan Keperawatan
Ketua Satuan Farmasi
Fungsional
Koordinator Bidang
Pendidikan dan Penelitian
Instalasi Farmasi
Koordinator Bidang
Pelayanan
Apoteker
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lampiran 5. Alur perencanaan dan pengadaaan perbekalan farmasi
Gudang Farmasi
Kepala
Instalasi
Farmasi
Direktur Medik
dan
Keperawatan
Direktur
Keuangan
Bagian
Anggaran
PPK
Sekretariat PPK
raan
Harga Perkiraan
PS)
Sendiri (HPS)
Pejabat Pembuat
Komitmen
(PPK)
Direktur Utama
(Kuasa Pengguna
Anggaran)
Direktur
Keuangan
Direktur
Keuangan
Bagian
Anggaran
Direktur
Keuangan
PPK
Sekretariat PPK:
Surat Pesanan (< 50
juta); Surat Perintah
Kerja (50-200 juta);
kirim ke distributor
91
1
UUniversitas Indonesia
ULP (diatas 200
juta); lelang
Pejabat
Pengadaan
Medik (<200
juta)
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
92
92
Lampiran 6. Alur penerrimaan perbekalan farmasi
Penerimaan oleh Tim Penerima Barang Medik
Serah terima Tim Penerima Barang Medik dan Petugas Gudang Farmasi.
Cek: faktur; SP/SPK; kondisi; jumlah; tanggal kedaluwarsa (minimal 2 tahun);
Certificate of analysis (bahan baku obat), Certificate of origin (alkes), MSDS (bahan
berbahaya) bila diperlukan atau dicurigai.
Penyesuaian Bukti Penyerahan Barang dengan faktur oleh Penyelia Gudang Farmasi
Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi
Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang Medik, Penyelia Gudang
Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi
Penyimpanan perbekalan farmasi
Universitas
sitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lampiran 7. Alur distribusi perbekalan farmasi
Serah terima petugas
gudang farmasi dan
petugas depo farmasi.
Cek:
• Volume
• Expired date
Petugas gudang
farmasi cek
sistem
Print out
Input ke sistem
Tanda tangan
Verifikasi
Stok gudang
farmasi terpotong
Cek Pengeluaran
93
UUniversitas Indonesia
Permintaan
(sistem/manual)
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
94
94
Lampiran 8. Alur masuk ke ruang produksi aseptik TPN dan sitotoksik
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
95
95
Lampiran 9. Alur pelayanan obat sitostatika rawat jalan dan rawat inap
Rawat Jalan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
96
96
(Lanjutan)
Rawat Inap
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lampiran 10. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription
Penerimaan resep dari
dokter/perawat
ruangan oleh petugas
farmasi
Pemanggilan nama
pasien dengan pengeras
suara dan penyerahan
obat kepada pasien oleh
tenaga kefarmasian
dengan verifikasi dan
klarifikasi 7 benar
Pelaksanaan pelayanan
obat pasien yang telah
memenuhi persyaratan
pada skrining
peresepan
Pemeriksaan berkas
kelengkapan resep
untuk pasien
jaminan/asuransi
Pembuatan billing
transaksi untuk resep
yang telah memenuhi
persyaratan dari
skrining dan kajian
peresepan obat
Pengecekan obat
tentang kebenaran
obat yang sudah
disiapkan dengan
klarifikasi 5 benar
Pembuatan etiket obat
dan copy resep bagi
obat yang tidak jadi
dibeli pasien ataupun
tidak terlayani oleh
depo farmasi
Pelaksanaan
permohonan ijin
prinsip untuk pasien
jaminan
Pembayaran resep
berdasarkan billing
resep untuk pasien
tunai
Pendokumentasian
resep dan bukti print
out dalam file sesuai
dengan status
pembiayaan pasien
97
7
UUniversitas Indonesia
Pelaksanaan konseling
obat apabila pasien
membutuhkan
penjelasan lebih lanjut
Pelaksanaan skrining
resep untuk menilai
kesesuaian penulisan
resep
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
98
98
Lampiran 11. Alur pelayanan resep di depo ASKES
Penerimaan Resep
Pemeriksaan
kelengkapan berkas
Pasien mendapatkan
nomor
Input data ke
komputer
Penulisan etiket
Penyiapan Obat
Penyerahan +
informasi singkat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
99
99
Lampiran 12. Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lampiran 13. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral
OK Cito
Bila kurang, maka penata
anastesi / bedah dapat
mengambilnya di lemari
emergensi dan mencatatnya
di Lembar Pemakaian.
Petugas Depo IBS menyiapkan
kembali Paket Obat dan Alkes
dan OK Cito, serta melengkapi
lemari emergensi.
Depo IBS melakukan perincian
biaya pasien dan mengirimkan
ke depo farmasi di mana
pasien dirawat
Lembar Pemakaian
dimasukkan ke dalam Paket
Obat dan Alkes OK Cito yang
telah terpakai oleh pasien
100
UUniversitas Indonesia
Pasien masuk ke OK Cito
Penata mengambil Paket Obat
dan Alkes OK Cito yang telah
disiapkan oleh
petugas depo farmasi.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(lanjutan)
OK Elektif
Sehari sebelum operasi,
Depo IBS menerima
jadwal operasi dan
permintaan anestesi
umum atau spinal
Setelah operasi, paket
dikembalikan ke depo
farmasi IBS dan petugas
depo farmasi
merekapitulasi semua
penggunaan obat dan alat
kesehatan ke bagian
perincian
Pada hari operasi, penata
bedah mencatat
permintaan di buku pada
hari operasi dan paket
bedah disiapkan oleh
petugas depo farmasi
Petugas depo farmasi
mencatat permintaan
obat dan alat kesehatan.
Pada hari operasi, penata
bedah dan penata
anestesi meminta paket
masing-masing ke Depo
IBS
Bila kekurangan obat dan
alat kesehatan saat operasi
sedang berlangsung, maka
penata anastesi / bedah
dapat meminta secara
langsung ke depo farmasi
dengan menyebutkan nama
pasien dan kamar operasi.
101
UUniversitas Indonesia
Perincian selanjutnya
dikirimkan ke depo
farmasi di mana pasien
dirawat.
Petugas depo farmasi
menyiapkan paket
anestesi dan memberi
label nama pasien pada
paket tersebut
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
102
105
Lampiran 14. Alur pemantauan efek samping obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
103
106
Lampiran 15. Alur program pelayanan informasi obat
User (pasien/lainnya)
Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis
Apoteker
1. Menerima pertanyaan
2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya
Tidak Ok
Ok
Apoteker
1.
2.
3.
4.
Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat.
Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur.
Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat.
Penyampaian jawaban kepada user.
User
1. Menerima jawaban pertanyaan
2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan.
Tidak Ok
Ok
Selesai
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
104
108
Lampiran 16. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat
Apoteker
1. Entry data pasien dalam software interaksi obat.
2. Entry data pengobatan pasien dalam software
interaksi obat.
3. Penilaian informasi data interaksi obat dari
software (penilaian level signifikansi)
Tidak Signifikan
Signifikan
Apoteker
1. Penyusunan rekomendasi dalam formulir
rekomendasi farmasi klinik untuk
penanganan interaksi obat.
2. Penyampaian rekomendasi pada tenaga
kesehatan.
Dokter/SMF
Instruksi perbaikan terapi
Ok
Tidak Ok
Apoteker/Asisten Apoteker
Perubahan instruksi terapi
Selesai
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
105
Lampiran 17. Alur Pengkajian Resep
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
106
Lampiran 18. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RSUP FATMAWATI
PERIODE 1 JULI – 31 AGUSTUS 2013
DDD (DEFINED DAILY DOSE) ANTIBIOTIKA MEI-JUNI 2013
DI RUANG ICU (INTENSIVE CARE UNIT)
RSUP FATMAWATI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
EMMA RACHMANISA S, S.Farm.
1206329562
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RSUP FATMAWATI
PERIODE 1 JULI – 31 AGUSTUS 2013
DDD (DEFINED DAILY DOSE) ANTIBIOTIKA MEI-JUNI 2013
DI RUANG ICU (INTENSIVE CARE UNIT)
RSUP FATMAWATI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
EMMA RACHMANISA S, S.Farm.
1206329562
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
ii
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .....................................................................................i
HALAMAN JUDUL .........................................................................................ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ……………...………………………….………..….…v
1. PENDAHULUAN……………………………………………………......…...1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………...….1
1.2 Tujuan………………………………………………………………..…....2
2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………..…..….3
4.1 Antibiotika………………………………………………………..……...3
4.2 Intensive Care Unit ……………………………………………...……..10
4.3 Defined Daily Dose ……………………………………………....…....12
3. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR ………………………………………….14
5.1 Lokasi dan Waktu ………………………………………….................14
5.2 Jenis dan Sumber Data ………………………………………...............14
4. HASIL PENGAMATAN …………………………………………………….15
4.1 DDD Antibiotik Mei 2013………………………………………………..15
4.2 DDD Antibiotik Juni 2013……………………………………………….16
5. PEMBAHASAN……………………………………………………….……...17
6. KESIMPULAN…………………………………………….………………….18
6.1 Kesimpulan……………………………………………………….........18
6.2 Saran……………………………………………………………………..18
DAFTAR ACUAN …………………………………………………….............19
LAMPIRAN…………………………………………………………………...…20
iii
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.1
Tabel 2.2.2
Tabel 2.3
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Antibiotika Golongan Penisilin............................................………….. 4
Antibiotika Golongan Sefalosporin...................................................…. 5
Nilai DDD Antibiotik………………...............................................….12
Tabel DDD antibiotika di Ruang ICU RSUP Fatmawati bulan Mei
2013…………………………………………………………….........15
Tabel DDD antibiotika di Ruang ICU RSUP Fatmawati bulan Juni
2013...........................................................................................................16
iv
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
DDD Antibiotika Mei 2013…………………………………..….20
DDD Antibiotika Juni 2013………………………………..….…33
Grafik Rekapitulasi DDD antibiotik Mei 2013 di ruang ICU RSUP
Fatmawati………………...…………………………………….41
Grafik Rekapitulasi DDD antibiotik Mei 2013 di ruang ICU RSUP
Fatmawati…………………………………………………….…42
v
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat
andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba antara lain
antibakteri/antibiotik, antijamur, antivirus, antiprotozoa. Antibiotik merupakan
obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara
tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak
memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di berbagai
bagian rumah sakit ditemukan 30 % sampai dengan 80 % tidak didasarkan pada
indikasi
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011, 2011).
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas,
juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat
tinggi.Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun
juga
berkembang
di
lingkungan
masyarakat,
khususnya
Streptococcus
pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Beberapa kuman
resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, yaitu MethicillinResistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci
(VRE),
Penicillin-Resistant
menghasilkan
Resistant
tuberculosis
Pneumococci,
Extended-Spectrum
Acinetobacter
(Peraturan
Beta-Lactamase
baumannii
Menteri
Klebsiella
dan
Kesehatan
pneumoniae
(ESBL),
Multiresistant
Republik
yang
CarbapenemMycobacterium
Indonesia
Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011, 2011).
1
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Kuman resisten antibiotik tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik
yang tidak bijak dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang
tidak benar di fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil penelitian Antimicrobial
Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari 2494 individu di masyarakat,
43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik antara lain:
Ampisilin (34%), Kotrimoksazol (29%) dan Kloramfenikol (25%). Hasil
penelitian 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia
coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu Ampisilin (73%),
Kotrimoksazol (56%), Kloramfenikol (43%), Siprofloksasin (22%), dan
Gentamisin (18%) (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, penggunaan antibiotik perlu mendapat
perhatian khusus seperti halnya di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUP
Fatmawati. Oleh karena itu, evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan secara
kuantitatif maupun kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
penghitungan DDD per 100 hari rawat untuk mengevaluasi jenis dan jumlah
antibiotik yang digunakan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengendalian
terhadap penggunaan antibiotik agar tepat dalam penggunaannya di ruang ICU
RSUP Fatmawati.
1.1 Tujuan
Tugas khusus ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik
bulan Mei-Juni 2013 di ICU RSUP Fatmawati secara kuantitatif dengan metode
DDD (Defined Daily Dose).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotika
Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barrier mukosa atau
kulit
dan menembus jaringan tubuh.
Pada
umumnya, tubuh berhasil
mengeliminasi bakteri tersebut dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila
bakteri berkembang biak lebih cepat daripada aktivitas respon imun tersebut maka
akan terjadi penyakit infeksi yang disertai dengan tanda-tanda inflamasi. Terapi
yang tepat harus mampu mencegah berkembang biaknya bakteri lebih lanjut tanpa
membahayakan host. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi
infeksi bakteri. Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau
bakteriostatik (mencegah berkembang biaknya bakteri). Pada infeksi di lokasi
yang terlindung (misalnya pada cairan cerebrospinal), maka antibiotik bakterisid
harus digunakan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011, 2011).
Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja:
a. Obat yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri
1) Antibiotik Beta-Laktam
Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang
mempunyai
struktur
cincin
beta-laktam,
yaitu
penisilin,
sefalosporin,
monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik
betalaktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap
organisme Gram -positif dan negatif. Antibiotik beta-laktam mengganggu sintesis
dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis
peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitasmekanik pada
dinding sel bakteri.
a) Penisilin
Golongan penisilin diklasifikasikan berdasarkan spektrum aktivitas
antibiotiknya. Golongan penisilin dapat dilihat pada tabel 2.1.1:
3
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Tabel 2.1.1 Antibiotika golongan Penisilin
Golongan
Contoh
Aktivitas
Penisilin G dan
penisilin V
Penisilin G
dan Penisilin V
Sangat aktif terhadap kokus Grampositif,tetapi cepat
dihidrolisis oleh penisilinase atau beta-laktamase,
sehingga tidak efektif terhadap S.aureus.
Penisilin
yangresisten
terhadap
Beta-laktamase/
penisilinase
Metisilin,
nafsilin,
oksasilin,
kloksasilin, dan
Dikloksasilin
Merupakan obat pilihan utama untuk terapi S. aureus
yang memproduksi penisilinase. Aktivitas antibiotik
kurang poten terhadap mikroorganisme yang sensitif
terhadap penisilin G.
Aminopenisilin
Ampisilin,
Amoksisilin
Selain mempunyai aktivitas terhadap bakteri Grampositif, juga mencakup mikroorganisme Gramnegatif, seperti
Haemophilus influenzae, Escherichiacoli, dan
Proteus mirabilis. Obat-obat ini sering diberikan
bersama inhibitor betalaktamase (asam klavulanat,
sulbaktam, tazobaktam) untuk mencegah hidrolisis
oleh betalaktamase yang semakin banyak ditemukan
pada bakteri Gram-negatif ini.
Karboksipenisilin
Karbenisilin,
Tikarsilin
Antibiotik untuk Pseudomonas, Enterobacter, dan
Proteus. Aktivitas antibiotik lebih rendah dibanding
ampisilin terhadap kokus Gram- positif, dan kurang
aktif dibanding piperasilin dalam melawan
Pseudomonas. Golongan ini dirusak oleh
betalaktamase.
Ureidopenislin
Mezlosilin,
azlosilin,
danpiperasilin
Aktivitas antibiotik terhadap Pseudomonas,
Klebsiella, dan Gram negatif lainnya. Golongan ini
dirusak oleh beta-laktamase.
b) Sefalosporin
Sefalosporin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme
serupa dengan penisilin. Golongan Sefalosporin dapat dilihat pada tabel 2.2.2:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
5
Tabel 2.2.2 Antibiotika golongan Sefalosporin
Generasi
Contoh
Aktivitas
I
Sefaleksin, sefalotin, sefazolin,
sefradin, sefadroksil
Antibiotik yang efektif terhadap Grampositif dan memiliki aktivitas sedang
terhadap Gram-negatif.
II
Sefaklor, sefamandol, sefuroksim,
sefoksitin, sefotetan, sefmetazol,
sefprozil.
Aktivitas antibiotik Gram-negatif yang
lebih tinggi daripada generasi-I.
III
Sefotaksim, seftriakson, seftazidim,
sefiksim, sefoperazon, seftizoksim,
sefpodoksim, moksalaktam.
Aktivitas kurang aktif terhadapkokus
Gram-postif dibanding generasi-I, tapi
lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae,
termasuk strain yang memproduksi
betalaktamase. Seftazidim dan sefoperazon
juga aktif terhadap P.aeruginosa, tapi
kurang aktif dibanding generasi-III lainnya
terhadap kokus Gram-positif.
IV
Sefepim, sefpirom
Aktivitas lebih luas dibanding generasi-III
dan tahan terhadap beta-laktamase.
c) Monobaktam (beta-laktam monosiklik)
Contoh dari monobaktam adalah aztreonam. Aktivitas dari aztreonam
resisten terhadap beta-laktamase yang dibawa oleh bakteri Gram- negatif.
Aktivitasnya sangat baik terhadap Enterobacteriacease, P. aeruginosa, H.
influenzae dan gonokokus. Pemberian aztreonam adalah parenteral, terdistribusi
baik ke seluruh tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Waktu paruh dari aztreonam
adalah 1,7 jam. Ekskresi aztreonam sebagian besar obat diekskresi utuh melalui
urin.
d) Karbapenem
Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai aktivitas
antibiotik yang lebih luas daripada sebagian besar beta-laktam lainnya. Golongan
karbapenem adalah imipenem, meropenem dandoripenem. Spektrum aktivitas
karbapenem adalah menghambat sebagian besar Gram-positif, Gram negatif, dan
anaerob. Ketiganya sangat tahan terhadap beta-laktamase. Efek samping
karbapenem adalah paling sering adalah mual dan muntah, dan kejang pada dosis
tinggi yang diberi pada pasien dengan lesi SSP atau dengan insufisiensi ginjal.
Meropenem dan doripenem mempunyai efikasi serupa imipenem, tetapi lebih
jarang menyebabkan kejang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
6
e) Inhibitor beta-laktamase
Inhibitor beta-laktamase melindungi antibiotik beta-laktam dengan cara
menginaktivasi beta-laktamase. Golongan inhibitor beta-laktamase adalah asam
klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam. Asam klavulanat merupakan suicide
inhibitor yang mengikat betalaktamase dari bakteri Gram-positif dan Gramnegatif secara ireversibel. Obat ini dikombinasi dengan amoksisilin untuk
pemberian oral dan dengan tikarsilin untuk pemberian parenteral. Sulbaktam
dikombinasi dengan ampisilin untuk penggunaan parenteral. Kombinasi ini aktif
terhadap kokus Gram-positif, termasuk S.aureus penghasil beta-laktamase, aerob
Gram-negatif (tapitidak terhadap Pseudomonas) dan bakteri anaerob. Sulbaktam
kurangpoten dibanding klavulanat sebagai inhibitor beta-laktamase. Tazobaktam
dikombinasi dengan piperasilin untuk penggunaan parenteral. Waktu paruhnya
memanjang dengan kombinasi ini dan ekskresinya melalui ginjal.
2) Basitrasin
Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida,
yangutama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria,
H. influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin
tersedia dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin
jarang menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi
dengan neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila
memasuki sirkulasi sistemik.
3) Vankomisin
Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif terhadap
bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang
disebabkan oleh S. aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil
Gram-negatif dan mikobakteria resisten terhadap vankomisin. Vankomisin
diberikan secara intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya
adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat),
serta gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada dosis tinggi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
7
b. Obat yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein
Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid,
tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),
klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
1) Aminoglikosid
Golongan ini menghambat bakteri aerob Gram negatif. Obat ini
mempunyai indeks terapi sempit, dengan toksisitas serius pada ginjal dan
pendengaran, khususnya pada pasien anak dan usia lanjut. Efek samping golongan
ini adalah toksisitas ginjal, ototoksisitas, blokade neuromuskular (lebih jarang).
2) Tetrasiklin
Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tetrasiklin,
doksisiklin, oksitetrasiklin, minosiklin, dan klortetrasiklin. Antibiotik golongan ini
mempunyai spektrum luas dan dapat menghambat berbagai bakteri Gram-positif,
Gram-negatif, baik yang bersifat aerob maupun anaerob, serta mikroorganisme
lain seperti Ricketsia, Mikoplasma, Klamidia, dan beberapa spesies mikobakteria.
3) Kloramfenikol
Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat bakteri
Gram positif dan negatif aerob dan anaerob, Klamidia, Ricketsia, dan
Mikoplasma. Kloramfenikol mencegah sintesis protein dengan berikatan pada
subunit ribosom 50S. Efek samping golongan ini adalah supresi sumsum tulang,
grey baby syndrome, neuritis optik pada anak, pertumbuhan kandida di saluran
cerna, dan timbulnya ruam.
4) Makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat
menghambat beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian besar
Gram-negatif aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin dapat
menghambat Salmonela. Azitromisin dan klaritromisin dapat menghambat H.
influenzae, tapi azitromisin mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga aktif
terhadap H. pylori. Makrolida mempengaruhi sintesis protein bakteri dengan cara
berikatan dengan subunit 50s ribosom bakteri, sehingga menghambat translokasi
peptida.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
8
a) Eritromisin dalam bentuk basa bebas dapat diinaktivasi oleh asam, sehingga
pada pemberian oral, obat ini dibuat dalam sediaan salut enterik. Eritromisin
dalam bentuk estolat tidak boleh diberikan pada dewasa karena akan
menimbulkan liver injury.
b) Azitromisin lebih stabil terhadap asam jika dibanding eritromisin. Sekitar 37%
dosis diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya makanan. Obat ini
dapat meningkatkan kadar SGOT dan SGPT pada hati.
c) Klaritromisin diabsorpsi per oral 55% dan meningkat jika diberikan bersama
makanan. Obat ini terdistribusi luas sampai ke paru, hati, sel fagosit, dan
jaringan lunak. Metabolit klaritromisin mempunyai aktivitas antibakteri lebih
besar daripada obat induk. Sekitar 30% obat diekskresi melalui urin,
dansisanya melalui feses.
d) Roksitromisin
Roksitromisin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dan aktivitas
yang lebih tinggi melawan Haemophilus influenzae. Obat inidiberikan dua kali
sehari. Roksitromisin adalah antibiotik makrolida semisintetik. Obat ini memiliki
komposisi, struktur kimia dan mekanisme kerja yang sangatmirip dengan
eritromisin, azitromisin atau klaritromisin. Roksitromisin mempunyai spektrum
antibiotik yang mirip eritromisin, namun lebih efektif melawan bakteri gram
negatif tertentu seperti Legionella pneumophila. Antibiotik ini dapat digunakan
untuk mengobati infeksi saluran nafas, saluran urin dan jaringan lunak.
Roksitromisin hanya dimetabolisme sebagian, lebih dari separuh senyawa induk
diekskresi dalam bentuk utuh. Tiga metabolit telah diidentifikasi di urin dan feses
dengan metabolit utama adalah deskladinosaroksitromisin, dengan N-mono dan
N-di-demetil roksitromisin sebagai metabolit minor. Roksitromisin dan ketiga
metabolitnya terdapat di urindan feses dalam persentase yang hampir sama.Efek
samping yang paling sering terjadi adalah efek pada saluran cerna diare, mual,
nyeri abdomen dan muntah. Efek samping yang lebih jarang termasuk sakit
kepala, ruam, nilai fungsi hati yang tidak normal dan gangguan pada indera
penciuman dan pengecap.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
9
e) Klindamisin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian
besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif
aerob seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Chlamydia. Efek samping
golongan ini adalah diare dan enterokolitis pseudomembranosa.
f) Mupirosin merupakan obat topikal yang menghambat bakteri Gram-positif
dan beberapa Gram-negatif. Mupirosin tersedia dalam bentuk krim atau salep
2% untuk penggunaan di kulit (lesi kulittraumatik, impetigo yang terinfeksi
sekunder oleh S. aureus atau S. pyogenes) dan salep 2% untuk intranasal. Efek
samping golongan ini adalah iritasi kulit dan mukosa.
g) Spektinomisin diberikan secara intramuskular. Spektinomisin digunakan
sebagai obat alternatif untuk infeksi gonokokus bila obat lini pertama tidak
dapat digunakan. Obat ini tidak efektif untuk infeksi Gonore faring. Efek
samping golongan ini adalah nyeri lokal, urtikaria, demam, pusing, mual, dan
insomnia.
c. Obat
antimetabolit
yang
menghambat
enzim-enzim
esensial
dalam
metabolisme folat
1) Sulfonamid dan Trimetoprim
Sulfonamid bersifat bakteriostatik. Trimetoprim dalam kombinasi dengan
sulfametoksazol, mampu menghambat sebagian besar patogen saluran kemih,
kecuali P. aeruginosa dan Neisseria sp. Kombinasi ini menghambat S. aureus,
Staphylococcus koagulase negatif, Streptococcus hemoliticus, H .influenzae,
Neisseria sp, bakteri Gram-negatif aerob (E. coli dan Klebsiella sp), Enterobacter,
Salmonella, Shigella, Yersinia, P. carinii.
d. Obat yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat
1) Kuinolon
a) Asam nalidiksat menghambat sebagian besar Enterobacteriaceae.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
10
b) Fluorokuinolon
Golongan fluorokuinolon meliputi norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin,
moksifloksasin, pefloksasin, levofloksasin, dan lain-lain. Fluorokuinolon bisa
digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella, E. coli,
Salmonella, Haemophilus, Moraxella catarrhalis serta Enterobacteriaceae dan P.
aeruginosa.
c) Nitrofuran
Nitrofuran meliputi nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon. Absorpsi
melalui saluran cerna 94% dan tidak berubah dengan adanya makanan. Nitrofuran
bisa menghambat Gram-positif dan negatif, termasuk E. coli, Staphylococcus sp,
Klebsiella sp, Enterococcus sp, Neisseria sp, Salmonellasp, Shigella sp, dan
Proteus sp.
2.2 Intensive Care Unit (ICU)
Intensive Care Unit (ICU) umumnya disebut juga dengan Departemen
Rawat Intensif atau Critical Care. ICU merupakan bagian internal rumah sakit
yang merawat pasien dengan kondisi mengancam jiwa, yang sedang menjalani
resusitasi, perawatan intensif dan membutuhkan pemantauan ketat serta yang
didalamnya terdapat peralatan maupun obat-obatan yang berguna untuk menjaga
fungsi tubuh seperti normal. ICU mempunyai staf yang terdiri dokter dan perawat
yang terlatih dalam ilmu kedokteran perawatan intensif (intensive care medicine).
Pada awalnya ICU digunakan untuk menangani pasien bedah karena pasien bedah
pelu diawasi sampai sadar dan stabil fungsi vitalnya serta bebas dari sisa obat
anestesi. Pada masa sekarang ICU tidak ditujukan untuk pasien pasca
pembedahan tetapi melayani pelayanan yang mendukung Indikasi pasien yang
masuk ke ICU adalah pasien dalam keadaan yang terbatas, pasien yang
memerlukan terapi intensif (prioritas 1) lebih didahulukan dibandingkan dengan
pasien yang hanya memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3). Penilaian
objektif atas berat dan prognosis penyakit hendaknya digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam menentukan prioritas masuk ke ICU (Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.1778/MENKES/SK/XII/2010, 2010).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
11
a. Golongan pasien prioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif dan tertirasi, seperti: dukungan/ bantuan ventilasi, alat penunjang
fungsi organ/ sistem yang lain, infus obat obat vasoaktif/ inotropik, obat anti
aritmia, serta pengobatan lainnya secara kontinyu dan tertitrasi. Terapi pada
pasien prioritas 1 tidak mempunyai batas.
b. Golongan pasien prioritas 2 (dua)
Golongan ini memerlukan memerlukan pelayanan pemantauan canggih di
ICU, sebab sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter atau pasien yang
mengalami pembedahan mayor. Terapi pada pasien prioritas 2 tidak mempunyai
batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah.
c. Golongan pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini merupakan pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, atau
penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan
atau manfaat terapi di ICUpada golongan ini sangat kecil. Pasien golongan ini di
ICU untuk mengatasi kegawatan akutnya saja dan usaha terapi mungkin tidak
sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis
oleh kepala ICU dan atau tim yang merawat pasien, antara lain:
a. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak
memerlukan terapi atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.
b. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada
waktu itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
12
2.3 Defined Daily Doses (DDD)
Defined Daily Doses (DDD) adalah dosis rata – rata yang dianjurkan
untuk suatu obat per hari yang digunakan atas indikasi pada orang dewasa.
Berikut ini adalah formula pengukuran kuantitas penggunaan antibiotik dengan
DDD (World Health Organization, 2012):
DDD/100 pasien setiap harinya = [penggunaan antibiotik per tahunnya (g) × 100]
/[DDD (g/d) × angka kunjungan × peresepan tiap harinya.
DDD (Defined Daily Dose) digunakan dalam studi penggunaan obat untuk
menggambarkan data penggunaan obat secara statistik, mengukur intensitas
penggunaan obat dalam suatu negara dan memperbaiki kualitas penggunaan obat.
WHO mengakui metode ini sebagai standar penggunaan obat yang dapat
diaplikasikan secara internasional. Berikut adalah data DDD dari beberapa
antibiotik terlihat pada tabel 2.3:
Tabel 2.3 Nilai DDD antibiotik
No
Antibiotika
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Amikacin
Amoxicillin + Clavulanic acid
Azithromycin
Cefepime
Cefoperazone Sulbactam
Cefotaxim
Cefpirome
Ceftazidime
Ceftriaxone
Chloramphenicol
Ciprofloxacin
Erithromycin
Ethambutol
Fluconazole
Fosfomycin
Gentamycine
Isoniazid
Levofloxacine
DDD antibiotik
Oral
Parenteral
1
1
3
0.3
0.5
4
4
4
4
4
2
3
3
1
0.5
1
1
1.2
1.2
0.2
0.2
3
8
0.24
0.3
0.3
0.5
0.5
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
13
(Lanjutan)
No
Antibiotika
19
20
21
22
23
24
25
26
Meropenem
Metronidazole
Micafungin
Netilmycin Sulfat
Ofloxacin
Pyrazinamide
Rifampicin
Streptomycin
DDD antibiotik
Parenteral
Oral
2
2
1.5
0.1
0.35
0.35
0.4
0.4
1.5
0.6
0.6
1
(Sumber: World Health Organization, 2012)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS AKHIR
3.1 Lokasi dan Waktu
Pembuatan laporan ini dilakukan pada tanggal 12 - 31 Juli 2013 di RSUP
Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian termasuk dalam penelitian analitik yang dilakukan secara
retrospektif. Data yang digunakan adalah data primer yang berasal dari instruksi
harian pasien di Intensive Care Unit. Evaluasi pengggunaan antibiotika dilakukan
secara kuantitatif dengan metode DDD (Defined Daily Dose)
14
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL PENGAMATAN
4. 1 DDD Antibiotik Mei 2013
Hasil pengamatan DDD antibiotika di ruang ICU (Intensive Care Unit)
RSUP Fatmawati bulan Mei 2013 dapat dilihat pada tabel 4.1:
Tabel 4.1 Tabel DDD antibiotika di Ruang ICU RSUP Fatmawati bulan Mei
2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Antibiotik
Flukonazole
Meropenem
Ceftriaxone
Ceftazidime
Metronidazole
Levofloxacine
DDD
Amikasin
Gentamycin
Fosfomycin
Netilmycin Sulfat
Isoniazid
Rifampicin
Ethambutol
Ciprofloxacin
Streptomycin
Chloramphenicol
Vancomycin
Pyrazinamide
Cefepime
Cefoperazone Sulbactam
Micafungin
Amoxicillin+ Asam klavulanat
Erithromycin
Ofloxacin
15
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
48.2
47.07
36.04
19.6
14.26
9.35
6.49
4.95
4
3.85
3.72
2.82
2.01
1.98
1.69
1.2
1.13
1.11
0.9
0.68
0.68
0.59
0.34
0.23
Universitas Indonesia
16
4. 2 DDD Antibiotik Juni 2013
Hasil pengamatan DDD Antibiotika di ruang ICU RSUP Fatmawati bulan
Juni 2013 dapat dilihat pada tabel 4.2:
Tabel 4.2 Tabel DDD antibiotika di Ruang ICU RSUP Fatmawati bulan Juni
2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Antibiotik
Meropenem
Flukonazole
Ceftriaxone
Metronidazole
Azithromycin
Ceftazidime
Levofloxacin
Ciprofloxacin
Amikasin
Gentamycin
Fosfomycin
Isoniazid
Ethambutol
Rifampicin
Vancomycin
Pyrazinamide
Micafungin
Ofloxacin
Streptomycin
Cefotaxim
Cefpirom
DDD
58.11
50.45
46.17
18.02
8.11
7.83
6.76
6.13
4.73
3.45
2.76
2.48
1.31
1.18
1.13
1.05
0.9
0.68
0.34
0.3
0.23
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
BAB 5
PEMBAHASAN
Pemakaian antibiotik pada bulan Mei 2013 di ICU RSUP Fatmawati
sebanyak 24 antibiotik. Antibiotik yang digunakan terdapat Six Gun antibiotik
(Meropenem, Ceftazidime, Cefepime, Cefoperazone, Imipenem + Cilastatin, dan
Piperacillin + Tazobactam) yang merupakan antibiotik cadangan yang tidak boleh
digunakan tanpa rekomendasi. Pemakaian terbanyak pada bulan Mei adalah
Fluconazole. Six Gun antibiotik yang banyak digunakan bulan Mei 2013 adalah
Meropenem kemudian Ceftazidime.
Pemakaian antibiotik pada bulan Juni 2013 di ICU RSUP Fatmawati
sebanyak 21 antibiotik. Antibiotik yang digunakan terdapat Six Gun antibiotik
(Meropenem, Ceftazidime, Cefepime, Cefoperazone, Imipenem + Cilastatin, dan
Piperacillin + Tazobactam) yang merupakan antibiotik cadangan yang tidak boleh
digunakan tanpa rekomendasi. Pemakaian terbanyak pada bulan Juni adalah
Meropenem. Six Gun antibiotik yang banyak digunakan bulan Mei 2013 adalah
Meropenem
kemudian
Ceftazidime.
Selain
itu
terdapat
Ceftriaxone,
Metronidazole, Azitromycin yang pemakaiannya cukup banyak di bulan ini.
DDD (Defined Daily Dose) antibiotik tinggi apabila dosis antibiotik yang
digunakan besar. Selain itu lama terapi obat yang panjang juga dapat
menyebabkan DDD antibiotik tinggi. Penemuan DDD Six Gun antibiotik yang
cukup tinggi juga diakibatkan resistensi antibiotik yang cukup tinggi di
masyarakat. Hal ini disebabkan penggunaan antibiotika yang tidak tepat lama
terapinya sehingga perlu edukasi yang baik pada masyarakat mengenai
penggunaan antibiotika agar rasional dan tepat.
17
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. DDD Antibiotik Bulan Mei 2013di ruang ICU RSUP Fatmawati tertinggi
adalah Flukonazole.
2. DDD Antibiotik bulan Juni 2013 di ruang ICU RSUP Fatmawati tertinggi
adalah Meropenem.
5.2 Saran
Evaluasi penggunaan antibiotik di ruang ICU RSUP Fatmawati diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan antibiotika berdasarkan diagnosa
agar penggunaan antibiotika tepat dan rasional.
18
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Pedoman
Umum
nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011
Penggunaan
Antibiotika.
Jakarta:
tentang
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit di Rumah Sakit. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
World
Health
Organization.
DDD
Alteration.
December
12th,
2012.
http://www.whocc.no/atc_ddd_index/?code=J02A.
19
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lampiran 1. DDD Antibiotik Mei 2013
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
1
Mamat S
01233665
62
L
2
Hardiman Jumadi
0071027
40
L
Arum Lestari
1233683
24
P
4
Juriah Sutardjo
393304
63
P
5
Tanwin Basri
01234000
58
L
Ceftazidime 2 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Fluconazole 1 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Meropenem 3 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Streptomycin 1 x 750 mg
Ceftriaxime 2 x 2 g
(Ceftriaxone)
Ciprofloxacine
2 x 400 mg
Ethambutol 1 x 750 mg
Rifampicin 1 x 450 mg
Isoniazide 1 x 300 mg
Pyrazinamide 1 x 1 g
Meropenem 3 x 1 g
Ceftazidime 2 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Amikacin 1 x 1 g
6
1.5
0.4
0.4
2
2
0.75
Lama
Terapi
(hari)
5
3
1
2
2
3
3
Lama
Rawat
(hari)
8
4
2
8
4
0.8
2
1.6
3.2
0.75
0.45
0.3
1
1
4
4
1
3
3
3
3
1
1
3
1
2.25
1.35
0.9
3
1
4
12
1
1.875
2.25
3
2
0.5
1
6
1
4
3
2
3
Total
DDD
30
4.5
0.4
0.8
4
6
2.25
7.5
3
2
4
2
3
2.25
4220
UUniversitas Indonesia
3
Nama Obat
Dosis
Sehari
(g)
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
882054
65
P
Jerida Siregar
7
Diah Anggraeni
00679924
41
P
8
Adnan Ahmad J
01227180
49
L
9
Warsad Walim
112316
62
L
10
Supri Arisandi
01230457
37
L
11
Siti Chalifah
01224258
41
P
Meropenem 3 x 1 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Cefriaxone 2 x 1 g
Meropenem 3 x 2 g
Streptomycin 1 x 750 mg
Fosfomycin 2 x 2 g
Metronidazole 2 x 500 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Meropenem 3 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Meropenem 3 x 1 g
Meropenem 3 x 2 g
Gentamycine 1 x 480 mg
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Ceftazidime 3 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftazidime 3 x 2 g
Dosis
Sehari
(g)
3
0.4
1
2
0.75
4
0.5
1.5
6
3
1
6
0.48
0.8
0.4
2
2
6
Lama
Terapi
(hari)
3
2
2
1
1
5
2
4
1
2
1
2
1
1
1
1
1
3
Lama
Rawat
(hari)
3
2
2
8
9
4
Total
DDD
9
0.8
2
2
0.75
20
1
6
6
6
1
12
0.48
0.8
0.4
2
2
18
4.5
4
1
1
0.75
2.5
0.667
4
3
3
0.5
6
2
4
2
0.5
1
4.5
4221
UUniversitas Indonesia
6
Nama Obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
12
Nama Pasien
Sudarmi Ningsih
RM
1228596
Umur
49
Jenis
Kelamin
P
Mutiara Mahdalena
01199546
76
P
14
Wulandari Herman
01230086
19
P
15
Sutinem Mento
01232082
67
P
Ceftazidime 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 200 mg
Fosmidex (Fosfomycin)
2x2g
Amikacin 1 x 1 g
Meropenem 3 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Ceftazidime 3 x 2 g
Amikacin 1 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Streptomycin 1 x 750 mg
Levofloxacine 1 x 750 mg
Meropenem 3 x 2 g
Ethambutol 1 x 1 g
Rifampicin 1 x 450 mg
Pyrazinamide 1 x 1 g
Isoniazide 1 x 300 mg
Ciprofloxacine 2 x 200 mg
Ceftazidime 3 x 2 g
Dosis
Sehari
(g)
6
0.4
Lama
Terapi
(hari)
3
11
Lama
Rawat
(hari)
4
8
12
1
6
3
0.8
6
1
2
0.75
0.75
2
1
0.45
1
0.3
0.4
6
1
2
3
2
6
5
2
2
2
1
2
2
2
2
3
3
26
3
4
Total
DDD
18
4.4
4.5
22
32
4
1
12
9
1.6
36
5
4
1.5
1.5
2
2
0.9
2
0.6
1.2
18
1
6
4.5
8
9
5
2
1.5
3
1
1.667
1.5
1.333
2
2.4
4.5
4222
UUniversitas Indonesia
13
Nama Obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
Heni Larasati
1233354
46
P
17
Neni Irawati
01232082
67
P
18
Atikah H
1228663
55
P
19
Sarifudin Mursyid
00791668
30
L
20
Suryadi Pulan
01225512
55
L
21
Poppy Sukatimah
00812601
79
P
22
Nunung N
01228256
54
P
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Metronidazole 3 x 500 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Ciprofloxacine 2 x 400 mg
Fosfomycin 2 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Ceftazidime 3 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Vancomycine 2 x 1 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Amikacin 1 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Fluconazole 2 x 200 mg
Meropenem 3 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Dosis
Sehari
(g)
2
4
1.5
2
2
0.8
2
4
6
2
3
0.4
0.4
2
1.5
1
2
0.4
3
2
Lama
Terapi
(hari)
3
3
3
2
1
2
1
3
5
2
5
2
6
4
5
2
2
4
4
2
Lama
Rawat
(hari)
5
3
5
11
18
12
5
Total
DDD
6
12
4.5
4
2
1.6
2
12
30
4
15
0.8
2.4
8
7.5
2
4
1.6
12
4
3
6
3
2
1
3.2
0.25
6
7.5
2
7.5
4
12
4
5
2
2
8
6
2
4223
UUniversitas Indonesia
16
Nama Obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis Kelamin
Matridi Nizam
01228331
54
L
24
25
Arti Kartawi
Arti Kartawi
1219291
1219291
44
44
P
P
26
Baharudin
853845
65
L
27
28
Hartawan Marsil
AlimahRudi
1230181
420000
59
73
L
P
29
Shedys Afondus
1228614
42
L
30
Dede Budi Ningsih
01226937
35
P
Ceftriaxone 1 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Meropenem 3 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Amikacin 1 x 1.8 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Lacedim (Ceftazidime) 3 x 1 g
Ethambutol 1 x 1 g
Ofloxacin 1 x 400 mg
Ceftriaxone 3 x 2 g
Isoniazide 1 x 300 mg
Levofloxacine 1 x 500 mg
Rifampicin 1 x 300 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Levofloxacine 1 x 500 mg
Ceftriaxone 3 x 1 g
Dosis
Sehari
(g)
2
0.4
0.4
1
2
4
4
1.8
2
3
1
0.4
6
0.3
0.5
0.3
2
0.5
2
Lama
Terapi
(hari)
4
1
4
1
2
4
1
1
1
4
1
1
2
1
1
1
1
1
2
Lama
Rawat
(hari)
11
3
12
2
1
5
3
3
Total
DDD
8
0.4
1.6
1
4
16
4
1.8
2
12
1
0.4
12
0.3
0.5
0.3
2
0.5
4
4
2
8
0.5
2
8
2
1.8
1
3
0.833
1
6
1
1
0.5
1
1
2
4224
UUniversitas Indonesia
23
Nama Obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
Mad Soleh
01225098
57
L
32
Apriani Siti Rahmawati
01221390
24
P
33
Luwis Rahadi
01231604
27
L
34
Gunarti
01223553
48
P
35
Siti Aisah
01043231
57
P
36
Apriansah Ali
012305234
20
L
Cefepime 3 x 2 g
Meropenem 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Amikacin 1 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Hypobhac 2 x 1 g
(Netilmicin Sulfate)
Ceftazidime 2 x 2 g
Kemicetine (Chloramphenicol)
4x1g
Ceftazidime 3 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Fosmycin (Fosfomycin) 2 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Metronidazole 3 x 500 mg
Ceftazidime 3 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Streptomycin 1 x 750 mg
Meropenem 3 x 1 g
Rifampicin 1 x 450 mg
Isoniazide 1 x 300 mg
Ethambutol 1 x 1 g
Dosis
Sehari
(g)
4
2
0.8
1
2
2
Lama
Terapi
(hari)
2
1
2
1
2
3
4
6
4
4
6
1.5
4
2
0.5
2
1
0.75
3
0.45
0.3
1
3
4
3
1
1
1
2
4
5
4
4
4
Lama
Rawat
(hari)
2
3
6
8
2
6
Total
DDD
8
2
1.6
1
4
6
4
1
8
1
2
17.14
24
6
16
5.333
18
6
12
2
0.5
2
2
3
15
1.8
1.2
4
4.5
4
1.5
1
0.333
0.5
1
3
7.5
3
4
3.333
4225
UUniversitas Indonesia
31
Nama Obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
Nama Obat
37
Rosiva Helmi
01232610
43
P
Ceftriaxone 1 x 2 g
Rifampicin 1 x 450 mg
Isoniazide 1 x 300 mg
Ceftazidime 3 x 2 g
38
Nani Muhani Al
Hadad
01235209
61
P
Meropenem 3 x 1 g
Supartinah Padi S
01179208
59
P
40
Idris Sapei
01218447
21
L
41
Syahrial Nasution
1230182
62
L
42
Marzuki M
00591140
58
L
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lama
Terapi
(hari)
1
5
5
4
Lama
Rawat
(hari)
Total
DDD
5
2
2.25
1.5
24
1
3.75
5
6
3
5
5
15
7.5
4
0.75
6
0.8
0.4
2
0.225
0.45
1.2
0.725
2
6
1
1.5
4
4
6
3
1
2
2
2
2
2
2
1
7
3
3
4
16
4.5
18
0.8
0.8
4
0.45
0.9
2.4
1.45
2
42
3
4.5
16
8
9
9
4
4
2
1.5
1.5
1.6
1.208
1
21
3
3
2
7
3
8
4
4226
UUniversitas Indonesia
39
Ceftriaxone 2 x 2 g
Levofloxacine 1 x 750 mg
Meropenem 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Isoniazide 1 x 225 mg
Rifampicin 1 x 450 mg
Pyrazinamide 1 x 1.2 g
Ethambutol 1 x 725 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Meropenem 3 x 2 g
Amikacin 1 x 1 g
Metronidazole 3 x 500 mg
Fosmycin (Fosfomycin) 2 x 2 g
Dosis
Sehari
(g)
2
0.45
0.3
6
(Lanjutan)
RM
Umur
Jenis
Kelamin
Mangasa
Siregar
01230489
64
L
Muhajir Zubaidi
01228354
25
L
No
Nama Pasien
43
44
Sri Tusini
Christina M
01231760
1208280
30
27
P
P
47
Rusdiyanto
1231186
40
L
Ceftriaxone 1 x 2 g
Levofloxacine 1 x 750 mg
Ceftazidime 3 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fosmydex (Fosfomycin)
2x2g
Fluconazole 2 x 200 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftazidime 3 x 2 g
Amikacin 1 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Levofloxacine 2 x 500 mg
Levofloxacine 1 x 1 g
Ceftazidime 3 x 1 g
Metronidazole 3 x 1 g
Metronidazole 1 x 2 g
Metronidazole 1 x 1 g
Fluconazole 2 x 200 mg
Dosis
Sehari
(g)
2
0.75
6
2
3
0.8
Lama
Terapi
(hari)
1
1
1
1
3
1
4
8
0.4
1.5
6
1
2
2
2
1
1
3
3
2
1
0.4
13
6
1
8
1
3
6
3
1
5
1
1
3
4
Lama
Rawat
(hari)
1
14
2
3
12
Total
DDD
2
0.75
6
2
9
0.8
1
1.5
1.5
1
4.5
4
32
4
5.2
9
6
8
2
6
12
3
1
15
3
2
3
1.6
26
6
1.5
8
1
3
6
6
2
3.75
2
1.333
2
8
4227
UUniversitas Indonesia
45
46
Nama Obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
48
Adriyanto Adnan
1234661
19
L
49
Abdul Rohim
1133550
48
L
50
Iwan Novianto
1229983
42
L
51
Demy Nugrahani
01226485
21
P
UUniversitas Indonesia
52
Yayah Rohaedi
53
Dr Trisnawati Isa
54
Dwi Ningsih
01233236
41
P
193590
80
P
00139890
48
P
Nama Obat
Meropenem 3 x 1 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Ceftazidime 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Meropenem 3 x 1 g
Amikacin 1 x 1 g
Levofloxacine 1 x 1 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Vancomycine 2 x 1 g
Fosmydex (Fosfomycin)
2x1g
Meropenem 3 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Metronidazole 3 x 500 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftazidime 3 x 2 g
Levofloxacine 1 x 500 mg
Meropenem 3 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Dosis
Sehari
(g)
3
1.5
2
4
6
0.8
0.4
3
1
1
4
2
Lama
Terapi
(hari)
6
6
2
3
2
1
14
9
3
7
2
1
2
6
2
1.5
1.5
6
0.5
3
2
Lama
Rawat
(hari)
Total
DDD
18
9
4
12
12
0.8
5.6
27
3
7
8
2
9
6
2
6
3
4
28
13.5
3
14
4
1
8
16
2
4
1
1
2
2
1
2
1
24
2
1.5
3
12
0.5
6
2
12
1
1
2
3
1
3
1
6
2
18
13
7
2
1
4228
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
55
Wiwin Novita
1236020
35
P
56
Tunem Muchtar
01235728
73
P
57
Sumarsih K
1214644
61
P
58
Purwati Kustomo
01234659
42
P
Sujitno S
60
61
36744
54
L
Wulan Winarni
1231839
26
P
Sukarno Tahir
01230025
51
L
Ceftriaxone 1 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftazidime 3 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Gentamycine 1 x 1.6 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Amoxiclav (Amoxicillin +
Asam klavulanat) 3 x 625 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Metronidazole 3 x 500 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Meropenem 3 x 2 g
Amikacin 1 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Lama
Terapi
(hari)
1
1
3
1
1
2
2
1.875
1
2
3
2
1.5
1.5
6
1
2
4
3
0.8
0.4
1
1
2
1
1
5
3
1
2
2
1
1
Lama
Rawat
(hari)
1
3
3
3
2
6
4
Total
DDD
2
1.5
9
2
4
3.2
4
1
1
2.25
1
2
13.33
2
1.88
0.625
2
3
4
1.5
1.5
30
3
2
8
6
0.8
0.4
1
1.5
2
1
1
15
3
1
4
3
4
2
4229
UUniversitas Indonesia
59
Nama Obat
Dosis
Sehari
(g)
2
1.5
3
2
4
1.6
2
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
Namah Icung
1219110
66
P
63
Edy Sutisna
1233523
58
L
64
Dahlan Saputra
1110855
27
L
65
Hj Siah
01226309
83
P
66
Suparlan Sukar
1052317
54
L
67
Sri Rusparyati
1217942
58
P
68
Octania Budi
1221871
24
P
Ceftriaxone 1 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Meropenem 3 x 2 g
Erythromycin 3 x 500 mg
Ronem (Meropenem) 3 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Meropenem 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 200 mg
Levofloxacine 1 x 1 g
Amoxiclav (Amoxicillin +
Asam klavulanat) 3 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Gentamycine 2 x 80 mg
Ceftazidime 3 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Metronidazole 3 x 500 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Meropenem 3 x 1 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Dosis
Sehari
(g)
2
1.5
0.8
6
1.5
3
2
6
0.4
1
Lama
Terapi
(hari)
5
2
1
1
1
1
1
5
5
1
Lama
Rawat
(hari)
3
2
2
2
0.16
6
2
1.5
1.5
3
0.8
0.4
1
1
4
2
2
7
10
2
4
6
2
5
1
4
13
Total
DDD
10
3
0.8
6
1.5
3
2
30
2
1
5
2
4
3
1.5
1.5
1
15
10
2
6
2
2
0.16
24
4
3
10.5
30
1.6
1.6
1
0.667
6
2
2
7
15
8
8
30
UUniversitas Indonesia
62
Nama Obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
69
Rinawati
Suparijunto
1227692
36
P
70
71
72
73
Wilham Pratama
Sidah Ajat
Kusnijah S
Sumini Supriyadi
1230897
1226740
1229032
1228594
L
L
P
P
74
Ratu Sumiatini
00144013
14
34
81
45
53
75
Sugiarti Eddy
0132405
60
P
P
Fyrlanda Septian
1233714
30
P
77
Lia Nuraini
01199945
14
P
Ceftriaxone 2 x 2 g
Gentamycine 2 x 80 mg
Ceftazidime 3 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftriaxone 2 x 1 g
Fosmycin (Fosfomycin) 2 x 2 g
Levofloxacine 1 x 500 mg
Ceftriaxone 2 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Cefoperazone Sulbactame
2x2g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Meropenem 3 x 1 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Meropenem 3 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 1 g
Dosis
Sehari
(g)
2
0.16
6
1.5
2
4
0.5
4
2
4
Lama
Terapi
(hari)
2
4
2
1
2
2
1
2
1
2
4
3
1.5
1.5
3
0.4
0.4
6
2
1
2
3
1
3
2
3
Lama
Rawat
(hari)
4
2
2
1
3
3
3
6
3
Total
DDD
4
0.64
12
1.5
4
8
0.5
8
2
8
2
2.667
3
1
2
1
1
4
1
4
12
3
1.5
3
9
0.4
1.2
12
6
1
2
4.5
2
6
6
3
31
UUniversitas Indonesia
76
Nama Obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
78
Nama Pasien
Ahmad Saich
RM
1235345
Umur
77
Jenis
Kelamin
L
Nama Obat
Dosis
Lama
Lama
Sehari
(g)
Terapi
Rawat
(hari)
4
Ceftriaxone 2 x 2 g
2
(hari)
1
Meropenem 3 x 1 g
3
3
0.4
2
Fluconazole 2 x 400 mg
Total
DDD
2
1
9
4.5
0.8
4
79
Siti Mulya
1201172
35
P
Ceftriaxone 1 x 2 g
2
4
5
8
4
80
Apid Adung
1233644
30
L
Ceftriaxone 1 x 2 g
2
2
4
4
2
81
M Berliana S
01231415
53
P
82
Zam Zam Sani
01069153
70
L
83
Tjen Jin Kian
01215673
01215369
49
60
P
P
Gentamycine 2 x 80 mg
Ceftriaxone 2 x 2 g
Gentamycine 2 x 80 mg
Ceftazidime 2 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Mycamine (Micafungine)
1 x 100 mg
Mycamine (Micafungine)
2 x 50 mg
Meropenem 3 x 1 g
2
2
0.16
2
4
3
0.16
3
4
4
1.5
2
0.1
1
0.1
2
3
4
2
3
8
4
4
0.5
0.32
1.333
12
6
0.48
2
16
4
3
2
0.1
1
0.2
2
12
6
32
UUniversitas Indonesia
84
Kasmini Pujiono
Fosfomycin 2 x 1 g
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lampiran 2. DDD Antibiotik Juni 2013
No
Nama Pasien
Umur
Jenis
Kelamin
Nama Obat
Dosis
Sehari
(g)
Lacedim (Ceftazidime) 2 x 1 g
Ceftazidime 2 x 1 g
Metronidazole 3 x 500 mg
Ceftazidime 3 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Gentamycine 2 x 80 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Cefxon (Ceftriaxone) 1 x 2 g
Ciprofloxacin 2 x 400 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Meropenem 3 x 2 g
Flucan (Fluconazole) 1 x 400 mg
Diflucan (Fluconazole) 2 x 200 mg
Ceftriaxone 2 x 2 g
Levofloxacine 1 x 1 g
Amikacin 1 x 1 g
Levofloxacine 2 x 500 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
2
2
1.5
6
1.5
4
0.16
1.5
2
0.8
2
0.8
2
4
2
1.5
6
0.4
0.4
4
1
1
1
2
1
Kasminah Warno
1218729
52
P
2
Hamim Suhi
01241043
59
L
3
Yaya Sunarya
1217087
62
L
4
Abdul Gani
1235320
25
L
5
Supriyanto
1236994
38
L
6
Wastinah
1238416
60
P
7
Ngaliman Ahmad S
1234167
42
L
8
Widia Indah
1238595
17
P
Lama
Terapi
(hari)
3
2
1
3
3
6
6
3
4
3
7
5
2
3
1
1
8
1
11
2
3
5
2
3
Lama
Rawat
(hari)
3
4
5
6
7
6
20
3
Total
DDD
6
4
1.5
18
4.5
24
0.96
4.5
8
2.4
14
4
4
12
2
1.5
48
0.4
4.4
8
3
5
2
6
1.5
1
1
4.5
3
12
4
3
4
4.8
7
20
2
6
1
1
24
2
22
4
6
5
4
3
33
UUniversitas Indonesia
RM
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
9
Nama Pasien
Supriyadi
RM
1246192
Umur
36
Jenis
Kelamin
L
Tasriah
1232152
31
P
11
Muh Soefi
840521
27
L
12
Nurnas Agus Rizal
00542451
36
P
13
Sri Wahyuni
1003440
18
P
14
Wijaya Tukimin
1237361
49
L
15
Juriah Sutarjo
0039330
63
P
16
Ninik Ellya
01238569
55
P
17
Kotong Syafei
881837
74
L
18
Maryohan
012384
65
L
Ceftriaxone 1 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Renator (Ciprofloxacin)
2 x 400 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftazidime 3 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ronem (Meropenem) 3 x 1 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Meropenem 3 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Fluconazole 2 x 200 mg
Ceftazidime 2 x 1 g
Meronem (Meropenem) 3 x 1 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Ceftriaxone 2 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Meropenem 3 x 2 g
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Dosis
Sehari
(g)
2
1.5
Lama
Terapi
(hari)
7
7
0.8
6
2
6
1.5
2
4
2
3
0.8
6
2
4
0.4
2
3
1.5
0.8
0.4
4
2
6
4
5
1
1
3
3
2
1
2
1
3
3
5
4
3
2
1
2
2
2
Lama
Rawat
(hari)
7
4
5
4
4
6
4
5
2
2
Total
DDD
14
10.5
7
7
4.8
9.6
8
30
1.5
2
12
6
6
0.8
12
2
12
1.2
10
12
4.5
1.6
0.4
8
4
12
4
7.5
1
1
6
3
3
4
6
1
6
6
2.5
6
3
8
2
4
2
6
4234
UUniversitas Indonesia
10
Nama Obat
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
Tuminah
140234
62
P
20
Umi Kulsum
1239575
55
P
21
22
23
Siti Mufrodah
Ibnu Bayu Ardi
Prof Dr Muhajir
00740938
328313
00784278
35
23
82
P
L
L
24
Sadiyah Dadang
1236030
58
P
25
Sri Utami
1232637
55
P
26
Harris Munandar
1238483
74
L
27
Muhyar Herman
1240863
15
L
28
Tatin W
1239164
46
P
Ceftriaxone 1 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Meropenem 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Ceftriaxone 2 x 2 g
Trijec (Ceftriaxone) 2 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Lapirom (Cefpirome) 2 x 1 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Meropenem 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Penemac (Meropenem) 3 x 1 g
Levofloxacine 1 x 750 mg
Ceftazidime 3 x 1 g
Fluconazole 1 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Ronem (Meropenem) 3 x 1 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Meropenem 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Dosis
Sehari
(g)
2
3
6
0.8
4
4
2
2
4
6
0.8
2
3
0.75
3
0.4
0.4
3
1.5
2
3
6
0.8
1.5
Lama
Terapi
(hari)
4
7
2
2
4
2
2
2
4
7
6
3
4
4
2
1
6
6
6
5
1
6
2
1
Lama
Rawat
(hari)
11
5
2
2
2
11
7
10
7
7
Total
DDD
8
21
12
1.6
16
8
4
4
16
42
4.8
6
12
3
6
0.4
2.4
18
9
10
3
36
1.6
1.5
4
10.5
6
8
8
4
2
1
8
21
24
3
6
6
1.5
2
12
9
6
5
1.5
18
8
1
4235
UUniversitas Indonesia
19
Nama Obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
UUniversitas Indonesia
RM
Umur
Jenis
Kelamin
Kusmono Tamidjo
1206586
30
L
30
Tasmoro B Tardjo
1238027
19
L
31
32
Hadimulyo Harjosasmito
Marlis Darama
00254841
00214365
62
72
L
L
33
Tariah
01235537
52
P
34
Fahmi Tarisin
1036340
63
L
No
Nama Pasien
29
Nama Obat
Ceftazidime 2 x 1 g
Ceftazidime 3 x 1 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Metronidazole 3 x 500 mg
Ceftriaxone 2 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Meropenem 3 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 3 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Levofloxacine 1 x 750 mg
Levofloxacine 1 x 500 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Fluconazole 2 x 200 mg
Fluconazole 2 x 400 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Isoniazide 1 x 300 mg
Rifampicin 1 x 450 mg
Pyrazinamide 1 x 1 g
Levofloxacine 1 x 1 g
Ethambutol 1 x 750 mg
Streptomycine 1 x 750 mg
Meropenem 3 x 1 g
Dosis
Sehari
(g)
2
3
1.5
2
1.5
4
1.5
6
2
3
2
0.75
0.5
1.5
0.4
0.8
1.5
0.3
0.45
1
1
0.75
0.75
3
Lama
Terapi
(hari)
1
5
4
1
2
2
2
2
3
2
3
2
3
4
7
1
6
6
6
6
3
4
2
5
Lama
Rawat
(hari)
6
2
2
3
5
11
Total
DDD
2
15
6
2
3
8
3
12
6
6
6
1.5
1.5
6
2.8
0.8
9
1.8
2.7
6
3
3
1.5
15
0.5
3.75
4
1
2
4
2
6
3
3
3
3
3
4
14
4
6
6
4.5
4
6
2.5
1.5
7.5
4236
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
UUniversitas Indonesia
RM
Umur
Jenis
Kelamin
Nama Obat
Fosmycine (Fosfomycine) 2 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Meropenem 3 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Meropenem 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Meropenem 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Ceftazidime 3 x 1 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
35
36
Harry Suharto
Nurul Inayah
1194807
01227890
57
19
L
P
37
Sumiati Sarmin
1239934
18
P
38
Ika Prihatini
1238615
28
P
39
Bona H Maja
1238947
47
P
40
Bahtiar B B S Kayo
855940
63
L
41
Hasan Al Kaff
1237104
70
L
42
Linawati Tulot
1239920
75
P
43
Casminah Dulyamin
1237383
57
L
44
Barkah M Iwan
1235237
64
L
45
46
Paino Sahid
Rukiyah Usu P
01238367
01222938
67
48
L
P
47
Sustarti
1237242
67
P
Dosis
Sehari
(g)
2
2
2
1.5
2
0.8
6
4
6
0.8
6
0.8
3
0.8
0.4
2
3
2
2
2
2
4
3
Lama
Terapi
(hari)
3
3
2
2
4
2
2
2
5
1
1
1
5
2
2
4
4
2
2
3
4
2
4
Lama
Rawat
(hari)
3
3
2
6
2
5
1
5
8
3
3
4
4
Total
DDD
6
6
4
3
8
1.6
12
8
30
0.8
6
0.8
15
1.6
0.8
8
12
4
4
6
8
8
12
0.75
3
2
2
4
8
6
4
15
4
3
4
3.75
8
4
4
6
2
2
3
4
4
6
4237
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
UUniversitas Indonesia
48
Muchtar Efendi
01221608
60
L
49
Aming Supriyadi
1235326
71
L
50
Abdul Rohman
1228358
49
L
51
Abdul Rohim
1236177
60
L
52
Argani Aip
01238625
56
L
53
Rika Tarmini
1238922
37
P
54
Saman Nirin
01193138
72
L
55
Emiatun Tukirin
850372
51
P
56
Mantik Manamt
1233638
52
P
Nama Obat
Dosis
Sehari
(g)
Meropenem 3 x 2 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Fosmycine (Fosfomycine) 2 x 2 g
Mycamine (Micafungine) 2 x 50 mg
Meronem (Meropenem) 3 x 1 g
Fluconazole 1 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Ciprofloxacine 2 x 400 mg
Fosmycine (Fosfomycine) 2 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftazidime 3 x 1 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Gentamycine 2 x 80 mg
Ethambutol 1 x 1000 mg
Rifampicin 1 x 450 mg
Isoniazide 1 x 300 mg
Pyrazinamide 1 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ofloxacin 1 x 400 mg
Isoniazide 1 x 400 mg
Ethambutol 2 x 500 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
6
1.5
4
0.1
3
0.8
0.4
0.8
4
2
3
1.5
2
0.16
1
0.45
0.3
1
2
2
0.4
0.4
1
2
Lama
Terapi
(hari)
5
4
6
4
7
1
6
4
2
4
5
8
2
2
1
1
1
1
3
3
3
3
3
2
Lama
Rawat
(hari)
6
6
7
2
9
2
4
4
2
Total
DDD
30
6
24
0.4
21
0.8
2.4
3.2
8
8
15
12
4
0.32
1
0.45
0.3
1
6
6
1.2
1.2
3
4
15
4
3
4
10.5
4
12
6.4
1
4
3.75
8
2
1.333
0.833
0.75
1
0.667
3
3
3
4
2.5
2
4238
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
Sukirman
289281
43
L
58
Nunuk Sudarmi
1239528
63
P
59
Yusuf Maulana
1228492
39
L
60
Hasan Basri
725295
58
L
61
Partini Slamet
1235316
47
P
62
63
Hendra Mustari
Soedarto Wiro
01198009
88316
45
83
L
L
64
Abdul Rohim
1133550
49
L
65
Suwandi Sakib
0123990
34
L
Dosis
Sehari
(g)
Ceftriaxone 2 x 2 g
Ceftriaxone 3 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Meropenem 3 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Amikacin 1 x 1 g
Fosmydex (Fosfomycine) 2 x 2 g
Vancomycine 2 x 1 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Levofloxacine 1 x 500 mg
Meropenem 3 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftazidime 3 x 2 g
Ronem (Meropenem) 3 x 1 g
Meropenem 3 x 2 g
Ceftriaxone 1 x 2 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Meropenem 3 x 1 g
4
6
3
6
0.8
0.4
1
4
2
2
0.5
6
3
1.5
6
3
6
2
4
3
Lama
Terapi
(hari)
3
1
2
8
1
13
8
6
5
2
2
1
2
1
3
3
2
1
4
1
Lama
Rawat
(hari)
4
2
20
3
2
3
3
2
4
Total
DDD
12
6
6
48
0.8
5.2
8
24
10
4
1
6
6
1.5
18
9
12
2
16
3
6
3
3
24
4
26
8
3
5
2
2
3
3
1
4.5
4.5
6
1
8
1.5
4239
UUniversitas Indonesia
57
Nama Obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
No
Nama Pasien
RM
Umur
Jenis
Kelamin
66
Sardjiman
Prawirodihardjo
1241064
76
L
67
Muhammad Galantra
01237044
10
L
68
Rasmani Salam
01236027
55
L
69
Husenuddin
1239156
45
L
Nama Obat
Lama
Terapi
(hari)
1
3
2
6
5
3
4
2
8
9
1
5
1
1
12
6
6
4
Lama
Rawat
(hari)
7
5
15
17
Total
DDD
2
18
3
9
30
5.4
8
12
8
36
0.8
2
2
1.5
18
24
2.4
3.2
1
36
2
6
15
1.35
4
6
8
4.5
4
10
1
1
12
12
10
6.4
40
UUniversitas Indonesia
Ceftriaxone 1 x 2 g
Zycin (Azithromycine) 4 x 1.5 g
Metronidazole 3 x 500 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Meropenem 3 x 2 g
Cefotaxime 3 x 600 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Meropenem 3 x 2 g
Amikacin 1 x 1 g
Fosmydex (Fosfomycine) 2 x 2 g
Fluconazole 2 x 400 mg
Fluconazole 2 x 200 mg
Ceftriaxone 1 x 2 g
Metronidazole 3 x 500 mg
Metronidazole 1 x 1.5 g
Ceftriaxone 2 x 2 g
Gentamycine 1 x 400 mg
Ciprofloxacine 2 x 400 mg
Dosis
Sehari
(g)
2
6
1.5
1.5
6
1.8
2
6
1
4
0.8
0.4
2
1.5
1.5
4
0.4
0.8
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lampiran 3. Grafik Rekapitulasi DDD Antibiotik Mei 2013 di ruang ICU RSUP Fatmawati
Nilai DDD Antibiotik
DDD ANTIBIOTIK MEI 2013
60
50
40
30
DDD
20
10
0
4241
UUniversitas Indonesia
Antibiotik
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lampiran 4. Grafik Rekapitulasi DDD Antibiotik Juni 2013 di ruang ICU RSUP Fatmawati
DDD ANTIBIOTIK JUNI 2013
70
Nilai DDD Antibiotik
60
50
DDD
40
30
20
10
0
4242
UUniversitas Indonesia
Antibiotik
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Download