BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ginjal merupakan organ

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ginjal merupakan organ berpasangan bagian dari sistem urinari yang
berbentuk menyerupai kacang yang bertugas menyaring darah; reabsorbsi nutrien
dan mengekskresikan sisa metabolisme; regulasi ion, garam, dan konsentrasi
cairan; dan memproduksi renin dan eritropoeitin (Paulsen, 2000). Ginjal
merupakan organ yang terletak retroperitoneal terhadap otot lumbal, tergantung
pada dorsal abdomen (Verlander, 2006).
Paracetamol (nama Internasional yang digunakan di Eropa) dan
acetaminophen (nama Internasional yang digunakan di Amerika) merupakan
nama resmi yang sama dari senyawa kimia N-acetyl-para-aminophenol dan Nacetyl-para-aminophenol (Bebenista dan Nowak, 2014). Paracetamol merupakan
salah satu obat popular dan paling sering digunakan sebagai analgesik dan
antipiretik yang tersedia tanpa resep, baik dalam mono maupun multi komponen
(Bebenista dan Nowak, 2014). Paracetamol merupakan metabolit aktif fenasetin
yang disebut sebagai analgesik coal tar. Paracetamol digunakan sebagai pengganti
aspirin yang efektif sebagai obat analgesik dan antipiretik pada umumnya, namun
aktivitas anti radang paracetamol lemah sehingga kurang tepat untuk digunakan
sebagai anti-inflamasi (Hardman dan Limbird, 2003; Algren, 2008).
1
2
Paracetamol merupakan obat analgesic Non Steroid Anti- Inflamatory
Drugs (NSAID) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin, terutama di
sistem saraf pusat. Paracetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan dengan
kadar puncak dicapai dalam waktu 30- 60 menit dengan waktu paruh 2 jam
(Darsono, 2002). Paracetamol terdistribusi relatif seragam dalam cairan tubuh.
Sebagian kecil paracetamol mengalami N- hidroksilasi dengan perantara sitokrom
P450 membentuk N-asetil-benzokuinonemin. Metabolit ini biasanya bereaksi
dengan gugus sulfihidril pada glutation. Pada keadaan normal, metabolit akan
dieliminasi melalui konjugasi dengan glutation (GSH) dan dimetabolisme lebih
lanjut menjadi asam merkapturat dan diekskresikan dalam urin. Pada kasus
overdosis, kadar GSH dalam hati rendah dan mampu menyebabkan sel- sel hati
cenderung
rentan
terhadap
cedera
oleh
antioksidan.
Minimnya
GSH
memungkinkan senyawa antara yang reaktif terikat secara kovalen pada
makromolekul sel dan menyebabkan disfungsi berbagai sistem enzim (Hardman
dan Limbird, 2003).
Paracetamol merupakan contoh kasus dose-dependent yang baik.
Paracetamol dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan ginjal. Paracetamol
tidak mempengaruhi kadar asam urat dan sifat platelet- inhibiting. Dalam dosis
terapi, peningkatan enzim hepatik terjadi tanda adanya gejala jaundice yang
bersifat reversible. Paracetamol tidak mengiritasi lambung maupun mengganggu
koagulasi darah, namun pada dosis besar paracetamol dapat menimbulkan resiko
gangguan pencernaan bagian atas.
3
Pada penelitian Varghese et al. (2013), paracetamol dengan dosis 750 mg/
kg BB menyebabkan distensi pada kapsula Bowman dan degenerasi tubulus.
Paracetamol dengan dosis 3000 mg/kg BB dapat menyebabkan kematian akibat
kerusakan hati akibat nekrosis sentralobular yang kadang disertai dengan nekrosis
akut pada tubulus renalis. (Battal, et al., 2013; Katzung, 2004).
Menurut BPOM (2006), dosis lethal paracetamol pada mencit adalah 2400
mg/kg BB yang menimbulkan hepatotoksik dan diikuti oleh kerusakan beberapa
organ lainnya, seperti ginjal (Katzung, 1998). Penelitian ini, akan mengevaluasi
efek paracetamol berbagai dosis (750 mg/kg BB; 1500 km/kg BB; 3000 mg/kg
BB) terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus Wistar dam dosis yang
menyebabkan kerusakan terberat pada ginjal.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pemberian paracetamol dengan berbagai dosis terhadap perubahan
gambaran histopatologis ginjal.
2. Mengetahui dosis paracetamol yang menyebabkan kerusakan terberat pada
ginjal.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi
perubahan histopatologis ginjal terhadap pemberian dosis tunggal paracetamol
dan dosis yang menyebabkan kerusakan terberat pada ginjal.
Download