JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) Volume 16, No. 2, Juli - Desember (Semester II) 2016, Halaman 237-246 KEWIRAUSAHAAN MANDIRI PEREMPUAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN FILOSOFI HINDU DI BALI ABSTRACT Made Wahyu Adhiputra Fakultas Ekonomi, Universitas Mahendradatta, Bali The topic focus on human resource development by education and entrepreneur training based on potention and local wisdom in pushing the gender equele and empowerment of women according the third aspec of MDGs. The aim of this research are : (1) to identify the necessary and local potention which use indenpenden effort for woman in Bali Province in acceleration of economic development. (2) To make design enterpreneur training model for woman based on local wisdom and can be use as acceleration of economic development in Bali Province. This result showed that 1) Many effort based on local potential spreedheaded by woman, can be developed in the area of economic acceleration. 2) Indigenous woment have Bali in entrepreneurship that “‘’bani meli bani ngadep’’. This sentence means “brave dare buy sell”. Based on Hinduism philosophy: Tri Hita Karana (Three Holy Deeds) which focusing on the balance of good relation between human and God, among human, and human with their surrounding or environment. Informasi Artikel Riwayat Artikel Diterima tanggal 15 Agustus 2016 Direvisi tanggal 25 September 2016 Disetujui tanggal 10 November 2016 Klasifikasi JEL M14 Kata Kunci Enterpreneur, Gender Local Wisdom. DOI 10.17970/jrem.16.160206.ID PENDAHULUAN Dalam waktu beberapa bulan lagi negara-negara ASEAN akan menghadapi fase baru dalam ekonomi global, Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN melakukan upaya-upaya persiapan yang tentunya seiring dengan rekomendasi dan pilar Asean Economic Comunity (AEC) 2015. Asean Economic Community (AEC), telah disepakati oleh negara anggota ASEAN dalam Bali Concord II tahun 2003. AEC merupakan salah satu tujuan integrasi ekonomi regional pada tahun 2015. Asean Economic Community (AEC) merupakan agenda bersama negaranegara ASEAN dengan tujuan menjadikan ASEAN sebagai: 1) pasar dan basis produksi tunggal, 2) kawasan ekonomi yang kompetitif, 3) wilayah pengembangan ekonomi yang merata, dan 4) daerah sepenuhnya terintegrasi ke dalam ekonomi global. Mulai tahun 2015 memiliki masalah dan tantangan tersendiri 237 Made Wahyu Adhiputra : Kewirausahaan Mandiri Perempuan Berbasis ..... bagi negara-negara Asia Tenggara. Sebagai konsep integrasi ekonomi ASEAN, Asean Economic Community (AEC) akan menjadi babak baru dimulainya hubungan antarnegara ASEAN sebagai single market dan single production base meliputi free trade area, penghilangan tariff perdagangan antar negara ASEAN, pasar tenaga kerja dan modal yang bebas, serta kemudahan arus keluar-masuk prosedur antarnegara ASEAN. MelaluiAsean Economic Community (AEC) ini juga, ASEAN akan mengukuhkan ekonomi yang berbasis kesejahteraan. Untuk mencapai semuanya itu, Indonesia harus mulai menyiapkan strategi agar mampu bersaing di pasar bebas dengan negara lain.Konsep utama dari AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Secara garis besar langkah yang harus dilakukan oleh Indonesia antara lain dengan pembenahan sektor-sektor potensial strategis yang terkait implementasi perwujudan AEC. Kehadiran AEC kita terima sebagai kenyataan yang tak terhindarkan lagi, dalam konsep ini hanya produsen yang efisien dan pasar oligopoli yang terujud secara alamiahlah yang bisa dan dapat bertahan. Bagi para konsumen dan proses produksi secara keseluruhan kecenderungan AEC ini merupakan kabar yang menggembirakan. Salah satu langkah strategis dalam menyongsong globalisasi tersebut diantaranya peningkatan daya saing, mewujudkan kawasan ekonomi yang berdaya saing dan pertumbuhan ekonomi yang merata. Terhadap berbagai upaya yang dilakukan dalam mencapai tujuan AEC ini memunculkan pertanyaan bagaimanakah pengembangan sumberdaya manusia sehingga punya makna yang strategis dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di Propinsi Bali ?. Fokus kajian ini terletak pada pengembangan sumberdaya manusia melalui pendidikan dan latihan kewirausahaan berbasis potensi dan kearifan lokal. Pelatihan kewirausahaan perempuan berbasis kearifan lokal, merupakan pendekatan yang signifikan dalam usaha mencapai sasaran aspek ke tiga dari MDGs yaitu, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Pendidikan masyarakat merupakan suatu proses yang diwujudkan secara terpadu dengan upaya untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan budaya penduduk setempat yang lebih bermanfaat dalam memberdayakan masyarakat (Dikmas 2010). Dengan pendidikan dalam teori human capital orang dapat berinvestasi untuk meningkatkan kondisi sosial ekonominya. Pelatihan kewirausahaan bagi perempuan berbasis kearifan lokal di Bali bertujuan untuk pengembangan usaha ekonomi yang dilakukan oleh perempuan berdasarkan pada kreativitas, ketrampilan dan bakat individu dengan memanfaatkan potensi- potensi lokal yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat setempat, sebagai kontribusi perempuan dalam percepatan pembangunan di propinsi Bali. Pariwisata sangat berperan dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai penghasil devisa, meratakan dan meningkatkan kesempatan kerja serta pendapatan masyarakat. Pajak pembangunan yang diperoleh dari sektor kepariwisataan telah terbukti menjadi tumpuan utama dalam pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini mendorong untuk membuka kawasan pariwisata agar dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Dengan demikian jelas bahwa pariwisata mempunyai keterkaitan dengan pembangunan sektor lain. Mengingat pembangunan pada hakekatnya adalah pemanfaatan sumber daya 238 JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) untuk meningkatkan kesejahteraan, maka pembangunan pariwisata merupakan salah satu usaha untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Bali merupakan wilayah potensial yang mampu melahirkan tenaga-tenaga pengusaha perempuan kreatif, yang juga didukung pesona kearifan lokal dan telah terbukti disukai wisatawan mancanegara. Maka dari itu, selain sektor pariwisata, industri/ ekonomi kreatif merupakan sektor potensial yang dapat berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi termasuk, penciptaan lapangan kerja di Bali. Sebagai gambaran, subsektor industri/ekonomi kreatif yakni kerajinan, pada 2013 berkontribusi untuk devisa negara sebesar 200,66 juta dolar AS, berdasarkan data pemerintah provinsi Bali. Ekspor produk kerajinan itu berkontribusi sebesar 41,23 persen dari total ekspor Bali sebesar 486,96 juta dolar AS pada 2013. Subsektor kerajinan itu sendiri dibagi menjadi 17 produk dagang. Produk yang paling besar menyumbangkan devisa adalah hasil industri dari bahan baku kayu berupa patung dan jenis cendera mata lainnya dengan nilai 90,61 juta dolar AS. Terdapat 74.000 lebih usaha industri/ekonomi kreatif di seluruh kabupaten/kota di Bali, 69 % dikelola oleh perempuan pengusaha. Terutama perajin yang berproduksi dari barang-barang bernilai tinggi. Dengan sumber daya manusia lengkap dalam 15 subsektor industri/ekonomi kreatif yang dimiliki Bali. Potensi produk kerajinan Bali sangat beragam, antara lain: kayu, batok kelapa, perak, anyaman bambu, logam, keramik, furnitur, dupa, aromaterapi, dan lulur. Pengusaha lokal perlu secara aktif mempelajari pasar karena pasar kerajinan merupakan barang kebutuhan pendukung. Tenun khas Bali (endek) dan bordir merupakan andalan industri tekstil dan produk tekstil Bali. Namun produksi industri berskala rumah tangga ini masih kalah bersaing di pasar domestik dibanding dengan produk Volume 16, No. 2, Juli - Desember (Semester II) 2016, Halaman 237-246 dari daerah lain. Hanya beberapa industri garmen dengan orientasi ekspor yang mampu mengembangkan desain dan kualitas endek dan bordirnya. Hal itupun sebagian besar karena memenuhi tuntutan pembeli asing. Padahal pasar domestik masih menyimpan potensi yang besar untuk dimasuki produk bordir dan tenun khas Bali. Sejumlah data (2011), menunjukkan bahwa kontribusi perempuan dalam ekonomi jauh tertinggal dibanding penduduk laki-laki. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan baru mencapai 58,68 % sementara tingkat partisipasi laki-laki sudah mencapai 85,93 %, begitu juga dengan penggangguran terbuka, penduduk perempuan banyak menganggur dibanding laki-laki. Disparitas ini merupakan multi efek dari rendahnya tingkat pendidikan perempuan yang belum mampu mengakomodasi perkembangan ilmu dan teknologi, ketrampilan dan produktivitas yang rendah, peran keluarga juga belum mampu membina jiwa kreativitas anak untuk mampu bersaing dalam era globalisasi. Dilain pihak tantangan globalisasi tidak mungkin terbendung oleh apapun kecuali pendidikan kecakapan hidup, yang menjadikan manusia memiliki kecakapan personal, intelektual, emosional dan vokasional (Dikmas 2010). Rendahnya kontribusi perempuan dan produktivitasnya disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya menurut pengakuan pelaku usaha kaum perempuan (wawancara 2012) adalah keterbatasan permodalan, akses pasar, teknologi, kurang mampu memenuhi permintaan maupun perubahan selera konsumen sehingga tidak mampu bersaing di pasaran.Meskipun sudah banyak program pemberdayaan yang dilakukan pemerintah dalam kesetaraan gender (Dikmas 2010) namun hal itu belum berpengaruh pada pola pikir untuk berusaha mandiri bagi kaum perempuan dan belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat khususnya di Propinsi Bali. Hal ini diduga salah satunya 239 Made Wahyu Adhiputra : Kewirausahaan Mandiri Perempuan Berbasis ..... karena pemberdayaan yang dilakukan selama ini baru berorientasi pada kebutuhan dana namun belum berorientasi atau berbasis potensi dan kearifan lokal. Hasil penelitian FE UNP dengan Bank Indonesia (2011) menyimpulkan masingmasing daerah di kabupaten/kota di Propinsi Bali mempunyai potensi lokal, dengan ketersedian bahan baku dan akses pasar yang sangat cerah dalam membangun perekonomian Bali, namum hal ini belum tergali secara optimal oleh masyarakat, khususnya kaum perempuan dalam meningkatkan kondisi ekonominya. Merujuk pada instruksi presiden nomor 6 tahun 2009, tentang pengembangan kewirausahaan berbasis potensi lokal maka pendidikan kecakapan hidup bagi kaum perempuan dapat dijadikan sebagai pilar kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dan implementasi amanat Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 26 ayat 5 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh karena itu pelatihan bukanlah sekedar memberikan keterampilan untuk mencari pekerjaan tetapi diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Disparitas antara jumlah pelaku usaha perempuan dengan potensi dan lapangan kerja berbasis kearifan lokal, perlu segera diberikan solusi. Untuk itu dibutuhkan kemampuan berwirausaha, selain harus memiliki keyakinan, rasa percaya diri, sifat prestatif dan mandiri yang kuat seorang wirausaha harus memiliki minat pada usaha yang ingin ditekuninya. Disinilah pentingnya pelatihan,pelatihan kewirausahaan berbasis kearifan lokal bagi kaum perempuan di Propinsi Bali dengan tujuan meningkatkan kesadaran tentang hambatan yang khusus berkaitan dengan perempuan dan peluang yang ada dengan melihat siklus kehidupan usaha dari perspektif gender. Permasalahan yang kemudian dihadapi adalah bagaimana model kewirausahaan berbasis kearifan lokal sehingga dapat berkontribusi dalam percepatan pembangunan daerah di Propinsi Bali ? Sesuai dengan target luaran penelitian ini yang ingin dicapai pertama adalah 1) menganalisis potensi dan usaha mandiri perempuan berbasis kearifan lokal yang dapat dikembangkan sebagai strategi percepatan pengembangan ekonomi daerah Bali dalam AEC dan 2) kearifan lokal yang dapat dijadikan entry point dalam membangun wirausaha perempuan dalam berpikir secara lokal berdaya saing global. Pada kedua luaran penelitian ini adalah 3) model (desain pelatihan) yang disusun dalam bentuk kurikulum, yang akan digunakan dalam proses pembelajaran (pelatihan) kecakapan hidup bagi kaum perempuan di Propinsi Bali. Produk kurikulum pelatihan yang telah didesain tadi diredefinisi melalui FGD sesuai dengan Kerangka Kerja Nasional Indonesia (megawati,2012) yang bertumpu pada pada tiga pilar utama, yaitu mengacu pada standar kompetensi, dilaksanakan dengan prinsip pelatihan berbasis kompetensi dan sertifikasi kompetensi lulusannya untuk merintis usaha mandiri dalam AEC. Ajaran agama Hindu, yang dianut mayoritas Bali sebagaimana diyakini oleh pemeluk-pemeluknya bersumber dari wahyu Tuhan (Brahman) yang disampaikan melalui para Maharsi India ribuan tahun lalu, dan terhimpun dalam Pustaka Suci Veda (Kitab Suci Hindu). Ajaran-ajaran tersebut mencakup seluruh jalan kehidupan untuk mencapai kebahagiaan, baik yang menyangkut kebahagiaan duniawi (jagadhita) maupun 240 JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) Volume 16, No. 2, Juli - Desember (Semester II) 2016, Halaman 237-246 kedua metode tersebut akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang objek yang diteliti terutama dalam permasalahan yang berkaitan dengan sikap dan perilaku manusia. Dengan menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif, metode Research and Development penelitian ini terdiri dari tiga siklus: (1) Melakukan identifikasi kebutuhan responden sasaran sesuai potensi lokal dan kearifan lokal (2) penyusunan model pelatihan kewirausahaan (3) rekomendasi kebijakan dalam peningkatan pemberdayaan kaum perempuan di Bali sebagai implementasi strategi percepatan pengembangan ekonomi daerah dalam AEC. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan studi dokumentasi terhadap dokumen yang ada baik pada tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/kota, Propinsi, Nasional serta Instansi terkait lainnya dan kajian literatur maupun perUndangUndangan yang berlaku untuk mengungkap cara pengembangan pelatihan kewirausahaan, model kewirausahaan, materi pelatihan kewirausahaan. Sedangkan data primer dilakukan melalui wawancara dan FGD dengan wirausaha, akademisi ,mitra, instansi terkait yang sesuai dengan tujuan penelitian dalam menyusun kurikulum pelatihan yang dapat diimplementasikan bagi kaum perempuan di Propinsi Bali sebagi strategi percepatan pembangunan daerah dalam AEC. kebahagiaan surgawi (moksa). Dengan demikian hakekat dan tujuan hidup menurut pandangan Hindu menyangkut dua aspek utama yang ingin dicapai yaitu, jagadhita dan moksa. Hakekat dan tujuan hidup tersebut merupakan landasan utama bagi setiap orang, baik sebagai individu maupun sebagai seorang anggota atau pemimpin organisasi. Hakekat dan tujuan hidup tersebut akan menjadi pedoman terpenting dalam menetapkan kebijakan yang akan dijadikan landasan atau haluan untuk bertindak (berkarma) dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Demikian pula hakekat dan tujuan hidup tersebut akan menjadi faktor utama dalam pengambilan keputusan dari beberapa kemungkinan yang ada, misalnya : dalam melaksanakan persembahan (yajna), dalam memberi dana punia, dalam pengendalian diri (tapa brata), atau didalam menentukan sarana untuk mencapai tujuan hidup atau organisasi. Disamping itu tujuan dan hakekat hidup tersebut akan menentukan pula luas persembahan, luas kegiatan yang kita lakukan, banyak sedikitnya sarana dan prasarana yang diperlukan dan bentuk organisasi sebagai wadah pencapaian hakekat dan tujuan hidup tersebut. Konsentrasi perhatian Hindu bukan pada hasil kerja seseorang, melainkan pada proses kerja yang diutamakan dan harus didasarkan pada kebenaran (dharma). Dalam perspektif Hindu, pelaksanaan dunia bisnis dan kewirausahaan harus didasarkan pada filsafat Hindu yang disebut Tri Hita Karana, yaitu ajaran yang mengutamakan keseimbangan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam sekitarnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Kearifan lokal merupakan warisan nenek moyang kita dalam tata nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya dan adat istiadat. Dalam perkembangannya masyarakat melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dengan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan norma adat, METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Branen (1993) mengungkapkan bahwa penggabungan 241 Made Wahyu Adhiputra : Kewirausahaan Mandiri Perempuan Berbasis ..... nilai budaya, aktivitas mengelola lingkungan guna mencukupi kebutuhan hidupnya. Kearifan lokal memiliki ciri berdimensi tiga waktu (masa lalu, sekarang, dan nanti), sehingga dimungkinkan ada upaya sambungmenyambung dalam kehidupan manusia dalam seting dan konteks yang berubah-ubah sesuai zamannya. Menurut budayawan Bali, Prof. I Gusti Ngurah Bagus dalam Agusmidah (2008), menghadapi keadaan dunia (lokal, nasional, dan global) yang selalu menawarkan pilihan-pilihan yang rumit dan tak terbatas, tidak bisa tidak, harus ada upaya-upaya “dialektika keseimbangan”. Maksud dari “dialektika keseimbangan” itu adalah, agar perkembangan-perkembangan kehidupan masyarakat dapat mengalami transformasi spiral yang terus-menerus menuju keadaban manusia yang makin baik. Jadi, dalam kerangka berpikir seperti itu, kearifan lokal di tengah hembusan angin otonomi daerah, harus mampu berdialektika dengan kekuatankekuatan nasional dan global menuju keseimbangankeseimbangan. Kearifan lokal, dengan demikian, harus didialektikakan dengan perkembanganperkembangan empiris kehidupan masyarakat sehingga wacana-wacana kearifan lokal dapat ditingkatkan menjadi praksis-praksis dalam masyarakat. Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat ketika masyarakat lokal mewarisi sistem pengetahuan serta mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka, dengan cara demikian kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Berangkat dari semua itu kearifan lokal adalah persoalan identitas, sebagai sistem pengetahuan lokal yang membedakan suatu masyarakat lokal dengan yang lainnya, perbedaan itu dapat kita telusuri dari tipe-tipe kearifan lokal yang terdiri dari kearifan lokal yang berhubungan dengan makanan, pengobatan, sistem produksi, hubungan dengan alam dan perumahan, pakaian serta hubungan sesama manusia yang menurut Koencaraningrat (1989) interaksi tersebut terbangun karena kebutuhankebutuhan diatas. Dengan pengertian, bahwa orang Bali itu hidupnya harus memikirkan generasi selanjutnya, dengan segala yang akan ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang Bali bekerja keras untuk dapat meninggalkan, mempusakakan sesuatu bagi anak kemenakan dan masyarakatnya. Mempusakakan bukan maksudnya hanya dibidang materi saja, tetapi juga nilai-nilai adat. Oleh karena itu semasa hidup orang Bali bukan hanya kuat mencari materi tetapi juga kuat menunjuk mengajari anak kemenakan sesuai dengan norma-norma adat yang berlaku. Dari uraian diatas yang dimaksud dengan kearifan lokal dalam penelitian ini, dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat lokal/pribumi (indigeneus knowledge system) yang bersifat empirik dan pragmatis. Bersifat empirik karena hasil olahan masyarakat secara lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di sekililing kehidupan mereka, bertujuan pragmatis karena seluruh konsep yang terbangun sebagai hasil olah pikir dalam sistem pengetahuan yang bertujuan untuk pemecahan masalah sehari-hari. Manajemen yang kita kenal dewasa ini adalah hasil produk Barat yang sifatnya individualistis, kapitalistis dan profanis. Sifat individualistis tercermin dalam usaha manajemen menempatkan kepentingan diri sendiri atau kelompok sendiri sebagai hal yang paling utama atau paling primer sedangkan kepentingan orang lain atau kepentingan bersama ditempatkan dalam posisi kepentingan sekunder. Sifat kedua dari manajemen Barat adalah bersifat kapitalis yang berarti proses manajemen lebih mengejar dan mengutamakan efisiensi untuk mencapai keuntungan setinggitingginya dan bahkan terkadang cenderung menghalalkan segala cara demi efisiensi dan keuntungan itu sendiri. 242 JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) Kecenderungan ini muncul karena sifat ketiga dari manajemen Barat, adalah profanis yakni sifat yang meninggalkan nilai-nilai religius. Jadi sikap dan perilaku berdasarkan hubungan antara manusia dan Tuhan (Hyang Widhi) cenderung diabaikan. Dengan demikian, proses manajemen menurut pandangan Barat hanya mempertimbangkan berbagai pemenuhan kebutuhan yang bersifat duniawi. Pada sisi lain manajemen dalam perspektif Hindu, kegiatan manajemen harus didasarkan kepada filsafat Hindu, yaitu Tri keseimbangan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam sekitarnya. Sehingga dalam hal ini pelaksanaan manajemen harus selalu mempertimbangkan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan duniawi dan kebutuhan yang bersifat sorgawi (religius). Dari 81 orang responden di kabupaten dan kota terpilih, terdapat keanekaragaman wirausaha yang dilakukan oleh perempuan yang dapat dikembangkan di propinsi Bali. Wirausahawan adalah orang yang berani membuka kegiatan produktif yang mandiri. Kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai berikut: “Wirausaha merupakan pengambilan risiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan peluangpeluang untuk menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang menjadi besar dan mandiri dalam menghadapi tantangantantangan persaingan (Nasrullah Yusuf, 2006). Pada umumnya, perempuan yang terjun ke dunia usaha menghadapi lebih banyak kesulitan dibandingkan laki-laki di sepanjang siklus kehidupan usaha mereka. Hal ini terjadi karena mereka berstatus lebih rendah dalam masyarakat. Jejaring yang dimiliki perempuan lebih terbatas, dan sering kali pula mereka tidak mempunyai aset seperti modal. Akses untuk mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan, pun lebih terbatas. Demikian Volume 16, No. 2, Juli - Desember (Semester II) 2016, Halaman 237-246 pula halnya dengan pilihan perempuan atas ide dan peluang usaha yang dirintisnya (Ismadi dkk,1991). Kesulitan ini juga dipengaruhi oleh budaya yang memberikan perbedaan perlakuan terhadap perempuan berdasarkan gender, perempuan sebagai subordinasi lakilaki baik dalam keluarga maupun masyarakat, pembatasan kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang yang ada untuk tumbuh berkembang secara optimal, menyeluruh dan terpadu. Peluang untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan misalnya dan perbedaan kondisi dan posisi perempuan terhadap lakiIaki dimana perempuan berada dalam kondisi dan posisi yang lemah karena sejak semula sudah dipolakan adanya diskriminasi dalam budaya adat atau karena lingkungan keluarga, masyarakat yang tidak mendukung adanya kesetaraan dan kemandirian perempuan. Pelatihan kewirausahaan bagi perempuan berbasis kearifan lokal bertujuan untuk pengembangan usaha ekonomi yang dilakukan oleh perempuan berdasarkan pada kreativitas, ketrampilan dan bakat individu dengan memanfaatkan potensi lokal yang bernilai ekonomis, dan diharapkan dapat berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Pelatihan kewirausahaan yang dimaksud adalah menumbuhkan minat , meningkatkan kreativitas dan keberanian dalam mengambil resiko. Sementara Marbun (dalam Alma, 2000) menyebutkan tujuh ciri, yaitu percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, berani mengambil resiko, kemampuan kepemimpinan, keorisinilan ide, bervisi pada masa depan secara jelas, dan kreativitas dalam pelaksanaan tugas. Minat berwirausaha lebih didorong oleh keinginan untuk berprestasi. Hal ini diungkapkan Priyono dan Soerata (2004) bahwa motif berprestasi lebih dominan daripada uang karena uang hanya sebagai parameter keberhasilan. Sebuah pelatihan tidak akan terpantau efektivitasnya apabila tidak dilakukan evaluasi terhadap proses 243 Made Wahyu Adhiputra : Kewirausahaan Mandiri Perempuan Berbasis ..... berlangsungnya pelatihan, dan yang penting adalah evaluasi terhadap pengaruh dari pelatihan tersebut pada diri peserta (Ismadi dkk.,1991). Demikian pula dengan pelatihan kewirausahaan, dibutuhkan evaluasi sejauhmana efek pelatihan terhadap minat merintis usaha mandiri bagi kaum perempuan di Propinsi Bali. Berdasarkan urgensi peningkatan kapasitas ekonomi keluarga, perempuan – perempuan di Bali sangat patut diberikan pengetahuan mengenai pengembangan kewirausahaan yang sudah dirintisnya, hal ini didasari dari pendapat Gede Prama, bahwa yang membuat kejadian menjadi masalah sebenarnya bukannya kejadian itu sendiri, tetapi bagaimana kita mempersepsikan kejadian. Jadi kuncinya terletak pada jendela persepsi. Persepsi tidak hanya menjadi pencipta dan pemusnah masalah, tetapi ia juga bisa menghadirkan gembok kokoh yang susah dibuka. Lebih lanjut Gede Prama (2004) dalam bukunya Sukses dan Sukses, mencontohkan bahwa kata-kata seperti: tidak bisa, tidak mungkin, tidak berpengalaman, tidak berpendidikan, tidak cukup umur, terlalu tua, tidak pernah mencoba, tidak cocok, tidak punya bakat adalah sebagian kecil deretan gembok yang diproduksi ’persepsi’. Dalam kemajuan jaman sekarang ini sudah tidak relevan dibicarakan teori bisnis kiasik yang menyatakan “dengan modal sekecil-kecilnya mencari untung sebesarbesarnya”. Hal itu sudah tidak masuk akal. Dalam proses bisnis tersebut, investasi yang paling utama adalah kemampuan untuk menyusun “business plan” yang relevan dengan perkembangan jaman. Bisnis yang relevan dengan perkembangan jaman adalah bisnis yang rnenguntungkan semua pihak yang terlibat dalam proses bisnis. Proses mencari untung benar-benar berdasarkan perhitungan menguntungkan semua pihak secara wajar dan adil. Di Bali para tetua jaman lampau meninggalkan konsep mencari untung dengan istilah dalam bahsa Bali: ‘bani meli bani ngadep”. ini artinya pebisnis itu tidak memikirkan keuntungan diri sendiri. Yang juga harus mendapatkan perhatian seimbang adalah pembeli atau customer. Dalam istilah “bani meli bani ngadep” itu terdapat rasa keadilan yang dirumuskan secara sadar dalam harga jual suatu produk bisnis. Dengan demikian proses mencari untung dalam bisnis itu sudah benar-benar memperhitungkan rasa keadilan. Perempuan pengusaha dituntut pembuktian peran keadilan ini. Tidak terkandung ambisi hanya mengejar untung saja tanpa memikirkan penderitaan orang lain. Dalam istilah tersebut penjual tidak rugi pun tetap merasa diuntungkan. Istilah “bani meli bani ngadep “ yang diwariskan oleh leluhur orang Bali ini semakin jarang didengungkan dalam bidang bisnis. Hal ini menyebabkan semakin merosotnya penggunaan moral dalam dinamika bisnis. Mencari untung dalam bisnis semakin tidak menghiraukan keadilan, kejujuran, kewajaran. Bahkan menipu sekalipun dilakukan dalam mengerjar untung. Hal ini sebagai akibat beragama dan berbisnis dipisahkan bahkan dibuat berdikotomi. Cara memproleh kekayaan secara terhormat itu antara lain dengan melakukan pelayanan yang prima dan bermoral dalam bidang bisnis. Mengapa dewasa ini kebahagiaan dan kedamaian umat manusia tidak semakin bertambah. Karena dewasa ini masih banyak umat manusia mencari kekayaan dengan cara yang tidak terhormat. Bahkan kalau boleh dibilang kebanyakan orang mencari kekayaan dengan cara yang tidak terhormat. Seandainya pendidikan dijadikan media untuk membangun kharakter dan peluang bisnis dijadikan media untuk mencari kekayaan dengan cara terhormat, maka kebahagiaan dan kedamaian akan semakin bertambah. Setiap denyut kehidupan sesungguhnya terpampang peluang untuk melakukan pelayanan yang prima kepada sesama. Apa lagi di bidang bisnis peluang 244 JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) untuk melakukan pelayanan sangat luas itu memberikan keuntungan material dan keuntungan moral. Salah satu fungsi bisnis adalah sebagai media pelayanan kepada masyarakat luas dalam mendapatkan barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu bisnis. Pelayanan yang paling utama adalah memberikan produk barang atau jasa yang sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh customer atau konsumen. Membohongi langganan atau menipu hargaharganya perbuatan dagang seperti itu sangat dilarang oleh kitab Manawa Dharmasastra IX, 287. Perbuatan seperti itu adalah perbuatan dosa yang patut dihukum oleh penguasa. Volume 16, No. 2, Juli - Desember (Semester II) 2016, Halaman 237-246 manusia yang berkualitas akan menjadi sumber penggerak (driving force) seluruh sektor pembangunan nasional. sekaligus perwujudan komitmen internasional dalam Millenium Development Goals (MDGs), yang telah dicanangkan sejak tahun 2000 melalui Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Dengan berbuat lokal berpikir global inilah yang dapat masuk dalam daya saing AEC. DAFTAR PUSTAKA Agusmidah. 2008. Tinjauan trafficking. http://www.ham.go.id/index_HAM (15/4/2011) Awan Mutakim. 1998. Studi Masyarakat Indonesia, Jakarta : Dikdasmen Buchari Alma. 2009. Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum, Bandung : Alfabeta Danuhadimedja.1998. Pengantar Kewirasuastaan, Yogya : BPFE-UGM Dikmas Kemendiknas. 2010. Membangun Jiwa Kewirausahaan. Jakarta : Kemdiknas PNFI Ditjen PAUD Diknas. 2011. Juknis Pendidikan Kecakapan Hidup Melalui Lembaga Pendidikan. Jakarta : Kemdiknas PNFI Du Bois, William dan R. Dean Wright. 2001. Applying Sociology: Making A Better World, Boston: Allyn and Bacon Gede Prama .2004. Sukses dan Sukses, jakarta Gramedia Gorda, I Gusti Ngurah (1996). Etika Hindu Dan Perilaku Organisasi, Penerbit STIE Satya Dharma Singaraja dan P.T. Widya Kriya Gematama Denpasar, Bali. Gorda, I Gusti Ngurah (1999). Manajemen Dan Kepemimpinan Desa Adat Di Propinsi Bali, Dalam Perspektif Era Globalisasi, Penerbit STIE Satya Dharma Singaraja dan P.T. Widya Kriya Gematama Denpasar, Bali. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan yang telah diungkapkan pada uraian sebelumnya, dapat disimpulkan: 1. Banyak potensi dan sumber daya lokal yang ada yang dapat dikembang kan untuk berwirausaha bagi perempuan Bali dalam meningkatkan perekonomian daerah dalam menyonsong AEC, dikelompokkan kedalam industri makanan ringan, jasa, konvensi pakaian/ sulaman /bordir dan pengolahan pertanian maupun kerajianan tangan dengan memanfaatkan barang bekas dan diklasifikasikan berdasarkan usia, ketrampilan, pendidikan dan keadaan ekonomi keluarga. 2. Kearifan lokal yang dimikili perempuan Bali dalam pengembangan usaha mandiri sebagai percepatan pembangunan daerah dalam AEC terlihat dari falsafah hidup orang Bali yakni “bani meli bani ngadep”. 3. Perempuan –perempuan di Bali sangat patut diberikan pengetahuan mengenai pengembangan kewirausahaan yang sudah dirintisnya Model pelatihan kewirausahaan berbasis kearifan lokal selama ini belum efektif karena tidak berdasarkan potensi dan kearifan lokal, dan alokasi dana saja serta program pemerintah. Sumber daya 245 Made Wahyu Adhiputra : Kewirausahaan Mandiri Perempuan Berbasis ..... Gorda, I Gusti Ngurah (2004). Membudayakan Kerja Berdasarkan Dharma, Penerbit Pusat Kajian Hindu Budaya Dan Perilaku Organisasi, STIE Satya Dharma Singaraja, Bali. Harper,Sc,. 1991. Starting your Own Businiess. New York : Mc Graw Hill http://www.parisada.org. Ismadi. 1991. Keberhasilan Program Diklusapora. http:/www.depdiknas. go.id Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : Kemdiknas PNFI Megawati .2012. Seminar Nasional KKNI, UPI Bandung (maret 2012) Mutis, T,. 1995. Kewirausahaan yang Berproses, Jakarta: Grasindo Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2004 Tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi Perdue, William D., 1986, Sociogical Theory: Explanation, Paradigm, and Ideology, California: Mayfield Publishing Company Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah Priyono, S dan Soerata. 2006. Kiat Sukses Wirausaha. Yogyakarta: Alinea Printika Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2003. Teori Sosiologi Modern (terj.), Jakarta: Kencana. Sutjipto. 2002. Minat siswa SMEA terhadap kewiraswastaan, http:/www. depdiknas.go.id Trimurti. 2011. FEUIB Surakarta, dalam Jurnal ekonomi dan kewirausahaan, Vol 8 no 1 hal 96. Surakarta : FEUIB Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Wiratmo, M. 2001. Pengantar Kewirausahaan: Kerangka Dasar Memasuki Dunia Bisnis. Yogyakarta: BPFE UGM. Yusuf, Nasrullah. 2006. Wirausaha dan Usaha Kecil, Jakarta; Modul PTKPNF Depdiknas 246