kewirausahaan mandiri perempuan berbasis kearifan lokal dan

advertisement
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Semester II) 2016,
Halaman 237-246
KEWIRAUSAHAAN MANDIRI PEREMPUAN BERBASIS KEARIFAN
LOKAL DAN FILOSOFI HINDU DI BALI
ABSTRACT
Made Wahyu Adhiputra
Fakultas Ekonomi, Universitas
Mahendradatta, Bali
The topic focus on human resource development
by education and entrepreneur training based on
potention and local wisdom in pushing the gender
equele and empowerment of women according the
third aspec of MDGs. The aim of this research are
: (1) to identify the necessary and local potention
which use indenpenden effort for woman in Bali
Province in acceleration of economic development.
(2) To make design enterpreneur training model
for woman based on local wisdom and can be
use as acceleration of economic development in
Bali Province. This result showed that 1) Many
effort based on local potential spreedheaded by
woman, can be developed in the area of economic
acceleration. 2) Indigenous woment have Bali in
entrepreneurship that “‘’bani meli bani ngadep’’.
This sentence means “brave dare buy sell”. Based
on Hinduism philosophy: Tri Hita Karana (Three
Holy Deeds) which focusing on the balance of
good relation between human and God, among
human, and human with their surrounding or
environment.
Informasi Artikel
Riwayat Artikel
Diterima tanggal 15 Agustus 2016
Direvisi tanggal 25 September 2016
Disetujui tanggal 10 November 2016
Klasifikasi JEL
M14
Kata Kunci
Enterpreneur,
Gender
Local Wisdom.
DOI
10.17970/jrem.16.160206.ID
PENDAHULUAN
Dalam waktu beberapa bulan lagi
negara-negara ASEAN akan menghadapi
fase baru dalam ekonomi global, Indonesia
sebagai salah satu negara anggota ASEAN
melakukan upaya-upaya persiapan yang
tentunya seiring dengan rekomendasi dan
pilar Asean Economic Comunity (AEC) 2015.
Asean Economic Community (AEC), telah
disepakati oleh negara anggota ASEAN dalam
Bali Concord II tahun 2003. AEC merupakan
salah satu tujuan integrasi ekonomi regional
pada tahun 2015. Asean Economic Community
(AEC) merupakan agenda bersama negaranegara ASEAN dengan tujuan menjadikan
ASEAN sebagai: 1) pasar dan basis produksi
tunggal, 2) kawasan ekonomi yang kompetitif,
3) wilayah pengembangan ekonomi yang
merata, dan 4) daerah sepenuhnya terintegrasi
ke dalam ekonomi global. Mulai tahun 2015
memiliki masalah dan tantangan tersendiri
237
Made Wahyu Adhiputra : Kewirausahaan Mandiri Perempuan Berbasis .....
bagi negara-negara Asia Tenggara. Sebagai
konsep integrasi ekonomi ASEAN, Asean
Economic Community (AEC) akan menjadi
babak baru dimulainya hubungan antarnegara
ASEAN sebagai single market dan single
production base meliputi free trade area,
penghilangan tariff perdagangan antar negara
ASEAN, pasar tenaga kerja dan modal yang
bebas, serta kemudahan arus keluar-masuk
prosedur antarnegara ASEAN. MelaluiAsean
Economic Community (AEC) ini juga, ASEAN
akan mengukuhkan ekonomi yang berbasis
kesejahteraan. Untuk mencapai semuanya
itu, Indonesia harus mulai menyiapkan
strategi agar mampu bersaing di pasar bebas
dengan negara lain.Konsep utama dari AEC
atau Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah
menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar
tunggal dan kesatuan basis produksi terjadi
free flow atas barang, jasa, faktor produksi,
investasi dan modal serta penghapusan tarif
bagi perdagangan antar negara ASEAN yang
kemudian diharapkan dapat mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara
negara-negara anggotanya melalui sejumlah
kerjasama yang saling menguntungkan.
Secara garis besar langkah yang harus
dilakukan oleh Indonesia antara lain dengan
pembenahan sektor-sektor potensial strategis
yang terkait implementasi perwujudan AEC.
Kehadiran AEC kita terima sebagai kenyataan
yang tak terhindarkan lagi, dalam konsep
ini hanya produsen yang efisien dan pasar
oligopoli yang terujud secara alamiahlah yang
bisa dan dapat bertahan. Bagi para konsumen
dan proses produksi secara keseluruhan
kecenderungan AEC ini merupakan kabar
yang menggembirakan. Salah satu langkah
strategis dalam menyongsong globalisasi
tersebut diantaranya peningkatan daya saing,
mewujudkan kawasan ekonomi yang berdaya
saing dan pertumbuhan ekonomi yang merata.
Terhadap berbagai upaya yang dilakukan
dalam mencapai tujuan AEC ini memunculkan
pertanyaan bagaimanakah pengembangan
sumberdaya manusia sehingga punya
makna yang strategis dalam mewujudkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat di
Propinsi Bali ?. Fokus kajian ini terletak pada
pengembangan sumberdaya manusia melalui
pendidikan dan latihan kewirausahaan
berbasis potensi dan kearifan lokal. Pelatihan
kewirausahaan perempuan berbasis kearifan
lokal, merupakan pendekatan yang signifikan
dalam usaha mencapai sasaran aspek ke tiga
dari MDGs yaitu, mendorong kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan.
Pendidikan masyarakat merupakan
suatu proses yang diwujudkan secara terpadu
dengan upaya untuk meningkatkan kondisi
sosial ekonomi dan budaya penduduk
setempat yang lebih bermanfaat dalam
memberdayakan masyarakat (Dikmas 2010).
Dengan pendidikan dalam teori human
capital orang dapat berinvestasi untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonominya.
Pelatihan kewirausahaan bagi perempuan
berbasis kearifan lokal di Bali bertujuan
untuk pengembangan usaha ekonomi yang
dilakukan oleh perempuan berdasarkan pada
kreativitas, ketrampilan dan bakat individu
dengan memanfaatkan potensi- potensi lokal
yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada
kesejahteraan masyarakat setempat, sebagai
kontribusi perempuan dalam percepatan
pembangunan di propinsi Bali.
Pariwisata sangat berperan dalam
pembangunan nasional, yaitu sebagai
penghasil devisa, meratakan dan meningkatkan
kesempatan kerja serta pendapatan masyarakat.
Pajak pembangunan yang diperoleh dari
sektor kepariwisataan telah terbukti menjadi
tumpuan utama dalam pendapatan asli
daerah (PAD). Hal ini mendorong untuk
membuka kawasan pariwisata agar dapat
meningkatkan pendapatan asli daerah.
Dengan demikian jelas bahwa pariwisata
mempunyai keterkaitan dengan pembangunan
sektor lain. Mengingat pembangunan pada
hakekatnya adalah pemanfaatan sumber daya
238
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
untuk meningkatkan kesejahteraan, maka
pembangunan pariwisata merupakan salah
satu usaha untuk mempercepat pertumbuhan
ekonomi.
Bali merupakan wilayah potensial yang
mampu melahirkan tenaga-tenaga pengusaha
perempuan kreatif, yang juga didukung
pesona kearifan lokal dan telah terbukti
disukai wisatawan mancanegara. Maka
dari itu, selain sektor pariwisata, industri/
ekonomi kreatif merupakan sektor potensial
yang dapat berkontribusi bagi pertumbuhan
ekonomi termasuk, penciptaan lapangan
kerja di Bali. Sebagai gambaran, subsektor
industri/ekonomi kreatif yakni kerajinan,
pada 2013 berkontribusi untuk devisa negara
sebesar 200,66 juta dolar AS, berdasarkan
data pemerintah provinsi Bali. Ekspor produk
kerajinan itu berkontribusi sebesar 41,23
persen dari total ekspor Bali sebesar 486,96
juta dolar AS pada 2013.
Subsektor kerajinan itu sendiri dibagi
menjadi 17 produk dagang. Produk yang
paling besar menyumbangkan devisa adalah
hasil industri dari bahan baku kayu berupa
patung dan jenis cendera mata lainnya dengan
nilai 90,61 juta dolar AS. Terdapat 74.000
lebih usaha industri/ekonomi kreatif di
seluruh kabupaten/kota di Bali, 69 % dikelola
oleh perempuan pengusaha. Terutama
perajin yang berproduksi dari barang-barang
bernilai tinggi. Dengan sumber daya manusia
lengkap dalam 15 subsektor industri/ekonomi
kreatif yang dimiliki Bali. Potensi produk
kerajinan Bali sangat beragam, antara lain:
kayu, batok kelapa, perak, anyaman bambu,
logam, keramik, furnitur, dupa, aromaterapi,
dan lulur. Pengusaha lokal perlu secara aktif
mempelajari pasar karena pasar kerajinan
merupakan barang kebutuhan pendukung.
Tenun khas Bali (endek) dan bordir merupakan
andalan industri tekstil dan produk tekstil
Bali. Namun produksi industri berskala
rumah tangga ini masih kalah bersaing di
pasar domestik dibanding dengan produk
Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Semester II) 2016,
Halaman 237-246
dari daerah lain. Hanya beberapa industri
garmen dengan orientasi ekspor yang mampu
mengembangkan desain dan kualitas endek
dan bordirnya. Hal itupun sebagian besar
karena memenuhi tuntutan pembeli asing.
Padahal pasar domestik masih menyimpan
potensi yang besar untuk dimasuki produk
bordir dan tenun khas Bali.
Sejumlah data (2011), menunjukkan
bahwa kontribusi perempuan dalam ekonomi
jauh tertinggal dibanding penduduk laki-laki.
Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan
baru mencapai 58,68 % sementara tingkat
partisipasi laki-laki sudah mencapai 85,93
%, begitu juga dengan penggangguran
terbuka, penduduk perempuan banyak
menganggur dibanding laki-laki. Disparitas
ini merupakan multi efek dari rendahnya
tingkat pendidikan perempuan yang belum
mampu mengakomodasi perkembangan ilmu
dan teknologi, ketrampilan dan produktivitas
yang rendah, peran keluarga juga belum
mampu membina jiwa kreativitas anak untuk
mampu bersaing dalam era globalisasi. Dilain
pihak tantangan globalisasi tidak mungkin
terbendung oleh apapun kecuali pendidikan
kecakapan hidup, yang menjadikan manusia
memiliki kecakapan personal, intelektual,
emosional dan vokasional (Dikmas 2010).
Rendahnya kontribusi perempuan dan
produktivitasnya disebabkan oleh banyak
faktor, diantaranya menurut pengakuan
pelaku usaha kaum perempuan (wawancara
2012) adalah keterbatasan permodalan, akses
pasar, teknologi, kurang mampu memenuhi
permintaan maupun perubahan selera
konsumen sehingga tidak mampu bersaing
di pasaran.Meskipun sudah banyak program
pemberdayaan yang dilakukan pemerintah
dalam kesetaraan gender (Dikmas 2010)
namun hal itu belum berpengaruh pada pola
pikir untuk berusaha mandiri bagi kaum
perempuan dan belum dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat khususnya
di Propinsi Bali. Hal ini diduga salah satunya
239
Made Wahyu Adhiputra : Kewirausahaan Mandiri Perempuan Berbasis .....
karena pemberdayaan yang dilakukan selama
ini baru berorientasi pada kebutuhan dana
namun belum berorientasi atau berbasis
potensi dan kearifan lokal.
Hasil penelitian FE UNP dengan Bank
Indonesia (2011) menyimpulkan masingmasing daerah di kabupaten/kota di Propinsi
Bali mempunyai potensi lokal, dengan
ketersedian bahan baku dan akses pasar yang
sangat cerah dalam membangun perekonomian
Bali, namum hal ini belum tergali secara
optimal oleh masyarakat, khususnya kaum
perempuan dalam meningkatkan kondisi
ekonominya.
Merujuk pada instruksi presiden nomor
6 tahun 2009, tentang pengembangan
kewirausahaan berbasis potensi lokal maka
pendidikan kecakapan hidup bagi kaum
perempuan dapat dijadikan sebagai pilar
kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahteraan keluarga dan
masyarakat. Dan implementasi amanat
Undang-undang nomor 20 tahun 2003
pasal 26 ayat 5 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyatakan bahwa kursus dan
pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat
yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap
untuk mengembangkan diri, mengembangkan
profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Oleh karena itu pelatihan bukanlah
sekedar memberikan keterampilan untuk
mencari pekerjaan tetapi diharapkan mampu
menciptakan lapangan pekerjaan.
Disparitas antara jumlah pelaku usaha
perempuan dengan potensi dan lapangan
kerja berbasis kearifan lokal, perlu segera
diberikan solusi. Untuk itu dibutuhkan
kemampuan berwirausaha, selain harus
memiliki keyakinan, rasa percaya diri, sifat
prestatif dan mandiri yang kuat seorang
wirausaha harus memiliki minat pada usaha
yang ingin ditekuninya. Disinilah pentingnya
pelatihan,pelatihan kewirausahaan berbasis
kearifan lokal bagi kaum perempuan di
Propinsi Bali dengan tujuan meningkatkan
kesadaran tentang hambatan yang khusus
berkaitan dengan perempuan dan peluang
yang ada dengan melihat siklus kehidupan
usaha dari perspektif gender. Permasalahan
yang kemudian dihadapi adalah bagaimana
model kewirausahaan berbasis kearifan
lokal sehingga dapat berkontribusi dalam
percepatan pembangunan daerah di Propinsi
Bali ?
Sesuai dengan target luaran penelitian
ini yang ingin dicapai pertama adalah 1)
menganalisis potensi dan usaha mandiri
perempuan berbasis kearifan lokal yang dapat
dikembangkan sebagai strategi percepatan
pengembangan ekonomi daerah Bali dalam
AEC dan 2) kearifan lokal yang dapat
dijadikan entry point dalam membangun
wirausaha perempuan dalam berpikir secara
lokal berdaya saing global. Pada kedua
luaran penelitian ini adalah 3) model (desain
pelatihan) yang disusun dalam bentuk
kurikulum, yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran (pelatihan) kecakapan
hidup bagi kaum perempuan di Propinsi
Bali. Produk kurikulum pelatihan yang telah
didesain tadi diredefinisi melalui FGD sesuai
dengan Kerangka Kerja Nasional Indonesia
(megawati,2012) yang bertumpu pada pada
tiga pilar utama, yaitu mengacu pada standar
kompetensi, dilaksanakan dengan prinsip
pelatihan berbasis kompetensi dan sertifikasi
kompetensi lulusannya untuk merintis usaha
mandiri dalam AEC.
Ajaran agama Hindu, yang dianut
mayoritas Bali sebagaimana diyakini oleh
pemeluk-pemeluknya bersumber dari wahyu
Tuhan (Brahman) yang disampaikan melalui
para Maharsi India ribuan tahun lalu, dan
terhimpun dalam Pustaka Suci Veda (Kitab
Suci Hindu). Ajaran-ajaran tersebut mencakup
seluruh jalan kehidupan untuk mencapai
kebahagiaan, baik yang menyangkut
kebahagiaan duniawi (jagadhita) maupun
240
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Semester II) 2016,
Halaman 237-246
kedua metode tersebut akan memberikan
pemahaman yang lebih mendalam tentang
objek yang diteliti terutama dalam
permasalahan yang berkaitan dengan sikap
dan perilaku manusia. Dengan menggunakan
kombinasi pendekatan kuantitatif dan
kualitatif, metode Research and Development
penelitian ini terdiri dari tiga siklus: (1)
Melakukan identifikasi kebutuhan responden
sasaran sesuai potensi lokal dan kearifan
lokal (2) penyusunan model pelatihan
kewirausahaan (3) rekomendasi kebijakan
dalam peningkatan pemberdayaan kaum
perempuan di Bali sebagai implementasi
strategi percepatan pengembangan ekonomi
daerah dalam AEC.
Penelitian ini menggunakan data
sekunder dan data primer. Data sekunder
dilakukan dengan menggunakan metode
observasi dan studi dokumentasi terhadap
dokumen yang ada baik pada tingkat Desa,
Kecamatan,
Kabupaten/kota,
Propinsi,
Nasional serta Instansi terkait lainnya
dan kajian literatur maupun perUndangUndangan yang berlaku untuk mengungkap
cara pengembangan pelatihan kewirausahaan,
model kewirausahaan, materi pelatihan
kewirausahaan. Sedangkan data primer
dilakukan melalui wawancara dan FGD
dengan wirausaha, akademisi ,mitra, instansi
terkait yang sesuai dengan tujuan penelitian
dalam menyusun kurikulum pelatihan
yang dapat diimplementasikan bagi kaum
perempuan di Propinsi Bali sebagi strategi
percepatan pembangunan daerah dalam AEC.
kebahagiaan surgawi (moksa). Dengan
demikian hakekat dan tujuan hidup menurut
pandangan Hindu menyangkut dua aspek
utama yang ingin dicapai yaitu, jagadhita dan
moksa.
Hakekat dan tujuan hidup tersebut
merupakan landasan utama bagi setiap orang,
baik sebagai individu maupun sebagai seorang
anggota atau pemimpin organisasi. Hakekat
dan tujuan hidup tersebut akan menjadi
pedoman terpenting dalam menetapkan
kebijakan yang akan dijadikan landasan atau
haluan untuk bertindak (berkarma) dalam
menjalani kehidupan di dunia ini. Demikian
pula hakekat dan tujuan hidup tersebut akan
menjadi faktor utama dalam pengambilan
keputusan dari beberapa kemungkinan
yang ada, misalnya : dalam melaksanakan
persembahan (yajna), dalam memberi dana
punia, dalam pengendalian diri (tapa brata),
atau didalam menentukan sarana untuk
mencapai tujuan hidup atau organisasi.
Disamping itu tujuan dan hakekat
hidup tersebut akan menentukan pula luas
persembahan, luas kegiatan yang kita lakukan,
banyak sedikitnya sarana dan prasarana yang
diperlukan dan bentuk organisasi sebagai
wadah pencapaian hakekat dan tujuan hidup
tersebut. Konsentrasi perhatian Hindu bukan
pada hasil kerja seseorang, melainkan pada
proses kerja yang diutamakan dan harus
didasarkan pada kebenaran (dharma). Dalam
perspektif Hindu, pelaksanaan dunia bisnis dan
kewirausahaan harus didasarkan pada filsafat
Hindu yang disebut Tri Hita Karana, yaitu
ajaran yang mengutamakan keseimbangan
hubungan yang harmonis antara manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan
manusia dengan alam sekitarnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kearifan lokal merupakan warisan nenek
moyang kita dalam tata nilai kehidupan
yang menyatu dalam bentuk religi, budaya
dan adat istiadat. Dalam perkembangannya
masyarakat melakukan adaptasi terhadap
lingkungannya dengan mengembangkan
suatu kearifan yang berwujud pengetahuan
atau ide, peralatan, dipadu dengan norma adat,
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif yang menggunakan kombinasi
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Branen
(1993) mengungkapkan bahwa penggabungan
241
Made Wahyu Adhiputra : Kewirausahaan Mandiri Perempuan Berbasis .....
nilai budaya, aktivitas mengelola lingkungan
guna mencukupi kebutuhan hidupnya.
Kearifan lokal memiliki ciri berdimensi
tiga waktu (masa lalu, sekarang, dan nanti),
sehingga dimungkinkan ada upaya sambungmenyambung dalam kehidupan manusia
dalam seting dan konteks yang berubah-ubah
sesuai zamannya. Menurut budayawan Bali,
Prof. I Gusti Ngurah Bagus dalam Agusmidah
(2008), menghadapi keadaan dunia (lokal,
nasional, dan global) yang selalu menawarkan
pilihan-pilihan yang rumit dan tak terbatas,
tidak bisa tidak, harus ada upaya-upaya
“dialektika keseimbangan”. Maksud dari
“dialektika keseimbangan” itu adalah, agar
perkembangan-perkembangan
kehidupan
masyarakat dapat mengalami transformasi
spiral yang terus-menerus menuju keadaban
manusia yang makin baik. Jadi, dalam
kerangka berpikir seperti itu, kearifan lokal
di tengah hembusan angin otonomi daerah,
harus mampu berdialektika dengan kekuatankekuatan nasional dan global menuju
keseimbangankeseimbangan.
Kearifan lokal, dengan demikian, harus
didialektikakan
dengan
perkembanganperkembangan empiris kehidupan masyarakat
sehingga wacana-wacana kearifan lokal
dapat ditingkatkan menjadi praksis-praksis
dalam masyarakat. Kearifan lokal menjadi
penting dan bermanfaat ketika masyarakat
lokal mewarisi sistem pengetahuan serta mau
menerima dan mengklaim hal itu sebagai
bagian dari kehidupan mereka, dengan cara
demikian kearifan lokal dapat disebut sebagai
jiwa dari budaya lokal. Berangkat dari semua
itu kearifan lokal adalah persoalan identitas,
sebagai sistem pengetahuan lokal yang
membedakan suatu masyarakat lokal dengan
yang lainnya, perbedaan itu dapat kita telusuri
dari tipe-tipe kearifan lokal yang terdiri dari
kearifan lokal yang berhubungan dengan
makanan, pengobatan, sistem produksi,
hubungan dengan alam dan perumahan,
pakaian serta hubungan sesama manusia yang
menurut Koencaraningrat (1989) interaksi
tersebut terbangun karena kebutuhankebutuhan diatas.
Dengan pengertian, bahwa orang Bali
itu hidupnya harus memikirkan generasi
selanjutnya, dengan segala yang akan
ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang
Bali bekerja keras untuk dapat meninggalkan,
mempusakakan sesuatu bagi anak kemenakan
dan masyarakatnya. Mempusakakan bukan
maksudnya hanya dibidang materi saja,
tetapi juga nilai-nilai adat. Oleh karena itu
semasa hidup orang Bali bukan hanya kuat
mencari materi tetapi juga kuat menunjuk
mengajari anak kemenakan sesuai dengan
norma-norma adat yang berlaku. Dari uraian
diatas yang dimaksud dengan kearifan lokal
dalam penelitian ini, dapat diartikan sebagai
sistem pengetahuan masyarakat lokal/pribumi
(indigeneus knowledge system) yang bersifat
empirik dan pragmatis. Bersifat empirik
karena hasil olahan masyarakat secara lokal
berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di
sekililing kehidupan mereka, bertujuan
pragmatis karena seluruh konsep yang
terbangun sebagai hasil olah pikir dalam
sistem pengetahuan yang bertujuan untuk
pemecahan masalah sehari-hari.
Manajemen yang kita kenal dewasa
ini adalah hasil produk Barat yang sifatnya
individualistis, kapitalistis dan profanis.
Sifat individualistis tercermin dalam usaha
manajemen
menempatkan
kepentingan
diri sendiri atau kelompok sendiri sebagai
hal yang paling utama atau paling primer
sedangkan kepentingan orang lain atau
kepentingan bersama ditempatkan dalam
posisi kepentingan sekunder. Sifat kedua dari
manajemen Barat adalah bersifat kapitalis
yang berarti proses manajemen
lebih mengejar dan mengutamakan
efisiensi untuk mencapai keuntungan
setinggitingginya dan bahkan terkadang
cenderung menghalalkan segala cara
demi efisiensi dan keuntungan itu sendiri.
242
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Kecenderungan ini muncul karena sifat ketiga
dari manajemen Barat, adalah profanis yakni
sifat yang meninggalkan nilai-nilai religius.
Jadi sikap dan perilaku berdasarkan hubungan
antara manusia dan Tuhan (Hyang Widhi)
cenderung diabaikan. Dengan demikian,
proses manajemen menurut pandangan
Barat hanya mempertimbangkan berbagai
pemenuhan kebutuhan yang bersifat duniawi.
Pada sisi lain manajemen dalam perspektif
Hindu, kegiatan manajemen harus didasarkan
kepada filsafat Hindu, yaitu Tri keseimbangan
hubungan yang harmonis antara manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan
manusia dengan alam sekitarnya. Sehingga
dalam hal ini pelaksanaan manajemen harus
selalu
mempertimbangkan keseimbangan
antara pemenuhan kebutuhan duniawi dan
kebutuhan yang bersifat sorgawi (religius).
Dari 81 orang responden di kabupaten
dan kota terpilih, terdapat keanekaragaman
wirausaha yang dilakukan oleh perempuan
yang dapat dikembangkan di propinsi
Bali. Wirausahawan adalah orang yang
berani membuka kegiatan produktif yang
mandiri. Kewirausahaan dapat didefinisikan
sebagai berikut: “Wirausaha merupakan
pengambilan risiko untuk menjalankan usaha
sendiri dengan memanfaatkan peluangpeluang untuk menciptakan usaha baru atau
dengan pendekatan yang inovatif sehingga
usaha yang dikelola berkembang menjadi
besar dan mandiri dalam menghadapi
tantangantantangan persaingan (Nasrullah
Yusuf, 2006).
Pada umumnya, perempuan yang terjun
ke dunia usaha menghadapi lebih banyak
kesulitan dibandingkan laki-laki di sepanjang
siklus kehidupan usaha mereka. Hal ini terjadi
karena mereka berstatus lebih rendah dalam
masyarakat. Jejaring yang dimiliki perempuan
lebih terbatas, dan sering kali pula mereka
tidak mempunyai aset seperti modal. Akses
untuk mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan
keterampilan, pun lebih terbatas. Demikian
Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Semester II) 2016,
Halaman 237-246
pula halnya dengan pilihan perempuan atas ide
dan peluang usaha yang dirintisnya (Ismadi
dkk,1991). Kesulitan ini juga dipengaruhi
oleh budaya yang memberikan perbedaan
perlakuan terhadap perempuan berdasarkan
gender, perempuan sebagai subordinasi lakilaki baik dalam keluarga maupun masyarakat,
pembatasan kemampuan dan kesempatan
untuk memanfaatkan peluang yang ada
untuk tumbuh berkembang secara optimal,
menyeluruh dan terpadu. Peluang untuk
berperan dalam pembangunan dan menikmati
hasil pembangunan misalnya dan perbedaan
kondisi dan posisi perempuan terhadap lakiIaki dimana perempuan berada dalam kondisi
dan posisi yang lemah karena sejak semula
sudah dipolakan adanya diskriminasi dalam
budaya adat atau karena lingkungan keluarga,
masyarakat yang tidak mendukung adanya
kesetaraan dan kemandirian perempuan.
Pelatihan
kewirausahaan
bagi
perempuan berbasis kearifan lokal bertujuan
untuk pengembangan usaha ekonomi yang
dilakukan oleh perempuan berdasarkan pada
kreativitas, ketrampilan dan bakat individu
dengan memanfaatkan potensi lokal yang
bernilai ekonomis, dan diharapkan dapat
berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.
Pelatihan kewirausahaan yang dimaksud
adalah menumbuhkan minat , meningkatkan
kreativitas dan keberanian dalam mengambil
resiko. Sementara Marbun (dalam Alma,
2000) menyebutkan tujuh ciri, yaitu percaya
diri, berorientasi pada tugas dan hasil,
berani mengambil resiko, kemampuan
kepemimpinan, keorisinilan ide, bervisi pada
masa depan secara jelas, dan kreativitas dalam
pelaksanaan tugas. Minat berwirausaha lebih
didorong oleh keinginan untuk berprestasi.
Hal ini diungkapkan Priyono dan Soerata
(2004) bahwa motif berprestasi lebih dominan
daripada uang karena uang hanya sebagai
parameter keberhasilan. Sebuah pelatihan
tidak akan terpantau efektivitasnya apabila
tidak dilakukan evaluasi terhadap proses
243
Made Wahyu Adhiputra : Kewirausahaan Mandiri Perempuan Berbasis .....
berlangsungnya pelatihan, dan yang penting
adalah evaluasi terhadap pengaruh dari
pelatihan tersebut pada diri peserta (Ismadi
dkk.,1991). Demikian pula dengan pelatihan
kewirausahaan,
dibutuhkan
evaluasi
sejauhmana efek pelatihan terhadap minat
merintis usaha mandiri bagi kaum perempuan
di Propinsi Bali.
Berdasarkan
urgensi
peningkatan
kapasitas ekonomi keluarga, perempuan –
perempuan di Bali sangat patut diberikan
pengetahuan
mengenai
pengembangan
kewirausahaan yang sudah dirintisnya, hal ini
didasari dari pendapat Gede Prama, bahwa
yang membuat kejadian menjadi masalah
sebenarnya bukannya kejadian itu sendiri,
tetapi bagaimana kita mempersepsikan
kejadian. Jadi kuncinya terletak pada jendela
persepsi. Persepsi tidak hanya menjadi
pencipta dan pemusnah masalah, tetapi ia
juga bisa menghadirkan gembok kokoh
yang susah dibuka. Lebih lanjut Gede Prama
(2004) dalam bukunya Sukses dan Sukses,
mencontohkan bahwa kata-kata seperti: tidak
bisa, tidak mungkin, tidak berpengalaman,
tidak berpendidikan, tidak cukup umur, terlalu
tua, tidak pernah mencoba, tidak cocok, tidak
punya bakat adalah sebagian kecil deretan
gembok yang diproduksi ’persepsi’.
Dalam kemajuan jaman sekarang ini
sudah tidak relevan dibicarakan teori bisnis
kiasik yang menyatakan “dengan modal
sekecil-kecilnya mencari untung sebesarbesarnya”. Hal itu sudah tidak masuk akal.
Dalam proses bisnis tersebut, investasi yang
paling utama adalah kemampuan untuk
menyusun “business plan” yang relevan
dengan perkembangan jaman. Bisnis yang
relevan dengan perkembangan jaman adalah
bisnis yang rnenguntungkan semua pihak
yang terlibat dalam proses bisnis. Proses
mencari untung benar-benar berdasarkan
perhitungan menguntungkan semua pihak
secara wajar dan adil. Di Bali para tetua jaman
lampau meninggalkan konsep mencari untung
dengan istilah dalam bahsa Bali: ‘bani meli
bani ngadep”. ini artinya pebisnis itu tidak
memikirkan keuntungan diri sendiri. Yang
juga harus mendapatkan perhatian seimbang
adalah pembeli atau customer. Dalam
istilah “bani meli bani ngadep” itu terdapat
rasa keadilan yang dirumuskan secara sadar
dalam harga jual suatu produk bisnis. Dengan
demikian proses mencari untung dalam bisnis
itu sudah benar-benar memperhitungkan rasa
keadilan. Perempuan pengusaha dituntut
pembuktian peran keadilan ini. Tidak
terkandung ambisi hanya mengejar untung
saja tanpa memikirkan penderitaan orang lain.
Dalam istilah tersebut penjual tidak rugi pun
tetap merasa diuntungkan. Istilah “bani meli
bani ngadep “ yang diwariskan oleh leluhur
orang Bali ini semakin jarang didengungkan
dalam bidang bisnis. Hal ini menyebabkan
semakin merosotnya penggunaan moral
dalam dinamika bisnis. Mencari untung dalam
bisnis semakin tidak menghiraukan keadilan,
kejujuran, kewajaran. Bahkan menipu
sekalipun dilakukan dalam mengerjar untung.
Hal ini sebagai akibat beragama dan berbisnis
dipisahkan bahkan dibuat berdikotomi. Cara memproleh kekayaan secara
terhormat itu antara lain dengan melakukan
pelayanan yang prima dan bermoral
dalam bidang bisnis. Mengapa dewasa ini
kebahagiaan dan kedamaian umat manusia
tidak semakin bertambah. Karena dewasa
ini masih banyak umat manusia mencari
kekayaan dengan cara yang tidak terhormat.
Bahkan kalau boleh dibilang kebanyakan
orang mencari kekayaan dengan cara yang
tidak terhormat. Seandainya pendidikan
dijadikan media untuk membangun kharakter
dan peluang bisnis dijadikan media untuk
mencari kekayaan dengan cara terhormat,
maka kebahagiaan dan kedamaian akan
semakin bertambah. Setiap denyut kehidupan
sesungguhnya terpampang peluang untuk
melakukan pelayanan yang prima kepada
sesama. Apa lagi di bidang bisnis peluang
244
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
untuk melakukan pelayanan sangat luas
itu memberikan keuntungan material dan
keuntungan moral. Salah satu fungsi bisnis adalah sebagai
media pelayanan kepada masyarakat luas
dalam mendapatkan barang atau jasa yang
dihasilkan oleh suatu bisnis. Pelayanan yang
paling utama adalah memberikan produk
barang atau jasa yang sesuai dengan biaya yang
dikeluarkan oleh customer atau konsumen.
Membohongi langganan atau menipu hargaharganya perbuatan dagang seperti itu sangat
dilarang oleh kitab Manawa Dharmasastra IX,
287. Perbuatan seperti itu adalah perbuatan
dosa yang patut dihukum oleh penguasa.
Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Semester II) 2016,
Halaman 237-246
manusia yang berkualitas akan menjadi
sumber penggerak (driving force) seluruh
sektor pembangunan nasional. sekaligus
perwujudan komitmen internasional dalam
Millenium Development Goals (MDGs),
yang telah dicanangkan sejak tahun 2000
melalui Deklarasi Milenium Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB). Dengan berbuat
lokal berpikir global inilah yang dapat
masuk dalam daya saing AEC.
DAFTAR PUSTAKA
Agusmidah. 2008. Tinjauan trafficking.
http://www.ham.go.id/index_HAM
(15/4/2011)
Awan Mutakim. 1998. Studi Masyarakat
Indonesia, Jakarta : Dikdasmen
Buchari Alma. 2009. Kewirausahaan untuk
Mahasiswa dan Umum, Bandung :
Alfabeta
Danuhadimedja.1998.
Pengantar
Kewirasuastaan, Yogya : BPFE-UGM
Dikmas Kemendiknas. 2010. Membangun
Jiwa Kewirausahaan. Jakarta :
Kemdiknas PNFI
Ditjen PAUD Diknas. 2011. Juknis Pendidikan
Kecakapan Hidup Melalui Lembaga
Pendidikan. Jakarta : Kemdiknas PNFI
Du Bois, William dan R. Dean Wright. 2001.
Applying Sociology: Making A Better
World, Boston: Allyn and Bacon
Gede Prama .2004. Sukses dan Sukses, jakarta
Gramedia
Gorda, I Gusti Ngurah (1996). Etika Hindu
Dan Perilaku Organisasi, Penerbit
STIE Satya Dharma Singaraja dan P.T.
Widya Kriya Gematama Denpasar,
Bali.
Gorda, I Gusti Ngurah (1999). Manajemen
Dan Kepemimpinan Desa Adat Di
Propinsi Bali, Dalam Perspektif Era
Globalisasi, Penerbit STIE Satya
Dharma Singaraja dan P.T. Widya
Kriya Gematama Denpasar, Bali.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pemaparan
yang
telah
diungkapkan pada uraian sebelumnya, dapat
disimpulkan:
1. Banyak potensi dan sumber daya lokal
yang ada yang dapat dikembang kan untuk
berwirausaha bagi perempuan Bali dalam
meningkatkan
perekonomian
daerah
dalam menyonsong AEC, dikelompokkan
kedalam industri makanan ringan, jasa,
konvensi pakaian/ sulaman /bordir dan
pengolahan pertanian maupun kerajianan
tangan dengan memanfaatkan barang
bekas dan diklasifikasikan berdasarkan
usia, ketrampilan, pendidikan dan keadaan
ekonomi keluarga.
2. Kearifan lokal yang dimikili perempuan
Bali dalam pengembangan usaha mandiri
sebagai percepatan pembangunan daerah
dalam AEC terlihat dari falsafah hidup
orang Bali yakni “bani meli bani ngadep”.
3. Perempuan –perempuan di Bali sangat
patut diberikan pengetahuan mengenai
pengembangan kewirausahaan yang sudah
dirintisnya Model pelatihan kewirausahaan
berbasis kearifan lokal selama ini belum
efektif karena tidak berdasarkan potensi
dan kearifan lokal, dan alokasi dana saja
serta program pemerintah. Sumber daya
245
Made Wahyu Adhiputra : Kewirausahaan Mandiri Perempuan Berbasis .....
Gorda, I Gusti Ngurah (2004). Membudayakan
Kerja Berdasarkan Dharma, Penerbit
Pusat Kajian Hindu Budaya Dan
Perilaku Organisasi, STIE Satya
Dharma Singaraja, Bali.
Harper,Sc,. 1991. Starting your Own
Businiess. New York : Mc Graw Hill
http://www.parisada.org.
Ismadi. 1991. Keberhasilan Program
Diklusapora. http:/www.depdiknas.
go.id
Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional. Jakarta :
Kemdiknas PNFI
Megawati .2012. Seminar Nasional KKNI,
UPI Bandung (maret 2012)
Mutis, T,. 1995. Kewirausahaan yang
Berproses, Jakarta: Grasindo
Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 2006
Tentang Sistem Pelatihan Kerja
Nasional
Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2004
Tentang Badan Nasional Sertifikasi
Profesi
Perdue, William D., 1986, Sociogical Theory:
Explanation, Paradigm, and Ideology,
California:
Mayfield
Publishing
Company
Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang
Pedoman
Umum
Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender Dalam
Pembangunan Daerah
Priyono, S dan Soerata. 2006. Kiat Sukses
Wirausaha.
Yogyakarta:
Alinea
Printika
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman.
2003. Teori Sosiologi Modern (terj.),
Jakarta: Kencana.
Sutjipto. 2002. Minat siswa SMEA terhadap
kewiraswastaan,
http:/www.
depdiknas.go.id
Trimurti. 2011. FEUIB Surakarta, dalam
Jurnal ekonomi dan kewirausahaan,
Vol 8 no 1 hal 96. Surakarta : FEUIB
Undang-Undang No.20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wiratmo, M. 2001. Pengantar Kewirausahaan:
Kerangka Dasar Memasuki Dunia
Bisnis.
Yogyakarta: BPFE UGM.
Yusuf, Nasrullah. 2006. Wirausaha dan Usaha
Kecil, Jakarta; Modul PTKPNF
Depdiknas
246
Download