BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan masa depan bangsa, sesosok agen perubahan yang akan menjadi salah satu penentu terpenting masa depan bangsa. Anak harus dituntun agar kelak dapat melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, dan dapat meraih cita-cita yang mereka impikan di masa mendatang. Seorang anak harus terus dibimbing dan dijaga, agar mereka tidak „rusak‟ baik dari dalam maupun dari luar. Perlindungan serta kesejahteraan anak telah diatur dalam UU No. 35 tahun 2014 yang merupakan revisi dari UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Dalam Undang-Undang tersebut, telah dijelaskan secara terperinci definisi dari anak itu sendiri, hak-hak bagi para anak, hingga elemen-elemen masyarakat yang memang bertugas untuk ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan perlindungan anak. Selain dari diaturnya tentang perlindungan anak oleh pemerintah, telah banyak lembaga yang melaksanakan kampanye dan gerakan perlindungan anak. Namun, terlepas dari peraturan-peraturan yang telah dituliskan dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, juga lembagalembaga dan gerakan serta kampanye yang dilaksanakan untuk menghapuskan kekerasan pada anak, kasus-kasus kekerasan pada anak masih kerap terjadi. Berdasarkan data dari Komnas Perlindungan Anak, sejak Januari-April 2014 terdapat 175 kasus kekerasan seksual menimpa anak-anak. Dari total 175 kasus, sekitar 40 persen dengan tersangka di lingkungan sekolah, 30 persen dari keluarga sendiri, serta 30 persen sisanya campuran1. Keluarga, serta guru yang seharusnya menjadi orang yang sangat menjaga dan mendidik, malah berbalik menjadi orang yang paling jahat dan menjadi predator yang menghancurkan masa depan. Kemudian pada tahun 2014, dari awal tahun hingga bulan September, telah terjadi total 2.826 kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan kepada Komnas 1 Diakses dari http://www.kemenpppa.go.id/jdih/?page=berita&id=138 diakses pada 25 Februari 2015 pukul 17:12 1 Perlindungan Anak dan 56% dari angka tersebut adalah kekerasan seksual yang terjadi pada anak2. Di berbagai daerah di Indonesia, kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat. Berdasarkan data yang dihimpun Lembaga Swadaya Masyarakat Telepon Sahabat Anak 129 di Jawa Timur, kekerasan seksual pada anak meningkat dari 30 kasus pada 2013 menjadi 47 kasus pada 2014 3. Begitu juga di Aceh, pada tahun 2013, jumlah kekerasan seksual pada anak berjumlah 26 kasus, dan pada tahun 2014 meningkat 50%4. Keadaan yang sama pun terjadi di Ibukota, DKI Jakarta. Kekerasan pada anak masih kerap terjadi. Bahkan, berdasarkan tingkat, DKI Jakarta menempati posisi paling atas kasus kejahatan pada anak, yakni 814 kasus. Padahal, berbagai program dalam rangka perlindungan anak sudah kerap kali dilaksanakan, begitu juga program-program komunikasi seperti kampanye. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) semenjak didirikan pada tahun 2002 telah aktif melaksanakan kampanye perlindungan anak kepada masyarakat5. Berbagai organisasi juga ikut membantu dalam mendirikan perlindungan anak di Indonesia dengan melaksanakan kampanye dan roadshow6. Namun, terlepas dari berbagai kampanye dan usaha mengkomunikasikan kepada berbagai elemen masyarakat tentang perlindungan anak, jumlah kekerasan terhadap anak masih terus tinggi. Begitu juga di Kota yang ikut menyokong kehidupan di Jakarta, yakni Kota Bekasi. Kekerasan pada anak masih terus terjadi, praktek perlindungan anak masih belum terlaksana dengan maksimal. Pada tahun 2013, terjadi 125 kasus kekerasan terhadap anak di Kota Bekasi. Serta pada tahun 2014 hingga awal 2015, kasus kekerasan pada anak yang terjadi di Bekasi tercatat sebanyak 105 2 Diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2014/10/22/063616237/Komnas-DKI-TertinggiAngka-Kekerasan-Seksual-Anak diakses pada 25 Februari 2015 pukul 17:40 3 Diakses dari http://nasional.news.viva.co.id/news/read/572301-kekerasan-seksual-anak-di-jatimmeningkat diakses pada 25 Februari 2015 pukul 17:42 4 Diakses dari http://www.merdeka.com/peristiwa/2014-kekerasan-seksual-pada-anak-di-acehmeningkat-50.html diakses pada 25 Februari 2015 pukul 17:45 5 Diakses dari http://www.kpai.go.id/profil/ diakses pada 25 Februari 2015 pukul 17:05 6 Diakses dari http://www.beritasatu.com/gaya-hidup/208095-wahana-visi-indonesia-ajakkeluarga-dan-masyarakat-ikut-lindungi-anak-dari-kekerasan.html diakses pada 25 Februari 2015 pukul 17:10 2 kasus7.Bentuk permasalahan yang terjadi terhadap tersebut antara lain diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya yaitu pelecehan dan perbuatan cabul terhadap anak. Menurut Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah8, terdapat beberapa faktor penyebab kekerasan terhadap anak, diantaranya adalah masalah ekonomi. Ekonomi yang sulit dapat memicu terjadinya kekerasan terhadap anak. Di Bekasi sendiri, jumlah penduduk miskin termasuk tinggi, yakni terdapat sekitar 338.000 penduduk kota Bekasi masuk dalam penduduk miskin terdata dalam program Jamkesda dan Jamkesmas pada tahun 2013 9. Serta angka pengangguran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Badan Pusat Statistik Bekasi merilis jumlah pengangguran atau orang yang tidak memiliki pekerjaan di Bekasi pada tahun 2014 terdapat sejumlah 111.669 jiwa, meningkat 9.6% dari tahun sebelumnya 10. Selain itu, salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya kekerasan terhadap anak di dalam keluarga adalah kondisi keluarga yang tidak utuh baik karena perceraian maupun berbagai kondisi lainnya. Menurut data dari Pengadilan Kota Bekasi, jumlah perceraian di Kota Bekasi sejak 2010 mengalami peningkatan. Pada 2010 tercatat ada 196 kasus perceraian. Tahun 2011 jumlah tersebut meningkat jadi 212 kasus. Untuk tahun 2012, hingga pertengahan tahun, tercatat ada 35 kasus11. Selain dari faktor-faktor tersebut, pandangan yang keliru tentang posisi anak dimana anak sering dianggap tidak tahu apa-apa, sehingga anak harus menurut dengan kemauan orang dewasa di dalam rumahnya juga dapat memicu terjadinya kekerasan terhadap anak. Maka dari itu, peran Pemerintah Kota Bekasi sangatlah penting untuk memberikan pemahaman serta kesadaran kepada masyarakat Bekasi tentang konsep dari anak tersebut karena kondisi sosial 7 Diakses dari http://www.bekasikota.go.id/read/14387/kasus-kekerasan-terhadap-anak-di-kotabekasi-menurun diakses pada 25 Februari 2015 pukul 17:20 8 Diakses dari http://www.bakohumas.kominfo.go.id/news.php?id=1177diakses pada 10 April 2015 pukul 14.05 9 Diakses dari http://www.bekasibusiness.com/2014/05/06/338-000-penduduk-kota-bekasi-masukangka-kemiskinan/ diakses pada 10 April 2015 pukul 13.45 10 Diakses dari http://www.indopos.co.id/2014/07/jumlah-pengangguran-di-kota-bekasitinggi.html#sthash.21W4pIdz.dpuf diakses pada 10 April 2015 pukul 13.55 11 Diakses dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/12/06/07/m58ka8wah-angka-perceraian-di-kota-bekasi-meningkat diakses pada 10 April 2015 pukul 13.58 3 di Kota Bekasi pun semakin memberikan potensu untuk terjadinya kekerasan terhadap anak. Melihat potensi terjadinya kekerasan terhadap anak tersebut, Pemerintah Kota Bekasi membentuk badan yang dikhususkan untuk menegakkan perlindungan anak, yakni Badan Perlindungan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB). BP3AKB adalah Badan yang berwenang dalam menyelenggarakan program kependudukan, keluarga berencana dan perlindungan anak12. Mereka yang bertanggung jawab atas terlaksananya perlindungan anak di Kota Bekasi, baik dalam kebijakan, program, serta berbagai penyuluhan. Salah satu upaya yang paling signifikan dalam penegakkan perlindungan anak di Kota Bekasi adalah dengan mengesahkan Peraturan Daerah No. 12 tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, yang didalamnya mencantumkan berbagai aturan tentang perlindungan anak. Dengan menjadikan Perda tersebut dan UU Perlindungan Anak menjadi basis, Pemerintah Kota Bekasi, melalui BP3AKB telah melaksanakan berbagai program kepada berbagai elemen masyarakat, serta kepada internal pemerintah tentang perlindungan anak dengan tujuan untuk mengurangi angka kekerasan pada anak. BP3AKB telah melaksanakan program perlindungan anak dengan mengadakan kegiatan peningkatan pengawasan perlindungan anak dengan mengundang berbagai elemen masyarakat dan juga pemerintah, diharapkan sosialisasi tersebut dapat mengundang peran masyarakat untuk ikut dalam pencegahan kekerasan terhadap anak13. Jumlah anak-anak di Kota Bekasi termasuk tinggi jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat usia dewasa, yakni tercatat sejumlah 689.882 jiwa, dengan jumah anak laki-laki sebanyak 230.269 jiwa, dan anak perempuan sejumlah 459.71314. Angka tersebut tentu menambah beban tugas kepada BP3AKB selaku badan yang berwenang tentang perlindungan anak untuk lebih 12 Diakses dari http://www.bekasikota.go.id/read/11782/bp3akb-kota-bekasi diakses pada 27 Februari 2015 pukul 08:10 13 Diakses dari http://www.bekasikota.go.id/read/9226/sosialisasi-kegiatan-peningkatanpengawasan-perlindungan-anak-tahun-2012 diakses pada 25 Februari 2015 17:25 14 Diakses dari http://wartaekonomi.co.id/read/2014/11/23/38421/di-bekasi-sebanyak-16-jutawarga-berusia-produktif.htmldiakses pada 10 April 2015 pukul 14.13 4 bekerjakeras dalam menegakkan perlindungan anak di Kota Bekasi. Selain itu, karakteristik masyarakat Bekasi yang merupakan hasil asimilasi dan akulturasi kebudayaan dari berbagai daerah seperti Bali, Melayu, Bugis, dan Jawa 15 semakin memberikan tantangan kepada BP3AKB untuk menegakkan perlindungan anak. Karakteristik masyarakat serta kondisi sosial dan potensi terjadinya kekerasan kepada anak di Kota Bekasi tentu memaksa BP3AKB untuk dapat memformulasi strategi yang tepat untuk melaksanakan sosialisasi kepada masyarakatnya. BP3AKB harus menggunakan pendekatan yang cerdik untuk dapat menyentuh dan mengedukasi masyarakat Bekasi yang terdiri dari berbagai budaya, serta kondisi ekonomi yang berbeda. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana Strategi Komunikasi Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Kota Bekasi dalam Sosialisasi Perlindungan Anak di Kota Bekasi pada tahun 2012-2014?” C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui Strategi Komunikasi Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Kota Bekasi dalam Sosialisasi Perlindungan Anak di Kota Bekasi 2. Untuk menganalisis strategi komunikasi BP3AKB dalam sosialisasi perlindungan anak di Kota Bekasi 15 Diakses dari http://www.bekasikota.go.id/readotherskpd/128/295/keragaman-budayamasyarakat-kota-bekasi diakses pada 10 April 2015 pukul 14.15 5 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan, serta pemahaman untuk kalangan akademis mengenai bagaimana strategi komunikasi BP3AKB Kota Bekasi dalam mensosialisasikan perihal perlindungan anak kepada warganya Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan evaluasi serta rekomendasi kepada BP3AKB Kota Bekasi dalam pelaksanaan sosialisasi perlindungan anak di Kota Bekasi E. Kerangka Pemikiran 1. Komunikasi & Strategi Komunikasi 1.1 Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran dan berasal dari kata sifatcomunis, yang bermakna umum atau bersama-sama. Lebih jelasnya lagi, para pakar komunikasi telah menjelaskan tentang definisi dari komunikasi. Menurut Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid, dikutip oleh Wiryanto (2004), komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian mendalam. Lebih lanjut, Everett M. Rogers, dalam Cangara (2013) mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Definisi-definisi tersebut menekankan bahwa komunikasi memiliki tujuan untuk adanya pengertian yang mendalam, serta lebih lanjutnya dapat mengubah tingkah laku para penerima pesannya. Sarah Trenholm dan Arthur Jensen yang dikutip oleh Wiryanto (2004) mengemukakan bahwa komunikasi adalah suatu proses di mana sumber 6 mentransmisikan pesan kepada penerima melalui berbagai saluran. A. Winnet (dalam Suprapto, 2009) memandang komunikasi sebagai proses pengalihan suatu maksud dari sumber kepada penerima, proses tersebut merupakan suatu seri aktivitas, rangkaian atau tahap-tahap yang memudahkan peralihan maksud tersebut.Raymon S. Ross (dalam Mulyana, 2010) kemudian menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbolsimbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator. Definisi tersebut menjelaskan bahwa saluran, serta kegiatan menyortir dan memformulasi pesan merupakan hal yang penting dalam komunikasi. Kesimpulannya, komunikasi adalah pertukaran pesan, informasi, ide, pandangan yang telah disortiir dan formulasi, antara satu sama lain yang dilakukan dengandisengaja dan menggunakan berbagai salurandemi terjadinya pengertian satu sama lain, dan pengertian yang mendalam. Definisi-definisi tersebut menekankan bahwa proses komunikasi adalah sebuah proses yang disengaja, dan memiliki maksud untuk saling mendapatkan pengertian yang mendalam, sehingga komunikasi bukan lah terjadi begitu saja, melainkan memang sengaja dilaksanakan demi tujuan untuk saling mentransfer pandangan antara satu sama lainnya, serta dapat untuk saling mengubah perilaku. Selain itu, komunikasi yang baik juga membutuhkan adanya feedback. Berdasarkan dari definisi-definisi tersebut juga dapat ditarik kesimpulan bahwa proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut: (Cangara, 2013) 7 Menurut Cangara (2013) terjadinya suatu proses komunikasi didukung oleh beberapa elemen atau unsur, yakni: a. Sumber Sumber adalah pihak yang menyampaikan atau mengirim pesan kepada penerima. Juga biasa disebut sebagai komunikator. b. Pesan Pesan ialah pernyataan yang disampaikan pengirim kepada penerima, dapat berupa bentuk verbal, maupun nonverbal. Pesan yang disampaikan haruslah sesuai dengan karakteristik dari komunikannya, agar dapat menjadi sebuah strategi yang efektif. Wilbur Schramm dalam Effendy (2005) mengatakan bahwa agar komunikasi yang dilancarkan dapat lebih efektif, maka pesan yang disampaikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapatmenarik perhatian sasaran dimaksud. 2. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalamanyang sama antara sumber dan sasaran, sehingga samasama dapatdimengerti. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran danmenyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu. 4. Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi,yang layak bagi situasi kelompok di mana sasaran berada pada saat iagerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. c. Saluran/channel Saluran atau media adalah alat yang dipergunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Media dalam pengertian di sini bisa berupa media massa yang mencakup surat kabar, radio, film, televisi dan internet. Bisa juga berupa saluran seperti kelompok pengajian atau arisan, kelompok pendengar dan pemirsa, organisasi masyarakat, dll. M.O Palapah(1975) membagi media atau saluran ini menjadi dua bagian, yakni 8 media umum dan media massa. Media umum artinya media yang dapat digunakan untuk menyalurkan ketiga macam komunikasi, yaitu komunikasi persona, kelompok, dan massa. Sedangkanmedia massa hanya digunakan untuk menyalurkan komunikasi massa saja.Selama ini kecenderungan dalam penggunaan media dalam sosialisasi adalah dengan menggunakan komunikasi massa. Media yang berkaitan dengan komunikasi massa seperti media cetak, televisi, dan radio. Cangara (2000) kemudian menjelaskan bahwa kegiatan dan tempat-tempat tertentu yang banyak ditemui dalam masyarakat pedesaan bisa juga dipandang sebagai media komunikasi sosial, misalnya rumah-rumah ibadah, balai desa, arisan, panggung kesenian dan pesta rakyat. d. Penerima Pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim dari sumber, juga biasa disebut sebagai komunikan. e. Efek Efek atau pengaruh adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh dapat berbentuk pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang. f. Umpan balik Umpan balik adalah tanggapan yang diberikan oleh penerima sebagai akibat penerimaan pesan dari sumber. g. Lingkungan atau situasi Lingkungan adalah situasi yang memengaruhi jalannya komunikasi. Lingkungan dapat diartikan dalam bentuk fisik, sosial budaya, psikologis, dan dimensi waktu. Dalam berkomunikasi, dibutuhkan komunikator, dan komunikan, serta pesan atau informasi yang akan disampaikan. Pesan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan melalui saluran, dan efek serta umpan balik adalah hal yang ditujukan oleh komunikator. Adanya lingkungan serta situasi 9 pada bagan tersebut menjelaskan bahwa lingkungan atau situasi menjadi salah satu faktor yang dapat memengaruhi jalannya komunikasi dan penerimaan pesan oleh sang komunikan. Terjadinya proses komunikasi antara satu sama lain, tentu memiliki fungsi dan tujuan. Seperti salah satu definisi di atas, komunikasi merupakan hal yang disengaja dan dapat ditujukan sebagai alat untuk mengubah perilaku seseorang, maka sebuah tujuan jelas ada di dalam proses komunikasi. Menurut Suprapto (2009), komunikasi memiliki 3 tujuan, yakni: a. Memberikan informasi, meningkatkan pengetahuan, menambah wawasan b. Menumbuhkan perasaan tertentu, menyampaikan ideatau pendapat c. Mengubah sikap, perilaku dan perbuatan Effendy (2005) juga menjelaskan tujuan komunikasi, yakni: a. Supaya gagasan kita dapat diterima oleh orang lain dengan pendekatan yang persuasif bukan memaksakan kehendak. b. Memahami orang lain, kita sebagai pejabat atau pimpinan harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya, jangan mereka menginginkan arah ke barat tapi kita memberi jalur ke timur. c. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam mungkin berupa kegiatan yang dimaksudkan ini adalah kegiatan yang banyak mendorong, namun yang penting harus diingat adalah bagaimana cara yang terbaik melakukannya. Kedua pendapat tersebut menekankan bahwa komunikasi bertujuan untuk memberikan paham serta informasi kepada komunikan dan juga menekankan tentang mengubah perilaku atau menggerakan orang lain untuk melakukan sesuatu. Terjadinya komunikasi dapat memberikan efek kepada komunikan, baik secara langsung maupun dengan perlahan. Namun, untuk dapat menjalankan komunikasi sehingga dapat dengan efektif menyampaikan pesan, serta merubah perilaku, dibutuhkan cara-cara yang tepat dalam mengkomunikasikan suatu pesan, atau biasa dikenal sebagai strategi komunikasi. 10 1.2 Strategi Komunikasi Strategi Komunikasi merupakan sebuah gabungan dari 2 konsep besar, yakni strategi dan komunikasi. Strategi berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata stratus yang berarti militer, dan ag yang berarti pemimpin. Yang jika disimpulkan, berarti generalship atau sesuatu yang dikerjakan oleh para jenderal perang dalam membuat rencana untuk memenangkan perang. Effendy (2003) menjelaskan bahwa strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukan arah saja, melainkan harus menunjukan bagaimana taktik operasionalnya. Menurut pendapat Tjiptono (2008) strategi dapat didefinisikan sebagai program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya. Makna yang terkandung dari strategi ini adalah bahwa para manajer memainkan peranan aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi organisasi. Singkatnya, strategi adalah rencana yang disatukan, diperhitungkan, dipikirkan dengan matang untuk mencapai tujuan. Kesimpulannya, strategi merupakan sekumpulan cara serta program yang telah dirancang, disusun dengan matang untuk mencapai tujuan dengan memperhitungkan segala kendala dan kemungkinan. Strategi merupakan hal yang mendasar dan dibutuhkan sebagai pedoman perjalanan suatu organisasi untuk mencapai misi tertentu, sehingga merencanakan strategi haruslah mempertimbangkan banyak hal. Jika disambungkan dengan definisi dari komunikasi, maka strategi komunikasi adalah sekumpulan cara serta program yang telah dirancang, disusun dengan matang untuk mencapai pengertian antara satu sama lain dan pengertian yang mendalam dengan memperhitungkan segala kendala dan kemungkinan. Para ahli pun telah turut memberikan definisi dari strategi komunikasi, menurut Rogers, dikutip oleh Cangara (2013) strategi komunikasi adalah suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah tingkah laku manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru. Serta, menurut Middleton dalam Cangara (2013) strategi komunikasi adalah kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi 11 mulai dari komunikator, pesan, saluran (media), penerima sampai pada pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal. Sejalan dengan definisi menurut Middleton tersebut, Mohr dan Nevin (1990) menambahkan bahwa strategi komunikasi adalah kombinasi dari aspek komunikasi, yang meliputi frekuensi dan formalitas komunikasi, isi komunikasi, dan saluran komunikasi. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat diambil beberapa kata kunci yang membentuk strategi komunikasi, yakni rancangan, tujuan komunikasi, komunikasi yang optimal, serta elemen komunikasi. Kunci dari strategi komunikasi adalah menciptakan komunikasi yang efektif. Seperti pendapat Arifin (1984) yang mengemukakan bahwa strategi diperlukan untuk mendukung kekuatan pesan agar mampu mengungguli semua kekuatan yang ada untuk menciptakan efektivitas komunikasi. Dalam berkomunikasi, tentu sang komunikator memiliki tujuan. Strategi komunikasi kurang lebih ingin memastikan bahwa tujuan itu tercapai dengan berbagai cara. Komunikator membutuhkan cara-cara serta program-program yang disusun dengan matang agar dapat menyampaikan maksudnya kepada komunikan, sesuai dengan tujuan yang telah disepakati sebelumnya. Kembali kepada definisi komunikasi yang menekankan adanya unsur kesengajaan, saluran, serta tujuan yang ingin dicapai dalam komunikasi. Strategi komunikasi menjembatani segala komponen tersebut. Strategi komunikasi memang dibuat secara sengaja dengan memikirkan berbagai saluran komunikasi dengan maksud agar tujuannya tercapai. Menurut Effendy (2005), ada empat tujuan dalam strategi komunikasi,yakni: 1. ToSecure Understanding yaitu untuk memastikan bahwa terjadi suatu pengertiandalam berkomunikasi. 2. To Establish Acceptance, yaitu bagaimana carapenerimaan itu terus dibina dengan baik. 3. To Motivate Action yaitu penggiatanuntuk memotivasinya, dan 4. To Goals Which Communicator Sought To Achieveyaitu bagaimana mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh pihak komunikator dariproses komunikasi tersebut. 12 Strategi komunikasi menekankan bahwa komunikasi memiliki tujuan yang ingin dicapai. Strategi komunikasi ditujukan untuk memastikan bahwa pesan yang disampaikan melalui proses komunikasi tersampaikan dengan baik sehingga selanjutnya dapat memberikan efek yang memang diinginkan oleh komunikator. Strategi komunikasi dibutuhkan bagi komunikator untuk dapat menyentuh khalayaknya sehingga tujuan dari komunikasi mereka tercapai dengan penggunaan komunikasi yang efektif. Dalam menetapkan strategi komunikasi, Cangara (2013) menjelaskan bahwa kita perlu memetakan kembali elemen dari komunikasi, yakni who says what, to whom through what channels, and what effects, seperti yang diungkapkan oleh Harold J. Laswell. Lebih lanjutnya, Harold J. Laswell dalam Hasan (2010) menyatakan bahwa cara terbaik untuk menerankan kegiatan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan “who says what in which channel to whom with what effect”. Hasan (2010) mengungkapkan bahwa berhasil tidaknya suatu strategi komunikasi ditentukan juga oleh kemampuan sistematik antar komponen-komponen yang terkait yang akan merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam Laswell tersebut. Implementasi dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat dibutuhkan dalam strategi komunikasi karena komponen tersebut merupakan sebuah pendekatan terhadap efek yang diharapkan. Lebih lanjutnya, VNG International (2004) menjelaskan aspek-aspek penting dalam strategi komunikasi, yakni: 1. Spokeperson Pemilihan spokeperson yang tepat dapat meningkatkan efektivitas dalam penyampaian pesan. 2. Message Semua pesan yang disampaikan harus terkoordinasi dan terintegrasi satu sama lainnya, dan harus fokus, tidak memiliki banyak objektif 3. Audiences Setiap audiens memiliki latar belakang yang berbeda, sehingga pendekatannya harus menyesuaikan 13 4. Tools Dapat diartikan sebagai alat penyampai pesan kepada audiens. Tools yang biasa digunakan oleh organisasi kurang lebih telah terangkum pada bagan di bawah ini a.Printed Material Bulletin Letters Directory od members Brochure or guide Poster Calendar Invitation Map of the country Annual report Press review Promotional items Business cards b. Audiovisual material and visual support Transparencies Diaporama Video Banner c. Electronic communications Website Intranet Electronic message board Teleconference over the phone d. Events Publik assembly Training for new members/staff „open doors‟ event Reception Training seminar kiosk e. Consultation tools 1. Survey 2. Round tables 3. Regional tours 4. Suggestion on box 5. Reply coupon 6. Email address 7. Query of complaint f. Media Paid advertisement News conference Regular column News release Tabel 1. Tools dalam Strategi Komunikasi 5. Feedback Komunikasi yang baik, membutuhkan adanya feedback. Dalam berkomunikasi, sebuah organisasi menginformasikan dan mendengarkan pendapat dari audiensnya. 6. Obstacles Hambatan dan rintangan yang dapat terjadi harus telah diperhitungkan dari awal 14 Hal pertama yang dipertanyakan adalah who, hal tersebut berkaitan dengan pentingnya komunikator dalam strategi komunikasi. Dalam menyusun strategi, komunikator begitu memegang peranan penting. Berhasil atau tidaknya komunikasi dapat ditentukan oleh berbagai faktor antara lain “strategi dan taktik” berkomunikasi yang dikembangkan komunikator. (Hasan, 2010). Setelah itu, dibutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang komunikan, serta pesan yang akan disampaikan, dan keseluruhan itu harus berdasarkan tujuan yang yang ingin dicapai. Mengenal karakteristik komunikan memainkan peran penting di sini. Penyusun harus memahami karakteristik hingga tren saat itu demi dapat langsung mencapai jalan pikir komunikan sehingga pesan dapat tersampaikan dengan baik. Wilbur Schramm, dalam karyanya “Communication Research In The United States”, menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of expreiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. Pesan yang disampaikan pun haruslah diformulasi sedemikian rupa demi mencapai pikiran para komunikan. Tentu, bahasa yang penuh dengan kata-kata asing akan sulit dipahami oleh komunikan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Maka dari itu, pesan harus disesuaikan dengan gaya bahasa dari komunikan.Selain itu, media dalam penyampaian pun memiliki peran yang penting dalam melaksanakan strategi. Penyusunan strategi komunikasi memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang komponen-komponen penting di dalamnya, serta harus mempertimbangkan banyak hal. Lebih lanjutnya, Arifin (1984) menjelaskan caramenyusun strategi komunikasi, yakni; (1) mengenal komunikan, (2) penyusunan pesan, (3) menetapkan metode, (4) pemilihan media, (5) peranan komunikator. Sedangkan menurut Sayoga (2002) penyusunan strategi komunikasi meliputi: penganalisaan masalah, penentuan prioritas khalayak, perumusan tujuan yang memenuhi kriteria, pemilihan media komunikasi, pengembangan pesan, perencanaan produksi media, dan perencanaan manajemen. Sejalan dengan pendapat tersebut, Middleton (dalam Adhikarya 1994) 15 menjelaskan bahwa penyusunan strategi komunikasi meliputi: pengumpulan data dan perkiraan kebutuhan, perumusan objektif dan tujuan komunikasi, Analisa perencanaan dan penyusunan strategi, analisis khalayak dan segmentasi, seleksi media, pengembangan pesan dan penyusunan pesan, peranan komunikator, perencanaan manajemen, latihan pelaksana, implementasi program, evaluasi program dan evaluasi sumatif. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan dalam menyusun strategi komunikasi harus mempertimbangkan: 1. Analisa perencanaan dan penyusunan strategi Analisis masalah merupakan hal paling dasar yang harus dilaksanakan, karena masalah adalah acuan dalam penentuan strategi komunikasi. 2. Perumusan Tujuan Glueck dan Lawrence (1992) menjelaskan bahwa tujuan adalah hasil akhir yang dicari oleh organisasi melalui eksistensi dan operasinya. Rasmuson(1989, dalam Nasution, 1996) bahwa sebuah tujuan harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut; (1) Menggambarkan hasil yang akan dicapai, jelas dantidak menimbulkan berbagai macam penafsiran; (2) Spesifik; (3)Perubahannya dapat diukur (measureable) dan dilihat (observeable); (4)Standar kualitas sebagai patokan mengukur keberhasilan; (5) Kualifikasi pokok menggambarkan kondisi yang melingkupi pencapaian tujuan, dandalam kondisi bagaimana tujuan yang dimaksud hendak dicapai; (6)Menetapkan titik akhir (definitive point) yang menunjukkan tujuan telahdicapai. 3. Analisis khalayak dan segmentasi Mengenal komunikan adalah langkah pertama untuk menentukan strategi komunikasi yang efektif. Dalam proses komunikasi, baik komunikator maupun komunikan mempunyai kepentingan yang sama. Tanpa persamaan kepentingan, komunikasi tak mungkin berlangsung. Untuk menciptakan persamaan kepentingan tersebut, maka komunikator harus mengerti dan memahami kerangka pengalaman dan referensi komunikan secara tepat dan seksama, yang meliputi: 16 a. Kondisi kepribadian dan fisik komunikan. b. Pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai-nilai dan normanorma yang ada. c. Situasi dimana komunikan itu berada. 4. Penyusunan pesan Syarat utama dalam memengaruhi khalayakdari pesan tersebut ialah mampu membangkitkan perhatian. Individu dalamsaat yang bersamaan, kadang-kadang dirangsang oleh banyak pesan dariberbagai sumber. Hasan (2010) juga menambahkan bahwa suatu komunikasi akan menjadi lebih efektif ketika pesan-pesan yang disampaikan lebih banyak berorientasi kepada kepentingan komunikan. Terkait dengan hal ini, Schramm (dalam Effendy, 2000) mengajukan empat syarat yang harus dipenuhi, yakni: a. Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa agar menarik perhatian khalayak sasaran b. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang disesuaikan dengan kerangka acuan khalayak sasaran c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan individu khalayak dan memberikan solusi untuk memenuhinya d. Pesan harus menyarankan cara memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan situasi kelompok dimana khalayak berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan respons sesuai dengan yang dikehendaki 5. Penetapan metode Dalam dunia komunikasi metodedapat dilihat dari dua aspek yaitu menurut cara pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya. Hal tersebut dapat diuraikan lebih lanjut, bahwa aspek pertama direalisasikan dalam dua bentuk, yaitu metode redundancy(repetition / di ulang-ulang) dan canalizing (mendalam). Sedang yang kedua (menurut bentuk isinya) dikenal metode seperti informatif, persuasif,edukatif, dan kursif. 17 6. Pemilihan media Dalam pemilihan media, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni: a. mass media advantages and disadvantages setiap media memiliki karakteristik yang berbeda, dengan mengatahui kelebihan dan kekurangannya maka pemilihan media dapat dilakukan sesuai kebutuhan b. matching media and audience segment perencana komunikasi harus mengetahui dengan betul khalayak yang disasar sehingga dapat menyesuaikan dengan media yang mereka biasa gunakan c. the concept of reach jangkauan media di sini merujuk pada potensi media untuk menghasilkan terpaan pesan (exposure) kepada khalayak yang menjadi sasaran d. the concept of frequency frekuensi merujuk pada jumlah pengulangan pesan dalam sebuah periode waktu untuk meningkatkan terpaan pada khalayak sasaran e. reach and frequency trade-off ketika jangkauan dan frekuensi dioperasikan secara bersamasama, tidak menutup kemungkinan akan terhambat oleh keterbatasan dana. Maka, bila jangkauan diperluas, maka frekuensi dikurangi, begitu juga sebaliknya 7. Peranan komunikator Komunikator memiliki peranan yang sangat penting, karena komunikator merupakan ujung tombak yang berperan dalam menyampaikan pesan kepada khalayak. Terdapat 3 faktor penting yang harus diperhatikan, yakni: (1) daya tarik sumber, (2) kredibilitas sumber, dan (3) kemampuan berempati 18 8. Perencanaan manajemen Hal terakhir yang perlu dilakukan dalam merencanakan program komunikasi adalah merencanakan manajemennya, maksudnya adalah merencanakan bagaimana mengendalikan dan mengkoordinasikan tenaga, biaya, waktu, dan berbagai sumber lainnya dengan disertai penjadwalan yang jelas (Sayoga, 2002) 9. Implementasi program Setelah semua perencanaan telah dilaksanakan, maka tahap selanjutnya adalah implementasi program. Perencanaan yang telah dilakukan, dituangkan menjadi program-program, maka pada tahap ini, pelaksana melaksanakan program yang telah dirancang. 10. Evaluasi Tujuan evaluasi program adalah untuk mengetahui dan mengukur keberhasilan strategi. Hasibuan (1985) menjelaskan bahwa terdapat empat tahap yang harus dilakukan dalam proses evaluasi/kontrol program, yakni: (1) menentukan standar-standar atau dasar untuk evaluasi, (2) mengukur pelaksanaan, (3) membandingkan pelaksanaan dengan standar yang telah ditentukan serta menentukan penyimpangan yang terjadi, (4) melakukan tindakan perbaikan jika terjadi penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana. 2. Komunikasi Pemerintahan Komunikasi pemerintahan tidak lepas dari konteks komunikasi organisasi, sehingga komunikasi pemerintahan merupakan bagian dari komunikasi organisasi (Silalahi, 2004). Maka dari itu, untuk memahami komunikasi pemerintahan ada baiknya terlebih dahulu memahami tentang komunikasi organisasi. Pace dan Faules (2001) berpendapat komunikasi organisasi dapat didefinisikan pertunjukkan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hirarkis antara yang satu dengan yang 19 lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Definisi ini menekankan tentang penafsiran pesan dibandingkan dengan komunikasi sebagai proses. Kemudian, menurut Cornelissen (2011), komunikasi organisasi adalah “a management function that offers a framework for the effective coordination of all internal and external communication with the overall purpose of establishing and maintaining favourable reputations with stakeholder groups upon which the organizations is dependent.” Cornelissen menegaskan adanya ketergantungan organisasi dengan pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan yang sama, dan menjelaskan bahwa organisasi memiliki komunikasi internal serta eksternal. Mudahnya, komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terjadi di dalam suatu organisasi. Namun, melihat dari organisasi itu sendiri, komunikasi yang terjadi di dalamnya menjadi kompleks. Lengkapnya, komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam suatu jaringan yang terkoordinasi antara internal dan eksternal yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan dengan tujuan untuk membangun dan mempertahankan reputasi serta stakeholder di mana sebuah organisasi berdiri. Di dalam sebuah organisasi, terdapat beberapa macam komunikasi, yakni terjadi komunikasi interpersonal dari satu karyawan ke karyawan lainnya maupun dari atasan ke bawahan, kesempatan untuk bicara di depan publik, kelompok kecil, serta komunikasi menggunakan media(West, 2008). Dalam komunikasi organisasi juga dapat terjadi komunikasi massa, serta komunikasi publik, yakni apabila organisasi tersebut ingin menyentuh khalayaknya. Kembali kepada definisi dari komunikasi organisasi, Cornelissen menjelaskan bahwa sebuah organisasi memiliki ketergantungan kepada beberapa pihak yang memiliki kepentingan yang sesuai dengan organisasi, sehingga berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan organisasi merupakan hal yang harus dibina. Organisasi tentu tidak dapat berdiri apabila tidak memiliki khalayak, serta stakeholder lain yang akan menyokongnya. Cornelissen (2011) mendefinisikan stakeholder sebagai “persons or groups with legitimate interest in aspects of corporative activity, and they are identified by this interest, whether the corporation has any direct economic interest in them or not.” Intinya, yang 20 merupakan stakeholder adalah individu maupun kelompok yang memang bersinggungan langsung maupun tidak langsung dengan sebuah organisasi namun memiliki kepentingan yang saling bersinggungan. Suatu organisasi perlu untuk terus menjalin hubungan dengan stakeholdernya. Salah satu model dalam hubungan dengan stakeholder adalah stakeholder management (Cornelissen, 2011). Stakeholder management menganggap bahwa sebuah organisasi memiliki keterkaitan antara satu sama lain dengan pemerintahan dan dengan opini publik, serta berbagai stakeholder lainnya, yakni kelompok yang dapat memengaruhi dan dipengaruhi dengan keberadaan organisasi.Kurang lebih dapat digambarkan sebagai berikut: (Cornelissen, 2011) Hal tersebut menunjukkan bahwa organisasi secara tidak langsung dapat berdiri, serta bergantung pada kelompok-kelompok dan individu yang berada di sekitarnya. Sebuah organisasi dapat terus maju apabila terus melaksanakan hubungan yang baik dengan stakeholdernya, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi dengan para stakeholder merupakan sesuatu yang penting. Sama halnya dengan organisasi bernama pemerintah. Pemerintah memerlukan dukungan dari banyak pihak untuk terus dapat menjalankan kegiatannya. Untuk terus mendapatkan dukungan, pemerintah harus terus menjaga hubungan dan berkomunikasi dengan berbagai stakeholdernya untuk dapat menjalankan kewajibannya. Pemerintah berasal dari kata government yang secara harfiah diartikan sebagai civil servant atau pelayanan, artinya ada 21 hubungan dan pengaruh yang kuat antara kata government sebagai pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan keberadaan pemerintahan (Hasan, 2009). Lebih lanjutnya, Herman C.F. Strong dalam Hasan (2009) menyatakan bahwa pemerintahan sebagai organisasi yang memiliki hak untuk melaksanakan kekuasaan berdaulat dalam arti luas merupakan sesuatu yang lebih besar daripada suatu kementerian yang diberi tanggungjawab memelihara perdamaian dan keamanan Negara. Intinya, pemerintah ada untuk menyelenggarakan Negara, juga untuk melayani masyarakat. Kedua kewajiban terbesar tersebut diemban oleh pemerintah dan harus menjalankan demi dapat mencapai tujuan Negara. Hasan (2009) menjelaskan karakteristik yang melekat dalam setiap kegiatan pemerintah, yakni: 1. Program ditujukan untuk seluruh masyarakat luas 2. Seringkali hasilnya abstrak dan sulit dilihat dalam waktu dekat, bahkan dalam jangka waktu yang panjang sekalipun, karena sifatnya yang terpadu dan berkesinambungan 3. Program pemerintahan selalu mendapat pengawasan dari berbagai kalangan, terutama pers, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan sebagainya yang berperan dalam proses penyadaran masyarakat. Karakteristik-karakteristik tersebut menjelaskan bahwa pemerintah menjalankan program demi masyarakat dan programnya dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang dan berkesinambungan. Kurang lebih, pemerintah hadir untuk rakyatnya. Pemerintah ada untuk dapat memajukan masyarakatnya. Demi melaksanakan semua itu, pemerintah harus memiliki keterampilan dalam berkomunikasi agar dapat menyentuh masyarakat. Jika dikaitkan dengan konsep stakeholder, maka masyarakat adalah stakeholder terbesar pemerintah. Menurut Hasan (2009) komunikasi pemerintah adalah penyampaian ide, program, dangagasan pemerintah kepada masyarakat dalam mencapai tujuan Negara (dalam konteks ini pemerintah diasumsikan sebagai komunikator dan masyarakat sebagai komunikan yang dalam kondisi tertentu dapat terjadi sebaliknya) sehingga dapat terwujud pemerintahan yang amanah, efektif dan 22 kredibel. Komunikasi pemerintahan pada dasarnya tidak selalu bersifat politis, karena tanggung jawab terbesar dari pemerintah adalah masyarakatnya, sehingga pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menginformasikan masyarakatnya tentang kebijakan, rencana perundang-undangan, program kerja pemerintah, dan segala sesuatu yang memang berpengaruh kepada kehidupan masyarakatnya. Komunikasi pemerintahan juga merupakan sebuah komunikasi organisasi, sehingga ia juga memiliki dua bentuk, yakni internal dan eksternal. Komunikasi internal pemerintahan mengarah kepada managing staff dan bertujuan agar pegawai atau staf mengetahui dan memahami apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakan dan agar eksekutif pemerintah mendapatkan informasi dari pegawai tentang hasil pelaksanaan pekerjaan yang kesemuanya bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi pemerintah secara efektif dan efisien (Silalahi, 2004). Sedangkan untuk komunikasi pemerintahan eksternal, cenderung kepada managing people, maksudnya adalah untuk memberikan informasi tentang berbagai kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan pemerintah kepada masyarakat, organisasi-organisasi non pemerintah, termasuk komunitas atau institusi bisnis, sekaligus mendapatkan informasi dari mereka untuk membuat kebijakan dan peraturan dan juga informasi tentang dampak dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk menentukan apakah kebijakan atau peraturan tersebut dilanjutkan atau dihentikan, direvisi atau dimodifikasi (Silalahi, 2004). Dalam menjalankan aktifitas komunikasi, pemerintah memiliki beberapa karakteristik sebagaimana dijelaskan oleh Robbins dalam Hasan (2005), yakni: 1. Para aparatur pemerintah harus menyadari pentingnya komunikasi. Pentingnya komunikasi dalam menjalankan pemerintahan tentunya karena tanpa komunikasi maka informasi tidak akan sampai kepada tujuannya (masyarakat) 2. Para aparatur pemerintah harus memiliki komitmen pada komunikasi dua arah. Dalam proses komunikasi, pemerintah tidak bisa hanya memberikan keputusan tetapai harus bersedia menerima masukan ataupun pendapat dari pihak lain agar pencapaian tujuan bisa maksimal 23 3. Penekanan komunikasi lebih diutamakan dalam komunikasi tatap muka Komunikasi secara tatap muka atau langsung pada umumnya lebih baik daripada komunikasi melalui media, karena komunikator dapat melihat secara langsung reaksi dari komunikan, apakah ia bisa menerima atau tidak suatu keputusan maupun informasi 4. Transparansi dan keterbukaan harus merupakan tujuan bersama dalam mencapai visi, misi, program dan strategi Aparatur pemerintahan harus lebih terbuka dalam menyampaikan informasi tanpa menutupi sesuatu yang penting 5. Kepiawaian dalam menangani kondisi seburuk apapun termasuk berita yang jelek dan tidak menguntungkan Setiap permasalahan harus dijadikan sebagai contoh dan pengalaman sehingga dapat melatih keluwesan aparatur negara dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul secara bijaksana 6. Memperlakukan komunikasi sebagai proses berkelanjutan Komunikasi itu tidak bisa dilakukan hanya sekali, tetapi harus berkesinambungan atau terus menerus sehingga kelancaran informasi akan tetap berjalan Namun, dalam prakteknya, Komunikasi yang dilaksanakan oleh pemerintah, seringkali masih terhambat dan bahkan gagal. Menurut Institute for Strategic Dialogue, kegagalan yang biasa terjadi dalam komunikasi dilaksanakan oleh pemerintah adalah: 1. Audiences awareness Pemerintah terkadang tidak dapat mengantisipasi hasil dari atau efek yang dapat terjadi kepada masyarakat 2. Dissemination mediums Tidak adanya channel komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat dengan jelas sehingga menyulitkan pemerintah dalam menyampaikan informasi, maupun sebaliknya 24 3. Institutional coordination Kurangnya koordinasi dengan pemerintah pusat sehingga pesan yang disampaikan seringkali tidak terintegrasi 4. Community partnership Kurangnya kerjasama antara pemerintah dengan tokoh yang ada di dalam masyarakat 5. Responsive messaging Birokrasi yang menyulitkan adanya pesan yang responsif antara pemerintah dengan masyarakat Mengetahui kegagalan-kegagalan yang kerap terjadi tersebut, pemerintah perlu kembali memformulasi cara untuk dapat berkomunikasi lebih efektif kepada masyarakatnya. Tentu, untuk dapat menginformasikan kepada masyarakat dan menyentuh rakyatnya, pemerintah harus cerdik dalam penyampaian informasinya. Pemerintah membutuhkan strategi komunikasi dalam menyelenggarakan komunikasi dengan masyarakat. Terlebih, dengan beragamnya karakteristik masyarakat Indonesia, semakin memberikan tantangan kepada pemerintah dalam mencapai tujuan komunikasi pemerintahan, yakni menginformasikan masyarakat tentang berbagai kebijakan dan segala sesuatu yang ditujukan untuk kehidupan masyarakatnya. Dalam konteks pemerintahan, strategi komunikasi merupakan suatu kemampuan pemerintah dalam mencapai tujuan negara dan pemerintahan. Dikaitkan dengan ilmu pemerintahan, maka kemampuan tersebut dapat meliputi kemampuan mengajak orang lain bekerjasama yang di dalamnya mencakup aktivitas; merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan kemampuan melakukan kontrol atau evaluasi (Hasan, 2009). 3. Sosialisasi Menurut Abdulsyani (2007) Sosialisasi adalah proses belajar yang dilakukan oleh seseorang untuk berbuat dan bertingkah laku berdasarkan patokan yang terdapat dan diakui dalam masyarakat. Dalam proses belajar atau penyesuaian diri itu seorang kemudianmengadopsi kebiasaan, sikap dan ide-ide 25 dari orang lain, kemudian seseorang mempercayai dan mengakui sebagai milik pribadinya. Sejatinya, sosialisasi dialami oleh tiap individu semenjak ia dilahirkan dan sepanjang hidupnya. Berbagai hal yang ia lihat dan pelajari hingga mengakar dalam pikirannya adalah hasil dari sosialisasi yang telah ia alami.Sosialisasi dibagi menjadi dua, yakni; a. Sosialisasi Primer adalah sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). b. Sosialisasi Sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Serta, menurut Berger dan Luckman, sosialisasi dibagi menjadi dua tipe, yakni; a. Formal Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenangmenurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan disekolah dan pendidikan militer. b. Informal Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yangbersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub,dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. Berkenaan dengan sosialisasi di dalam masyarakat dan pemerintahan, sosialisasi dimaksudkan sebagai usaha untuk memasukkan nilai-nilai kebudayaan terhadap individu sehingga individu tersebut menjadi bagian dari masyarakat. Selain itu, sosialisasi juga didefinisikan sebagai usaha penyebarluasan informasi (progam, peraturan, kebijakan) dari satu pihak (pemilik progam) ke pihak lain (masyarakat umum) dan proses pemberdayaan, dimana diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis, menumbuhkan perubahan sikap, dan perilaku masyarakat.Sosialisasi bukan sekedar diseminasi atau media publikasi, penyebarluasan informasi (progam, peraturan, kebijakan) dari satu pihak (pemilik 26 progam) ke pihak lain (masyarakat umum) melainkan bagian dari proses pemberdayaan, dimana diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis, menumbuhkan perubahan sikap, dan perilaku masyarakat. Pada sisi aktifitas fisiknya, sosialisasi diharapkan menerapkan beberapa pendekatan yang didasarkan atas perbedaan khalayak sasaran. Pendekatan yang dilakukan, diharapkan bisa membangun keterlibatan masyarakat (sebagai subjek pelaksana program) melalui pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman untuk menemukan kesepakatan-kesepakatan bersama yang berpijak pada kesetaraan, kesadaran kritis dan akal sehat16. Melihat definisi tersebut, sosialisasi merupakan salah satu alat bagi pemerintah untuk dapat mentrasnfer paham kepada masyarkat hingga masyarakat dapat memahami suatu pandangan tertentu hingga dapat merubah perilaku. Definisi tersebut tidak jauh dari definisi komunikasi yang juga merupakan salah satu cara untuk mentransfer paham kepada orang lain dengan tujuan tertentu, sehingga sosialisasi pun merupakan salah satu bentuk dari komunikasi. Pada dasarnya sosialisasi adalah pendekatan yang didasarkan atas perbedaan khalayak sasaran. Dengan kata lain, sosialisasi merupakan bentuk upaya menyebarluaskan informasi kepada khalayak atau masyarakat luas. Hal itu dimaksudkan agar khalayak dapat menerima dan memahami isi dari pada informasi tersebut. Sosialisasi dapat dilakukan dengan beragam model dan cara agar sosialisasi tersebut berjalan sesuai harapan dan seefektif mungkin. Menyentuh masyarakat luas tentu tidak mudah, dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk dapat menyentuh tiap lapisan masyarakat. Karakteristik dari masyarakat tentu menjadi pertimbangan yang sangat besar dalam menentukan cara-cara dari sosialisasi. Di sini, strategi dalam menjalankan sosialisasi jelas sangat dibutuhkan. Untuk dapat menyentuh masyarakat yang luas sehingga dapat menyampaikan maksud sehingga dapat mencapai tujuan sosialisasi, tentu membutuhkan perencanaan yang tepat. 16 Diakses dari http://www.p2kp.org/kamus.asp?catid=2 diakses pada 11 April 2015 pukul 16:00 27 4. Anak Menurut Aqib (2008), anak adalah manusia yang baru tumbuh dan berkembang yang memerlukan kasih sayang, baik di sekolah, di rumah maupun dimana saja. Anak digambarkan sebagai individu yang sedang tumbuh dan memerlukan kasih sayang serta bimbingan dari lingkungannya. Namun, definisi tersebut terlalu luas sehingga tidak dengan lugas menjelaskan apa yang dimaksud dengan anak. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. Kurang lebih, anak adalah individu yang belum berusia delapan belas tahun dan sedang berkembang. Ia membutuhkan kasih sayang serta bimbingan dari lingkungannya. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 selanjutnya menjelaskan dengan mendetail tentang segala aspek dari anak, baik dari perihal hak-haknya, tentang orang tua, tentang masalah pengangkatan anak, hingga tentang pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk melindungi anak. Setiap anak memiliki hak-hak yang sepatutnya mereka dapatkan, dari hal pendidikan, kesehatan, serta mendapatkan perlindungan.Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.Namun hingga saat ini, perlindungan anak masih belum berdiri dengan maksimal. Masih banya terjadi pelanggaran terhadap anak, seperti eksploitasi anak, serta kekerasan.Menurut BAKOHUMAS, terdapat beberapa faktor penyebab kekerasan terhadap anak, diantaranya adalah pengaruh keluarga, pengaruh ekonomi, kondisi sosial seperti pengangguran, penyakit, lingkungan yang kurang baik, serta pandangan yang keliru tentang posisi anak dimana anak sering dianggap tidak tahu apa-apa, sehingga anak harus menurut dengan kemauan orang dewasa di dalam rumahnya. Pemahaman masyarakat tentang anak di dalam keluarga masih sangat minim17. Baik orang tua, maupun anak itu sendiri 17 Diakses dari http://www.murianews.com/item/14223-orangtua-harus-memahami-hak-anakuntuk-tekan-kekerasan.html diakses pada 4 Juni 2014 pukul 13.05 28 masih belum begitu paham tentang hak-hak yang sepantasnya didapatkan oleh anak sehingga perlindungan anak masih belum dapat berdiri dengan maksimal. Penyadaran masyarakat tentang perlindungan anak tentu menjadi dibutuhkan, demi berlangsungnya perlindungan anak. Berbagai gerakan perlindungan anak telah dilaksanakan oleh banyak pihak, baik dari pemerintah hingga non government organization. Namun, gerakan-gerakan penyadaran tersebut memiliki target audiences yang cukup luas. Dalam menyadarkan perlindungan anak, yang disentuh bukan hanya orang tua, namun berbagai elemen masyarakat seperti lingkungan anak tersebut, guru, hingga anak itu sendiri. Di sini, strategi komunikasi dibutuhkan. Strategi komunikasi dibutuhkan agar dapat membuat kegiatan-kegiatan penyadaran yang berbasis komunikasi dapat menyasar target yang tepat dengan efektif. F. Kerangka Konsep Penelitian ini akan berfokus kepada strategi komunikasi yang digunakan oleh Badan dalam Pemerintah Kota dalam melaksanakan sosialisasi perlindungan anak kepada berbagai elemen masyarakat. Harold J. Laswell dalam Cangara (2013) serta Hasan (2010) menjelaskan bahwa cara terbaik untuk mengetahui strategi komunikasi adalah dengan memetakan aspek-aspek komunikasi yakni dengan menjawab pertanyaan who says what, to whom through what channels, and what effects. VNG Internasional (2004) juga menjelaskan aspek-aspek dalam strategi komunikasi, yakni spokeperson/komunikator, pesan, audiences/komunikan, tools/media/channel, serta feedback dan obstacles, menambahkan aspek-aspek yang telah dijelaskan oleh Laswell sebelumnya. Selanjutnya, dalam penyusunan strategi komunikasi, terdapat beberapa pendapat. Arifin (1984) menjelaskan cara menyusun strategi komunikasi, yakni; (1) mengenal komunikan, (2) penyusunan pesan, (3) menetapkan metode, (4) pemilihan media, (5) peranan komunikator. Sedangkan menurut Sayoga (2002) penyusunan strategi komunikasi meliputi: penganalisaan masalah, penentuan prioritas khalayak, perumusan tujuan yang memenuhi kriteria, pemilihan media 29 komunikasi, pengembangan pesan, perencanaan produksi media, dan perencanaan manajemen. Sejalan dengan pendapat tersebut, Middleton (dalam Adhikarya 1994) menjelaskan bahwa penyusunan strategi komunikasi meliputi: pengumpulan data dan perkiraan kebutuhan, perumusan objektif dan tujuan komunikasi, Analisa perencanaan dan penyusunan strategi, analisis khalayak dan segmentasi, seleksi media, pengembangan pesan dan penyusunan pesan, peranan komunikator, perencanaan manajemen, latihan pelaksana, implementasi program, evaluasi program dan evaluasi sumatif. Apabila keseluruhan pendapat tersebut dirangkum menjadi sebuah bagan besar, dengan mendasarkan pendapat Laswell sebagai teori utama, maka untuk memetakan strategi komunikasi BP3AKB Kota Bekasi dalam sosialisasi perlindungan anak di Kota Bekasi, kurang lebih digambarkan sebagai berikut: Komunikator BP3AKB Analisa perencanaan dan penyusunan strategi Perumusan tujuan STRATEGI KOMUNIKASI - Analisis Komunikan - Formulasi Pesan - Metode Penyampaian Pesan - Pemilihan Media - Peranan Komunikator Implementasi Komunikan Obstacles Evaluasi Feedback 30 Untuk dapat menjabarkan strategi komunikasi yang dilakukan oleh BP3AKB dalam mensosialisasikan perlindungan anak kepada masyarakat Bekasi, maka langkah yang perlu dilakukan adalah mengikuti tahap-tahap tersebut. Komunikator yang melaksanakan sosialisasi perlindungan anak merupakan BP3AKB Kota Bekasi. Fungsi BP3AKB sebagai komunikator lebih kepada fungsi perencana strategi. Dalam usaha mengkomunikasikan pesan ke masyarakat dengan efektif, ia membutuhkan sebuah strategi komunikasi. Tahap awal yang harus dilakukan untuk menentukan strategi komunikasi adalah menganalisis perencanaan dan penyusunan strategi. BP3AKB harus mengadakan analisis dan mengetahui fakta-fakta tentang perlindungan anak di Indonesia. Setelah mengetahui fakta yang ada, maka BP3AKB menyusun tujuan berdasarkan fakta tersebut. Setelah analisis dan penetapan tujuan, BP3AKB berlanjut kepada strategi komunikasi, yakni dengan mengadakan analisis khalayak dan segmentasi. Khalayak yang ingin dicapai dalam strategi komunikasi yang dilakukan BP3AKB tentu berbeda-beda, dan memiliki karakteristik masing-masing. Tiap khalayak dikelompokkan dan dibedakan tiap kategorinya. Setelah pemetaan khalayak, dilanjutkan dengan memetakan pesan yang disampaikan. Tiap kategori khalayak tentu memiliki pesan tersendiri yang ingin disampaikan. Pesan tersebut juga dikemas dan disesuaikan dengan karakteristik dari tiap kategori khalayak. Kemudian adalah memetakan metode, yang di dalamnya terdapat mediamedia yang digunakan, serta waktu dan pelaksanaan, juga frekuensi sosialisasi yang dilakukan oleh BP3AKB kepada targetnya. Metode yang digunakan untuk menyampaikan pesan tentu berbeda, tergantung dari khalayak serta pesan yang ingin disampaikan. Setelah mengetahui metodenya, maka tahap selanjutnya adalah memilih media-media yang akan dilakukan, baik akan dilaksanakan dengan tatap muka, maupun dengan menggunakan media. Selanjutnya, menentukan komunikator. Komunikator adalah ujung tombak penyampaian pesan, maka dari itu, memilih komunikator perlu memikirkan faktor-faktor yang 31 ada. Setelah semua hal itu dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah merencanakan manajemennya serta mengkoordinasikan sehingga dapat melakukan implementasi pada tahap selanjutnya. Setelah program-program dilaksanakan, maka pesan disampaikan kepada komunikan sesuai dengan strategi yang telah dirancang dan melihat bagaimana feedbacknya dari komunikan. Hal terakhir adalah dengan melakukan evaluasi sehingga dapat melihat efektivitas strategi komunikasi yang telah dilakukan. G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang akan digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2000) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik atau utuh. Pendekatan kualitatif dipilih dengan tujuan agar dapat menggambarkan dan menjelaskan secara terperinci strategi apa saja yang telah dilakukan oleh BP3AKB Kota Bekasi sehingga dapat menjawab rumusan masalah secara intensif serta terperinci, sesuai dengan sifat riset kualitatif yang bertujuan untuk menjelasakan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Sedangkan metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif. Menurut Bungin (2012), metode deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul dimasyarakat yang menjadi permasalahannya itu, kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tertentu. Penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif menjelaskan data dalam bentuk kata-kata, kalimat, serta uraian-uraian tentang suatu topik dengan mendalam. Metode deskriptif dapat memaparkan berbagai pandangan, sikap, dan 32 proses pembentukan fenomena serta permasalahannya berdasarkan pada perilaku para pelakunya yang kemudian digambarkan peneliti secara faktual. Metode ini dipilih karena metode ini mampu untuk menjelaskan strategi komunikasi yang dilakukan oleh BP3AKB dalam mensosialisasikan perihal program perlindungan anak kepada warga, dan berbagai instansi yang ada di Kota Bekasi. secara intensif, terperinci dan mendalam. 2. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kantor BP3AKB Kota Bekasi Jl. Jend A. Yani Komp Pemda Kota Bekasi Lt.5, Bekasi, Jawa Barat pada bulan Juni 2015 hingga Juli 2015 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yakni: 1. Interview (wawancara) Wawancara adalah percakapan antara peneliti dengan informan, seseorang yang diasumsikan mengetahui informasi penting tentang suatu obyek. Dalam penelitian, wawancara dilakukan untuk dapat memperdalam data yang diperoleh. Pada penelitian ini, wawancara akan dilakukan kepada: - Kepala BP3AKB Ir. Hj. Riswanti, M.Si - Kepala Bidang Perlindungan Anak Dra. Min Aminah M.Si 2. Observasi Observasi adalah suatu metode pengamatan dan pencatatan secara sistematis mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki atau diteliti baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Observasi dilakukan untuk lebih mendekatkan diri antara peneliti dengan objek studi atau kasus yang sedang dikaji. Sehingga peneliti akan secara langsung mengetahui tentang segala hal yang terjadi bersama aspek yang 33 memengaruhi tentang permasalahannya. Maka peneliti dapat secara objektif melihat fenomena yang terjadi. Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi non-partisipan. 3. Dokumentasi Dokumentasi adalah metode pengumpulan dara dengan cara mencari data mengenai hal tertentu melalui catatan, transkrip, majalah, buku, dan lain-lain. Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak didapatkan dengan metode yang telah sebelumnya disebutkan. Metode ini diharapkan menjadi penunjang data. 4. Validitas Data Guna menjamin validitas data yang diperoleh oleh penulis, maka sebuah teknik validitas data dibutuhkan. Teknik validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data tersebut sebagai pembanding (Moleong, 2002). Selanjutnya, teknik trianggulasi yang akan digunakan adalah teknik trianggulasi sumber, yakni dengan melaksanakan perbandingan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Pengecekan ulang dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni: a. Membandingkan data yang didapat dari wawancara dengan hasil pengamatan langsung di lapangan. b. Membandingkan apa yang dikatakan data dengan materi yang didapat melalui studi pustaka, teori maupun pendapat akademisi dan pengamat. c. Melakukan kroscek mengenai pernyataan seorang informan dengan pernyataan informan lain yang sama-sama mengetahui kasus tersebut. d. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. 5. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis interaktif Miles dan Huberman yang menekankan kepada tigatahapan yaitu; data reduction, data display, kemudian conclusion drawing/verification. Pada tahap data reduction, pemeliti 34 memilih, mengkategorikan, serta menyederhanakan data yang telah didapat dan mentransformasi data yang muncul dari catatan saat meneliti di lapangan. Kemudian tahap data display adalah menyajikan data dengan penyusunan yang logis dan sistematis. Lalu, tahap yang terakhir adalah conclusion drawing/verification. (Sugiyono, 2013) 35