PENDAHULUAN Latar Belakang Brucellosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri genus Brucella dan dikategorikan oleh Office International des Epizooties (OIE) sebagai zoonosis (Alton et al., 1988). Brucellosis merupakan zoonosis utama di seluruh dunia. Brucellosis muncul sejak ditemukannya Brucella melitensis oleh Bruce pada tahun 1887, dan pola kompleks strain Brucella muncul dengan identifikasi Brucella abortus, Brucella suis, Brucella neotomae, Brucella Ovis, Brucella canis, yang baru-baru ini menginfeksi mamalia laut (Mantur dan Satish, 2008). Meskipun telah ada kemajuan besar dalam mengendalikan penyakit di banyak negara, infeksi pada hewan domestik terus tetap terjadi (WHO, 2006). Brucellosis merupakan salah satu penyakit ternak yang dikenal di Indonesia sejak tahun 1925 (Supar et al., 1998). Menurut Budiharta (1992), brucellosis di Indonesia terjadi sekitar menjelang Perang Dunia kedua. Brucellosis bersifat zoonotik, karena dapat menular dan berbahaya bagi kesehatan manusia (WHO, 2006). Brucellosis dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar di berbagai negara, karena brucellosis dapat menulari semua betina yang telah dewasa kelamin dan menyebabkan abortus sampai mencapai 90% dari seluruh sapi betina dewasa tersebut. Sapi betina yang terinfeksi brucellosis dapat mengalami abortus 1-2 kali, kemudian akan terjadi kebuntingan normal kembali. Kebanyakan sapi yang terinfeksi brucellosis sulit untuk bunting kembali dan mengalami kemajiran 1 2 yang total, terutama pada sapi yang mengalami retensi plasenta. Beberapa tahun setelah infeksi, gejala abortus menjadi umum dikawasan ternak tersebut disertai dengan angka konsepsi yang rendah. Sapi-sapi yang dikawinkan berulang kali tidak terjadi kebuntingan, hal ini menyebabkan biaya produksi peternakan menjadi tinggi karena harga beberapa kali Inseminasi Buatan (Hardjopranjoto, 1995). Menurut Lake et al. (2010), brucellosis dapat menimbulkan penurunan produktivitas dan reproduktivitas pada ternak sapi. Pada sapi, brucellosis penting terutama untuk sapi betina. Sapi jantan dapat juga terinfeksi tetapi tidak secara langsung menyebarkan penyakit (Richey dan Harrel, 1997). Prevalensi brucellosis di masing-masing daerah di Indonesia sangat bervariasi karena kondisi geografis dan budaya di Indoneisa yang sangat bervariasi. Prevalensi yang bervariasi ini kemungkinan disebabkan oleh sistem surveilans, pencegahan, dan pemberantasan di masing-masing daerah yang berbeda (Rompis, 2002; Thrusfield, 2007). Sebagai daerah yang ada infeksi brucellosis maka perlu serangkaian kegiatan yang bertujuan mencegah penyebaran penyakit, mengendalian penularan dan pemberantasan penyaklit. Prevalensi brucellosis diperlukan untuk menentukan jenis kebijakan pemerintah dalam menangani penyakit brucellosis. Dikenal dua strategi pemberantasan yaitu apabila prevalensi reaktor lebih dari 2% maka pemberantasan dengan vaksinasi, sedangkan jika kurang dari 2% dengan test and slaughter (CFT +) (Rompis, 2002). Diperlukan kajian yang menganalisa faktor-faktor resiko yang menyebabkan munculnya brucellosis. Beberapa penelitian mengelompokkan 3 faktor- faktor yang berhubungan dengan infeksi brucellosis pada ternak yakni faktor populasi ternak, tipe managemen pemeliharaan, dan biologi dari penyakit brucellosis. Faktor yang berhubungan dengan epidemiologi brucellosis pada sapi di berbagai daerah dapat diklasifikasi sebagai faktor yang berhubungan penyebaran brucellosis di antara kelompok ternak, dan faktor yang berpengaruh pada pemeliharaan dan penyebaran penyakit dalam kelompok ternak (Al-Majali et al., 2009). Sehingga dapat diputuskan tindakan pencegahan penyebaran penyakit, mengendalikan penularan, dan pemberantasan yang tepat. Penularan secara horizontal terjadi melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi ataupun secara tidak langsung dengan lingkungan yang tercemar (OIE, 2007). Tingginya populasi serta sanitasi dan higiene kandang yang kurang memadai memudahkan penularan penyakit melalui kontak langsung (Noor, 2006). Sumber utama infeksi brucellosis pada sapi adalah cairan fetus, sisa–sisa setelah melahirkan, cairan vagina, dan jaringan membran plasenta, serta padang rumput (Xavier et al., 2010). Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi brucellosis dan mengkaji faktor risiko brucellosis di tingkat peternakan di Jawa Tengah tahun 2014. 4 Manfaat Penelitian Manfaat diharapkan dapat memberikan gambaran kejadian dan epidemiologi brucellosis di Jawa Tengah tahun 2014 sehingga dapat menjadi sumber informasi dan pemberantasan brucellosis. bahan pertimbang kebijakan pengendalian dan