TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Adisarwanto (2002) tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Rosales Family : Leguminosae Genus : Glycine Species : Glycine max (L.) Merrill. Pertumbuhan akar cepat, daerah kedalaman kira-kira 90cm, akar lateral yang baik sebagian besar mencapai kedalaman sampai 20 cm (Tindall, 1983). Pada tanaman kedelai dikenal dua tipe pertumbuhan batang, yaitu determinit dan indeterminit. Jumlah buku pada batang akan bertambah sesuai pertambahan umur tanaman, tetapi pada kondisi normal jumlah buku berkisar antara 15 – 20 buku dengan jarak antar buku berkisar antara 2 - 9 cm. Batang pada tanaman kedelai ada yang bercabang dan ada pula yang tidak bercabang, tergantung dari karakter varietas kedelai, tetapi umumnya cabang pada tanaman kedelai berjumlah antara 1 – 5 cabang (Adisarwanto, 2002). Universitas Sumatera Utara Daun kedelai hampir seluruhnya trifoliate (menjari tiga) dan jarang sekali mempunyai empat atau lima jari daun. Bentuk daun tanaman kedelai bervariasi, yakni antara oval dan lanceolate, tetapi untuk praktisnya, diistilahkan dengan berdaun lebar dan berdaun sempit (Adisarwanto, 2002). Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2 – 25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi (Adisarwanto, 2002). Polong kedelai muncul pertama kali sekitar 10 – 14 hari masa pertumbuhan, yakni setelah bunga pertama muncul. Warna polong yang baru tumbuh berwarna hijau dan selanjutnya akan berubah berwarna kuning/ cokelat pada saat dipanen. Pembentukan dan pembesaran polong akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur dan jumlah bunga yang terbentuk. Jumlah polong yang beragam yakni 2 – 10 polong pada setiap kelompok bunga di ketiak daunnya (Adisarwanto, 2002). Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar, atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung varietas (Suprapto, 1989). Fase tumbuh tanaman kedelai stadia vegetative (V) dan generatif (R) pada pertumbuhan kedelai. Keterangan stadia vegetatif dan generatif dapat dilihat dari uraian dibawah ini : Universitas Sumatera Utara Stadium V1 Tingkatan Stadium Stadium buku pertama Uraian Daun terurai penuh pada buku foliolat. V2 Stadium buku kedua V3 Stadium buku ketiga V4 Stadium buku keempat V5 Stadium buku kelima V6 Stadium buku keenam Vn Stadium buku ke-n R1 Mulai berbunga R2 Berbunga penuh R3 Mulai berpolong R4 Berpolong penuh R5 Mulai berbiji R6 Berbiji penuh R7 Mulai matang R8 Matang penuh Daun bertiga yang terurai penuh pada buku diatas buku unifoliolat. Tiga buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. Empat buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. Lima buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. Enam buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. n buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. Bunga terbuka utama pada buku manapun pada batang utama. Bunga terbuka pada satu dari dua buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Polong sepanjang 5 mm pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Polong sepanjang 2 cm pada salah satu 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Biji sebesar 3 mm dalam polong pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Polong berisikan 1 biji hijau yang mengisi rongga polong pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Satu polong pada batang utama telah mencapai warna polong matang. Polong telah mencapai warna polong matang lebih kurang 95%. (Adisarwanto, 2002). Universitas Sumatera Utara Syarat Tumbuh Iklim Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300 C. Bila suhu lingkungan sekitar 400 C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (100 C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu optimal untuk pembentukan bunga yaitu 24 – 250 C (Tindall, 1983). Kebutuhan cahaya bagi tanaman kedelai untuk mencapai fotosintesis maksimal adalah berkisar antara 0.3 – 0.8 kal/cm2/menit atau setara dengan 432 – 1152 kal/cm2/hari (Salisbury dan Ross, 1992). Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung kondisi iklim, namun demikian pada umumnya kebutuhan air pada tanaman kedelai berkisar 350 – 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai (Adisarwanto, 2002). Tanah Toleransi keasaman tanah (pH tanah) bagi kedelai adalah 5.8 – 7.0. Namun, pada pH 4.5 kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5.5, pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Selain itu, pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik (Purwono dan Purnamawati, 2007). Universitas Sumatera Utara Dengan drainase dan aerase yang cukup, kedelai akan tumbuh baik pada tanah – tanah Alluvial, Regosol, Grumusol, Latosol, dan Andosol. Untuk dapat tumbuh baik kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, dan kaya akan humus atau bahan organik (Suprapto, 1989). Mutasi Kolkisin Mutasi adalah perubahan yang terjadi secara struktural pada material genetik yang merupakan bagian dari fenomena dasar kehidupan. Bila mutasi tidak pernah terjadi, maka material kehidupan tidak akan mengalami perkembangan dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi ekologis yang ada. Berdasarkan sejarah, mutasi telah terjadi secara spontan, yang disebabkan oleh sejumlah fenomena alamiah seperti radiasi kosmik atau sinar ultraviolet (Nasir, 2002). Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya. Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan (Oeliem, dkk, 2008). Pemuliaan mutasi adalah mutasi buatan untuk mendapatkan varietas tanaman yang unggul. Istilah pemuliaan mutasi kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan pemakaian mutagen oleh pemulia tanaman dalam usahanya untuk menciptakan keragaman dari mutasi buatan. Ini berlawanan dengan pemuliaan konvensional dimana pemulia tanaman bergantung pada keragaman alami dan Universitas Sumatera Utara keuntungannya diperoleh dari rekombinasi gen, kadang-kadang dibantu dengan hibridisasi (Crowder, 1997). Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkoloid yang berasal dari umbi dan biji Autumn crocus (Colchicum autumnale Linn) yang termasuk dalam famili Liliaceae. Nama Colchicum diambil dari nama Colchis, ialah seorang raja yang menguasai daerah di tepi Laut Hitam, karena di daerah itulah ditemukan banyak sekali tanaman tersebut. Tanaman yang berbunga dalam musim gugur ini banyak diperlihatkan bunga-bunganya saja diatas permukaan tanah. Dalam musim semi tanaman ini memiliki daun, buah dan biji (Suryo, 1995). Kepekaan terhadap perlakuan kolkisin amat berbeda diantara species tanaman. Oleh karena itu baik konsentrasi maupun waktu perlakuan akan berbeda pula, bahkan untuk bagian tanaman yang berbeda akan lain pula dosis dan waktunya. Untuk biji yang cepat berkecambah, biji direndam dalam larutan selama 1 – 5 hari sebelum tanam. Perendaman jangan terlalu dalam agar dimungkinkan adanya aerasi (Poespodarsono, 1988). Larutan kolkisin efektif pada konsentrasi 0,001-1,00 ppm dengan lama perlakuan 3-24 jam, tetapi pada benih yang berkulit keras seperti benih kacangkacangan, jagung, dan sebagainya konsentrasi 0,2 ppm lebih dianjurkan. Konsentrasi 0,2 ppm yang lebih umum dipakai untuk semua tanaman dengan lama perlakuan antara 24-96 jam (Haryanti dkk,2009). Apabila kolkisin digunakan pada konsentrasi yang tepat maka jumlah kromosom akan meningkat, sehingga tanaman bersifat poliploid. Tanaman yang bersifat poliploid umumnya mempunyai ukuran morfologi lebih besar Universitas Sumatera Utara dibandingkan tanaman diploid. Umumnya kolkisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0.01-1 ppm untuk jangka waktu 6-72 jam, namun setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda (Suryo, 1995). Kolkisin berfungsi sebagai mutagen untuk individu poliploid. Adapun cara kerja kolkisin yaitu kolkisin akan masuk kedalam biji (2n), lalu menyebabkan terhambatnya kerja mikrotubulus. Karena kerja mikrotubulus terhambat, berarti menghambat terbentuknya benang spindle dan kromosom yang siap membelah akan mengalami gagal berpisah sehingga sel tidak akan mengalami pembelahan. Hal ini menyebabkan biji mempunyai genom 4n (Sadida dkk, 2010). Sifat umum tanaman poliploid adalah memiliki ukuran bagian-bagian tanaman lebih besar, meliputi akar, batang, daun, bunga, atau buah. Tanaman poliploid juga memiliki ukuran sel yang lebih besar, intisel besar, buluh-buluh pengangkutan berdiameter lebih besar, dan ukuran stomata yang lebih besar. Bertambahnya diameter buluh-buluh pengangkutan, sebagai akibat pemberian kolkisin, menyebabkan diameter batang tanaman yang lebih besar pula (Suryo, 1995). Secara umum pengaruh poliploid bagi tanaman adalah sebagai berikut : 1. Inti dan isi sel lebih besar (stomata dan tepung sari) 2. Daun dan bunga bertambah besar. Pertambahan ukuran ini ada batasnya, sehingga bila terjadi penambahan terus pada jumlah kromosom tidak menyebabkan penambahan secara berlanjut. 3. Dapat terjadi perubahan senyawa kimia, termasuk peningkatan atau perubahan pada macam atau proporsi karbohidrat, protein, vitamin, atau alkaloid. Universitas Sumatera Utara 4. Laju pertumbuhan menjadi lebih lambat dibanding dengan tanaman diploid dan berbunganya juga terlambat. 5. Meiosis sering tidak teratur, sehingga terjadi kromosom yang tidak berpasangan. 6. Menurunnya fertilitas pada poliploid merupakan hal penting untuk diperhatikan pada pemuliaannya. Penurunan ini dapat terjadi pada daya hidup butir tepung sari dan jumlah biji. Derajat penurunan tergantung dari spesies (Poespodarsono, 1988). Varietas Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk dan pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau spesies yang sama oleh sekurang-krangnya satu sifat yang menentukan,apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan (http://shvoong.com, 2012). Varietas mempunyai peranan penting dalam perkembangan tanaman kedelai karena untuk mencapai produktivitas yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi daya hasil dari varietas unggul yang ditanam. Potensi hasil biji di lapangan masih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik varietas dengan pengelolaaan kondisi lingkungan tumbuh (Adisarwanto, 2008). Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis varietas unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang tercantum dalam deskripsi umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang Universitas Sumatera Utara terendah dan tertinggi pada beberapa lokasi dan musim. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula. Biasanya untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari penggunaan varietas unggul diperlukan pengelolaan yang lebih intensif dan perhatian serius serta kondisi lahan yang optimal. Agar memperoleh hasil yang optimal di atas rata-rata dalam deskripsi maka perolehan varietas unggul harus sesuai 6 tepat (tepat varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan tepat harga) (Gani, 2000). Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotif unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipe dari tanaman bersangkutan (Darliah dkk, 2001). Naungan Intensitas cahaya ialah jumlah cahaya yang diterima tanaman yang berfungsi untuk pertumbuhan dan pembentukan organ-organ tanaman. Intensitas cahaya makin tinggi saat matahari siang dan mengakibatkan kenaikan kegiatan photosintesa, hingga pada suatu kenaikan tertentu photosintesa akan terhenti. Peristiwa ini disebut Light Saturation Point, kelebihan Intensitas cahaya tidak dimanfaatkan untuk photosintesa ( luxurius light intensity ). Light Saturation didaerah beriklim tropis mencapai 40-50% intensitas cahaya. Umumnya transpirasi melebihi Karbon assimilasi dalam kebutuhan air, akibatnya turgor stomata rendah, stomata akan tertutup dan CO2 tidak bisa masuk dalam daun, Universitas Sumatera Utara fotosintesa terhenti dan dapat juga timbul kelayuan daun, dimana daun yang layu akan menutup daun dibawahnya, sehingga fotosintesa terhambat bagi daun yang belum mencapai titik light saturation (http://heabron.blog.friendster.com, 2009). Dampak langsung yang dapat dijejaki dari peningkatan CO2 adalah peningkatan tingkat fotosintesa daun dan kanopi. Peningkatan fotosintesis akan meningkat sampai kadar CO2 mendekati 1000 ppm. Hasil paling pasti adalah tanaman tumbuh cepat dan lebih besar. Ada perbedaan antara spesies. Spesies C3 lebih peka terhadap peningkatan kadar CO2 dibanding C4. Terjadi juga pertambahan luas dan tebal daun, berat per luas, tinggi tunas, percabangan, bibit dan jumlah dan berat buah. Ukuran tubuh meningkat seiring rasio akar-batang. Rasio C:N bertambah. Lebih dari itu semua hasil panen meningkat. Terutama pada kentang, ubi jalar, kedelai. Dengan meningkatnya kadar CO2 menjadi dua kali sekarang secara global, hasil pertanian diperkirakan akan meningkat sampai 32% dari sekarang. Perkiraan sementara saat ini sekitar 5%-10% dari kenaikan produksi pertanian adalah akibat kenaikan kadar CO2. Manfaat pengayaan CO2 terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman saat ini telah dikenal luas (Munawar, 2008). Pemberian naungan akan mempengaruhi morfologi tanaman. Morfologi tanaman kedelai yang dinaungi adalah batang tidak kokoh karena garis tengah batang lebih kecil, akibatnya tanaman mudah rebah. Diduga tanaman yang toleran naungan lebih efisisen dalam pemanfaatan cahaya, pada batas naungan tertentu proses fisiologis didalam tanaman tidak terlalu dipengaruhi, sehingga tanaman tumbuh normal, tidak terjadi etiolasi dan kerebahan yang tentunya tidak mempengaruhi hasil. Adaptasi tanaman terhadap naungan dicirikan oleh : Universitas Sumatera Utara a. peningkatan luas daun dan penurunan penggunaan metabolit b. penurunan jumlah transmisi dan refleksi cahaya. Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis tetapi permukaan daunnya lebih luas. Penurunan intensitas cahaya akibat naungan akan menurunkan rasio klorofil a/b, akibat meningkatnya jumlah relatif klorofil (Sihar, 1997). Wrigley (1982) menyatakan bahwa ada keuntungan dan kerugian pada tanaman yang tumbuh dengan kondisi ternaungi, yaitu: 1. Keuntungan - Tanaman yang menaungi berperan sebagai pemecah angin, dimana angin dengan hembusan udara panas dapat meningkatkan transpirasi dan berbahaya bagi tanaman. - Kisaran suhu daun dan tanah rendah dibawah naungan. - Kelembaban relatif tinggi. - Kelembaban permukaan tanah rendah dan sangat pentig bagi tanaman pada saat musim kering. - Penaung mengurangi dampak buruk dari air hujan. 2. Kerugian - Naungan akan mengurangi intensitas sinar matahari, sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman yang memerlukan intensitas penuh. - Penaung menyebabkan intensitas cahaya yang diterima kanopi daun menjadi lebih kecil. Akibatnya berpengaruh terhadap proses metabolisme tanaman seperti fotosintesis (http://repository.usu.ac.id, 2004). Universitas Sumatera Utara Klorofil a dan b berperan dalam proses fitosintesis tanaman. Klorofil b berfungsi sebagai antena fotosintetik yang mengumpulkan cahaya kemudian ditransfer ke pusat reaksi. Pusat reaksi tersusun dari klorofil a. Energi cahaya akan diubah menjadi energi kimia dipusat reaksi yang kemudian dapat digunakan untuk proses reduksi dalam fotosintesis (Nintya dan Yulita, 2008). Sel penutup memiliki klorofil di dalam selnya sehingga cahaya matahari akan sangat berpengaruh buruk pada klorofil. Larutan klorofil yang dihadapkan pada sinar kuat akan tampak berkurang hijaunya. Daun-daun yang terkena langsung umumnya akan tampak kekuning-kuningan, salah satu cara untuk dapat menentukan kadar klorofil adalah dengan metoda spektofotometri (Dwijiseputro, 1981). Kandungan klorofil pada tanaman sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Tanaman yang ternaungi mempunyai klorofil lebih banyak dibandingkan tanaman yang tidak ternaungi. Hasil penelitian pada kedelai menunjukkan bahwa tanaman yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah memiliki jumlah klorofil lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang peka (Wirnas, 2005). Intensitas dan kualitas radiasi matahari yang diterima oleh kanopi kedelai selama masa reproduksi merupakan faktor lingkungan penting dan dapat menentukan hasil produksi kedelai. Peningkatan hasil biji kedelai melalui jarak tanam, dapat dikaitkan dengan peningkatan intersepsi cahaya selama periode reproduktif. Pengurangan cahaya dimulai pada tahap awal produktif berbunga , jumlah polong menghasilkan peningkatan 144-252% pada produksi biji. Sebaliknya, mengurangi sumber cahaya melalui naungan selama benih mengisi dapat mengurangi produksi biji (Liu.dkk, 2010). Universitas Sumatera Utara Tingkat intensitas cahaya 60 – 80 % dihasilkan bobot 100 biji kedelai yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan pengurangan tingkat intensitas cahaya matahari dibawah 60% dapat mendukung pertumbuhan vegetatif kedelai, tetapi pengurangan intensitas cahaya tersebut akan menyebabkan berkurangnya serapan unsur hara N, P, dan K. Berkurangnya serapan unsur hara tersebut akan mengurangi tingkat alokasi bahan kering, dimana tingkat alokasi bahan kering selama pertumbuhan sangat menentukan besarnya tingkat produksi yang dihasilkan (Sihar, 1997). Berdasarkan penelitian Soeverda, dkk (2009) menyatakan bahwa pemberian naungan 50% pada tanaman memberikan pengaruh pada parameter tinggi tanaman, umur berbunga, dan produksi tanaman. Dapat dilihat pada varietas Cikurai bahwa pemberian perlakuan naungan 50% memberikan peningkatan pada tinggi tanaman (47%) dan penurunan jumlah polong per sampel (30-59%). Pada varietas Tidar terjadi peningkatan tinggi tanaman (118%) dan penurunan jumlah polong (30-59%). Pada varietas Tanggamus terjadi peningkatan tinggi tanaman (75%) dan penurunan produksi (30-59%). Pada varietas Anjasmoro terjadi peningkatan tinggi tanaman (67%) dan penurunan produksi (30-59%). Keragaman Genotip dan Fenotip Genotipe adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan keadaan genetik dari suatu individu atau sekumpulan individu populasi. Genotipe dapat merujuk pada keadaan genetik suatu lokus maupun keseluruhan bahan genetik yang dibawa oleh kromosom (genom). Genotipe dapat berupa homozigot atau heterozigot (http://id.wikipedia.org, 2010). Universitas Sumatera Utara Fenotipe adalah suatu karakteristik (baik struktural, biokimiawi, fisiologis, dan perilaku) yang dapat diamati dari suatu organisme yang diatur oleh genotipe dan lingkungan serta interaksi keduanya. Fenotipe ditentukan sebagian oleh genotipe individu, sebagian oleh lingkungan tempat individu itu hidup, waktu, dan, pada sejumlah sifat, interaksi antara genotipe dan lingkungan. Pengamatan fenotipe dapat sederhana (misalnya warna bunga) atau sangat rumit hingga memerlukan alat dan metode khusus (http://id.wikipedia.org, 2010). Keragaman merupakan hal penting dalam pemuliaan karena dapat ditemukan berbagai sumber gen untuk perbaikan suatu sifat tanaman. Gen-gen tersebut dapat ditransfer ke tanaman dengan cara konvensional maupun rekayasa genetik. Salah satu teknik pemuliaan untuk perbaikan sifat adalah perakitan poliploidi. Poliploidi adalah keadaan sel dengan penambahan satu atau lebih genom dari genom normal 2n=2x (Hetharie, 2003). Heritabilitas Heritabilitas merupakan salah satu tongkat pengukur yang banyak dipakai dalam pemuliaan tanaman. Secara sederhana, heritabilitas dari sesuatu karakter dapat didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara besaran ragam genotipe terhadap besaran total ragam fenotip dari suatu karakter (http://pttipb.wordpress.com, 2010). Heritabiltas yang sedang tidak sesuai dengan yang umum terjasi pada karakter kuantitatif dengan nilai heritabilitas rendah. Hal ini dapat terjadi karena nilai hertabilitas bukanlah suatu konstanta sehingga untuk karakter yang sama nilainya dapat berbeda. Karena itu, walaupun metode pendugaannya serupa, tapi Universitas Sumatera Utara heritabilitas suatu karakter tidak selalu persis sama. Pihak lain, walaupun pendugaan berbeda, mungkin saja diperoleh heritabilitas yang sama untuk karakter tertentu (Namkoong, 1979). Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar. Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya (Mardjono dan Sudarmo, 2007). Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005). Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengukuran heritabilitas antara lain karakteristik populasi, sampel genotip yang diteliti, metode Universitas Sumatera Utara perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidakseimbangan pautan yang terjadi, dan tingkat ketelitian selama penelitian. Nilai duga heritabilitas dibutuhkan untuk mengetahui proporsi penampilan yang diakibatkan oleh pengaruh genetik yang diwariskan kepada keturunannya. Nilai duga heritabilitas berkisar antara 0,0 – 1,0, nilai duga heritabilitas sebesar 1,0 menunjukkan bahwa semua variasi penampilan tanaman yang ditimbulkan disebabkan oleh faktor genetik sedangkan nilai duga heritabilitas 0,0 menunjukkan bahwa tidak satupun dari variasi tanaman yang muncul dalam populasi tersebut disebabkan oleh faktor genetik (Babas, 2010). Universitas Sumatera Utara