PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 123 TEKNOLOGI PENYAMBUNGAN PADA JARAK PAGAR SEBAGAI TANAMAN BAHAN BAKAR NABATI Lestari, Abi Dwi Hastono, dan Jumali Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat ABSTRAK Penelitian dilakukan di KP. Muktiharjo, Pati mulai bulan Januari 2010 hingga Juni 2010.Percobaan disusun dengan rancangan acak kelompok dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Masing-masing perlakuan terdiri dari 10 tanaman. Parameter pengamatan meliputi persentase jadi, tinggi hasil sambungan, lebar kanopi, jumlah cabang, jumlah daun, jumlah tros dan jumlah buah. Hasil penelitian yang didapatkan adalah sambungan entres yang dianjurkan untuk dipakai dalam penyambungan adalah entres dari IP3M dengan panjang 10 cm, karena akan membentuk lebar kanopi terlebar yaitu: 115,33 cm dan yang tersempit kanopinya pada perlakuan entres IP 3A dengan panjang entres 5 cm yaitu 93,00 cm. Lebar kanopi, jumlah cabang, jumlah tros dan jumlah buah terbanyak ada pada perlakuan penyambungan entres dengan ukuran sepanjang 10 cm yaitu pada IP 3M berturut-turut: 115.33 cm, 8.00 cabang, 5.33 tros dan 46.67 buah/pohon. Dengan teknologi penyambungan yang berasal dari sumber entres IP 3M dengan panjang 10 cm akan segera mendapatkan hasil sebesar 46.67 buah/pohon sehingga dari hasil panen yang berupa biji jarak akan bisa diproses menjadi bahan bakar nabati (biofuel) untuk menggantikan keterbatasan cadangan minyak bumi yang akhirnya krisis energi dapat tertanggulangi. Kata kunci: jarak pagar, teknik penyambungan, bahan bakar nabati PENDAHULUAN Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) berasal dari Amerika bagian tropis (Heyne, 1987) dan banyak ditanam di Indonesia sebagai pembatas lahan/pekarangan, sehingga disebut sebagai jarak pagar. Biji jarak pagar mengandung minyak yang dapat diproses menjadi bahan bakar nabati (biofuel). Keterbatasan cadangan minyak bumi mendorong upaya pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak dengan substitusi dari bahan bakar nabati seperti dari minyak jarak pagar. Penanaman jarak pagar secara besar-besaran dimulai tahun 2005-2006. Budidaya tanaman ini belum diperoleh dan didukung oleh data-data hasil penelitian/pengujian, sehingga penanaman yang telah dilakukan hanya berdasarkan informasi dari negara lain atau berdasarkan pengalaman pada komoditas lain. Bahan tanaman yang digunakan di berbagai wilayah pengembangan masih menggunakan benih asalan yang tidak berasal dari pohon induk berkualitas. Oleh karena itu walaupun tanaman dapat tumbuh, tidak dijamin dapat berproduksi dengan baik. Jika tanaman yang telah ditanam dari benih asalan akan dibongkar dan diganti dengan benih varietas unggul membutuhkan biaya yang besar dan salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan cara penyambungan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh hasil penyambungan optimal, antara lain : Tanaman yang akan disambung minimal sudah berumur 8 bulan dan sehat, batang atas dari varietas lain yang 124 PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 sehat dan rajin berbunga, kedua varietas tersebut harus memiliki kecepatan pertumbuhan yang sama agar tidak terjadi pembengkakan pada sambungan, harus ada kecocokan batang atas dengan batang bawah (kesesuaian diameter batang atas dan bawah agar sambungan yang dihasilkan rapi dan baik), gunakan pisau yang steril untuk memotong batang yang akan disambung supaya tidak membusuk, kelembaban yang tinggi menyebabkan tingkat keberhasilan yang sangat rendah (Newsroom, 2006). Pada tahun 2006 Puslitbang Perkebunan, telah menghasilkan benih unggul terseleksi yaitu IP-1A, IP-1M, dan IP-1P ( Suryana, 2008). Jika tanaman yang telah ditanam selama tahun 2005 dengan benih asalan dibongkar dan diganti dengan benih IP-1, akan membutuhkan biaya yang besar, maka salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah peremajaan tanaman dengan cara penyambungan dengan bahan tanaman unggul untuk perbaikan produktivitas. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa teknik penyambungan jarak pagar dapat mencapai keberhasilan sebesar > 90% ( Lestari dan Hariyono, 2008).Sambung atas pada IP-1M menghasilkan 48 buah/pohon lebih besar dari hasil diskripsinya sebesar 38 buah dan dari sambung samping 23 buah dibawah hasil diskripsinya (Hasnam, 2006) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Kegiatan ini dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2010, bertempat di KP. Muktiharjo, Pati . Penyambungan entres dilakukan pada bulan Februari 2010 dilakukan pada tanaman yang telah ada di masing-masing kebun yang berumur sekitar 3 tahun Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain pupuk organik, urea, SP36, KCl, pestisida, polybag, alat tulis kantor, sepatu lapang dan bahan pendukung lainnya. Alat yang digunakan antara lain gunting pangkas, pisau, timbangan, mistar, dan peralatan pendukung lainnya. Metode 3 kali. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Rancangan perlakuan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok.yang diulang Perlakuannya adalah 8 perlakuan yaitu: entres IP 3A 5 cm (menyesuaikan bahan yang ada) entres IP 3A 10 cm (menyesuaikan bahan yang ada ) entres IP 3A 15 cm (menyesuaikan bahan yang ada) entres IP 3M 5 cm entres IP 3 M 10 cm entres IP 3 M 15 cm tanam baru IP 3A (menyesuaikan bahan yang ada) tanam baru IP 3M(menyesuaikan bahan yang ada) PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 125 Tanaman yang disambung dengan entres pada tanaman masing-masing 3 pada cabang produktif/generatif . Jadi 8 perlakuan x 3 ulangan x 10 tanaman = 240 tanaman.Kebutuhan lahan percobaan adalah 960 m2 dengan rincian: Panjang 10 x 4 m2 = 40m2/plot dikalikan 24 plot = 960 m2, dengan catatan masingmasing baris terdiri dari 5 tanaman berjajar 2 baris = 10 tanaman/2 baris Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam Rancangan Acak kelompok pada peubah yang nyata pada taraf 5% dan dilanjutkan dengan Uji Duncan 5%.Pengambilan entres dari KP. Asembagus untuk IP 3A sedang untuk IP 3M dari KP. Muktiharjo dan tanaman baru dilakukan pada polybag di KP.Muktiharjo. Pemupukan dilakukan dengan 40 g urea + 20 g SP36 + 20 g KCl per tanaman. Pemeliharaan meliputi penyiraman, pengendalian hama dan penyakit. Pengamatan meliputi, persentase sambungan jadi, tinggi hasil sambungan, lebar kanopi, jumlah cabang, jumlah daun, jumlah tros , jumlah buah. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Teknologi penyambungan tanaman jarak pagar pada prosentase jadi , tinggi hasil sambungan dan lebar kanopi pada bulan Juni 2010 di KP. Muktiharjo, Pati. Perlakuan (%) jadi Entres IP3 A (5) Entres IP3A(10) Entres IP3A(15) Entres IP3M(5) Entres IP3M(10) Entres IP3M(15) Tan.baru IP3A Tan.baru IP3M KK (%) 78.67 86.67 94.00 92.00 c bc ab ab 93.00 ab 91.67 ab 100.00 a 100.00 a 5.11 Tinggi hasil sambungan (cm) 67.00 d 73.33 c 73.33 c 60.00 e Lebar kanopi (cm) 67.00 d 115.33 a 70.33 cd 104.67 a 98.33 b 3.39 93.00 b 111.00 a 113.00 a 95.00 b 115.00 a 95.33 b 99.67 b 3.98 Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan 5% Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa prosentase hidup tertinggi ada pada kontrol (tanaman baru) baik dari IP 3A ataupun IP 3M yaitu 100% dan prosentase hidup terendah ada pada perlakuan entres dengan panjang 5 cm pada entres IP3 A yaitu: 78.67%. Hal ini jelas sekali, karena pada kontrol tidak ada perlakuan sama sekali pada tanaman, sehingga tanaman tidak mengalami gangguan dan tumbuh secara alami dan ini beda dengan tanaman yang mengalami perlakuan/diperlakukan, tanaman menjadi menyesuaikan dengan perlakuan yang diterima oleh tanaman, namun untuk perkembangan generatifnya tanaman kontrol lebih lambat dari tanaman hasil penyambungan dengan stek. Ini diperkuat pendapat Hartmann et al. (2002) dalam (Bambang Budi Santoso, 2010) menyatakan bahwa tanaman berasal dari perbanyakan vegetatif memasuki fase generatif lebih cepat dibandingkan tanaman hasil perbanyakan biji. 126 PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 Untuk tinggi terpanjang didapat pada tanaman kontrol pada IP 3A yaitu : 104,67 cm dan terpendek pada perlakuan entres panjang 5 cm pada IP 3A yaitu 67 cm. Inipun juga jelas, tanaman dapat tumbuh bebas tanpa hambatan/gangguansehingga bisa memaksimalkan pertumbuhannya. Untuk lebar kanopi terlebar pada perlakuan entres IP 3M dengan panjang 10 cm yaitu: 115,33 cm dan tersempit kanopinya pada perlakuan entres IP 3A dengan panjang entres 5 cm yaitu 93,00 cm. Dari ini dapat diambil kesimpulan sambungan entres yang dianjurkan untuk dipakai dalam penyambungan adalah entres dengan panjang 10 cm. Tabel 2. Teknologi penyambungan tanaman jarak pagar pada jumlah cabang, jumlah daun, jumlah tros dan buah pada bulan Juni 2010 di KP. Muktiharjo, Pati. Perlakuan Entres IP3 A (5) Entres IP3A(10) Entres IP3A(15) Entres IP3M(5) Entres IP3M(10) Entres IP3M(15) Tan.baru IP3A Tan.baru IP3M KK (%) Jumlah cabang 5.00 e 6.67 bcd 7.67 bc 7.00 bcd 8.00 b 9.67 a 6.00 de 6.33 cde 11.11 Jumlah daun 74.67 de 73.67 de 79.33 cd 57.00 f 66.33 e 84.00 c 112.33 b 190. 00 a 5.39 Jumlah tros 1.67 de 3.33 bc 3.67 b 2.33 cd 5.33 a 6.33 a 2.00 de 1.00 e 21.50 Jumlah buah 12.33 e 29.33 b 27.33 b 22.00 c 46.67 a 45.00 a 18.00 d 2.00 f 5.88 Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan 5% Dari tabel tsb dapat dilihat jumlah cabang terbanyak pada perlakuan entres IP3M dengan panjang entres 15 cm yaitu : 9,67, sedang jumlah cabang paling sedikit ada pada perlakuan entres IP3A dengan panjang 5 cm yaitu 5.00 Dari hasil ini dapat dipakai bahwa untuk pembentukan cabang yang paling banyak adalah dengan penyambungan dari sumber entres IP 3M dengan panjang 15 cm dan yang terjelek dari sambungan entres IP 3A sepanjang 5 cm.. Untuk jumlah daun terbanyak pada tanaman kontrol yaitu IP 3M yaitu 190 lembar daun dan paling sedikit jumlah daun pada entres IP 3M dengan panjang entres 5 cm yaitu: 57.00 lembar daun. Hal ini dapat dipahami , karena tanaman kontrol dapat langsung beraktivitas melanjutkan pertumbuhan sejak awal tanpa ada hambatan/perlakuan sehingga bisa memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Walaupun jumlah daun banyak didapat pada pada tanaman baru IP 3A atau IP 3M bukan berarti produksi buah/pohon yang dihasilkan juga tinggi, ada faktor lain yang mempengaruhi produksi yaitu: genotipe dan lingkungan (Humpphries dan Wheeler,1963) dalam Susilo, 1991) hal ini juga sesuai dengan (Lestari, 2010) Sedang untuk jumlah tros terbanyak pada IP3M dengan panjang entres 15 cm yaitu: 6.33 dan tersedikit pada tanaman kontrol IP 3M yaitu: 1,00. Hal ini dapat dipahami karena tanaman kontrol rajin untuk pertumbuhan vegetatif terlebih dahulu sampai maksimal, baru pertumbuhan generatif dimulai. Ini beda dengan yang sudah dikondisikan dengan perlakuan pada IP 3M untuk dipaksa pertumbuhan kearah generatif. PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 127 Adapun jumlah buah terbanyak ada pada perlakuan dengan sambungan entres IP 3M dengan panjang 10 cm yaitu 46,67 buah/pohon dan paling sedikit pada perlakuan kontrol/tanaman baru yaitu IP 3M sebanyak 2 buah/pohon. Ini sangat jelas, karena tanaman kontrol berkembang vegetatifnya terlebih dahulu sampai maksimal dan kemudian dilanjutkan dengan perkembangan generatif. KESIMPULAN Persentase hidup, tinggi hasil sambungan, jumlah daun pada tanaman baru/kontrol lebih unggul dari semua perlakuan penyambungan yaitu: 100 %, 104,67 cm dan 190 lembar daun dibanding dengan tanaman hasil penyambungan yang terendah yaitu: 78,67%, 67,00 cm dan 57 lembar daun. Persentase hidup paling rendah, tinggi hasil sambungan terpendek, lebar kanopi paling sempit, jumlah cabang dan jumlah daun paling sedikit ada pada perlakuan dengan penyambungan entres dengan ukuran sepanjang 5 cm. Lebar kanopi, jumlah cabang, jumlah tros dan jumlah buah terbaik ada pada perlakuan penyambungan entres dengan ukuran sepanjang 10 cm yaitu pada IP 3M bertu rut-turut: 115.33 cm, 8.00 cabang, 5.33 tros dan 46.67 buah/pohon. Pada tanaman baru/kontrol, pertumbuhan vegetatifnya lebih dominan dibanding tanaman hasil penyambungan sehingga tidak cepat mendapatkan hasil panen. Dengan penyambungan entres dari IP 3M dan panjang 10 cm cepat mendapatkan hasil sehingga dari hasil panen tersebut bisa dimanfaatkan untuk diubah menjadi BBN (Bahan bakar Nabati) mendukung upaya mengatasi krisis energi. Penyambungan pada tanaman jarak pagar dengan sumber entres IP 3M dan panjang 10 cm akan cepat mendapatkan hasil sehingga dari hasil panen yang berupa biji jarak akan bisa diproses menjadi bahan bakar nabati (biofuel) menggantikan keterbatasan cadangan minyak bumi yang akhirnya krisis energi dapat teratasi dan cukup potensial untuk dikembangkan dalam hamparan luas. DAFTAR PUSTAKA Achmad Suryana, 2008. Lokakarya Nasional III. Inovasi teknologi jarak pagar mendukung program desa mandiri energi. Malang, 5 November 2007 Bambang Budi Santoso, 2010. Potensi hasil tanaman jarak pagar ( Jatropha curcas L.) ekotipe Lombok Barat yang ditanam dari biji dan stek selama tiga tahun pertama. Prosiding Lokakarya Nasional V. Inovasi teknologi dan cluster pioneer menuju DME berbasis jarak pagar, Malang, 4 November 2009 Hasnam, 2006 Lokakarya II Status teknologi Tanaman Jarak pagar ( Jatropha curcas L.), Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007 Hartmann, H.T.,D.E.Kester, F.T. Davies, Jr., and R.L. Geneve. 2002. Plant propagation: Principles and practices. Prentice Hall Inc. 770p Heyne,K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia II. Diterjemahkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Dephut. Jakarta. 2521p. 128 PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 Lestari dan Budi Hariyono, 2008. Teknik penyambungan tanaman jarak pagar ( Jatropha curcas L.) Prosiding Lokakarya Nasional – III Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung program desa mandiri energi, 2008 Lestari, 2010. Evaluasi produktivitas jarak pagar hasil penyambungan. Prosiding Lokakarya Nasional V. Inovasi teknologi dan cluster pioneer menuju DME berbasis jarak pagar. Malang, 4 November 2009 Newsroom. 2006. Kunci sukses grafting untuk adenium. Agromedia Pustaka. http://agromedia.net/kabar-agromedia/kunci-sukses-grafting-untuk-adenium.html. Pedoman teknik, Budidaya Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Susilo H,1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universityas Indonesia. 428 hal. Lokakarya II, Status teknologi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) Bogor, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2007. PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 129