BAB VI KESIMPULAN Ada dua argumen utama yang dihasilkan

advertisement
156
BAB VI
KESIMPULAN
Ada dua argumen utama yang dihasilkan oleh penelitian ini berkaitan
dengan persepsi pengungsi dan pencari suaka yang dijadikan ancaman oleh
negara-negara kawasan. Pertama, pengasosiasian migrasi dengan ketidak-amanan
bagi suatu negara bukan merupakan sebuah perkembangan yang baru, melainkan
proses yang terus berjalan hingga hari ini, yang mana “orang asing”
dikonstruksikan sebagai sesuatu yang berbahaya bagi stabilitas suatu negara.
Sebagai konsekuensinya, pengendalian arus migrasi yang datang ke suatu negara
telah diinstitusionalkan oleh pihak-pihak birokrasi yang memiliki otoritas, sebagai
sebuah upaya untuk melindungi dan mempertahankan negara dari ancaman
migrasi internasional, termasuk di dalamnya pengungsi dan pencari suaka yang
datang secara ilegal.
Institusionalisasi ancaman migrasi tersebut mengindikasikan bahwa
beberapa upaya atau respon yang dilakukan oleh negara untuk menghalangi
gelombang pengungsi dan pencari suaka yang datang ke wilayah kedaulatannya,
tidak dicapai melalui bentuk-bentuk speech act dalam Teori Sekuritisasi,
melainkan melalui mekanisme birokrasi yang jarang sekali dikontestasikan dalam
ruang-ruang publik.
Speech act digunakan oleh securitizing actor untuk melegitimasi tindakantindakan yang negara lakukan terhadap pengungsi. Ada tiga persepsi yang
ditemukan terkait hal ini, yakni pengungsi sebagai ancaman dalam sektor politik,
157
pengungsi seabgai ancaman dalam sektor ekonomi dan pengungsi sebagai
ancaman dalam sektor sosial. Walaupun tidak menggunakan bukti-bukti yang
cukup valid di dalam mengasosiasikan pengungsi sebagai ancaman, sampai sejauh
ini peran securitizing actor cukupberhasil untuk mempengaruhi audiens. Hal ini
dibuktikan dengan nihilnya produk hukum domestik di masing-masing negara
terkait pemberian perlindungan terhadap pengungsi.
Yang kedua, proses sekuritisasi yang terjadi terhadap persoalan pengungsi
menghasilkan efek pada dua level: aparat pembuat kebijakan internal dan
hubungan eksternal antar unit. Dengan mengikuti logika sekuritisasi dari Scott
Watson, yang mana merupakan pengembangan dari kerangka pemikiran Barry
Buzzan dkk., tesis ini cukup sukses membuktikan terjadinya “breaking normal
rules” yang dilakukan oleh negara kawasan terhadap dua domain; yakni
pelanggaran norma-norma liberal demokratis dalam hal pengambilan keputusan
dan mengubah hubungan antar unit dari normal menuju ancaman.
Hal ini dibuktikan dengan beberapa fakta yang terjadi di lapangan dimana
pengungsi dan pencari suaka yang ditahan di rumah detensi migrasi mendapat
perilaku yang tidak manusiawi, bahkan ada diantara mereka yang merenggang
nyawa. Begitupun hal nya dengan pengusiran secara paksa oleh angkatan
bersenjata terhadap pengungsi yang menuju ke negaranya dengan hanya
bermodalkan perahu kayu.
Dua hal yang cukup berpengaruh di dalam logika de-sekuritisasi, seperti
proses ad hoc di pengadilan dan kontestasi wacana di ruang publik, selama ini
158
tidak menghasilkan sesuatu yang luar biasa bagi nasib pengungsi di negara-negara
ini. Sehingga emergency measures/respons yang dilakukan oleh negara terhadap
pengungsi seakan menjadi kebijakan normal yang akan terus dilakukan oleh
negara terhadap “person of concern” tersebut di kemudian hari.
Selain dua hal di atas, tesis ini juga berbicara mengenai relasi negara
dengan isu keamanan (security) secara global. Seperti yang telah dibahas, terjadi
sebuah perdebatan di dalam menempatkan posisi negara dalam kontestasi
keamanan. neo-realis berpandangan bahwa negara harus selalu menjadi referent
object yang paling utama di dalam studi keamanan. Sementara itu, para
pendukung
teori
kritis
dan
keamanan
manusia
berargumen
bahwa
mengistimewakan negara di dalam isu keamanan akan mengarah kepada ketidakamanan bagi individu. Salah satu kontribusi dari tesis ini adalah mendukung teori
keamanan manusia.
Tesis ini mendemonstrasikan secara terbuka reaksi yang cukup negatif dari
upaya sekuritisasi terhadap pengungsi, dengan menjadikan negara dan
masyarakatnya sebagai referent object. Hal ini cukup membuktikan, dalam kasus
ketika negara dijadikan referent object utama dalam isu keamanan, kebijakankebijakan yang dijalankan cenderung menempatkan pengungsi dalam kondisi
yang sangat tidak aman, jika tidak dibilang membahayakan jiwanya. Sebaliknya,
jika pengungsi dijadikan referent object utama, kebijakan yang dilaksanakan
cenderung meningkatkan rasa aman bagi mereka dan cenderung tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap keamanan negara.
159
Tesis ini tidak memiliki pretensi untuk menghilangkan peran negara dalam
isu keamanan global. Justru sebaliknya, posisi negara yang cukup sentral di dalam
kontestasi hubungan internasional sebenarnya bisa membawa dampak yang cukup
signifikan bagi permasalahan pengungsi. seperti yang diungkap oleh Buzan dan
Weaver, sekuritisasi yang sukses membutuhkan aktor yang memiliki kapabilitas
untuk menyediakan keamanan bagi referent object. Hanya sayangnya, hal ini
diintepretasikan secara sempit dengan menjadikan aparat militer sebagai satusatunya penyedia keamanan tersebut. aktor-aktor humanitarian dan NGO
sebenarnya memiliki posisi yang cukup sentral dalam mengemban tugas ini.
Sebagai sebuah bukti, sesuai dengan pemaparan di dalam tesis ini,
UNHCR dapat mempengaruhi perilaku sebuah negara di dalam menangani isu
permasalahan pengungsi Indocina, dengan menjadikan Indonesia, Malaysia dan
Thailand sebagai tempat transit dan memberikan perlindungan sementara bagi
ratusan ribu pengungsi pada masa Perang Dingin. Hal inilah yang kemudian
mendasari kesuksesan rezim Comprehensive Plan of Action yang berakhir pada
tahun 1996.
Download