1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu komponen penting dalam organisasi adalah sumber daya manusia
karena tanpa manusia organisasi tidak akan berjalan. Untuk menjalankan organisasi
yang baik dapat dimulai dari manajemen sumber daya manusia dengan meningkatkan
kualitasnya, misalnya diberikan pelatihan atau motivasi. Salah satu masalah sumber
daya manusia yang terjadi pada organisasi adalah tingginya tingkat turnover. Perilaku
turnover menjadi masalah penting dalam organisasi karena memiliki dampak negatif
terhadap performasi dan produktivitas organisasi (Ton & Huckman, 2008).
Dampak negatif yang disebabkan turnover, misalnya pada sektor ekonomi yaitu
sudah mengeluarkan biaya pelatihan sebagai investasi pada karyawan dan harus
mempersiapkan pengganti dengan melakukan proses rekrutmen dan pelatihan kembali.
Proses rekrutmen tentu memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Turnover
memiliki dampak positif bagi organisasi yaitu memberi kesempatan bagi calon
karyawan yang lebih kompeten. Turnover dapat bersifat positif jika terjadi pada orang
yang tepat. Idealnya perusahaan yang baik memiliki tingkat turnover yang rendah
(Mobley, 1986; Hom & Griffeth, 1995).
Terjadinya turnover diawali dengan adanya intensi atau keinginan untuk
berhenti bekerja. Adanya intensi turnover dapat disebabkan adanya kesenjangan yaitu
organisasi memberi fasilitas terbaik tetapi tidak sesuai dengan harapan karyawan.
Intensi turnover dapat dikurangi dengan meningkatkan faktor kepuasan kerja dan
komitmen organisasi (Robins & Judge, 2013). Karyawan dengan tingkat komitmen
1
2
organisasi yang tinggi memiliki keinginan untuk mewujudkan tujuan organisasi
dan tetap tinggal dalam organisasi.
Tantangan organisasi masa kini adalah bagaimana menjaga karyawan untuk
terlibat dan berkomitmen pada organisasi mereka. Organisasi akan dipenuhi oleh
generasi Y atau milenial yang memiliki perilaku dan karakteristik yang berbeda dengan
generasi sebelumnya. Generasi Y lahir pada tahun 1982 hingga awal 2000-an. Beberapa
tahun mendatang dapat diprediksi banyak organisasi yang dipimpin oleh milenial
menggantikan generasi sebelumnya. Pada 2020, diperkirakan milenial akan memenuhi
50% tenaga kerja di dunia (PriceWaterhouse and Coopers & Lybrand (PwC), 2011).
Fenomena yang umum terjadi pada karyawan muda adalah job-hopping atau
berpindah-pindah kerja. Generasi Y memiliki stereotipe bahwa bekerja hanya sebagai
batu loncatan atau hanya mencari pengalaman dan berpindah ke tempat lain untuk
pengembangan karir yang ingin dicapai, sehingga seringkali dipersepsikan tidak setia
atau berkomitmen rendah. Banyaknya pegawai yang berpindah pekerjaan karena
mencari kepuasan terjadi pada generasi Y (www.femina.co.id November 2015).
Kenyataan turnover juga dialami oleh beberapa orang generasi Y berdasarkan
wawancara, yaitu dua orang yang baru bekerja pada pekerjaan pertamanya keluar dalam
tiga dan duabelas bulan dikarenakan ketidaksesuaian dengan harapan. Sedangkan
terdapat dua karyawan yang sudah berganti pekerjaan sebanyak tiga kali dikarenakan
sulitnya promosi dan kurangnya fleksibilitas kerja, terdapat alasan lain yaitu ada
organisasi yang ingin dicapai dengan menambah pengalaman dan mencari tantangan.
Individu generasi Y menggunakan internet untuk mendapatkan informasi mengenai
organisasi yang dituju beserta acara yang berkaitan dengan pekerjaan seperti job fair.
3
Secara demografis, karyawan generasi Y pada umumnya berusia duapuluhan
dan diantaranya baru memasuki dunia pekerjaan. Generasi Y yang berusia muda
seringkali merasa memiliki banyak peluang untuk mendapat pekerjaan yang baru,
memiliki mobilitas yang lebih tinggi dalam pekerjaannya, memiliki tanggung jawab
keluarga yang lebih sedikit daripada karyawan yang lebih tua (Mobley, 1986), dan
belum tentu memiliki komitmen yang tinggi meskipun baru bekerja (Lub, Bijvank, Bal,
Blomme, & Schalk, 2012).
Kecenderungan turnover yang lebih tinggi pada karyawan berusia muda
disebabkan karena keinginan untuk mencoba pekerjaan serta ingin mendapatkan
keyakinan diri lebih besar, karyawan dengan motif mencoba biasanya mengalami
ketidaksesuaian dengan harapan karyawan terhadap pemberian organisasi kemudian
mencari hingga mendapatkan rentang pekerjaan yang sesuai atau disebut job-shopping
(Macaulay, 2003). Job shopper adalah seseorang dalam posisi memiliki pekerjaan
namun meluangkan waktunya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dan pendapatan
lebih.
Dalam proses perkembangan manusia, pada masa dewasa manusia mengalami
peristiwa
menikah,
menghabiskan
sebagian
besar
waktunya
untuk
bekerja,
membesarkan anak sampai anak-anaknya meninggalkan rumah. Dalam bekerja, pekerja
usia muda masih menikmati pekerjaan barunya dan membuka diri terhadap peluang
pekerjaan di tempat lain. Dalam keluarga, saat anak-anak mulai meninggalkan rumah
seseorang akan memasuki masa tua. Umumnya pada usia ini akan timbul gejala
penuaan fisik seperti berkurang kemampuan penglihatan sampai kesulitan berjalan.
Tubuh orang lanjut usia sangat rentan terhadap serangan penyakit karena daya tahan
tubuhnya menurun, sehingga kemampuan mobilitasnya menurun. Dengan kemampuan
4
yang menurun pekerja yang lebih tua akan mempertahankan pekerjaan yang ada
sekarang dan mempersiapkan kehidupan setelah pensiun (Settersten & Mayer, 1997).
Berdasarkan kemampuan fisik tersebut, karyawan muda memiliki mobilitas
tinggi dan menggunakan peluang untuk mencari pekerjaan, sehingga karyawan muda
memiliki kecenderungan untuk turnover daripada karyawan tua (Johnson, 1978). Usia
juga memiliki pengaruh terhadap preferensi nilai kerja yang berbeda yaitu karyawan
yang lebih tua menganggap penting nilai kerja tertentu dibandingkan karyawan yang
lebih muda (Kanfer & Ackerman, 2004).
Karakteristik usia pekerja tersebut diperkuat dengan penelitian bahwa usia
memiliki hubungan yang negatif terhadap turnover (Hayes, 2015; Rhodes, 1983)
sehingga dapat menyebabkan adanya perbedaan hasil intensi turnover pada usia yang
berbeda, yaitu semakin tua usia karyawan semakin rendah intensi turnover (Ng &
Feldman, 2009; Gurpreet, 2007). Namun, ada ahli lain yang berpendapat bahwa faktor
perbedaan generasi juga memiliki hubungan terhadap adanya perilaku turnover
(Almalki, 2012; Park & Gursoy, 2012).
Berdasarkan survei PwC pada 2011 mengenai milenial di tempat kerja, milenial
akan setia pada organisasi yang diikuti jika organisasi tersebut dirasa sesuai dengan
ekspektasi mereka. Hanya terdapat 4% dari survei menyatakan mereka akan tetap
bekerja untuk jangka waktu yang lama dan sisanya mencari kesempatan untuk
pekerjaan lainnya dan membuka diri untuk tawaran pekerjaan yang baru. Pada
karyawan baru, sebanyak 54% memiliki ekspektasi akan bekerja pada 2-5 organisasi
atau tempat bekerja yang berbeda (PwC, 2011).
Mempertahankan generasi Y bukanlah tugas yang mudah. Banyak yang
mengeluh bahwa terdapat turnover yang tinggi di kalangan generasi ini. Generasi Y
5
dibesarkan bersama perkembangan teknologi yang pesat. Mereka memiliki akses lebih
cepat mendapatkan informasi karena teknologi, sehingga mereka mengharapkan
kepuasan yang lebih cepat dan mencari tantangan baru serta kemajuan karir lebih cepat.
Robert Half International (RHI, 2008)
menemukan bahwa 40 persen dari
karyawan Gen Y merencanakan untuk menetap di pekerjaannya hanya 0-2 tahun.
Kurang dari seperempat responden berharap untuk tinggal 6 tahun atau lebih. Demikian
pula, sebuah survei yang dilakukan oleh CareerBuilder (CareerBuilder.com November
2015) menemukan bahwa tiga dari empat responden tidak aktif mencari pekerjaan
lainnamun tetap terbuka terhadap peluang baru jika terdapat lowongan. Organisasi yang
gagal untuk berinvestasi dalam kelompok ini cenderung melihat kurangnya kesetiaan
dari generasi Y.
Generasi Y memiliki sikap yang berbeda dengan generasi X yang setia kepada
perusahaan dan menetap pada pekerjaan mereka. Jika dikelola dengan benar, karyawan
muda akan memberikan kontribusi yang signifikan seperti membuat bisnis, budaya
organisasi dan semangat yang baru (Fernando, Mat Saad, & Haron, 2012). Selain itu,
generasi Y memiliki tingkat intensi turnover yang tinggi dibandingkan dengan generasi
X yang memiliki karakter mandiri, percaya diri, kreatif, dan mudah beradaptasi terhadap
perubahan dan teknologi baru. Dalam pekerjaan, generasi X menghargai keseimbangan
kehidupan dan bekerja dan mencari pengakuan profesional untuk bakat dan keahlian
yang dimiliki (Boychuk-Duchscher & Cowin, 2004).
Meskipun generasi memiliki hubungan terhadap intensi turnover, memisahkan
dampak faktor generasi dan usia sulit untuk dilakukan karena adanya kaitan antara
generasi dan usia. Banyak penelitian mengenai perbedaan generasi mengalami kesulitan
dalam menentukan manakah yang lebih berpengaruh terhadap perilaku kerja.
6
Berdasarkan uraian dapat diketahui dua faktor, yaitu usia dan generasi, memiliki
hubungan terhadap intensi turnover, namun terdapat permasalahan: variabel manakah
yang lebih berhubungan terhadap intensi turnover karyawan? Belum banyak penelitian
yang membahas dengan topik yang sama sehingga hal ini akan dikaji pada penelitian
ini.
Penelitian ini dilakukan pada karyawan PT. PLN (Persero) distribusi Jawa
Timur Area Pelayanan Sidoarjo. Kondisi di lapangan terdapat tingkat turnover yang
rendah, tidak mencapai 10 persen. Pada kasus di lapangan, keluarnya karyawan dapat
digolongkan sebagai voluntary turnover yaitu pemisahan keanggotaan dari organisasi
oleh individu. Alasan keluarnya karyawan dari organisasi adalah alasan yang tidak
dapat dihindari (unavoidable voluntary turnover) yaitu faktor keluarga, misalnya ingin
memberikan perhatian lebih kepada keluarga dan mengikuti pasangan yang kerja di luar
daerah.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk membandingkan hubungan antara variabel usia dan generasi dengan
intensi turnover untuk mengetahui variabel yang lebih mampu memprediksi intensi
turnover.
C.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Pada segi teoritis, penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi studi
mengenai turnover berdasarkan generasi serta berguna untuk penelitian yang
7
berkaitan. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mementukan
apakah dampak usia atau generasi yang memiliki hubungan lebih kuat terhadap
intensi turnover. Penelitian ini juga bermanfaat untuk menambah kajian ilmu
psikologi khususnya psikologi industri dan organisasi yang berkaitan dengan
intensi turnover.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada organisasi
terutama mengenai intensi turnover karyawan dan mengetahui kebutuhan dan
karakteristik berdasarkan tiap generasi pekerja. Jika generasi berkorelasi lebih
kuat maka penelitian dapat digunakan sebagai gambaran mengenai intensi
intensi turnover antar generasi.
Download