BAB II LANDASAN TEORI A. Bank dan Perbankan Secara sederhana bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainya (Kasmir, 2010:11). Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, menjelaskan : 1. Perbankan adalah "segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya". 2. Bank adalah "badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak". 3. Bank Umum adalah "bank yang melaksanankan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran". Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa bank memiliki peran sebagai lembaga intermediasi bank dalam memobilisasi dana masyarakat 6 7 yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi serta memberikan fasilitas pelayanan dalam lalu lintas pembayaran. B. Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) 1. Definisi Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio yang mengukur kecukupan modal terhadap risiko dari aktiva bank. Lukman (2005:122) mengatakan "capital adequacy ratio merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) untuk dibiayai dari dana modal bank sendiri, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain". Peraturan dari Bank Indonesia No. 10/15/PBI/2008 menjelaskan "bank wajib menyediakan, modal minimum sebesar 8% (delapan persen) dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR)". Tingkat kecukupan modal pada perbankan diwakilkan dengan rasio capital adequacy ratio (CAR). Sementara itu, Bank Indonesia telah menetapkan kewajiban penyediaan modal inti minimum bank umum sebesar Rp. 80 Milyar pada akhir tahun 2007 dan meningkat menjadi Rp. 100 Milyar pada akhir tahun 2010. Peranan modal dalam pengelolaan bank menjadi faktor yang sangat penting sehingga perlu menetapkan suatu rasio kecukupan modal yang merupakan perbandingan antara modal dengan aktiva yang 8 memiliki risiko. Menurut (Z. Dunil 2004:30), Rasio Kecukupan Modal adalah : Rasio atau perbandingan antara Modal Bank dengan Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Perhitungan capital adequacy ratio didasarkan pada prinsip bahwa setiap penanaman dana bank yang mengandung risiko harus disediakan jumlah modal sebesar persentase tertentu (risk margin) terhadap jumlah penanamanya, sehingga risk margin tersebut harus dihitung terhadap semua aset yang mengandung risiko secara tertimbang, yang disebut juga sebagai ATMR / Aktiva Tertimbang Menurut Risiko. Sedangkan pengertian Aktiva Tertimbang Menurut Risiko sendiri menurut (Z. Dunil 2004:193) adalah : Pengertian aktiva dalam arti luas yang diperhitungkan sebagai dasar penentuan besarnya penyediaan modal minimum bagi bank. ATMR terdiri dari aktiva neraca dan aktiva administrative sebagaimana yang tercermin pada keawajiban yang bersifat kontijensi dan/atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. Risiko terhadap aktiva dalam arti luas dapat timbul baik dalam bentuk risiko kredit maupun risiko yang terjadi karena fluktuasi harga surat-surat berharga, tingkat bunga, dan nilai tukar valuta asing. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahawa Rasio Kecukupan Modal adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, dalam hal ini adalah pemberian kredit. 9 2. Pengukuran Rasio Kecukupan Modal (CAR) Rasio Kecukupan Modal yang dipakai adalah dengan ketentuan Bank Indonesia dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tanggal 24 September 2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/110/PBI/2004 tanggal 12 April 20004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank umum. Kecukupan modal merupakan faktor yang terpenting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian. Bank Indonesian menetapkan CAR yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) atau secara matematis : CAR Modal x100% ATMR Komponen modal terdiri dari modal inti dan modal pelengkap dengan memperhitungkan penyertaaan yang dilakukan bank sebagai faktor pengurangan modal. Sedangkan ATMR Bank Umum dihitung berdasarkan bobot risiko masing-masing pos aktiva neraca dan rekening administrative (Lukman, 2005:122). 10 Peraturan dari Bank Indonesia No. 10/15/PBI/2008 sebagai bank sentral memberikan ketentuan minimum CAR dengan kategori sebagai berikut : a. CAR > 8% kategori A b. CAR -25% s/d 8% kategori B c. CAR < -25% kategori C Bank Indonesia menetapkan kebijaksanaan bagi setiap bank untuk memenuhi rasio CAR minimal 8% jika kurang dari 8% maka akan dikenakan sanksi oleh Bank Indonesia. Ketentuan CAR pada prinsipnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku secara inernasional, yaitu standar Bank for Internasional Settlement (BIS). CAR yang didasarkan pada standar BIS (8%) adalah salah satu cara untuk menghitung apakah modal yang ada pada suatu bank telah memadai atau belum. Jika modal rata-rata suatu bank lebih baik dari bank lainnya, maka bank bersangkutan akan lebih baik solvabilitasnya. Ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk : a. Menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan. b. Melindungi dana pihak ketiga (dana masyarakat) pada bank bersangkutan. c. Untuk memenuhi ketetapan standar BIS. 11 C. Rasio Kredit Bermasalah (Non Performing Loan / NPL) 1. Definisi Non Performing Loan / NPL Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksudkan dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Non Performing Loan atau kredit bermasalah dapat diartikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan maupun ketidaksengajaan atau faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur (Siamat 2005:358). Non performing loan merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang disalurkan bank. Almilia, dan Winy Herdiningtyas, 2005 dalam Hariyani (2010:52) menjelaskan : Rasio NPL (non performing loan) atau rasio kredit bermasalah, ini menunjukan bahwa kemapuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan kualitas bermasalah maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kurang lancar, diragukan dan macet. 12 Sedangkan dalam penelitian ini, pengertian kredit macet atau no performing loan (NPL) adalah kelompok kualitas kredit yang digolongkan sebagai kurang lancar (substandard), diragukan (doubtful), dan macet (loss) sebagaimana dijelaskan pada Peraturan Bank Indoenesia Nomor 7/2/PBI/2005, tentang Penilaiaan Kualitas Aktiva Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 tentang Penilaiaan Kualitas Aktiva Bank Umum. 2. Pengukuran Non Performing Loan / NPL Salah satu risiko yang muncul akibat semakin kompleknya kegiatan perbankan adalah munculnya non performing loan (NPL) yang semakin besar. Atau dengan kata lain semakin besar skala operasi suatu bank maka aspek pengawasan semakin menurun, sehingga NPL semakin besar atau risiko kredit semakin besar (Mawardi, 2005). NPL adalah rasio kredit bermasalah dengan total kredit. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/9/PBI/2004 tentang “Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank” tanggal 26 Maret 2004, rasio kredit bermasalah bank umum secara neto adalah maksimal sebesar 5%. Semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung bank. Bank dengan NPL yang tinggi akan memperbesar biaya baik pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank (Mawardi, 2005). Secara sistematis NPL dapat dirumuskan sebagai berikut : NPL Total Kredit Bermasalah x100% Total kredit 13 D. Rasio Likuiditas (Loan to Deposit Ratio /LDR) 1. Definisi Likuiditas (Loan to Deposit Ratio / LDR) Menurut Kasmir (2010;286) rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Semakin besar rasio ini maka semakin likuid. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Lukman (2005:118), bahwa "likuiditas adalah kemampuan bank dalam memenuhi keawajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo". Menurut Brigham dan Houston (2006:95) "likuiditas adalah rasio yang menunjukan hubungan antara kas dan aktiva lacar lainnya dari sebuah perusahaan dengan kewajiban lancarnya". Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka pengertian likuiditas adalah kemampuan suatu bank untuk memenuhi aliran dana keluar dalam waktu yang tepat. Aliran dana keluar dapat berupa : (a) penarikan oleh para penabung; (b) penarikan dana oleh para penerima kredit, terutama kredit yang disetujui; (c) dana keluar karena adanya kewajiban bank untuk membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Penarikan dana oleh ketiga unsur di atas bila tidak dapat dipenuhi oleh bank dapat berpengaruh terhadap runtuhnya kepercayaan masyarakat. 14 2. Pengukuran Rasio Likuiditas (Loan to Deposit Ratio/ LDR) LDR Total Kredit x100% Total Dana Pihak Ketiga Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditas bank. Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan dengan dana pihak ketiga, termasuk pinjaman yang diterima, tidak termasuk pinjaman subordinasi. "loan to deposit ratio (LDR) adalah ratio antara kredit yang diberikan bank dengan dana bank" (Z. Dunil, 2004:80). Batas aman LDR suatu bank secara umum adalah sekitar 90-100, sedangkan menurut ketentuan Bank Sentral batas aman LDR suatu bank adalah 110%. Tujuan penting dari perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank. LDR dapat pula digunakan untuk menilai strategi manajemen suatu bank. Manajemen bank yang konservatif biasanya cenderung memiliki LDR yang relative. Sebaliknya, bank yang agresif memiliki LDR yang tinggi atau melebihi batas toleransi. LDR digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank 15 dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain, sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito. E. Profitabilitas (Return On Assets / ROA) 1. Definisi Profitabilitas Profitabilitas menunjukan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau sejauh mana efektivitas pengelolaan perusahaan untuk memperoleh laba. Mendefinisikan profitabilitas adalah "hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan". Brigham dan Houston (2006:107). Tingkat profitabilitas yang sehat merupakan salah satu tujuan setiap bank karena profitabilitas digunakan sebagai alat untuk mengukur seberapa besar kemampuan manajemen dalam menghasilkan laba atau aset-aset yang ditanamkan dalam perusahaan tersebut dan juga menunjukan kemampuan manajemen dalam menekan biaya operasionalnya. Analisis profitabilitas implementasinya adalah profitability ratio atau disebut juga dengan operating ratio. Salah satu rasio yang sering digunakan dalam pengukuran kinerja perusahaan yakni Return On Assets (ROA) yang biasanya disebut juga Return On Investment (ROI) menurut Wisnu (2005:85). Menurut Brigham dan Houston (2006:109), ROA yaitu : Rasio laba bersih terhadap total aktiva yang mengukur pengembalian atas total aktiva (ROA) setelah bunga dana pajak. Rendahnya ROA 16 disebabkan oleh Basic Earning Power (BEP) operasi yang rendah serta tingginya biaya bunga karena penggunaan kewajiban di atas rata-rata yang menyebabkan laba bersih relative rendah. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. ROA memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan (Wisnu, 2005:85). Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari sisi asset (Lukman, 2005:120). Bank dengan total asset relatif besar akan mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total revenue yang relatif besar sebagai akibat penjualan produk yang meningkat. Dengan meningkatnya total revenue tersebut maka akan meningkatkan laba perusahaan sehingga kinerja keuangan akan lebih baik. Pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberikan signal positif mengenai kinerja perusahaan. Pertumbuhan laba yang baik mencerminkan bahwa kinerja perusahaan juga baik. Karena laba merupakan indikator keberhasilan kinerja perusahaan, maka semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan mengindikasikan bahwa semakin baik kinerja perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikina, dapat dikatakan bahwa apabila rasio keuangan perusahaan baik, maka pertumbuhan laba perusahaan juga baik. 17 2. Pengukuran Profitabilitas Menurut Fitria (2008) tingkat profitabilitas yang mencerminkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba akan tergantung pada kemampuan manajemen bank dalam mengelola aset dan liabilitas yang akan secara kuantitatif dapat dinilai dengan indikator yakni : a. Gross Profit Margin Rasio ini digunakan untuk mengetahui presentasi laba dari kegiatan usaha murni dari bank yang bersangkutan setelah dikurangi biaya-biaya. Gross Profit Margin b. Operating Income - Operating Expense x100% Operating Income Net Profit Margin Net profit margin merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan net income dari kegiatan operasinya. Net Profit Margin c. Net Income x100% Operating Income Return On Asset (ROA) Ukuran keseluruhan keefektifan menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia. ROA Laba Bersih x100% Total Asset manajemen dalam 18 d. Return On Equity (ROE) Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelolah capital yang ada untuk mendapatkan net income. ROE e. Net Income x100% Equity Capital Assets Utilization Rasio ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan manajemen suatu bank dalam mengelola asset dalam rangka menghasilkan operating income dan non operating income. Assets Utilization Operating Income - Non Operating Income x100% Total Asset Pada penelitian ini, penulis menghitung tingakat profitabilitas dengan menggunakan tolak ukur return on asset (ROA) karena dengan menggunakan ROA memperhitungkan kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan (Fitria, 2008) Keunggulan ROA diantaranya adalah sebagai berikut : 1. ROA merupakan pengukuran yang komperhensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini. 2. ROA mudah dihitung, dipahami, dan sangat dalam nilai absolute. 3. ROA merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit usaha. 19 Kelemahan ROA diantaranya sebagai berikut : 1. Pengukuran kinerja dengan menggunakan ROA membuat manajer divisi memiliki kecenderungan untuk melewatkan proyek-proyek yang menurunkan divisional ROA, meskipun sebenarnya proyek-proyek tersebut dapat meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan secara keseluruhan. 2. Manajemen juga cenderung untuk berfokus pada tujuan jangka pendek dan bukan tujuan jangka panjang. 3. Sebuah proyek dalam ROA dapat meningkatkan tujuan jangka pendek, tetapi proyek tersebut mempunyai konsekuensi negative dalam jangka panjang. F. Kerangka Pemikiran dan Model Konseptual 1. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Profitabilitas (ROA) Menurut Lukman (2005:119) pengaruh tingkat kecukupan modal (CAR) terhadap profitabilitas (ROA) dapat dinyatakan sebagai berikut : Tingkat kecukupan modal (CAR) yang dijadikan sebuah indikator suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. 20 Kesehatan bank adalah tingakat kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankan. Kegiatan tersebut meliputi : a. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri. b. Kemampuan mengelola dana. c. Kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat. d. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada para stakeholder. e. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku. Profit atau laba merupakan indikasi kesuksesan suatu badan usaha. Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh laba. Informasi kinerja perusahaan terutama dalam hal kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba (profitabilitas) diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa yang akan datang. Manajemen bank atau perusahaan lebih mementingkan penilaian besarnya return on asset (ROA) karena lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat. CAR atau rasio kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian serta mencerminkan kesehatan bank yang bertujuan untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan, melindungi dana 21 masyarakat pada bank bersangkutan dan untuk memenuhi ketetapan standar BIS. Dengan permodalan yang kuat akan mampu menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank yang bersangkutan, sehingga masyarakat percaya untuk menghimpun dana pada bank tersebut, dana yang terhimpun tersebut kemudian disalurkan kembali oleh bank kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Dalam bentuk kredit ini dapat mendorong pendapatan sehingga menghasilkan bunga, dari bunga itulah bank dapat, mendapatkan profit/laba. Dengan tingkat laba/profitabilitas inilah bank dapat meningkatkan struktur permodalan yang kuat sehingga dapat membentuk kondisi keuangan yang sehat. Dengan pengelolaan yang baik suatu bank akan terus meningkatkan modal dengan memperhatikan indikator kesehatan permodalan yaitu CAR, maka profitabilitas pun akan ikut meningkat. Sebaliknya apabila CAR suatu bank menurun maka profitabilitas pun akan ikut turun. Menurut penelitian Retno (2005) dan Fitria (2008) terdapat pengaruh yang signifikan antara CAR terhadap ROA. Namun hal itu bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bayu (2009) hasil tersebut menunjukan bahwa CAR tidak mempengaruhi ROA secara signifikan karena apabila nilai CAR mengalami kenaikan maka nilai ROA mengalami penurunan begitu pula sebaliknya apabila nilai ROA mengalami kenaikan maka nilai CAR mengalami penurunan. 22 2. Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Profitabilitas (RAO) LDR merupakan ukuran likuiditas yang mengukur besarnya dana yang ditempatkan dalam bentuk kredit yang berasal dari dana yang dikumpulkan oleh bank (terutama dana masyarakat). Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit. Semakin tinggi LDR maka semakin tinggi dana yang disalurkan ke dana pihak ketiga. Jika rasio LDR bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif). Dengan meningkatnya laba, maka ROA juga akan meningkat, karena laba merupakan komponen yang membentuk ROA. 3. Pengaruh Non Performing Loan (NPL) Terhadap Profitabilitas (ROA) NPL merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengukur risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur (Mabruroh, 2004). Oleh karena itu, bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan 23 kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bank melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko kredit. Risiko kredit yang diproksikan dengan NPL berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA. Semakin besar NPL akan mengakibatkan ROA turun. Sebaliknya, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank, maka ROA akan meningkat, sehingga kinerja keuangan bank dapat dikatakan semakin baik. Non Performing Loan (NPL) menunjukkan besarnya risiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank. Mawardi (2005) dalam penelitiannya menguji pengaruh NPL terhadap ROA bank dimana hasil penelitiannya menunjukkan hasil yang positif berpengaruh terhadap kinerja bank artinya besarnya risiko kredit bank mempengaruhi kinerja bank sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yang menguji pengaruh NPL terhadap ROA. 4. Penelitian Terdahulu Budi Ponco (2008) meneliti tentang "Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO, NIM, dan LDR terhadap ROA yang Terdaftar di BEI", menyebutkan bahwa CAR, NIM, LDR, berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Selain itu BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. 24 Ahmad Buyung Nusantara (2009) meneliti tentang "Analisis Pengaruh NPL, CAR, LDR, dan BOPO terhadap Profitabilitas Bank (Perbandingan Bank Umum Go Publik dan Bank Umum Non Go Publik di Indonesia Periode Tahun 2005-2007)", hasil penelitian menunjukan bahwa NPL, CAR, LDR, dan BOPO secara parsial berpengaruh signifikan terhadap ROA Bank Go Publik pada level of signifikan kurang dari 5%. Sedangkan pada Bank Non Go Publik, hanya LDR yang berpengaruh signifikan. 5. Model Konseptual Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit. Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan utama dari usaha perbankan. Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menguntungkan adalah apabila kredit yang diberikan bermasalah (Non Performing Loan). Non Performing Loan (NPL) menunjukan tingkat kredit bermasalah yang dimiliki oleh bank semakin tinggi tingkat NPL maka rasio profitabilitas (return on asset) bank tersebut menjadi kecil. Tingkat kecukupan modal menunjukan besarnya modal yang dimiliki bank untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Jika kegiatan operasional dapat berjalan dengan baik maka akan berdampak positif terhadap pendapatan bank tersebut atau dengan istilah lain tingkat kecukupan modal yang diukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) ini 25 diduga mempengaruhi Return On Assets Ratio (ROA). Likuiditas bank menunjukan kemampuan bank menyediakan dana dalam jumlah yang cukup, tepat pada waktunya untuk memenuhi kewajibannya. Bank yang terlalu mengejar profitabilitas yang tinggi dengan pemberian kredit yang berlebihan dapat mengalami kesulitan likuiditas. Tingkat likuiditas yang diukur oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) ini diduga mempengaruhi ROA. Bedasarkan uraian sebelumnya maka dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut. Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Variabel Independen Variabel Dependen Capital Adequacy Ratio (CAR) X1 Loan to Deposit Ratio (LDR) X2 Non Performing Loan (NPL) X3 Return On Assets (ROA) Y