SARI PUSTAKA SPONDYLOLISTHESIS Oleh

advertisement
SARI PUSTAKA
SPONDYLOLISTHESIS
Oleh :
dr. Agus Eka Wiradiputra
Pembimbing :
dr. I Ketut Suyasa, SpB. SpOT (K)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH
SUB BAGIAN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
KATA PENGANTAR
Puji Sukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya lah sari
pustaka yang berjudul “Spondylolisthesis” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Tujuan dari penulisan sari pustaka ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis dan
peserta PPDS-1 Orthopaedi dan Traumatologi tentang spondylolisthesis serta sebagai syarat
mengikuti pendidikan Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr I Ketut Siki Kawiyana, Sp.B, Sp.OT
(K) selaku Ketua Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar serta kepada dr I Ketut Suyasa, SpB, SpOT
(K), selaku Kepala Bagian/SMF Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar sekaligus pembimbing penulisan sari pustaka
ini, atas bimbingan dan kesediaannya meluangkan waktu untuk memberi petunjuk dan
bimbingan demi penulisan sari pustaka.
Penulis menyadari sari pustaka ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon
saran dan kritik demi perbaikan sari pustaka ini untuk kedepannya.
Akhir kata, semoga sari pustaka ini dapat berguna untuk perbaikan pemahaman dan
pelayanan pada pasien trauma ke depannya.
Februari, 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
I.
Anatomi Tulang Belakang ................................................................................ 1
II.
Spondylolisthesis
II.1 Definisi ....................................................................................................... 15
II.2 Klasifikasi
II.2.1 Klasifikasi Wiltse, Newman and McNab ………………………… 16
II.2.2 Klasifikasi Marchetti dan Bartolozzi ……………………………... 16
II.2.3 Klasifikasi Meyerdig……………………………………………… 19
II.3 Epidemiologi .............................................................................................. 19
II.4 Etiologi
II.4.1 Developmental Spondylolisthesis ................................................... 17
II.3.2 Spondylolisthesis Didapat ............................................................... 22
II.5 Patofisiologi ................................................................................................. 24
II.6 Gejala Klinis dan Keluhan ........................................................................... 25
II.7 Differential Diagnosis .................................................................................. 28
II.8 Diagnosis ..................................................................................................... 28
II.9 Penanganan................................................................................................... 40
II.9.1 Nonoperatif...................................................................................... 40
II.9.2 Operatif............................................................................................ 41
II.10 Komplikasi ................................................................................................. 45
II.11 Prognosis .................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA
I. ANATOMI TULANG BELAKANG
Susunan tulang belakang merupakan suatu sistem axis dari tubuh
manusia yang terdiri dari kolumna vertebra, spinal cord, otot-otot dan
jaringan lunak. Susunan kolumna vertebra ini tersegmentasi dan simetris
bilateral. Fungsi dari tulang belakang adalah untuk penyangga tubuh saat
posisi berdiri dan duduk, melindungi spinal cord dan sebagai fungsi
pergerakan1.
Kolumna vertebra membentuk sumbu tubuh tersusun atas 33 tulang
vertebra. Regio cervical terdiri dari tujuh tulang vertebra cervikal, regio
thorakal tersusun atas dua belas tulang vertebra. regio lumbal terdiri dari 5
tulang vertebra, region sacral terdiri dari 5 tulang yang menyatu dan regio
coccygeal terdiri dari empat tulang yang menyatu2.
Gambar 1. Anatomi Susunan Tulang Belakang2
Kurvatura pada tulang belakang juga bervariasi pada tiap region. Pada
daerah cervikal kurvatura tulang vertebra adalah lordosis, pada daerah
thorakal adalah kyphosis, pada daerah lumbal adalah lordosis dan di daerah
sacral adalah kyphosis (gambar 1)3.
Tulang belakang secara umum memiliki bagian-bagian antara lain
body, arkus (pedikel dan lamina), prosesus (spinosus dan transverses) dan
foramina (vertebra dan neural)5. Pada korpus vertebra memiliki artikulasi
pada permukaan superior dan inferiornya. Korpus vertebra juga berhubungan
langsung dengan diskus intervertebral. Korpus vertebra semakin ke distal
akan semakin besar. Arkus vertebra terdiri atas pedikel dan lamina. Arkus
vertebra terbentuk dari dua pusat osifikasi yang menyatu. Kegagalan
penyatuan ini akan menimbulkan poenyakit yang disebut spina bifida. Arkus
vertebra yang menyatu di bagian tengahnya akan terbentuk kanal vertebra
yang terisi oleh spinal cord2. Pada prosesus spinosus akan melekat ligament
interspinosus yang menghubungkan prosesus spinosus bagian distal dan
proximal. Pada prosesus transversus akan berfungsi sebagai perlekatan
ligament dan artikulasi dengan tulang rusuk 2.
Pusat osifikasi primer adalah pada korpus vertebra dan arkus neural.
Pusat osifikasi sekunder adalah prosesus spinosus, prosesus transversus dan
annular ephypisis. Vertebra thorakal bagian atas memiliki superior dan
inferior facet sedangkan vertebra thorakal inferior hanya memiliki facet
tunggal. Facet berada dalam posisi semicoronal dan memungkinkan
pergerakan rotasi tetapi sangat minim fleksi dan ekstensi. Semua tulang
vertebra thorakal berartikulasi dengan tulang rusuk. Tulang rusuk
berartikulasi dengan tulang vertebral melalui costal facet di bagian superior
dan inferior dari korpus vertebra bagian posterior1,2.
Gambar 2. Anatomi Vertebra Thorakal2
Gambar 3. Anatomi Vertebra Thorakal2
Lumbar vertebra terdiri dari lima tulang vertebra. Vertebral Lumbar
relative lebih besar dibandingkan tulang vertebra lainnya. Hal ini
memungkinkan fungsinya sebagai penyangga beban tubuh. Facet pada
vertebra lumbar berada dalam pisisi sagital sehingga memungkinkan
pergerakan fleksi dan ekstensi lebih besar daripada vertebra thorakal1,2.
Daerah antar facet merupakan lokasi tersering terjadinya fraktur atau
spondylolysis. Pedikel pada vertebra lumbar ukurannya lebih besar, pendek
dan kuat. Pusat osifikasi primer terletak pada korpus vertebra dan arkus
neural, sedangkan pusat osifikasi sekunder terdapat pada prosesus
mammilary, prosesus transversus, prosesus spinosus dan ring epiphysis2.
Gambar 4. Anatomi Vertebra Lumbar2
Tulang vertebra yang berdekatan dihubungkan oleh kompleksitas
susunak persendian, ligament, otot dan struktur penghubung lainnya.
Terdapat diskus intervertebral terletak diantara dua korpus vertebra (kecuali
antara C1 dan C2 dan segmen sacral yang menyatu). Selain iotu teradapat
sepasang sendi facet yang menghubungkan elemen posterior dan orientasinya
menentukan pegerakan masing-masing regio. Anterior longitudinal Ligamen
(ALL) melekat pada bagian anterior dan korpus vertebra dan bagian anterior
dari diskus intervertebral merupakan ligament yang kuat dan tebal berfungsi
menahan pergerakan hiperekstensi. Posterior Longitudinal Ligament (PLL)
merupakan ligament yang lemah sehingga sering terjadi herniasi diskus di
daerah tersebut. Ligament ini berfungsi mencegah gerakan hiperfleksi2.
Gambar 5. Anatomi Ligamen Vertebra
Sendi facet merupakan sendi berpasangan yang terletak diantara
prosesus atikular inferior dan superior pada tulang vertebra yang berdekatan.
Sendi facet tersusun dari kapsul dan meniscus. Kedua bagian ini dapat
mengalami proses degenerative. Perubahan orientasi dari semicoronal di
daerah cervikal menjadi sagital di daerah lumbar memungkinkan pergerakan
yang berbeda di masing-masing regio. Prosesus artikular inferior terletak
lebih anterior dan inferior pada region cervikal sedangkan terletak lebih
anterior dan lateral pada region lumbar. Perubahan degeneratif dapat
menyebabkan terjadinya nerve root impingement2.
Diskus intervertebral merupakan struktur yang terletak diantara dua
korpus vertebra. Fungsi dari diskus intervertebral adalah untuk memberikan
stabilitas pada kolumna vertebra, memungkinkan pergerakan flexi dan
menyerap serta distribusi tekanan beban. Diskus intervertebra membentuk
25% dari tinggi tulang belakang. Diskus intervertebral terdiri dari annulus
fibrosus dan nucleus pulposus. Annulus fibrosus meurpakan struktur terluar
yang terdiri dari annulus bagian luar dan annulus bagian dalam. Annulus
bagian luiar tersusun atas serat padat kolagen tipe 1 sedangkan annulus
bagian dalam merupakan fibrocartilage kolagen tipe 2 yang terususun lebih
longgar. Serat kolagen terususun oblik dan kuat menahan beban regangan .
Annulus bagian luar memiliki inervasi saraf sehingga apabila terjadi robekan
akan menimbulkan nyeri. Nucleus pulposus terletak di tengah annulus
fibrosus. Nucleus pulposus merupakan masa kenyal yang terususu atas air,
proteoglikan dan kolagen tipe 2. Struktur ini mampu menahan beban
kompresi dimana beban kompresi terbesar adalah dalam posisi duduk sambil
condong ke depan. Komposisi air dan proteoglykan akan menurun seiring
bertambahnya usia. Nucleus pulposus mampu mendorong keluar annulus dan
menekan serat saraf2.
Gambar 6. Anatomi Sendi Facet dan Diskus Intervertebra2
Adapun otot-otot yang turut membantu menyangga tulang belakang
secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu otot ekstrinsik dan otot instrinsik.
Otot ekstrinsik terdiri dari trapezius, Latissiumus dorsi, Levator scapulae,
Rhomboid minor, Rhomboid mayor, Serratus posterior superior, Serratus
posterior. Otot-otot intrinsic dibagi menjadi tiga grup besar antara lain Grup
Spinotransverse, Grup Sacrospinalis, Grup Transversospinalis2.
Spinal cord berjalan dari batang otak sampai conus medularis
(berakhir sampai L1). Terminal filum dan cauda equine (serat saraf lumbar
dan sacral) berlanjut di dalam spinal canal. Spinal cord melebar di daerah
leher dan lumbar dimana di daerah itu serat sarafnya membentuk plexus yang
mempersarafi extremitas atas dan bawah.Spinal cord dibungkus oleh
duramater, arachnoid mater dan pia mater. Beberapaserat saraf berasal dari
dorsal yang membawa modalitas sensoris dan dari ventral yang membawa
modalitas motorik2.
Spinal cord berakhir pada area memipih yang disebut conus
medullaris, yang terletak pada level vertebra L1-2. Pada titik ini serat saraf
berjalan kebawah membentuk kumpulan yang disebut cauda equina “horse’s
tail”. Spinal cord melekat dibagian inferior oleh filum terminalis yang
menempel pada coccyx.1 Gambaran spinal cord meliputi :

31 pasang saraf spinalis ( 8 pasang servikal, 12 pasang thorakal, 5 pasang lumbar, 5
pasang sakral dan 1 pasang coccygeal)

Setiap saraf spinalis dibentuk oleh serat dorsal dan ventral

Saraf motoris berada dalam gray matter spinal cord (kornu anterior)

Neuron sensoris berada dalam spinal dorsal root ganglia

Ramus ventralis dari saraf spinal juga menyudut membentuk pleksus (campuran
jaringan axon saraf)
Spinal cord merupakan kumpulan banyak jalur saraf (traktus) yang
menuju ke otak (traktus ascenden) dan keluar dari otak (traktus descenden).
Adapun yang termasuk dalam traktus descenden adalah traktus kortikospinal
anterior dan lateral kortikospinal. Sedangkan yang termasuk ke dalam traktus
ascenden adalah traktus spinothalamikus anterior, sphinotalamikus lateral
dan traktus dorsal kolum. Traktus anterior kortikospinal merupakan
modalitas motorik minor sering mengalami cedera pada trauma anterior cord
(anterior cord syndrome). Traktus lateral kortikospinal merupakan modalitas
motorik mayor yang sering mengalami kerusakan pada Brown-Sequard
syndrome. Traktus spinothalamikus anterior membawa modalitas raba halus
dan sering mengalami trauma pada anterior cord syndrome. Traktus
spinothalamikus lateral membawa modalitas nyeri dan suhu mengalami
trauma pada Brown-sequard syndrome. Traktus dorsal kolum membawa
modalitas propiosepsi dan getar dan sering mengalami trauma pada posterior
cord syndrome2.
Gambar 7.Spinal Cord2
Saraf spinal dibentuk oleh serat ventral dan dorsal. Terdapat 31
pasang saraf spinal yang simetris kanan dan kiri. Badan sel untuk modalitas
sensori tiap saraf terdapat di ganglion dorsal. Badan sel untuk modalitas
motorik terdapat pada ventral horn pada spinal cord. Serat saraf keluar dari
spinal kolum melalui intervertebral foramen (dibawah pedikel). Pada C1
sampai C7 serat saraf keluar di atas tulang vertebranya sedangkan pada C8
dan L5 serat saraf keluar di bawah tulang vertebranya. Serat saraf dapat
tertekan apabila terjadi herniasi diskus, osteofit dan hipertrofi jaringan lunak
yaitu ligamentum flavum dan kapsul facet. Pada daerah lumbar, saraf
transfersal biasanya lebih sering terkena sedangkan saraf yang keluar dari
spinal kolum tidak terpengaruh, kecuali terjadi penekanan di bagian yang
sangat lateral. Saraf di daerah lumbar dan sacral membentuk kauda ekuina
pada kanalis spinalis2.
Spinal cord memberikan 31 pasang nervus spinalis, dimana kemudian
membentuk dua cabang utama (ramus) :

Ramus primer dorsal : ramus kecil yang berasal dari dorsal membawa informasi
sensoris dan motoris menuju dan dari kulit dan otot skeletal intrinsik punggung
(erector spinae dan otot transversospinalis)

Ramus primer ventral : ramus yang lebih besar yang berasal dari ventral dan lateral
dan menginervasi semua sisa kulit dan otot skeletal dari leher, ekstremitas, dan tubuh.
Ketika serat saraf (sensoris dan motoris) berada diperifer dari pembungkus spinal
cord, fiber (serat) kemudian berada pada system nervus perifer (PNS)

Sistem nervus somatik: serat sensoris dan motoris untuk kulit, otot skeletal dan sendi.
Gambar 2-15

Sistem nervus autonomis (ANS) : serat sensoris dan motoris (termasuk visera dan
vascular), otot jantung, dan kelenjar.

Sistem Nervus Enterik : pleksus dan ganglia dari traktus gastrointestinal yang
meregulasi sekresi usus, absorpsi, dan motilitas
Regio pada kulit diinervasi oleh axon saraf sensoris somatik yang
berhubungan dengan dorsal root ganglion pada level spinal cord tunggal.
Seperti yang melingkupi anterolateral kepala, kulit diinervasi oleh satu dari
tiga divisi nervus trigeminal (nervus kranialis). Neuron yang memberikan
serat saraf terhadap serat sensoris adalah neuron pseudounipolar yang berada
pada dorsal root ganglion tunggal yang berhubungan dengan level spinal cord
yang spesifik (satu pasang nervus spinal pada setiap spinal cord). C1 adalah
level spinal cord servikal pertama, memiliki serat sensoris tetapi
menyediakan sedikit kontribusi ke kulit, sehingga di dermatome puncak
kepala dimulai oleh dermatome C2.
Gambar 8. Saraf spinal2
Dermatome mengelilingi tubuh secara segmental berdasarkan level
spinal cord yang menerima input sensoris dari segmen kulit. Sensasi yang
dibawa oleh sentuhan ringan lebih besar dibandingkan tekanan dan nyeri.
Pengetahuan tentang dermatome sangat penting untuk melokalisasi segmen
spinal cord dan menilai integritas level spinal cord (normal atau lesi). Serat
saraf sensoris yang menginervasi segmen kulit dan membentuk dermatome
menunjukkan adanya overlaping serat saraf. Konsekuansinya, segmen kulit
yang diinervasi secara primer oleh serat dari level spinal cord tunggal, tetapi
kemudian mengalami overlap dengan serat sensoris dari level diatas dan
dibawahya. Contohnya, dermatome T5 akan memiliki beberapa overlap
dengan serat sensoris yang berhubungan dengan level T4 dan T6. Kemudian
dermatome akan memberikan pendekatan yang baik pada level spinal cord,
tetapi variasi adalah normal dan tetap ada overlap.
Gambar 9. Peta Dermatome2
Spinal cord mendapat vaskularisasi dari cabang arteri besar yang
mensuplai bagian tubuh tengah. Arteri mayor tersebut antara lain vertebral
arteri yang berasal dari arteri subclavia di leher. Dari arteri subclavia juga
akan mengeluarkan cabang yaitu arteri cervikal anterior. Aorta thorakalis
juga turut memberikan vaskularisasi di spinal cord di daerah thorakal melalui
arteri intercostals posterior. Aorta abdominal mengeluarkan cabang berupa
arteri lumbar untuk vaskularisasi daerah lumbar. Sedangkan dari arteri
internal iliaka akan memberikan cabang arteri sakral lateral.
Gambar 10. Arteri subclavia vaskularisasi utama region cervikal
Gambar 11. Aorta thorakalis vaskularisasi utamai kolumna vertebra region
thorakal
Sebuah arteri spinal bagian anterior dan dua buah arteri spinal bagian
posterior yang berasal arteri vertebra di bagian intrakranial berjalan
longitudinal sepanjang spinal cord dan akhirnya disatukan di tiap-tiap
segmen dengan arteri segmental. Arteri segmental terbesar bernama arteri
mayor segmental (Adamkiweicz). Arteri ini berada di thorakal bagian bawah
dan lumbar bagian atas. Arteri ini memberikan vaskularisasi untuk dua per
tiga spinal cord bagian bawah. Serat bagian dorsal dan ventral dari spinal
cord disuplai oleh arteri radikular segmental atau arteri medullar.
Arteri dan vena bagian anterior dan posterior berjalan sepanjang
spinal cord dan mengalir menuju vena radikular segmental atau vena
medular. Vena radikular menerima aliran darah dari vena vertebra interna
yang berjalan di dalam kanalis vertebra. Darah dari vena radikular mengalir
menuju vena segmental dan selanjutnya dialirkan menuju vena kava superior,
sistem vena-vena azygos dan vena kava inferior.
Gambar 12. Anterior dan posterior spinal arteri
DAFTAR PUSTAKA
1. Hu, et al. 2008. Spondylolisthesis and Spondylolysis. J Bone Joint Surg Am. 2008;90:
656-671.
2. Thompson, John T. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. Philadelpia Saunder
Elsevier, 2010.
3. An, Howard S. Synopsis of Spine Surgery. Thierne, 2008.
4. Woolfson, Tony. 2008.
Spondylolisthesis: Synopsis of Causation. Medical Text,
Edinburgh. pp: 1-13
5. Jacobsen, et al. 2007. Degenerative Lumbar Spondylolisthesis: An Epidemiological
Perspective. SPINE Volume 32, Number 1, pp 120–125
6. Perrin, Adam E dan Brian J Shiple. 2008. Lumbosacral Spondylolisthesis.
emedicine.medscape.com
7. Wiltse, Leon L. 1980. Classification, Terminology And Measurements In
Spondylolisthesis. The Iowa Orthopaedic Journal. Volume I, Number 1: 53-57
8. Puschak, Thomas J dan Rick C. Sasso. 2003. Spondylolysis-Spondylolisthesis.
American Academy of Orthopaedic Surgeons. pp: 553-563
9. Herman, et al. 2003. Spondylolysis And Spondylolisthesis In The Child And
Adolescent Athlete. Orthop Clin N Am 34 (2003) 461– 467
10. Nau, et al. 2008. Spinal Conditioning for Athletes With Lumbar Spondylolysis and
Spondylolisthesis. Strength and Conditioning Journal Volume 30 Number 2 April
2008 : 43-52
11. Love, et al. 1999. Degenerative spondylolisthesis. J Bone Joint Surg [Br] 1999;81-B:
670-4.
12. Meade, et al. 2006. Orthotic Treatment of Degenerative Disk Disease with
Degenerative Spondylolisthesis: A Case Study. JPO Journal of Prosthetics and
Orthotics Volume 18 Number 1 : 8-14
13. Hähnle, et al. 2008. Is Degenerative Spondylolisthesis a Contraindication for Total
Disc Replacement? Kineflex Lumbar Disc Replacement in 7 Patients With 24-Month
Follow-up. SAS Journal Spring 2008 • Volume 02 • Issue 02: 92-100
14. Sengupta D, Herkowitz H. 2003. Lumbar Spinal Stenosis Treatment Strategies And
Indications For Surgery. Orthop Clin North Am 2003;34: 281-295.
15. Hadley, Henry G.1940. Diagnosis Of Spondylolisthesis. Journal Of The National
Medical Association Vol. Xxxii, No. 2 : 68-70
16. Penning dan Blickman. 1980. Instability in Lumbar Spondylolisthesis: A Radiologic
Study of Several Concepts. AJR: 134, February : 293-301
17. Niggemann, et al. 2012. Spondylolysis And Isthmic Spondylolisthesis: Impact Of
Vertebral Hypoplasia On The Use Of The Meyerding Classification. The British
Journal of Radiology, 85 (2012), 358–362
18. Ganju, Aruna. 2002. Isthmic Spondylolisthesis. Neurosurg Focus 13 (1):Article 1 : 1-6
19. Sanderson, Paul L. Dan Robert D. Fraser. 1996. The Influence Of Pregnancy On The
Development Of Degenerative Spondylolisthesis. J Bone Joint Surg [Br] 1996;78-B:
951-4.
20. Moller, et al. 2000. Symptoms, Signs, and Functional Disability in Adult
Spondylolisthesis. SPINE Volume 25, Number 6, pp 683-689
21. Matsunaga, et al. 2000. Non Surgically Managed Patients With Degenerative
Spondylolisthesis: A 10- To 18-Year Follow-Up Study. J Neurosurg (Spine 2) 93:194–
198
22. Catana, et al. 2010. Traumatic Lumbar Spondylolisthesis. Case Report. Romanian
Neurosurgery (2010) XVII 1: 88 - 92
Download