DANGIANG SUNDA Vol.2 No.1 April 2014 |1 123 ,, SISTEM PENDIDIKAN RELIGI MASYARAKAT KAMPUNG NAGA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA DI SMA Agung Setiana1), Dingding Haerudin2), Dedi Koswara3) Email: [email protected], [email protected], [email protected] Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya sebuah perbedaan dalam penanaman nilai-nilai pendidikan keagamaan pada masyarakat umumnya dengan masyarakat adat khususnya yang masih menggunakan sebuah sistem yang sesuai dengan adat tradisi yang berlaku di dalam masyarakat tersebut. Dalam perkembangannya pendidikan membutuhkan adanya peranan keluarga di dalamnya, namun dalam hal ini sebuah masyarakat adat memiliki cara tesendiri dalam mendidik keturunannya seperti halnya masyarakat Kampung Naga. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem pewarisan pendidikan réligi yang masih mengacu pada penerapan nilainilai tradisi yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh setiap keluarga di masarakat Kampung Naga. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan menggunakan tekhnik telaah pustaka, wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasilnya menunjukkan bahwa: 1) pewarisan nilai-nilai tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga merupakan suatu amanat leluhur, 2) dalam penerapannya antara agama dan adat pada masyarakat Kampung Naga sulit untuk dipisahkan, 3) masarakat Kampung Naga dalam melaksanakan kewajiban tidak mencampuradukkan antara agama dan adat, namun dalam hidup tidak lepas dari hakekat dan sareat. Berdasarkan hasil penelitian, bisa disimpulkan bahwa masarakat Kampung Naga sampai sekarang masih berpegang teguh terhadap adat tradisi yang menjadi amanat leluhur mereka, dan dalam pola pewarisan nilai-nilai pendidikan réligi berlangsung dalam konteks penanaman nilainilai di keluarga. Adapun manfaatnya bagi dunia pendidikan, penelitian ini bisa dijadikan salah satu alternatif bahan pembelajaran membaca di SMA. Di samping di dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan, juga untuk mengenalkan kepada peserta didik tentang adat kebudayaan. Kata Kunci : pendidikan religi, Kampung Naga, bahan pembelajaran membaca 1 Penulis Utama Penulis Penanggung Jawab 1 3 Penulis Penanggung Jawab 2 2 2|Agung Setiana: Sistem Pendidikan Réligi .... SISTEM PENDIDIKAN RÉLIGI MASARAKAT KAMPUNG NAGA PIKEUN ALTERNATIF BAHAN PANGAJARAN MACA DI SMA Agung Setiana1), Dingding Haerudin2), Dedi Koswara3) Email: [email protected], [email protected], [email protected] Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Kasang tukang ieu panalungtikan nya éta ayana sistem nu ngabédakeun dina ajén-inajén pendidikan kaagamaan di masarakat umumna jeung masarakat adat hususna, nu luyu jeung adatistiadat masarakatna. Dina kamekaranana pendidikan merlukeun peran kulawarga di jerona, tapi masarakat adat miboga carana sorangan pikeun ngadidik katurunanana saperti halna masarakat Kampung Naga. Sacara husus panalungtikan ieu miboga tujuan pikeun ngadéskripsikeun sistem pewarisan pendidikan réligi nu masih nyoko kana nilai-nilai tradisi nu luyu jeung nilai-nilai nu dipaké ku unggal kulawarga di masarakat Kampung Naga. Dina panalungtikan ieu digunakeun métode déskriptif ku cara ngangunakeun téhnik talaah pustaka, wawancara, obsérvasi jeung dokuméntasi. Hasilna némbongkeun yén: 1) pewarisan nilai-nilai tradisional nu dilakukeun ku masarakat Kampung Naga mangrupa hiji amanat titinggal karuhun, 2) dina ngalarapkeun antara agama jeung adat istiadat masarakat Kampung Naga hésé pikeun dipisahkeun, 3) masarakat Kampung Naga dina ngajalankeun kawajibanna teu macorokeun agama jeung adat, tapi dina kahirupanna teu leupas tina hakékat jeung saréat. Nurutkeun hasil panalungtikan, bisa dicindekeun yén masarakat Kampung Naga masih nyekel pageuh kana adat tradisi nu diamanatkeun ku karuhunna, jeung dina pola ngawariskeun nilai-nilai pendidikan réligi lumangsung dina kontéks pendidikan di kulawarga. Disaluareun éta aya mangpaat keur dunya pendidikan hususna, panalungtikan ieu bisa dijadikeun salah sahiji alternatif bahan pangajaran maca di SMA. Nu dijerona miboga ajén-inajén pendidikan jeung pikeun ngawanohkeun ka peserta didik ngeunaan adat kabudayaan. Kecap Galeuh : pendidikan réligi, Kampung Naga, bahan pangajaran maca 1 Penulis Penanggung Jawab DANGIANG SUNDA Vol.2 No.1 April 2014 |3 2 3 Penulis Penanggung Jawab 1 Penulis Penanggung Jawab 2 RELIGIOUS EDUCATION SYSTEM OF KAMPUNG NAGA SOCIETY AS ALTERNATIVE LEARNING OF READING MATERIAL IN SENIOR HIGH SCHOOL Agung Setiana1), Dingding Haerudin2), Dedi Koswara3) Email: [email protected], [email protected], [email protected] Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK This research is motivated by the existence of a difference in the cultivation of religious education values on society in general with indigenous peoples in particular are still using a system that appropriate to traditional customs which occur in the society. In the development of education requires the role of family inside it, but in this case an indigenous people have their own way in educating the offspring as well as Kampung Naga’s society. This research is meant to describe the system of transfering religious education mainly focus on the traditional value which equivalent with the value of family behavior in the Kampung Naga civilization. This research used a descriptive method using the techniques of literature review, interview, observation, and documentation. The results show that: 1) the inheritance of traditional values which done by Kampung Naga society is an ancestral mandate, 2) in its application between religion and customs in Kampung Naga’s society are difficult to be separated, 3) Kampung Naga society on their duty implementation does not mix between religion and customs, but it cannot be separated from nature and Islam law in their life. The concluding of the research is the civilization of Kampung Naga until now still cling on to the traditional customs of their ancestors mandated, and the transfering of the value of the religious education based on the context of the family customs. The benefits for education, this research can be used as an alternative material for reading learning in Senior High School. In addition, not only involved education values inside it, but also it introduce to the students about indigenous culture. Keywords: religious education, Kampung Naga, reading study materials 4|Agung Setiana: Sistem Pendidikan Réligi .... 1 Penulis Penanggung Jawab Penulis Penanggung Jawab 1 3 Penulis Penanggung Jawab 2 2 DANGIANG SUNDA Vol.2 No.1 April 2014 |5 Perkembangan jaman yang semakin maju serta adanya arus moderenisasi dan globalisasi, memberikan keleluasaan terhadap masuknya budaya asing ke Indonesia yang membawa pengaruh dalam segala bidang termasuk adat-istiadat dan kebudayaan masyarakat. Masyarakat dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Dilihat dari sudut kebudayaan, kehidupan bersama antar manusia dalam suatu masyarakat akan menghasilkan kebiasaan, adat istiadat, nilai-nilai sosial, pola hubungan individu dalam masyarakat dan lain sebagainya yang merupakan suatu aspek dari kebudayaan. Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sangsakerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Koentjaraningrat (2009: 146). Menurut Selo Soemardjan (dalam Andi Zoeltom, 1984: 1) Kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa dan karya masyarakat yang dipimpin dan diarahkan oleh karsa. Pada dasarnya kebudayaan itu meliputi semua hal yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat yang dihasilkan dengan cara belajar. Kebudayaan juga meliputi beberapa hal yang merupakan hasil belajar mengenai pola-pola pikir normatif, artinya meliputi segala cara atau pola pikir, dan ikut merasakan serta melakukan satu pekerjaan melalui proses pendidikan. Pendidikan merupakan kegiatan yang bisa meningkatkan potensi manusia dalam melaksanakan tugasnya, sebab hanya manusia yang bisa dididik dan mendidik. Dalam perkembangannya, pendidikan membutuhkan peran keluarga didalamnya, sebab keluarga merupakan lingkungan awal manusia bisa mengenal pendidikan. Orang tua mempunyai tanggung jawab dalam mendidik anaknya supaya hidup dijalan yang benar sesuai dengan nilai-normamoral yang berlaku di lingkungannya. Pendidikan keluarga umumnya merupakan sebuah kegiatan dari sistem pendidikan manusia yang memberi keyakinan mengenai agama, nilai budaya, nilai moral, dan kemampuan dalam menggunakan hal-hal tertentu. Keluarga tempat pertama anak diajarkan mengenai nilai budaya yang mengatur hubungan antara manusia dengan kehidupannya. Oleh sebab itu pendidikan di keluarga sangatlah penting untuk menjadikan kepribadian dan kesiapan sebagai warga masyarakat. Keluarga sebagai tempat pertama dan utama untuk anak dalam mendapatkan pendidikan, akan memberi segala hal yang berguna bagi kehidupan di masa yang akan datang. Anak dari kecil dididik oleh orangtuanya agar bisa mandiri dan mempunyai tanggungjawab. Menurut teori Wilbur R. Brookover (dalam Yuzar, dkk, 2000:52), pendidikan yaitu semua usaha untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan watak warga masyarakat. Selain dari pada itu Gazali (dalam Yuzar, dkk, 2000:52) memberi pendapat bahwa pendidikan tidak keluar dari pendidikan ahlak. Pendidikan budi pekerti dan ahlak yaitu jiwa pendidikan dalam Islam, oleh sebab itu mempunyai ahlak yang sempurna yaitu menjadi tujuan dari pendidikan. Berdasarkan pendapat diatas, bahwa pendidikan religi bukan sekedar menjadikan anak pintar, jenius, mempunyai gelar dan yang lainnya tapi dengan adanya pendidikan religi bisa memberi bekal anak dalam menghadapi kehidupan yang akan datang. Semua masyarakat mempunyai adat atau norma kebiasaan masing-masing dan biasanya diikuti oleh semua anggota masyarakatnya. Menurut Koentjaraningrat (2009: 165), ada tujuh unsur kebudayaan yang universal atau pokok didalam kebudayaan di dunia, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) sistem organisasi sosial, 6|Agung Setiana: Sistem Pendidikan Réligi .... (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6) sistem religi (kapercayaan), dan (7) kesenian. Dalam kehidupan modern seperti ini, tentunya masih ada masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat istiadat leluhurnya seperti kehidupan masyarakat Kampung Naga. Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam menjunjung tinggi adat istiadat, budaya, dan kepercayaan peninggalan leluhurnya. Sebagian besar masyarakat Kampung Naga memeluk agama Islam, namun praktek-praktek keagamaan mereka banyak diwarnai oleh adat istiadat dan kepercayaan. Selain beberapa bentuk upacara yang merupakan ciri khas kehidupan sosial budaya masyarakat Kampung Naga, juga terdapat sejumlah pantangan (tabu). Masyarakat Kampung Naga umumnya masih mempertahankan diri dari pengaruh moderenisasi. Walaupun dalam kehidupan masih memegang teguh terhadap adatistiadat dan tradisi, tapi tidak menutup diri dari dunia luar utamanya dalam hal pendidikan. Pendidikan di jaman sekarang sudah dijadikan sebagai salah satu kewajiban masarakat selain dari pada makan dan minum. Sebab pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat sekarang khusunya dalam hal mengembangkan pengetahuan diri, stratifikasi di masyarakat, mencari kerja, dan untuk memajukan bangsa serta negara dalam menghadapi persaingan yang semakin besar. Yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu “Sistem Pendidikan Religi Masyarakat Kampung Naga sebagai Alternatif Bahan Pembelajaran Membaca di SMA”. Penelitian ini membahas lebih dalam mengenai proses pewarisan di keluarga masarakat Kampung Naga dalam menumbuhkan nilai-nilai religi kepada anak-anaknya, sampai anaknya mampu melaksanakan dan patuh pada semua aturan yang diamanatkan oleh nenek moyang. Sebab didalam adat-istiadat dan kepercayaan masyarakat Kampung Naga mempunyai nilai-nilai yang sangat dalam dan diharapkan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sebab masyarakat utamanya orangtua sebagai lingkungan awal anak diajarkan cara belajar, sudah tidak memperhatikan anaknya supaya tetap ada didalam ajaran yang sesuai dengan adat-istiadat kepercayaan di masyarakatnya, akibatnya adat-istiadat dan kepercayaan ini bisa saja sewaktu-waktu menghilang. Selain itu diharapkan masarakat sekarang bisa mendalami lebih dalam mengenai bagaimana proses pewarisan sistem pendidikan religi masyarakat Kampung Naga agar bisa memberikan wawasan atu gambaran yang lebih jelas mengenai teori kebudayaan dan unsurunsur budaya serta dapat memberi kesadaran terhadap pentingnya budaya yang dimiliki oleh setiap daérah, yang mempunyai khazanah budaya yang merupakan peninggalan nenek moyang dahulu. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena dalam masalahnya memberi gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi. Tujuan menggunakan metode deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan sistem pendidikan religi di masarakat Kampung Naga yang lokasinya ada di salah satu daerah yang termasuk kedalam wilayah Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupatén Tasikmalaya. Dalam penelitian ini terdapat desain atau langkah-langkah yang dibagi jadi empat, yaitu: (1) langkah persiapan, (2) langkah mengumpulkan data, (3) langkah menganalisis data, dan DANGIANG SUNDA Vol.2 No.1 April 2014 |7 (4) langkah menyusun laporan. Dalam mengumpulkan data, teknik penelitian dibarengi oleh instrumen penelitian yang merupakan alat untuk mengumpulkan data yang mempengaruhi terhadap hasil dan tidaknya penelitian. Penelitian ini menggunakan instrumen yang merupakan format observasi, pedoman wawancara, dan media-media yang membantu pendokumentasian hasil penelitian, yaitu kamera, tape recorder dan HP. Sumber data didapat dari hasil wawancara dan sesepuh atau masarakat Kampung Naga yang dirékam dan di dokumentasikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Masyarakat Kampung Naga semuanya menganut ajaran agama islam, seperti halnya masarakat yang ada di Jawa Barat. Masarakat Kampung Naga sengaja mendirikan masjid di tengah pemukiman untuk tempat melaksanakan ibadah shalat dan tempat mengajarkan anaknya mengaji. Disamping itu masjid juga biasa dipakai sebagai tempat melaksanakan upacara ritual keagamaan. Masjid di Kampung Naga dibuat dina dalam bentuk bangunan tradisional yang bentuknya seperti rumah panggung dan dilengkapi dengan adanya tempat wudhu yang airnya berasal dari sungai Ciwulan yang mengalir melalui pipa paralon. Gambar 1 Masjid di Kampung Naga Setiap harinya masarakat Kampung Naga selalu mengajarkan anaknya mengaji setiap malam Senin dan malam Kamis,sedangkan pengajian untuk orang tua dilaksanakan di malam Jumat. Dalam melaksanakan agama dalam kehidupan keseharian pada masyarakat Kampung Naga tidak terlepas dari budaya sesuai dengan amanat leluhur mereka. Sehingga muncul adat yang bernuansa religius. Dalam berbagai pemaknaan selalu dikemas dengan simbol (siloka) melalui bahasa Sunda yang indah penuh makna, dalam wujud pikukuh (ujaran yang mengandung norma). Kepercayaan dan pandangan agama dicerminkan dalam ungkapan sebagai berikut: Éling-éling mangka éling rumingkang di bumi alam Darma wawayangan baé raga taya pangawasa Lamun kasasar lampah napsu nu matak kaduhung Badan anu katempuhan Ungkapan di atas mengingatkan bahwa hidup di dunia ini jangan dikendalikan oleh nafsu yang pada akhirnya akan mendapatkan penyelesaian. Manusia berasal dari bumi dan akan kembali ke bumi. Seperti diamanatkan oleh leluhur masyarakat Kampung Naga manusa hirup kudu tungkul ka bumi tanggah ka sadapan. Makna pikukuh ini, bahwa manusia hidup harus ingat kepada kematian yang akan kembali ke bumi dan ingat yang di atas yaitu Allah SWT yang mengatasi kehidupan. Makna intinya banyaklah beribadah selagi ada di bumi. Sutarya (2005: 56). Masarakat Kampung Naga dalam melaksanakan kewajiban tidak mencampuradukan antara agama dan adat. Namun dalam hidup tidak lepas dari hakekat dan sareat. Jadi upacara jiarah ke makam leluhur masyarakat Kampung Naga, merupakan upaya seorang anak 8|Agung Setiana: Sistem Pendidikan Réligi .... menghormati kepada nenek moyang yang sudah melahirkan. Oleh karena itu leluhur wajib untuk selalu dihormati, bila anak cucu mendoakan kepada leluhurnya diharapkan Tuhan akan memberi berkah kepada yang mendoakan. Upacara yang dilakukan selama 6 kali dalam setahun sebagai implementasi rasa hormat kepada orang tua, bila selalu ingat kepada karuhun (leluhur) maka akan selalu ingat kepada yang menciptakan kita yaitu Allah SWT. Bagi masyarakat Kampung Naga, menjalankan adat istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Masyarakat Kampung Naga memiliki keyakinan, bahwa mereka adalah anak-cucu dari Mbah Dalem Singaparana yang makamnya berada di sebelah barat Kampung Naga. Menurut kepercayaan mereka Sembah Dalem Singaparana tidak meninggal, akan tetapi tilem atau ngahiyang (hilang di wilayah itu). Ketidakjelasan ini menambah sakralitas dan kebesaran dari Sembah Dalem Singaparana dalam pandangan masyarakat Kampung Naga. Sebagai wujud sakralitas Mbah Dalem Singaparana di mata masyarakat Kampung Naga teraktualisasi dalam ritual yang selalu dilakukan secara rutin oleh masyarakat Kampung Naga. Untuk itulah dalam satu tahun mereka melaksanakan enam kali upacara ziarah rutin ke makam keramat yang jatuh pada bulan-bulan Qomariah. Upacara-upacara yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga disebut Upacara Hajat Sasih. Tabel 1 Waktu dalam Melaksanakan Upacara Hajat Sasih di Kampung Naga No Nama Tanggal Bulan dilaksanakan 1. Bulan 26, 27, 28 Muharam 2. Bulan Mulud 12, 13, 14 3. Bulan 16, 17, 18 Jumadil Ahir 4. Bulan Rewah 16, 17, 18 5. Bulan Syawal 1, 2, 3 6. Bulan 10, 11, 12 Rayagung Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan responden Kampung Naga Tanggal tersebut merupakan pilihanpilihan, bilamana tanggal tersebut jatuh pada hari yang ditabukan, seperti pada hari selasa, rabu dan sabtu maka kegiatan akan dimajukan waktunya. Upacara Hajat Sasih merupakan kegiatan ritual dalam bentuk prosesi yang pengikutnya terdiri dari seluruh seuweu siwi Naga (keturunan yang ada di Kampung Naga dan di luar Naga). Upacara langsung dipimpin oleh kuncen (ketua adat). Sesaji dipersiapkan secukupnya, tujuan upacara ini pada intinya adalah upacara meminta keberkahan dan keselamatan dalam menjalani kehidupan. Selain dari menjalankan upacara Hajat Sasih, adapun upacara lainnya yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Kampung Naga diantaranya yaitu: 1) Upacara Gusaran (Khitanan) Upacar Gusaran atau sering disebut Upacara Khitanan merupakan salah satu kegiatan yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Kampung Naga. Upacara Gusaran idealnya sering dilaksanakan setahun sekali tergantung jumlah anak yang akan disunat. Upacara Gusaran biasanya dilaksanakan secara masal tapi yang menjadi unik disini, peserta yang akan disunat harus sepasang laki-laki dan perempuan. Dalam pelaksanaannya anak biasanya menolak untuk disunat, oleh sebab itu orangtua mencoba merayu anak dengan cara memberikan mobil-mobilan atau barang lainnya. Peserta yang akan disunat biasanya berkisar dari umur tujuh sampai sepuluh tahuna. Dalam melaksanakan upacara ini harus menghitung hari yang baik dan biasanya hari yang baik itu adanya di bulan Rayagung. Upacara Gusaran terbagi menjadi tiga tahapan kegiatan yaitu melaksanakan Upacara Gusaran yang selanjutnya disambung oleh Upacara DANGIANG SUNDA Vol.2 No.1 April 2014 |9 Lekasan, dan ditutup oleh Upacara Wawarian. 2). Upacara Nyepi Upacara Nyepi biasanya dilaksanakan pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Nyepi merupakan media untuk mengintropeksi diri, oleh sebab itu kegiatan ini tidak boleh terganggu. Upacara ini bertujuan untuk membalikan dan memusatkan kekuatan yang sudah hilang dalam diri sebab terpengaruh oleh dunia luar. Dalam melaksanakan upacara ini, masyarakat Kampung Naga tidak boleh melakukan beberapa hal yang dianggap bisa merusak niat. Salah satunya yaitu tidak boleh menceritakan berbagai hal yang ada hubungannya dengan sesepuh terdahulu Kampung Naga. 3). Upacara Kawinan Upacara kawinan yaitu upacara yang dilaksanakan sesudah akad nikah. Bagian upacar ini diantaranya; sawer, nincak endog, buka pintu, ngariung, ngampar dan ditutup oleh munjangan. Beberapa hari sesudah nikah, pasangan pengantin selanjutnya harus silaturahmi ke rumah saudara-saudara yang tujuannya menghaturkan terimakasih dengan membawa lauk dan nasi. Sesudah selesai pasangan pengantin pamitan. Biasanya pihak keluarga yang didatangi akan memberi hadiah alat rumah tangga. Berbagai kegiatan upacara ritual yang dilakukan merupakan syarita yang harus dilakukan secara kongkrit sebagai wujud pengabdian kepada leluhur kita. Karena dalam upacara yang dilakukan pada dasarnya mengagungkan Allah SWT dan tidak meminta kepada yang sudah meninggal, karena itu hukumnya haram. Melalui upacara yang diwariskan oleh nenek moyang, maka hubungan antara yang sudah tidak ada dengan anak cucunya tetap terjalin walaupun dalam konteks yang berbeda. Upacara harus tetap dilaksanakan dan dipelihara, dengan demikian berarti pula menaruh hormat kepada nenek moyang. Melalui pelaksanaan upacara yang baik, maka akan mendatangkan kebaikan pula yaitu kesejahteraan lahir dan batin. Untuk kelestarian upacara tersebut, harus didukung oleh lingkungan yang dapat menopang acara tersebut. Dari hasil analisis data mengenai religi, bahwa kepercayaan agama masyarakat Kampung Naga bercorak seni tradisional. Pemahaman ini diyakini mengenai keberadaan manusia yang tidak memiliki daya dan upaya. Segala perbuatan manusia ditentukan dan diciptakan oleh Tuhan, ikhtiar manusia hanya bersifat semu. Menurut Abdullah, (2006: 395) pewarisan nilai-nilai tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga merupakan suatu amanat leluhur mereka Sembah Dalem Singaparna tentang empat prinsip hidup masyarakat Kampung Naga, yang secara turun temurun harus ditanamkan kepada anak cucu mereka. Empat prinsip hidup itu adalah: 1) Tidak boleh mempunyai harta yang berlebihan, 2) Taat kepada pemimpin, 3) Keselamatan, 4) Menjaga keturunan Kampung Naga. Salah satu teori menurut Koéntjaraningrat, (dalam Yuzar, dkk, 2000:3) yang menjelaskan bahwa sistem nilai budaya terdiri dari konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amanat bernilai dalam hidup. Berdasarkan teori pewarisan nilai-nilai tardisonal masyarakat Kampung Naga pada praktek pendidikan keluarga merupakan penanaman nilai-nilai budaya sebagai amanat leluhur mereka yang harus ditaati dan dilaksanakan dengan penuh kesungguhan. Pembinaan nilai budaya Kampung Naga, disamping terkait dengan pengembangan kepribadiaan secara bersamaan juga berkaitan dengan interaksi yang harmonis dengan orang disekitarnya. Nilai ditumbuhkan dalam diri, supaya anak menjadi pribadi yang memiliki komitmen terhadap adat budayanya, dan ia sadar 10 | A g u n g S e t i a n a : S i s t e m P e n d i d i k a n R é l i g i . . . . bahwa manusia senantiasa terikat oleh nilai dan norma masyarakat tempat tinggalnya. Keluarga sebagai agen pewaris budaya, berfungsi membinakan nilai budaya dan adat istiadatnya, agar budaya tersebut dapat dipahami, diyakini dan dilaksanakan. Fungsi pendidikan dalam keluarga, menjadi jembatan antara dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan lingkungan sosial-budaya. Dengan pembinaan nilai, generasi muda dapat mentransformasikan dan merealisasikan nilai dalam kehidupan sehari-harinya. Orang tua menyadari bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan in-formal, mengemban tugas mendidik anak sebagai anggota masyarakat untuk menjadikan warga yang baik. Keberhasilan orang tua sebagai pendidik akan melahirkan generasi yang baik. Dalam pandangan orang tua, manusia baik adalah manusia ideal, yang mampu hidup mandiri, taat pada aturan adat, nilai, norma dan moral masyarakat. Memiliki anak yang baik merupakan sesuatu yang membanggakan dan dicitacitakan. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut orang tua berupaya dengan cara membantu anak agar mampu memahami, menerima, melaksanakan, mengembangkan dan mempertahankan serta menghormati nilai-nilai budaya Kampung Naga dalam kehidupannya. Pelaksanaan pendidikan nilai dalam keluarga Kampung Naga telah mengacu pada konsep-konsep pendidikan nilai dan pendidikan secara umum. Anak harus mampu bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan norma masyarakatnya, karena hidup ini bukan milik pribadi, tetapi hidup adalah milik bersama, yang harus saling menjaga, mengasihi, menasehati, menghargai, memberi dan melindungi. Sehingga manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, manusia ini lemah, penuh dengan keterbatasan, dan senantiasa hidup ditengah-tengah manusia lain. Untuk itulah orang tua dalam keluarga harus mampu memberikan suri teladan bagi anak-anaknya tentang berbagai sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai, moral, dan norma yang dianut masyarakat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data bisa disimpulkan bahwa: 1) Masyarakat Kampung Naga semuanya menganut ajaran agama islam, seperti halnya masarakat yang ada di Jawa Barat. Masarakat Kampung Naga dalam melaksanakan kewajiban tidak mencampuradukan antara agama dan adat. Namun dalam hidup tidak lepas dari hakekat dan sareat; 2) Dalam penerapannya antara agama dan adat pada masyarakat Kampung Naga sulit untuk dipisahkan. Dalam melaksanakan agama dalam kehidupan keseharian pada masyarakat Kampung Naga tidak terlepas dari budaya sesuai dengan amanat leluhur mereka; 3) Berbagai kegiatan upacara ritual yang dilakukan merupakan syarita yang harus dilakukan secara kongkrit sebagai wujud pengabdian kepada leluhur kita. Karena dalam upacara yang dilakukan pada dasarnya mengagungkan Allah SWT dan tidak meminta kepada yang sudah meninggal, karena itu hukumnya haram; 4) Pewarisan nilai-nilai tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga merupakan suatu amanat leluhur mereka Sembah Dalem Singaparna tentang empat prinsip hidup masyarakat Kampung Naga, yang secara turun temurun harus ditanamkan kepada anak cucu mereka; 5) Pewarisan nilai-nilai tradisonal masyarakat Kampung Naga pada praktek pendidikan keluarga merupakan penanaman nilai-nilai budaya sebagai amanat leluhur mereka yang harus ditaati dan dilaksanakan dengan penuh kesungguhan; 6) Pembinaan nilai budaya Kampung Naga, disamping terkait dengan pengembangan kepribadiaan secara bersamaan juga berkaitan dengan interaksi yang harmonis dengan orang disekitarnya; 7) Anak harus mampu bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan norma masyarakatnya, karena hidup ini bukan milik pribadi, tetapi hidup adalah D A N G I A N G S U N D A V o l . 2 N o . 1 A p r i l 2 0 1 4 | 11 milik bersama, yang harus saling menjaga, mengasihi, menasehati, menghargai, memberi dan melindungi. Sehingga manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, manusia ini lemah. DAPTAR PUSTAKA Abdullah, Tata. (2006). Upaya Pewarisan Nilai-nilai Tradisional melalui Pendidikan Keluarga dalam Upaya Menangkal Pengaruh Negatif Globalisasi menurut Pandangan Masyarakat. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Purnama, Yuzar, dkk. (2000). Peranan Keluarga dalam Penanaman Nilainilai Budaya di Kota Madya Cilegon (Banten) Jawa Barat. Bandung: CV Manfada Utama. Sutarya, Oyon. (2005). Kearifan Lokal dan Pelestarian Lingkungan Hidup di Kampung Naga Tasikmalaya. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Zoeltom, Andy. (1984). Jakarta: CV Rajawali. Budaya Sastra.