sistem pendidikan religi masyarakat kampung naga

advertisement
DANGIANG SUNDA Vol.2 No.1 April 2014 |1
123
,,
SISTEM PENDIDIKAN RELIGI MASYARAKAT KAMPUNG
NAGA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN
MEMBACA DI SMA
Agung Setiana1), Dingding Haerudin2), Dedi Koswara3)
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni,
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya sebuah perbedaan dalam penanaman nilai-nilai
pendidikan keagamaan pada masyarakat umumnya dengan masyarakat adat khususnya yang masih
menggunakan sebuah sistem yang sesuai dengan adat tradisi yang berlaku di dalam masyarakat
tersebut. Dalam perkembangannya pendidikan membutuhkan adanya peranan keluarga di
dalamnya, namun dalam hal ini sebuah masyarakat adat memiliki cara tesendiri dalam mendidik
keturunannya seperti halnya masyarakat Kampung Naga. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan sistem pewarisan pendidikan réligi yang masih mengacu pada penerapan nilainilai tradisi yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh setiap keluarga di masarakat Kampung
Naga. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan menggunakan tekhnik telaah
pustaka, wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasilnya menunjukkan bahwa: 1) pewarisan
nilai-nilai tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga merupakan suatu amanat
leluhur, 2) dalam penerapannya antara agama dan adat pada masyarakat Kampung Naga sulit untuk
dipisahkan, 3) masarakat Kampung Naga dalam melaksanakan kewajiban tidak
mencampuradukkan antara agama dan adat, namun dalam hidup tidak lepas dari hakekat dan
sareat. Berdasarkan hasil penelitian, bisa disimpulkan bahwa masarakat Kampung Naga sampai
sekarang masih berpegang teguh terhadap adat tradisi yang menjadi amanat leluhur mereka, dan
dalam pola pewarisan nilai-nilai pendidikan réligi berlangsung dalam konteks penanaman nilainilai di keluarga. Adapun manfaatnya bagi dunia pendidikan, penelitian ini bisa dijadikan salah
satu alternatif bahan pembelajaran membaca di SMA. Di samping di dalamnya terdapat nilai-nilai
pendidikan, juga untuk mengenalkan kepada peserta didik tentang adat kebudayaan.
Kata Kunci : pendidikan religi, Kampung Naga, bahan pembelajaran membaca
1
Penulis Utama
Penulis Penanggung Jawab 1
3
Penulis Penanggung Jawab 2
2
2|Agung Setiana: Sistem Pendidikan Réligi ....
SISTEM PENDIDIKAN RÉLIGI MASARAKAT KAMPUNG
NAGA PIKEUN ALTERNATIF BAHAN PANGAJARAN MACA
DI SMA
Agung Setiana1), Dingding Haerudin2), Dedi Koswara3)
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni,
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Kasang tukang ieu panalungtikan nya éta ayana sistem nu ngabédakeun dina ajén-inajén
pendidikan kaagamaan di masarakat umumna jeung masarakat adat hususna, nu luyu jeung adatistiadat masarakatna. Dina kamekaranana pendidikan merlukeun peran kulawarga di jerona, tapi
masarakat adat miboga carana sorangan pikeun ngadidik katurunanana saperti halna masarakat
Kampung Naga. Sacara husus panalungtikan ieu miboga tujuan pikeun ngadéskripsikeun sistem
pewarisan pendidikan réligi nu masih nyoko kana nilai-nilai tradisi nu luyu jeung nilai-nilai nu
dipaké ku unggal kulawarga di masarakat Kampung Naga. Dina panalungtikan ieu digunakeun
métode déskriptif ku cara ngangunakeun téhnik talaah pustaka, wawancara, obsérvasi jeung
dokuméntasi. Hasilna némbongkeun yén: 1) pewarisan nilai-nilai tradisional nu dilakukeun ku
masarakat Kampung Naga mangrupa hiji amanat titinggal karuhun, 2) dina ngalarapkeun antara
agama jeung adat istiadat masarakat Kampung Naga hésé pikeun dipisahkeun, 3) masarakat
Kampung Naga dina ngajalankeun kawajibanna teu macorokeun agama jeung adat, tapi dina
kahirupanna teu leupas tina hakékat jeung saréat. Nurutkeun hasil panalungtikan, bisa dicindekeun
yén masarakat Kampung Naga masih nyekel pageuh kana adat tradisi nu diamanatkeun ku
karuhunna, jeung dina pola ngawariskeun nilai-nilai pendidikan réligi lumangsung dina kontéks
pendidikan di kulawarga. Disaluareun éta aya mangpaat keur dunya pendidikan hususna,
panalungtikan ieu bisa dijadikeun salah sahiji alternatif bahan pangajaran maca di SMA. Nu
dijerona miboga ajén-inajén pendidikan jeung pikeun ngawanohkeun ka peserta didik ngeunaan
adat kabudayaan.
Kecap Galeuh : pendidikan réligi, Kampung Naga, bahan pangajaran maca
1
Penulis Penanggung Jawab
DANGIANG SUNDA Vol.2 No.1 April 2014 |3
2
3
Penulis Penanggung Jawab 1
Penulis Penanggung Jawab 2
RELIGIOUS EDUCATION SYSTEM OF KAMPUNG NAGA
SOCIETY AS ALTERNATIVE LEARNING OF READING
MATERIAL
IN SENIOR HIGH SCHOOL
Agung Setiana1), Dingding Haerudin2), Dedi Koswara3)
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni,
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
This research is motivated by the existence of a difference in the cultivation of religious education
values on society in general with indigenous peoples in particular are still using a system that
appropriate to traditional customs which occur in the society. In the development of education
requires the role of family inside it, but in this case an indigenous people have their own way in
educating the offspring as well as Kampung Naga’s society. This research is meant to describe the
system of transfering religious education mainly focus on the traditional value which equivalent
with the value of family behavior in the Kampung Naga civilization. This research used a
descriptive method using the techniques of literature review, interview, observation, and
documentation. The results show that: 1) the inheritance of traditional values which done by
Kampung Naga society is an ancestral mandate, 2) in its application between religion and customs
in Kampung Naga’s society are difficult to be separated, 3) Kampung Naga society on their duty
implementation does not mix between religion and customs, but it cannot be separated from nature
and Islam law in their life. The concluding of the research is the civilization of Kampung Naga
until now still cling on to the traditional customs of their ancestors mandated, and the transfering of
the value of the religious education based on the context of the family customs. The benefits for
education, this research can be used as an alternative material for reading learning in Senior High
School. In addition, not only involved education values inside it, but also it introduce to the
students about indigenous culture.
Keywords: religious education, Kampung Naga, reading study materials
4|Agung Setiana: Sistem Pendidikan Réligi ....
1
Penulis Penanggung Jawab
Penulis Penanggung Jawab 1
3
Penulis Penanggung Jawab 2
2
DANGIANG SUNDA Vol.2 No.1 April 2014 |5
Perkembangan jaman yang semakin
maju serta adanya arus moderenisasi dan
globalisasi,
memberikan
keleluasaan
terhadap masuknya budaya asing ke
Indonesia yang membawa pengaruh dalam
segala bidang termasuk adat-istiadat dan
kebudayaan masyarakat.
Masyarakat
dan
kebudayaan
merupakan dua hal yang tidak dapat
terpisahkan. Dilihat dari sudut kebudayaan,
kehidupan bersama antar manusia dalam
suatu masyarakat akan menghasilkan
kebiasaan, adat istiadat, nilai-nilai sosial,
pola hubungan individu dalam masyarakat
dan lain sebagainya yang merupakan suatu
aspek dari kebudayaan.
Kata “kebudayaan” berasal dari kata
Sangsakerta buddhayah, yaitu bentuk
jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau
“akal”. Dengan demikian kebudayaan
dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan
dengan akal. Koentjaraningrat (2009: 146).
Menurut Selo Soemardjan (dalam Andi
Zoeltom, 1984: 1) Kebudayaan diartikan
sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa dan
karya masyarakat yang dipimpin dan
diarahkan oleh karsa.
Pada dasarnya kebudayaan itu meliputi
semua hal yang dimiliki oleh manusia
sebagai
anggota
masyarakat
yang
dihasilkan
dengan
cara
belajar.
Kebudayaan juga meliputi beberapa hal
yang merupakan hasil belajar mengenai
pola-pola pikir normatif, artinya meliputi
segala cara atau pola pikir, dan ikut
merasakan serta melakukan satu pekerjaan
melalui proses pendidikan.
Pendidikan merupakan kegiatan yang
bisa meningkatkan potensi manusia dalam
melaksanakan tugasnya, sebab hanya
manusia yang bisa dididik dan mendidik.
Dalam perkembangannya, pendidikan
membutuhkan peran keluarga didalamnya,
sebab keluarga merupakan lingkungan awal
manusia bisa mengenal pendidikan. Orang
tua mempunyai tanggung jawab dalam
mendidik anaknya supaya hidup dijalan
yang benar sesuai dengan nilai-normamoral yang berlaku di lingkungannya.
Pendidikan
keluarga
umumnya
merupakan sebuah kegiatan dari sistem
pendidikan manusia yang memberi
keyakinan mengenai agama, nilai budaya,
nilai moral, dan kemampuan dalam
menggunakan hal-hal tertentu. Keluarga
tempat pertama anak diajarkan mengenai
nilai budaya yang mengatur hubungan
antara manusia dengan kehidupannya. Oleh
sebab itu pendidikan di keluarga sangatlah
penting untuk menjadikan kepribadian dan
kesiapan sebagai warga masyarakat.
Keluarga sebagai tempat pertama dan
utama untuk anak dalam mendapatkan
pendidikan, akan memberi segala hal yang
berguna bagi kehidupan di masa yang akan
datang. Anak dari kecil dididik oleh
orangtuanya agar bisa mandiri dan
mempunyai tanggungjawab.
Menurut teori Wilbur R. Brookover
(dalam Yuzar, dkk, 2000:52), pendidikan
yaitu semua usaha untuk mengembangkan
pengetahuan, kemampuan, dan watak
warga masyarakat. Selain dari pada itu
Gazali (dalam Yuzar, dkk, 2000:52)
memberi pendapat bahwa pendidikan tidak
keluar dari pendidikan ahlak. Pendidikan
budi pekerti dan ahlak yaitu jiwa
pendidikan dalam Islam, oleh sebab itu
mempunyai ahlak yang sempurna yaitu
menjadi tujuan dari pendidikan.
Berdasarkan pendapat diatas, bahwa
pendidikan
religi
bukan
sekedar
menjadikan anak pintar, jenius, mempunyai
gelar dan yang lainnya tapi dengan adanya
pendidikan religi bisa memberi bekal anak
dalam menghadapi kehidupan yang akan
datang.
Semua masyarakat mempunyai adat
atau norma kebiasaan masing-masing dan
biasanya diikuti oleh semua anggota
masyarakatnya.
Menurut Koentjaraningrat (2009: 165),
ada tujuh unsur kebudayaan yang universal
atau pokok didalam kebudayaan di dunia,
yaitu:
(1) bahasa,
(2) sistem pengetahuan,
(3) sistem organisasi sosial,
6|Agung Setiana: Sistem Pendidikan Réligi ....
(4) sistem peralatan hidup dan teknologi,
(5) sistem mata pencaharian hidup,
(6) sistem religi (kapercayaan), dan
(7) kesenian.
Dalam kehidupan modern seperti ini,
tentunya masih ada masyarakat tradisional
yang masih memegang teguh adat istiadat
leluhurnya seperti kehidupan masyarakat
Kampung
Naga.
Kampung
Naga
merupakan suatu perkampungan yang
dihuni oleh sekelompok masyarakat yang
sangat kuat dalam menjunjung tinggi adat
istiadat,
budaya,
dan
kepercayaan
peninggalan leluhurnya.
Sebagian besar masyarakat Kampung
Naga memeluk agama Islam, namun
praktek-praktek keagamaan mereka banyak
diwarnai
oleh
adat
istiadat
dan
kepercayaan. Selain beberapa bentuk
upacara yang merupakan ciri khas
kehidupan sosial budaya masyarakat
Kampung Naga, juga terdapat sejumlah
pantangan (tabu).
Masyarakat Kampung Naga umumnya
masih mempertahankan diri dari pengaruh
moderenisasi. Walaupun dalam kehidupan
masih memegang teguh terhadap adatistiadat dan tradisi, tapi tidak menutup diri
dari dunia luar utamanya dalam hal
pendidikan. Pendidikan di jaman sekarang
sudah dijadikan sebagai salah satu
kewajiban masarakat selain dari pada
makan dan minum. Sebab pendidikan
mempunyai pengaruh besar terhadap
kehidupan masyarakat sekarang khusunya
dalam hal mengembangkan pengetahuan
diri, stratifikasi di masyarakat, mencari
kerja, dan untuk memajukan bangsa serta
negara dalam menghadapi persaingan yang
semakin besar.
Yang akan dibahas dalam penelitian
ini, yaitu “Sistem Pendidikan Religi
Masyarakat Kampung Naga sebagai
Alternatif Bahan Pembelajaran Membaca
di SMA”.
Penelitian ini membahas lebih dalam
mengenai proses pewarisan di keluarga
masarakat
Kampung
Naga
dalam
menumbuhkan nilai-nilai religi kepada
anak-anaknya, sampai anaknya mampu
melaksanakan dan
patuh pada semua
aturan yang diamanatkan oleh nenek
moyang. Sebab didalam adat-istiadat dan
kepercayaan masyarakat Kampung Naga
mempunyai nilai-nilai yang sangat dalam
dan diharapkan bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, sebab masyarakat
utamanya orangtua sebagai lingkungan
awal anak diajarkan cara belajar, sudah
tidak memperhatikan anaknya supaya tetap
ada didalam ajaran yang sesuai dengan
adat-istiadat
kepercayaan
di
masyarakatnya, akibatnya adat-istiadat dan
kepercayaan ini bisa saja sewaktu-waktu
menghilang.
Selain itu diharapkan masarakat
sekarang bisa mendalami lebih dalam
mengenai bagaimana proses pewarisan
sistem pendidikan religi masyarakat
Kampung Naga agar bisa memberikan
wawasan atu gambaran yang lebih jelas
mengenai teori kebudayaan dan unsurunsur budaya serta dapat memberi
kesadaran terhadap pentingnya budaya
yang dimiliki oleh setiap daérah, yang
mempunyai khazanah budaya yang
merupakan peninggalan nenek moyang
dahulu.
METODE
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif,
karena dalam masalahnya memberi
gambaran secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat
populasi. Tujuan menggunakan metode
deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan
sistem pendidikan religi di masarakat
Kampung Naga yang lokasinya ada di
salah satu daerah yang termasuk kedalam
wilayah Desa Neglasari Kecamatan Salawu
Kabupatén Tasikmalaya.
Dalam penelitian ini terdapat desain
atau langkah-langkah yang dibagi jadi
empat, yaitu:
(1) langkah persiapan,
(2) langkah mengumpulkan data,
(3) langkah menganalisis data, dan
DANGIANG SUNDA Vol.2 No.1 April 2014 |7
(4) langkah menyusun laporan.
Dalam mengumpulkan data, teknik
penelitian dibarengi oleh instrumen
penelitian yang merupakan alat untuk
mengumpulkan data yang mempengaruhi
terhadap hasil dan tidaknya penelitian.
Penelitian ini menggunakan instrumen
yang merupakan format observasi,
pedoman wawancara, dan media-media
yang membantu pendokumentasian hasil
penelitian, yaitu kamera, tape recorder dan
HP.
Sumber data didapat dari hasil
wawancara dan sesepuh atau masarakat
Kampung Naga yang dirékam dan di
dokumentasikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Masyarakat Kampung Naga semuanya
menganut ajaran agama islam, seperti
halnya masarakat yang ada di Jawa Barat.
Masarakat Kampung Naga sengaja
mendirikan masjid di tengah pemukiman
untuk tempat melaksanakan ibadah shalat
dan tempat mengajarkan anaknya mengaji.
Disamping itu masjid juga biasa dipakai
sebagai tempat melaksanakan upacara
ritual keagamaan.
Masjid di Kampung Naga dibuat dina
dalam bentuk bangunan tradisional yang
bentuknya seperti rumah panggung dan
dilengkapi dengan adanya tempat wudhu
yang airnya berasal dari sungai Ciwulan
yang mengalir melalui pipa paralon.
Gambar 1
Masjid di Kampung Naga
Setiap harinya masarakat Kampung
Naga selalu mengajarkan anaknya mengaji
setiap
malam
Senin
dan
malam
Kamis,sedangkan pengajian untuk orang
tua dilaksanakan di malam Jumat.
Dalam melaksanakan agama dalam
kehidupan keseharian pada masyarakat
Kampung Naga tidak terlepas dari budaya
sesuai dengan amanat leluhur mereka.
Sehingga muncul adat yang bernuansa
religius. Dalam berbagai pemaknaan selalu
dikemas dengan simbol (siloka) melalui
bahasa Sunda yang indah penuh makna,
dalam wujud pikukuh (ujaran yang
mengandung norma). Kepercayaan dan
pandangan agama dicerminkan dalam
ungkapan sebagai berikut:
Éling-éling mangka éling
rumingkang di bumi alam
Darma wawayangan baé
raga taya pangawasa
Lamun kasasar lampah
napsu nu matak kaduhung
Badan anu katempuhan
Ungkapan di atas mengingatkan bahwa
hidup di dunia ini jangan dikendalikan oleh
nafsu
yang
pada
akhirnya
akan
mendapatkan penyelesaian.
Manusia berasal dari bumi dan akan
kembali ke bumi. Seperti diamanatkan oleh
leluhur masyarakat Kampung Naga
manusa hirup kudu tungkul ka bumi
tanggah ka sadapan. Makna pikukuh ini,
bahwa manusia hidup harus ingat kepada
kematian yang akan kembali ke bumi dan
ingat yang di atas yaitu Allah SWT yang
mengatasi kehidupan. Makna intinya
banyaklah beribadah selagi ada di bumi.
Sutarya (2005: 56).
Masarakat Kampung Naga dalam
melaksanakan
kewajiban
tidak
mencampuradukan antara agama dan adat.
Namun dalam hidup tidak lepas dari
hakekat dan sareat. Jadi upacara jiarah ke
makam leluhur masyarakat Kampung
Naga, merupakan upaya seorang anak
8|Agung Setiana: Sistem Pendidikan Réligi ....
menghormati kepada nenek moyang yang
sudah melahirkan. Oleh karena itu leluhur
wajib untuk selalu dihormati, bila anak
cucu mendoakan kepada leluhurnya
diharapkan Tuhan akan memberi berkah
kepada yang mendoakan. Upacara yang
dilakukan selama 6 kali dalam setahun
sebagai implementasi rasa hormat kepada
orang tua, bila selalu ingat kepada karuhun
(leluhur) maka akan selalu ingat kepada
yang menciptakan kita yaitu Allah SWT.
Bagi masyarakat Kampung Naga,
menjalankan adat istiadat warisan nenek
moyang berarti menghormati para leluhur
atau karuhun. Masyarakat Kampung Naga
memiliki keyakinan, bahwa mereka adalah
anak-cucu dari Mbah Dalem Singaparana
yang makamnya berada di sebelah barat
Kampung Naga. Menurut kepercayaan
mereka Sembah Dalem Singaparana tidak
meninggal, akan tetapi tilem atau
ngahiyang (hilang di wilayah itu).
Ketidakjelasan ini menambah sakralitas
dan kebesaran dari Sembah Dalem
Singaparana dalam pandangan masyarakat
Kampung Naga.
Sebagai wujud sakralitas Mbah Dalem
Singaparana di mata masyarakat Kampung
Naga teraktualisasi dalam ritual yang selalu
dilakukan secara rutin oleh masyarakat
Kampung Naga. Untuk itulah dalam satu
tahun mereka melaksanakan enam kali
upacara ziarah rutin ke makam keramat
yang jatuh pada bulan-bulan Qomariah.
Upacara-upacara yang dilakukan oleh
masyarakat Kampung Naga disebut
Upacara Hajat Sasih.
Tabel 1
Waktu dalam Melaksanakan Upacara Hajat
Sasih di Kampung Naga
No
Nama
Tanggal
Bulan
dilaksanakan
1. Bulan
26, 27, 28
Muharam
2. Bulan Mulud
12, 13, 14
3. Bulan
16, 17, 18
Jumadil Ahir
4. Bulan Rewah
16, 17, 18
5. Bulan Syawal
1, 2, 3
6.
Bulan
10, 11, 12
Rayagung
Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan
responden Kampung Naga
Tanggal tersebut merupakan pilihanpilihan, bilamana tanggal tersebut jatuh
pada hari yang ditabukan, seperti pada hari
selasa, rabu dan sabtu maka kegiatan akan
dimajukan waktunya. Upacara Hajat Sasih
merupakan kegiatan ritual dalam bentuk
prosesi yang pengikutnya terdiri dari
seluruh seuweu siwi Naga (keturunan yang
ada di Kampung Naga dan di luar Naga).
Upacara langsung dipimpin oleh kuncen
(ketua
adat).
Sesaji
dipersiapkan
secukupnya, tujuan upacara ini pada intinya
adalah upacara meminta keberkahan dan
keselamatan dalam menjalani kehidupan.
Selain dari menjalankan upacara Hajat
Sasih, adapun upacara lainnya yang sering
dilaksanakan oleh masyarakat Kampung
Naga diantaranya yaitu:
1) Upacara Gusaran (Khitanan)
Upacar Gusaran atau sering disebut
Upacara Khitanan merupakan salah satu
kegiatan yang sering dilaksanakan oleh
masyarakat Kampung Naga. Upacara
Gusaran idealnya sering dilaksanakan
setahun sekali tergantung jumlah anak
yang akan disunat. Upacara Gusaran
biasanya dilaksanakan secara masal tapi
yang menjadi unik disini, peserta yang
akan disunat harus sepasang laki-laki dan
perempuan. Dalam pelaksanaannya anak
biasanya menolak untuk disunat, oleh
sebab itu orangtua mencoba merayu anak
dengan cara memberikan mobil-mobilan
atau barang lainnya.
Peserta yang akan disunat biasanya
berkisar dari umur tujuh sampai sepuluh
tahuna. Dalam melaksanakan upacara ini
harus menghitung hari yang baik dan
biasanya hari yang baik itu adanya di bulan
Rayagung. Upacara Gusaran terbagi
menjadi tiga tahapan kegiatan yaitu
melaksanakan Upacara Gusaran yang
selanjutnya disambung oleh Upacara
DANGIANG SUNDA Vol.2 No.1 April 2014 |9
Lekasan, dan ditutup oleh Upacara
Wawarian.
2). Upacara Nyepi
Upacara Nyepi biasanya dilaksanakan
pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Nyepi
merupakan media untuk mengintropeksi
diri, oleh sebab itu kegiatan ini tidak boleh
terganggu. Upacara ini bertujuan untuk
membalikan dan memusatkan kekuatan
yang sudah hilang dalam diri sebab
terpengaruh oleh dunia luar. Dalam
melaksanakan upacara ini, masyarakat
Kampung Naga tidak boleh melakukan
beberapa hal yang dianggap bisa merusak
niat. Salah satunya yaitu tidak boleh
menceritakan berbagai hal yang ada
hubungannya dengan sesepuh terdahulu
Kampung Naga.
3). Upacara Kawinan
Upacara kawinan yaitu upacara yang
dilaksanakan sesudah akad nikah. Bagian
upacar ini diantaranya; sawer, nincak
endog, buka pintu, ngariung, ngampar dan
ditutup oleh munjangan. Beberapa hari
sesudah nikah, pasangan pengantin
selanjutnya harus silaturahmi ke rumah
saudara-saudara
yang
tujuannya
menghaturkan
terimakasih
dengan
membawa lauk dan nasi. Sesudah selesai
pasangan pengantin pamitan. Biasanya
pihak keluarga yang didatangi akan
memberi hadiah alat rumah tangga.
Berbagai kegiatan upacara ritual yang
dilakukan merupakan syarita yang harus
dilakukan secara kongkrit sebagai wujud
pengabdian kepada leluhur kita. Karena
dalam upacara yang dilakukan pada
dasarnya mengagungkan Allah SWT dan
tidak meminta kepada yang sudah
meninggal, karena itu hukumnya haram.
Melalui upacara yang diwariskan oleh
nenek moyang, maka hubungan antara
yang sudah tidak ada dengan anak cucunya
tetap terjalin walaupun dalam konteks yang
berbeda. Upacara harus tetap dilaksanakan
dan dipelihara, dengan demikian berarti
pula menaruh hormat kepada nenek
moyang. Melalui pelaksanaan upacara yang
baik, maka akan mendatangkan kebaikan
pula yaitu kesejahteraan lahir dan batin.
Untuk kelestarian upacara tersebut, harus
didukung oleh lingkungan yang dapat
menopang acara tersebut.
Dari hasil analisis data mengenai
religi,
bahwa
kepercayaan
agama
masyarakat Kampung Naga bercorak seni
tradisional. Pemahaman ini diyakini
mengenai keberadaan manusia yang tidak
memiliki daya dan upaya. Segala perbuatan
manusia ditentukan dan diciptakan oleh
Tuhan, ikhtiar manusia hanya bersifat
semu.
Menurut Abdullah, (2006: 395)
pewarisan nilai-nilai tradisional yang
dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga
merupakan suatu amanat leluhur mereka
Sembah Dalem Singaparna tentang empat
prinsip hidup masyarakat Kampung Naga,
yang secara turun temurun harus
ditanamkan kepada anak cucu mereka.
Empat prinsip hidup itu adalah:
1) Tidak boleh mempunyai harta yang
berlebihan,
2) Taat kepada pemimpin,
3) Keselamatan,
4) Menjaga keturunan Kampung Naga.
Salah
satu
teori
menurut
Koéntjaraningrat, (dalam Yuzar, dkk,
2000:3) yang menjelaskan bahwa sistem
nilai budaya terdiri dari konsep-konsep
yang hidup dalam alam pikiran sebagian
besar warga masyarakat, mengenai hal-hal
yang harus mereka anggap amanat bernilai
dalam hidup.
Berdasarkan teori pewarisan nilai-nilai
tardisonal masyarakat Kampung Naga pada
praktek pendidikan keluarga merupakan
penanaman nilai-nilai budaya sebagai
amanat leluhur mereka yang harus ditaati
dan
dilaksanakan
dengan
penuh
kesungguhan. Pembinaan nilai budaya
Kampung Naga, disamping terkait dengan
pengembangan
kepribadiaan
secara
bersamaan juga berkaitan dengan interaksi
yang harmonis dengan orang disekitarnya.
Nilai ditumbuhkan dalam diri, supaya anak
menjadi pribadi yang memiliki komitmen
terhadap adat budayanya, dan ia sadar
10 | A g u n g S e t i a n a : S i s t e m P e n d i d i k a n R é l i g i . . . .
bahwa manusia senantiasa terikat oleh nilai
dan norma masyarakat tempat tinggalnya.
Keluarga sebagai agen pewaris
budaya, berfungsi membinakan nilai
budaya dan adat istiadatnya, agar budaya
tersebut dapat dipahami, diyakini dan
dilaksanakan. Fungsi pendidikan dalam
keluarga, menjadi jembatan antara dampak
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan lingkungan sosial-budaya. Dengan
pembinaan nilai, generasi muda dapat
mentransformasikan dan merealisasikan
nilai dalam kehidupan sehari-harinya.
Orang tua menyadari bahwa keluarga
sebagai lembaga pendidikan in-formal,
mengemban tugas mendidik anak sebagai
anggota masyarakat untuk menjadikan
warga yang baik. Keberhasilan orang tua
sebagai pendidik akan melahirkan generasi
yang baik. Dalam pandangan orang tua,
manusia baik adalah manusia ideal, yang
mampu hidup mandiri, taat pada aturan
adat, nilai, norma dan moral masyarakat.
Memiliki anak yang baik merupakan
sesuatu yang membanggakan dan dicitacitakan. Upaya untuk mencapai tujuan
tersebut orang tua berupaya dengan cara
membantu anak agar mampu memahami,
menerima, melaksanakan, mengembangkan
dan mempertahankan serta menghormati
nilai-nilai budaya Kampung Naga dalam
kehidupannya. Pelaksanaan pendidikan
nilai dalam keluarga Kampung Naga telah
mengacu pada konsep-konsep pendidikan
nilai dan pendidikan secara umum.
Anak harus mampu bersikap dan
berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan
norma masyarakatnya, karena hidup ini
bukan milik pribadi, tetapi hidup adalah
milik bersama, yang harus saling menjaga,
mengasihi,
menasehati,
menghargai,
memberi dan melindungi. Sehingga
manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain, manusia ini lemah,
penuh dengan keterbatasan, dan senantiasa
hidup ditengah-tengah manusia lain. Untuk
itulah orang tua dalam keluarga harus
mampu memberikan suri teladan bagi
anak-anaknya tentang berbagai sikap dan
perilaku yang sesuai dengan nilai, moral,
dan norma yang dianut masyarakat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data bisa
disimpulkan bahwa:
1) Masyarakat Kampung Naga semuanya
menganut ajaran agama islam, seperti
halnya masarakat yang ada di Jawa Barat.
Masarakat
Kampung
Naga
dalam
melaksanakan
kewajiban
tidak
mencampuradukan antara agama dan adat.
Namun dalam hidup tidak lepas dari
hakekat dan sareat; 2) Dalam penerapannya
antara agama dan adat pada masyarakat
Kampung Naga sulit untuk dipisahkan.
Dalam melaksanakan agama dalam
kehidupan keseharian pada masyarakat
Kampung Naga tidak terlepas dari budaya
sesuai dengan amanat leluhur mereka; 3)
Berbagai kegiatan upacara ritual yang
dilakukan merupakan syarita yang harus
dilakukan secara kongkrit sebagai wujud
pengabdian kepada leluhur kita. Karena
dalam upacara yang dilakukan pada
dasarnya mengagungkan Allah SWT dan
tidak meminta kepada yang sudah
meninggal, karena itu hukumnya haram; 4)
Pewarisan nilai-nilai tradisional yang
dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga
merupakan suatu amanat leluhur mereka
Sembah Dalem Singaparna tentang empat
prinsip hidup masyarakat Kampung Naga,
yang secara turun temurun harus
ditanamkan kepada anak cucu mereka; 5)
Pewarisan nilai-nilai tradisonal masyarakat
Kampung Naga pada praktek pendidikan
keluarga merupakan penanaman nilai-nilai
budaya sebagai amanat leluhur mereka
yang harus ditaati dan dilaksanakan dengan
penuh kesungguhan; 6) Pembinaan nilai
budaya Kampung Naga, disamping terkait
dengan pengembangan kepribadiaan secara
bersamaan juga berkaitan dengan interaksi
yang harmonis dengan orang disekitarnya;
7) Anak harus mampu bersikap dan
berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan
norma masyarakatnya, karena hidup ini
bukan milik pribadi, tetapi hidup adalah
D A N G I A N G S U N D A V o l . 2 N o . 1 A p r i l 2 0 1 4 | 11
milik bersama, yang harus saling menjaga,
mengasihi,
menasehati,
menghargai,
memberi dan melindungi. Sehingga
manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain, manusia ini lemah.
DAPTAR PUSTAKA
Abdullah, Tata. (2006). Upaya Pewarisan
Nilai-nilai
Tradisional
melalui
Pendidikan Keluarga dalam Upaya
Menangkal
Pengaruh
Negatif
Globalisasi
menurut
Pandangan
Masyarakat. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Purnama, Yuzar, dkk. (2000). Peranan
Keluarga dalam Penanaman Nilainilai Budaya di Kota Madya Cilegon
(Banten) Jawa Barat. Bandung: CV
Manfada Utama.
Sutarya, Oyon. (2005). Kearifan Lokal dan
Pelestarian Lingkungan Hidup di
Kampung
Naga
Tasikmalaya.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Zoeltom, Andy. (1984).
Jakarta: CV Rajawali.
Budaya Sastra.
Download