berbagai metode pemecahan dormansi

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Tanaman Aren ( A. pinnata Merr )
Taksonomi dari tanaman Aren ( A. pinnata Merr ) adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Arecales
Famili
: Aracaceae
Genus
: Arenga
Spesies
: Arenga pinnata Merr.
( Sunanto, 1993).
Aren ( A. pinnata Merr) termasuk suku Arecaceae ( pinang-pinangan),
merupakan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya
terbungkus daging buah. Tanaman aren banyak terdapat mulai dari pantai timur
India sampai ke Asia Tenggara. Di Indonesia tanaman ini banyak terdapat hampir
di seluruh wilayah nusantara.
Perakaran pohon aren menyebar dan cukup dalam sehingga tanaman ini
dapat diandalkan sebagai vegetasi pencegah erosi, terutama untuk daerah yang
tanahnya mempunyai kemiringan lebih dari 20%. Akar-akarnya yang direndam
dalam air sehingga kulitnya mengelupas menghasilkan suatu material anyaman
yang mudah dibelah-belah. Akar pohon aren juga dapat digunakan untuk benang
kail karena mempunyai sifat kuat sedang inti akar (mamangar) dapat digunakan
untuk membuat cambuk yang sangat disukai oleh sais pedati. Akar pohon aren
Universitas Sumatera Utara
juga dapat digunakan untuk obat tradisional yaitu sebagai penghancur batu
kandung kemih.
Pohon aren tua tingginya dapat mencapai 20 m dan garis tengah batangnya
di bagian bawah dapat mencapai 75 cm. Batang pohon ini tidak mempunyai
lapisan kambium, sehingga tidak dapat tumbuh semakin besar lagi
( Sunanto, 1993).
Daun tanaman aren pada tanaman bibit (sampai umur 3 tahun), bentuk
daunnya belum menyirip (berbentuk kipas). Sedangkan daun tanaman aren yang
sudah dewasa dan tua bersirip ganjil seperti daun tanaman kelapa, namun ukuran
daun dan pelepah daunnya lebih besar dan lebih kuat jika dibandingkan dengan
daun tanaman kelapa.Warna daun tanaman aren adalah hijau gelap. Tanaman aren
memiliki tajuk (kumpulan daun) yang rimbun, dimana daun-daun muda yang
terikat erat pada pelepahnya berposisi agak tegak, sedangkan daun-daun yang
telah tua benar dan mengering akhirnya terlepas, masih terikat erat pada batang
pohon, karena adanya sekumpulan ijuk yang membalut batang pohon yang
sekaligus juga membalut pangkal pelepah daun.
Umur pohon aren mencapai lebih dari 50 tahun, dan diatas umur ini pohon
aren sudah sangat berkurang dalam memproduksi buah, bahkan sudah tidak
mampu lagi memproduksi buah. Buah aren terbentuk setelah terjadinya proses
penyerbukan dengan perantaraan angin atau serangga. Buah aren terbentuk bulat,
berdiameter 4-5 cm, didalamnya berisi 3 buah, masing-masing berbentuk seperti
satu siung bawang putih. Bagian-bagian dari buah aren terdiri dari:
1. Kulit luar, halus berwarna hijau pada waktu masih muda, dan menjadi kuning
setelah tua (masak)
Universitas Sumatera Utara
2. Daging buah, berwarna putih kekuning-kuningan
3. Kulit biji, berwarna kuning dan tipis pada waktu masih muda, dan berwarna
hitam yang keras setelah buah masak.
4. Endosperm, berbentuk lonjong agak pipih berwarna putih agak bening dan
lunak pada waktu buah masih muda; dan berwarna putih, padat atau agak keras
pada waktu buah sudah masak.
Buah yang masih muda adalah keras dan melekat sangat erat pada untaian
buah, sedangkan buah yang sudah masak dagingnya buahnya agak lunak. Daging
buah aren yang masih muda mengandung lendir yang sangat gatal jika mengenai
kulit, karena lendir mengandung asam oksalat. Tiap untaian buah panjangnya
mencapai 1,5-1,8 meter, dan tiap tongkol (tandan buah ) terdapat 40-50 untaian
buah. Tiap tandan terdapat banyak buah, beratnya mencapai 1-2,5 kuintal. Buah
yang setengah masak dapat dibuat kolang-kaling. Pada satu pohon aren sering
didapati 2-5 tandan buah yang tumbuhnya agak serempak.
Tanaman aren tergolong tanaman berumah satu, artinya pada satu pohon
atau tanaman aren terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pada umumnya
tanaman ini mulai membentuk bunga pada umur sekitar 12-16 tahun. Semakin
tinggi tempatnya akan semakin lambat membentuk bunga. Bunga yang muncul
pertama kali adalah bunga betina.
Bunga betina tersusun pada untaian-untaian bunga, berbentuk butiranbutiran kecil. Bunga betina yang muncul pertama kali posisinya pada ruas batang
di ketiak pelepah daun di bawah titik tumbuh. Bunga betina ini belum dapat
diserbuki oleh tepung sari dari bunga jantan karena bunga jantan belum tumbuh.
Universitas Sumatera Utara
Sekitar 3 bulan kemudian bunga jantan mulai tumbuh di bawah bunga
betina. Tepung sari bunga jantan ini sudah terlambat menyerbuk putik bunga
betina, sebab putik-putik sudah kelewat masak, sehingga pohon belum dapat
memproduksi buah aren. Bunga jantan ini duduk berpasangan pada untaian, di
mana untaian-untaian yang berjumlah 25 itu pangkalnya melekat pada sebuah
tandan.
Bunga betina berbentuk butiran (bulat) berwarna hijau dan duduk sendirisendiri pada untaian, maka bunga jantan berbentuk bulat panjang seperti peluru
dengan panjang 1,2-1,5 cm berwarna ungu. Dengan demikian pada pohon aren
tumbuhnya bunga dari tahun ke tahun semakin ke bawah atau semakin mendekati
permukaan tanah tempat tumbuhnya. Jadi, makin tua pohon aren, semakin rendah
munculnya tandan bunga. Nira aren yang digunakan untuk pembuatan gula merah
atau tuak dan cuka merupakan hasil penyadapan tandan bunga jantan. Untuk dapat
memperoleh nira dalam jumlah banyak, bunga betina harus dihilangkan
(Sunanto, 1993).
Kulit buah aren yang masih hijau mengandung racun dan dapat
menimbulkan iritasi dan infeksi bila mengenai kulit yang peka. Kulit buah
tersebut bila dilumatkan dengan air dapat dipakai untuk menangkap ikan, karena
ikan-ikan menjadi mabuk lalu mengambang sehingga mudah ditangkap.
Batangnya berwarna hitam cukup potensial untuk bahan lantai, meja,
kursi, tangkai peralatan dan kayu bakar.
(Badan Pengelola Gedung Manggala Wanabakti dan Porsea, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh
Tanaman aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang
khusus, sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat (berlempung), berkapur, dan
berpasir. Tetapi tanaman ini tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu
tinggi ( pH tanah terlalu asam).
Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh baik dan mampu berproduksi
pada daerah-daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800 m diatas
permukaan laut. Pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500
m dan lebih dari 800 m, tanaman aren tetap dapat tumbuh namun produksi
buahnya kurang memuaskan.
Di samping itu, banyaknya curah hujan juga sangat berpengaruh pada
tumbuhnya tanaman ini. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata
sepanjang tahun yaitu minimun sebanyak 1200 mm setahun. Atau jika
diperhitungkan dengan perumusan Schmidt dan Fergusson, iklim yang cocok
untuk tanaman ini adalah iklim sedang sampai iklim agak basah.
Faktor
lingkungan
tumbuhnya
juga
berpengaruh.
Daerah-daerah
perbukitan yang lembab, dimana di sekelilingnya banyak tumbuh berbagai
tanaman keras, tanaman aren dapat tumbuh subur. Dengan demikian tanaman ini
tidak membutuhkan sinar matahari yang terik sepanjang hari.
(Sunanto, 1993).
Perkecambahan Biji
Secara morfologis sukar ditemukan dengan pasti kapan perkecambahan
biji berakhir dan pertumbuhan dimulai. Kesukaran ini terutama disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
karena dalam prakteknya, penentuan suatu biji berkecambah apabila telah
kelihatan keluarnya radikula atau plumula dari kulit biji. Sedangkan, sebelum
keluarnya radikula atau plumula itu sendiri adalah hasil proses pertumbuhan yang
telah terjadi, disebabkan oleh pembelahan sel, pemanjangan sel atau keduaduanya (Kamil, 1979).
Biji aren memiliki ciri khas yaitu tunas kecambahnya tumbuh di sisi
tengah dari biji. Hal ini dapat dilihat jika biji buah aren yang belum tua itu dibuat
kolang-kaling. Jika kolang-kaling itu ditekan pada sisi tengahnya, maka akan
muncul benda kecil berwarna putih dari salah satu sisinya. Benda putih inilah
calon lembaga yang akan tumbuh sebagai kecambah. Sedangkan pada biji aren
yang sudah tua dan siap disemaikan, calon lembaga tersebut kelihatan sebagai
sebuah bulatan kecil di salah satu sisi biji aren. Biji-biji sudah mulai berkecambah
setelah 30-40 hari disemai, dimana kecambah tumbuh kedalam media pasir
(tumbuh ke bawah) dan biji semakin terangkat ke atas sampai muncul dan
terangkat diatas permukaan media pasir (Sunanto, 1993).
Menurut Sutopo (2004), secara umum terdapat dua tipe pertumbuhan awal
dari suatu kecambah tanaman yaitu :
1. Tipe epigeal (epigeous) dimana munculnya radikula diikuti dengan
memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta
kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah.
2. Tipe hipogael (hypogeous), dimana munculnya radikula diikuti
dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas
permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit
biji di bawah permukaan tanah.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kuswanto (1996), proses awal yang terjadi dalam perkecambahan
adalah proses imbibisi, yaitu masuknya air ke dalam benih sehingga kadar air di
dalam benih itu mencapai persentase tertentu (50-60%). Proses perkecambahan itu
dapat terjadi jika kulit benih permeable terhadap air dan tersedia cukup air dengan
tekanan osmosis tertentu.
Air yang diserap oleh biji dapat terjadi melalui proses imbibisi dan diikuti
keluarnya energi kinetik akibat adanya pengambilan molekul air. Proses imbibisi
yang terjadi akan segera diikuti oleh kenaikan aktifitas enzim dan pernafasan yang
besar. Pati, lemak dan protein yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang
lebih mobil; gula, asam-asam lemak, dan asam-asam amino yang diangkut ke
bagian-bagian embrio yang tumbuh aktif (Sutopo, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih dapat berasal dari
dalam benih (faktor internal), maupun dari luar benih (faktor eksternal). Faktor
internal yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain adalah tingkat
kemasakan benih, ukuran benih dan berat benih serta dormansi. Disamping itu
viabilitas dan jangka waktu benih dapat hidup serta genetika juga berpengaruh.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perkecambahan benih antara lain: air,
suhu, oksigen, cahaya dan media. Dua faktor penting yang mempengaruhi
penyerapan air oleh benih adalah sifat dari benih itu sendiri terutama pada kulit
pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada medium sekitarnya. Banyaknya
air yang diperlukan tergantung dari jenis benih, tapi umumnya tidak melampaui
dua atau tiga kali berat keringnya (Sutopo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi
tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.
Menurut
Wirawan dan Wahyuni (2002) dormansi benih merupakan kondisi benih yang
tidak mampu berkecambah meski kondisi lingkungannya optimun untuk
berkecambah. Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari,
semusim bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe
dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa
dormansinya atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih
tersebut (Sutopo, 2004).
Secara alami biji aren memiliki masa dormansi yang cukup lama, yaitu
bervariasi dari 1-12 bulan yang terutama disebabkan oleh kulit biji yang keras dan
impermeabel sehingga menghambat terjadinya imbibisi air ke dalam biji. Upaya
pematahan dormansi telah dilakukan untuk mengatasi impermeabilitas kulit biji
ini melalui perendaman dengan HCl, H2SO4, air panas dan skarifikasi. Dormansi
biji aren juga disebabkan oleh adanya zat inhibitor perkecambahan seperti ABA,
kematangan embrio yang belum sempurna dan faktor genetis tanaman aren
(Puslitbang Bioteknologi, 2000).
Penyebab Dormansi
Menurut Gardner et al, dormansi yaitu suatu keadaan pertumbuhan yang
tertunda atau dalam keadaan istirahat, yang merupakan kondisi yang berlangsung
selama periode yang tidak terbatas walaupun berada dalam keadaan yang
Universitas Sumatera Utara
menguntungkan untuk perkecambahan. Dormansi pada benih dapat disebabkan
oleh keadaan fisik dari kulit biji, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi
dari kedua tersebut. Menurut Justice dan Louis (1990) dormansi pada beberapa
jenis disebabkan oleh: 1) struktur benih, misalnya kulit benih, pericarp dan
membran, yang mempersulit keluar masuknya air dan udara; 2) kelainan fisiologis
pada embrio; 3) penghambat (inhibitor) perkecambahan atau penghalang lainnya;
atau 4) gangguan dari faktor-faktor tersebut diatas. Kedapnya kulit benih terhadap
air atau oksigen karena kulit benih tersebut terlalu keras, diliputi oleh gabus atau
lilin. Zat penghambat dapat berada disekitar kulit serat di bagian-bagian dalam
benih itu, atau menempel pada kulit (sebelumya zat ini berada dalam daging buah)
(Kartasapoetra, 1989). Ditambahkan oleh Mugnisjah (1994), dormansi juga dapat
sebagai salah satu strategi benih-benih tumbuhan agar dapat mengatasi lingkungan
suboptimun guna mempertahankan kelanjutan spesiesnya.
Menurut Danoesastro (1982) mekanisme dormansi benih terdiri dari tiga
bentuk yaitu :
1. Pembatasan permeabilitas, terutama untuk masuknya air dan oksigen ke dalam
bagian benih yang sedang dorman
2. Pembatasan oleh zat pengatur tumbuh, termasuk inhibitor dan zat-zat yang
menghambat berlangsungnya pertumbuhan
3. Pembatasan fisik terhadap pembatasan embrio dan keluarnya kecambah.
Teknik/Metoda Pemecahan Dormansi
Dipandang dari segi ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada benih
dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara-cara agar
Universitas Sumatera Utara
dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansi dapat
dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui adalah: 1) Perlakuan mekanis;
pada umumnya dipergunakan untuk memecahkan dormansi benih yang
disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas, resistensi
mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji. Terdiri dari:
Skarifikasi (mencakup seperti mengikir atau mengosok kulit biji dengan kertas
empelas, melubangi kulit biji dengan pisau dan lain sebagainya) dan tekanan.
2) Perlakuan kimia; yaitu perlakuan dengan memberikan bahan-bahan kimia
untuk memecahkan dormansi pada benih. 3) Perlakuan perendaman dengan air;
perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan
air oleh benih. 4) Perlakuan pemberian temperatur tertentu; terdiri dari stratifikasi
dan perlakuan dengan temperatur rendah dan tinggi. 5) Perlakuan dengan cahaya;
cahaya tidak hanya mempengaruhi persentase perkecambahan benih, tetapi juga
laju perkecambahan (Sutopo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Download