TINJAUAN PUSTAKA Balok Laminasi Balok laminasi pertama kali digunakan pada tahun 1893 di Eropa pada sebuah auditorium di Basel, Swiss dengan tipe serat arah melengkung yang menggunakan perekat tulang. Kemajuan pemakaian perekat tulang selama Perang Dunia I antara lain dalam pembuatan balok laminasi struktural untuk pesawat terbang dan bingkai pada komponen bangunan (Schniewind dan Cahn, 1989). Menurut Wardhani (1999) saat ini balok laminasi banyak digunakan untuk konstruksi bangunan, perabot rumah tangga dan alat olahraga. Balok laminasi adalah papan yang direkat dengan perekat tertentu secara bersama-sama dengan arah serat. Dari potongan-potongan kayu yang kecil dapat dibuat balok laminasi dengan panjang, lebar dan tebal yang dinginkan yaitu dengan cara menyambung ujung-ujung papan dan merekatkan sisi-sisinya (Wardhani, 1999). Menurut Schniewind dan Cahn (1989), balok laminasi untuk tujuan struktural adalah suatu teknik pembuatan produk yang berbasis tekanan, terdiri dari kumpulan lapisan kayu yang telah terseleksi dan siap digunakan yang saling mengikat dengan adanya perekat. Balok laminasi merupakan pembuatan suatu produk yang berbasiskan tekanan yang terdiri dari dua atau lebih lapisan kayu yang direkat secara bersamaan dengan arah penyusunan paralel maupun sejajar serat. Keunggulan teknologi laminasi adalah: Pengadaan material di pasaran mudah karena kebutuhan papan pelapis yang digunakan maksimum adalah 20 mm, juga panjang pelapis tidak dibatasi. Penggunaan material kayu lebih efisien, penyediaan material akan lebih cepat karena potongan kayu yang tipis (sampai 5 mm), pendek, serta ada cacatnya masih bisa digunakan untuk konstruksi. Sedikit penggunaan bahan pengikat mekanis dengan dimensi lebih kecil dan bersifat hanya menyatukan permukaan bidang perekatan. Mudah dilakukan pemeriksaan cacat, karena dimensi bahan baku penyusun balok laminasi lebih kecil dan tipis, kekedapan dapat terjamin, konstruksi lebih rigit atau kaku. Pelindungan berganda dapat dilaksanakan, kayu yang kering dan dijenuhkan akan lebih tahan terhadap kerusakan, dan sifat lapisan perekat yang diciptakan khusus juga merupakan perlindungan terhadap kerusakan yang ada (Manik, 1997). Potensi Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) yaitu tanaman sejenis palempaleman (palmae), buahnya menghasilkan minyak kelapa sawit yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri dan rumah tangga. Kelapa sawit diketahui berasal dari Guenea di Afrika, dan diperkenalkan ke Indonesia sejak zaman Belanda (1848). Sekarang kelapa sawit sudah berkembang sangat pesat. Khususnya di Malaysia dan Indonesia dan sedikit di Thailand dikatakan bahwa secara bersamaan Indonesia dan Malaysia menguasai lebih dari 95 % produksi kelapa sawit di dunia saat ini (Bakar, 2003). Secara rinci, sistematika Kelapa Sawit diuraikan sebagai berikut: Kingdom Division Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida : Arecales : Arecaceae : Elaeis : Elaeis guineensis Jacq. (Bakar, 2003). [ Gambar 1. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Karakteristik Batang Kelapa Sawit Karakteristik Umum Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Tinggi maksimum yang ditanam diperkebunan antara 15-18 m sedangkan yang di alam mencapai 30 m (Fauzi et al., 2002). Anatomi Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit tumbuh tegak lurus dapat mencapai ketinggian 15 - 20 m. Tanaman ini berumah satu atau monoecious dimana bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon. Bunga jantan dan betina terdapat masing-masing pada tandan bunganya dan terletak terpisah yang keluar dari ketiak pelepah daun. Tanaman ini dapat menyerbuk sendiri dan dapatmenyerbuk silang.Mengetahui bagian yang penting dari tanaman ini seperti sistem perakaran, batang, daun bunga dan lain-lain perlu karena keterkaitannya dengan berbagai hal dibidang agronomi, pemuliaan, perlindungan tanaman, pemupukan, peramalan produksi, panen dan lain-lain. Sistem perakaran misalnya berhubungan erat dengan kegiatan yang berkaitan dengan pemupukan, pemeliharaan piringan pokok (bokoran) panen, pemberantasan gulma dan hama batang kelapa sawit ada yang cepat pertumbuhannya, ada yang lambat dan sifat ini dapat dipakai untuk pemilihan pokok induk karena berkaitannya dengan masalah panen. Sistem perdaunan yaitu susunan cabang daun (roset), pelepah, panjang pelepah daun, jumlah/ panjang/ lebar/ susunan anak daun dipakai untuk perhitungan luas permukaan daun digunakan untuk perhitungan jarak tanam atau kerapatan tanam, pengambilan contoh daun untuk pemupukan dan peringatan dini pada pengamatan serangan hama, pengambilan ortet pada teknik kultur jaringan dan lain-lain. Mengetahui proses pembentukan bunga baik tentang masa pembentukan, kelaminnya, proses kematangan tandan serta tahapannya perlu untuk peramalan produksi dan keseimbangan dalam pemupukan, perkembangan, kematangan buah pada tandan juga perlu diketahui guna mengetahui kriteria panen yang baik dari sudut kuantitas maupun kualitas dan dipakai untuk peramalan produksi jangka pendek. Susunan (komposisi) minyak yang terdapat pada buah juga akan penting (Abednego, 2012). Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus oleh pelepah daun (f r o n d b a s e ) . Batang ini berbentuk silinderis berdiameter 0,5 m pada tanaman dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar disebut bongkol batang atau bowl. Sampai umur 3 tahun batang belum terlihat karena masih terbungkus pelepah daun yang belumdipangkas ditunas. Batang kelapa sawit akan terus akan diselubungi oleh pangkal pelepah sampai umur 11-15 tahun. Pada umur diatas 15 tahun bekas pelepah daun akan rontok. Tinggi batang kelapa sawit berbeda beda tergantung dari varitas dan keadaan lingkungan pada lahan. Selain itu pertumbuhan tinggi kelapa sawit dipengaruhi oleh umur, dosis pemberian pupuk kerapatan tanam dan lain-lain. Perbedaan tinggi tidak mencerminkan dari produksi. Ketinggian kelapa sawit hanya berhubungan pada efektifitas pengambilan buah dan pemotongan pelepah daun kelapa sawit (Abednego, 2012). Sifat Fisis Batang Kelapa Sawit Kerapatan Batang Kelapa Sawit Kerapatan batang kelapa sawit sangatlah bervariasi pada setiap bagiannya. Semakin tinggi dan dalam bagian batang maka semakin menurun kerapatannya. Dimana kerapatan batang kelapa sawit berkisar antara 200 sampai 600 kg/m3 dengan rata-rata 370 kg/m3. Hal tersebut juga mempengaruhi nilai dari berat jenis batang kelapa sawit dimana semakin tinggi dan dalam bagian batang maka semakin rendah nilai berat jenisnya. Nilai berat jenis (BJ) tepi batang berkisar antara 0,11 sampai 0,15 (Bakar, 2003) Kadar Air Batang Kelapa Sawit Banyaknya air yang dikandung pada sepotong kayu disebut kadar air kayu (KA). Banyaknya kandungan air pada kayu bervariasi. Tergantung jenis kayunya, kandungan tesebut berkisar sekitar 40-300%, dinyatakan dengan persentase dari berat kayu kering tanur. Berat kayu kering tanur dipakai sebagai dasar, karena berat ini petunjuk banyaknya zat padat kayu (Dumanauw, 1993) Kadar air (KA) batang kelapa sawit bervariasi antara 100% sampai 500%, dimana KA tertinggi berkisar antara 345% sampai 500%. Kadar air pada batang kelapa sawit cenderung turun dari atas batang ke bawah dan dari empulur ke tepi. Perbedaan tersebut disebabkan pada posisi jaringan parenkim yang berfungsi menyimpan atau menahan lebih banyak air daripada jaringan pembuluh. Jaringan parenkim lebih banyak terdapat pada bagian puncak batang dan bagian luar batang ke bagian dalam (pusat) batang (Bakar, 2003). Kondisi kadar air kayu dalam hubungannya dengan keberadaan air di dalam rongga/lumen sel dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Macam-Macam Kondisi Kadar Air Kayu Kondisi kadar air Kondisi Rongga/Lumen dan No Nilai (KA) Dinding Sel 1 KA Maksimal 40 – 400% Rongga/lumen sel penuh air, dinding sel jenuh air terikat 2 KA Basah Di atas TJS Rongga/lumen sel berisi air, dinding sel jenuh air terikat 3 KA Titik Jenuh Serat 28 – 30% Rongga/lumen sel kosong, dinding sel jenuh air terikat 4 KA Kering Udara 15 – 20% Rongga/lumen sel kosong, dinding sel mengandung sebagian air 5 KA kering Tanur ± 1% Rongga/lumen sel kosong, dinding sel kosong Sumber: Hartono et al (2005). Sejumlah air akan tetap tinggal di dalam struktur dinding-dinding sel bahkan setelah kayu diolah menjadi kayu gergajian, finir, partikel, atau produk serat. Sifat-sifat fifik dan mekaniknya ketahan terhadap penghancuran biologis, dan kestabilan dimensi produk akan dipengaruhi oleh jumlah air yang ada dan fluktuasinya dengan waktu (Haygreen dan Bowyer, 1989). Sifat Mekanis Batang Kelapa Sawit Sifat mekanis kayu batang kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 1 dengan membandingkan beberapa sifat mekanis batang kelapa sawit dengan beberapa spesies kayu dan 2 jenis monokotil. Tabel 2. Perbandingan Sifat Elaeis guineensis Jacq. dengan Beberapa Jenis Kayu Spesies Kelapa sawit (30 tahun) Tekan Kerapatan (kering oven) kg/m2 MOE (MPa) 220-550 8008000 8-45 5-25 350-2450 250-850 310011400 26-105 19-49 520-4400 820 19600 149 75 9480 690 13200 73 39 5560 530 8800 58 26 4320 MOR (MPa) // serat (MPa) Kekerasan (N) Kayu Kelapa (Cocos nucifera) (60 tahun) Cengal (Neobalanocarpus heimii) Kapur (Dryobalanops camphora) Kayu Karet (Havea brasiliensis) Sumber : Choon et al. (1991) Bakar et al. (1999) menyatakan bahwa, untuk bahan konstruksi, kayu dituntut memiliki sifat-sifat mekanis yang memenuhi persyaratan struktural dan keamanan. Selain itu kayu yang digunakan disyaratkan memiliki penyusutan yang kecil, tidak mudah pecah, berserat lurus, ringan dan tidak bercacat. Kelebihan dari batang kelapa sawit yang mendukung persyaratan-persyaratan di atas adalah (1) kelapa sawit mempunyai umur relatif pendek, (2) mudah tumbuh, (3) tidak mengandung cacat mata kayu, (4) berserat lurus, (5) berdiameter cukup besar, serta (6) bentuk batang lurus dan silinder. Dari penelitian Bakar (2003) diketahui bahwa batang kelapa sawit mempunyai sifat sangat beragam dari bagian luar ke pusat batang dan sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Beberapa sifat penting dari batang kelapa sawit untuk setiap bagian batang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. Sifat-Sifat Dasar Batang Kelapa Sawit Bagian dalam batang Sifat-sifat penting Tepi Tengah Pusat Berat jenis 0,35 0,28 0,20 Kadar air, % 156 257 365 Kekakuan lentur, kg/cm2 29996 11421 6980 Keteguhan lentur, kg/cm2 295 129 67 Susut volume, % 26 39 48 Kelas awet V V V Kelas kuat III-V V V Sumber: Bakar (2003). Pemanfaatan kayu mahoni Pemanfaatan tanaman mahoni banyak ditemukan di pinggir-pinggir jalan sebagai pohon pelindung. Pohonnya yang besar cocok untuk berteduh. Disamping itu karena sifatnya yang tahan panas/hidup di tanah gersang sehingga tanaman ini tetap bertahan menghiasi tepi jalan di beberapa daerah. Dan sejak 20 tahun terakhir ini, tanaman mahoni mulai dibudidayakan karena kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas kayunya keras dan sangat baik untuk meuble, furniture, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan. Sering juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak mudah berubah. Kualitas kayu mahoni berada sedikit dibawah kayu jati sehingga sering dijuluki sebagai kualitas kedua. Untuk mahoni yang tua kayunya berwarna merah kecoklatan. Ada beberapa jenis mahoni yaitu mahoni berdaun kecil (Swietenia mahagoni) dan mahoni berdaun lebar (Swietenia macrophilea). Swietenia mahagoni kualitas kayunya lebih bagus dibanding Swietenia macrophilea. Sedangkan kelebihan Swietenia macrophilea adalah lebih cepat tumbuh menjadi besar dan kayunya lempeng. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit mahoni akan menjadi kuning dan wantek (tidak luntur). Sedangkan getah mahoni yang disebut juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem (perekat), dan daun mahoni untuk pakan ternak (BPDAS, 2011). Penggunaan kayu mahoni Kayu mahoni lebih banyak digunakan sebagai bahan baku mebel untuk indoor furniture. Furniture high end dengan harga yang relatif mahal dapat dihasilkan dan dibuat dengan kayu mahoni. Mebel-mebel dari kayu mahoni sudah dikenal sejak lama banyak mebel-mebel dengan model antik atau klasik dari Eropa atau Amerika yang dibuat dengan menggunakan kayu mahoni. Harga kayu yang relatif mahal akan sepadan dengan keindahan penampilan dari serat dan warna yang dapat dihasilkannya. Penggunaan kayu mahoni untuk outdoor furniture tidak banyak dilakukan karena harganya yang relatif mahal dan ketahanannya yang relatif rendah terhadap cuaca luar ruangan. Penggunaan untuk outdoor membutuhkan pelapisan dengan bahan finishing yang bisa bisa menahan cuaca luar ruangan. Penggunaan kayu untuk keperluan lain seperti untuk kerangka rumah atau pagar juga tidak banyak dilakukan. Kerangka rumah yang lebih mengutamakan kekuatan tidak terlalu cocok dengan kayu mahoni (Sigit, 2012). Perekat Isocyanate Pembuatan balok laminasi mutlak memerlukan perekat sebagai bahan pengikat bagian yang satu dengan yang lainnya. Pemilihan jenis perekat yang digunakan harus disesuaikan dengan peruntukan balok laminasi nantinya. Perekat adalah suatu zat yang mampu mengikat material yang satu dengan yang lain melalui kontak permukaan. Sirekat adalah substrat yang akan diikat dengan substrat lainnya dengan bantuan perekat. Perekat digunakan untuk merekatkan lapisan papan kayu sehingga terjadi pertemuan antara serat kayu dengan perekat untuk membentuk satu kesatuan konstruksi yang lebih kuat (Fakhri,2001). Kelebihan dari perekat isocyanate adalah dapat mengeras tanpa bantuan panas dan curing pada suhu tinggi. Keunikan perekat ini adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, dan panas. Perekat ini tidak mengandung formaldehid, sehingga proses pengeringannya relatif cepat dengan pH netral (pH ± 7) dan kering pada variasi suhu yang luas. Perekat yang ekonomis dan sangat kuat ini tahan terhadap air, panas, dan solvent (Ruhendi dan Hadi, 1997). Keunikan perekat Isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, panas dan kedap terhadap solvent (pelarut organik. Perekat ini juga memiliki daya guna yang luas untuk merekatkan berbagai macam kayu ke kayu, kayu ke logam, dan kayu ke plastik. Perekat ini lebih toleran terhadap kekurangan dari kondisi yang tidak sempurna, seperti permukaan kayu yang tidak sempurna atau kadar air yang agak tinggi (Fakhri,2002). METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kayu dan Komposit Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan, meliputi pembuatan balok laminasi dan pengujian sifat fisis balok laminasi. Pengujian sifat mekanis balok laminasi dilakukan di Laboratorium Kayu Solid bagian Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan September 2012. Bahan dan Alat Adapun bahan yang digunakan adalah batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan dua ketinggian posisi batang yaitu 3m dan 5m yang diperoleh dari perkebunan percobaan PPKS di Bukit Sentang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kayu mahoni (Switenia mahagoni) yang dipilih secara visual yang berpenampang lurus dan siku serta perekat isocyanat dan campurannya yang telah ditetapkan penggunaannya yaitu PvAc. Adapun alat yang digunakan adalah Mesin ketam, mesin potong, mesin belah, mesin amplas (sander), oven, sarung tangan dan masker, neraca analitik, sendok, lempengan seng, mesin kempa dingin hidrolik, stop watch, sekrap, plastik, kuas, alat uji mekanis Instron, dan alat tulis. Prosedur Penelitian Balok laminasi yang dibuat merupakan kombinasi batang kelapa sawit dengan kayu mahoni. Teknik laminasi yang dilakukan yaitu arah tebal pada masing-masing kayu mahoni yang telah dibentuk menjadi ukuran 80 cm x 5 cm x 0,5 cm ( p x l x t) dan ukuran batang kelapa sawit untuk 3 lapis 80 cm x 5 cm x 4 cm, untuk 5 lapis ukuran batang kelapa sawit 80 cm x 5 cm x 1,75 cm, untuk 7 lapis batang kelapa sawit 80 cm x 5 cm x 1 cm. Seluruh ukuran balok laminasi dengan kombinasi batang kelapa sawit dan mahoni seluruhnya yaitu 80 cm x 5 cm x 5 cm. Dalam pembuatan balok laminasi ini dilakukan dua perlakuan berupa jumlah lapisan, dan ketinggian posisi batang yaitu 3m dan 5m dengan ulangan sebanyak 3 kali. Jumlah lapisan terdiri dari 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis. Berat labur yang digunakan yaitu 300 gr/m3. Pembuatan balok laminasi membutuhkan 27 potong kayu mahoni dan 18 potong masing-masing untuk kayu kelapa sawit. Persiapan Bahan Baku Sirekat (adheren): batang kelapa sawit dan kayu mahoni (Switenia mahagoni). Permukaaan sirekat diamplas, ditentukan kadar air (KA) awal sirekat, dikeringudarakan sirekat sampai kadar air (KA) sampai dengan konstan, komponen balok laminasi yang akan direkat disusun perbagian atau jumlah lapisan di atas meja guna mengetahui kelurusan dan kelengkungan sirekat, diberi tanda dengan kapur pada salah satu permukaan sirekat. Perekat Jumlah perekat yang digunakan untuk setiap berat labur dapat dihitung dengan rumus : Jumlah perekat (g) = A(cm 2 ) xBeratLabur ( gr / m 2 ) 10.000 Berat labur pada kedua permukaan laminasi 300 gr/m2, sehingga dapat dihitung Perekat dicampur dengan PvAc dengan perbandingan 100 : 15 berdasarkan berat labur. jumlah perekat yang digunakan adalah: 400(cm) x300( g / m 2 ) Jumlah perekat (gr) = = 12gr. 10.000 Berat isosianat pada kedua permukaan laminasi = Berat PvAc pada kedua permukaan laminasi 15 x12 = 1.6gr 115 100 x12 = 10.4 gr. 115 Pembuatan Balok Laminasi Pembuatan balok laminasi terdiri atas: (1) persiapan bahan baku, (2) proses pembuatan balok laminasi, dan (3) penyelesaian akhir (finishing). Persiapan bahan baku Balok kayu untuk laminasi diperoleh dari potongan log. Log dibelah sesuai dengan ukuran tebal tertentu menggunakan band saw sehingga menjadi papan. Papan tersebut dipotong dengan ukuran (80 cm x 5 cm x 0.5 cm) untuk kayu mahoni. Untuk pemotongan kayu sawit berdasarkan jumlah lapisan. Seluruh papan laminasi ditimbang dan dikeringkan dengan suhu ruangan sampai mencapai kadar air ± 12% atau konstan. Balok laminasi yang sudah dikeringkan ditimbang kembali dan diukur panjang, lebar dan tebalnya untuk mendapatkan kerapatan balok laminasi. Kerapatan kayu yang lebih besar direkatkan pada bagian paling luar dan kerapatan terkecil pada bagian paling tengah. Permukaan papan laminasi dihaluskan dengan menggunakan amplas dan dibersihkan dari segala kotoran untuk memudahkan proses perekatan. 80,0 cm Skala 1:10 0,5 cm Kayu Mahoni 5,0 cm 4 cm Batang Kelapa Sawit 0,5 cm Kayu Mahoni Skema Balok Laminasi 3 Lapis dengan Perbandingan Komposisi Batang Kelapa Sawit dengan Kayu Mahoni Adalah 80% : 20% dengan perbandingan ukuran 4 cm : 1 cm 80,0 cm 0,5 cm Kayu Mahoni 1,75 cm Batang Kelapa Sawit 5,0 0,5 cm Kayu Mahoni 1,75 cm Batang Kelapa Sawit 0,5 cm Kayu Mahoni Skema Balok Laminasi 5 Lapis dengan Perbandingan Komposisi Batang Kelapa Sawit dengan Kayu Mahoni Adalah 70% : 30% dengan perbandingan ukuran 3,5 cm : 1,5 cm 80,0 cm 0,5 cm Kayu Mahoni 1,0 cm Batang Kelapa Sawit 0,5 cm Kayu Mahoni 5,0 cm 1,0 cm Batang Kelapa Sawit 0,5 cm Kayu Mahoni 1,0 cm Batang Kelapa Sawit 0,5 cm Kayu Mahoni Skema Balok Laminasi 5 Lapis dengan Perbandingan Komposisi Batang Kelapa Sawit dengan Kayu Mahoni Adalah 60% : 40% dengan perbandingan ukuran 3 cm : 2 cm Gambar 2. Skema Balok Laminasi dengan skala 1:10 Persiapan harus dilakukan dalam batas waktu 50 menit, karena campuran tersebut mempunyai batas waktu pemakaian 1 jam. Pelaburan Perekat Pelaburan dilakukan secara cepat dan rata pada salah satu sisi permukaan dengan menggunakan kuas. Perekatan Komponen Balok laminasi Komponen balok laminasi yang sudah dilaburi perekat disusun pada mesin press (mengikuti tanda kapur yang dibuat sebelumnya), dengan batas waktu tunggu ± 50 menit. Kemudian balok disusun dan dikempa dengan klem pada kedua ujung balok dengan waktu tekan selama 2 jam. Pengkondisian Setelah kayu dibebaskan dari tekanan, dikikis perekat yang meleleh/keluar dari garis rekat. Kemudian disusun balok laminasi pada rak selama kurang lebih satu minggu pada suhu kamar Pengujian Pembuatan contoh uji dan pengujian balok laminasi didasarkan pada ASTM D143-94 yang dimodifikasi sesuai dengan ukuran balok laminasi yang dibuat. Pengujian yang dilakukan meliputi sifat fisis (kerapatan, kadar air, uji delaminasi) dan sifat mekanis (MOE dan MOR). Pengujian Untuk Sifat Fisis: Kerapatan Kerapatan dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara contoh uji . Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm, kemudian ditimbang beratnya dengan menggunakan rumus: ρ= B V Keterangan: ρ : kerapatan (g/cm³) B : berat contoh uji kering udara (g) V : volume contoh uji kering udara (cm³) Kadar Air Penetapan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu (103±2)ºC. Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Kadar air balok dihitung dengan rumus: KA= B0 − B1 × 100% B1 Keterangan: KA B0 B1 : kadar air (%) : berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g) : berat kering oven contoh uji(g) Perendaman Uji Delaminasi a. Persiapan Bahan Pengujian adalah: Diambil 3 bahan pengujian dengan panjang 80 mm pada penampang ujung kiri dari setiap balok laminasi. b. Metode Pengujian adalah: Bahan pengujian setelah direndam dalam air pada suhu kamar (100 – 250C) selama 6 jam kemudian dikeringkan selama 18 jam atau pada suhu lebih dari 40±30C dan harus diperhatikan agar tidak terlalu lembab selama dalam pengeringan dan kadar air dari bahan pengujian tersebut lebih rendah sebelum diuji. c. Standar Persyaratan Bahan Pengujian adalah: Panjang deliminasi tidak kurang dari 3 mm pada kedua ujung dan rasio deliminasi pada kedua ujung tidak lebih dari 10% dan panjang deliminasi garis perekat lain tidak lebih dari 1/3 panjang garis perekat. Pengujian Untuk Sifat Mekanis: Modulus Patah (MOR) Modulus patah (MOR) adalah suatu sifat mekanis papan yang menunjukkan kekuatan dalam menahan beban. Untuk memperoleh nilai MOR, maka pengujian pembebanan dilakukan sampai contoh uji patah. Pengujian MOR dilaksanakan bersamaan dengan pengujian MOE. Contoh uji berukuran 80 cm x 5 cm x 5 cm. Skema pengujian digambarkan pada Gambar. l 80 cm P h b 71 cm 8,75cm L 8,75 cm Gambar 3. Cara Pembebanan Pengujian MOE dan MOR Keterangan : l : Panjang contoh uji h : Tebal contoh uji b : Lebar contoh uji Rumus yang digunakan adalah : MOR = 3PL 2bh 2 Keterangan: MOR P L b h : modulus patah (kgf / cm2) : beban maksimum (kgf) : jarak sangga (71 cm) : lebar contoh uji (cm) : tebal contoh uji (cm). Modulus Elastisitas (MOE) Modulus elastisitas (MOE) menunjukkan ukuran ketahanan papan menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Sifat ini sangat penting jika papan digunakan sebagai bahan konstruksi. Rumus yang digunakan adalah : MOE = ∆PL3 4bh 3 ∆Y Keterangan: MOE : modulus elastisitas (kgf / cm2) ΔP : beban sebelum proporsi (kgf) L : jarak sangga (71 cm) ΔY : lenturan pada beban sebelum batas proporsi (cm) b : lebar contoh uji (cm) h : tebal contoh uji (cm) Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisis ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) sederhana dengan 2 faktor perlakuan yaitu faktor jumlah lapisan dan ketinggian batang untuk pengambilan sampel, untuk tiap-tiap tipe balok laminasi masing-masing dengan 3 ulangan dengan menggunakan program SPSS for windows 12.00 (Pratisto, 2004). 1. Jumlah lapisan a. A 1 = 3 lapis b. A 2 = 5 lapis c. A 3 = 7 lapis 2. Ketinggian 3m dan 5m Dengan demikian diperoleh perlakuan: 18 kombinasi perlakuan: A 1 B 1 , A 1 B 2 , A 2 B 1 , A 2 B 2 ,A 3 B 1 ,A 3 B 2 , Jumlah ulangan = 3 Jumlah balok laminasi = 18 balok laminasi Model statistik dari rancangan percobaan ini adalah: Y ij = µ i + ε ij i= 1, 2, …., t; j= 1, 2, …, r; Y ij µ τi ε ij = Nilai pengamatan pada perlakuan jumlah lapisan balok laminasi = Nilai rata-rata umum = (µ i - µ) = Pengaruh Aditif dari perlakuan ke-i = galat percobaan/ pengaruh acak dari perlakuan ke-i ulangan ke-j dengan ε ij ~ N(0, σ2) r i = Banyaknya perlakuan ke-i, untuk percobaan yang mempunyai ulangan yang sama, r i = r Hipotesis yang digunakan adalah : H 0 : Perlakuan jumlah lapisan dan ketinggian batang serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi. H 1 : Perlakuan jumlah lapisan dan ketinggian batang serta interaksinya berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi. Untuk mengetahui pengaruh jumlah lapisan dan ketinggian batang terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F hitung ≤ F tabel maka H 0 diterima dan jika F hitung > F tabel maka H 0 ditolak. Untuk uji lanjutan dilakukan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test). Persiapan Kayu mahoni dan batang kelapa sawit Dipotong kayu mahoni dengan ukuran 80 cm x 5 cm x 0,5 cm Dipotong batang kelapa it Dikeringkan sampai mencapai KA Konstan Dipotong kayu mahoni dengan ukuran 80 cm x 5 cm x 0,5 cm Dipotong batang kelapa sawit dengan ukuran 80 cm x 5 cm x 4 cm untuk 3 lapis; 1,75 cm untuk 5 lapis; dan 1 cm untuk 7 l i Diampelas Direkatkan Pengkondisian Selama 1 minggu Pengujian Fisis dan Mekanis (ASTM D 143 -94) Perekat Isosianat Dikempa dingin Selama 2 jam Uji Delaminasi dengan standar JAS 234:2003 Gambar 4. Skema Pembuatan Balok Laminasi