83 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kedudukan pekerja yang diputus hubungan kerjanya melalui pengadilan hubungan industrial pasca putusan pailit oleh pengadilan niaga adalah kreditur preferen karena pasca putusan pailit kedudukan pekerja sebagai kreditur tunggal batal demi hukum. 2. Perlindungan hak pekerja yang diputus hubungan kerja dengan putusan pengadilan hubungan industrial pasca putusan pailit oleh pengadilan niaga adalah pekerja tetap memiliki alas hak (rechtitle) untuk memaksakan pemenuhan hak-haknya yaitu pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja upah, maupun uang pengganti hak maupun hal-hal lain yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama, namun demikian dalam pelaksanaan perlindungan hak pekerja yang di PHK pasca perusahaan dinyatakan pailit belum ada sinkronisasi antara UU Ketenagakerjaan dan UU Kepailitan dan PKPU. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perlindungan hak pekerja yang diputus hubungan kerjanya malalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Pasca Putusan Pailit oleh Pengadilan Niaga masih lemah karena belum pasti mendapatkan hak-haknya. 84 B. Saran 1. Kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, selaku badan legislatif atau pembuat peraturan, sebaiknya melakukan sinkronisasi antara satu peraturan dengan peraturan lain dalam membuat peraturan perundang-undangan. 2. Kepada Kurator, selaku pelaksana Putusan Kepailitan, sebaiknya dalam melakukan eksekusi tidak saja melihat UU Kepailitan dan PKPU, namun memperhatikan seluruh peraturan lainya, khususnya peraturan tentang Ketenagakerjaan.