Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); No. Urut: 05 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan arah dan mengoptimalkan pengelolaan investasi Pemerintah Daerah, perlu dilakukan pengaturan terhadap Investasi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Investasi Pemerintah Daerah. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646) Jo Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1979; 2003 tentang 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Perbendaharaan Nomor 1 Tahun 2004 Negara (Lembaran Negara 75 tentang Republik 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4578) ; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812); 76 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007. 12. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kuangan Daerah (Lembaran Daerah Nomor 10 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 30). Menetapkan Dengan Persetujuan Dewan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT DAN GUBERNUR SUMATERA BARAT MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH 9. Investasi permanen adalah investasi untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali. 10. Investasi non permanen adalah investasi untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali. 11. Surat berharga adalah saham dan/atau surat hutang. 12. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut dengan SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang baik dalam mata uang rupiah. Walaupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara. 13. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto BARAT BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Provinsi Sumatera Barat. 14. Penyertaan modal adalah bentuk investasi Pemerintah Daerah pada Badan Usaha dengan mendapatkan hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas, berupa uang dan/atau barang untuk membiayai kegiatan usaha. 15. Pemberian pinjaman adalah bentuk investasi Pemerintah Daerah pada Badan Layanan Umum Daerah dan/atau melalui kerjasama dengan lembaga keuangan dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga atau bagi hasil dan/atau biaya lainnya. 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 16. Badan Usaha adalah Badan Usaha Swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Koperasi. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Provinsi Sumatera Barat. 17. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disebut BUD adalah Bendahara Umum Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Barat. 18. Perjanjian kerjasama adalah kesepakatan tertulis dalam rangka pengelolaan investasi Pemerintah Daerah antara Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha. 2. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat. 6. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disebut PPKD adalah Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Barat. 7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Barat. 19. Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan Pemerintah Daerah pada badan usaha baik sebahagian atau keseluruhan kepada pihak lain. 20. Kas Daerah adalah Kas Daerah Provinsi Sumatera Barat. 8. Investasi Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut dengan investasi adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang oleh Pemerintah Daerah dalam jangka panjang untuk pembelian surat berharga dan penanaman modal langsung yang mampu memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada Pemerintah Daerah dan masyarakat. 77 78 BAB II TUJUAN Pasal 2 Investasi Pemerintah Daerah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan membuka lapangan kerja guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. BAB III RUANG LINGKUP INVESTASI Bagian Kesatu Bidang Investasi Pasal 3 (1) Bidang usaha yang dapat dibiayai dengan dana investasi harus menghasilkan manfaat ekonomi; (2) Bidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pengembangan jasa pelayanan umum; b. Pengembangan ekonomi masyarakat; c. Pengembangan usaha BUMN/BUMD; dan/atau d. Pengembangan usaha lainnya dalam rangka peningkatan manfaat ekonomi bagi Pemerintah Daerah. Pasal 4 (1) Investasi dalam rangka pengembangan jasa pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi kegiatan usaha masyarakat; (2) Pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Layanan kesehatan b. Layanan air bersih c. Layanan limbah d. Layanan transportasi e. Layanan perhotelan Pasal 5 (1) Investasi dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan pembiayaan bagi masyarakat; (2) Pelayanan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pelayanan pada lembaga pembiayaan bank b. Pelayanan pada lembaga pembiayaan non bank c. Koperasi 79 Bagian Kedua Jenis Investasi Pasal 6 Investasi meliputi investasi jangka pendek dan jangka panjang Pasal 7 (1) Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/ dicairkan, beresiko rendah serta dimiliki paling lama 12 (dua belas) bulan; (2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi deposito sampai dengan waktu paling lama 12 (dua belas) bulan yang dapat diperpanjang otomatis dan pembelian SUN, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan SPN. Pasal 8 (1) Investasi jangka panjang merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dilaksanakan dalam jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan; (2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari investasi permanen dan non permanen; (3) Investasi permanen meliputi : daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk a. Kerjasama penggunausahaan/ pemanfaatan asset daerah; b. Penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau badan usaha lainnya. (4) Investasi non permanen meliputi : a. Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki sampai tanggal jatuh tempo; b. Dana yang disisihkan untuk pemberian pinjaman, yang meliputi pelayanan pemberdayaan modal kerja, pembentukan dana secara bergulir serta pemberian fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah. BAB IV SUMBER DANA INVESTASI Pasal 9 Sumber dana investasi dapat berasal dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah b. Barang milik daerah c. Dana/barang amanat pihak lain d. Sumber-sumber lain yang sah. 80 BAB V PENGELOLAAN INVESTASI Pasal 10 Pengelolaan investasi meliputi : a. Perencanaan b. Pelaksanaan c. Penatausahaan dan pertanggungjawaban d. Pembinaan dan pengawasan e. Divestasi Bagian Kesatu PERENCANAAN Pasal 11 (1) Perencanaan kebutuhan investasi dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah diusulkan oleh Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan Daerah kepada Gubernur untuk diproses dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (2) Perencanaan investasi dari barang milik daerah diusulkan oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah untuk diproses dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagian Kedua PELAKSANAAN Pasal 12 (1) Pembelian saham dilakukan atas saham yang dikeluarkan Badan Usaha; (2) Pembelian Surat Utang dapat dilakukan atas Surat Utang yang diterbitkan Badan Usaha, Pemerintah, dan/atau negara lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (3) Pembelian surat utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan apabila penerbit Surat Utang memberikan opsi pembelian Surat Utang, Pasal 13 (1) Penyertaan modal kepada Badan Usaha meliputi penyertaan modal sebagai pendiri dan/atau menambah modal Badan Usaha ; (2) Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila jumlah yang akan disetorkan dalam tahun berkenaan ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal. 81 Pasal 14 (1) Dalam rangka pembinaan terhadap penyertaan modal, Gubernur menunjuk salah seorang pejabat yang akan duduk sebagai Komisaris untuk mewakili Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana tercantum pada ayat (1), berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya secara berkala kepada Gubernur. Pasal 15 (1) Investasi dalam rangka pelayanan/pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga keuangan dan/atau oleh Badan Layanan Umum Daerah; (2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara cermat dengan pertimbangan yang akurat sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan; (3) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain meliputi : a. Kelayakan usaha b. Kesungguhan untuk mengembalikan c. Riwayat pengelolaan pinjaman sebelumnya d. Tingkat kemacetan tidak lebih dari 5% (4) Pengelolaan investasi oleh Badan Usaha Layanan Umum Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 16 (1) Kerjasama dapat dilakukan dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota seluruh Indonesia serta Badan usaha; (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah Perjanjian Kerjasama ditandatangani; (3) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat : a. Indentitas para pihak b. Ruang Lingkup Kerjasama c. Jangka waktu d. Hak dan kewajiban e. Larangan pengalihan perjanjian f. Penuturan atau pengakhiran perjanjian g. Mekanisme pengawasan kinerja usaha dalam pelaksanaan perjanjian h. Keadaan memaksa i. Sanksi dalam hal semua pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian 82 (4) Sebelum Perjanjian Kerjasama ditandatangani, Gubernur harus terlebih dahulu meminta persetujuan DPRD, dengan melampirkan rancangan perjanjian kerjasama, disertai penjelasan mengenai : a. Tujuan Kerjasama b. Objek Kerjasama c. Hak dan kewajiban d. Jangka waktu kerjasama e. Besaran dan jenis pembinaan kepada masyarakat (5) DPRD harus sudah menyampaikan tanggapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak rancangan perjanjian kerjasama diterima; (6) Gubernur harus menyempurnakan rancangan Perjanjian Kerjasama dan menyampaikan kembali kepada DPRD paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima dari DPRD; (7) Apabila dalam waktu 15 (lima belas hari) kerja sejak diterimanya surat Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (6) DPRD belum memberikan tanggapan, DPRD dianggap telah memberikan persetujuan; (8) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Sekretaris Daerah; (9) Gubernur wajib menyampaikan salinan setiap perjanjian kerjasama kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Non Departemen terkait dan DPRD. Pasal 20 (1) Sekretaris Daerah bertanggungjawab kepada Gubernur terhadap pelaksanaan investasi ; (2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan pelaksanaan investasi kepada Gubernur paling lambat 45 (empat puluh lima) hari setelah berakhirnya tahun anggaran; (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kinerja investasi, permasalahan serta upaya-upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi permasalahan. Pasal 17 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan finansial dan/atau dukungan lainnya dalam investasi dengan pola kerjasama; (2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui skema pembagian resiko yang harus ditanggung oleh Pemerintah Daerah dan Badan Usaha, dengan memperhitungkan : a. Dampak penundaan/penghentian kegiatan b. Terjadinya peningkatan biaya c. Pembelian/pengembalian investasi daerah Bagian Kelima DIVESTASI Pasal 23 Gubernur melakukan divestasi terhadap surat berharga yang jatuh tempo, perjanjian kerjasama yang habis masa berlakunya serta kepemilikan modal pada Badan Usaha; Divestasi terhadap kepemilikan modal pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah; Dalam keadaan tertentu, Gubernur dapat melakukan divestasi terhadap surat berharga sebelum jatuh tempo setelah mendapat persetujuan DPRD. Pemberian pinjaman adalah bentuk investasi Pemerintah Daerah pada Badan Layanan Umum Daerah dan/atau melalui kerjasama dengan lembaga keuangan dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga atau bagi hasil dan/atau pendapatan lainnya. Bagian Ketiga PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN Pasal 18 Investasi merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Bagian Keempat PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 21 (1) Gubernur melakukan pembinaan terhadap Investasi. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi monitoring, evaluasi dan pengendalian. Pasal 22 Selain melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud Pasal 20, Gubernur melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan investasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (1) (2) (3) (4) Pasal 19 Penatausahaan dan pemeliharaan dokumen pengelolaan investasi dilakukan oleh PPKD sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 83 84 BAB VII HASIL USAHA Pasal 24 Bagian laba atau hasil usaha investasi yang menjadi hak daerah selama satu tahun buku, disetor ke Kas Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 (1) Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 1991 tentang Penyertaan Modal Daerah Tingkat I Sumatera Barat pada Pihak Ketiga, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya pada Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat. Ditetapkan di Padang pada tanggal 26 Agustus 2009 GUBERNUR SUMATERA BARAT dto GAMAWAN FAUZI Diundangkan di Padang pada tanggal 26 Agustus 2009 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT dto H. FIRDAUS, K. SE, M.Si Pembina Utama Muda, Nip. 19530309 197603 1 005 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009 NOMOR: 05 85 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH I. Umum 1. Pendahuluan Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pemerintah Daerah diberi peluang untuk melakukan investasi dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat ekonomi, baik bagi Pemerintah Daerah maupun bagi masyarakat. Dengan demikian, investasi tersebut merupakan salah satu wujud dari peran Pemerintah Daerah dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945. Untuk menjamin agar investasi pemerintah Daerah terkelola dengan baik diperlukan dasar hukum yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sebelumnya telah ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1991 tentang Penyertaan Modal Daerah Tingkat I Sumatera Barat pada Pihak Ketiga sebagai landasan hukumnya. Namun dalam perkembangannya, ketentuan dalam Peraturan Daerah tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan karena keadaan ekonomi, serta kemajuan iklim pengetahuan yang sudah berkembang begitu pesatnya. Disamping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat kepastian hukum dan prinsip good governance sehingga menuntut perubahan terhadap Peraturan Daerah Nomor 91 Tahun 1991. Pengelolaan investasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan dengan azas-azas sebagai berikut : a. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah investasi dilakukan secara terkoordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait dibawah pimpinan Sekretaris Daerah; b. Azas kepastian hukum, yaitu investasi daerah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Azas efisiensi, yaitu investasi dilakukan agar dana investasi digunakan sesuai dengan batasan-batasan standar kebutuhan 86 yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal; d. Azas akuntabilitas, setiap investasi pemerintah daerah dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan pihak terkait lainnya; e. Azas kepastian nilai, yaitu investasi harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai investasi dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dana. 2. Gambaran Umum Secara umum, yang diatur dalam Peraturan Daerah ini adalah investasi jangka pendek dan jangka panjang. Investasi jangka pendek meliputi deposito untuk waktu paling lama 12 (dua belas) bulan serta pembelian SUN, SBI dan SPN. Sementara itu, investasi jangka panjang meliputi kerjasama dengan Pihak Ketiga dalam pemanfaatan asset, penyertaan modal, pembelian obligasi, serta penyisihan dana untuk pembiayaan usaha masyarakat. Untuk optimalisasi hasil investasi diperlukan pengelolaan, dengan ruang lingkup sebagai berikut : a. Perencanaan investasi yang dilakukan secara terkoordinasi di bawah pimpinan Sekretaris Daerah; b. Pelaksanaan Investasi yang dilakukan atas prinsip dasar meningkatkan kemampuan daerah serta fungsi fasilitasi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat; c. Penatausahaan dan pertanggungjawaban yang dilaksanakan dengan menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan Standard Pemerintah serta menyusun laporan kinerja investasi; d. Pembinaan dan pengawasan yang diharapkan dapat menciptakan prinsip tata cara pengelolaan yang baik (good governance) untuk mencegah agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan investasi yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; e. Divestasi, pada prinsipnya investasi akan berakhir melalui divestasi. Namun, dinvestasi untuk investasi jangka panjang dimaksudkan untuk diinvestasikan kembali guna memacu roda perekonomian dan pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Menghadapi dinamika perekonomian yang beragam, tidak tertutup kemungkinan bahwa investasi yang dilakukan mengalami kerugian. Oleh karena itu, Peraturan Daerah ini mengandung makna 87 manajemen resiko sebagai langkah antisipasi terhadap munculnya variabel-variabel resiko investasi. II. Pasal Demi Pasal Pasal 1 s/d 2 : Cukup jelas Pasal 3 ayat (1) : Yang dimaksud dengan manfaat ekonomi adalah : 1. Keuntungan berupa deviden, bunga dan pertumbuhan asset perusahaan yang mendapatkan investasi pemerintah sejumlah tertentu dalam waktu tertentu 2. Jasa dan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu 3. Peningkatan pemasukan pajak sejumlah tertentu dalam waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi 4. Penignkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu ayat (2) huruf a : Cukup jelas huruf b : golongan ekonomi masyarakat yang menjadi target pengembangan dari investasi pemerintah adalah ekonomi mikro, kecil dan menengah. huruf c : Cukup jelas huruf d : Cukup jelas Pasal 4 s/d 8 : Cukup jelas Pasal 9 huruf a : Penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai sumber investasi dapat dilakukan sebatas alokasi yang telah disetujui oleh DPRD dalam APBD huruf b : Cukup jelas huruf c : Cukup jelas huruf d : yang dimaksud dengan sumber-sumber lain yang sah adalah dapat berupa dana yang berasal dari masyarakat/swasta Pasal 10 s/d 11 : Cukup jelas Pasal 12 ayat (1)s/d(2) : Cukup jelas ayat (3) : yang dimaksud dengan opsi pembelian surat utang kembali adalah komitment penerbit surat utang 88 Pasal 13 Pasal 14 ayat (1) untuk melakukan pembelian kembali surat utang tersebut jika Pemerintah Daerah akan menjual surat utang sebelum jatuh tempo. : Cukup jelas : yang dimaksud dengan pejabat adalah pejabat yang tugas pokok dan fungsinya terkait dengan pengelolaan investasi : Cukup jelas ayat (2) Pasal 15 ayat (1)s/d(2) : Cukup jelas ayat (3) huruf a s/d c : Cukup jelas huruf d : yang dimaksud dengan tingkat kemacetan adalah tingkat kemacetan dari pinjaman yang pernah diberikan yang bersumber dari berbagai lembaga peminjam. ayat (4) : Cukup jelas Pasal 16s/d19 : Cukup jelas Pasal 20 ayat (1)s/d(2) : Cukup jelas ayat (3) : yang dimaksud dengan kinerja investasi adalah halhal sebagaimana dituangkan pada penjelasan Pasal 3 ayat (1) Pasal 21s/d22 : cukup jelas Pasal 23 ayat (1)s/d (2) : cukup jelas ayat (3) : yang dimaksud dengan dalam keadaan tertentu adalah perubahan harga surat berharga secara signifikan sehingga apabila tidak segera dilakukan divestasi dikhawatirkan terjadi penurunan harga yang akan menimbulkan kerugian. ayat (4) : cukup jelas Pasal 24s/d25 : Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2009 89