provinsi sumatera utara

advertisement
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
"Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang
Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan”
Mei 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
VISI DAN MISI
Visi Bank Indonesia:
“Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang
stabil”
Misi Bank Indonesia:
1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi
terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-nilai Strategis:
Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and
Teamwork
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:
“Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan
kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas
sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran
untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang
inklusif dan berkesinambungan.
VISI DAN MISI
i
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
VISI DAN MISI
ii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
KATA PENGANTAR
Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan
rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera
Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumatera Utara pada Triwulan I 2017 yang
meliputi perkembangan makroekonomi, inflasi, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran,
keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek ekonomi Sumatera Utara ke
depan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah. Analisis dilakukan berdasarkan data dari
instansi/lembaga terkait serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara.
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 melambat dari 5,25% (yoy)
pada triwulan lalu menjadi 4,50% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat
5,01% (yoy), bahkan terendah dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut
terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja ekspor, khususnya perdagangan ekspor antar daerah
sementara ekspor luar negeri membaik. Ekspor luar negeri relatif membaik karena masih cukup
baiknya harga terutama karet meski aktivitas manufaktur negara mitra dagang cenderung melandai
yang disertai giatnya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang. Sementara itu, kinerja
permintaan domestik lebih tinggi dari perkiraaan semula seiring dengan masih terjaganya daya beli
masyarakat dan kembali normalnya konsumsi pemerintah.
Ke depan, konsumsi masyarakat diperkirakan semakin kuat seiring dengan peningkatan
konsumsi memasuki bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri. Selain itu, realisasi belanja
Pemerintah juga diharapkan meningkat. Dengan demikian, pertumbuhan perekonomian Sumatera
Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4% (yoy). Namun, perbaikan
perekonomian pada triwulan II juga diperkirakan akan diikuti dengan peningkatan tekanan inflasi
seiring dengan pola seasonal saat bulan Ramadhan.
Potensi perbaikan ekonomi masih terbuka lebar. Perkembangan harga komoditas yang
diperkirakan masih tinggi dan perbaikan ekonomi dunia yang terus berlanjut diperkirakan menjadi
penopang kinerja sektor eksternal. Dampak dari kondisi eksternal yang positif tersebut diharapkan
dapat mendorong permintaan domestik yang semakin kuat. Dengan dukungan Pemerintah untuk
terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat
tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan. Berkenaan dengan hal tersebut, kami
mengambil tema "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan
Ekonomi Yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan " sebagai tema buku Kajian Ekonomi dan Keuangan
Regional edisi Mei 2017.
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini.
Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini
masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan
kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa
mendatang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Mei 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SUMATERA UTARA
Arief Budi Santoso
Direktur Eksekutif
KATA PENGANTAR
iii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
KATA PENGANTAR
iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI ............................................................................................................................... I
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... III
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... V
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................................................... VII
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. X
TABEL INDIKATOR ....................................................................................................................... XI
RINGKASAN UMUM .................................................................................................................. XIII
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH.................................................................. 1
1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM ......................................................... 2
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN ............................................................................... 3
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA ....................................................................... 12
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH .............................................................................................. 25
2.1 GAMBARAN UMUM ............................................................................................................... 26
2.2 APBD PROVINSI SUMATERA UTARA ............................................................................................. 28
2.2.1 ANGGARAN PENDAPATAN APBD PROVINSI SUMATERA UTARA ........................................................ 28
2.2.2 REALISASI PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA .................................................................... 29
2.2.3 ANGGARAN BELANJA APBD PROVINSI SUMATERA UTARA .............................................................. 32
2.3 APBN PROVINSI SUMATERA UTARA ............................................................................................. 34
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ................................................................................ 37
3.1 KONDISI UMUM .................................................................................................................... 38
3.2 PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL ............................................................................. 41
3.3 PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL .................................................................................... 43
3.4 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA......................................................................... 44
3.4.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN ................................................................................................. 44
3.4.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU ................................................. 46
3.4.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR ................................................... 46
3.4.4 KELOMPOK SANDANG .......................................................................................................... 47
3.4.5 KELOMPOK KESEHATAN ........................................................................................................ 47
3.4.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA .................................................................. 48
3.5 PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA ....................................................... 49
3.6 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI ................................................................................................. 49
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM ...... 53
4.1 PERKEMBANGAN PERBANKAN SUMATERA UTARA .......................................................................... 54
4.2 STABILITAS KEUANGAN DAERAH DI SUMATERA UTARA ................................................................... 59
4.2.1 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI ............................................................................................... 59
4.2.2 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA ....................................................................................... 63
4.3 PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM ........................................................................ 68
4.3.1 PENYALURAN KREDIT UMKM .................................................................................................. 68
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ............ 71
5.1 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN ..................................................................................... 72
DAFTAR ISI
v
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
5.1.1 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI............................................................................................. 72
5.1.2 ELEKTRONIFIKASI SISTEM PEMBAYARAN. ..................................................................................... 74
UANG ELEKTRONIK ......................................................................................................................... 74
5.1.3 KEGIATAN PENGAWASAN DAN PERIZINAN KEGIATAN LAYANAN UANG (KLU) ....................................... 75
5.2 PERKEMBANGAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH .............................................................................. 76
2.2.1 OUTFLOW-INFLOW.............................................................................................................. 77
5.2.2 DISTRIBUSI RUPIAH ............................................................................................................. 77
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN .................................................................... 83
6.1 KETENAGAKERJAAN ................................................................................................................ 84
6.2 KESEJAHTERAAN .................................................................................................................... 88
6.3 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA...................................................................... 89
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN ............................................................................................ 95
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI........................................................................................... 96
7.2 PROSPEK INFLASI ................................................................................................................... 99
7.3 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH............................................................................ 100
LAMPIRAN ............................................................................................................................... 102
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................................................... 104
DAFTAR ISI
vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha.................................................................................................. 2
Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal ........................................................................ 3
Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan ............................................................................ 4
Grafik 1.4 Survei Konsumen ................................................................................................................... 4
Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar .................................................................................................... 4
Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi ............................................................................................ 5
Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran ........................................................................................................ 5
Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi ......................................................................................................... 5
Grafik 1.9 Konsumsi Listrik ...................................................................................................................... 5
Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja ................................................... 6
Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan I 2016 dan 2017 di Sumatera Utara ........................... 6
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda ......................................................................................... 6
Grafik 1.13 Kredit Investasi ..................................................................................................................... 7
Grafik 1.14 Penjualan Semen .................................................................................................................. 7
Grafik 1.15 Impor Barang Modal ............................................................................................................ 7
Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama ............................................................................................ 8
Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara........................................................... 9
Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ........................................................... 9
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama .................................................................................. 9
Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet ................................................................................. 10
Grafik 1.21 Ekspor Karet ....................................................................................................................... 10
Grafik 1.22 Ekspor CPO ......................................................................................................................... 10
Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama ...................................................................................... 10
Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia........................................................................................... 10
Grafik 1.25 Pertumbuhan Volume Impor Luar Negeri .......................................................................... 11
Grafik 1.26 Pertumbuhan Nilai Impor Luar Negeri Sumut .................................................................... 11
Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengolahan............................................................... 12
Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2017 .......................................................................... 13
Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Februari 2017 ........................................................................ 13
Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan Maret 2017............................................................................ 13
Grafik 1.31 Penyaluran Pupuk Bersubsidi ............................................................................................. 13
Grafik 1.32 Realisasi NTP Sumatera Utara ............................................................................................ 14
Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Pertanian .............................................................................................. 14
Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara ................................................................ 14
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan .......................................................................................... 15
Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017 ........................................................................... 15
Grafik 1.37 Perkiraan Supply Daya Listrik ............................................................................................. 16
Grafik 1.38 Pemakaian Listrik Industri Triwulan I 2017 ........................................................................ 16
Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ............................................................... 16
Grafik 1.40 Perkembangan Ekspor Manufaktur ................................................................................... 16
Grafik 1.41 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE .......................................................................... 17
Grafik 1.42 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi............................................................................... 17
DAFTAR GRAFIK
vii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Grafik 1.43 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate .................................. 18
Grafik 1.44 Penyaluran Kredit Kategori PBE ......................................................................................... 19
Grafik 1.45 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara ................................................................. 19
Grafik 1.46 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara ..................................................................... 19
Grafik 1.47 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan .............................................. 19
Grafik 1.48. Anomali Curah Hujan Saat El Nino 2015-2016 ................................................................. 22
Grafik 1.49 Anomali Curah Hujan saat La-Nina 2016............................................................................ 22
Grafik 1.50. Ilustrasi Event Analisis Pegeseran Masa Tanam dan Panen.............................................. 23
Grafik 2.1 Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sumatera Utara Tahun 2017 ............ 26
Grafik 2.2 Pertumbuhan PAD dan Kemandirian Fiskal Keuangan Daerah ............................................ 26
Grafik 2.3. Kemandirian Fiskal Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota 2017 ........................... 27
Grafik 2.4 Porsi Anggaran Belanja Keuangan Daerah 2017 .................................................................. 27
Grafik 2.5 Porsi Pagu Belanja Tidak Langsung Keuangan Daerah 2017 ................................................ 28
Grafik 2.6 Porsi Pagu Belanja Langsung Keuangan Daerah 2017 ......................................................... 28
Grafik 2.7 Porsi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara 2016-2017 .......................... 29
Grafik 2.8 Pangsa PAD APBD Provinsi Sumatera Utara 2017................................................................ 30
Grafik 2.9 Pangsa Dana Perimbangan APBD Provinsi Sumatera Utara 2016-2017 .............................. 31
Grafik 2.10 Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung terhadap Anggaran Belanja 2016-2017.... 33
Grafik 2.11 Pangsa Realisasi Belanja Sumatera Utara 2016-2017 ........................................................ 33
Grafik 2.12 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Langsung Sumatera Utara 2015-2016 ..................... 33
Grafik 2.13 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Sumatera Utara 2016-2017 ............ 34
Grafik 2.14 Pagu APBN di Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi ........................................................... 36
Grafik 2.15 Persentase Perbandingan Realisasi APBN Berdasarkan Fungsi ......................................... 36
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional ................................................................................................... 38
Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara ........................................................................................ 38
Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan ...................................................................................... 41
Grafik 3.4 Stok Beras Bulog ................................................................................................................... 42
Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi .................................................................................................................. 44
Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika......................................................................... 44
Grafik 3.7 Inflasi Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran .................................................................... 51
Grafik 3.8 IKK Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran......................................................................... 51
Grafik 3.9 Ekspektasi Inflasi Konsumen ................................................................................................ 51
Grafik 3.10 Perkembangan Harga Mingguan ........................................................................................ 51
Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan I 2017 ................................................................ 55
Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara .......................................... 56
Grafik 4.3 Proporsi DPK Spasial ............................................................................................................. 56
Grafik 4.4 Proporsi DPK Spasial ............................................................................................................. 56
Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan ........................................................... 57
Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................... 57
Grafik 4.7 Perkembangan Kualitas Kredit ............................................................................................. 57
Grafik 4.8 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial .................................................................................... 58
Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit spasial ................................................................................................. 58
Grafik 4.10 Perkembangan DPK Syariah ............................................................................................... 58
Grafik 4.11 Perkembangan Pembiayaan Syariah .................................................................................. 58
Grafik 4.12 Indeks Kegiatan Dunia Usaha ............................................................................................. 60
DAFTAR GRAFIK
viii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Grafik 4.13 ROA ROE Sumatera Utara................................................................................................... 60
Grafik 4.14 Indikator Harga Jual dan Perkiraan Harga Jual ................................................................... 60
Grafik 4.15 Akses Kredit ....................................................................................................................... 62
Grafik 4.16 Penyaluran Kredit Korporasi.............................................................................................. 62
Grafik 4.17 Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan .............................................................. 62
Grafik 4.18 Kredit Korporasi Berdasarkan Sektor Utama .................................................................... 62
Grafik 4.19 Proporsi Kredit Sektor Korporasi ....................................................................................... 62
Grafik 4.20 Perkembangan Persentase Pengeluaran per Kapita Menurut Kelompok Barang ............. 63
Grafik 4.21 Perkembangan Kontribusi Konsumsi RT dan LNPRT terhadap PDRB Sumatera Utara ...... 63
Grafik 4.22 Kinerja Konsumsi Rumah Tangga ....................................................................................... 64
Grafik 4.23 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen .................................................................... 64
Grafik 4.24 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga .................................................................................. 65
Grafik 4.25 Komposisi DPK Perseorangan............................................................................................. 66
Grafik 4.26 Komposisi Jenis DPK Perseorangan .................................................................................... 66
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Penggunaan Utama..................... 67
Grafik 4.28 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga ............................................................. 68
Grafik 4.29 Perkembangan Kredit UMKM ............................................................................................ 69
Grafik 4.30 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan I 2017 ........................................................ 69
Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ....................................................................................... 84
Grafik 6.2 Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi ......................................................................... 85
Grafik 6.3 Penyerapan Tenaga Kerja Formal-Informal ......................................................................... 85
Grafik 6.4 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Utama.............................................................................. 87
Grafik 6.5 SKDU Ekspektasi terhadap Penambahan Tenaga Kerja ....................................................... 87
Grafik 6.6 SKDU Ketersediaan Lapangan Kerja ..................................................................................... 87
Grafik 6.7 SKDU Ekspektasi Penghasilan ............................................................................................... 87
Grafik 6.8 Survei Konsumen .................................................................................................................. 87
Grafik 6.9 Nilai Tukar Petani ................................................................................................................. 88
Grafik 6.10 Nilai Tukar Petani berdasarkan Sub Sektor ........................................................................ 88
Grafik 6.11 Perkembangan IPM Sumatera Utara.................................................................................. 90
Grafik 6.12 Sebaran IPM di Sumatera Utara ......................................................................................... 90
Grafik 6.13 Sebaran IPM per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ...................................................... 91
Grafik 6.14 Pertumbuhan sektor formal dan non formal ..................................................................... 92
Grafik 6.15 Struktur Demografi Sumatera Utara .................................................................................. 92
Grafik 6.16 Jumlah Demografi Sumatera Utara .................................................................................... 92
Grafik 6.17 Rata-rata Lama Sekolah...................................................................................................... 93
Grafik 6.18 Struktur Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja ......................................................................... 93
Grafik 7.1 Survei Konsumen .................................................................................................................. 96
Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen ............................................................................. 96
Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan .................................................................................................. 96
Grafik 7.4 Purchasing Manager Index................................................................................................... 98
Grafik 7.5 Stock Beras BULOG .............................................................................................................. 99
Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga ................................... 100
DAFTAR GRAFIK
ix
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan.................................................................... 3
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara ............................................................................. 8
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama............................................................................................ 9
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran ................................................................... 12
Tabel 1.5. Indeks El Nino 2010-2017..................................................................................................... 22
Tabel 1.6. Periodesasi musim tanam dan panen Padi .......................................................................... 22
Tabel 1.7. Potensi Tanam Padi dan Risiko Bencana Sumatera Utara 2017 .......................................... 23
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2017 ....................... 39
Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .......................................................................... 44
Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ......................................................................................... 45
Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau...................................... 46
Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .......................................... 47
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang ..................................................................................................... 47
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan .................................................................................................. 47
Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga ........................................................... 48
Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ........................................... 48
Tabel 3.10 Inflasi Spasial Sumatera....................................................................................................... 49
Tabel 3.11 Komoditas Penyumbang Inflasi Ramadhan dan Lebaran di Sumut ................................... 52
Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara ..................................................................... 54
Tabel 4.2 Komposisi Konsumsi, Cicilan Pinjaman dan Tabungan Berdasarkan Pendapatan per Bulan 65
Tabel 4.3 Komposisi DSR berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan ................................................ 65
Tabel 4.4 Komposisi Tabungan berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan ....................................... 66
Tabel 4.5 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2017.............. 69
Tabel 6.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi ......................................................... 84
Tabel 6.2 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan ................................................................ 86
Tabel 6.3 SKDU Penyerapan Tenaga Kerja per Sektor Ekonomi ........................................................... 86
Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani Berdasarkan Subsektor ............................................................................ 89
Tabel 6.5 Nilai Tukar Nelayan Perikanan Berdasarkan Kelompok ........................................................ 91
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan .................................................................................. 97
DAFTAR TABEL
x
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
TABEL INDIKATOR
TABEL INDIKATOR
xi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
TABEL INDIKATOR
xii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
RINGKASAN UMUM
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 melambat dari 5,2% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 4,5% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,0%
(yoy), bahkan terendah dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan tersebut terutama disebabkan
oleh melambatnya kinerja sektor eksternal (terutama ekspor antar daerah) di tengah
peningkatan harga komoditas dunia. Kinerja ekspor menurun terutama terjadi pada ekspor
antar daerah. Ekspor luar negeri relatif membaik karena masih cukup baiknya harga terutama
karet meski aktivitas manufaktur negara mitra dagang cenderung melandai yang disertai
dengan adanya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang. Namun demikian, kinerja
permintaan domestik lebih tinggi dari perkiraan semula seiring dengan masih terjaganya daya
beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara itu, perekonomian
Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan akan bangkit dan tumbuh pada kisaran 5,05,4% (yoy) seiring dengan peningkatan konsumsi karena masuknya bulan Ramadhan dan
perayaan hari raya Idul Fitri serta realisasi belanja Pemerintah yang diharapkan meningkat.
ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH
Sesuai dengan polanya, belanja fiskal Provinsi Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD
Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, maupun APBN triwulan I 2017 masih relatif rendah. Realisasi
belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota hanya mencapai 5,7% dari
Pagu 2017, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
14,1% dari Pagu 2016. Namun demikian, realisasi APBN pada triwulan laporan mencatat
realisasi yang meningkat, yaitu sebesar 13,5% dari Pagu 2017, lebih tinggi dibandingkan
triwulan sama tahun sebelumnya yang tercatat 11,6% dari Pagu 2016. Kondisi tersebut
diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan konsumsi Pemerintah pada triwulan laporan,
yang pada triwulan sebelumnya tumbuh negatif terkait dengan adanya penundaan penyaluran
DAU.
ASESMEN INFLASI
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 juga turut disertai
dengan tajamnya penurunan tekanan inflasi, dari 6,3% menjadi 3,9% (yoy). Meskipun demikian,
capaian ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang mencapai 3,6% (yoy).
Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan sehingga
mendorong penurunan harga pangan yang sempat meningkat cukup tinggi pada tahun 2016.
Ketersediaan pasokan yang memadai juga tercermin pada perkembangan harga di April 2016
yang masih mengalami deflasi cukup dalam. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga relatif
menurun ditopang oleh relatif terjaganya permintaan masyarakat pasca perayaan Natal dan
akhir tahun yang selanjutnya mendorong penurunan tekanan inflasi kelompok makanan jadi,
kelompok minuman tidak beralkohol serta kelompok sandang. Namun, adanya kebijakan
pemerintah untuk menyesuaikan beberapa komoditas yang harganya diatur pemerintah telah
meningkatkan tekanan inflasi administered prices. Dengan kondisi tersebut, inflasi kalender
Sumatera Utara sampai dengan Triwulan I 2017 baru mencapai -0,32% (ytd). Hal tersebut
mendorong optimisme capaian inflasi tahunan 2017 yang diperkirakan berada pada sasaran
inflasi nasional, yaitu sebesar 4±1%. Meski demikian, tetap patut diwaspadai risiko inflasi
terkait dengan peningkatan tekanan inflasi dari sisi administered prices.
RINGKASAN UMUM
xiii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas inflasi, program pengendalian inflasi terus
dilaksanakan secara intensif. TPID se-Provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkah-langkah
pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya
menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga
ekspektasi inflasi. Kerjasama dengan satgas pangan juga dilakukan untuk menjaga ketersediaan
komoditas dan kestabilan harga terutama komoditas yang HET-nya telah ditetapkan.
ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Di tengah perlambatan kinerja perekonomian pada triwulan I 2017, kondisi stabilitas keuangan
di Sumatera Utara masih terjaga. Intermediasi perbankan di Sumatera Utara masih cukup baik
dengan risiko kredit yang masih di bawah target indikatif. Pertumbuhan DPK dan Kredit pada
triwulan I 2017 meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni masingmasing mencapai 11,5% dan 12,4% (sebelumnya 9,5% dan 6,0%). Peningkatan tersebut diikuti
oleh penurunan LDR perbankan Sumatera Utara dari 93,3% menjadi 92,5%, serta diikuti oleh
Non Performing Loan (NPL) yang relatif rendah, yakni sebesar 2,7% di triwulan I 2017.
Terjaganya stabilitas keuangan didukung oleh ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah
tangga yang masih kuat. Di sisi korporasi, kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara masih
terjaga. Hal tersebut tercermin dari Indeks Kondisi Dunia Usaha yang cenderung stabil pada
triwulan I 2017. Stabilnya kinerja korporasi pada triwulan I 2017 didorong oleh membaiknya
kinerja korporasi yang bergerak pada komoditas karet, sementara perbaikan kinerja korporasi
yang bergerak di komoditas CPO membaik secara terbatas. Di sektor rumah tangga, kondisi
ketahanannya masih baik yang didukung oleh daya beli yang masih kuat seiring dengan
peningkatan penghasilan karena kenaikan gaji dan penerimaan hasil ekspor yang relatif
meningkat. Hal tersebut tercermin pada pertumbuhan konsumsi swasta yang membaik dan
meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen.
ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Transaksi pembayaran tunai Provinsi Sumatera Utara mengalami net inflow. Sejalan dengan
pola seasonal-nya, transaksi uang kartal1 di Sumatera Utara mencatat net inflow2 sebesar
Rp5,18 Triliun, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami net outflow sebesar Rp3,07
triliun. Volume penyetoran meningkat 24,3% dibandingkan triwulan sebelumnya, pasca Natal
dan Tahun Baru.
Sementara itu, transaksi non tunai Sumatera Utara justru menunjukkan kegiatan yang
meningkat. Secara nominal, transaksi RTGS meningkat 4,3% (qtq) pada triwulan I 2017,
sedangkan volumenya tumbuh melambat 1,2% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Secara tahunan, transaksi RTGS meningkat cukup tinggi, dimana secara nominal dan volume
masing-masing tumbuh 54,5% dan 16,1%. Pada transaksi nominal SKNBI hanya tumbuh 0,3%
(qtq) sementara volume transaksi melambat 0,1% (qtq).
1
Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam
Net outflow mencerminkan arus masuk/penyetoran (outflow) dari Bank Indonesia lebih tinggi dibanding jumlah arus keluar/penarikan
(inflow) ke Bank Indonesia. Perhitungan inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah kerja Kantor
Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI
Pematangsiantar.
2
RINGKASAN UMUM
xiv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Ditengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara pada
triwulan laporan relatif membaik dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Berdasarkan survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) terdapat perbaikan pada
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Utara yang meningkat sebesar 0,2% dari 68,8%
pada Februari 2016 menjadi 69,1 % pada Februari 2017. Peningkatan penyerapan tenaga kerja
terbesar terjadi pada sektor pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran. Sejalan dengan
hal tersebut, sejak 1 Januari 2017 terdapat peningkatan pendapatan masyarakat seiring dengan
ditetapkannya UMP Provinsi Sumatera Utara menjadi Rp1.961.354,-. UMP tersebut naik
sebesar 8,2% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp1.811.815,-.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan akan cenderung stabil
dibandingkan Triwulan II 2017 yang ditopang oleh baiknya permintaan domestik seiring dengan
realisasi anggaran pemerintah yang semakin meningkat. Sementara itu, konsumsi masyarakat
diperkirakan akan lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring dengan berakhirnya puncak
aktivitas konsumsi masyarakat saat bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri. Di sisi
eksternal, kinerja ekspor diperkirakan akan sedikit terhambat akibat mulai melambatnya
kenaikan harga komoditas. Meredanya permintaan masyarakat juga turut mendorong redanya
tekanan inflasi pada triwulan III 2017.
Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017
diperkirakan cenderung stabil, berada dalam kisaran 5,0% (yoy) - 5,4% (yoy). Perekonomian
Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan masih ditopang oleh perekonomian domestik
dan perbaikan dari sisi sektor eksternal. Dari eksternal meningkatnya aktivitas manufaktur
negara mitra dagang utama dan lebih tingginya harga komoditas khususnya karet dan CPO
telah mendorong produktivitas industri pengolahan. Sementara itu, dari domestik, perbaikan
juga didorong oleh aktivitas belanja pemerintah yang lebih baik dari tahun sebelumnya dimana
terdapat kendala dalam penyaluran DAU dan DAK. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017
disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada
pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016. Rendahnya
tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal
pada awal tahun 2017.
RINGKASAN UMUM
xv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI
MAKRO DAERAH
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 melambat dari 5,2% (yoy) pada triwulan
lalu menjadi 4,5% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,0% (yoy), bahkan
terendah dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya
kinerja sektor eksternal (terutama ekspor antar daerah) di tengah peningkatan harga komoditas dunia.
Kinerja permintaan domestik lebih tinggi dari perkiraan semula seiring dengan masih terjaganya daya
beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara, kinerja ekspor menurun terutama
terjadi pada ekspor antar daerah. Ekspor luar negeri relatif membaik di tengah masih cukup baiknya
harga terutama karet meski aktivitas manufaktur negara mitra dagang cenderung melandai yang
disertai dengan kembali giatnya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang. Namun demikian,
perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan akan bangkit dan tumbuh pada
kisaran 5,0-5,4% (yoy) seiring dengan peningkatan konsumsi karena masuknya bulan Ramadhan dan
perayaan hari raya Idul Fitri serta realisasi belanja Pemerintah yang diharapkan meningkat.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara melambat dari 5,2%
(yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,5% (yoy), di bawah
pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,0% (yoy).
Ditengah tren perbaikan pertumbuhan ekonomi yang terlihat
sejak awal tahun 2016, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017
tersebut justru tercatat yang terendah dalam 5 tahun terakhir.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja ekspor,
khususnya antar daerah sementara ekspor luar negeri membaik. Perlambatan ekspor tersebut
dibarengi oleh meningkatnya impor terutama impor luar negeri. Peningkatan impor tersebut
mengindikasikan perbaikan ekonomi sejalan dengan permintaan domestik yang masih kuat.
Kegiatan ekonomi domestik tersebut didukung oleh menguatnya aktivitas konsumsi ditengah
kinerja investasi yang relatif stabil.
Penurunan kinerja ekspor antar daerah terjadi sejalan dengan menurunnya produksi tanaman
pangan dan hortikultura di Sumatera Utara seiring dengan pergeseran masa panen raya menjadi
triwulan II 2017. Sementara itu, permintaan domestik akan produk makanan dan minuman juga
belum kuat yang tercermin dari hasil liaison kepada industri pengolahan yang menyatakan bahwa
permintaan domestik cenderung menurun yang disertai dengan menurunnya aktivitas manufaktur
domestik. Sementara peningkatan impor luar negeri terjadi untuk komponen barang modal dan
bahan baku yang dibutuhkan bagi perbaikan perekonomian ke depan.
Dari sisi penawaran, melambatnya perekonomian Sumut terutama didorong oleh penurunan kinerja
kategori/sektor pertanian dan kategori perdagangan, sementara kategori industri pengolahan relatif
membaik. Penurunan kinerja sektor pertanian terutama didorong oleh produksi tanaman pangan,
hortikultura dan perkebunan yang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Penurunan produksi
tanaman pangan dan hortikultura terjadi seiring dengan bergesernya periode tanam akibat anomali
cuaca pada tahun 2016. Bahkan pada bulan November 2016 Gunung Sinabung yang berdekatan
dengan sentra hortikultura dan sayur mayur kembali mengalami erupsi sehingga mengganggu
aktivitas tanam untuk kedua komoditas tersebut. Meskipun demikian, tingkat produksi masih
memadai untuk memenuhi kebutuhan intra Sumut yang tercermin dari harga beras yang relatif
stabil maupun harga cabai yang mengalami deflasi. Kondisi tersebut menyebabkan deflasi yang
terjadi di awal tahun dimana ytd mencapai -0,76%.
Memasuki awal Triwulan II 2017, harga komoditas
perkebunan terutama CPO dan karet menurun
dibandingkan bulan sebelumnya. Harga CPO
bulan April menurun -4,2% (mtm) atau turun
sekitar -13,5% dibandingkan dengan awal tahun
2017 dimana harga CPO mencapai puncak
tertingginya. Sementara itu, untuk karet, harga
juga mengalami penurunan sebesar -5,9% (mtm)
dibandingkan bulan Maret 2017. Namun
demikian, harga karet masih termasuk tinggi
Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
dibandingkan tahun sebelumnya dimana pada bulan April 2017 masih mengalami kenaikan sebesar
22,1% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Harga komoditas yang masih menarik tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja ekspor yang
selanjutnya akan mendorong daya beli masyarakat sehingga mampu mendorong perekonomian
lebih lanjut. Selain itu, masuknya bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri juga akan
meningkatkan realisasi konsumsi masyarakat. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan positifnya perkiraan kegiatan dunia usaha ke depan.
Mulai meningkatnya konsumsi pemerintah juga turut diasumsikan turut berkontribusi dalam
perbaikan perekonomian pada periode mendatang. Dengan demikian, perekonomian Sumatera
Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4% (yoy). Membaiknya prospek
ekonomi ke depan juga tercermin dari peningkatan kredit perbankan. Peningkatan tersebut terjadi
di seluruh komponen kredit baik kredit konsumsi yang naik dari 6,5% (yoy) menjadi 7,6% (yoy),
kredit investasi dari 7,8% (yoy) menjadi 19,5% (yoy), dan kredit modal kerja dari 6,0% (yoy) menjadi
11,2% (yoy).
Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian ke depan yang
perlu diwaspadai diantaranya peningkatan inflasi dari komoditas VF karena memasuki Ramadhan
dan Inflasi AP dari kenaikan tarif listrik dan LPG yang dapat mengurangi daya beli masyarakat. Selain
itu, peningkatan harga komoditas perkebunan yang bersifat temporer seiring dengan membaiknya
kondisi pasokan di pasar internasional dapat menjadi downside risk pertumbuhan PDRB di Triwulan
II 2017.
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi
Penggunaan
Perlambatan ekonomi Sumatera Utara
terutama disebabkan oleh melambatnya
kinerja sektor eksternal (terutama ekspor antar
daerah) di tengah peningkatan harga
komoditas dunia. Kinerja ekspor menurun
terutama terjadi pada ekspor antar daerah
sedangkan ekspor luar negeri relatif membaik
ditengah masih cukup baiknya harga terutama
karet meski aktivitas manufaktur negara mitra
dagang cenderung melandai yang disertai
dengan kembali giatnya aktivitas proteksionisme
negara mitra dagang.
%, yoy
6.0
Permintaan domestik
Permintaan eksternal
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
-1.0
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
IP
II
III
2016
IV
I
2017
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Sementara itu, ekonomi domestik relatif stabil
seiring dengan masih terjaganya daya beli
masyarakat dan meningkatnya konsumsi
pemerintah.
Meningkatnya
konsumsi
pemerintah pada triwulan I 2017 terkait dengan
kembali normalnya penyaluran dana transfer
berupa Dana Alokasi Umum (DAU)/Dana Alokasi
Khusus (DAK). Meskipun demikian, realisasi
belanja APBD secara akumulasi sampai dengan
bulan Maret 2017 relatif masih terbatas yaitu
hanya mencapai 5,7% dibanding tahun
sebelumnya yang mencapai 14,1% terhadap
pagu. Di sisi lain konsumsi rumah tangga masih
stabil didorong oleh masih terjaganya daya beli
masyarakat.
berakhirnya perayaan Natal dan tahun baru.
Menurunnya
perilaku konsumen
dalam
melakukan aktivitas konsumsinya pada awal
tahun 2017 juga tercermin dari hasil Survei
Konsumen yang menunjukkan penurunan pada
triwulan I 2017.
Namun demikian, permintaan akan jasa-jasa
transportasi dan akomodasi di Sumatera Utara
mengalami peningkatan. Konsumsi transportasi
dan komunikasi meningkat dari 4,7% (yoy)
menjadi 5,4% (yoy). Meningkatnya frekuensi
terbang beberapa maskapai penerbangan turut
menyumbang kenaikan konsumsi penggunaan
jasa transportasi dan komunikasi. Hal tersebut
juga terkonfirmasi dari jumlah penumpang
pesawat terbang yang lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan
Grafik 1.4 Survei Konsumen
Di sisi permintaan domestik, daya beli
masyarakat masih terjaga tercermin dari
stabilnya konsumsi rumah tangga yang
mencapai 5,5% (yoy) sebagaimana triwulan
sebelumnya. Stabilnya konsumsi rumah tangga
juga turut didukung oleh meningkatnya daya
beli masyarakat seiring dengan peningkatan gaji
di 2017 dan pendapatan dari kinerja ekspor luar
negeri yang membaik yang terkait dengan
peningkatan harga komoditas global.
Tingkat konsumsi restoran dan hotel juga turut
menunjang perbaikan kinerja konsumsi yang
meningkat dari 4,7% (yoy) menjadi 4,8% (yoy).
Masih tingginya konsumsi restoran dan hotel
tersebut didorong oleh pertumbuhan wisman
yang masih tumbuh positif pada bulan Maret
2017 yang mencapai 25,5% (yoy).
16,000.0
Rupiah
Rp/USD
yoy
% 25.00
14,000.0
20.00
12,000.0
15.00
10,000.0
10.00
8,000.0
5.00
6,000.0
0.00
4,000.0
-5.00
2,000.0
Meski demikian, kinerja konsumsi makanan dan
minuman sedikit melambat dari triwulan
sebelumnya dari 6,5% (yoy) menjadi 6,2% (yoy)
di triwulan I 2017. Hal tersebut terjadi karena
-
-10.00
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Terjaganya konsumsi masyarakat didukung pula
oleh penguatan nilai tukar Rupiah. Nilai tukar
Rupiah secara konsisten mengalami penguatan
sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut
memasuki triwulan I 2017. Stabilitas nilai tukar
yang terus diupayakan oleh Bank Indonesia
diperkirakan dapat menjaga level psikologis
masyarakat
dalam
melakukan
aktivitas
konsumsinya.
50 triliun rupiah
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
I II III IV
2013
Jumlah Kredit
2014
2015
I
50
40
150
30
20
100
10
0
50
-10
0
-20
I
II III IV
I
2012
II III IV
2013
I
II III IV
I
II III IV
2014
I
2015
II III IV
I
2016
2017
II
Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran
II III IV
2016
Ton
Volume (Ton)
Growth %(yoy)
400
350
80%
12
300
60%
10
250
8
200
0
II III IV
60
200
14
2
I
% 70
Growth % yoy (RHS)
16
4
II III IV
Indeks SPE
% 18
% yoy
6
I
Indeks
250
100%
40%
20%
0%
150
-20%
100
-40%
50
-60%
0
I
-80%
I
2017
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
2016
II
2017
Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi
Masih optimisnya tingkat konsumsi juga
tercermin dari pertumbuhan kredit konsumsi
yang meningkat dari triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan kredit konsumsi pada triwulan I
2017 tercatat meningkat dari 6,5% (yoy) menjadi
7,6% (yoy).
Selain itu, konsumsi listrik rumah tangga pada
triwulan I 2017 mengalami penurunan. Hal
tersebut disinyalir karena kenaikan tarif listrik
yang berdampak pada penghematan listrik oleh
pelanggan khususnya rumah tangga. Dapat
ditambahkan bahwa memasuki tahun 2017,
pasokan listrik di Sumatera Utara sudah relatif
memadai seiring dengan pembangunan
beberapa pembangkit baru. Hal tersebut
tercermin dari konsumsi listrik industri yang
mengalami peningkatan.
Meskipun
demikian,
kinerja
konsumsi
diindikasikan masih belum optimal dalam
mendorong perekonomian. Indeks Penjualan
Eceran pada triwulan I menunjukkan penurunan.
Tertahannya kinerja konsumsi terutama
disebabkan oleh peningkatan biaya hidup akibat
kenaikan tarif listrik dan cukai rokok di awal
tahun 2017. Begitu juga dengan kinerja impor
barang konsumsi yang turut melambat pada
triwulan I 2017. Penurunan kinerja impor barang
konsumsi terutama terjadi pada kelompok
makanan pokok seiring dengan program
swasembada pangan oleh pemerintah.
Miliar Kwh
Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi
2.50
25%
20%
15%
10%
5%
0%
-5%
-10%
-15%
-20%
-25%
2.00
1.50
1.00
0.50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011
2012
Industri
G Rumah Tangga
2013
2014
2015
Rumah Tangga
G Bisnis
2016
2017
Bisnis
G Industri
Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.9 Konsumsi Listrik
Memasuki awal triwulan II 2017, potensi
semakin membaiknya tingkat konsumsi rumah
tangga menghadapi tantangan. Perbaikan harga
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
5
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
komoditas perkebunan yang diperkirakan
temporer dapat mengganggu optimisme tingkat
pendapatan masyarakat maupun ketersediaan
lapangan pekerjaan ke depan. Hal tersebut
tercermin dari survei konsumen terhadap
penghasilan dan ketersediaan lapangan pada
triwulan I dan II 2017 yang cenderung menurun.
Meskipun demikian, daya beli masyarakat di
triwulan II 2017 diperkirakan masih cukup baik
dalam mendorong aktivitas konsumsi seiring
dengan pemberian THR untuk pegawai
perusahaan dan gaji ke 13 untuk Aparatur Sipil
Negara (ASN) serta tingkat inflasi yang relatif
terjaga.
periode yang sama tahun lalu yang mencapai
14,1% dari pagunya. Rendahnya realisasi belanja
APBD di Sumatera Utara ini terutama didorong
oleh terhambatnya proses pengesahan APBD
2017 di 15 Kab/Kota.
16%
15%
14%
14%
12%
10%
10%
8%
6%
5%
4%
4%
3%
3%
2%
1%
0%
2016
2017
Belanja
2016
2017
2016
2017
Belanja Pegawai Belanja Barang
2016
2017
Belanja Modal
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara,
diolah
Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan I 2016 dan
2017 di Sumatera Utara
Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan
Lapangan Kerja
Di triwulan I 2017 konsumsi pemerintah
meningkat dari -4,8% (yoy) dari triwulan IV
2016 menjadi 4,6% (yoy). Peningkatan tersebut
terkait dengan kembali normalnya realisasi
APBD dibandingkan dengan triwulan IV 2016
yang mengalami penundaan penyaluran DAU
dan DAK. Namun, realisasi belanja Pemerintah di
triwulan I 2017 juga masih terhitung rendah.
Selain itu, baru 18 kab/kota yang melaksanakan
pengesahan angaran pada tahun berjalan.
Masih rendahnya konsumsi pemerintah tersebut
disebabkan oleh realisasi belanja APBD yang
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016.
Realisasi belanja APBD pada triwulan I 2017
hanya mencapai 5,7% dari pagunya, lebih
rendah dibandingkan dengan realisasi pada
Berbeda dengan APBD, realisasi APBN di
Sumatera Utara pada Triwulan I 2017 mencapai
13,5% atau meningkat dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2016 yang mencapai
11,6%. Meningkatnya belanja APBN terutama
terjadi pada belanja modal sejalan dengan
komitmen pemerintah untuk mempercepat
proyek-proyek
infrastruktur
strategis
di
Sumatera Utara.
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda
Memasuki triwulan II 2017, kinerja konsumsi
pemerintah diperkirakan akan meningkat.
Akselerasi
belanja
pemerintah
tersebut
didorong oleh penyaluran DAU dan DAK oleh
pemerintah pusat, pengeluaran belanja barang
dan modal, pembangunan proyek-proyek
infrastruktur dan pencairan gaji ke 13 untuk
ASN.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
dari sebelumnya tumbuh 11,4% (yoy) menjadi
-11,8% (yoy). Masih belum maksimalnya realisasi
belanja modal pemerintah menyebabkan kinerja
investasi bangunan sedikit terhambat di triwulan
I 2017.
Kinerja investasi di triwulan I 2017 masih relatif
stabil jika dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan investasi pada triwulan I 2017
sebesar 4,0% (yoy) atau stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya. Stabilnya kinerja investasi
terutama didukung oleh kinerja investasi non
bangunan yang meningkat dari 1,0% (yoy) di
triwulan IV 2016 menjadi 1,8% (yoy) di triwulan I
2017. Peningkatan tersebut ditopang oleh
penjualan mesin dan perlengkapan, serta suku
cadang kendaraan untuk angkutan perkebunan
yang meningkat merespon peningkatan produksi
perkebunan. Sementara itu, investasi bangunan
cenderung melambat dari 4,8% (yoy) di triwulan
IV 2016 menjadi 4,5% (yoy) di triwulan I 2017.
Perlambatan tersebut seiring dengan masih
rendahnya belanja modal pemerintah daerah.
60 triliun rupiah
Jumlah Kredit
% 50
% yoy
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
-10
I
II III IV
2013
I
II III IV
2014
I
II III IV
I
2015
II III IV
2016
I
2017
Grafik 1.13 Kredit Investasi
Peningkatan kinerja investasi non bangunan
tercermin juga dari peningkatan kredit investasi.
Di triwulan I 2017, kredit investasi meningkat
signifikan menjadi 19,5% (yoy) dari triwulan IV
2016 yang hanya mencapai 7,8% (yoy).
Akselerasi pertumbuhan kredit tersebut seiring
peningkatan kebutuhan sektor swasta untuk
meningkatkan kinerja produksi perkebunan
merespon peningkatan harga komoditas.
Perlambatan kinerja investasi bangunan juga
diperkuat dengan penurunan kinerja penjualan
semen. Penjualan semen mengalami kontraksi
Grafik 1.14 Penjualan Semen
Menurunnya kinerja investasi bangunan masih
mampu diimbangi oleh stabilnya investasi non
bangunan
sehingga
mampu
menahan
penurunan kinerja investasi lebih lanjut.
Sementara di sisi investasi non bangunan,
perbaikan faktor eksternal menjadi salah satu
faktor penopang. Berlanjutnya perbaikan harga
komoditas dan pertumbuhan ekonomi global
menjadi salah satu faktor pendorong positifnya
investasi yang tercermin pada volume impor
barang modal yang membaik secara signifikan
meski masih teritori negatif, yaitu dari kontraksi
-39,0% (yoy) menjadi -17,8% (yoy). Hal tersebut
juga turut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada
pelaku usaha di sektor industri yang menyatakan
adanya aktivitas investasi terkait dengan
peningkatan
kapasitas
produksi
seperti
pembangunan galangan kapal, pembangunan
pabrik pengolahan biodiesel, oleochemical
maupun kernell pressing plant maupun
pemeliharaan mesin.
Grafik 1.15 Impor Barang Modal
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
7
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Industri Listrik, Gas dan Air mengalami
peningkatan seiring dengan rencana PLN untuk
pembangunan beberapa pembangkit listrik di
awal tahun 2017.
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara
PMA
Periode
2014
Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama
Ke depan, optimisme perbaikan ekonomi dan
berlanjutnya
perbaikan
iklim
investasi
mendorong pulihnya tingkat kepercayaan
investor untuk terus berinvestasi di wilayah
Sumatera Utara. Selain itu, dengan dukungan
Pemerintah untuk terus menciptakan iklim
investasi yang kondusif melalui percepatan
reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan
ekonomi domestik yang berkelanjutan.
Memasuki awal tahun 2017 investasi di
Sumatera Utara meningkat tajam. Nilai investasi
PMDN pada triwulan I 2017 mencapai Rp4.311,2
miliar, meningkat dari realisasi pada triwulan
sebelumnya yang hanya mencapai Rp2.685,2
miliar. Peningkatan PMDN terutama terjadi pada
kategori industri pengolahan (97% terhadap
total PMDN) khususnya industri makanan terkait
dengan meningkatkatnya kinerja industri
pengolahan merespon kenaikan harga global.
Dalam kaitan itu, investasi pada kategori industri
pertanian khususnya tanaman pangan dan
perkebunan juga meningkat. Perkembangan
harga komoditas yang diperkirakan masih tinggi
dan perbaikan ekonomi dunia yang terus
berlanjut diperkirakan menjadi penopang kinerja
investasi. Dampak dari kondisi eksternal yang
positif tersebut diharapkan dapat mendorong
penanaman modal ke depan semakin kuat.
Sementara itu, penyaluran PMA pada triwulan I
2017 menurun dari USD393,5 juta di triwulan
sebelumnya menjadi USD195,3 juta. Sama
halnya dengan PMDN, realisasi PMA tersebut
didominasi oleh industri pengolahan terutama
industri makanan. Selain itu, PMA untuk sektor
2015
2016
2017
PMDN
Proyek
I (juta USD)
Proyek
I (Rp miliar)
I
65
122,4
15
559,5
II
117
156,3
49
2.985,8
III
74
200,3
20
428,5
IV
180
71,8
73
250,1
I
123
308,1
53
905,1
II
107
323,6
59
2.110,1
III
101
308,2
24
82,8
IV
107
306,1
33
1.189,5
I
39
18,1
12
161,3
II
223
320,0
87
888,2
III
179
283,1
39
1.129,5
IV
254
393,5
91
2.685,2
I
152
195,3
64
4311,5
P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi
Sumber: BKPM, diolah
Sesuai dengan polanya kegiatan investasi pada
triwulan II 2017 diperkirakan akan kembali
meningkat. Meningkatnya kinerja industri
pengolahan dalam merespon peningkatan harga
komoditas diperkirakan akan menjadi daya tarik
terhadap investor. Selain itu, peningkatan
belanja pemerintah seiring dengan selesainya
pengesahan APBD 2017 dan proses pengadaan
yang diperkirakan sudah dalam tahap
penyelesaian
diharapkan
juga
mampu
mendorong perbaikan iklim investasi di
Sumatera Utara. Namun demikian, berakhirnya
puncak harga CPO di triwulan I 2017 dapat
menjadi risiko penghambat investasi di triwulan
II 2017.
Sejalan dengan membaiknya permintaan
maupun harga komoditas global, ekspor
mengalami peningkatan. Pertumbuhan eskpor
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
luar negeri (LN) meningkat cukup signifikan
menjadi 6,5% (yoy) dari triwulan sebelumnya
yang kontraksi sebesar -5,6% (yoy). Namun,
kinerja ekspor antar daerah turun signifikan dari
13,8% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
kontraksi -2,6% (yoy). Kontraksi ekspor antar
daerah tersebut telah menyebabkan kinerja
ekspor Sumatera Utara secara keseluruhan
mengalami perlambatan dari 3,8% (yoy) di
triwulan IV 2016 menjadi 1,4% (yoy) di triwulan I
2017. Dapat ditambahkan bahwa dalam struktur
ekspor Provinsi Sumatera Utara, 54% adalah
ekspor antar daerah.
dibandingkan dengan triwulan IV 2016.
Tingginya dominasi produk ekstraktif dalam
komoditas ekspor menyebabkan kinerja ekspor
Sumatera Utara relatif sangat sensitif terhadap
perubahan harga komoditas.
Harga komoditas yang masih membaik di
triwulan I 2017 mendorong melonjaknya kinerja
ekspor luar negeri Sumatera Utara, terutama
untuk komoditas karet maupun CPO. Perbaikan
harga komoditas tersebut disertai dengan
meningkatnya permintaan kendaraan bermotor
di Amerika dan Tiongkok.
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama
Komoditas
Kelapa Sawit
Karet
Kopi
Lainnya
Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera
Utara
Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera
Utara3
Pangsa
46,8%
6,5%
0,9%
45,8%
Kinerja ekspor Sumatera Utara masih
bergantung pada kinerja perekonomian
beberapa mitra dagang utama seperti Amerika
Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area. Ekspor ke
empat negara tersebut mencapai sekitar 43,1%,
meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 39,2% terhadap total ekspor Sumatera
Utara.
Harga karet mencapai level tertingginya di
triwulan I 2017 yang mencapai 253 USD cents/kg
atau naik 38,6% (yoy). Sementara itu, harga CPO
juga mencapai level harga tertinggi di triwulan I
2017 yang mencapai 708 USD/metric ton atau
naik 8,8% (yoy).
Pada triwulan I 2017, ekspor luar negeri
Sumatera Utara masih didominasi oleh ekspor
kelapa sawit dengan pangsa sebesar 46,8% dari
total nilai ekspor, disusul oleh komoditas karet
dengan pangsa 6,5% dan kopi 0,9%. Pangsa
komoditas kelapa sawit dan karet cenderung
meningkat
sedangkan
kopi
menurun
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
Data Cognos Bank Indonesia, terdapat perbedaaan
pencatatan ekspor luar negeri oleh BPS dan Bank Indonesia
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
9
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet
Perbaikan ekspor luar negeri karet sejalan
dengan meningkatnya permintaan kendaraan
bermotor di Amerika dan Tiongkok. Sebagian
besar karet di Sumut masih berbentuk SIR 20
yang mayoritas digunakan sebagai bahan baku
ban kendaraan.
Selain itu, risiko penurunan permintaan CPO dari
India
dan
Eropa
karena
kebijakan
proteksionisme juga dapat menjadi hambatan
bagi peningkatan ekspor di triwulan II. Namun
demikian, peningkatan permintaan komoditas
karet khususnya dari AS dan Tiongkok serta
masih tingginya level harga akan menjadi
pendorong untuk menggerakan sektor eksternal
dan sektor industri. Sehingga ke depan kinerja
ekspor Sumatera Utara diperkirakan akan
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.22 Ekspor CPO
Grafik 1.21 Ekspor Karet
Sementara itu, peningkatan kinerja ekspor luar
negeri sawit terjadi seiring dengan tingginya
tingkat konsumsi makanan dan minuman di
Tiongkok dan Amerika seiring dengan perayaan
Tahun Baru, Imlek dan Golden Week Holiday
yang tercermin dari tingginya aktivitas
manufaktur makanan di kedua negara tersebut.
Sementara itu, konsumsi makanan di India
cenderung menurun yang tercermin dari
Industrial Production Index (IPI) produk makanan
yang menurun. Aktivitas konsumsi di India masih
mengalami
penyesuaian
akibat
shock
penghapusan uang denominasi tinggi pada
bulan November 2016.
Memasuki awal triwulan II 2017, harga
komoditas kembali menurun dan ke depan
pergerakan harganya diperkirakan tidak akan
setinggi pada triwulan sebelumnya. Hal tersebut
menjadi downside risk yang perlu mendapatkan
perhatian terhadap kinerja ekspor ke depan.
Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah
Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Dari sisi perdagangan antar daerah, penurunan
ekspor terjadi seiring dengan harga komoditas
pangan di Sumatera Utara yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah Sumatera
lainnya. Harga pada periode sebelumnya
mendorong ekspektasi pedagang dalam menjual
hasil panennya.
Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Penurunan ekspor antar daerah diduga
terutama terjadi menuju Sumatera Barat yang
selama ini menjadi salah satu tujuan
perdagangan antar daerah Provinsi Sumatera
Utara. Hal tersebut ditengarai karena produksi
yang ada di Sumatera Utara digunakan untuk
kebutuhan domestik Sumatera Utara. Selain itu,
hal ini juga disebabkan adanya pergeseran
periode panen raya tanaman pangan dan
hortikultura yang seharusnya terjadi pada
triwulan I 2017 menjadi triwulan II 2017.
Permintaan dari daerah lain juga cenderung
minimal yang tercermin dari indeks produksi
yang cenderung menurun.
triwulan I 2017 mengalami peningkatan
mencapai 47,8% (yoy) dari triwulan sebelumnya
yang mengalami kontraksi sebesar -13,1% (yoy).
Sementara itu, impor barang konsumsi juga
mengalami perbaikan meskipun masih kontraksi
sebesar -8,8% yoy (-25,0% di triwulan IV 2016).
Di sisi lain, pertumbuhan impor barang modal
masih cukup tinggi yaitu berada pada level
44,9% (yoy).
Grafik 1.26 Pertumbuhan Nilai Impor Luar Negeri Sumut
Pada triwulan I 2017, impor juga tumbuh
meningkat. Tercatat impor pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 2,2% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar
1,5% (yoy). Meningkatnya impor pada triwulan I
2017 dipengaruhi terutama oleh peningkatan
impor luar negeri berupa bahan baku. Namun
disisi lain, impor antar daerah cenderung
menurun dari 0,8% (yoy) di triwulan IV 2016,
menjadi kontraksi -0,6% (yoy) pada triwulan I
2017.
Grafik 1.25 Pertumbuhan Volume Impor Luar Negeri
Dari sisi volume, pertumbuhan impor luar negeri
Sumatera Utara pada triwulan I 2017 mencapai
41,9% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya
yang mengalami kontraksi sebesar -8,8% (yoy).
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan impor bahan baku dimana pada
Tingginya pertumbuhan impor bahan baku dan
barang
modal
terjadi
seiring
dengan
melimpahnya produksi kelapa sawit sehingga
membutuhkan barang intermediate untuk bisa
menghasilkan produk lanjutannya. Signifikannya
volume impor barang modal ini juga
mengindikasikan masih adanya kepercayaan
pelaku usaha terhadap iklim usaha di Sumatera
Utara.
Memasuki awal triwulan II tahun 2017, kinerja
impor diperkirakan akan terus meningkat.
Masuknya bulan Ramadhan dan perayaan Idul
Fitri diperkirakan akan meningkatkan impor
khususnya barang konsumsi. Selain itu, mulai
terealisasinya belanja pemerintah khususnya
belanja modal dan infrastruktur akan
meningkatkan impor khususnya impor barang
modal. Selain itu, masih baiknya kinerja harga
komoditas
perkebunan
diperkirakan
meningkatkan kebutuhan akan barang modal
dan bahan baku dalam mendukung aktivitas
industri pada triwulan mendatang.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
11
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi
Lapangan Usaha
Dari sisi Lapangan Usaha (LU), perlambatan
perekonomian pada triwulan I 2017 disebabkan
oleh menurunnya kinerja sektor pertanian,
sektor perdagangan dan sektor konstruksi.
Penurunan tersebut terutama terkait dengan
pergeseran musim
panen, menurunnya
perdagangan antar daerah dan masih rendahnya
belanja modal pemerintah. Sementara itu,
pebaikan
kinerja
industri
pengolahan,
transportasi pergudangan dan real estate
menahan laju perlambatan PDRB pada triwulan I
2017. Keenam kategori tersebut menyumbang
lebih dari 77% PDRB Sumatera Utara.
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
10.0
%, yoy
8.0
6.0
4.0
2.0
Menurunnya produksi tanaman pangan dan
hortikultura dipengaruhi oleh bergesernya
periode panen tanaman pangan dan
hortikultura terkait dengan anomali cuaca pada
tahun 2016 (curah hujan pada musim tanam
kurang memadai). Pertumbuhan kategori
pertanian hanya mencapai 2,0% (yoy), jauh lebih
rendah dibandingkan dengan rataan historisnya
dalam 4 tahun terakhir yang mencapai 4,7%
(yoy).
0.0
I
-2.0
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2017
Industri Pengolahan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan
Pengolahan
Periode panen raya pada umumnya terjadi pada
triwulan I setiap tahunnya. Namun pada
triwulan I 2017 terjadi pergeseran masa panen
raya yang diakibatkan oleh terjadinya
pergeseran periode tanam padi yang terjadi di
akhir tahun 2016, dikarenakan terlalu keringnya
cuaca akibat kondisi sawah di Sumut yang masih
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
didominasi oleh sawah tadah hujan. Dengan
demikian, capaian produksi padi pada triwulan I
2017 hanya mencapai 1,9% (yoy), jauh lebih
rendah dibandingkan dengan capaian triwulan
lalu yang mencapai 42,2% (yoy).
Produksi Tri wulan III 2016 (%, yoy)
Padi
0
Cabai Besar
-42
Bawang Merah
-6
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Produksi hasil pertanian di triwulan I 2017
tersebut terkait dengan berbagai gangguan yang
terjadi tahun 2016 yang berdampak pada
pergeseran masa tanam di akhir 2016 dan
akhirnya berdampak pada masa panen di awal
2017. Beberapa kendala yang dihadapi di 2016
diantaranya curah hujan yang cukup tinggi
sehingga menyebabkan puso di lahan pertanian,
adanya serangan virus kuning dan keriting serta
gangguan Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT). Sehingga pada triwulan I 2017 produksi
cabai merah di Sumatera Utara masih
mengalami kontraksi sebesar -36,0% (yoy).
Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan Maret 2017
Di awal tahun 2017 kondisi tanam produk
pertanian dinilai cukup kondusif. Mulai
membaiknya curah hujan memberikan dampak
positif terhadap panen yang diperkirakan akan
mencapai puncaknya di triwulan II 2017. BMKG
memperkirakan tidak akan terjadi El Nino
sampai dengan triwulan III 2017, yang tercermin
dari rendahnya nilai probabilitas El-Nino.
Sehingga diharapkan kinerja sektor pertanian
tersebut akan meningkat
di triwulan
mendatang.
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.31 Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2017
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Februari 2017
Penurunan kinerja pertanian juga berimbas pada
daya beli masyarakat petani. Rataan Nilai Tukar
Petani (NTP) pada triwulan I cenderung
menurun dari 101,2 pada triwulan lalu menjadi
100,0. Penurunan NTP ini terutama didorong
oleh kembali menurunnya NTP tanaman pangan
dan NTP hortikultura. Sementara itu, NTP
peternakan, perikanan maupun perikanan
tangkap relatif membaik.
Tingginya risiko usaha yang dimiliki oleh kategori
pertanian tercermin dari NPL yang cenderung
meningkat. NPL sektor pertanian meningkat dari
1,5% pada triwulan IV 2016 menjadi 1,7% di
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
13
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
triwulan I 2017. Namun demikian, pertumbuhan
kredit pertanian cenderung stabil dengan
pertumbuhan sebesar 19% (yoy) atau sama
dengan triwulan sebelumnya.
Indeks
106
NTP
NTPR
NTPH
NTPP
104
102
100
Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera
Utara
98
96
94
92
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
I
2017
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.32 Realisasi NTP Sumatera Utara
Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Pertanian
Dari sisi pemerintah, dengan menerapkan
prinsip kebijakan counter cyclical policy, pada
triwulan I 2017, Pemerintah Daerah Sumatera
Utara melalui Dinas Pertanian menyalurkan
pupuk dengan volume dan frekuensi yang lebih
besar dari tahun-tahun sebelumnya. Sehingga
penyaluran pupuk bersubsidi pada triwulan I
2017 mencapai 23,1% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
5,4% (yoy), atau lebih tinggi dari rata-rata 5
tahun terakhir yang mencapai 8,7% (yoy). Hal
tersebut sejalan dengan komitmen Pemda
Sumatera Utara yang menjadikan sektor
pertanian sebagai sektor prioritas. Pemenuhan
kebutuhan pupuk juga diindikasikan membaik
tercermin pada volume impor pupuk yang
meningkat dari 3,1% (yoy) menjadi 44,9% (yoy).
Pada triwulan I 2017, melambatnya kinerja
sektor pertanian sedikit tertahan karena
membaiknya kinerja kategori perkebunan.
Perbaikan tersebut terutama ditopang oleh
komoditas karet yang mengalami kenaikan
harga yang signifikan. Di triwulan I 2017 harga
karet melonjak sekitar 38,6% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan CPO yang hanya meningkat 8,8%
(yoy). Perbaikan harga komoditas ini juga turut
ditunjang oleh mulai membaiknya permintaan
mitra dagang utama yang ditunjukkan dengan
Purchasing Manager Index (PMI) yang
cenderung meningkat. Selain itu, peningkatan
kinerja sektor automobile di AS dan Tiongkok
turut meningkatkan permintaan Karet di awal
tahun 2017. Namun demikian, kenaikan harga
diperkirakan
temporer
seiring
dengan
ketidakpastian kesepakatan pembatasan ekspor
oleh International Tripartite Rubber Council
(ITRC) di tahun 2017.
Sementara itu, peningkatan produksi CPO di
awal tahun 2017 belum signifikan, walaupun
harga sempat membaik dari akhir tahun 2016
dan awal tahun 2017. Hal tersebut disinyalir
disebabkan oleh tertahannya ekspor CPO
terutama ke India karena melambatnya industri
makanan dan minuman di India. Selain itu,
perbaikan harga juga diperkirakan temporer
karena penurunan permintaan India tersebut
dan meningkatnya produksi CPO Malaysia. Pun
kebijakan dagang Malaysia yang memberikan
discount price untuk CPO juga menurunkan daya
saing CPO Indonesia di Pakistan. Hal tersebut
tercermin dari harga CPO pada bulan April yang
sudah mengalami kontraksi sebesar -6,4% (yoy).
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
pertumbuhan PDRB sebesar 1,2% atau 0,2%
begitu pula sebaliknya (ceteris paribus).
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan
Masih tingginya risiko di sektor perkebunan
tercermin dari masih tingginya NPL untuk
kategori kredit perkebunan karet dan kelapa
sawit yang pada triwulan I 2017 mencapai 6,54%
dan 1,25% meningkat dari triwulan sebelumnya
yang mencapai 5,22% dan 0,97%. Dari
pertumbuhan kredit juga masih belum terlihat
perbaikan yang signifikan. Pertumbuhan kredit
perkebunan karet dan kelapa sawit pada
triwulan I 2017 hanya mencapai -18,3% (yoy)
dan 19,5% (yoy) meningkat dari triwulan
sebelumnya yang mencapai -17,8% (yoy) dan
19,5% (yoy).
Memasuki awal triwulan II 2017, indikasi
perbaikan kinerja pertanian masih moderat.
Perbaikan tersebut terutama didorong oleh
produksi karet yang meningkat karena
merespon tingkat harga yang masih menarik.
Selain itu, perbaikan kondisi cuaca juga
menopang perbaikan produksi pertanian dan
perkebunan. Namun demikian, ke depan risiko
penurunan harga diperkirakan cukup besar. Tren
jangka panjang harga karet dan CPO
diperkirakan masih dalam fase downward
sejalan dengan pelemahan ekonomi Tiongkok.
Sehingga perbaikan harga saat ini diperkirakan
akan temporer dan akan berdampak negatif
terhadap kinerja sektor perkebunan.
Dari hasil simulasi yang dilakukan Bank
Indonesia, sensitivitas harga CPO dan Karet
terhadap pertumbuhan PDRB Sumatera Utara
yaitu masing-masing sebesar 1,2% untuk CPO
dan 0,2% untuk karet. Sehingga 1% peningkatan
harga CPO atau karet dapat meningkatkan
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017
Industri pengolahan pada triwulan I 2017
mengalami peningkatan dari sebelumnya
sebesar 4,9% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi
5,6% pada triwulan I 2017. Perbaikan kinerja
kategori industri pengolahan pada triwulan I
2017 didukung oleh adanya peningkatan
produksi yang ditengarai terkait dengan
ekspektasi terhadap permintaan yang lebih kuat
dan perbaikan harga komoditas. Membaiknya
kinerja industri pengolahan pada triwulan I 2017
dibandingkan periode yang sama tahun 2016
tercermin dari meningkatnya volume produksi
meski diperkirakan belum optimal. Peningkatan
volume total pesanan termasuk barang pesanan
input dipenuhi dari barang inventori sehingga
berpengaruh pada menurunnya volume
persediaan barang jadi (inventori).
Perkembangan industri juga ditopang oleh
peningkatan pengadaan listrik di Sumatera
Utara. Pembangunan beberapa pembangkit
telah meningkatkan kapasitas listrik sehingga di
tahun 2017 Sumatera Utara surplus daya listrik.
Peningkatan kinerja industri juga tercermin dari
peningkatan pemakaian listrik industri yang
meningkat dari 6% (yoy) di triwulan IV 2016
menjadi 10% (yoy) di triwulan I 2017.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
15
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
30%
BEBAN PUNCAK (MW)
Growth (yoy)
30.0%
40,000
25.0%
35,000
2017
2018
2019
Sumber: PLN Wilayah Sumatera Utara (data diolah)
Grafik 1.37 Perkiraan Supply Daya Listrik
Perbaikan kinerja industri pengolahan ini juga
disertai dengan penyaluran kredit ke kategori
dimaksud yang meningkat signifikan, yaitu dari
-2,4% (yoy) menjadi 17,8% (yoy). Perbaikan
harga
komoditas
meningkatkan
minat
perbankan dalam menyalurkan kredit pada
sektor ini. Selain itu, beberapa faktor lain yang
mendorong industri pengolahan adalah masih
tingginya konsumsi CPO dari domestik seiring
dengan diperpanjangnya implementasi program
mandatori biodiesel B20 (pencampuran solar
dengan 20% sawit untuk konsumsi domestik)
hingga bulan April 2017 serta persiapan produksi
untuk merespon peningkatan permintaan
menjelang bulan Ramadhan.
Sumber: PLN Wilayah Sumatera Utara (data diolah)
Grafik 1.38 Pemakaian Listrik Industri Triwulan I 2017
Peningkatan kinerja industri pengolahan juga
tidak lepas dari membaiknya ekspor seiring
dengan peningkatan permintaan khususnya dari
AS dan Tiongkok. Ekspor manufaktur di triwulan
I 2017 meningkat sebesar 48,9% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang
sebesar -1,2% (yoy). Selain itu, ekspor ke AS dan
Tiongkok juga meningkat signifikan yaitu
masing-masing sebesar 71,8% (yoy) dan 102,6%
(yoy).
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
37,241.99
II
36,731
I
2.4%5.0%
38,212.81
-20%
35,425
0
5,000
38,846
-10%
500
36,369
10,000
1000
10.0%
-1.6%
15,000
37,803
0%
20,000
35,073
1500
15.0%
25,000
33,030
10%
2000
20.0%
30,000
33,380
2500
33,207
20%
31,211
Reserve Margin (%)
2016
yoy
Nominal
45,000
31,883
3000
Rp Miliar
29,867
3500
40%
DMP (MW)
26,899
4000
25,942
4500
II
III
IV
-
0.0%
-5.0%
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Industri
Pengolahan
Grafik 1.40 Perkembangan Ekspor Manufaktur
Ke depan, berbagai risiko masih membayangi
kinerja industri pengolahan. Keterbatasan
pasokan bahan baku masih belum mampu
mengimbangi laju produksi sehingga harga
komoditas yang sedang membaik tidak dapat
dimanfaatkan secara optimal. Selain itu,
infrastruktur pendukung juga belum optimal.
Harga gas di Sumatera Utara yang masih tinggi
dinilai dapat menyebabkan capaian kinerja
industri tidak maksimal. Harga gas Industri di
Sumatera
Utara
masih
mencapai
US$12,2/MMBTU. Surat Keputusan Kementerian
ESDM yang mulai berlaku per Februari 2017
belum diikuti oleh penurunan harga gas yang
direncanakan menjadi sekitar US$9/MMBTU.
Tentu saja sebagai faktor input produksi, harga
gas sangat menentukan kinerja industri untuk
bekerja lebih efisien sehingga dapat bersaing
dengan kompetitor dari daerah lainnya.
Sementara itu, kondisi jalan dan konektivitas di
Sumatera Utara juga masih belum optimal.
Secara umum, perbaikan kondisi dan
peningkatan konektivitas jalan terkendala
anggaran yang terbatas. Jalan dengan kondisi
mantap di Kabupaten/kota hanya mencapai
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
58,0% lebih rendah dibandingkan jalan kondisi
mantap provinsi sebesar 80,8% dan nasional
sebesar 81,4%.
Berbagai kendala yang dihadapi Dinas Bina
Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera
Utara adalah kemampuan APBD yang terbatas,
kondisi topografi jalan yang sulit untuk
dikembangkan
atau
diperbaiki,
proses
pembebasan lahan dan kelangkaan material
aspal. Namun demikian, dengan segala kendala
yang ada, perbaikan kondisi dan peningkatan
konektivitas jalan tetap sangat diperlukan guna
mendukung peningkatan produktivitas dari
semua sektor baik pertanian, pariwisata maupun
industri, yang selanjutnya akan menunjang
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan
inklusif.
Memasuki awal triwulan II 2017, sektor industri
diperkirakan akan terus membaik didukung oleh
perbaikan penjualan di triwulan I 2017. Investasi
juga diharapkan akan terus meningkat seiring
dengan membaiknya permintaan global serta
masih tingginya level harga komoditas terutama
karet. Namun beberapa faktor risiko harus
segera dimitigasi termasuk perbaikan iklim
investasi yang lebih bersahabat bagi investor.
Perbaikan birokrasi perijinan dan insentif bagi
investor mutlak diperlukan untuk menarik minat
investor untuk menanamkan modalnya di
Sumatera Utara.
Berbeda dengan kondisi di nasional,
pertumbuhan kategori konstruksi Sumatera
Utara di triwulan I 2017 mengalami
perlambatan dimana hanya tumbuh sebesar
5,2% (yoy) dari sebelumnya tumbuh sebesar
7,3% (yoy). Perlambatan tersebut sejalan
dengan investasi bangunan yang melambat.
Masih rendahnya belanja modal Pemerintah
Daerah menahan perbaikan kategori ini lebih
lanjut.
Sumber: BPS Sumatera Utara (data diolah)
Grafik 1.41 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE
Grafik 1.42 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi
Meski kinerjanya masih tertahan, penyaluran
kredit oleh perbankan masih cukup baik bahkan
meningkat. Hal tersebut tercermin dari
pertumbuhan kredit konstruksi yang tercatat
meningkat dari 11,1% (yoy) menjadi 21,0% (yoy).
Sehingga,
perlambatan
kinerja
kategori
konstruksi diyakini hanya bersifat sementara
dan didasari juga dengan keyakinan fokus
pemerintah yang tetap memprioritaskan
percepatan pembangunan infrastruktur strategis
ke depan.
Kendala yang dihadapi dalam perkembangan
lapangan usaha konstruksi adalah lambatnya
realisasi belanja modal pemerintah daerah.
Sesuai dengan siklusnya, proses pengadaan akan
rampung pada awal triwulan II, sehingga pada
akhir triwulan II realisasi belanja infrastruktur
diperkirakan akan semakin meningkat. Di sisi
lain, terdapat potensi peningkatan dari sektor
pembangunan properti yang tercermin dari
peningkatan pertumbuhan sektor real estate
sebesar 9,9% (yoy) dari 6,9% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Meningkatnya permintaan akan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
17
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
hunian seiring dengan kebijakan relaksasi LTV
juga diharapkan mendorong konsumsi properti.
Memasuki triwulan II 2017 pertumbuhan
lapangan usaha konstruksi diperkirakan akan
terus
membaik.
Disamping
percepatan
pembangunan infrastruktur yang sudah ada
seperti pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung,
penambahan kapasitas Pelabuhan Belawan,
serta jalan tol Medan-Tebing Tinggi, Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara juga telah menyiapkan
beberapa
proyek
yang
siap
untuk
dikerjasamakan. Dengan demikian, geliat
pembangunan diperkirakan akan kembali
membaik pada triwulan mendatang.
kunjungan wisatawan mancanegara (wisman)
yang menurun. Telah berlalunya perayaan Natal
dan tahun baru menyebabkan kunjungan wisata
menurun. Namun demikian, pertumbuhan
wisman yang berkunjung ke Sumatera Utara
masih diatas historisnya sehingga potensi
peningkatan kinerja kategori tersebut masih
dapat ditingkatkan.
Tabel 1.6 Proyek-proyek yang Siap Untuk di Kerjasamakan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.43 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
dan Occupancy Rate
Kategori perdagangan melambat di tengah
masih tingginya konsumsi domestik. Di
triwulan I 2017 sektor perdagangan melambat
dari 7,7% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 4,8% (yoy). Perlambatan tersebut
terutama disebabkan oleh menurunnya
perdagangan antar daerah. Selain itu,
menurunnya aktivitas perdagangan tersebut
juga disebabkan oleh berkurangnya aktivitas
konsumsi seiring dengan berakhirnya masa
perayaan Natal dan tahun baru.
Penurunan sektor perdagangan juga tercermin
dari
menurunnya
sektor
pariwisata.
Melambatnya kinerja pariwisata tercermin dari
occupancy
rate
hotel/penginapan
dan
Sementara itu, dari sisi pemerintah, masih
rendahnya realisasi belanja khususnya belanja
barang juga telah menahan laju pertumbuhan
sektor perdagangan. Realisasi belanja barang
APBD Sumatera Utara secara akumulasi pada
triwulan I 2017 hanya mencapai 3,0% dari pagu
belanja APBD 2017 dibandingkan pada tahun
sebelumnya yang mencapai 5,0%. Masih belum
rampungnya penetapan APBD 2017 di beberapa
kabupaten/kota dan masih berlangsungnya
proses pengadaan disinyalir menyebabkan
rendahnya realisasi belanja pada triwulan I 2017
tersebut sehingga turut menyebabkan capaian
kinerja sektor perdagangan tidak optimal.
Meskipun kinerja sektor perdagangan relatif
melambat namun capaian pertumbuhan kredit
perdagangan justru meningkat. Di triwulan I
2017 kredit perdagangan tumbuh sebesar 6,5%
(yoy) dari 4,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Hal tersebut menunjukkan optimisme pelaku
usaha bahwa ke depan sektor perdagangan
masih akan terus berkembang.
Memasuki
triwulan
II
2017,
aktivitas
perdagangan diperkirakan akan terus meningkat
seiring dengan masuknya bulan Ramadhan dan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
perayaan Idul Fitri. Sesuai dengan pola
musimannya aktivitas konsumsi masyarakat
pada bulan Ramadhan akan meningkat
signifikan
sehingga
diharapkan
akan
meningkatnya kinerja sektor perdagangan.
bisnis di Sumatera Utara karena peningkatan
kinerja industri pengolahan dan peningkatan
harga komoditas. Berdasarkan informasi dari
Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)
bahwa 75% orang datang ke Sumatera Utara
adalah untuk kegiatan bisnis.
Grafik 1.44 Penyaluran Kredit Kategori PBE
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.46 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara
Peningkatan kinerja industri pengolahan dan
perbaikan harga komoditas mendorong
peningkatan
kinerja
transportasi
dan
pergudangan yang tumbuh mencapai 7,4%.
Adanya perbaikan harga komoditas juga
mendorong tingginya arus transportasi dan
pergudangan barang sehingga membutuhkan
kapasitas
pergudangan
yang
memadai.
Meningkatnya aktivitas impor meningkatkan
kebutuhan akan pergudangan. Aktivitas bongkar
di Sumatera Utara meningkat dari 0,7% (yoy)
menjadi 27,1% (yoy).
Memasuki awal triwulan II 2017, kinerja
transportasi dan pergudangan diperkirakan
masih tinggi. Perkiraan akan kembali
membaiknya aktivitas konsumsi masyarakat
terkait Ramadhan dan perayaan Idul Fitri
diperkirakan mampu meningkatkan kinerja
subkategori transportasi. Sebagaimana pola
musimannya, baik jumlah penumpang maupun
frekuensi datang dan pergi seluruh moda
transportasi akan meningkat terkait dengan
aktifitas tradisi mudik Idul Fitri. Di sisi lain,
masuknya periode puncak produksi yang disertai
dengan aktivitas manufaktur negara mitra
dagang utama yang mulai membaik akan
mendorong produktivitas industri. Dengan
demikian, kebutuhan akan pergudangan juga
diekspektasikan akan meningkat sehingga
mendorong kinerja subkategori pergudangan.
Hal tersebut juga semakin didorong oleh masih
tingginya harga komoditas khususnya karet.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.45 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara
Selain itu, peningkatan sektor transportasi juga
didorong oleh peningkatan penumpang udara
maupun laut dimana pada triwulan I 2017
masing-masing tumbuh sebesar 38,2% (yoy) dan
4,5% (yoy) dari -8,9% (yoy) dan 1,6% (yoy) di
triwulan IV 2016. Tingginya jumlah penumpang
tersebut terkait dengan masih tingginya aktivitas
Grafik 1.47 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan
Pergudangan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
19
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Meskipun
demikian,
perbankan
masih
cenderung berhati-hati dalam memberikan
pembiayaan kepada sektor ini. Kinerja yang
diperkirakan masih akan terus membaik
tersebut belum direspon oleh penyaluran kredit
yang lebih agresif. Hal tersebut tercermin dari
penyaluran kredit yang kembali menurun pada
triwulan I 2017. Kredit kategori transportasi dan
pergudangan masih terkontraksi sebesar -4,4%
(yoy) meskipun membaik dari triwulan
sebelumnya yang juga terkontraksi sebesar
-6,1% (yoy).
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Suplemen 1
Pola Musim Tanam Komoditas Pangan di Sumatera Utara
Salah satu penentu tidak optimalnya kinerja produksi tanaman pangan saat ini adalah terjadinya
perubahan iklim yang cukup sulit diantisipasi. Perubahan iklim merupakan salah satu fenomena alam
dimana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara alamiah maupun yang dipercepat
akibat aktivitas manusia di muka bumi ini. Sejak revolusi industri dimulai hingga sekarang telah
menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara global. Selain meningkatkan suhu, perubahan iklim
juga menyebabkan anomali iklim seperti fenomena Enso (El-Nino dan La-Nina), IOD (Indian Ocean
Dipole), penurunan atau peningkatan suhu udara secara ekstrem, curah hujan dan musim bergeser
dari pola biasanya dan tidak menentu serta permukaan air laut meningkat dan terjadinya rob di
beberapa daerah.
El-Nino adalah kejadian iklim dimana terjadi penurunan jumlah dan intensitas curah hujan akibat
naiknya suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik yang mendorong mengalirnya massa uap
air di wilayah Indonesia ke arah timur. Sebaliknya, La-Nina adalah kejadian iklim dimana terjadinya
peningkatan jumlah dan intensitas curah hujan hingga memasuki musim kemarau akibat penurunan
suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik Selatan yang memperkaya massa uap air di wilayah
Indonesia. Sehingga El-Nino akan menyebabkan bencana kekeringan sedangkan La-Nina akan
menyebabkan bencana banjir.
Di Indonesia sendiri, fenomena El Nino yang terjadi sejak akhir tahun 2014 sampai dengan
pertengahan 2016. Adanya El Nino berdampak pada penurunan produksi padi di semester I 2016.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, luas tanam padi periode Oktober 2015-Maret 2016
diperkirakan hanya mencapai 7.973.869 hektar. Jumlah tersebut menurun 4,38% jika dibandingkan
dengan masa tanam Oktober 2014-Maret 2015 yang mencapai 8.339.020 hektar. Jumlah tersebut
juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis lima tahun sebelumnya yang mampu
mencapai 8.143.262 hektar. Di Sumatera Utara, sama halnya dengan nasional, panen padi pada
triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 6% (yoy). Hal tersebut merupakan dampak
kekeringan yang diakibatkan oleh El-Nino. Terjadinya anomali curah hujan di bawah normal
menyebabkan terjadinya kekeringan di sejumlah wilayah.
Secara umum, perubahan iklim akan berdampak pada degradasi (penurunan fungsi) sumber daya
lahan, air dan infrastruktur terutama irigasi, yang menyebabkan terjadinya ancaman kekeringan atau
banjir. Selain itu, pergeseran pola hujan sangat mempengaruhi sumber daya dan infrastruktur
pertanian yang menyebabkan bergesernya waktu tanam, musim dan pola tanam, serta degradasi
lahan. Terlepas dari keadaan cuaca, pola musim tanam padi dan palawija pada dasarnya dapat
ditanam sepanjang tahun, namun petani menanam padi berdasarkan ketersediaan air yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga periode tanam, yaitu:
1. Musim tanam utama, pada bulan November-Maret;
2. Musim tanam gadu, pada bulan April-Juli;
3. Musim tanam kemarau, pada bulan Agustus-Oktober.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
21
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Tabel 1.5. Indeks El Nino 2010-2017
Grafik 1.48. Anomali Curah
Hujan Saat El Nino 20152016
Grafik 1.49 Anomali Curah
Hujan saat La-Nina 2016
Sumber: BMKG Sumatera Utara
Tabel 1.6. Periodesasi musim tanam dan panen Padi
Panen akan terjadi rata-rata empat bulan setelah tanam, dan karena tanamnya pada periode satu
bulan, panen juga dalam periode satu bulanan. Musim tanam utama menghasilkan panen raya
(panen besar), musim tanam gadu menghasilkan panen gadu, dan musim tanam kemarau
menghasilkan panen kecil.
Di Sumatera Utara, terjadinya El-Nino dan La-Nina pada tahun 2016 berdampak terhadap
pergeseran musim dan pola tanam pertanian pangan. Pada triwulan IV 2016, seharusnya petani
sudah dapat menanam tanamannya sesuai dengan pola tanam utama di bulan November-Desember
sehingga panen pada bulan Februari-Maret. Namun demikian, diperkirakan petani di Sumatera Utara
baru dapat menanam padinya pada awal 2017 diakibatkan oleh bencana banjir karena curah hujan
yang berlebihan dan dampak erupsi Gunung Sinabung serta gangguan dari organisme pengganggu
tanaman (OPT). Sehingga, akibat pergeseran masa tanam tersebut maka masa panen raya juga
diperkirakan bergeser dan baru akan terjadi pada triwulan II 2017.
Di tahun 2017, berdasarkan data Kementerian Pertanian, luas lahan tanam pertanian diperkirakan
mencapai 433.043 (ha) atau meningkat sekitar 8,3% dari tahun 2016 yang mencapai 400.000 (ha).
Potensi lahan tanam tersebut terdiri dari: (i) potensi tanam pada Oktober 2016-Maret 2017 sebesar
275.687 (ha) dan (ii) potensi tanam pada April-September 2017 sebesar 310.148 (ha). Lebih
tingginya potensi tanam padi pada periode April-September 2017 mendatang didukung oleh
rendahnya probabilitas terjadinya El-Nino dan La-Nina pada tahun ini, sehingga kondisi cuaca
diperkirakan akan cukup kondusif. Selain itu, risiko terjadinya bencana di beberapa daerah di
Sumatera Utara terbilang cukup moderat.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Grafik 1.50. Ilustrasi Event Analisis Pegeseran Masa Tanam dan Panen
Tabel 1.7. Potensi Tanam Padi dan Risiko Bencana Sumatera Utara 2017
Sumber: (Kementerian Pertanian)
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
23
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Sesuai dengan polanya, belanja fiskal Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD
Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, maupun APBN triwulan I 2017 masih relatif rendah.
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota hanya mencapai
5,7%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
14,1%. Namun demikian, realisasi APBN pada triwulan laporan mencatat realisasi yang
meningkat, yaitu sebesar 13,5% dari target, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat 11,0%, sehingga diperkirakan mendorong pertumbuhan konsumsi Pemerintah
pada triwulan laporan dengan kapasitas terbatas.
KEUANGAN PEMERINTAH
25
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
karena terlambatnya pengesahan anggaran
2017 di 18 kabupaten/kota di Sumatera Utara.
2.1 Gambaran Umum
Pada periode 2017, pagu anggaran belanja
keuangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah
Pusat di Sumatera Utara4 mencapai Rp74,3
triliun yang meliputi APBD Provinsi 18,4% (Rp13
triliun), APBD Kabupaten/Kota 59,1% (Rp41,8
triliun), dan APBN 27,6% (19,5 triliun). Nilai
pagu tersebut meningkat 9,3% dibandingkan
tahun sebelumnya senilai Rp68,3 triliun.
Meningkatnya nilai pagu diharapkan dapat
memberikan efek multiplier positif terhadap
perekonomian Sumatera Utara.
Keuangan Pemerintah Daerah (APBD Provinsi
dan Kabupaten/Kota) masih sangat tergantung
Pemerintah Pusat. Fenomena flypaper effect
hampir terjadi di seluruh daerah di Sumatera
Utara6. Dari sisi pendapatan, keuangan
pemerintah daerah masih sangat tergantung
dari transfer dana perimbangan, sehingga
kemandirian fiskal masih sangat kurang. Dalam
kurun waktu 15 tahun terakhir, rasio PAD
terhadap pendapatan cenderung menurun,
bahkan pada tahun 2017 kemandirian fiskal
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
tercatat 18,7% (kategori kurang).
2017
Grafik 2.1 Struktur Anggaran Belanja Keuangan
Pemerintah di Sumatera Utara Tahun 2017
Sampai dengan triwulan I 2017, realisasi
belanja APBN memiliki porsi terbesar
dibandingkan kelompok belanja lainnya.
Realisasi APBN di Sumatera Utara pada periode
laporan mencapai Rp2,6 miliar atau sekitar
13,5%, lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya yang mencapai 11%. Sementara
realisasi belanja Provinsi dan Kabupaten /Kota
mencapai Rp2.342 miliar atau 5,7%5. Sedangkan
APBD provinsi hanya mencapai Rp410 miliar
atau sekitar 3,2%. Rendahnya serapan belanja
APBD kabupaten/kota dan provinsi disinyalir
Grafik 2.2 Pertumbuhan PAD dan Kemandirian Fiskal
Keuangan Daerah
Fenomena ini menjelaskan bagaimana daerah
merespon kebutuhan pembiayaan yang terus
meningkat dari tahun ke tahun tanpa diikuti
dengan peningkatan PAD nya. Dalam konteks
ideal, peningkatan anggaran pendapatan
seharusnya sejalan dengan peningkatan
pertumbuhan ekonomi, yang berujung pada
potensi peningkatan pajak daerah. Namun
realitanya, dana perimbangan yang seharusnya
digunakan untuk meningkatkan penyediaan
layanan kepada masyarakat, justru lebih banyak
digunakan untuk membiayai belanja pegawai
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
sehingga terjadi inefisiensi penggunaan dana
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
transfer dan terjadi asimetri yang dikenal
dengan flypaper effect.
Hampir seluruh wilayah di Sumatera Utara
memiliki rasio kemandirian fiskal dengan
kategori sangat kurang, dibawah 10%7. Kota
Medan sebagai pusat aktivitas ekonomi
Sumatera Utara memiliki rasio kemandirian
fiskal yang jauh lebih baik (37,5%) dibandingkan
kabupaten Nias Selatan (1,2%). Selain itu, hanya
ada beberapa kabupaten/kota yang memiliki
rasio kemandiran fiskal diatas 10%, yaitu Deli
Serdang, Labuhan Batu, Binjai, Medan,
Pematang Siantar, Sibolga, Tanjung Balai,
Tebing Tinggi, dan Padang Sidempuan. Dengan
demikian, peranan PAD masih perlu
ditingkatkan. Tidak hanya bersumber dari pajak
dan
retribusi
daerah,
Pemerintah
Kabupaten/Kota juga diharapkan dapat
menciptakan sumber pendapatan baru salah
satu diantaranya melalui pengelolaan BUMD
dan pemberdayaan dana desa.
Nilai pagu pendapatan APBD Provinsi dan
Kabupaten/Kota mencapai Rp52,5 triliun, yang
didukung oleh subkomponen utama dana
perimbangan (69,4%; Rp36,5T), disusul dengan
pendapatan asli daerah (18,7%; Rp9,8T), dan
lain-lain PAD yang sah (11,9%; Rp6,2T).
Dari sisi belanja, pagu anggaran keuangan
daerah (APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota)
2017 mayoritas masih digunakan untuk belanja
tidak langsung dengan porsi 58% (Rp31,5
triliun) dan belanja langsung 42% (Rp23,2
triliun).
Grafik 2.3. Kemandirian Fiskal Provinsi Sumatera Utara
dan Kabupaten/Kota 2017
Anggaran belanja daerah Provinsi Sumatera
Utara terdiri dari anggaran belanja tidak
langsung dan belanja langsung. Anggaran
belanja tidak langsung terdiri atas komponen
belanja pegawai tidak langsung dan belanja
lainnya (belanja hibah, bantuan sosial, bagi hasil
dan bantuan keuangan ke kabupaten/kota,
serta belanja tak terduga). Sementara belanja
langsung meliputi komponen belanja pegawai
langsung, belanja barang dan jasa, serta belanja
modal. Belanja pegawai pada komponen
belanja langsung merupakan honor dan insentif.
Rp54,8 T
Ukuran kemandirian fiskal : 1) 0 – 10 : sangat kurang; 2) 10,01 –
20 : kurang; 3) 20,1 – 30 : sedang; 4) 30,1 – 40 : Cukup; 5) 40,1 –
50 : baik; 6) >50 : sangat baik
Grafik 2.4 Porsi Anggaran Belanja Keuangan Daerah 2017
27
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Pagu Belanja Tidak Langsung Keuangan Daerah
mencapai Rp31,5 triliun (pangsa 58%),
sementara Belanja Langsung mencapai Rp23,2
triliun (pangsa 42%). Sub komponen belanja
tidak langsung didominasi oleh belanja pegawai
(61,9%; Rp19,5 triliun) disusul dengan bantuan
keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/kota
(17,2%; Rp5,4 triliun), belanja hibah (13,2%;
Rp4,1 triliun) dan Bagi hasil kepada
pemprov/kabupaten/kota (6,9%; Rp2,1 triliun).
Sementara biaya langsung didominasi oleh
belanja barang dan jasa (46%; Rp10,7 triliun),
belanja modal (44%; Rp10,3 triliun) dan belanja
pegawai langsung (9%; Rp2,1 triliun).
Grafik 2.5 Porsi Pagu Belanja Tidak Langsung Keuangan
Daerah 2017
Grafik 2.6 Porsi Pagu Belanja Langsung Keuangan Daerah
2017
2.2 APBD Provinsi Sumatera Utara
2.2.1 Anggaran Pendapatan APBD Provinsi
Sumatera Utara
APBD Provinsi Sumatera Utara 2017
merupakan bagian dari pencapaian visi tahun
keempat Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera
Utara 2013-2018. Pada tahun 2017 arah dan
kebijakan ditujukan untuk
memantapkan
capaian pembangunan yang telah dilaksanakan
pada tahun-tahun sebelumnya dengan terus
melakukan perbaikan dan penyempurnaan,
sinergitas kebijakan, program dan kebijakan
antar bidang dalam rangka mewujudkan
Provinsi Sumatera Utara yang berdaya saing.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan 9
(sembilan) prioritas pembangunan sebagai
berikut:
1) Peningkatan
Kehidupan
Beragama,
Penegakan Hukum, Penguatan Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
dan
Partisipasi
Masyarakat
dalam
Pembangunan.
2) Peningkatan Aksessibilitas dan Kualitas
Pendidikan.
3) Peningkatan Aksessibilitas dan Pelayanan
Kesehatan.
4) Peningkatan
Infrastruktur
dan
Pengembangan Wilayah Mendukung Daya
Saing Perekonomian.
5) Peningkatan produksi, produktifitas dan
Daya Saing Produk Pertanian, Kelautan dan
Perikanan.
6) Peningkatan Penguasaan Ilmu Pengetahuan
dan Penerapan Teknologi, Inovasi dan
Kreatifitas daerah.
7) Peningkatan Ekonomi Kerakyatan.
8) Perluasan
Kesempatan
kerja
dan
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Miskin.
9) Mendukung dan Mendorong Kebijakan
Nasional di daerah.
Komitmen Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
untuk mewujudkan prioritas pembangunan
tersebut itu tercermin pada target anggaran
pendapatan maupun belanja Provinsi Sumatera
Utara
tahun
2017
meningkat
tajam
dibandingkan tahun 2016.
Sejalan dengan perkembangan asumsi
makroekonomi
regional,
khususnya
pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan
tumbuh lebih baik, nilai APBD Provinsi
Sumatera Utara tercatat meningkat pada
tahun 2017. Anggaran pendapatan provinsi
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
ditargetkan sebesar Rp12,1 triliun pada tahun
2017, meningkat 21% dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan pagu anggaran
pendapatan utamanya bersumber pada
peningkatan Dana Perimbangan menjadi Rp7,2
triliun (pangsa 59%) dari sebelumnya Rp 5,1
triliun (pangsa 51%). Sementara itu, pangsa sub
komponen PAD dan Lain-Lain Pendapatan yang
sah cenderung menurun masing-masing
menjadi Rp4,9 triliun (pangsa 40,5%) dan Rp10
miliar (pangsa 0,1%).
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.7 Porsi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi
Sumatera Utara 2016-2017
Dibandingkan tahun 2016, pangsa PAD
menunjukkan penurunan (Grafik 2.2) sementara
pangsa dana perimbangan meningkat. Hal ini
menunjukkan rasio kemandirian fiskal Sumatera
Utara menurun dari 46,7% tahun 2016 menjadi
40,5% tahun 2017, namun masih dikategorikan
baik.8 Di sisi lain, porsi dana perimbangan yang
besar dan cenderung meningkat tersebut
diperkirakan
sesuai
dengan
komitmen
Pemerintah
Pusat
terkait
penguatan
desentralisasi fiskal keuangan daerah yang
bertujuan meningkatkan perbaikan kuantitas
dan kualitas pelayanan publik serta perbaikan
tingkat kesejahteraan masyarakat.
2.2.2 Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera
Utara
Realisasi
pendapatan
lebih
rendah
dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Realisasi pendapatan Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara secara keseluruhan
mencapai Rp859 miliar atau sekitar 7,1% dari
target, jauh lebih rendah dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya (23,1%). Dari
aspek persentase realisasi, subkomponen lainlain pendapatan memiliki pencapaian yang
tertinggi dengan realisasi sebesar Rp1,1 miliar
atau 11,6% dari total target Rp10 miliar.
Dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi
pendapatan tercatat menurun signifikan,
sehingga berdampak pada ketatnya ruang
fiskal9 pemerintah untuk menggerakkan
perekonomian.
Rendahnya realisasi PAD dan Pendapatan
Transfer menjadi pendorong menurunnya
realisasi total pendapatan APBD Sumatera
Utara 2017. Penurunan realisasi pendapatan
pada periode triwulan laporan disebabkan oleh
penurunan realisasi pada 2 komponen utama
pendapatan, yaitu realisasi pendapatan asli
daerah dan realisasi pendapatan transfer.
Sementara realisasi lain-lain pendapatan yang
sah tercatat meningkat.
Ruang Fiskal (Fiscal Space) merupakan ruang gerak
pemerintah mengalokasikan dana untuk investasi dan
pembangunan.
29
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Tabel 2.1 Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara 2016-2017
(Dlm Miliar Rp)
URAIAN
PAGU 2016
REALISASI TW I
NOMINAL
I. PENDAPATAN
1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH
1.1.1 Pajak daerah
1.1.2 Retribusi daerah
1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
1.1.4 Lain-lain PAD yang sah
1.2 DANA TRANSFER
1.2.1 DANA PERIMBANGAN
1.2.1.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
1.2.1.2 Dana Alokasi Umum
1.2.1.3 Dana Alokasi Khusus
1.2.2 DANA PENYESUAIAN DAN OTSUS
1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
1.3.1 Transfer antar Pemda/Pusat
1.3.2 Dana Darurat
1.3.3 Hibah
1.3.4 Pendapatan Lain-Lain
10,056
4,691
4,132
34
338
187
5,142
5,102
527.32
1,386.62
3,188.53
39.67
261.87
39.67
-
2,322
942
896
8
0
38
625
625
103
521
748
2
5
% REALISASI
23.1%
20.1%
21.7%
22.6%
0.0%
20.2%
12.2%
12.2%
19.6%
37.6%
0.0%
0.0%
0.0%
1886.7%
0.0%
0.0%
0.0%
PAGU
2017
12,161
4,926
4,487
34
278
127
7,235
7,235
568
2,639
4,029
10
10
-
% Growth
Realisasi
NOMINAL % REALISASI (YoY)
REALISASI TW I
859.0
359.5
341.4
3.5
0.0
14.5
498.5
498.5
105.9
207.8
184.7
1.1
0.4
0.7
7.1%
7.3%
7.6%
10.3%
0.0%
11.4%
6.9%
6.9%
18.7%
7.9%
4.6%
0.0%
11.6%
0.0%
0.0%
4.5%
0.0%
-63.0%
-61.8%
-61.9%
-55.1%
-62.1%
-61.6%
-20.2%
-20.2%
2.5%
-60.2%
100.0%
0.0%
100.0%
-100.0%
0.0%
-81.7%
-86.1%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Komponen PAD masih didominasi oleh Pajak
daerah dengan pangsa sebesar 91,1% dari PAD,
disusul dengan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang dipisahkan (5,6%), Lain-Lain PAD
yang sah (2,6%), dan Retribusi Daerah (0,7%).
Membaiknya kinerja konsumsi di Sumatera
Utara dan tingginya capaian tahun 2016
mendorong Pemerintah untuk menaikkan target
penerimaan pajak daerah menjadi Rp4,9 triliun.
Rendahnya realisasi PAD mengindikasikan
bahwa pertumbuhan ekonomi pada awal 2017
masih belum memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap PAD Sumatera Utara.
Sampai dengan triwulan I 2017, PAD hanya
terealisasi sebesar Rp359 miliar atau 7,3% dari
targetnya, mengalami penurunan signifikan
dibandingkan tahun sebelumnya (21,7%). Hal ini
didorong oleh penurunan realisasi ketiga subkomponen pembentuk PAD, diantaranya pajak
daerah yang tercatat hanya terealisasi sebesar
7,6%, disusul dengan realisasi penerimaan dari
retribusi daerah (10,3%) dan Lain-Lain PAD yang
sah (11,4%). Pencapaian tersebut, bahkan, jauh
lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya (Tabel 2.1).
Grafik 2.8 Pangsa PAD APBD Provinsi Sumatera Utara
2017
Rendahnya realisasi pajak daerah10 disinyalir
terkait dengan menurunnya aktivitas pembelian
kendaraan bermotor yang menjadi sumber
Sesuai UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, disebutkan pajak daerah dibagi menjadi 2
jenis, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Yang
termasuk pajak daerah untuk provinsi adalah (a) Pajak
Kendaraan Bermotor; (b) Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor; (c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (d)
Pajak Air Permukaan; (e) Pajak Rokok. Sedangkan yang
termasuk pajak daerah untuk kabupaten/kota terdiri atas
Pajak Hotel; (b) Pajak Restoran; (c) Pajak Hiburan; (d) Pajak
Reklame; (e) Pajak Penerangan Jalan; (f) Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan; (g) Pajak Parkir; (h) Pajak Air
Tanah; (i) Pajak Sarang Burung Walet; (j) Pajak Bumi dan
Bangunan; (k) BPHTB
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
utama pajak daerah. Selain itu, kecenderungan
masyarakat untuk membeli mobil Low Cost
Green Car (LCGC) yang memiliki nilai pajak lebih
rendah menjadi faktor penyebab serapan pajak
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
menjadi rendah. Sejalan dengan hal tersebut,
pencapaian realisasi retribusi daerah dan LainLain PAD yang sah juga mengalami penurunan.
Realisasi Dana Perimbangan
Peningkatan porsi DAU mengindikasikan upaya
pemerataan kapasitas fiskal (fiscal gap) yang
semakin
meningkat.
Pendapatan
dana
perimbangan merupakan semua pengeluaran
negara yang dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi baik di tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota. Sama dengan
periode sebelumnya, subkomponen Dana
Alokasi Khusus menjadi sumber utama dana
perimbangan dengan porsi 55,7%, disusul
dengan DAU (36,5%) dan DBH (7,8%) pada 2017.
Meningkatnya porsi DAU yang cukup signifikan,
yaitu dari 27,2% menjadi 36,5%, sejalan dengan
komitmen
pemerintah
untuk
terus
meningkatkan layanan publik di daerah. Di sisi
lain, masih besarnya porsi Dana Alokasi Khusus
mengindikasikan
besarnya
alokasi
dana
Pemerintah Pusat yang digunakan untuk
mendanai kegiatan khusus urusan daerah
maupun prioritas nasional.11
DAK dapat digunakan untuk membiayai 11 Bidang,
meliputi 1. Pendidikan; 2. Kesehatan; 3. Prasarana Jalan; 4.
Prasarana Irigasi; 5. Prasarana Air Minum; 6. Kelautan dan
Perikanan; 7. Prasarana Pertanian; 8. Prasarana
Pemerintahan; 9. Lingkungan Hidup; 10. Kependudukan;
11. Kehutanan. Di bidang pendidikan misalnya, DAK dapat
digunakan untuk Rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas,
pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana, serta
pembangunan fisik lainnya.
Grafik 2.9 Pangsa Dana Perimbangan APBD Provinsi
Sumatera Utara 2016-2017
Perubahan mekanisme transfer ke daerah yang
baru diputuskan pada April 2017, ditengarai
menjadi penyebab rendahnya realisasi dana
perimbangan. Sampai dengan triwulan I 2017,
realisasi
pendapatan
transfer
tercatat
mengalami penurunan. Secara nominal, realisasi
dana perimbangan turun menjadi Rp498,5 miliar
(6,9% dari pagu) dari sebelumnya Rp625 miliar
(12,2% dari pagu). Penurunan tersebut
utamanya didorong oleh rendahnya realisasi
Dana Alokasi Umum, yaitu hanya mencapai 7,9%
dari pagu anggaran, disusul dengan realisasi DBH
yang sedikit menurun menjadi Rp105,9 miliar
atau 18,7% dari pagu. Rendahnya realisasi
transfer dana alokasi umum disinyalir
disebabkan oleh perubahan mekanisme transfer
ke daerah yang baru diputuskan April 2017.
Revisi kebijakan ini dilakukan guna memperbaiki
kinerja penerimaan agar penggunaannya lebih
efektif.
Terdapat 6 poin utama yang tertuang dalam
PMK Transformasi Mekanisme Transfer Dana
Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Pertama,
pengalokasian DAU besaran nilai per daerah
akan bersifat dinamis dan tergantung pada
perkembangan Penerimaan Dalam Negeri (PDN)
Neto.
Kedua,
penyaluran
TKDD
akan
mempertimbangkan kinerja penyerapan dan
capaian output atas penggunaan TKDD pada
triwulan atau tahun sebelumnya. Kebijakan ini
berlaku untuk DAU, DAK Fisik dan Non Fisik,
Dana Insentif Daerah (DID), Dana Otonomi
Khusus (Otsus) dan tambahan infrastruktur
Ketiga, terdapat perubahan proses penyaluran
DAK fisik dan dana desa dari yang sebelumnya
31
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
dikelola Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK)
bergeser kepada KPPN di seluruh Indonesia.
Keempat, PMK.50/2017 memberikan wewenang
yang lebih besar kepada gubernur untuk
memberikan rekomendasi atas usulan DAK fisik
level Kabupaten/Kota dengan alasan sinkronisasi
dan harmonisasi perencanaan pendanaan.
Kelima, penyempuranaan kriteria dalam
pengalokasian DID berdasarkan beberapa
indikator tertentu seperti pengelolaan keuangan
daerah (e-budgeting, e-planning, dan eprocurement), pelayanan dasar publik dengan
menganggarkan persentase tertentu dari data
tranfer.
Di tengah rendahnya realisasi DAU dan DBH,
realisasi DAK justru menunjukkan peningkatan.
Realisasi DAK pada triwulan laporan tercatat
sebesar Rp184,7 miliar. Peningkatan realisasi
diperkirakan akibat perubahan kebijakan
pengelolaan dana BOS (Bantuan Operasional
Sekolah) SMA/SMK yang sebelumnya dikelola
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi
Pemerintah Daerah Provinsi sejak tahun 2016.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah, pengelolaan
SMA/SMK saat ini berada dalam kewenangan
pemerintah provinsi. Selain itu, tingginya
realisasi DAK disinyalir bersumber dari
pengembalian DAU dan DAK pasca penundaan
yang direalisasikan kembali ke daerah akhir
tahun lalu.
Realisasi Lain-lain Pendapatan yang Sah
Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan
Daerah yang sah justru tercatat meningkat.
Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat
Rp1,1 miliar atau sekitar sebesar 11,6% dari
target, meningkat dibandingkan triwulan yang
sama pada tahun 2016 yang mencapai 1,1%.
Realisasi tersebut didorong oleh realisasi pos
pendapatan hibah dan pendapatan lain-lain.
Selain itu, kenaikan persentasi yang cukup
signifikan utamanya didorong oleh perubahan
pagu anggaran Lain-Lain Pendapatan yang sah,
dimana tahun sebelumnya ditargetkan sebesar
Rp222,2 miliar, sementara tahun 2017 hanya
Rp9,5 miliar.
2.2.3 Anggaran Belanja APBD Provinsi
Sumatera Utara
Secara nominal, pagu anggaran Belanja Daerah
Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017
tercatat meningkat. Nilai pagu belanja APBD
Provinsi Sumatera Utara tercatat sebesar Rp13,1
triliun, meningkat 28,0% dibandingkan tahun
2016 yang tercatat sebesar Rp10,1 triliun.
Peningkatan pagu anggaran belanja di tahun
2017 utamanya didorong oleh peningkatan pada
pos pagu belanja langsung maupun tidak
langsung. Pada sub komponen belanja tidak
langsung, peningkatan tertinggi terjadi pada
belanja pegawai yang menunjukkan peningkatan
signifikan sebesar 110,3% atau menjadi Rp3,1
triliun. Selain itu, belanja hibah juga turut
meningkatkan pagu anggaran belanja tidak
langsung dengan peningkatan sebesar 18,9%.
Sementara itu, pagu anggaran belanja bagi hasil
kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota
lain
mengalami penurunan sebesar -28,6% (yoy).
Dengan demikian, porsi belanja pegawai masih
mendominasi struktur anggaran belanja tidak
langsung, yaitu mencapai 35,3%.
Peningkatan belanja daerah 2017 juga
diharapkan dapat lebih optimal seiring dengan
peningkatan
pagu
belanja
langsung.
Peningkatan sub komponen belanja langsung
utamanya didorong oleh adanya peningkatan
pagu anggaran belanja modal serta barang dan
jasa yang masing-masing meningkat lebih dari
50%. Anggaran belanja modal meningkat dari
Rp1,1 triliun menjadi Rp1,9 triliun. Sementara
anggaran barang dan jasa meningkat dari Rp1,5
triliun (2016) menjadi Rp2,3 triliun (2017).
Semakin besarnya porsi belanja langsung pada
tahun 2017 mengindikasikan semakin baiknya
kualitas keuangan pemerintah yang diharapkan
semakin produktif.
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
jasa sebesar Rp13,5 triliun menahan deviasi
realisasi yang lebih dalam.
Grafik 2.10 Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung
terhadap Anggaran Belanja 2016-2017
2.2.4 Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera
Utara
Realisasi belanja APBD Provinsi Sumatera Utara
di triwulan I-2017 tercatat hanya mencapai 3%,
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 10% dari total pagu anggaran.
Realisasi tersebut bahkan lebih rendah dari
historisnya 3 tahun terakhir. Lambatnya serapan
anggaran utamanya disebabkan oleh rendahnya
serapan belanja langsung yang tercatat hanya
0,4% dari pagu anggaran, atau lebih rendah dari
tahun sebelumnya yang tercatat 2,8%. Selain itu,
serapan belanja tidak langsung juga turut
memberikan tekanan pada kinerja belanja
daerah, yang hanya menyerap 4,5% dari pagu
anggaran, jauh lebih rendah dari tahun
sebelumnya yang mencapai 13,5%.
Grafik 2.11 Pangsa Realisasi Belanja Sumatera Utara 20162017
Pada komponen belanja langsung, terjadi
penurunan penyerapan dibandingkan triwulan I
pada tahun sebelumnya. Penyerapan belanja
langsung menurun dari 2,8% menjadi 0,4%.
Penurunan tersebut utamanya berasal dari pos
belanja modal yang belum terealisasi. Namun
demikian, adanya realisasi belanja barang dan
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara
Grafik 2.12 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Langsung
Sumatera Utara 2015-2016
Potensi
back-loaded
expenditure
atau
pengeluaran yang meningkat menjelang akhir
tahun relatif tinggi seiring dengan rendahnya
serapan belanja pada awal tahun. Rendahnya
serapan belanja langsung, yang terdiri dari
belanja pegawai, belanja modal, belanja barang
dan jasa, menunjukkan pola-pola yang sama
dengan tahun-tahun sebelumnya dimana
persentase realisasi meningkat menjelang akhir
tahun. Sementara realisasi triwulan I, umumnya
cenderung kecil seiring dengan masih
dilakukannya pemenuhan administrasi dan
pelelangan pengadaan infrastruktur, barang dan
jasa. Hal ini tercermin pada kinerja investasi
PDRB Sumatera Utara yang pada triwulan
laporan tumbuh lebih rendah (4,05% yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (5,23% yoy).
Lebih lanjut, realisasi belanja tidak langsung
(pangsa 67,1%) sampai triwulan I 2017 juga
hanya mencapai
4,5%,
lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya. Serapan
belanja pegawai yang rendah menjadi salah satu
faktor pendorong rendahnya kinerja belanja
tidak langsung. Realisasi belanja pegawai hanya
mencapai 5,6% dari total pagu anggaran, lebih
rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang
sebesar 15%. Hal ini ditengarai karena masih
belum berlangsungnya aktivitas kegiatan
kedinasan dan rapat serta acara yang terkait
dengan meeting, incentive, convention, dan
exhibition (MICE), akibat adanya perbaikan
33
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
formulasi transfer yang menyesuaikan dengan
kondisi penerimaan Pemerintah Pusat. Namun
demikian, penurunan tersebut dapat diimbangi
dengan tingginya realisasi pos Pemerintahan
Desa yang meningkat menjadi 11,2%. Hal
tersebut didorong oleh tingginya penyaluran
dana desa kepada provinsi yang selanjutnya
akan disampaikan pada Pemerintahan Desa.
Grafik 2.13 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Tidak
Langsung Sumatera Utara 2016-2017
Pada 1 April 2017, Pemerintah menerbitkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) guna
memperbaiki pengalokasian dan optimalisasi
penggunaan TKDD agar lebih tepat sasaran.
Nantinya,
Pemerintah
akan
melakukan
reformasi sistem penyaluran TKDD, antara lain
melalui perubahan pengajuan proposal yang
sebelumnya diajukan ke Pemerintah Pusat
menjadi melalui kantor KPPN di masing-masing
Kabupaten/Kota. Selanjutnya, kantor KPPN
tersebut akan melakukan pengecekan langsung
ke lokasi proposal. Mekanisme transformasi
inilah yang diperkirakan menjadi terlambatnya
transfer ke daerah dan berakibat pada
rendahnya serapan belanja di daerah.
Tabel 2.2 Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 - 2017
URAIAN
REALISASI TW I
PAGU 2016
NOMINAL
II. BELANJA DAN TRANSFER
BELANJA TIDAK LANGSUNG
2.1 Belanja Pegawai
2.2 Belanja Bunga
2.3 Belanja Subsidi
2.4 Belanja Hibah
2.5 Belanja Bantuan Sosial
2.6
HasilKeuangan
Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota
dan Pemerintah
Desa
2.7 Belanja Bagi
Bantuan
Kepada Provinci/Kabupaten/Kota
dan
Pemerintahan Desa
2.8 Belanja Tidak Terduga
2.9 Belanja Lain-Lain
BELANJA LANGSUNG
2.1 Belanja Pegawai
2.2 Belanja Barang & Jasa
10,180.8
7,510.6
1,469.8
3,075.4
2,775.3
179.3
10.8
2,670.1
1,504.4
1,058
984
221
727
36
75
75
PAGU 2017
% REALISASI
10.4%
13.1%
15.0%
23.6%
1.3%
2.8%
5.0%
REALISASI TW I
NOMINAL
13,034.7
8,752.1
3,090.3
3,658.1
1,982.5
2.4
18.8
4,282.6
186.3
2,305.4
396.8
394.3
171.9
222.3
16.1
2.6
13.5
% REALISASI
3.0%
4.5%
5.6%
% Growth
% Growth
Realisasi
Pagu Anggaran
(YoY)
28.0%
16.5%
110.3%
11.2%
0%
1.4%
0.6%
18.9%
-28.6%
0%
73%
0%
60%
0%
53%
-62.5%
-59.9%
-22.2%
-100%
515%
0%
0%
0%
-78%
0%
-82%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
2.3 APBN Provinsi Sumatera Utara
Tabel 2.3 Realisasi APBN Triwulan I 2017
URAIAN
BERDASARKAN JENIS BELANJA
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
BERDASARKAN FUNGSI
Agama
Ekonomi
Kesehatan
Ketertiban dan Keamanan
Lingkungan Hidup
Pariwisata dan Budaya
Pelayanan Umum
Pendidikan
Perlindungan Sosial
Pertahanan
Perumahan dan Fasilitas Umum
TOTAL
2016
2017
PAGU
REALISASI TW I
(Miliar Rp) (Miliar Rp)
% Pagu
19,330
7,523
1,399
18.6%
6,009
548
9.1%
5,734
302
5.3%
64
2
2.5%
PAGU
REALISASI TW I
% Perubahan
(Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu
343
6,421
1,226
3,196
344
4
1,074
3,817
47
2,255
605
19,330
48
421
146
591
30
144
443
2
420
5
2,250
14.0%
6.5%
11.9%
18.5%
8.8%
0.0%
13.4%
11.6%
5.3%
18.6%
0.8%
11.6%
7,640
5,717
6,098
68
1,416.16
648.44
579.31
0.53
439
7,022
1,093
2,825
352
13
857
4,023
45
2,428
422
19,519
53
723
54
594
35
0.74
150
569
3
453
9
2,644
18.5%
11.3%
9.5%
0.8%
12.1%
10.3%
4.9%
21.0%
10.0%
5.8%
17.5%
14.2%
5.8%
18.7%
2.2%
13.5%
1.6%
-4.9%
6.3%
5.7%
28.0%
9.4%
-10.8%
-11.6%
2.3%
227.5%
-20.2%
5.4%
-3.1%
7.7%
-30.2%
1.0%
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Kantor Wilayah Sumatera Utara
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Target realisasi APBN12 Provinsi Sumatera
Utara pada tahun 2017 meningkat tipis dari
19,3T menjadi Rp19,5 triliun (1,1%).
Berdasarkan jenisnya, peningkatan alokasi
anggaran APBN utamanya didorong oleh
peningkatan pagu anggaran belanja modal
(6,3%), belanja bantuan sosial (5,7%), dan
belanja pegawai (1,6%). Sementara alokasi pagu
anggaran untuk belanja barang menurun -4,9%
dibandingkan tahun 2016. Stagnasi alokasi pagu
APBN ke daerah berkaitan tantangan dan
strategi APBN ke depan ditengah ruang fiskal
yang terbatas, mandatory dan non-discretionary
spending13 yang masih cukup besar sehingga
perlu melakukan perbaikan kualitas belanja
dengan pembiayaan anggaran yang lebih efisien.
Program prioritas dan kebijakan nasional yang
diejawantahkan
melalui
beberapa
Kementerian/Lembaga menentukan besaran
pagu anggaran APBN di Sumatera Utara.
Berdasarkan fungsinya, belanja APBN di
Sumatera Utara terpusat pada fungsi ekonomi
(pangsa 36%), fungsi pendidikan (pangsa 20,6%)
dan fungsi ketertiban dan keamanan (pangsa
14,5%). Tingginya porsi anggaran ekonomi
didorong oleh komitmen Pemerintah Pusat
untuk
mengakselerasi
pembangunan
infrastruktur dan konektivitas antar wilayah,
pembangunan
sarana
dan
prasarana
ketenagalistrikan, perumahan, sanitasi dan air
bersih. Selain itu, pelaksanaan program prioritas
di bidang pendidikan serta upaya stabilisasi
pertanahan
dan
keamanan,
melalui
pemberantasan
dan
penegakan
hukum
terhadap peredaran gelap narkoba, tindak
terorisme serta pengadaan alutsista, turut
mendorong peningkatan alokasi anggaran
pendidikan dan ketertiban dan keamanan.
Realisasi belanja APBN di Sumatera Utara hingga
triwulan I 2017 sebesar 13,5%14, lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai
sebesar 11,6% dari pagunya (Tabel 2.3).
Peningkatan ini sejalan dengan upaya
percepatan realisasi belanja pemerintah di awal
tahun. Berdasarkan jenisnya, dana APBN ini
terutama digunakan untuk belanja pegawai yang
merupakan belanja rutin yang mencatat realisasi
terbesar, yaitu 18,5%15 dari pagunya, atau
hampir sama dengan tahun sebelumnya.
Serapan belanja barang dan belanja modal juga
tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya dengan realisasi masing-masing
sebesar 11,3% dan 9,5%. Nilai realisasi tersebut
diperkirakan menjadi faktor pendorong
pertumbuhan konsumsi pemerintah pada
triwulan laporan di tengah rendahnya realisasi
keuangan daerah (APBD Provinsi dan
Kabupaten/Kota). Selain itu, realisasi belanja
modal yang lebih tinggi sejalan dengan
komitmen Pemerintah untuk mempercepat
proyek-proyek
infrastruktur
strategis.
Sementara itu, belanja bantuan sosial
merupakan belanja dengan realisasi terendah
yakni 0,8%, lebih rendah dibandingkan tahun
sebelumnya yang terealisasi 2,5%.
Realisasi belanja barang (11,3%) didorong oleh
belanja perjalanan dinas biasa dan dalam kota,
belanja keperluan perkantoran, serta honor
12
Pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah anggaran
APBN untuk dibelanjakan di Sumatera Utara. Belanja
digunakan untuk membiayai gaji pegawai kementerian
atau instansi Pemerintah Paerah yang berada di Sumatera
Utara dan proyek-proyek infrastruktur strategis yang
dicanangkan oleh Pemerintah Paerah.
13
Mandatory spending merupakan pengeluaran
pemerintah dalam rangka pemenuhan hak setiap warga
negaranya yaitu kebutuhan akan pendidikan, kesehatan
dan layanan dasar umum.
Analisis yang digunakan adalah persentase realisasi
anggaran terhadap total anggaran belanja APBN
Analisis per jenis belanja maupun fungsi menggunakan
persentase realisasi dari anggaran masing-masing per jenis
belanja maupun fungsi, bukan dari total belanja APBN
35
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
kegiatan dan operasional satuan kerja.
Sementara realisasi barang modal (9,5%)
didorong oleh belanja modal peralatan dan
mesin dan belanja penambahan nilai jaringan.
Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN
terbesar dicapai oleh fungsi ketertiban dan
keamanan (21% dari pagunya) yang merupakan
pengeluaran rutin untuk menjaga ketertiban dan
keamanan di masyarakat. Pengeluaran tertinggi
berikutnya adalah belanja fungsi pertahanan
(18,7% dari pagunya), belanja fungsi pelayanan
umum (17,5%) dan belanja fungsi pendidikan
(14,2%)
Apabila dibandingkan dengan triwulan yang
sama tahun sebelumnya, realisasi belanja pada
mayoritas
fungsi
tercatat
meningkat.
Peningkatan tertinggi terjadi pada fungsi belanja
pariwisata dan budaya (5,8%), fungsi pelayanan
umum (4,1%), fungsi pendidikan (2,6%) dan
fungsi ketertiban dan keamanan (2,5%).
Peningkatan realisasi beberapa fungsi tersebut
diperkirakan
sejalan
dengan
program
pemerintah
untuk
meningkatkan
pengembangan pariwisata, peningkatan kualitas
pelayanan umum dan pendidikan di Sumatera
Utara.
Grafik 2.14 Pagu APBN di Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Kantor Wilayah Sumatera Utara
Grafik 2.15 Persentase Perbandingan Realisasi APBN Berdasarkan Fungsi
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
BAB 3 PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 juga turut disertai
dengan tajamnya penurunan tekanan inflasi, dari 6,3% menjadi 3,9% (yoy). Meskipun demikian,
capaian ini lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Nasional yang mencapai 3,6% (yoy).
Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan di pasaran
sehingga mendorong normalisasi harga pangan yang cukup tinggi pada tahun 2016. Tekanan
inflasi inti juga relatif menurun yang akomodatif dalam meredanya tekanan inflasi sepanjang
triwulan I 2017. Namun, adanya kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan beberapa komoditas
yang diatur pemerintah meningkatkan tekanan inflasi administered prices. Meskipun demikian,
inflasi tahun kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,32% (ytd). Hal tersebut mendorong
optimisme capaian inflasi tahunan 2017 yang akan kembali terjangkar pada sasaran inflasi
nasional, yaitu sebesar 4±1%, meski masih diwarnai risiko peningkatan tekanan inflasi dari sisi
administered prices.
Sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas inflasi, program pengendalian inflasi terus
dilaksanakan secara intensif. TPID se-Provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkah-langkah
pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya
menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga
ekspektasi inflasi.
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
37
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
%, YoY
Inti
Masih terbatasnya peningkatan permintaan
masyarakat terkait dengan perbaikan harga
komoditas perkebunan yang berjalan lambat
2.3
7.6
2.1
2.3
1.7 1.7
3.7
5.2
5.6
4.2
I
II
III
IV
I
2.1 0.90.9 3.9
II
III
IV
1.3 1.3 5.8
1.6 0.70.6 2.9
2
2.1 0.90.9 3.9
4
3.1
6
1.2 1.2 5.5
8
6.6
1.5 1.5
3.2
10
Berdasarkan
disagregasinya,
meredanya
tekanan inflasi Sumut pada triwulan I 2017
terjadi pada semua kelompok yang terutama
didorong oleh penurunan tekanan inflasi inti.
Kontribusi tekanan inflasi inti turun tajam 3,5%
(yoy) menjadi 2,2% (yoy) yang diikuti oleh
penurunan kontribusi kelompok inflasi volatile
food dari 1,4% (yoy) menjadi 0,9% (yoy) dan
kontribusi administered prices dari 1,4% (yoy)
menjadi 0,9% (yoy).
VF
AP
Umum
II
III
IV
I
II
III
IV
6.3
12
I
II
III
IV
1.4 1.4
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional
2.2 0.90.9 3.9
Sumber: BPS, diolah
1.3 1.3 6.0
4
3.3
2017
3.5
I
2016
7.2
II III IV
1.6 1.6
I
1.0 1.0 4.3
2015
2.4
II III IV
1.8 0.70.7 3.2
I
4.0
2014
7.8
II III IV
6.6
I
1.7 1.7
2013
1.5 1.5
II III IV
4.3
I
3.7
2012
8.2
II III IV
1.8
I
1.8
0
1.4 1.4 6.1
4.0
4.5
4.3
4.3
5.9
5.9
8.4
8.4
7.3
6.7
4.5
8.4
6.4
7.3
6.8
3.4
4.5
3.5
3.1
3.0
3.6
4.2
4.3
4.5
3.2
4.4
2.9
4.7
3.4
3.9
6.1
4
2
6.3
6.0
6.2
3.9
3.9
7.2
6.5
6
6.6
1.4 1.4
5.8
5.5
7.8
1.1 1.0 4.7
8
8.2
7.7
6.6
3.6
9.4
10
Nasional
Sumut
10.2
2.6
12
Sementara itu, beberapa kebijakan pemerintah
untuk melakukan penyesuaian terhadap
komoditas-komoditas yang harganya diatur oleh
pemerintah
mendorong
memberikan
sumbangan inflasi Administered Prices. Adanya
atensi pemerintah untuk melakukan penyaluran
subsidi tepat sasaran melalui penyesuaian
penyaluran subsidi untuk pelanggan listrik
rumah tangga menjadi penyebab utama
meningkatnya tekanan inflasi kelompok
administered prices pada triwulan I 2017.
10.2
(% yoy)
Pasokan pangan di pasaran yang membaik turut
mendorong penurunan tekanan inflasi volatile
foods. Dengan produksi yang cenderung lebih
baik dari tahun sebelumnya, pasokan yang ada
masih cukup memenuhi tingkat konsumsi
masyarakat di Sumatera Utara. Dengan
demikian, harga pangan disepanjang triwulan I
2017 bergerak normal.
9.3
Melambatnya
pertumbuhan
ekonomi
Sumatera Utara pada triwulan I 2017 juga turut
disertai dengan penurunan tajam tekanan
inflasi, dari 6,3% menjadi 3,9% (yoy). Meskipun
demikian, inflasi pada triwulan laporan tersebut
lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Nasional
yang mencapai 3,6% (yoy). Rendahnya capaian
inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya
pasokan pangan di pasaran sehingga mendorong
penurunan harga pangan yang cukup tinggi pada
tahun 2016. Dengan demikian, inflasi tahun
kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,32%
(ytd). Dengan perkembangan tersebut dan
inflasi April 2017 yang masih tercatat mengalami
deflasi, inflasi 2017 diperkirakan berada pada
kisaran sasaran inflasi 4±1%.
mendorong rendahnya demand pull inflation16
sehingga berkontribusi bagi menurunnya
tekanan inflasi inti pada triwulan I 2017.
Sementara itu, ekspektasi inflasi yang terkelola
dengan baik juga akomodatif dalam mendorong
menurunnya kontribusi tekanan inflasi inti.
2.1
3.1 Kondisi Umum
0
I
2012
2013
2014
2015
2016
I
2017
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara
Secara spasial, penurunan tekanan inflasi
terjadi pada seluruh kota Survei Biaya Hidup
(SBH). Kota dengan penurunan tekanan inflasi
tertajam adalah Kota Sibolga, yaitu dari 7,4%
(yoy) menjadi 3,2% (yoy), disusul Kota Medan
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
dari 6,6% (yoy) menjadi 3,9% (yoy), Kota
Padangsidimpuan yang turut menurun dari 4,3%
(yoy) menjadi 3,8% (yoy) serta Kota
Pematangsiantar yang menurun dari 4,8% (yoy)
menjadi 4,7% (yoy).
Sementara itu, mulai dipanennya bawang merah
di kawasan Jawa juga berkontribusi dalam
penurunan tekanan inflasi kelompok ini. Sekitar
27% kebutuhan bawang merah di Kota Medan
dipasok dari Brebes, Jawa Tengah17.
INFLASI BULANAN (% mtm)
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
sepanjang Triwulan I 2017
Januari 2017
0,5%
Februari 2017
-0,6%
Maret 2017
-0,2%
Tingkat Inflasi bulanan Sumatera Utara
sepanjang triwulan I 2017 lebih rendah
dibandingkan dengan rataan historisnya dalam
beberapa tahun terakhir. Pada bulan Januari
2017 realisasi inflasi Sumatera Utara mencapai
0,5% (mtm), sementara bulan Februari dan
Maret 2017 justru tercatat deflasi -0,6% (mtm)
dan -0,2% (mtm).
Inflasi pada bulan Januari 2017 terutama
didorong oleh inflasi administered prices dan
inflasi inti, sementara inflasi volatile foods
cenderung menurun. Peningkatan tekanan
inflasi adminitered prices terutama terjadi
seiring dengan penyesuaian tarif komoditas yang
diatur oleh pemerintah seperti STNK, SIM, dan
tarif listrik.
Inflasi inti juga cenderung meningkat pada bulan
Januari 2017 seiring dengan membaiknya daya
beli masyarakat terkait dengan perbaikan harga
komoditas
perkebunan
internasional.
Membaiknya daya beli tercermin pada tingginya
intensitas penggunaan pulsa ponsel yang juga
turut mendorong peningkatan inflasi.
Sementara itu, penurunan harga komoditas
pangan mulai terjadi memasuki tahun 2017 yang
ditandai dengan tekanan inflasi kelompok
volatile foods yang mereda. Pasokan di pasaran
relatif membaik, terutama untuk komoditas
bumbu-bumbuan. Cabai merah menjadi
kontributor utama rendahnya inflasi Volatile
Foods pada triwulan I 2017. Beberapa sentra
produksi mulai melakukan aktivitas panen pasca
terjangkit virus kuning sepanjang 2016.
Jan-17
Kontribusi
(%, yoy)
1 Biaya Perpanjangan STNK 103.82
0.22
2 Tarip Listrik
4.16
0.13
3 Daging Ayam Ras
9.55
0.11
Feb-17
Kontribusi
No.
Komoditas
(%, yoy)
(%, yoy)
1 Tarip Listrik
13.62
0.42
2 Tarip Pulsa Ponsel
10.17
0.19
Kembung/Gembung/Bany
3
10.32
0.08
ar/Gembolo/Aso-Aso
Mar-17
Kontribusi
No.
Komoditas
(%, yoy)
(%, yoy)
1 Bawang Merah
-21.77
-0.22
2 Sabun Cuci Batangan
25.30
0.10
No.
Komoditas
3 Daging Ayam Ras
(%, yoy)
5.47
0.06
No.
Komoditas
1 Cabai Merah
2 Bawang Merah
3 Cabe Hijau
(%, yoy)
113.15
-26.16
23.49
Kontribusi
(%, yoy)
1.71
-0.25
0.02
1 Cabai Merah
2 Daging Ayam Ras
47.66
-5.53
Kontribusi
(%, yoy)
0.75
-0.07
3 Angkutan Udara
0.23
0.00
No.
No.
Komoditas
Komoditas
1 Cabai Merah
Tarip Pulsa
2
Ponsel
3 Cabai Rawit
(%, yoy)
-9.88
7.01
Kontribusi
(%, yoy)
-0.26
0.13
33.31
0.04
(%, yoy)
Sumber BPS
Memasuki bulan Februari, penurunan inflasi
terus berlanjut, bahkan tercatat deflasi -0,6%
(mtm). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada
seluruh kelompok disagregasi, terutama volatile
foods. Penurunan tekanan inflasi kelompok
Volatile Foods terus berlanjut seiring dengan
masih tingginya pasokan pangan di pasaran.
Begitu juga dengan tekanan inflasi administered
prices yang turut mereda pasca penyesuaian
tarif listrik pada triwulan lalu. Sementara itu,
tekanan inflasi inti turut mereda.
Penurunan tekanan inflasi kelompok volatile
foods terutama didorong oleh berlanjutnya
penurunan harga cabai merah serta daging
ayam ras. Periode panen tahap I cabai merah
yang biasanya mulai terjadi pada bulan Februari
mendorong baiknya pasokan di pasaran.
Pasokan secara umum diperoleh dari daerah
dataran tinggi seperti Kabupaten Batu Bara.
Sementara itu, adanya panen jagung di
beberapa sentra produksi menekan harga pakan
Riset Perdagangan Antar Wilayah (2015), Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
39
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
ternak sehingga mendorong rendahnya
daging ayam ras. Penurunan ini juga
ditopang oleh permintaan masyarakat
perayaan tahun baru dan Imlek pada
Januari lalu.
harga
turut
pasca
bulan
Penurunan tekanan inflasi juga ditopang oleh
penurunan
tekanan
inflasi
kelompok
administered prices. Menurunnya permintaan
masyarakat akan angkutan udara seiring dengan
selesainya perayaan tahun baru dan Imlek
menjadi pemicu utama rendahnya capaian
inflasi kelompok ini. Inflasi pada kelompok ini
didorong oleh relatif rendahnya dampak
lanjutan dari penyesuaian tarif listrik serta
penerimaan bukan pajak terkait kendaraan
bermotor pada periode lalu. Skema penyesuaian
tarif listrik18 dari pelanggan subsidi menjadi
pelanggan non subsidi tidak terjadi di bulan
Februari, sehingga mendorong meredanya
tekanan inflasi komoditas tarif listrik. Sementara
itu, tekanan inflasi inti juga cenderung mereda
terkait dengan meredanya permintaan yang
ditunjang oleh stabilisasi nilai tukar rupiah serta
ekspektasi masyarakat yang terkelola dengan
baik.
Pada akhir triwulan I 2017, inflasi Sumatera
Utara kembali rendah, yaitu -0,2% (mtm).
Kembali rendahnya tekanan inflasi pada bulan
Maret terutama didorong oleh deflasi kelompok
volatile foods, sementara tekanan inflasi inti dan
administered prices relatif terjaga.
Aktivitas panen raya tanaman pangan dan
hortikultura yang berjalan baik mendorong
masih primanya pasokan pangan di pasaran
sehingga mendorong kelompok volatile foods
tercatat deflasi. Deflasi volatile food tidak
terlepas dari penurunan harga cabai merah yang
Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga
Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero)
terus berlanjut. Cuaca sepanjang bulan JanuariMaret dilaporkan cukup kondusif dalam
mendorong
aktivitas
tanam.
Meskipun
demikian, capaian panen ini ditengarai belum
optimal terkait dengan penyaluran pupuk
subsidi yang masih belum optimal serta
ketersediaan pupuk impor yang masih terbatas.
Dengan demikian, hampir seluruh subkelompok
mengalami deflasi kecuali untuk subkelompok
daging-dagingan, subkelompok ikan serta
subkelompok buah-buahan.
Deflasi yang kembali terjadi dalam bulan Maret
2017 juga turut didukung oleh penurunan
tekanan inflasi administered prices (AP) ditengah
masih
berlangsungnya program
migrasi
pelanggan listrik dalam mendorong alokasi
subsidi tepat sasaran. Penurunan tekanan inflasi
utamanya disumbang oleh deflasi komoditas
angkutan udara berkaitan dengan masih relatif
rendahnya permintaan masyarakat seiring
dengan tidak adanya perayaan HBKN.
Meredanya siklus kenaikan cukai rokok juga
mendorong
penurunan
tekanan
inflasi
administered prices.
Menurunnya permintaan masyarakat untuk tarif
pulsa ponsel serta gaun seiring dengan
menurunnya
permintaan
masyarakat
mendorong rendahnya tekanan inflasi inti.
Ekspektasi inflasi juga terjaga, baik di level
pedagang maupun konsumen. Stabilisasi nilai
tukar juga mampu menunjang kembali
rendahnya tekanan inflasi inti.
Primanya pasokan pangan di pasaran masih
terus berlangsung hingga bulan April 2017
hingga kembali mencatatkan deflasi hingga
-0,4% (mtm). Penurunan tekanan inflasi ini
terutama didorong oleh kembali rendahnya
tekanan inflasi kelompok volatile foods dan
inflasi inti. Sementara itu, tekanan inflasi
kelompok administered prices menahan
penurunan tekanan inflasi lebih dalam. Terus
berlangsungnya penurunan harga pangan pasca
shock anomali produksi sepanjang tahun 2016
lalu mendorong koreksi harga pangan sehingga
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
mendorong masih rendahnya capaian inflasi
tahun kalender Sumatera Utara yang hanya
mencapai -0,76% (ytd).
% (yoy)
20
Meski tekanan inflasi pada awal triwulan II
masih cukup rendah, lonjakan permintaan
masyarakat diperkirakan meningkat hingga akhir
triwulan II 2017 seiring dengan masuknya bulan
Ramadhan dan Idul Fitri. Kondisi tersebut
diperkirakan mendorong peningkatan tekanan
inflasi, terutama pada kelompok volatile foods.
Lebih lanjut, seiring dengan momen puasa dan
Idul Fitri, tekanan inflasi diperkirakan bertambah
didorong oleh kenaikan tarif angkutan umum.
Selanjutnya, kenaikan harga pada kedua
kelompok tersebut meningkatkan ekspektasi
inflasi yang akan mendorong peningkatan inflasi
inti.
10
Dengan kondisi tersebut, TPID se-Provinsi
Sumatera Utara melakukan berbagai langkah
antisipatif melalui peningkatan koordinasi
pengendalian inflasi. Dalam kaitan tersebut,
TPID se-Sumatera telah melaksanakan rapat
koordinasi pada awal Mei 2017. TPID se-Provinsi
Sumatera Utara terus melakukan langkahlangkah pengendalian sesuai roadmap jangka
pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada
upaya menjamin pasokan dan distribusi,
khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok,
dan menjaga ekspektasi inflasi.
3.2 Perkembangan Inflasi Non
Fundamental
Tekanan inflasi dari faktor non fundamental
menurun. Penurunan tersebut pada triwulan I
2017 terutama didorong oleh penurunan
tekanan inflasi volatile foods, sementara
tekanan inflasi administered prices cenderung
meningkat. Membaiknya pasokan pangan di
pasaran mendorong penurunan harga pangan,
sementara penyesuaian harga beberapa
komoditas yang diatur oleh pemerintah
mendorong peningkatan tekanan inflasi
administered prices.
Inflasi IHK
Core
Volatile Foods
Administered Prices
15
5
0
I
-5
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016
4
2017
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan
Penurunan tekanan inflasi volatile foods masih
menjadi pendorong utama penurunan tekanan
inflasi pada triwulan I 2017. Inflasi volatile foods
turun tajam dari 13,2% (yoy) menjadi 2,9% (yoy).
Meredanya tekanan inflasi kelompok ini terjadi
pada subkelompok bumbu-bumbuan, sayursayuran, kacang-kacangan serta telur, susu dan
hasil-hasilnya.
Harga bumbu-bumbuan terpantau mulai
kembali ke level yang relatif rendah sehingga
mendorong tajamnya penurunan tekanan inflasi
subkelompok bumbu-bumbuan dari 88,5% (yoy)
menjadi -8,0% (yoy). Hal ini terutama didorong
oleh penurunan harga cabai merah yang
menurun signifikan dari 169,5% (yoy) menjadi
-9,9% (yoy), disusul oleh cabai rawit yang turun
dari 90,8% (yoy) menjadi 33,3% (yoy), diikuti
oleh bawang putih yang turun dari 53,4% (yoy)
menjadi 22,5% (yoy) serta bawang merah yang
turun dari -4,4% (yoy) menjadi -21,8% (yoy).
Membaiknya pasokan cabai merah di pasaran
mendorong penurunan harga cabai merah yang
tinggi sepanjang tahun 2016 akibat gangguan
produksi. Meski belum optimal, tanaman cabai
di beberapa sentra produksi sudah mulai bisa
dipanen, seperti di daerah dataran tinggi
terutama Kabupaten Karo yang mulai panen
pada Februari 2107. Adapun tingkat produksi
cabai yang ada masih cukup memenuhi
konsumsi masyarakat dimana produksi cabai
merah masih akan berlangsung akibat
pergeseran periode panen raya yang baru akan
terjadi pada triwulan II mendatang.
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
41
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Provinsi Sumatera Utara melalui BULOG juga
telah bersiap meredam lonjakan tekanan inflasi
yang biasanya terjadi pada periode Ramadhan
dan Lebaran yang tercermin dari meningkatnya
stok beras yang dimiliki oleh BULOG.
yoy
juta ton
Volume
160
Growth
402.4% 500.0%
140
400.0%
355.7%
120
300.0%
100
200.0%
80
100.0%
60
0.0%
40
20
48
104
66
42
34
18
17
13
35
26
22
31
50
24
22
30
28
16
31
17
29
24
20
75
144
Penurunan harga bawang merah seiring dengan
mulai masuknya periode panen di kawasan Jawa
juga mendorong rendahnya tekanan inflasi
volatile foods. Sementara aktivitas produksi
bawang merah di Sumatera Utara cenderung
menurun seiring dengan gagal panennya
bawang merah di Silalahi selain akibat
rendahnya kualitas bibit yang digunakan.
Pasokan bawang merah ditunjang oleh impor
bawang merah yang meningkat tajam dari 9,5
juta ton pada triwulan lalu menjadi 14,14 juta
ton pada triwulan I 2017.
-
Sementara itu, penurunan harga cabai rawit
terutama didorong oleh kembali baiknya
pasokan di pasaran seiring dengan masuknya
periode panen. Jalur Medan-Berastagi yang
sempat terputus pada awal tahun 2017 mulai
membaik memasuki akhir triwulan I 2017
sehingga menunjang lancarnya distribusi cabe
rawit. Fenomena serupa juga terjadi pada
komoditas bawang putih, dimana pasokan di
pasaran dipenuhi oleh barang impor yang
meningkat dari -10% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi 3% (yoy).
Memasuki triwulan II 2017, tekanan inflasi
kelompok volatile foods diperkirakan masih
menurun dari 3,8% (yoy) menjadi 2,6% (yoy).
Kembali menurunnya tekanan inflasi ini masih
didorong oleh masih mencukupinya pasokan
pangan di pasaran sehingga harga pangan terus
terkoreksi. Kondisi tersebut tercermin pada
inflasi volatile foods yang mengalami deflasi
pada bulan April. Meskipun demikian, hal ini
diperkirakan tidak berlangsung lama.
Masuknya bulan Ramadhan dan Idul Fitri
diperkirakan
mendorong
permintaan
masyarakat akan bahan pangan. Dengan
demikian, tekanan inflasi kelompok ini
diperkirakan meningkat. Namun, masih terus
berlangsungnya panen tanaman pangan dan
hortikultura seiring dengan pergeseran periode
panen diperkirakan mampu menahan lonjakan
tekanan inflasi ini lebih jauh sehingga mampu
berkontribusi pada stabilitas harga pangan. TPID
-100.0%
-200.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Sumber: BULOG
Grafik 3.4 Stok Beras Bulog
Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi
administered prices (AP) cenderung menahan
lebih dalamnya penurunan tekanan inflasi.
Tekanan inflasi administered prices cenderung
meningkat dari 1,1% (yoy) menjadi 4,0% (yoy).
Peningkatan tekanan inflasi terutama terjadi
pada subkelompok Bahan Bakar, Penerangan
dan Air serta subkelompok Transportasi,
Sementara itu, tekanan inflasi subkelompok
Tembakau dan Minuman Beralkohol relatif
menurun.
Tekanan inflasi subkelompok Bahan Bakar,
Penerangan dan Air meningkat signifikan dari
-0,6% (yoy) menjadi 8,3% (yoy). Peningkatan ini
terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik
secara signifikan dari 1,7% (yoy) menjadi 16,0%
(yoy). Adanya kebijakan pemerintah untuk
menerapkan kebijakan subsidi tepat sasaran
untuk pelanggan listrik rumah tangga daya 900
VA mendorong peningkatan tarif listrik19. Tren
perbaikan harga minyak dunia yang terus
berlanjut di tengah nilai tukar yang terkendali
Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga
Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero)
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
juga mendorong kembali meningkatnya tarif
listrik.
Selain itu, pada awal tahun 2017 juga
pemerintah melakukan kebijakan untuk
melakukan penyesuaian tarif atas penerimaan
negara bukan pajak yang bersumber dari
perpanjangan STNK dan SIM. Sejak 6 Januari
2017 terjadi kenaikan biaya perpanjangan STNK
sebesar 107% (weighted average) berdasarkan
PP No. 60 Th 2016 yg menggantikan PP No. 50
Th 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan
Negara
Bukan
Pajak/PNBP
sehingga
menyumbang inflasi cukup signifikan, yaitu
sebesar 0,2%.
Memasuki triwulan II, tekanan inflasi kelompok
ini kembali meningkat dari 4,0% (yoy) menjadi
6,5% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada
kelompok
ini
kembali
didorong
oleh
penyesuaian tarif secara bertahap untuk
pelanggan rumah tangga 900 VA serta kenaikan
harga komoditas rokok terkait dengan
penyesuaian tarif cukai rokok pada akhir tahun
2016 lalu. Peningkatan tekanan inflasi kelompok
ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir
triwulan II terkait dengan belum selesainya
tahapan penyesuaian tarif listrik untuk
kelompok non subsidi. Sementara itu, tren
perbaikan harga minyak dunia yang terus
berlanjut juga turut menimbulkan risiko
penyesuaian lebih lanjut terhadap tarif listrik
untuk kelompok non subsidi.
3.3 Perkembangan Inflasi
Fundamental
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan
ekonomi, tekanan inflasi inti turut melandai
dari 5,4% (yoy) menjadi 4,6% (yoy). Penurunan
tekanan inflasi inti ditopang oleh relatif
terjaganya permintaan masyarakat yang masih
dapat direspon dengan baik oleh sisi penawaran.
Hal tersebut juga turut diiringi oleh stabilitas
nilai tukar yang relatif terjaga serta ekspektasi
inflasi yang terkelola dengan baik.
Berdasarkan komoditasnya, penurunan tekanan
inflasi inti terutama didorong oleh penurunan
tekanan inflasi kelompok makanan jadi,
kelompok minuman tidak beralkohol serta
kelompok sandang. Menurunnya tekanan inflasi
makanan jadi terutama didorong oleh
terlewatinya puncak permintaan konsumen
yang pada umumnya memuncak pada triwulan
IV seiring dengan perayaan Natal, tahun baru
serta libur sekolah.
Permintaan konsumen yang relatif terjaga juga
mendorong
meredanya
tekanan
inflasi
kelompok sandang. Berakhirnya year end sale
juga turut menunjang rendahnya capaian inflasi
kelompok sandang. Hal tersebut sesuai dengan
hasil liaison kepada perusahaan ritel yang
menyatakan bahwa permintaan masyarakat
menurun pasca puncak permintaan yang pada
umumnya terjadi ketika akhir tahun.
Sementara itu, masih cukup memadainya
pasokan gula pasir di pasaran juga turut
mendorong rendahnya capaian inflasi inti.
Tekanan inflasi gula pasir kembali turun dari
19,4% (yoy) menjadi 12,7% (yoy). Turut
ditunjang oleh permintaan masyarakat yang
masih terkendali, impor gula maupun pemanis
turun dari 40,7 juta ton pada triwulan lalu
menjadi 36,9 juta ton.
Realisasi proyek yang biasanya digencarkan pada
akhir tahun juga menekan permintaan akan
semen sehingga bisa mendorong rendahnya
tekanan inflasi pada komoditas ini. Hal tersebut
terkonfirmasi dari konsumsi semen yang
cenderung menurun pada triwulan I 2017.
Sementara itu, ekspektasi inflasi relatif terjaga
tercermin pada ekspektasi inflasi di level
pedagang yang cenderung meningkat dan
ekspektasi inflasi pada level konsumen yang
relatif tertahan.
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
43
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi
Sementara itu, subkelompok komunikasi dan
pengiriman serta sarana dan penunjang transpor
menahan penurunan tekanan inflasi inti lebih
lanjut. Tingginya konsumsi paket data seiring
dengan semakin banyaknya masyarakat yang
melek teknologi mendorong meningkatnya
tekanan inflasi pada subkelompok komunikasi.
Tarif pulsa ponsel relatif meningkat dari 3,7%
(yoy) menjadi 7,0% (yoy) yang diikuti oleh
peningkatan tekanan inflasi pada kelompok
telepon seluler yang meningkat dari 1,1% (yoy)
menjadi 1,7% (yoy).
Dalam mempersiapkan aktivitas mudik yang
akan dilaksanakan pada triwulan II 2017
mendatang, permintaan akan sparepart
cenderung meningkat. Dengan demikian, impor
sparepart untuk kendaraan bermotor naik dari
887 ribu ton menjadi 1,2 juta ton yang terutama
didominasi oleh komponen brakes dan
gearboxes. Hal tersebut mendorong penjualan
eceran suku cadang yang meningkat dari 63,7%
(yoy) menjadi 67,1% (yoy).
USD/Rp
%, yoy
RptoUS
16,000
Growth
25.0%
14,000
20.0%
12,000
15.0%
10,000
3.4 Inflasi Menurut Kelompok
Barang dan Jasa
Berdasarkan kelompok barang dan jasa,
penurunan tekanan inflasi pada triwulan I 2017
didorong oleh meredanya tekanan inflasi
kelompok bahan makanan, makanan jadi dan
sandang.
Ketiga
kelompok
tersebut
berkontribusi dalam inflasi umum Sumatera
Utara dengan pangsa mencapai 47%. Sementara
itu, kelompok barang dan jasa lainnya
cenderung stabil bahkan meningkat.
Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Kelompok
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
Umum
2015
IV
4.4
6.2
4.0
4.0
6.0
5.9
-2.8
3.3
2016
2017
I
II
III
IV
I
Arah
14.8 5.4 12.5 14.9 3.5
10.8 11.9 13.5 11.9 6.9
3.0 1.6 1.9 2.5 4.4
4.8 6.3 7.2 2.8 1.2
4.9 4.7 4.5 4.8 5.0
6.0 6.5 4.5 4.1 4.1
1.8 -1.1 -2.0 -1.8 1.9
7.2 4.3 6.0 6.3 3.9
Sumber : BPS, diolah
8,000
10.0%
0.2%
1.3% 5.0%
13,348
13,248
13,318
13,533
13,578
13,639
13,134
12,799
12,247
11,762
11,618
11,847
11,689
10,664
9,789
9,694
4,000
13,134
-2.1%
13,306
6,000
2,000
menurunnya harga komoditas perkebunan.
Sementara itu, tingkat permintaan masyarakat
masih cukup baik yang tercermin dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) yang cenderung
meningkat. Begitu juga dengan ekspektasi inflasi
yang masih terkelola dengan baik. Namun
demikian, nilai tukar yang cenderung apresiatif
menahan penurunan tekanan inflasi inti lebih
lanjut. Meskipun demikian, potensi lonjakan
permintaan masih cukup kuat sejalan dengan
majunya bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Dengan
kondisi tersebut, tekanan inflasi inti diperkirakan
masih meningkat namun masih dalam level yang
terkendali.
-
0.0%
-5.0%
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
I
2015
II
III IV
2016
I
II
2017
Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Memasuki triwulan II, tekanan inflasi inti relatif
stabil dari 4,6% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Daya
beli masyarakat relatif stabil ditengah
3.4.1 Kelompok Bahan Makanan
Kelompok bahan makanan merupakan
kelompok dengan penurunan tekanan inflasi
tertinggi pada triwulan I 2017, yaitu dari 14,9%
(yoy) menjadi 3,5% (yoy). Penurunan tekanan
inflasi tertajam terjadi pada subkelompok
bumbu-bumbuan yang turun signifikan dari
88,5% (yoy) menjadi -8,0% (yoy) disusul oleh
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
sayur-sayuran yang turun dari 16,0% (yoy)
menjadi 5,6% (yoy).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
penurunan tekanan inflasi kelompok bumbubumbuan, terutama oleh komoditas cabai
merah dan bawang merah, terjadi seiring
dengan masih terpenuhinya permintaan
masyarakat oleh kondisi pasokan yang ada.
Beberapa sentra cabai merah di Sumatera Utara
juga telah melakukan aktivitas panen di dataran
tinggi, terutama Kabupaten Karo. Penurunan
tekanan inflasi juga ditopang oleh penurunan
harga bawang merah dan bawang putih seiring
dengan baiknya pasokan, yang dipenuhi baik
oleh impor antar daerah maupun impor luar
negeri.
Penurunan tekanan inflasi juga terlihat pada
subkelompok sayur-sayuran yang turun dari
16,0% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Penurunan
subkelompok ini terutama didorong oleh
penurunan tekanan inflasi pada komoditas cabe
hijau yang turun dari 85,3% (yoy) menjadi -1,1%
(yoy) serta kentang yang turun dari 43,1% (yoy)
menjadi 23,0% (yoy). Seiring dengan baiknya
pasokan cabe merah di pasaran, permintaan
cabe hijau sebagai substitusi cabe merah juga
cenderung menurun. Sementara itu, pasokan
kentang terus membaik pasca erupsi Gunung
Sinabung pada beberapa periode lalu.
Sementara itu, tingkat permintaan masyarakat
juga masih terjaga dengan baik.
Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Kelompok
2016
2017
Andil
(yoy)
II
III
IV
14.8
5.4
12.5
14.9
3.5
3.4
7.7
6.3
1.7
-1.5
-0.1
0.4
12.4
9.8
-0.5
4.6
4.6
0.3
Ikan Segar
0.3
-0.9
3.0
4.3
12.8
0.0
Ikan Diawetkan
2.5
0.6
0.7
10.1
24.6
0.0
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya
7.9
4.6
3.1
3.7
2.6
0.2
10.6
15.0
17.6
16.0
5.6
0.2
Kacang-kacangan
8.3
11.2
8.9
8.2
2.2
0.0
Buah-buahan
4.9
1.8
-0.8
-1.1
1.8
0.1
101.2
8.8
83.5
88.5
-8.0
2.2
Lemak dan Minyak
-2.3
-1.5
5.0
6.2
6.4
0.0
Bahan Makanan Lainnya
6.5
9.5
9.9
10.1
11.2
0.0
BAHAN MAKANAN
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya
Daging dan Hasil-hasilnya
Sayur-sayuran
Bumbu-bumbuan
I
Arah
I
Sumber: BPS, diolah
Sementara itu, berlanjutnya kenaikan inflasi
komoditas ikan segar menahan penurunan
tekanan inflasi kelompok bahan makanan lebih
lanjut. Subkelompok ini meningkat dari 4,3%
(yoy) menjadi 12,8% (yoy). Hal ini didorong oleh
kondisi pasokan yang semakin menipis seiring
dengan menurunnya aktivitas melaut nelayan.
Menurunnya pasokan bahan baku juga turut
mengerek kenaikan tekanan inflasi kelompok
ikan yang diawetkan, dari 9,7% (yoy) ke 24,5%
(yoy). Kenaikan tekanan inflasi terutama terjadi
pada komoditas teri, udah kering (ebi) dan ikan
asin.
Begitu juga dengan subkelompok lemak dan
minyak yang cenderung meningkat dari 6,2%
(yoy) menjadi 6,4% (yoy). Hal ini terutama
didorong oleh meningkatnya harga minyak
goreng dari 5,5% (yoy) menjadi 5,7% (yoy). Tren
harga CPO yang cenderung meningkat pada
triwulan I mendorong kenaikan harga minyak
goreng. Selain itu, adanya rencana kebijakan
untuk menghapuskan minyak goreng curah juga
turut mendorong spekulasi pasar sehingga
mendorong kenaikan harga minyak goreng
meski tingkat permintaan masyarakat masih
terjaga.
Memasuki triwulan II 2017, tekanan inflasi
kelompok bahan makanan mulai meningkat ke
4,7% (yoy). Hal ini didorong oleh kenaikan
tekanan inflasi pada subkelompok ikan segar,
daging dan hasil-hasilnya serta subkelompok
padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya. Hal ini
diperkirakan terus berlanjut hingga akhir
triwulan II 2017 seiring dengan meningkatnya
kebutuhan masyarakat menyambut Ramadhan
dan Idul Fitri.
Peningkatan tekanan inflasi subkelompok ikan
segar masih didorong oleh belum normalnya
aktivitas melaut nelayan sehingga menyebabkan
kembali rendahnya pasokan ikan di pasaran.
Komoditas yang mendorong kenaikan tekanan
inflasi pada kelompok ini diantaranya adalah
ikan dencis dan ikan kembung.
Kenaikan tekanan inflasi subkelompok daging
dan hasil-hasilnya juga mendorong kenaikan
tekanan inflasi bahan makanan, terutama yang
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
45
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
bersumber dari komoditas daging ayam ras.
Ongkos produksi daging ayam ras yang disertai
dengan relatif menurunnya pasokan daging
ayam mendorong kenaikan tekanan inflasi.
Harga bibit ayam ras (days old chicken (DOC))
cenderung meningkat yang disertai dengan
kenaikan pakan yang diduga didorong oleh
persiapan pelaku usaha menyambut rencana
ditutupnya keran impor jagung sebagai bahan
baku utama pakan ternak. Kondisi cuaca yang
kurang baik juga mengundang tingginya hama
penyakit sehingga pasokan relatif terganggu.
Subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan
hasilnya juga cenderung meningkat dari dari
-0,1% (yoy) menjadi 0,3% (yoy). Peningkatan
tekanan inflasi kelompok ini terutama terjadi
pada komoditas beras dan tepung beras.
Kenaikan tekanan inflasi diduga didorong oleh
meningkatnya harga beras kualitas rendah yang
tercermin dari harga gabah kualitas rendah baik
di tingkat petani maupun penggilingan.
Bergesernya periode panen raya mendorong
belum optimalnya pasokan beras di pasaran
sehingga mendorong kenaikan tekanan inflasi.
3.4.2
Kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok dan Tembakau
Penurunan harga bahan baku juga mendorong
rendahnya capaian inflasi kelompok makanan
jadi, minuman, rokok dan tembakau dari 11,9%
(yoy) menjadi 6,9% (yoy). Hampir seluruh
subkelompok menunjukkan penurunan tekanan
inflasi, terutama subkelompok tembakau dan
minuman beralkohol.
Rendahnya capaian inflasi subkelompok
tembakau dan minuman beralkohol terutama
didorong oleh turunnya tekanan inflasi seluruh
komoditas rokok. Dampak lanjutan dari
kenaikan cukai rokok pada akhir 2016 lalu relatif
minim sehingga mendorong melandainya
tekanan inflasi subkelompok tembakau dan
minuman beralkohol.
Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau
Kelompok
MAKANAN JADI
Makanan Jadi
2016
I
II
III
2017
IV
I
Arah
Andil
(yoy)
10.7 11.9 13.5 11.9
6.9
1.7
7.1
7.9
9.5
5.0
0.6
Minuman yang Tidak Beralkohol
8.8
12.8 12.1 12.2
9.3
0.2
Tembakau dan Minuman Beralkohol
18.7 18.6 21.5 15.3
8.4
0.8
9.4
Memasuki triwulan II 2017, tekanan inflasi
kelompok ini kembali menurun dari 6,9% (yoy)
menjadi 6,4% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
terutama didorong oleh penurunan tekanan
inflasi subkelompok makanan jadi dan minuman
yang tidak beralkohol. Komoditas gula pasir
tercatat turun dari 19,4% (yoy) menjadi 12,7%
(yoy). Kembali melimpahnya pasokan gula pasir
di pasaran mendorong menurunnya tekanan
inflasi komoditas ini. Impor gula pasir cenderung
meningkat pada triwulan I juga semakin
menguatkan pasokan. Namun, seiring dengan
tingginya permintaan masyarakat menyambut
lebaran, tekanan inflasi kelompok ini
diperkirakan meningkat.
3.4.3
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
dan Bahan Bakar
Tekanan inflasi kelompok perumahan, air, listrik,
gas dan bahan bakar relatif meningkat dari 2,5%
(yoy) menjadi 4,4% (yoy). Hal ini terutama
didorong oleh peningkatan tekanan inflasi
subkelompok bahan bakar, penerangan dan air
sementara tekanan inflasi subkelompok lain
cenderung stabil bahkan menurun.
Melonjaknya tekanan inflasi subkelompok bahan
bakar, penerangan dan air dari -0,6% (yoy)
menjadi 8,3% (yoy) terutama didorong oleh
kenaikan tarif listrik akibat adanya proses
migrasi pelanggan subsidi untuk golongan 900
Va, yang disertai dengan kenaikan tarif listrik
untuk pelanggan listrik non subsidi seiring
dengan perkembangan harga minyak WTI yang
meningkat serta nilai tukar yang cenderung
depresiatif.
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
dan Bahan Bakar
Kelompok
2016
2017
Arah
Andil
(yoy)
I
II
III
IV
I
3.0
1.6
1.9
2.5
4.4
0.7
4.3
3.5
3.2
3.0
2.6
0.5
Bahan Bakar, Penerangan dan Air
-0.6
-3.7
-2.1
-0.6
8.3
0.0
Perlengkapan Rumah Tangga
6.3
8.4
8.7
7.0
4.9
0.1
Penyelenggaraan Rumah Tangga
3.9
2.3
2.4
3.8
4.0
0.2
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB
Biaya Tempat Tinggal
Pada bulan April 2017, tekanan inflasi kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
kembali meningkat dari 4,4% (yoy) menjadi 5,8%
(yoy). Peningkatan tekanan inflasi terutama
didorong oleh peningkatan tekanan inflasi
subkelompok bahan bakar, penerangan dan air,
sementara tekanan inflasi subkelompok lain
cenderung stabil bahkan menurun.
Meningkatnya tekanan inflasi subkelompok
bahan bakar, penerangan dan air dari 8,3% (yoy)
menjadi 13,7% (yoy) terutama didorong oleh
kembali meningkatnya tekanan inflasi kelompok
tarif listrik. Hal ini masih didorong oleh
berlanjutnya kebijakan pemerintah untuk
menyalurkan subsidi tepat guna. Peningkatan
tekanan inflasi pada kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar diperkirakan masih
terus berlangsung hingga akhir triwulan II seiring
dengan berlanjutnya kebijakan pemerintah
tersebut.
3.4.4
Kelompok Sandang
Penurunan tekanan inflasi kelompok sandang
dari 2,8% (yoy) menjadi 1,3% (yoy) juga turut
mendorong penurunan tekanan inflasi pada
triwulan I 2017. Penurunan tekanan inflasi
kelompok ini terutama didorong oleh
berakhirnya puncak permintaan masyarakat
akan komoditas sandang yang biasanya
memuncak pada akhir tahun.
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
Kelompok
2016
2017
Arah
Andil
(yoy)
I
II
III
SANDANG
Sandang Laki-Laki
4.8
6.3
7.2
2.8
1.2
0.3
2.7
2.4
4.3
-2.0
-1.3
0.1
Sandang Wanita
10.1
11.0
8.8
5.1
-0.1
0.1
Sandang Anak-Anak
3.5
5.1
5.5
1.9
2.1
0.1
Barang Pribadi dan Sandang Lain
3.4
7.3
10.4
6.5
5.0
0.1
IV
I
belum mendorong permintaan yang signifikan
untuk kelompok ini. Permintaan diperkirakan
melonjak mendekati Ramadhan dan Idul Fitri
yang terjadi menjelang akhir triwulan II 2017.
Dengan demikian, tekanan inflasi diperkirakan
meningkat.
3.4.5
Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan pada triwulan I 2017 turut
meningkat dari 4,8% (yoy) menjadi 5,0% (yoy).
Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada
subkelompok
jasa
perawatan
jasmani,
sementara subkelompok lain relatif menurun.
Kenaikan tarif listrik yang terjadi pada triwulan I
mendorong
kenaikan
biaya
operasional
penyelenggara jasa perawatan jasmani. Dengan
demikian, tarif gunting rambut relatif
meningkat.
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan
Kelompok
2016
2017
Arah
Andil
(yoy)
I
II
III
IV
I
KESEHATAN
Jasa Kesehatan
4.9
4.7
4.5
4.8
5.0
0.2
0.9
3.1
5.4
5.3
5.2
0.0
Obat-obatan
2.1
2.8
2.6
3.1
2.7
0.0
Jasa Perawatan Jasmani
2.4
6.0
6.2
6.3
8.9
0.0
Perawatan Jasmani dan Kosmetika
9.4
6.1
4.1
4.7
5.0
0.2
Pada bulan April 2017, tekanan inflasi kelompok
kesehatan kembali meningkat dari 5,0% (yoy)
menjadi 5,5% (yoy). Hal ini terutama masih
didorong oleh peningkatan tekanan inflasi
subkelompok jasa perawatan jasmani, diikuti
dengan jasa kesehatan dan obat-obatan,
sementara perawatan jasmani dan kosmetika
relatif stabil. Kenaikan harga minyak dunia yang
diiringi dengan nilai tukar yang cenderung
depresiatif masih mendorong kenaikan tarif
listrik sehingga menambah tekanan harga pada
subkelompok jasa perawatan jasmani dan
kesehatan. Selain itu, obat-obatan yang masih
dipenuhi dengan impor juga terkendala
depresiasi nilai tukar. Dengan demikian, potensi
kenaikan tekanan inflasi pada kelompok
kesehatan masih cukup tinggi pada triwulan II
2017.
Memasuki bulan April 2017, tekanan inflasi
kelompok sandang relatif stabil. Kebiasaan
masyarakat untuk bersolek di hari raya Idul Fitri
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
47
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olah Raga
Stabilisasi tekanan inflasi pada kelompok
pendidikan, rekreasi dan olahraga mampu
menahan penurunan tekanan inflasi lebih jauh.
Hal ini terutama didorong oleh kenaikan tekanan
inflasi pada subkelompok rekreasi yang mampu
diimbangi dengan penurunan tekanan inflasi
pada subkelompok perlengkapan dan peralatan
pendidikan.
Masih didorong oleh biaya operasional yang
cenderung meningkat pasca kenaikan tarif
listrik, tekanan inflasi subkelompok rekreasi
cenderung meningkat dari -0,1% (yoy) menjadi
0,6% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada
subkelompok ini terutama didorong oleh
peningkatan tekanan inflasi pada komoditas
VCD/DVD player serta sepeda anak. Sementara
itu,
penurunan
tekanan
inflasi
pada
subkelompok
perlengkapan/peralatan
pendidikan didorong oleh semakin rendahnya
permintaan masyarakat akibat terlaluinya
pelaksanaan tahun ajaran baru yang telah
dilaksanakan pada triwulan III 2016 lalu.
Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olahraga
Kelompok
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
Pendidikan
2016
2017
Arah
Andil
(yoy)
I
II
III
IV
I
6.0
6.5
4.5
4.1
4.1
0.4
menjadi 1,9% (yoy) menahan penurunan
tekanan inflasi umum lebih lanjut. Peningkatan
tekanan inflasi terutama didorong oleh
peningkatan tekanan inflasi subkelompok
transpor, komunikasi dan pengiriman serta
sarana dan penunjang transpor. Sementara itu,
tekanan inflasi jasa keuangan relatif minimal.
Peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok
transpor terutama didorong oleh peningkatan
harga komoditas bensin, terutama untuk bensin
non subsidi seiring dengan tren perbaikan harga
minyak dunia yang masih cukup kuat yang turut
ditunjang oleh nilai tukar yang cenderung
apresiatif. Sementara itu, kenaikan tekanan
inflasi subkelompok komunikasi dan pengiriman
terutama didorong oleh kenaikan tekanan inflasi
pada komoditas tarif pulsa ponsel dan telepon
seluler seiring dengan meningkatnya permintaan
masyarakat akan paket data dan semakin
meleknya
masyarakat
akan
teknologi
komunikasi. Adapun kenaikan subkelompok
sarana dan penunjang transpor didorong oleh
peningkatan biaya perpanjangan STNK yang
dilakukan oleh pemerintah pada awal tahun
2017 lalu.
Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
Kelompok
2016
I
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 1.8
Transpor
2.0
Komunikasi dan Pengiriman
0.1
2017
Arah
Andil
(yoy)
II
III
IV
-1.1
-2.0
-1.8
1.9
0.4
-2.0
-3.4
-3.3
-0.3
0.3
0.1
0.6
2.1
4.2
0.0
I
9.2
10.1
7.0
6.9
6.9
0.4
Kursus-Kursus / Pelatihan
0.6
0.7
0.4
0.3
0.4
0.0
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan
4.3
4.2
1.6
1.2
0.0
0.0
Rekreasi
1.6
2.1
1.4
-0.1
0.5
0.0
Sarana dan Penunjang Transpor
3.5
3.8
4.1
3.4
18.7
0.1
Olahraga
0.7
0.8
0.9
0.5
0.3
0.0
Jasa Keuangan
1.5
1.6
1.6
1.6
0.0
0.0
Menjelang paruh kedua semester I 2017,
tekanan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi
dan olahraga masih relatif stabil di level 4,2%
(yoy). Stabilisasi kelompok ini tidak terlepas dari
masih rendahnya permintaan masyarakat seiring
dengan belum masuknya tahun ajaran baru.
Stabilisasi ini diperkirakan terus berlanjut hingga
akhir triwulan II 2017.
3.4.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
Naiknya tekanan inflasi kelompok transpor,
komunikasi dan jasa keuangan dari -1,8% (yoy)
Pada bulan April 2017, tekanan inflasi kelompok
transpor, komunikasi dan jasa keuangan kembali
meningkat dari 1,9% (yoy) menjadi 3,3% (yoy).
Peningkatan ini terutama didorong oleh
kenaikan tekanan inflasi transpor akibat
penyesuaian harga bahan bakar non subsidi
seiring dengan perbaikan harga komoditas
minyak dunia ke depan. Kondisi ini diperkirakan
terus berlanjut hingga akhir triwulan II 2017,
yang semakin diperkuat dengan tingginya
permintaan akan angkutan udara dalam
menyemarakkan budaya mudik Idul Fitri.
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
3.5 Perbandingan Inflasi Antar
Provinsi/Kota di Sumatera
Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau
Sumatera pada triwulan I 2017 tercatat sebesar
3,9% (yoy), di atas laju inflasi nasional sebesar
3,6% (yoy). Tekanan inflasi ini lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan lalu yang
mencapai 4,5% (yoy). Hampir seluruh provinsi
mencapai tekanan inflasi dibawah 5%, kecuali
Provinsi Bengkulu dan Provinsi Bangka Belitung.
Penurunan tekanan inflasi terjadi terutama pada
kelompok volatile foods, sementara tekanan
inflasi inti cenderung stabil dan tekanan inflasi
administered prices cenderung meningkat.
Tabel 3.10 Inflasi Spasial Sumatera
PROVINSI
Tw IV-16
Tw I-17
ACEH
4,0
3,5
SUMUT
6,3
3,9
SUMBAR
4,9
3,8
RIAU
4,0
5,0
JAMBI
4,4
2,9
KEPRI
3,5
3,1
SUMSEL
3,6
3,7
BENGKULU
4,6
6,0
BABEL
6,8
6,4
LAMPUNG
2,8
3,7
3.6 Upaya Pengendalian Inflasi
Meski tekanan inflasi pada triwulan I 2017 relatif
rendah, namun koordinasi TPID se-Sumatera
Utara masih terus dieratkan untuk menjangkar
capaian inflasi tahun 2017 kembali ke
sasarannya, yaitu 4±1%. Adapun program
pengendalian harga telah disusun secara
sistematis dan berkesinambungan sesuai dengan
roadmap pengendalian inflasi yang telah disusun
sebelumnya. Beberapa program diantaranya
meliputi:
1. Pembentukan BUMD pangan untuk stabilisasi
harga, menjamin ketersediaan pasokan dan
memangkas
jalur
distribusi.
Dengan
keberadaan BUMD pangan, Pemerintah
dapat secara aktif melakukan pemenuhan
pasokan, pembelian dan penyaluran ke
pedagang
eceran
yang
langsung
berhubungan ke konsumen sehingga beban
yang harus dibayarkan oleh konsumen
berkurang. Apabila dibutuhkan, BUMD
pangan juga bisa melakukan sourcing ke
provinsi lain untuk menambah pasokan di
dalam provinsi serta membantu melakukan
penjualan ke provinsi lain. Terdapat 2 BUMD
pangan yang saat ini sedang dalam proses
pembentukan, yaitu BUMD pangan Provinsi
Sumut dan BUMD pangan Kabupaten Deli
Serdang.
2. Pembuatan pasar induk provinsi dan
pembenahan PD Pasar Kota Medan. Saat ini
Pemerintah Provinsi Sumut sedang dalam
tahap perencanaan pembuatan pasar induk
provinsi sekaligus sebagai tempat pemasaran
yang bersinergi dengan BUMD pangan
bentukan. Sementara pembenahan PD Pasar
Kota Medan akan terus dilakukan.
3. Penguatan peran Toko Tani. Toko Tani di
Sumatera Utara telah menjadi lokasi belanja
beras murah bagi para masyarakat.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
berencana untuk menambah cabang Toko
Tani, serta melakukan perluasan wewenang
dengan menambah komoditas lainnya.Toko
Tani disini sekaligus berfungsi sebagai sarana
pemasaran, yang menjembatani antara
penjual dan konsumen akhir.
4. Perluasan area tanam dan peningkatan
indeks tanam padi. Dinas Pertanian Sumatera
Utara akan berkoordinasi untuk melakukan
perluasan area tanam, khususnya untuk
komoditas pangan strategis seperti cabai
merah. Salah satunya, Deli Serdang, bekerja
sama dengan Bank Indonesia, akan
mendirikan klaster cabai merah dengan
harapan dapat berfungsi sebagai buffer
pasokan bagi Kota Medan. Selain itu,
peningkatan
indeks
tanam
melalui
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
49
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
modernisasi dan penggunaan bibit unggul,
juga terus diupayakan Dinas Tanaman
Pangan dan Holtikulturauntuk peningkatan
produksi padi Sumatera Utara.
5. Penguatan peran para penyuluh. Terjadinya
serangan virus kuning pada paruh kedua
tahun 2016 menjadi pelajaran berharga atas
pentingnya peran para penyuluh dalam
memberikan arahan bagi para petani
sehingga kejadian serupa tidak terjadi
kembali.
6. Perencanaan tanam dan kalender tanam
yang terintegrasi dan akurat. Untuk
menanggulangi kejadian overproduksi atau
kurangnya volume panen, perencanaan
tanam dan kalender tanam yang lebih akurat
dan terintegrasi di level provinsi menjadi
fokus utama TPID Provinsi Sumut.
7. Penjajakan kerjasama dengan distributor
besar komoditas pangan. Melihat besarnya
kemampuan para distributor pangan dalam
menentukan harga, TPID Provinsi Sumut
berencana melakukan pendekatan dan
penyelarasan visi dengan distributor utama
komoditas pangan, agar mereka menjadi
bagian dalam pengendalian harga.
8. Melakukan penguatan basis data dalam
menunjang pengambilan keputusan maupun
perumusan program pengendalian inflasi
daerah.
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
50
Suplemen 3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Pola Inflasi Menyambut Ramadhan
Menyambut Ramadhan hingga Idul Fitri, tekanan inflasi Sumatera Utara pada umumnya
cukup tinggi dengan total inflasi diatas 1% (mtm) dalam kedua periode tersebut. Berdasarkan
historisnya, inflasi Ramadhan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Lebaran. Rata-rata
inflasi Ramadhan dalam 5 tahun terakhir mencapai 0,78% (mtm), sementara inflasi Lebaran memiliki
rataan 0,60% (mtm). Secara mingguan, lonjakan inflasi lebaran mulai terasa 1 minggu menjelang Idul
Fitri. Lonjakan inflasi mingguan tertinggi terjadi pada tahun 2016 dengan kenaikan mencapai 0,32%.
Kenaikan harga barang mulai mereda 1 minggu pasca Idul Fitri.
Lebih tingginya inflasi Ramadhan diperkirakan didorong oleh tingginya cost push inflation,
sementara itu demand pull inflation diperkirakan relatif menurun yang tercermin dari IKK yang pada
umumnya menurun pada periode Ramadhan dan baru kembali meningkat pada periode lebaran.
Tingginya capaian inflasi pada periode Ramadhan dan Lebaran juga disebabkan oleh meningkatnya
ekspektasi inflasi pada tingkat konsumen. Hal tersebut tercermin dari indeks persepsi perubahan
harga umum dalam 3 bulan ke depan pada level konsumen yang cenderung meningkat.
2011
2012
2013
2014
0.84
0.77
2015
2013
2014
t-1
2016
Grafik 3.7 Inflasi Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran
2012
2015
2016
2012
2013
2014
2015
2016
0.18
Idul Fitri
0.78
0.78
0.51
0.52
2.73
0.14
0.68
1.12
1.12
2011
Ramadhan
Ramadhan
Lebaran
t+1
Grafik 3.8 IKK Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran
%, wbw
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.32
0.25
0.10
0.04
-0.05
0.0
0.03
0.00
-0.04
-0.11
-0.2 t = minggu pertengahan puasa
-0.4
t-4
t-1
Ramadhan
Lebaran
t+1
Grafik 3.9 Ekspektasi Inflasi Konsumen
2014
t-3
2015
t-2
t-1
2016
t
t+1
Rata-Rata (2014-2016)
t+2
t+3
t+4
Sumber: Departemen Regional I
Grafik 3.10 Perkembangan Harga Mingguan
Secara bulanan, komoditas yang pada umumnya menjadi penyumbang inflasi pada periode
Ramadhan dan Lebaran dalam 3 tahun terakhir diantaranya adalah daging ayam ras, cabai merah
dan angkutan udara. Kenaikan harga cabai merah pada umumnya mulai terjadi pada H-1 bulan
sebelum Ramadhan, namun cenderung mereda memasuki bulan Ramadhan dan periode lebaran itu
sendiri. Perilaku konsumen untuk meningkatkan stok sebelum lebaran mendorong tingginya
permintaan akan cabai merah. Sementara itu, peningkatan harga daging ayam ras pada umumnya
terjadi pada periode Ramadhan dengan rata-rata sumbangan mencapai 0,09% (mtm). Tingginya
kebutuhan akan daging-dagingan juga turut mendorong tingginya permintaan akan bumbubumbuan seperti bawang merah dan cabai merah.
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
51
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Semarak perayaan mudik seiring dengan perayaan Lebaran mendorong tingginya permintaan akan
angkutan udara. Komoditas angkutan udara pada umumnya memberikan andil inflasi yang tinggi
pada periode lebaran. Komoditas ini secara konsisten menyumbang inflasi lebaran dalam 3 tahun
terakhir dengan rata-rata sumbangan mencapai 0,08% (mtm). Sementara itu, sumbangan harga
komoditas pangan cenderung mereda dibandingkan dengan periode Ramadhan.
Tabel 3.11 Komoditas Penyumbang Inflasi Ramadhan dan Lebaran di Sumut
2014
Komoditas
Cabai Merah
Tomat Buah
t-1
Bawang Merah
Rokok Putih
Wortel
Daging Ayam Ras
Bawang Merah
Ramadhan Wortel
Bayam
Sepeda Motor
Dencis
Angkutan Udara
Lebaran Mobil
Bayam
Kontrak Rumah
Tarip Listrik
SMP
t+1
Angkutan Udara
Kacang Panjang
Kontrak Rumah
Periode
Andil
0.19
0.16
0.14
0.09
0.08
0.14
0.11
0.07
0.06
0.04
0.11
0.05
0.05
0.05
0.04
0.13
0.11
0.11
0.05
0.05
2015
Komoditas
Andil
Cabai Merah
0.72
Daging Ayam Ras 0.10
Kontrak Rumah
0.04
Cabe Hijau
0.03
Gula Pasir
0.03
Cabai Merah
0.30
Bawang Merah
0.06
Pasta Gigi
0.05
Tomat Buah
0.05
Daging Ayam Ras 0.05
Cabai Merah
0.14
Dencis
0.07
Angkutan Udara
0.06
SD
0.04
Tongkol/Ambu-ambu0.04
Angkutan Udara
0.31
Daging Ayam Ras 0.15
Beras
0.09
SMA
0.05
SD
0.04
2016
Komoditas
Daging Ayam Ras
Gula Pasir
Cabai Merah
Daging Sapi
Emas Perhiasan
Gula Pasir
Daging Ayam Ras
Wortel
Dencis
Kentang
Angkutan Udara
Kontrak Rumah
Gula Pasir
Daging Ayam Ras
Kentang
Cabai Merah
SMP
Dencis
Tarip Listrik
SMA
Andil
0.12
0.07
0.05
0.03
0.03
0.10
0.09
0.07
0.07
0.05
0.12
0.08
0.07
0.06
0.04
0.24
0.10
0.07
0.06
0.04
PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH
52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
DAN UMKM
Di tengah perlambatan kinerja perekonomian pada triwulan I 2017, kondisi stabilitas keuangan
di Sumatera Utara masih terjaga. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan
intermediasi perbankan yang masih cukup baik dengan risiko kredit yang masih di bawah
target indikatif. Pertumbuhan DPK dan kredit pada triwulan I 2017 meningkat cukup signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan indikator tersebut diikuti oleh Non Performing
Loan (NPL) yang relatif rendah.
Terjaganya stabilitas keuangan juga didukung oleh ketahanan sektor korporasi dan sektor
rumah tangga yang masih kuat. Stabilnya kinerja korporasi pada triwulan I 2017 didorong oleh
membaiknya kinerja korporasi yang bergerak di industri karet. Di sektor rumah tangga, kondisi
ketahanannya masih baik yang didukung oleh daya beli yang masih kuat seiring dengan
peningkatan penghasilan karena kenaikan gaji dan penerimaan hasil ekspor yang relatif
meningkat.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
53
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara
Indikator Perbankan
Aset (Rp T)
Pertumbuhan Aset (yoy)
DPK (Rp T)
Pertumbuhan DPK (yoy)
Kredit (Lokasi Proyek, Rp T)
Pertumbuhan Kredit (LP, yoy)
Non Performing Loan (gross)
Loan to Deposit Ratio
2015
I
233,1
8,4%
177,7
12,8%
163,6
10,4%
2,8%
93,6%
II
239,9
8,2%
182,6
9,6%
168,4
8,7%
3,1%
93,8%
2016
III
254,3
11,3%
190,1
9,3%
172,3
9,7%
3,3%
94,2%
IV
245,2
5,7%
184,5
3,2%
173,6
6,6%
2,9%
96,6%
I
242,4
4,0%
186,0
4,7%
169,1
3,3%
3,2%
92,4%
II
256,9
7,1%
194,6
6,5%
177,4
5,4%
3,2%
92,4%
III
262,6
3,3%
197,3
3,8%
182,4
5,8%
3,1%
93,0%
IV
266,2
8,6%
201,1
9,0%
184,9
6,5%
2,5%
93,3%
2017
I
279,3
15,2%
207,5
11,5%
190,0
12,4%
2,7%
92,5%
Sumber : Bank Indonesia
Di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan I
2017, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera
Utara masih terjaga dengan baik. Kinerja
perbankan di Sumatera Utara menunjukkan
intermediasi perbankan yang cukup baik yang
tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang
telah mencapai 92,5% disertai dengan risiko
kredit yang masih di bawah level indikatif (2,7%).
porsi kredit UMKM terhadap total kredit
perbankan meningkat menjadi
30,0% dari
sebelumnya sebesar 27,1%, jauh di atas
persyaratan minimum yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia (15%). Namun tekanan finansial di
sektor UMKM patut dicermati dengan NPL yang
mencapai 5,3%, sedikit di atas target indikatif
5%.
Ketahanan sektor rumah tangga (RT) masih
cukup kuat yang didukung oleh daya beli yang
terjaga. Kondisi tersebut sejalan dengan
menurunnya harga-harga yang bahkan tercatat
deflasi selama 3 bulan berturut-turut (Februari
s.d
April),
sementara
pendapatan
RT
diperkirakan membaik sejalan dengan perbaikan
harga komoditas. Peningkatan penghasilan ini
mendorong peningkatan konsumsi RT di
Sumatera Utara di triwulan I 2017, tercatat
konsumsi tumbuh 5,6% relatif dibandingkan
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) gross
kredit sektor RT juga tercatat masih rendah dan
berada dalam batas aman.
Mengingat peran UMKM yang cukup penting
dalam perekonomian, Bank Indonesia terus
melakukan berbagai program kerja untuk
pengembangan UMKM. Di sisi lain, Bank
Indonesia juga terus melakukan sinergi dan
kolaborasi untuk mendukung tercapainya
ketahanan dan kemandirian pangan dengan
melakukan pengembangan klaster.
Perkembangan perbankan
Sumatera Utara
Kondisi Umum
Pada triwulan I 2017 kinerja perbankan terjaga
baik. Di tengah pertumbuhan ekonomi Sumatera
Utara yang tumbuh melambat, kinerja
perbankan pada triwulan I 2017 menunjukkan
peningkatan pertumbuhan baik dari sisi Aset,
Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun Kredit
Stabilitas keuangan juga didukung oleh
ketahanan sektor korporasi seiring dengan
membaiknya penjualan dan rentabilitas sektor
korporasi.
Perbaikan
ini
mendorong
meningkatnya penyaluran kredit kepada sektor
korporasi dengan risiko kredit yang terjaga pula. Secara
keseluruhan
fungsi
intermediasi
Kinerja sektor UMKM secara keseluruhan perbankan sampai dengan triwulan I 2017 relatif
mengalami peningkatan signifikan pada triwulan baik dengan risiko kredit yang terjaga. Hal ini
I 2017. Kredit kepada sektor UMKM tumbuh terlihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang
signifikan menjadi 18,2% (yoy) dari sebelumnya cukup baik (sedikit menurun dari 93,3% ke
sebesar 2,5% (yoy). Kondisi tersebut mendorong 92,5%). Selain itu, rasio kredit bermasalah
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
berada di bawah batas target indikatif NPL,
sedikit meningkat dari 2,5% menjadi 2,7% (Tabel
4.1). Namun demikian, terdapat beberapa sektor
yang NPL-nya patut dicermati, yaitu sektor
informasi dan komunikasi, sektor konstruksi,
sektor perkebunan karet dan sektor akomodasi
dan makan minum.
Sementara dari sisi
penggunaan, NPL kredit konsumsi, modal kerja
maupun investasi masih dalam batas aman.
domestik di tengah perlambatan ekonomi
Sumatera Utara secara umum.
Pertumbuhan aset, kredit dan DPK menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan, jauh di
atas realisasi triwulan lalu maupun triwulan yang
sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan,
aset dan DPK masing-masing tercatat tumbuh
sebesar 15,2% (yoy) dan 11,5% (yoy), jauh lebih
tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 8,6% (yoy) dan 9,0% (yoy)
maupun triwulan I 2016 yang hanya mencapai
4,0% (yoy) dan 4,7% (yoy). Sejalan dengan
pertumbuhan aset dan DPK, kredit juga tumbuh
sebesar 12,4% (yoy), jauh lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
6,5% (yoy). Pertumbuhan DPK dan kredit yang
double digit ini pertama kali sejak triwulan II
2015.
Penghimpunan DPK meningkat signifikan di
triwulan I 2017 mencapai double digit untuk
pertama kalinya sejak triwulan II 2015 (Tabel
4.1). Penghimpunan DPK pada triwulan I 2017
tercatat sebesar Rp207,5 triliun atau tumbuh
sebesar 11,5% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,0% (yoy)
maupun triwulan sama tahun sebelumnya yang
tumbuh 4,7% (yoy). Pertumbuhan DPK Sumatera
Utara lebih tinggi dibandingkan DPK nasional
(tumbuh 10,0%, yoy), dengan pangsa terhadap
DPK perbankan nasional mencapai 4,2%.
Bila dilihat dari kelompok banknya, bank swasta
nasional masih memiliki aset terbesar di antara
bank lainnya, dengan pangsa sebesar 42,0%,
diikuti bank persero 38,4% dan bank asing dan
campuran sebesar 7,9%.
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Sementara itu, risiko kredit di triwulan I 2017
sedikit meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yaitu dari 2,5% menjadi 2,7%. Hal ini
diperkirakan
disebabkan
oleh
kondisi
Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan I 2017
perekonomian yang masih dalam proses
pemulihan yang terkait dengan perbaikan harga Berdasarkan kelompok bank, sebesar 49,4%
komoditas utama karet yang belum konsisten.
proporsi Dana Pihak Ketiga (DPK) di Sumatera
Utara berasal dari kelompok Bank Swasta
Aset Perbankan
Campuran, kemudian disusul oleh Bank Persero
Pada triwulan I 2017 aset perbankan di Sumatera (BUMN) sebesar 34,1%. Perbaikan pertumbuhan
Utara tercatat sebesar Rp279,3 triliun, atau DPK terjadi pada bank persero (dari 12,2%
tumbuh 15,2% (yoy) (Tabel 4.1). Pertumbuhan menjadi 17,9%) dan bank swasta nasional (dari
ini lebih tinggi dibandingkan triwulan 9,3% menjadi 11,0%), sementara Bank Asing
sebelumnya yang mencapai 8,6% (yoy) maupun Campuran terkontraksi lebih dalam (-8,8% dari
nasional yang mencapai 10,4% (yoy). sebelumnya -5,1%). Meningkatnya DPK di bank
Peningkatan pertumbuhan aset perbankan di persero
sejalan
dengan
masih belum
Sumatera Utara merupakan dampak dari terealisasikannya belanja modal pemerintah
meningkatnya pertumbuhan DPK dan kredit, sebagaimana polanya.
sejalan dengan masih stabilnya kinerja konsumsi
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
55
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di
Sumatera Utara
Grafik 4.3 Proporsi DPK Spasial
Berdasarkan
komponennya,
deposito
mendominasi DPK sebesar 44,6%, diikuti oleh
tabungan dan giro masing-masing sebesar 37,2%
dan 18,2% (Grafik 4.1). Komposisi DPK di
Sumatera Utara relatif tidak berubah selama
kurun waktu enam tahun terakhir. Dengan
tingginya komposisi deposito tersebut, biaya
dana menjadi mahal, namun relatif bersifat
jangka panjang. Pada triwulan I 2017,
pertumbuhan DPK didukung oleh pertumbuhan
deposito (dari 6,8% menjadi 8,4%), giro (dari
13,6% menjadi 22,9%) dan tabungan (dari 9,7%
menjadi 10,4%). Meningkatnya pertumbuhan
DPK tersebut sejalan dengan membaiknya harga
komoditas di tengah efisiensi operasional sektor
korporasi (Grafik 4.2).
Grafik 4.4 Proporsi DPK Spasial
Berdasarkan golongan nasabah, proporsi sektor
swasta pada perbankan Sumatera Utara
menunjukkan angka 91,0%, sementara sektor
Pemerintah menunjukkan proporsi 9,0%.
Pertumbuhan DPK didukung terutama oleh
pertumbuhan DPK sektor swasta yang
menunjukkan angka sebesar 12,0% (yoy) pada
periode berjalan tumbuh meningkat dari 9,6%
(yoy) pada triwulan IV-2016. DPK sektor
pemerintah juga menunjukkan perbaikan yaitu
dari 1% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi
2,7% (yoy) pada triwulan berjalan. Kondisi ini
diperkirakan sejalan dengan membaiknya harga
komoditas karet meski masih terbatas. Di sisi
lain, pengeluaran pemerintah masih berupa
belanja rutin sesuai polanya karena belum
terlaksananya proses pengadaan untuk belanja
modal.
Pada triwulan I 2017, DPK perbankan di
Sumatera Utara sebagian besar masih berasal
dari Kota Medan dengan proporsi 73,1% dengan
pertumbuhan sebesar 12,1% (yoy), Kabupaten
Asahan
dengan
proporsi
5%
dengan
pertumbuhan sebesar 7,0% (yoy) dan Kota
Pematangsiantar
sebesar
4,8%
dengan
pertumbuhan sebesar 13,2% (yoy). Tingginya
aktivitas ekonomi dan jumlah penduduk
mempengaruhi penghimpunan dana yang jauh
lebih besar dari kota/kabupaten lainnya di
Sumatera Utara. Kondisi ini juga mencerminkan
masih belum meratanya akses terhadap
perbankan terkait keterbatasan jaringan
perbankan. Hal ini perlu dicermati agar seluruh
masyarakat di Sumatera Utara dapat menikmati
akses keuangan, diantaranya melalui branchless
banking dan layanan keuangan digital (Grafik 4.3
dan 4.4).
Penyaluran Kredit
Kredit yang disalurkan oleh perbankan di
Sumatera Utara berdasarkan lokasi proyek pada
triwulan I 2017 mencapai Rp190,0 triliun,
tumbuh meningkat dari 6,5% (yoy) menjadi
12,4% (yoy) (Tabel 4.1). Pertumbuhan kredit di
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Sumatera Utara pada triwulan laporan juga lebih
tinggi dari nasional yang mencapai 9,3% (yoy)
dan merupakan yang tertinggi sejak triwulan II
2015. Penyaluran kredit di Sumatera Utara
mencapai 4,3% dari total kredit perbankan
nasional.
pangsa 23,6% yang juga tumbuh meningkat
sebesar 9,4% (yoy) dari 2,6% (yoy) pada periode
sebelumnya. Kredit sektor pertanian dengan
pangsa 18,5% mencatat pertumbuhan stabil
sebesar 19,0% (Grafik 4.6). Kondisi ini
diperkirakan sejalan dengan kinerja industri
pengolahan yang membaik, sementara untuk
Berdasarkan tujuan penggunaan, kredit terbesar
sektor pertanian dan sektor perdagangan pada
digunakan untuk modal kerja dengan proporsi
triwulan I 2017 mengalami perlambatan.
48,9%, diikuti oleh kredit investasi 26,8% dan
kredit konsumsi 24,3%. Proporsi ini relatif sama
dengan triwulan sebelumnya. Kredit modal kerja,
kredit investasi dan kredit konsumsi seluruhnya
tumbuh meningkat dari masing-masing 6,0%,
7,8%, dan 6,5% (yoy) menjadi 11,2%, 19,5% dan
7,6% (yoy) (Grafik 4.6). Peningkatan ini sejalan
dengan masih kuatnya kinerja konsumsi
domestik
dan
aktivitas
perdagangan.
Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor
Meningkatnya kinerja kredit diharapkan mampu
Ekonomi
mendorong perekonomian Sumatera Utara
untuk tumbuh lebih baik. Namun demikian, Membaiknya pertumbuhan kredit di Sumatera
pelaku usaha sebagian besar masih cenderung Utara tersebut diperkirakan ditopang oleh
menggunakan dana sendiri yang berasal dari laba ekspektasi membaiknya harga komoditas meski
ditahan untuk pembiayaan investasinya (hasil di tahun 2017 kenaikannya tidak setinggi tahun
liaison) ditengah masih terbatasnya pemulihan sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan kredit
didukung oleh tren penurunan suku bunga
ekonomi global.
sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter.
30.0%
3.5%
25.0%
3.0%
2.5%
20.0%
2.0%
15.0%
1.5%
10.0%
1.0%
Pertumbuhan Kredit, yoy
5.0%
0.5%
NPL (RHS)
0.0%
0.0%
I
Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan
Penggunaan
Sementara itu, berdasarkan sektor ekonomi,
pertumbuhan kredit ke sektor utama ekonomi
Sumatera Utara menunjukkan perkembangan
yang menggembirakan. Pertumbuhan kredit
pada triwulan I 2017 ditopang oleh pertumbuhan
kredit di sektor industri pengolahan dengan
pangsa 22,0% yang tumbuh meningkat sebesar
17,8% (yoy) dari sebelumnya 2,4% (yoy) dan
sektor perdagangan besar dan eceran dengan
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Grafik 4.7 Perkembangan Kualitas Kredit
Membaiknya penyaluran kredit disertai dengan
meningkatnya risiko kredit perbankan Sumatera
Utara pada triwulan I 2017, meski masih di
bawah batas target indikatif (5%). Hal ini
tercermin dari Non Performing Loan (NPL) gross
sebesar 2,7%, meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 2,5% (Grafik 4.7).
Meningkatnya risiko kredit terjadi pada seluruh
jenis kredit baik kredit konsumsi, kredit investasi,
maupun kredit modal kerja yang ketiganya masih
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
57
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
di bawah 5%. Secara sektoral, risiko kredit ketiga
sektor utama (sektor pertanian, industri
pengolahan dan perdagangan besar dan ecerah)
masih di bawah batas indikatif. Adapun risiko
kredit yang perlu mendapat perhatian adalah
kredit kepada sektor informasi dan komunikasi,
akomodasi makan minum, dan perkebunan
karet.
(yoy). Sejalan dengan pertumbuhannya yang
menurun, pangsa DPK syariah terhadap total
DPK mengalami penurunan dari 5,1% menjadi
4,7%.
Grafik 4.10 Perkembangan DPK Syariah
Grafik 4.8 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial
Grafik 4.11 Perkembangan Pembiayaan Syariah
Pada triwulan I-2017 pembiayaan syariah
berdasarkan lokasi bank di Sumatera Utara
mencapai Rp9,1 triliun atau tumbuh sebesar
9,4%
(yoy),
lebih tinggi
dibandingkan
Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit spasial
sebelumnya (9,3%, yoy). Kondisi ini diperkirakan
sejalan dengan maraknya kegiatan usaha syariah.
Sejalan dengan penghimpunan DPK, penyaluran
Peningkatan kredit tersebut diikuti oleh kualitas
kredit terbesar di Sumatera Utara juga terdapat
kredit yang membaik meski masih di atas level
di kota Medan dengan proporsi sebesar 55,8%,
indikatif 5% (Grafik 4.10).
disusul oleh Kabupaten Deli Serdang sebesar
15,4% dan Kabupaten Asahan sebesar 3,2%. Intermediasi Perbankan
Kredit di ketiga daerah tersebut tumbuh
Intermediasi perbankan pada triwulan I 2017
meningkat masing-masing sebesar 11,8%, 24,3%
masih tetap terjaga meskipun melambat
dan 6,1% (yoy). Sebagaimana halnya DPK,
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
sebaran kredit di Sumatera Utara juga masih
tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to
belum merata sehingga turut berdampak pada
Deposit Ratio) yang tercatat menurun sebesar
tidak meratanya pertumbuhan perekonomian di
0,8% atau dari 93,3% menjadi sebesar 92,5%
berbagai daerah (Grafik 4.8 dan 4.9).
(Tabel 4.1). Penurunan LDR sejalan dengan
Perbankan Syariah
pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibanding
pertumbuhan DPK, tertinggi sejak triwulan II
Pertumbuhan DPK Syariah pada triwulan I-2017
2015.
sebesar 20,5% (yoy), menurun dibandingkan
triwulan IV-2016 yang tumbuh sebesar 22,6%
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Sementara itu, dari sisi perbankan syariah
Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan
berjalan mengalami peningkatan dibandingkan
dengan posisi Triwulan IV-2016 yaitu dari 90,4%
menjadi 92,1%. Peningkatan FDR tersebut
disebabkan oleh pembiayaan tumbuh lebih
melambat dibandingkan dengan DPK dan diikuti
oleh meningkatnya risiko pembiayaan (Non
Performing Financing atau NPF) seiring dengan
pemulihan ekonomi yang belum kuat. Namun
masih tingginya FDR menunjukkan masih
tingginya minat masyarakat untuk melakukan
transaksi perbankan syariah.
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi
Sumber-sumber Kerentanan Sektor Korporasi
besar tenaga kerja di Sumatera Utara. Stabilnya
konsumsi swasta terjadi seiring dengan masih
cukup baiknya perayaan event tahun baru dan
Imlek, rendahnya tekanan inflasi yang menopang
daya beli, serta kenaikan upah terkait dengan
penyesuaian UMP tahun 2017 (lebih lanjut baca
Bab 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Permintaan
bagian Konsumsi Rumah Tangga).
Kinerja Korporasi
Di tengah pemulihan ekonomi yang masih
lambat, kondisi ketahanan korporasi di Sumatera
Utara masih terjaga. Hal tersebut tercermin dari
Indeks Kondisi Dunia Usaha yang cenderung
stabil pada triwulan I 201720. Stabilnya kinerja
korporasi pada triwulan I 2017 diperkirakan
didorong oleh membaiknya kinerja korporasi
yang bergerak pada komoditas karet, sementara
perbaikan kinerja korporasi yang bergerak di
komoditas CPO membaik secara terbatas.
Pasokan bahan baku karet cenderung meningkat
seiring dengan mulai kembali digarapnya
tanaman karet oleh petani akibat perbaikan
harga karet yang terus berlanjut. Tingkat
permintaan karet juga cenderung meningkat
seiring dengan adanya supply shock di pasar
internasional. Sementara itu, kinerja produksi
CPO cenderung tertahan seiring dengan kondisi
cuaca yang kurang kondusif (lebih lanjut baca
Bab 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran
bagian Pertanian).
Faktor-faktor yang dapat memberikan tekanan
terhadap kinerja sektor korporasi di Sumatera
Utara diantaranya tingkat permintaan domestik
maupun mitra dagang. Korporasi atau industri
pengolahan yang ada di Sumatera Utara
didominasi oleh industri makanan dan minuman
akibat melimpahnya sumber daya kelapa sawit
sebagai bahan baku. Adapun kinerja permintaan
luar negeri untuk komoditas CPO masih relatif
baik seiring dengan baiknya permintaan di
Tiongkok dan Amerika Serikat, sementara
permintaan dari India relatif menurun.
Permintaan domestik diperkirakan masih belum
optimal. Sementara itu, seiring dengan telah
lewatnya puncak permintaan domestik di akhir
tahun, mendorong rendahnya kinerja ekspor
antar daerah (lebih lanjut baca Bab 1.2
Perkembangan Ekonomi Sisi Permintaan bagian
Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang
tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang. Saldo Bersih
Ekspor).
Tingkat konsumsi domestik juga masih
menunjang baiknya kinerja korporasi pada
triwulan I 2017. Konsumsi swasta masih cukup
baik ditengah mulai menurunnya harga
komoditas perkebunan internasional, yang
terkait erat dengan mata pencaharian sebagian
Tertimbang (SBT) adalah hasil perkalian saldo bersih
sektor/sub sektor yang bersangkutan dengan bobot
sektor/subsektor
yang
bersangkutan
sebagai
penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara
persentase jumlah responden yang memberikan jawaban
“meningkat” dengan persentase jumlah responden yang
memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan
jawaban “sama”
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
59
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Perkembangan Kegiatan Usaha
40.0%
Perkiraan Kegiatan Usaha
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
menggunakan modal yang dimiliki untuk
menghasilkan laba. Hal tersebut tercermin dari
terus membaiknya indikator Return on Asset
(ROA) dan Return on Equity (ROE) sejak akhir
2015.
-10.0%
-20.0%
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
II
III
IV
I
2016
II
2017
Grafik 4.12 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Realisasi kinerja sektor korporasi ini lebih rendah
dibandingkan dengan ekspektasi pelaku usaha
yang tercermin dari indeks perkiraan kegiatan
dunia usaha yang justru meningkat. Hal ini
diduga disebabkan oleh kinerja faktor input yang
tidak sebaik perkiraan semula sehingga belum
cukup optimal dalam mendorong baiknya kinerja
korporasi yang turut dibayangi dengan mulai
menurunnya harga komoditas internasional
terutama CPO.
14.0
12.0
10.0
8.0
Tingginya kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan
laba perusahaan terutama
didorong oleh perbaikan harga komoditas
perkebunan yang terjadi sepanjang tahun 2016
lalu. Hal tersebut tercermin dari tingginya
perbaikan ROA dan ROE untuk sektor industri
pengolahan, pertanian dan perdagangan pada
triwulan IV 2016. Ketiga sektor ini memiliki
kaitan yang sangat erat dengan dinamika
perdagangan komoditas perkebunan, sehingga
perbaikan harga komoditas tersebut mampu
memberikan dampak yang signifikan dalam
perbaikan kinerja keuangan korporasi. Baiknya
permintaan akibat shock produksi di beberapa
negara produsen utama CPO juga mendorong
rendahnya risiko rentabilitas korporasi pada
triwulan IV 2016.
6.0
4.0
2.0
ROA
ROE
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Grafik 4.13 ROA ROE Sumatera Utara
Meski tren perekonomian Sumatera Utara dalam
3 triwulan terakhir terus menunjukkan
perlambatan, namun kinerja korporasi masih
cukup solid21. Risiko rentabilitas, likuiditas,
solvabilitas, interest service coverage ratio yang
meningkat, sementara tingkat turn over aset dan
persediaan relatif stabil.
Baiknya harga komoditas perkebunan pada
triwulan IV 2016 juga turut mendorong
membaiknya profit margin korporasi di Sumatera
Utara. Profit margin korporasi di Sumatera Utara
pada triwulan IV 2016 relatif meningkat dari
5,5% pada triwulan III 2016 menjadi 8,8%.
Peningkatan profit margin terjadi seiring dengan
peningkatan harga jual produk yang memuncak
pada triwulan IV 2016.
Harga Jual
35.0%
Perkiraan Harga Jual
30.0%
25.0%
20.0%
Risiko rentabilitas masih dapat diatasi dengan
baik oleh korporasi yang tercermin dari
beberapa indikator yang justru menunjukkan
perbaikan. Kondisi ini mengindikasikan baiknya
korporasi
di
Sumatera
Utara
dalam
ata terakhir per triwulan IV 2016.
15.0%
10.0%
5.0%
0.0%
-5.0%
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
2016
IV
I
II
2017
Grafik 4.14 Indikator Harga Jual dan Perkiraan Harga Jual
Meningkatnya performa keuangan perusahaan
diduga didorong oleh langkah efisiensi yang
dilakukan oleh perusahaan seiring dengan
menurunnya Debt to Equity Ratio (DER).
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Penurunan DER ditengah membaiknya capaian
ROA maupun ROE mengindikasikan preferensi
korporasi untuk menggunakan modal maupun
aset internalnya dalam operasional perusahaan
dibandingkan dengan meningkatkan hutang
untuk modal kerjanya.
Membaiknya kinerja perusahaan diperkirakan
lebih banyak didorong oleh faktor harga,
sementara perbaikan permintaan masih
terbatas. Kondisi ini tercermin dari tingginya
return yang dihasilkan oleh perusahaan
sementara tingkat pengembalian aset maupun
persediaan relatif stagnan. Dengan demikian,
produktivitas korporasi cenderung stagnan.
Peningkatan penjualan yang ada masih bisa
direspon oleh kapasitas produksi perusahaan
seiring dengan belum optimalnya kapasitas
utilisasi perusahaan. Meningkatnya harga jual
juga terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha yang cenderung meningkat pada
triwulan IV 2016.
Aset dan modal yang dimiliki dinilai cukup
memadai untuk membiayai aktivitas produksi
saat ini. Hal tersebut diduga akibat utilitas
produksi saat ini masih belum optimal yang
tercermin dari kapasitas produksi yang justru
cenderung menurun berdasarkan hasil liaison
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara. Hal tersebut juga terkonfirmasi
dari penyaluran kredit investasi yang cenderung
melambat pada triwulan IV 2016, sementara Seiring dengan meningkatnya kinerja keuangan
kredit modal kerja cenderung membaik.
korporasi, kemampuan membayar utang yang
tercermin dari Debt to Service Ratio (DSR)
Meski DER korporasi di Sumatera Utara
cenderung membaik. DSR korporasi di Sumatera
cenderung menurun, namun kemampuan
Utara cenderung menurun dari 83,7% menjadi
korporasi dalam membayar utang jangka pendek
65,0%. Membaiknya kemampuan membayar
masih perlu diperhatikan. Pasalnya, secara
utang juga didorong oleh menurunnya kewajiban
agregat nilai DER korporasi di Sumatera Utara
pembayaran bunga korporasi sementara utang
masih berada di atas 1 yang terutama didorong
jangka pendek cenderung meningkat. Hal ini
oleh sektor properti. Kebijakan kepatuhan pajak
turut mengindikasikan optimisme pelaku usaha
sejak 2016 lalu berdampak pada lesunya
terhadap perekonomian ke depan relatif belum
permintaan akan properti. Pasar hunian
terbangun secara kuat.
premium cenderung menurun sementara
permintaan rumah masyarakat berpenghasilan Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
rendah (MBR) masih relatif tinggi. Oleh karena
Stabilitas
kinerja
korporasi
mendukung
itu, kinerja korporasi pada sektor properti masih
peningkatan akses kredit korporasi. Hal tersebut
perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut.
tercermin dari SBT akses kredit yang meningkat
Namun demikian, kemampuan membayar total
tajam pada triwulan I 2017. Kualitas kredit yang
utang baik jangka pendek maupun jangka
terus terjaga ditengah masih baiknya harga
panjang justru cenderung membaik.
komoditas perkebunan mendorong baiknya
Semakin efisiennya korporasi dalam mengelola akses kredit kepada korporasi.
modal yang dimiliki yang disertai dengan
Baiknya akses kredit kepada pelaku usaha juga
peningkatan profit margin perusahaan juga turut
tercermin dari penyaluran kredit korporasi yang
mendorong membaiknya kapasitas korporasi
cenderung meningkat signifikan dari 6,5% (yoy)
dalam memenuhi kewajibannya. Risiko likuiditas
pada triwulan sebelumnya menjadi 14,0% (yoy).
korporasi masih dapat terkelola dengan baik
Peningkatan penyaluran kredit korporasi juga
yang tercermin dari current ratio yang relatif
masih diiringi dengan kualitas kredit yang masih
meningkat dari 1,2 menjadi 1,5.
cukup baik, yang tercermin dari nilai NPL yang
jauh lebih rendah dari level indikatifnya, yaitu
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
61
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
baru mencapai 2,8% atau meningkat dari periode Begitu juga dengan kredit modal kerja yang turut
sebelumnya sebesar 2,5%.
meningkat dari 6,0% (yoy) menjadi 11,2% (yoy).
Peningkatan kredit modal kerja ini terjadi seiring
50.0%
dengan persiapan menghadapi lonjakan
40.0%
permintaan masyarakat yang pada umumnya
30.0%
20.0%
tinggi pada periode Ramadhan hingga Lebaran.
10.0%
Hal tersebut turut diperkuat dengan Indeks
0.0%
Keyakinan Konsumen yang meningkat pada
-10.0%
-20.0%
bulan April 2017.
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
2014
2015
2016
2017
Rp Triliun
140
Grafik 4.15 Akses Kredit
Rp Miliar
yoy
Nominal
160,000
Growth (yoy)
30.0%
140,000
25.0%
120,000
15.0%
139,363.51
143,808.22
I
133,840
IV
138,072.90
III
130,803
II
126,156
I
126,618
IV
129,932
III
121,886
II
122,669
I
116,295
IV
117,334
III
110,911
II
110,426
100,033
I
103,976
93,407
60,000
II
III
IV
I
-
10.0%
5.0%
0.0%
2013
2014
2015
60%
100
50%
40%
80
30%
20%
Investasi
G. Investasi
140
120
100
80
60
40
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011
2012
2013
2014
10%
20
0%
-
-10%
I II III IV I II III IV I II IIIIV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016 2017
2016
Penyaluran kredit korporasi pada umumnya
masih didominasi oleh penyaluran kredit modal
kerja dengan pangsa 67% dari total kredit yang
diikuti oleh kredit investasi dengan pangsa
sebesar 33% dari total kredit. Penyaluran kredit
korporasi terutama didorong oleh meningkatnya
penyaluran kredit investasi yang meningkat
signifikan dari 7,8% (yoy) menjadi 19,5% (yoy).
Peningkatan penyaluran kredit investasi
mengindikasikan kembali optimisnya pelaku
usaha terhadap perbaikan perekonomian ke
depan. Hal tersebut turut ditunjang oleh hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan
optimisme pelaku usaha akan kegiatan usaha ke
depan.
Modal Kerja
G. Modal Kerja
40
Grafik 4.18 Kredit Korporasi Berdasarkan Sektor Utama
Grafik 4.16 Penyaluran Kredit Korporasi
Rp Triliun
160
70%
120
60
80,000
20,000
Pertanian
PBE
G. Industri Pengolahan
G. PBE
20.0%
100,000
40,000
Konstruksi
Industri Pengolahan
G. Pertanian
G. Konstruksi
2015
2016 2017
Grafik 4.17 Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis
Penggunaan
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
-10%
Berdasarkan kategori lapangan usahanya,
penyaluran kredit korporasi masih didominasi
oleh penyaluran pada kategori Perdagangan
Besar dan Eceran (PBE) (33% dari total kredit),
kategori Industri Pengolahan (29% dari total
kredit) serta kategori Pertanian (24% dari total
kredit). Dengan demikian, dinamika penyaluran
kredit korporasi berkaitan erat dengan kinerja
sektor tersebut.
Lainnya
16%
PBE
31%
Pertanian
24%
Industri
Pengolahan
29%
Grafik 4.19 Proporsi Kredit Sektor Korporasi
Seiring dengan masih baiknya harga komoditas
perkebunan dan permintaan luar negeri, kinerja
kredit industri pengolahan naik tajam dari 2,4%
(yoy) menjadi 17,8% (yoy). Sistem kontrak yang
dilakukan pada industri pengolahan juga
mendorong kepastian pendapatan sehingga
masih menunjang baiknya tingkat kepercayaan
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
perbankan untuk kembali menyalurkan kredit
pada sektor ini. Selain itu, kualitas kredit yang
disalurkan juga semakin baik seiring dengan
masih tingginya kemampuan bayar industri
pengolahan yang dipengaruhi oleh tingginya
penjualan, terutama yang bersumber dari luar
negeri. Non Performing Loan (NPL) industri
pengolahan tercatat membaik, yaitu dari 1,6%
menjadi 1,4%, jauh lebih rendah dari level
indikatifnya (5%).
tinggal di perkotaan dan sisanya 50,8% tinggal di
perdesaan.
Pengeluaran penduduk masih didominasi oleh
kelompok
barang
makanan
dengan
kecenderungan menurun. Pada tahun 2015,
persentase pengeluaran per kapita untuk
kelompok barang makanan tercatat sebesar
53,5% dan untuk kelompok barang bukan
makanan sebesar 46,5%.
Komponen
pengeluaran kelompok barang bukan makanan
Persepsi akan membaiknya perekonomian ke didominasi oleh pengeluaran untuk perumahan
depan juga tercermin dari penyaluran kredit dan fasilitas rumah tangga sebesar 23,35% dan
pada sektor PBE yang turut membaik dari 2,6% aneka barang dan jasa sebesar 13,1%.
(yoy) menjadi 9,4% (yoy). Masih baiknya aktivitas
ekspor luar negeri diduga mendorong masih
baiknya penyaluran kredit pada sektor ini.
Lonjakan aktivitas konsumsi yang biasanya
terjadi pada periode Ramadhan dan Idul Fitri
juga mendorong positifnya persepsi kinerja
sektor perdagangan kedepan.
Sementara itu, iklim produksi pertanian yang
belum sepenuhnya pulih mendorong relatif
Sumber: BPS, diolah
stabilnya penyaluran kredit pada sektor
Grafik 4.20 Perkembangan Persentase Pengeluaran per
pertanian yang berada di kisaran 19% (yoy).
Kapita Menurut Kelompok Barang
Produktivitas tanaman pangan dan hortikultura
yang turun tajam pada triwulan I 2017
mendorong turunnya daya bayar masyarakat
pertanian yang tercermin dari nilai NTP yang
cenderung menurun. NPL pada sektor ini juga
cenderung meningkat dari 1,5% menjadi 1,7%.
Meningkatnya risiko pada kategori ini juga
cenderung
menahan
perbankan
dalam
menyalurkan kredit pada kategori ini.
Profil Sektor Rumah Tangga
Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan
jumlah penduduk Sumatera Utara pada 2015
sebanyak 13,9 juta jiwa dengan komposisi
penduduk laki-laki sebesar 6,95 juta jiwa (49,9%)
dan perempuan sebesar 6,98 juta jiwa (50,1%).
Pada tahun 2014 sebanyak 49,2% penduduk
Grafik 4.21 Perkembangan Kontribusi Konsumsi RT dan
LNPRT terhadap PDRB Sumatera Utara
Konsumsi swasta, terdiri atas konsumsi Rumah
Tangga (RT) dan konsumsi Lembaga Non Profit
(LNPRT),
merupakan
komponen
utama
penopang perekonomian Sumatera Utara
dengan kontribusi mencapai Rp89,3 triliun atau
sebesar 54,3% dari PDRB Sumatera Utara pada
triwulan I 2017. Kontribusi konsumsi swasta
cenderung menurun dibanding triwulan IV 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
63
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
sebesar 54,0%. Konsumsi RT mendominasi meningkatnya aktivitas ekonomi selama bulan
konsumsi swasta dengan komposisi mencapai puasa dan Lebaran sebagaimana polanya.
98,3% atau senilai Rp87,8 triliun. Sementara
pangsa LNPRT dalam struktur PDRB Sumatera
Utara pada triwulan I 2017 sebesar 1,7% dengan
nominal Rp1,48 triliun (grafik 4.22).
Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah
Tangga
Pada triwulan I 2017, konsumsi rumah tangga
tumbuh 5,6% (yoy), dengan pangsa terhadap
perekonomian sebesar 53,4% (Grafik 4.19).
Kondisi ini sejalan dengan optimisme masyarakat
yang tetap terjaga. Indeks Ekspektasi Konsumen
(IKK) hasil Survei Konsumen Bank Indonesia pada
triwulan I 2017 sedikit dibawah level optimis
100, yaitu mencapai 99,3 atau menurun dari
sebelumnya sebesar 105,1. Hal ini diperkirakan
terkait dengan menurunnya tekanan inflasi dan
adanya perbaikan penghasilan masyarakat
seiring dengan peningkatan harga komoditas.
Dengan harga yang menurun, konsumsi
masyarakat terjaga dengan daya beli yang masih
kuat seiring harga komoditas utama yang masih
relatif tinggi.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 4.22 Kinerja Konsumsi Rumah Tangga
Ke depan, sektor RT masih optimis yang
tercermin pada meningkatnya Indeks Ekspektasi
Konsumen (IEK) dari 111,4 ke level 112,0 (Grafik
4.23). Optimisme masyarakat ini terlihat pada
ketiga aspek yang disurvei, yaitu ekspektasi
penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan
ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan yang akan
datang. Hal ini diperkirakan seiring dengan
ekspektasi akan adanya pendapatan tambahan
antara lain THR dan gaji ke 13 serta
Grafik 4.23 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Sejalan dengan kinerja konsumsi RT yang masih
kuat pada triwulan
I 2017, hasil Survei
Konsumen Bank Indonesia mengindikasikan
alokasi pengeluaran masyarakat untuk konsumsi
yang masih dominan meski menurun dari 70,5%
pada triwulan IV 2016 menjadi 64,7%. Indikasi
masih kuatnya konsumsi juga tercermin pada
alokasi pengeluaran untuk tabungan yang
menurun dari 21,9% menjadi 20,6%. Selain itu,
penghimpunan dana perbankan di sektor RT
pada periode laporan mengalami penurunan
(-0,9%, qtq). Alokasi untuk pembayaran
pinjaman meningkat yang diindikasikan pada
peningkatan pertumbuhan kredit RT dari 6,5%
(yoy) menjadi 7,6% (yoy).
Hasil survei juga menggambarkan perilaku RT
dalam berutang, dimana RT dengan pendapatan
yang semakin besar cenderung memiliki
komposisi pinjaman yang lebih besar dengan
alokasi pengeluaran untuk konsumsi yang lebih
rendah. Sebaliknya, RT dengan pendapatan
rendah memiliki porsi pengeluaran yang lebih
besar untuk konsumsi dan lebih sedikit untuk
pinjaman. Pada triwulan I 2017, peningkatan
alokasi pengeluaran untuk angsuran pinjaman
terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.
Meningkatnya alokasi pengeluaran untuk
angsuran pinjaman diikuti dengan penurunan
alokasi pengeluaran untuk tabungan pada RT
kelompok pengeluaran di atas Rp3 juta rupiah
per bulannya (Grafik 4.25 dan Tabel 4.2).
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Jika dilihat dari perilaku berhutang, terdapat inflasi di tengah perbaikan harga komoditas
peningkatan risiko kredit, tercermin melalui karet yang dirasakan RT pada kelompok
peningkatan jumlah RT dengan Debt Service pengeluaran tersebut.
Ratio (DSR)22 diatas 30% yang sebesar 8,57%.
Peningkatan risiko kredit terjadi pada seluruh
kelompok
pengeluaran kecuali kelompok
pengeluaran Rp4-5 juta, dengan peningkatan
tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran
Rp3-4 juta. Perlu diperhatikan adanya
peningkatan perilaku berhutang pada seluruh
kelompok pengeluaran yang tercermin dari
menurunnya persentase RT yang tidak
melakukan pinjaman (TMP) dari 61,59% pada
triwulan sebelumnya menjadi 39,89% (Tabel
4.3). Peningkatan risiko kredit ini tercermin pada
kenaikan NPL perbankan sektor RT menjadi
sebesar 2,5% (dari sebelumnya 2,4%) meskipun
masih di bawah batas level indikatif (5%).
Pada triwulan I 2017 kemampuan masyarakat
untuk menabung masih baik. Hal ini tercermin
melalui penurunan kelompok RT yang tidak bisa
menabung (TBM23) menjadi sebesar 11,01% dan
peningkatan komposisi tabungan 0-10% dan 2030% (Tabel 4.4). Penurunan perilaku menabung
terutama terjadi pada kelompok pengeluaran
Rp3-4 juta dan di atas Rp5 juta. Kondisi ini
diperkirakan sejalan dengan alokasi pengeluaran
untuk pinjaman yang meningkat signifikan pada
kedua kelompok tersebut. Sebaliknya, perbaikan
perilaku menabung terutama terjadi pada RT
kelompok pengeluaran Rp2-3 juta. Hal ini
tercermin dari penurunan komposisi TBM,
kenaikan komposisi tabungan 0-10%, 20-30%
dan di atas 30%. Perbaikan tersebut diperkirakan
sejalan dengan penurunan alokasi pengeluaran
untuk konsumsi akibat menurunnya tekanan
Grafik 4.24 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga
Tabel 4.2 Komposisi Konsumsi, Cicilan Pinjaman dan
Tabungan Berdasarkan Pendapatan per Bulan
TW IV 2016
RP 1 - 2 JUTA RP 2 - 3 JUTA RP 3 - 4 JUTA RP 4 - 5 JUTA > RP 5 JUTA RATA-RATA
KONSUMSI (%)
83,60
76,27
67,90
55,46
52,78
70,5
CICILAN PINJAMAN (%)
4,33
7,62
9,13
8,08
8,64
7,6
TABUNGAN (%)
12,07
16,10
22,92
36,46
38,58
21,9
PENGELUARAN / BULAN
TW I 2017
RP 1 - 2 JUTA RP 2 - 3 JUTA RP 3 - 4 JUTA RP 4 - 5 JUTA > RP 5 JUTA RATA-RATA
KONSUMSI (%)
71,88
68,85
64,32
60,90
51,76
64,7
CICILAN PINJAMAN (%)
9,72
13,69
15,04
15,72
17,31
14,3
TABUNGAN (%)
18,40
17,46
20,65
23,38
30,93
21,0
PENGELUARAN / BULAN
Tabel 4.3 Komposisi DSR berdasarkan Tingkat Pendapatan
per Bulan
PENGELUARAN/BULAN TOTAL
Umumnya bank menetapkan DSR bagi rumah tangga
maksimal sebesar 30% bagi calon debitur
Merupakan persentase orang yang tabungannya 0%,
merupakan bagian dari data survei konsumen Bank
Indonesia
>Rp1 juta s.d Rp 2 juta
>Rp2 juta s.d Rp 3 juta
>Rp3 juta s.d Rp 4 juta
>Rp4 juta s.d Rp 5 juta
>Rp5 juta
Total
15,87%
37,35%
24,44%
13,76%
8,57%
100,00%
TW IV 2016
TMP 0-10% >10-20% >20-30% >30%
12,28% 1,38% 1,38% 0,53% 0,32%
21,80% 5,93% 5,93% 2,96% 0,74%
13,23% 3,28% 4,66% 2,65% 0,63%
8,99% 0,74% 2,22% 1,27% 0,53%
5,29% 0,63% 1,06% 1,59% 0,00%
61,59% 11,96% 15,24% 8,99% 2,22%
PENGELUARAN/BULAN TOTA
>Rp1 juta s.d Rp 2 juta
>Rp2 juta s.d Rp 3 juta
>Rp3 juta s.d Rp 4 juta
>Rp4 juta s.d Rp 5 juta
>Rp5 juta
Total
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
65
13,2
31,9
30,1
11,7
12,9
100,0
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
V 2016
TW I 2017
PENGELUARAN/BULAN TOTAL
-20% >20-30% >30%
TMP 0-10% >10-20% >20-30% >30%
1,38% 0,53% 0,32% >Rp1 juta s.d Rp 2 juta 13,23% 8,04%
0,95% 2,22% 0,85% 1,16%
5,93% 2,96% 0,74% >Rp2 juta s.d Rp 3 juta 31,96% 13,76%
1,80% 7,94% 6,24% 2,22%
4,66% 2,65% 0,63% >Rp3 juta s.d Rp 4 juta 30,16% 10,05%
4,97% 7,41% 4,66% 3,07%
2,22% 1,27% 0,53% >Rp4 juta s.d Rp 5 juta 11,75% 3,07%
2,33% 3,17% 2,65% 0,53%
1,06% 1,59% 0,00% >Rp5 juta
12,91% 4,97%
0,85% 2,96% 2,54% 1,59%
5,24% 8,99% 2,22% Total
100,00% 39,89% 10,90% 23,70% 16,93% 8,57%
Tabel 4.4 Komposisi Tabungan berdasarkan Tingkat
Pendapatan per Bulan
PENGELUARAN/BULAN TOTAL
>Rp1 juta s.d Rp 2 juta
>Rp2 juta s.d Rp 3 juta
>Rp3 juta s.d Rp 4 juta
>Rp4 juta s.d Rp 5 juta
>Rp5 juta
Total
W IV 2016
10-20% >20-30% >30%
4,23% 0,95% 1,06%
15,77% 3,17% 2,75%
9,74% 1,48% 5,50%
2,33% 0,53% 8,25%
0,95% 0,42% 5,61%
33,02% 6,56% 23,17%
15,87%
37,35%
24,44%
13,76%
8,57%
100,00%
PENGELUARAN/BULAN TOTAL
>Rp1 juta s.d Rp 2 juta
>Rp2 juta s.d Rp 3 juta
>Rp3 juta s.d Rp 4 juta
>Rp4 juta s.d Rp 5 juta
>Rp5 juta
Total
13,23%
31,96%
30,16%
11,75%
12,91%
100,00%
TBM
6,77%
7,09%
1,59%
0,32%
0,53%
16,30%
TW IV 2016
0-10% >10-20% >20-30% >30%
2,86% 4,23% 0,95% 1,06%
8,57% 15,77% 3,17% 2,75%
6,14% 9,74% 1,48% 5,50%
2,33% 2,33% 0,53% 8,25%
1,06% 0,95% 0,42% 5,61%
20,95% 33,02% 6,56% 23,17%
TBM
3,92%
4,23%
2,01%
0,11%
0,74%
11,01%
TABUNGAN TW I 2017
0-10% >10-20% >20-30%
2,12% 2,86% 1,80%
9,31% 11,43% 4,02%
10,05% 10,05% 3,17%
4,02% 3,70% 1,59%
3,07% 2,43% 1,27%
28,57% 30,48% 11,85%
>30%
2,54%
2,96%
4,87%
2,33%
5,40%
18,10%
Grafik 4.26 Komposisi Jenis DPK Perseorangan
Sektor rumah tangga
masih
mendominasi dana
TABUNGAN
TW I 2017
pihak ketiga (DPK)
yang
TBM 0-10%
>10-20%berada
>20-30% >30%di perbankan
>Rp1Sumatera
juta s.d Rp 2 juta Utara
13,23% 3,92%
2,12% 4.23).
2,86% 1,80%
2,54% DPK rumah
(Grafik
Pangsa
>Rp2tangga
juta s.d Rp 3 jutapada
31,96% perbankan
4,23% 9,31% 11,43%
4,02%
2,96% Utara pada
Sumatera
>Rp3 juta s.d Rp 4 juta 30,16% 2,01% 10,05% 10,05% 3,17% 4,87%
triwulan I 2017 tercatat 70,2% atau sebesar
>Rp4 juta s.d Rp 5 juta 11,75% 0,11% 4,02% 3,70% 1,59% 2,33%
triliun,
menurun
dibandingkan
triwulan
>Rp5Rp145,6
juta
12,91% 0,74%
3,07% 2,43%
1,27% 5,40%
sebelumnya
yang
sebesar
73,7%
atau
Rp148,5
Total
100,00% 11,01% 28,57% 30,48% 11,85% 18,10%
triliun. Penurunan pangsa DPK perseorangan
didorong oleh menurunnya komponen tabungan
dan giro meskipun komponen deposito sedikit
meningkat.
PENGELUARAN/BULAN TOTAL
Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perseorangan di
Perbankan
Secara umum, RT berperan sebagai surplus unit
(net saving) yaitu secara agregat jumlah
simpanan lebih besar dibanding kredit. Pada
triwulan I 2017, dana pihak ketiga (DPK)
perseorangan di perbankan Sumatera Utara
mencapai Rp145,6 triliun. Sementara kredit
perseorangan di perbankan tercatat sebesar
Rp46,1 triliun. Dengan demikian, perseorangan
di Sumatera Utara memiliki net saving di
perbankan sebesar Rp99,4 triliun.
Grafik 4.25 Komposisi DPK Perseorangan
Sejalan dengan penurunan pangsa DPK
perseorangan, DPK rumah tangga tercatat
tumbuh 8,7% (yoy), menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 9,5% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan komponen DPK
perseorangan terutama terjadi pada komponen
deposito dan tabungan yang tumbuh melambat
masing-masing sebesar 6,5% (yoy) dan 10,2%
(yoy) dari sebelumnya sebesar 7,3% (yoy) dan
11,1% (yoy).
Penurunan DPK perseorangan diperkirakan
sejalan dengan menurunnya alokasi tabungan
masyarakat karena dialihkan untuk konsumsi dan
membayar cicilan pinjaman. Meskipun demikian,
indeks pendapatan rumah tangga menurun
menjadi 99,03 dari sebelumnya sebesar 103,95.24
Komponen Pembentuk Indeks Tendensi Konsumen, BPS
Sumatera Utara, 5 Mei 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
66
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Kredit Perseorangan di Perbankan
Pada triwulan I 2017, pangsa kredit yang
disalurkan ke sektor rumah tangga tercatat
sebesar Rp46,1 triliun atau 24,3% dari total
kredit perbankan di Sumatera Utara, dengan
tren yang menurun dibandingkan beberapa
tahun sebelumnya. Kredit RT terutama
digunakan untuk Multiguna (46,8%) dan
pemilikan perumahan (27,6%), diikuti oleh kredit
kendaraan bermotor (13,9%) dan perlengkapan
RT (1,5%).
Pada triwulan I 2017, kredit kepada sektor
rumah tangga tumbuh sebesar 7,6% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang
tumbuh
sebesar
6,5%
(yoy).
Namun
pertumbuhan kredit RT masih lebih rendah dari
pertumbuhan total kredit industri perbankan
yang mencapai 14,0% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan kredit RT terutama didorong oleh
kredit perlengkapan rumah tangga yang tumbuh
sebesar 39,1%, meningkat dibandingkan triwulan
lalu sebesar 35,9%. Namun peningkatan kredit
perlengkapan rumah tangga ini masih belum
sebaik puncaknya pada triwulan II 2016 yang
tumbuh hingga mencapai 167,3%. Selain itu,
peningkatan kredit juga terjadi pada ketiga jenis
kredit rumah tangga (RT) lainnya, yaitu kredit
kepemilikan perumahan (KPR) dan kredit
multiguna. Untuk kredit kendaraan bermotor
(KKB) juga tumbuh membaik meski masih dalam
level negatif (-2,81%, yoy) dari sebelumnya -4,9%
(yoy).
seperti pelonggaran Loan to Value (LTV),
program 1 juta rumah, pemberian Fasilitas
Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk
MBR (masyarakat berpenghasilan rendah); serta
paket kebijakan XII yang bertujuan untuk
mempercepat penyediaan rumah bagi MBR.
Kredit multiguna tumbuh stabil sebesar 8,5%
(yoy), dengan pangsa sebesar 46,8% dari total
kredit RT, terbesar di antara kredit perseorangan
lainnya. Dominasi kredit multiguna turut
meningkatkan resiliensi perbankan Sumatera
Utara, karena kualitas kreditnya merupakan yang
terbaik di antara kredit perseorangan lainnya.
NPL kredit multiguna tercatat hanya sebesar
1,02%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (0,94%), jauh di bawah target
indikatif 5%.
Kredit Kendaraan Bermotor juga tumbuh lebih
baik (-2,8% (yoy) dibandingkan triwulan lalu yang
terkontraksi sebesar -4,9% (yoy). Hal tersebut
disebabkan oleh kredit kendaraan mobil beroda
empat dan kredit sepeda motor yang tercatat
meningkat masing-masing -2,7% (yoy) dan 1,4%
(yoy),
membaik
dibandingkan
triwulan
sebelumnya yang masing-masing terkontraksi
sebesar -4,4% (yoy) dan -2,8% (yoy). Perbaikan
NPL kredit mobil beroda empat dan sepeda
motor, serta penurunan suku bunga kredit
kendaraan mobil beroda empat di tengah
menurunnya pendapatan dan kenaikan tarif
STNK, turut mendukung perbaikan kinerja KKB.
Pada triwulan I 2017 kredit perumahan (KPR)
menunjukkan peningkatan, dari 3,3% (yoy) pada
triwulan sebelumnya
menjadi 5,0% (yoy).
Meningkatnya kredit KPR disebabkan oleh
kenaikan kredit rumah tinggal seluruh tipe,
kredit apartemen tipe di atas 70, dan kredit ruko
atau rukan. Peningkatan KPR tertinggi terjadi
pada pemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 70 dan
apartemen tipe di atas 70. Kondisi ini sejalan
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga
Menurut Penggunaan Utama
dengan meningkatnya masyarakat kelas
menengah, penurunan suku bunga kredit, Risiko kredit sektor RT masih terjaga, meskipun
kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
67
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
tren penurunan rasio NPL gross pada akhir
triwulan I 2017 menjadi sebesar 2,5%, sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 2,4%. Peningkatan risiko kredit RT
terjadi pada kredit perumahan dan kredit
multiguna,
sementara
kredit
kendaraan
bermotor relatif menurun. Peningkatan NPL
sejalan dengan menurunnya pendapatan yang
didorong oleh perbaikan ekonomi Sumatera
Utara yang belum stabil. Hal ini juga
terkonfirmasi dari memburuknya Debt Service
Ratio dari 7,6% menjadi 14,3% pada triwulan
laporan. Peningkatan risiko kredit ke depan perlu
tetap dicermati, mengingat pemulihan ekonomi
global dan perbaikan harga komoditas yang
masih terbatas, serta kenaikan Tarif Dasar Listrik
yang dapat mempengaruhi kemampuan bayar
sektor RT atas semua kewajibannya, terutama
kepada perbankan.
kepada UMKM minimal 20%. Pemberlakuan
ketentuan tersebut dilakukan secara bertahap,
yaitu tahun 2015 sebesar 5%, 2016 sebesar 10%,
tahun 2017 sebesar 15% dan tahun 2018 sebesar
20%.25 Kebijakan ini diperkuat pula dengan
kebijakan pelonggaran LFR (Loan to Funding
Ratio) menjadi 94% per 1 Agustus 2015 bagi
bank tertentu yang telah memenuhi pencapaian
tertentu kredit UMKM dengan kualitas yang
baik.26
Grafik 4.28 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah
Tangga
Dari keseluruhan kredit UMKM, porsi terbesar
digunakan untuk modal kerja sebesar 65,6%, dan
kredit investasi sebesar 34,4%, sementara tidak
ada yang dialokasikan untuk kredit konsumsi.
Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada
Menyadari pemberlakuan batas minimum kredit
UMKM dari 10% menjadi 15% pada akhir tahun
2017, perbankan Sumatera Utara tampak
menggenjot penyaluran kredit kepada UMKM
sejak awal tahun. Hal itu tercermin dari
pertumbuhan kredit UMKM pada Triwulan I
2017 yang meningkat tajam sebesar 18,2% (yoy),
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat hanya
tumbuh sebesar 2,5% (yoy). Dengan demikian,
pangsa kredit UMKM di Sumatera Utara
meningkat menjadi 30,0% atau Rp56,9 triliun
dari sebelumnya sebesar 27,1%. Peningkatan
kredit UMKM terutama didorong oleh
peningkatan kredit menengah sedangkan secara
penggunaan, didorong oleh kredit investasi dan
kredit modal kerja.
4.3.1 Penyaluran Kredit UMKM
Pengembangan sektor UMKM (Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah) perlu dilakukan agar dapat
dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi,
mengingat sektor tersebut relatif kuat dalam
menghadapi ancaman krisis. UMKM terbukti
sebagai sektor penyelamat ekonomi dari krisis
dan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi
rumah tangga, sekaligus menciptakan lapangan
kerja di Indonesia mengingat sektor tersebut
menyerap tenaga kerja. Untuk itu Bank
Indonesia telah mengeluarkan kebijakan yang
mewajibkan perbankan menyalurkan kredit
Peraturan Bank Indonesia No. 17/12/PBI/2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.
14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan
oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka
Pengembangan UMKM
Peraturan Bank Indonesia No.17/11/2015 tentang Giro
Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan valuta
Asing
yang
telah
disempurnakan
dengan
PBI
No.18/14/PBI/2016 tgl. 18 Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
triwulan I 2017 didorong oleh kredit investasi lain pelaku UMKM banyak yang tidak memiliki
dan kredit modal kerja yang masing-masing jaminan yang memadai untuk meningkatkan
tumbuh 35,4% (yoy) dan 10,8% (yoy), meningkat keyakinan perbankan tersebut.
signifikan dibandingkan periode sebelumnya
yang tumbuh sebesar 4,9% (yoy) dan 1,5% (yoy).
Grafik 4.30 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan I
2017
Grafik 4.29 Perkembangan Kredit UMKM
Perkembangan perekonomian yang terjadi
belum mendorong keyakinan pelaku usaha untuk
melakukan ekspansi usahanya lebih lanjut. Akses
pelaku UMKM terhadap fasilitas pembiayaan
dari perbankan masih terbatas. Keterbatasan
akses tersebut antara lain disebabkan kurangnya
keahlian SDM yang menangani UMKM terkait
dengan beragamnya jenis usaha UMKM. Di sisi
Berdasarkan golongan kredit yang disalurkan,
pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan I 2017
terutama ditopang oleh kredit menengah yang
meningkat signifikan dari -2,7% (yoy) menjadi
38,9% (yoy), dengan pangsa mencapai 50,5%
dari total kredit UMKM. Sementara kredit usaha
kecil dan kredit mikro tumbuh masing-masing
dari melambat menjadi 1,5% (yoy) dan 4,1%
(yoy).
Tabel 4.5 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2017
Sektor Ekonomi
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
PBE
Transportasi
Akomodasi dan Mamin
Informasi dan Komunikasi
Perantara Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Adm Pemerintahan
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan
Jasa Lainnya
Total
Kredit (Rp M)
4.278
9
266
10
7
92
6.275
139
235
6
4
25
87
1
43
95
789
12.359
Mikro
Growth
2,5%
-19,9%
-1,2%
49,2%
-1,8%
15,3%
4,8%
5,0%
6,8%
0,2%
-69,6%
-11,3%
-24,3%
-40,4%
25,7%
5,3%
13,2%
4,1%
Pangsa
Kredit (Rp M)
34,6%
3.359
0,1%
25
2,1%
589
0,1%
16
0,1%
3
0,7%
460
50,8%
9.152
1,1%
277
1,9%
516
0,0%
14
0,0%
90
0,2%
93
0,7%
335
0,0%
3
0,3%
100
0,8%
163
6,4%
651
100%
15.847
Berdasarkan lapangan usaha, pada triwulan I
2017 pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar
terdapat pada Perdagangan Besar dan Eceran
(46,2%), Pertanian (26,2%) dan Industri
Pengolahan (9,5%). Pertumbuhan kredit UMKM
lapangan usaha PBE tercatat sebesar 3,4%
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
Kecil
Growth
-1,8%
-4,1%
-15,2%
37,5%
51,2%
0,7%
3,4%
-0,6%
-6,7%
-16,1%
9,3%
28,1%
-10,8%
-41,7%
7,5%
-10,3%
32,0%
1,5%
Pangsa
Kredit (Rp M)
21,2%
7.313
0,2%
32
3,7%
4.571
0,1%
51
0,0%
7
2,9%
2.746
57,8%
10.871
1,7%
969
3,3%
554
0,1%
14
0,6%
205
0,6%
287
2,1%
369
0,0%
5
0,6%
109
1,0%
361
4,1%
293
100%
28.758
Menengah
Growth
323,0%
35,9%
64,3%
13,8%
107,5%
26,7%
2,7%
9,1%
41,9%
20,5%
-23,8%
-49,0%
-15,8%
2642,8%
-11,6%
-3,4%
-5,8%
38,9%
Pangsa
25,4%
0,1%
15,9%
0,2%
0,0%
9,5%
37,8%
3,4%
1,9%
0,0%
0,7%
1,0%
1,3%
0,0%
0,4%
1,3%
1,0%
100%
yang sebesar 2,2%. Kredit UMKM pertanian dan
industri pengolahan juga tumbuh signifikan
masing-masing sebesar 60,4% dan 44,8% dari
sebelumnya sebesar 4,3% (yoy) dan 10,7% (yoy).
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan
kredit UMKM, risiko kredit UMKM kembali
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
69
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
meningkat di atas level indikatif. Pada triwulan I
2017, tingkat NPL kredit UMKM meningkat
menjadi 5,3% dari triwulan sebelumnya sebesar
4,9%. Meningkatnya risiko kredit UMKM
tersebut didorong oleh kenaikan NPL kredit kecil
yang mencapai 7,4%, sementara NPL kredit
mikro dan menengah sudah berada di bawah
level indikatif masing-masing sebesar 3,6% dan
4,9%. Secara sektoral, risiko kredit terbesar
terdapat pada sektor kredit informasi dan
komunikasi disusul oleh sektor real estate dan
konstruksi. Sektor utama yaitu sektor pertanian
dan industri pengolahan masih mencatat risiko
kredit di bawah level indikatif (2,8% dan 5,0%)
sementara sektor perdagangan besar dan eceran
mencatat risiko kredit sedikit di atas target
indikatif (5,8%).
Program Kerja Bank
Pengembangan UMKM
Indonesia
dalam
Guna memperkuat ketahanan pangan dan
kemandirian pangan di Sumatera Utara untuk
mendukung pencapaian tugas Bank Indonesia di
bidang pengendalian inflasi, sejak tahun 2014
Bank Indonesia telah melaksanakan program
kerja inisiatif pengembangan klaster ketahanan
pangan. Isu ketahanan pangan dan kemandirian
pangan di Sumatera Utara penting untuk
dikembangkan mengingat berdasarkan data
historis komoditas pangan menjadi salah satu
sumber tekanan inflasi Volatile Food. Beberapa
komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan
inflasi di Sumatera Utara adalah beras, bawang
merah, dan cabe merah. Akibat dari
ketidakseimbangan antara permintaan dan
penawaran menyebabkan terjadinya gejolak
harga pada beberapa komoditas dimaksud.
Untuk itu pada triwulan I 2017 Bank Indonesia
melaksanakan berbagai kegiatan untuk membina
klaster pangan di berbagai daerah, diantaranya:
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Wilayah Kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sumatera Utara
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Pematangsiantar
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Sibolga
Klaster
Bawang merah
Bawang merah
Bawang merah
Padi Organik
Padi
Desa Pesisir
Kopi
Integrasi padi sapi
Sapi Potong
Bawang merah
Cabai merah
Cabai merah
Pertanian terintegrasi
Lokasi
Dairi
Karo
Medan-Marelan
Serdang Bedagai
Pulau Kampai
Serdang Bedagai
Karo
Langkat
Labuhan Batu
Simalungun
Batubara
Asahan
Pematangsiantar
Tapanuli Utara
Mandailing Natal
Selain itu Bank Indonesia juga melakukan
peningkatan akses keuangan UMKM dalam
berbagai bentuk local economy development
seperti bantuan teknis, pengembangan bisnis,
pendampingan, capacity building, pembentukan
Wira Usaha Bank Indonesia (WUBI), dan
elektronifikasi (Layanan Keuangan Digital).
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM
PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
Transaksi pembayaran tunai Provinsi Sumatera Utara mengalami net inflow. Volume penyetoran
yang meningkat 24,3% pada triwulan berjalan dibandingkan triwulan sebelumnya masih sesuai
dengan pola historisnya. Peningkatan bersumber dari dampak pasca Natal dan Tahun Baru.
Sedangkan volume penyetoran terkontraksi mencapai 70,6%. Angka ini jauh lebih rendah dari
triwulan lalu dan triwulan satu tahun 2016. Penurunan ini sejalan dengan aktivitas perekonomian
Sumut yang melambat pada Triwulan I 2017.
Berbeda dengan transaksi tunai, transaksi non tunai Sumatera Utara relatif stabil dengan
kecenderungan nominal yang meningkat dan volume yang melambat. Secara nominal, transaksi
RTGS meningkat 4,3% pada triwulan berjalan sedangkan volumenya tumbuh melambat 1,2%
dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi nominal SKNBI juga tumbuh 0,3% dengan volume
transaksi yang melambat 0,1%.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
71
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
5.1 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Transaksi pembayaran tunai Provinsi Sumatera
Utara mengalami net inflow. Volume penyetoran
yang meningkat 24,3% pada triwulan berjalan
dibandingkan triwulan sebelumnya masih sesuai
dengan pola historisnya. Peningkatan bersumber
dari dampak pasca Natal dan Tahun Baru.
Sedangkan volume penyetoran terkontraksi
mencapai 70,6%. Angka ini jauh lebih rendah
dari triwulan lalu dan triwulan satu tahun 2016.
Penurunan ini sejalan dengan aktivitas
perekonomian Sumut yang melambat pada
Triwulan I 2017.
Berbeda dengan transaksi tunai, transaksi non
tunai Sumatera Utara relatif meningkat baik dari
sisi nominal maupun volume. Secara nominal,
transaksi RTGS meningkat 54,5% (yoy) pada
triwulan berjalan sementara volumenya tumbuh
16,1% dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan hal tersebut, nominal transaksi
menggunakan SKNBI juga tumbuh 2,8% (yoy).
Masih meningkatnya transaksi non tunai
mengindikasikan masih baiknya daya beli
masyarakat ditengah perlambatan ekonomi
Sumut pada triwulan laporan.
5.1.1 Sistem Pembayaran Non Tunai
Sistem pembayaran non tunai di Indonesia
dikategorikan menjadi dua kategori. Sistem
pembayaran bernilai besar (high value) yang
diselenggarakan langsung oleh Bank Indonesia
dan sistem pembayaran bernilai ritel (retail
value). Infrastruktur sistem pembayaran non
tunai nilai besar terdiri dari BI-RTGS (Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement), BI-SSSS
(Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement
System) dan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia). Untuk sistem pembayaran non tunai
bernilai ritel diselenggarakan oleh Bank
Indonesia
dan
industri
keuangan.
Infrastrukturnya terdiri dari APMK (Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu), Uang
Elektronik dan Penyelenggara Transfer Dana
atau yang populer disebut sebagai money
changer.
5.1.1.1 Transaksi Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (BI-RTGS)
BI-RTGS merupakan sistem yang digunakan
untuk transaksi, penatausahaan surat berharga
dan setelmen dana yang dilakukan secara
seketika per transaksi secara individual. BI-RTGS
merupakan muara dari keseluruhan transaksi
keuangan yang dilakukan di Indonesia.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Transaksi RTGS-BI Sumatera Utara meliputi
keseluruhan transaksi dana masuk (incoming)
dan dana keluar (outgoing) di wilayah Sumatera
Utara. Secara nilai, transaksi RTGS Sumatera
Utara pada triwulan I 2017 mencapai Rp314,3
triliun atau tumbuh 54,5% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
39,1% (yoy). Tren peningkatan ini mulai terjadi
sejak triwulan I Tahun 2016. Sejalan dengan hal
tersebut, jumlah warkat yang ditransaksikan
juga meningkat 16,1% (yoy), lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang justru terkontraksi (30,2%,yoy).
Rata-rata harian outgoing transaksi BI-RTGS
Sumatera Utara mencapai Rp4,9 triliun atau
1,2% dari rata-rata harian transaksi BI-RTGS
nasional yang mencapai Rp473,9 triliun. Pasca
penerapan RTGS Gen II pada Desember 2015,
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
72
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Transaksi incoming daerah disentralisasikan di
Jakarta. (Tabel 5.1)
Tabel 5.1. Transaksi Outgoing Provinsi Sumatera Utara
Kabupaten/Kota
Volume
Nilai
Kab. Deli Serdang
24
Rp
Kab. Karo
20
Rp
7.186.625.813
Kab. Kisaran
248
Rp
169.223.098.712
Kota Medan
8.045
Rp
29.577.751.299.496
142
Rp
228.739.213.060
8.479
Rp
29.992.275.626.206
Kota Tebing Tinggi
Sumatera Utara
9.375.389.125
Saat ini terdapat 5 wilayah yang menggunakan
fasilitas RTGS di Sumatera Utara. Peserta27 di
wilayah tersebut adalah kantor cabang bank
umum. Pertimbangan fasilitas RTGS di kelima
wilayah tersebut adalah kebutuhan transaksi
nilai besar nasabah di wilayah tersebut. Dari
keseluruhan transaksi yang dilakukan, 98,6%
transaksi outgoing dilakukan di Kota Medan dan
hanya 0,8% transaksi yang berasal dari Tebing
Tinggi dan 0,6% dari Kisaran. Dominasi transaksi
di kota Medan diperkirakan berkaitan dengan
masih terpusatnya aktivitas ekonomi Sumatera
Utara di kota tersebut.
5.1.1.2 Perkembangan Transaksi SKNBI
Selain BI-RTGS, transaksi non tunai yang
diselenggarakan Bank Indonesia adalah Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia. Transaksi kliring
mencakup kliring kredit dan kliring debet di Kota
Medan, Tebing Tinggi dan Kabanjahe. Transaksi
yang diproses oleh SKNBI meliputi kumulasi data
keuangan elektronik transaksi card based
melalui mesin EDC (kartu kredit dan kartu
debet) dan transaski paper based (cek, bilyet
giro dan nota debet).
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi SKNBI
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi
dari 3 provinsi di Indonesia yang memiliki mesin
sortasi cek dan bilyet giro. Hal ini dikarenakan
transaksi yang dilakukan melalui cek dan bilyet
giro yang relatif tinggi. Rata-rata jumlah warkat
kliring yang diproses untuk triwulan I tahun
2017 mencapai 18.994 lembar warkat per hari,
lebih tinggi dari rata-rata transaksi triwulanan
selama 3 tahun terakhir yang mencapai 17.140
lembar warkat per hari. Dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, transaksi menggunakan
kliring mencatatkan peningkatan baik dari sisi
nominal (2,84%,yoy) maupun volume warkat
(2,3%,yoy). (Grafik 5.2).
Secara spasial, mayoritas transaksi kliring di
Sumatera Utara dilakukan di Kota Medan
dengan share mencapai 94,2% dari total
transaksi Sumatera Utara. Sedangkan transaksi
kliring di Tebing Tinggi dan Kabanjahe masingmasing hanya mencapai 4,5% dan 1,2%.
Meskipun tertinggi, secara rata-rata nominal,
Tebing Tinggi menjadi wilayah dengan nominal
transaksi rata-rata tertinggi yang mencapai
Rp51.165.784,-/warkat
lebih
tinggi
dibandingkan
Medan
yang
mencapai
Rp50.206.114/warkat.
Sistem Kliring Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sumatera Utara melayani kebutuhan
kliring 61 Bank. Selain itu, untuk mendukung
kemudahan bertransaksi dan tetap menjaga
kehandalan dan keamanan, mulai akhir tahun
2016, Bank Indonesia melakukan pengawasan
dan pemantauan
terhadap Koordinator
Pertukaran Warkat Debit (KPWD) di wilayah
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
73
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
kerja Sumatera Utara. Pengawasan dilakukan
pada 23 kantor cabang KPWD yang tersebar di
Kota Tebing Tinggi sebanyak 16 kantor cabang
dan Kabanjahe sebanyak 7 kantor cabang Bank
anggota KPWD. Fokus pemantauan kepada
KPWD adalah aspek tata kelola, operasional dan
Bussiness Continuity Plan (BCP).
Pada November 2016, Bank Indonesia
mengeluarkan 2 regulasi baru terkait
infrastruktur pembayaran melalui SKNBI, yaitu
Peraturan Bank Indonesia No.18/41/PBI tahun
2016
tentang
Bilyet
Giro
dan
No.18/43/PBI/2016
tentang
Perubahan
Peraturan Daftar Hitam Nasional Penarik Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong. Ketentuan ini
diperbaharui untuk menjaga aspek keamanan
dari bilyet giro sebagai alat pembayaran.
Perubahan tersebut bersifat minor seperti
kesesuaian tanda tangan dan tinta yang
digunakan untuk menandatangani warkat.
Perubahan tersebut bertujuan untuk menjaga
otentifikasi warkat, juga untuk memudahkan
pendataan perputaran warkat. Kedua regulasi
tersebut diimplementasikan mulai 1 April 2017
5.1.2 Elektronifikasi Sistem Pembayaran.
Di
samping
memperkuat
infrastruktur
pembayaran, mulai tahun 2014, Bank Indonesia
menggiatkan elektronifikasi sistem pembayaran.
Salah satunya melalui Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT). Gerakan ini meliputi transaksi
menggunakan uang elektronik maupun Layanan
Keuangan Digital.
Uang Elektronik
Uang elektronik merupakan salah satu
infrastruktur pembayaran non tunai ritel yang
diperkenalkan mulai tahun 2013. Sebelumnya
pada tahun 2014, Bank Indonesia bekerja sama
dengan perbankan membentuk kawasan non
tunai di lingkungan kampus Universitas
Sumatera Utara. Uang elektronik merupakan
alat pembayaran yang digunakan untuk nominal
kecil, cepat dan tidak harus memiliki tabungan di
bank tertentu untuk dapat menggunakannya.
Berdasarkan medianya, uang elektronik ada
yang bersifat chip based (nilai uang disimpan
dalam chip dan digunakan secara offline)
maupun server based (nilai uang disimpan dalam
server dan digunakan secara online).
Sebagai bentuk dukungan terhadap GNNT, pada
tahun 2017, Pemerintah melakukan reformasi
penyaluran bantuan pangan. Penyaluran
bantuan pangan yang lebih dikenal dengan
istilah Bantuan Langsung Tunai (BLT)
sebelumnya diberikan melalui kantor pos dalam
bentuk uang tunai dengan jumlah tertentu
setiap bulannya. Dewasa ini, penyaluran
bantuan tidak diberikan langsung dalam bentuk
uang tunai, tetapi menggunakan uang elektronik
dan dikenal dengan istilah BPNP (Bantuan
Pangan Non Tunai).
Skema penyaluran bantuan dimulai dari
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menerima
uang elektronik yang akan di top up setiap
bulannya. Uang elektronik tersebut terintegrasi
dengan beberapa jenis bantuan lain dalam
bentuk wallet dan dapat juga menjadi media
penyimpanan dana. Setelah dana cukup
tersedia, KPM datang ke agen LKD terdekat yang
ditunjuk sesuai dengan kecamatannya. Agen LKD
akan mencocokkan data yang diterima dari
Kementeran Sosial melalui Bank yang ditunjuk.
Dalam penyalurannya, Agen LKD juga
didampingi oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan dari Dinas Sosial. Transaksi
kemudian dilakukan menggunakan mesin EDC
(Electronic Data Captured). Agen penyedia
bantuan disebut juga e-waroeng menyalurkan
paket bantuan komoditas pangan berupa beras
dan gula seharga Rp.110.000,-. Di sisi lain,
BULOG akan menyampaikan paket bantuan
tersebut berdasarkan purchase order yang
disampaikan Bank setiap bulannya.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Tabel 5.2 Skema Penyaluran BLNT
Jumlah bantuan yang akan disalurkan secara
nasional adalah sebesar Rp. 141,5 Milyar yang
akan disalurkan untuk 16 provinsi, termasuk
Sumatera Utara.
Target penyaluran BPNP Sumatera Utara adalah
sebesar Rp.8,85 Milyar untuk didistribusikan
kepada 80.421 KPM yang tersebar di 21
kecamatan Kota Medan. Sampai dengan
triwulan laporan, 66,4% atau sekitar 9.451 KPM
dari target 14.227 KPM di triwulan I tahun 2017
telah menerima BLNT.
5.1.3 Kegiatan Pengawasan dan Perizinan
Kegiatan Layanan Uang (KLU)
Sebagai satu-satunya lembaga otorisas sistem
pembayaran, Bank Indonesia memegang
peranan strategis dalam menjaga kelancaran
sistem pembayaran, antara lain kebijakan,
perizinan dan pengawasan. Ruang lingkup
penerbitan izin dan pengawasan yang dilakukan
oleh Bank Indonesia antara lain :
- Perusahaan Transfer Dana (PTD)
- Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
(KUPVA)
- Pembukaan Kas Titipan
- Penyelenggaraan Koordinator Warkat Debit
- Kewajiban Penggunaan Mata Uang Rupiah
di Wilayah NKRI
- Fintech
Mekanisme pengawasan meliputi pengawasan
tidak langsung (offsite) dan pengawasan
langsung (onsite). Pengawasan langsung
dilakukan melalui monitoring, analisis dan
evaluasi dokumen, data, informasi, laporan dan
keterangan yang disampaikan secara rutin oleh
penyelenggara.
Sedangkan
pengawasan
langsung dilakukan secara rutin maupun tematik
sesuai dengan kebutuhan.
Khusus untuk kewajiban penggunaan uang
rupiah, Bank Indonesia telah menandatangani
MoU (Memorandum of Understanding) dengan
Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Kewajiban
penggunaan rupiah tidak hanya untuk transaksi,
tetapi juga kuotasi pada invoice maupun harga
yang tercantum pada barang dan jasa yang
ditawarkan
Provinsi Sumatera Utara memiliki 7 PTD berizin
yang dan 55 KUPVA berizin yang berlokasi di
Kota Medan. Selain itu terdapat 3 KUPVA lainnya
di Kota Pematang Siantar dan 1 KUPVA di Kota
Binjai. Saat ini, Bank Indonesia bergiat
melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada
PTD dan KUPVA yang belum berizin untuk segera
mendaftarkan perusahaannya.
Tabel 5.3 Transaksi Transfer Dana Triwulan I Tahun 2017
Komponen
Incoming
Outgoing
Nilai
Rp 538.736.277.718 Rp 47.040.109.371
Volume
249.778
792
Rata-rata per Transaksi Rp
2.156.860 Rp
59.394.077
Sumber : Bank Indonesia
Transaksi Transfer Dana di Sumatera Utara
tercatat sebesar Rp585,7 miliar, terdiri dari
transaksi incoming28 sebesar Rp538,7 miliar dan
transaksi outgoing sebesar Rp47,1 miliar. Meski
secara nominal transaksi incoming lebih jauh
lebih besar dibandingkan outgoing, namun
secara rata-rata transaksi incoming hanya
tercatat Rp2,1 juta/transaksi. Sementara
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
75
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
transaksi outgoing mencapai Rp59,3 juta per
transaksi. Sesuai informasi yang diperoleh dari
PTD, transaksi incoming pada umumnya
merupakan pengiriman uang dari Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) di luar negeri untuk keluarganya
di Indonesia. Sedangkan transaksi outgoing
biasanya merupakan pengiriman uang sekolah
bagi yang berkuliah di Luar Negeri.
negara tetangga. Sejalan dengan hal tersebut,
Malaysia Ringgit (MYR) menjadi mata uang yang
paling diminati. Hal ini terkonfirmasi dari
besaran proporsi penjualan dan pembelian valas
MYR yang mencapai 34,5% dari pembelian valas,
diikuti dengan USD sebesar 32,2%. (Grafik 5.3)
Grafik 5.3 Transaksi Pembelian dan Penjualan Rupiah
melalui KUPVA
Total transaksi Uang Kertas Asing pada KUPVA
sampai triwulan I tercatat sebesar Rp575,2
miliar, terdiri dari transaksi pembelian sebesar
Rp286,5 miliar dan transaksi penjualan
mencapai Rp288,6 miliar.
Secara tren, transaksi valuta asing tertinggi biasa
terjadi pada periode libur anak sekolah (mid
semester) yang umumnya terjadi pada
pertengahan tahun dan periode akhir tahun.
Selain mengikuti pola liburan panjang, mayoritas
transaksi di Sumatera Utara juga diperuntukkan
untuk keperluan berobat ke Malaysia dan
Penang. Kualitas pengobatan di negeri jiran yang
dikenal sangat baik, harga yang relatif
terjangkau serta kemudahan moda transportasi
dari Medan menjadi faktor pendorong
banyaknya masyarakat yang memilih berobat ke
Uraian
Penarikan (Triliyun Rp)
Penyetoran (Triliyun Rp)
Net Penarikan (Triliyun Rp)
Pemusnahan
% Pemusnahan
UPAL (lembar)
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.4 Share Pembelian Valas berdasarkan Mata Uang
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.5 Share Penjualan Valas berdasarkan Mata Uang
Tabel 5.4. Rekapitulasi Transaksi Pengelolaan Uang Rupiah
2015
2016
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
3,73
7,05
8,09
9,01
4,49
12,16
5,83
8,31
6,38
9,59
5,97
9,62
7,05
11,36
-4,59
0,67
-1,5
3,04
-5,12
5,11
-5,53
3,24
2,63
3,84
3,21
2,93
4,6
4,06
39%
41%
40%
54%
30%
65%
36%
1227
944
1066
1446
1357
825
1170
Tw IV
9,48
6,41
3,07
4,05
63%
551
2017
Tw I
2,79
7,97
-5,18
4,05
54%
760
Sumber : Bank Indonesia
5.2 Perkembangan Pengelolaan
Uang Rupiah
Pengelolaan sistem pembayaran tunai meliputi
rencana pencetakan, distribusi sampai dengan
pemusnahan.
Tujuan
akhirnya
adalah
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
memenuhi kebutuhan uang Rupiah dalam
nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai
dan kondisi yang layak edar.
2.2.1 Outflow-Inflow
Sejalan dengan melambatnya perekonomian
Sumatera Utara, transaksi uang kartal
di
Sumatera Utara mencatat net inflow sebesar
Rp5,18 triliun dari Rp3,07 triliun pada triwulan
seblumnya. Pola aliran uang masuk dan keluar
pada
umumnya
mengikuti
kebutuhan
masyarakat.
Penarikan rupiah pada triwulan I tahun 2017
menurun menjadi Rp2,8 triliun dari Rp9,48
triliun, sedangkan, nominal penyetoran
meningkat dari Rp6,41 triliun di triwulan
sebelumnyamenjadi Rp7,97 triliun pada
triwulan laporan. Kondisi tersebut terutama
disebabkan oleh pola seasonalnya karena
berakhirnya puncak konsumsi masyarakat pada
saat perayaan Natal dan tahun baru.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.6 Inflow/Outflow Sumatera Utara
Sejalan dengan Sumatera Utara yang
mencatatkan net inflow, Kota Medan juga
mencatatkan net inflow sebesar Rp2.715 miliar
Kota Pematang Siantar dan Sibolga mengalami
net outflow dengan besaran masing-masing
Rp1.703 miliar dan Rp1.425 miliar.
Meskipun secara umum kota besar memiliki
perputaran uang lebih tinggi dari kota satelit di
bawahnya, pola net inflow yang terjadi di kota
Medan
juga
terjadi
karena
terdapat
keterbatasan pengelolaan uang oleh kantor
cabang Bank Umum di Pematang Siantar dan
Sibolga. Perbankan umumnya menggunakan
jasa CiT (Cash in Transit) yang umumnya
berkantor di Kota Medan. Untuk efisiensi, uang
yang telah diproses kemudian disetorkan di
KpwBI Provinsi Sumut. Hal ini terlihat dari ratarata posisi kas minimum Sibolga dan Siantar
yang mencapai 125% dan selalu mengalami net
outflow.
5.2.2
Distribusi Rupiah
Sebagai bentuk komitmen dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat akan rupiah dalam jenis,
jumlah pecahan dan kualitas yang baik Bank
Indonesia melakukan berbagai upaya antara lain
pembukaan kas titipan dan kas keliling.
Kas titipan bertujuan untuk memperluas
jaringan distribusi uang untuk suatu daerah
tertentu yang memiliki kapasitas ekonomi yang
cukup besar dengan bekerjasama dengan
perbankan. Kas titipan mengantisipasi tingginya
perputaran Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan
menggantinya dengan Uang Layak Edar (ULE).
Mekanisme Kas Titipan adalah dengan
menitipkan sejulah besar ULE kepada bank pada
daerah tertentu yang telah diases terlebih
dahulu kemampuan kapasitas dan keamanan
khasanahnya untuk titipan uang tersebut.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara telah membuka 2 kantor Kas
Titipan di Tebing Tinggi dan Kabanjahe.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara telah melakukan 11 kali kas
keliling selama triwulan I tahun 2017. Kas
keliling tersebut ada yang dilakukan di dalam
kota Medan yaitu di Pasar Marelan, Pasar
Patumbak, Pasar Melati dan Pasar Tembung
dengan serapan Rp420 Juta Rupiah. Selain itu
dilakukan juga kas keliling berkala di luar Kota
Medan yaitu di Kabupaten Langkat, Kabupaten
Deli Serdang dan Kabupaten Dairi dengan total
serapan sebesar Rp2,7 Milyar.
Selain itu, Bank Indonesia juga berupaya
mengoptimalkan jumlah setoran Uang Hasil
Cetak Sempurna (HCS) kepada Perbankan. Pada
periode laporan, keluaran uang HCS tercatat
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
77
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
sebesar Rp1,4 triliun, atau mencapai 48,2% dari
penarikan uang kartal oleh perbankan. Distribusi
HCS cenderung stabil meskipun tidak setinggi
triwulan
sebelumnya
sejalan
dengan
menurunnya penarikan rupiah. Distribusi HCS
tersebut terutama untuk mata uang tahun emisi
2016. Pembatasan distribusi HCS ini juga
dilakukan untuk menjaga ketersediaan HCS
pada perayaan HBKN lebaran pada triwulan
mendatang.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.7 Grafik Laporan Klarifikasi UPAL 2010 s/d 2017
5.2.3. Uang yang Diragukan Keasliannya
Bank Indonesia merupakan satu-satunya
lembaga yang memiliki kewenangan untuk
mengklarifikasi keaslian rupiah. Sampai dengan
triwulan laporan, terdapat 760 lembar rupiah
yang diragukan keasliannya. Jumlah tersebut
mencapai 22% dari keseluruhan temuan pada
tahun 2016 sejumlah 3.453 lembar. Temuan
tersebut didapat dari masyarakat maupun
setoran Bank. (Grafik 5.7).
Jumlah temuan didominasi oleh Uang Pecahan
Besar (UPB) yang mencapai 94,7%. Kontribusi
temuan uang yang diragukan keasliannya di
Sumatera Utara mencapai 1,2% dibandingkan
temuan Nasional. Angka ini terendah
dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir.
Bank Indonesia senantiasa melakukan sosialisasi
ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat
baik dalam kota maupun luar kota. Pada tahun
2017 sampai dengan triwulan laporan, Bank
Indonesia telah 12 kali melakukan sosialisasi ciriciri keaslian rupiah.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
78
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Suplemen 3
PERLINDUNGAN KONSUMEN SISTEM PEMBAYARAN
Sistem Pembayaran Aman, Handal dan Efisien
Semakin tingginya aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat mendorong peningkatan kebutuhan
sistem pembayaran yang handal, cepat dan aman. Hal ini terlihat dari transformasi alat pembayaran
dalam 10 tahun terakhir yang berkembang sangat cepat. Beragam alat pembayaran yang kita kenal
mulai dari uang kartal sampai dengan digital currency. Perubahan yang semankin cepat dan tidak
hanya dari otoritas tetapi juga diinisiasi oleh industri. Kondisi ini membutuhkan otoritas yang
dinamis dan tanggap terhadap perubahan.
Untuk menjaga “kepercayaan”masyarakat terhadap sistem keuangan yang resilen, langkah strategis
yang dilakukan antara lain melalui pembangunan infrastruktur yang handal, perizinan, pengawasan
dan fungsi perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen merupakan mekanisme feedback dari
pengguna kepada penyelenggara yang bertujuan untuk memberikan keseimbangan hak dan
kewajiban antara konsumen dan penyedia jasa sistem pembayaran. Perlindungan konsumen harus
memenuhi prinsip keadilan dan keandalan, transparansi, perlindungan data/atau informasi
konsumen serta penyelesaian pengaduan secara efektif.
Bank Indonesia mewajibkan industri penyelenggara sistem pembayaran untuk memiliki sistem
perlindungan konsumen yang dibakukan dalam bentuk Standard Operating Procedure-nya.
Kewajiban ini dituangkan melalui PBI No.16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Sistem
Pembayaran dan Surat Edaran No.16/16/DKSP tentang Jasa Sistem Pembayaran. Bank Indonesia
mewajibkan penyelenggara sistem pembayaran memiliki mekanisme perlindungan konsumen yang
sesuai dengan standar yang ditetapkan, antara lain : call center, mekanisme penerimaan pengaduan
dan jangka waktu tindak lanjut yang cepat. Selain itu, setiap jaringan kantor Bank Indonesia,
termasuk Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara memiliki unit Perlindungan
Konsumen. Unit ini menjalankan fungsi edukasi, konsultasi dan fasilitasi.
Edukasi
Memberikan pemahaman produk sistem pembayaran melalui berbagai media
Konsultasi
Memberikan pemahaman apabila terdapat permasalahan dalam penggunaan
jasa SP melalui tatap muka, telepon, email surat atau media lain
Fasilitasi
Upaya penyelesaian pengaduan konsumen yang mengandung unsur sengketa
keperdataan dengan cara memanggil, mempertemukan, mendengar dan
memotivasi
Cakupan perlindungan konsumen sistem pembayaran Bank Indonesia meliputi Instrumen
pemindahan dana dan/atau penarikan dana (cek dan bilyet giro), transfer dana termasuk RTGS dan
SKNBI, Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (Kart ATM/Debet/Kredit), uang elektronik, penyediaan
dan/penyetoran Rupiah, dan penyelenggaraan sistem pembayaran lain yang ditetapkan dalam
ketentuan Bank Indonesia.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
79
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Saat ini terdapat 56 KUPVA dan 7 Perusahaan Transfer Dana berizin, 63 Bank Peserta Kliring dan di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bnak Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, Sumatera Utara
memiliki 2 Kantor Pusat Bank, 112 Kantor Cabang Bank, 469 Kantor Cabang Pembantu dan 162
Kantor Kas. Keseluruhan penyelenggara keuangan tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
transaksional 33 Kabupaten/Kota dan 8,2 Juta Penduduk Sumatera Utara. Keseluruhan transaksi
yang terjadi antara penyelenggara dan masyarakat ini yang menjadi objek perlindungan konsumen
Bank Indonesia.
Pengaduan sistem pembayaran didominasi oleh permasalahan kredit macet nasabah yang mencapai
48,6%, APMK (terutama kartu kredit) mencapai 20% dan SID mencapai 11,4%. Untuk permasalahan
kredit macet surat akan diteruskan ke otoritas perbankan, sedangkan untuk permasalahan yang
berkaitan dengan alat pembayaran akan diselesaikan melalui mekanisme fasilitasi dan/atau
konsultasi.
Surat Pengaduan yang masuk ke Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara
Skema pengaduan dimulai melalui surat pengaduan yang
disampaikan kepada Bank Indonesia. Setelah itu Bank Indonesia
akan memastikan bahwa nasabah telah melalui mekanisme
pengaduan yang telah disediakan penyelenggara sistem
pembayaran. Jika mekanisme telah dilakukan dan tidak
menemukan titik temu, Bank Indonesia kemudian akan
mengundang para pihak untuk duduk bersama dan
membicarakan permasalahan tersebut dan mencari jalan keluar
terbaik dari permasalahan tersebut.
Selain itu, Nasabah juga perlu berhati-hati dalam melakukan transaksi. Berikut beberapa contoh
kasus dan modus operandi yang sering terjadi :
Contoh Kasus
Pemalsuan Penawaran
upgrade Kartu Kredit
Modus Operandi
Pelaku menawarkan upgrade kartu kredit atas nama bank
Pelaku mengaku sebagai pihak bank dan mengambil kartu kredit nasabah
Saat nasabah melakukan akses melalui laman internet banking muncul
tampilan agar nasabah melakukan sinkronisasi token
Penipuan Internet Banking
Pada saat Nasabah melakukan pengecekan data kemudian diketahui bahwa
dana Nasabah telah berkurang
Kartu hilang atau dicuri
Kasus Transfer Dana
Email Phising
Kartu kredit hilang maupun dicuri dan tidak segera dilakukan blokir
Merchant tidak mengecek keaslian identitas nasabah
PTD menolak mencairkan dana dengan alasan penerima tidak memenuhi
syarat
Penerima dana mendatangi PTD cabang lain namun dana telah diambil oleh
pihak lain
Nasabah menerima email dari bank untuk pengkinian data dan diminta
melengkapi data pribadi
Call center palsu menghubungi nasabah dan memandu nasabah untuk
bertransaksi melalui internet banking
Kartu ATM Nasabah tersangkut di mesin ATM
Card Trapping
Pelaku memasang nomor call center palsu/kamera untuk mendapatkan PIN
Pelaku menarik dana nasabah dengan kartu ATM dan PIN yang didapatkan
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
80
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Apabila terjadi kondisi seperti tersebut di atas,
FD langkah pertama yang dilakukan antara lain
menghubungi call center penyelenggara sistem pembayaran tersebut. Sebagai contoh kartu hilang,
dicuri atau card tapping segera lakukan pemblokiran dengan menghubungi call centre terpercaya.
Nasabah harap meminta nomor call center yang benar ketika pertama mendaftar untuk layanan
pembayaran. Selain itu, nasabah juga perlu hati-hati dan ingat bahwa sekalipun tidak
memberitahukan nomor pin maupun identitas pribadi kepada orang terdekat termasuk petugas
penyelenggara sistem pembayaran.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
81
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
82
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
Ditengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara, kondisi ketenagakerjaan Sumatera
Utara pada triwulan laporan relatif membaik dibandingkan dengan periode yang sama
pada sebelumnya. Pada Februari 2017 terdapat perbaikan pada Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja di Sumatera Utara yang meningkat sebesar 0,2% dari 68,8% pada
Februari 2016 menjadi 69,1 %. Peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi
pada sektor pertanian dan perdagangan, hotel & restoran. Sejalan dengan hal tersebut,
sejak 1 Januari 2017 terdapat peningkatan pendapatan masyarakat seiring dengan
diditetapkannya UMP Provinsi Sumatera Utara menjadi Rp1.961.354,-. UMP tersebut
naik sebesar 8,2% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp1.811.815,-.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
83
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Tabel 6.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
Pertanian
Perdagangan, rumah makan dan
akomodasi
Jasa kemasyarakatan, sosial, dan
perorangan
Industri
Lainnya
JUMLAH
Agustus 2014
Jumlah
%
(ribu)
Februari 2015
Jumlah
%
(ribu)
Agustus 2015
Jumlah
%
(ribu)
2.501
42,5%
2.483
40,2%
2.462 41,3%
2.497 40,5%
2.666 44,5%
2.676 42,6%
1.181
20,1%
1.352
21,9%
1.271 21,3%
1.264 20,5%
1.152 19,2%
1.318 21,0%
905
15,4%
897
14,5%
922
15,5%
1.037 16,8%
906 15,1%
1.081 17,2%
461
833
5.881
7,8%
14,2%
100,0%
528 8,6%
450 7,5%
912 14,8% 857 14,4%
6.171 100,0% 5.962 100,0%
516 8,4%
852 13,8%
6.166 100,0%
456 7,6%
811 13,5%
5.991 100,0%
460 7,3%
751 11,9%
6.286 100,0%
Februari 2016
Agustus 2016
Jumlah
Jumlah
Persen
%
(ribu)
(ribu)
Februari 2017
Jumlah
%
(ribu)
Sumber : BPS Sumatera Utara
Di tengah perlambatan ekonomi Sumatera
Utara, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara
pada triwulan laporan relatif membaik
dibandingkan dengan periode yang sama pada
sebelumnya. Berdasarkan survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas) terdapat perbaikan pada
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera
Utara yang meningkat sebesar 0,2% dari 68,8%
pada Februari 2016 menjadi 69,1 % pada
Februari 2017. Peningkatan penyerapan tenaga
kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian
serta perdagangan, hotel & restoran. Sejalan
dengan hal tersebut, sejak 1 Januari 2017
terdapat peningkatan pendapatan masyarakat
seiring dengan ditetapkannya UMP Provinsi
Sumatera Utara menjadi Rp1.961.354,-. UMP
tersebut naik sebesar 8,2% dibanding tahun
sebelumnya sebesar Rp1.811.815,-.
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan
ekonomi sektor pertanian di triwulan I 2017,
kesejahteraan masyarakat pedesaan yang diukur
dengan Nilai Tukar Petani (NTP) juga mengalami
penurunan yaitu dari 101,6 di triwulan IV 2016
menjadi 99,8 di triwulan I 2017. Penurunan NTP
dimaksud didorong oleh penurunan NTP di
hampir seluruh sub sektor pertanian, kecuali
subsektor tanaman perkebunan yang sedikit
meningkat akibat adanya perbaikan harga
komoditas karet dan CPO di awal tahun.
Sementara itu pada triwulan I 2017 Nilai Tukar
Nelayan Perikanan (NTNP) di Sumatera Utara
sedikit meningkat menjadi 102,5. Hal ini terjadi
terkait dampak kebijakan Pemerintah yang
membatasi penangkapan ikan oleh kapal asing di
wilayah Sumatera Utara. Kondisi tersebut
menyebabkan pasokan ikan terbatas sehingga
mendorong kenaikan harga ikan. Hal ini
terkonfirmasi dari sumbangan inflasi dari
subkelompok ikan-ikanan pada April 2017.
6.1
Ketenagakerjaan
Ditengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara
di triwulan I 2017, kondisi ketenagakerjaan di
Sumatera Utara per Februari 2017 mengalami
perbaikan dibandingkan Februari 2016. Jumlah
angkatan
kerja mengalami
peningkatan
sebanyak 122 ribu. Sementara itu, jumlah
penduduk yang bekerja mengalami peningkatan
sebanyak 120 ribu (1,9%), yaitu dari 6,1 juta
orang pada Februari 2016 menjadi 6,3 juta orang
Februari 2017. Hal ini berarti sebanyak 98% dari
peningkatan jumlah angkatan kerja telah
mendapatkan pekerjaan. Sementara itu, di sisi
lain jumlah penduduk yang menganggur juga
mengalami peningkatan sebanyak 3 ribu orang
yaitu dari 427 ribu orang per Februari 2016
menjadi 430 ribu orang per Februari 2017.
Perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Sumatera
Utara tersebut menunjukkan terdapat harapan
perbaikan kondisi ekonomi Sumatera Utara.
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
84
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada
Februari 2017 sebesar 6,4%, atau lebih rendah
dibandingkan dengan posisi Februari 2016
sebesar 6,5%. Jika dibandingkan dengan angka
Nasional yaitu 5,3%, angka TPT Sumatera Utara
berada di posisi ke-27 terendah dari 34 provinsi,
setelah Provinsi Sulawesi Utara dengan TPT
6,1%.
kontraksi sebesar -5,9% (yoy) atau berkurang
sebesar 141 ribu orang.
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.3 Penyerapan Tenaga Kerja Formal-Informal
Sumber : BPS Sumatera Utara
Grafik 6.2 Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi
Secara sektoral, komposisi tenaga kerja di
Sumatera Utara pada Februari 2017 tidak jauh
berubah dibandingkan tahun sebelumnya.
Sektor Pertanian masih menjadi kontributor
terbesar dalam penyerapan tenaga kerja dengan
dominasi sebesar 42,6%, diikuti dengan sektor
perdagangan 21,0%, serta sektor jasa
kemasyarakatan sebesar 17,2%. Sementara itu,
proporsi penyerapan tenaga kerja di industri
pengolahan dan sektor lainnya cenderung
sedikit menurun. Secara umum, tidak terdapat
pergeseran komposisi tenaga kerja pada sektor
utama di Sumatera Utara (Tabel 6.1).
Berdasarkan status pekerjaan utama, jumlah
tenaga kerja di sektor formal per Februari 2017
menurun sebanyak 120 ribu dibandingkan
Februari 2016. Meskipun menurun, namun
proporsi tenaga kerja di sektor formal menurun
dari 40,0% di Agustus 2016 menjadi 39,1% di
Februari 2017. Peningkatan tenaga kerja formal
terjadi pada kelompok “berusaha dibantu buruh
tetap” yang tumbuh 10,1% (yoy) atau
bertambah 21 ribu orang. Sementara kelompok
“buruh/karyawan/pegawai”
mengalami
Sementara itu, sektor informal mengalami
peningkatan jumlah tenaga kerja sebanyak 240
ribu, yaitu 3,6 juta orang di Februari 2016
menjadi 3,8 juta orang pada Februari 2017 atau
meningkat sebesar 6,7%. Peningkatan jumlah
tenaga kerja informal tersebut didorong oleh
peningkatan kelompok “pekerja keluarga/tak
dibayar” sebesar 23,8% (yoy) dan kelompok
pekerja “berusaha sendiri” sebesar 4,2% (yoy)
dan “berusaha dibantu buruh tidak tetap”
sebesar 5,3% (yoy). Sedangkan komponen yang
lain yaitu “pekerja bebas” mengalami
penurunan sebesar 16,6% (yoy).
Kondisi tersebut menunjukkan telah terjadi
pergeseran jumlah tenaga kerja di sektor formal
ke sektor informal, yang diindikasikan terjadi
pada kelompok buruh/karyawan ke kelompok
berusaha sendiri atau pekerja keluarga. Selaras
dengan data tenaga kerja per sektor ekonomi,
pergeseran tenaga kerja formal ke informal
terindikasi terjadi pada sektor pertanian dan
sektor perdagangan yang dipicu oleh pergeseran
musim panen dan persiapan puasa dan Lebaran
yang pada umumnya konsumsi masyarakat
meningkat.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
85
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Tabel 6.2 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan
dalam ribuan
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
SD ke bawah
SMP
SMA
SMK
Diploma I/II/III dan universitas
JUMLAH
2015
2016
2017
Feb
Agst
Feb
Agst
Feb
2.069
1.362
1.437
728
576
6.171
1.831
1.339
1.458
700
634
5.962
1.856
1.382
1.539
747
641
6.166
1.922
1.282
1.352
769
667
5.991
2.040
1.314
1.413
749
771
6.287
Sumber : BPS Sumatera Utara
Tabel 6.3 SKDU Penyerapan Tenaga Kerja per Sektor Ekonomi
Keterangan
I
Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
5,16
Industri Pengolahan
1,90
Bangunan
0,71
Perdagangan, hotel, restoran
0,76
Pengangkutan dan Komunikasi
0,63
Keuangan,persewaan dan jasa perusahaan
0,74
Jasa-jasa
0,95
Total
10,20
Sumber: BPS Sumatera Utara
Kondisi ketenagakerjaan dilihat dari latar
belakang pendidikan menunjukkan adanya
pergeseran yang diindikasikan oleh peningkatan
tenaga kerja kelompok “Sekolah Dasar” dan
“Diploma dan Universitas”, serta penurunan
jumlah tenaga kerja kelompok “Sekolah
Menengah Pertama” dan “Sekolah Menengah
Atas” pada Februari 2017. Jumlah tenaga kerja
dengan pendidikan SD ke bawah masih di posisi
teratas (share 32,4%) dan mengalami
peningkatan sebesar 9,9% (yoy) yaitu dari 1,8
juta orang pada Februari 2016 menjadi 2 juta
orang pada Februari 2017. Tenaga kerja dengan
pendidikan SMA berada di posisi kedua dengan
share sebesar 22,5%, mengalami penurunan
sebesar -8,2% dari 1,5 juta orang menjadi 1,4
juta orang. Sebaliknya tenaga kerja kerja dengan
pendidikan SMP dan universitas yang masingmasing berada di posisi ketiga dan keempat
dengan share sebesar 20,9% dan 12,3% yaitu
masing-masing dari 1,38 juta orang menjadi 1,31
juta orang dan 641 ribu orang menjadi 771 ribu
orang.
Sementara itu, tenaga kerja dengan pendidikan
SMK dengan share 11,9% mengalami perubahan
yang tidak terlalu signifikan yaitu dari 747 ribu
orang menjadi 749 ribu orang pada periode yang
2015
II
-0,51
1,47
-1,15
0,00
-1,04
1,21
0,06
0,04
III
-0,19
0,69
0,38
1,38
0,47
0,66
0,34
3,72
IV
I
-3,95 -1,04
-0,05 1,26
0,77 1,41
0,64 2,81
1,73 3,06
0,83 0,12
0,29 4,22
0,24 11,85
2016
II
III
1,31 -1,15
-1,01
0,65
0,97
1,72
1,56
0,32
3,90
2,83
2,27 -0,52
0,48
0,98
11,95
4,83
IV
-1,57
-1,55
0,72
1,22
0,91
-1,56
0,57
-1,25
2017
I
-0,94
6,63
0,92
0,81
1,27
2,37
0,00
11,05
sama tahun sebelumnya. Kondisi tersebut secara
umum menunjukkan perbaikan kualitas
pendidikan tenaga kerja di Sumatera Utara.
Sementara itu, peningkatan jumlah tenaga kerja
dengan pendidikan sekolah dasar diindikasikan
bekerja secara informal di sektor pertanian dan
sektor perdagangan yang juga mengalami
peningkatan di Februari 2017.
Penyerapan Tenaga Kerja berdasarkan SKDU
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara periode
triwulan I 2017, secara triwulanan (qtq) terjadi
peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja
sebesar 12,3 SBT dibandingkan triwulan IV 2016
yaitu dari -1,3 SBT menjadi 11,1 SBT. Pendorong
peningkatan terbesar penyerapan tenaga kerja
di Sumatera Utara diindikasikan berasal dari
sektor industri pengolahan yang meningkat
sebesar 8,2 SBT dari -1,6 SBT pada triwulan IV
2016 menjadi 6,6 SBT pada triwulan berjalan
seiring dengan meningkatnya pertumbuhan
pada sektor tersebut secara year on year yang
utamanya didorong oleh membaiknya harga
komoditas CPO di awal triwulan I 2017.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
86
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.4 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Utama
Grafik 6.5 SKDU Ekspektasi terhadap Penambahan Tenaga
Kerja
Sementara itu berdasarkan hasil SKDU tingkat
kesejahteraan masyarakat Provinsi Sumatera
Utara relatif membaik. Hal ini tercermin dari
ekspektasi masyarakat terhadap penambahan
tenaga kerja yang positif yaitu 11,1 SBT
dibandingkan dengan angka realisasinya 3,2 SBT.
Sejalan dengan hal tersebut, ekspektasi pelaku
usaha
terhadap
ketersediaan
lapangan
pekerjaan saat ini dan 6 bulan yang akan datang
serta keyakinan masyarakat terhadap kondisi
penghasilan saat ini maupun 6 bulan yang akan
datang juga positif. Hal ini menggambarkan
masyarakat pelaku usaha optimis perekonomian
akan semakin membaik sehingga diharapkan
terdapat penambahan jumlah tenaga kerja serta
peningkatan penghasilan.
Berdasarkan Survei Konsumen, keyakinan
masyarakat terhadap penghasilan saat ini pada
level 126,0 meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat pada level 118,4.
Membaiknya keyakinan masyarakat tersebut
didorong oleh membaiknya harga komoditas
terutama CPO dan karet yang merupakan
komoditas unggulan di awal triwulan I 2017,
serta terdapat kenaikan upah minimum sebesar
8,25%
menjadi
Rp1.961.354,yang
diimplementasikan sejak tanggal 1 Januari 2017.
Grafik 6.8 Survei Konsumen
Grafik 6.6 SKDU Ketersediaan Lapangan Kerja
Grafik 6.7 SKDU Ekspektasi Penghasilan
Persepsi penghasilan yang meningkat pada
triwulan I 2017 ikut mendorong aktivitas
konsumsi masyarakat yang antara lain tercermin
dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang
meningkat dari 111,4 pada triwulan IV 2016
menjadi 119,1 pada triwulan I 2017. Dilihat
komponennya, IEK didorong oleh peningkatan
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan Indeks
Kondisi Ekonomi (IKE) yang seluruhnya
meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 114,4
dan 109,7 (Grafik 6.7).
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
87
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
6.2 Kesejahteraan
Seiring dengan perlambatan ekonomi di sektor
pertanian yaitu dari 4,9% (yoy) di triwulan IV
2016 menjadi 2,0% (yoy) di triwulan I 2017,
terdapat penurunan NTP pada triwulan I 2017
dari 101,6 ditriwulan IV 2016 menjadi 99,8 di
triwulan I 2017. Penurunan tersebut disebabkan
oleh penurunan pada Indeks yang diterima
petani (IT) sebesar 1,46 yaitu dari 129,7 pada
triwulan IV 2016 menjadi 128,2 pada triwulan I
2017 dan peningkatan indeks yang dibayar (IB)
sebesar 0,82. NTP masih berada di bawah
ambang batas 100, hal ini menunjukkan bahwa
petani masih mengalami defisit yaitu
pendapatan
petani
masih
lebih
kecil
dibandingkan dengan pengeluarannya. Sehingga
untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan
petani diperlukan peningkatan daya saing
produk pertanian dengan peningkatan kualitas
dan spesialisasi produk terutama pada produk
tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan.
Sementara itu, Indeks Kesejahteraan Nelayan
Perikanan (NTPN) Sumatera Utara meningkat
sebesar 0,27 dari 102,3 pada triwulan IV 2016
menjadi 102,6 di triwulan I 2017. Peningkatan
tersebut didorong oleh peningkatan IT dari
126,5 pada triwulan IV 2016 menjadi 127,8 di
triwulan I 2017. Peningkatan NTPN didorong
sebagai dampak kebijakan pemerintah dalam
membatasi jumlah penangkapan ikan oleh kapal
asing di wilayah perairan Indonesia, khususnya
di Sumatera Utara di daerah perairan Sibolga,
Tanjung Balai dan Belawan.
Kesejahteraan Petani
Dibandingkan triwulan IV 2016, NTP provinsiprovinsi di kawasan Pulau Sumatera menurun,
dengan penurunan terbesar terjadi di provinsi
Sumatera Utara sebesar -1,8. Penurunan NTP
terjadi di semua sub sektor kecuali perkebunan
yang meningkat dari 99,5 pada triwulan IV 2016
menjadi 99,7 pada periode berjalan. Sementara
itu, penurunan NTP tertinggi terjadi di subsektor
tanaman hortikultura dari 98,9 pada triwulan IV
2016 menjadi 94,9 pada triwulan I 2017. Seluruh
komponen NTP masih di bawah level memadai
(di bawah 100) menunjukkan pendapatan yang
diterima
petani
masih
lebih
rendah
dibandingkan biaya produksi yang dikeluarkan
petani (Grafik 6.8). Kondisi ini patut diwaspadai
agar daya beli petani tidak tergerus.
Sumber: BPS Pusat
Grafik 6.9 Nilai Tukar Petani
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.10 Nilai Tukar Petani berdasarkan Sub Sektor
Indeks harga yang diterima (IT) petani
menggambarkan fluktuasi harga komoditas
pertanian yang dihasilkan oleh petani. Nilai IT
petani di Sumatera Utara pada triwulan ini
sebesar 128,2, atau lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai 129,6.
Sementara itu penurunan terbesar IT petani
terjadi pada sub sektor tanaman hortikultura
sebesar -4,04 yaitu dari 126,6 pada triwulan IV
2016 menjadi 122,6 pada triwulan I 2017 yang
disebabkan oleh penurunan indeks tanaman
sayuran sebesar -1,6 dan tanaman obat sebesar
-2,0. Hal ini sejalan dengan penurunan indeks
harga sayuran pada level konsumen yang
mengalami deflasi sebesar -1,4. Rendahnya IT
Petani juga disebabkan oleh melimpahnya
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
88
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
pasokan komoditas pangan yang menyebabkan
penurunan harga.
Sementara itu, Indeks Harga yang dibayar (IB)
petani menggambarkan fluktuasi harga barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakan
pedesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa
yang diperlukan untuk memproduksi hasil
pertanian. Pada triwulan I 2017 IB petani
mengalami peningkatan dari 127,7 pada per
triwulan IV 2016 menjadi 128,5 per triwulan I
2017 yang didorong oleh peningkatan pada
indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang
Modal (BPPBM). Peningkatan indeks tersebut
terjadi pada seluruh subsektor pertanian,
dengan peningkatan IB terbesar pada subsektor
tanaman pangan yang meningkat dari 129,01
pada triwulan IV 2016 menjadi 130,21 pada
triwulan I 2017. Peningkatan pada IB inilah yang
ikut mendorong penurunan NTP.
Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani Berdasarkan Subsektor
peningkatan indeks harga yang diterima (IT)
nelayan sebesar 1,3 yaitu dari 126,5 pada
triwulan IV 2016 menjadi 127,78. Sementara itu,
peningkatan NTNP didukung oleh peningkatan
pada nilai tukar kelompok penangkapan ikan
(NTN) sebesar 0,6 dari 107,8 pada triwulan IV
2016 menjadi 108,35. Sementara itu indeks nilai
tukar nelayan kelompok budidaya ikan relatif
stabil.
Peningkatan IT nelayan terjadi terbesar terjadi
pada kelompok penangkapan ikan yaitu dari
133,2 pada triwulan IV 2016 menjadi 135,0 pada
triwulan I 2017 yang disebabkan oleh
peningkatan IT pada penangkapan ikan perairan
umum
yang
meningkat
sebesar
2,6
dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini
sejalan dengan peningkatan indeks ikan segar
pada level konsumen yang mengalami inflasi
sebesar 0,4. Peningkatan pada IT inilah yang ikut
mendorong penurunan NTNP.
Sementara itu, triwulan I 2017 IB nelayan juga
mengalami peningkatan dari 123,6 pada
triwulan IV 2016 menjadi 124,6 pada triwulan I
2017 yang didorong oleh peningkatan pada
indeks konsumsi rumah tangga sebesar 1,1 dan
peningkatan indeks BPPBM sebesar 0,8 dari
periode sebelumnya. Peningkatan indeks
tersebut terjadi pada seluruh kelompok
perikanan yaitu perikanan tangkap dan
perikanan budidaya.
6.3 Perkembangan Indeks
Pembangunan Manusia
Sumber: BPS Sumatera Utara
Kesejahteraan Nelayan
Nilai tukar nelayan perikanan (NTNP)
merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur
indeks kesejahteraan nelayan. Pada triwulan I
2017 tercatat indeks NTNP Sumatera Utara
sebesar 102,6 atau meningkat sebesar 0,3
dibandingkan dengan posisi triwulan IV 2016.
Peningkatan
tersebut
didorong
oleh
Pembangunan manusia di Provinsi Sumatera
Utara yang diproksikan dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) mengalami
peningkatan yaitu dari status “sedang” menjadi
status “tinggi” atau mencapai angka 70,0. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah
satu indikator untuk mengukur keberhasilan
dalam membangun kualitas hidup manusia.
Ukuran keberhasilan tersebut antara lain diukur
melalui keberhasilan dalam memperoleh dan
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
89
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
mengakses pendapatan, kesehatan, pendidikan,
dan sebagainya dalam jangka panjang. Selama
kurun waktu tujuh tahun terakhir IPM Sumatera
Utara
terus
mengalami
peningkatan
sebagaimana disajikan dalam grafik berikut.
sebesar 42,4%, dengan 3 kabupaten/kota
dengan IPM tertinggi adalah Kota Medan (79,3);
Kota Pematangsiantar (76,9) dan Kota Binjai
(74,1). Sementara itu IPM status “sedang”
sebanyak 16 kabupaten/kota atau sebesar
48,5%. Sementara itu, masih terdapat 3
kabupaten yaitu Nias, Nias Selatan dan Nias
Barat yang masih berstatus “rendah” dengan
angka IPM masing-masing sebesar 59,8; 59,1;
dan 59,0. Selaras dengan pembangunan yang
lebih banyak dilakukan di Pantai Timur, sehingga
tingkat kesejahteraan dan pembangunan
manusia di Sumatera Utara juga relatif lebih baik
di wilayah Pantai Timur (Grafik 6.11).
Grafik 6.11 Perkembangan IPM Sumatera Utara
Secara nasional, IPM Provinsi Sumatera Utara
tahun 2016 menduduki peringkat ke 11 setelah
Provinsi Jawa Barat dengan angka 70,0. IPM
Sumatera Utara tersebut masih berada di bawah
rata-rata Nasional dengan angka 70,9.
Perhitungan IPM didasarkan pada tiga dimensi
dasar perhitungan yaitu i)umur panjang dan
hidup sehat; ii) pengetahuan; serta iii) standar
harapan hidup layak.
Secara nasional dimensi umur panjang dan
hidup sehat yang diproksikan melalui Angka
Harapan Hidup (AHH), Sumatera Utara
menduduki peringkat ke-24 dengan angka 68,3
atau lebih rendah dibandingkan rata-rata
Nasional yang mencapai angka 70,9. Sementara
dimensi pengetahuan yang diproksikan dengan
Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata
Lama Sekolah (RLS), secara nasional Sumatera
Utara menduduki peringkat ke-12 dan ke-5
dengan angka masing-masing 13,0 dan 9,1.
Dimensi standar harapan hidup layak yang
dinilai melalui pengeluaran per kapita per tahun,
Sumatera Utara berada di peringkat ke 19 secara
Nasional dengan pengeluaran sebesar 9,4 juta
per tahun, atau masih berada di bawah rata-rata
Nasional yang mencapai Rp10,4 juta per tahun.
Sementara itu, dari 33 Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara, yang menyandang IPM status
“tinggi” sebanyak 14 kabupaten/kota atau
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.12 Sebaran IPM di Sumatera Utara
Sejak tahun 2004, IPM digunakan sebagai salah
satu indikator dalam menghitung kebutuhan
fiskal daerah dalam hal ini DAU. Implikasinya
semakin tinggi IPM semakin tinggi DAU yang
diterima daerah. Sementara itu, DAU yang
dikelola dalam APBD berfungsi sebagai sirkulasi
dalam perekonomian daerah terutama bagi
stimulus pembangunan, dengan demikian dapat
mempengaruhi PDRB atau kesejahteraan
masyarakat suatu daerah. Berdasarkan hal
tersebut, peningkatan IPM di suatu daerah
menjadi suatu keharusan. Adapun hal-hal yang
dapat dilakukan oleh pemerintah Sumatera
Utara untuk meningkatkan IPM di Sumatera
Utara antara lain dengan meningkatkan akses
masyarakat
Sumatera
terhadap
hasil
pembangunan seperti akses terhadap fasilitas
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
90
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
kesehatan baik dari sisi ketersediaan maupun
keterjangkauan biaya, kemudahan memperoleh
pendidikan melalui ketersediaan sekolah dengan
disertai fasilitas yang memadai, serta
ketersediaan lapangan pekerjaan dengan
mengoptimalkan potensi sektor unggulan di
masing-masing kabupaten/kota.
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.13 Sebaran IPM per Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara
Tabel 6.5 Nilai Tukar Nelayan Perikanan Berdasarkan Kelompok
Sumber: BPS Sumatera Utara
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
91
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Suplemen 4
Pergeseran Profil Tenaga Kerja di Sumatera Utara
Berdasarkan klasifikasi pekerjaan formal dan informal, per posisi Februari 2017 lapangan usaha
informal masih mendominasi penyediaan pekerjaan di Sumatera Utara dengan pangsa pasar sebesar
61% (3,8 juta orang), sedangkan sisanya bekerja di sektor formal. Dalam perkembangannya, sektor
formal cenderung mengalami peningkatan yang terlihat dari perkembangan pangsa dari 34% pada
Februari 2012 menjadi 39% pada Februari 2017. Sementara itu, pertumbuhan sektor formal dan non
formal cenderung fluktuatif. Pada sektor informal hal ini terutama terjadi pada kelompok “buruh
tidak tetap”, “pekerja bebas”, sementara pada sektor formal hal ini terjadi pada kelompok
“berusaha dibantu buruh tetap”.
Grafik 6.14 Pertumbuhan sektor formal dan non formal
Komposisi demografi penduduk Sumatera Utara juga mengalami pergeseran. Komposisi penduduk
usia kerja usia di atas 15 tahun meningkat dari 57,9% (7,6 juta orang) pada tahun 2012 menjadi
57,2% (7,9 juta orang) pada tahun 2015. Sementara komposisi usia di bawah 15 tahun mengalami
penurunan yaitu 32,4% pada 2012 menjadi 32,0 pada 2015. Di sisi lain, komposisi penduduk pada
usia kurang produktif cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 9,8% pada 2012 menjadi 10,7%
pada 2015. Hal tersebut berimplikasi pada perubahan komposisi tenaga kerja di lapangan pekerjaan
utama. Komposisi tenaga kerja di sektor pertanian, dimana mayoritas merupakan sektor informal
mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari data BPS Sumatera Utara pada Februari 2012 dimana
jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 3,1 juta orang atau 51% dari total tenaga kerja
menurun menjadi 2,6 juta orang atau 43% dari total tenaga kerja pada Feb 2017. Hal tersebut terjadi
karena adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan dan infrastruktur lainnya dan
menurunnya minat bekerja di sektor pertanian.
Grafik 6.15 Struktur Demografi Sumatera Utara
Grafik 6.16 Jumlah Demografi Sumatera Utara
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
92
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Secara umum kualitas pendidikan di Sumatera Utara mulai membaik, yang tercermin dari Rata-rata
Lama Sekolah (RLS) yang mengalami peningkatan yaitu 8,52 pada 2010 meningkat menjadi 9,12 pada
2016. Selain itu, dibandingkan data Nasional RLS di Sumatera Utara juga lebih tinggi. Sementara itu
kualitas pendidikan tenaga kerja di Sumatera Utara relatif membaik yang tercermin dari penurunan
jumlah proporsi tenaga kerja lulusan SD, SMP serta peningkatan tenaga kerja lulusan SMA/SMK dan
peningkatan jumlah tenaga kerja lulusan Diploma/Universitas. Sementara itu, dilihat dari alokasi
anggaran pendidikan baik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah di tahun 2016 dan 2017 juga relatif
meningkat.
Grafik 6.17 Rata-rata Lama Sekolah
Grafik 6.18 Struktur Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja
Tren pergeseran tenaga kerja di Sumatera Utara terjadi karena perkembangan ekonomi yang mulai
relatif merata terutama di daerah-daerah yang dalam lima tahun terakhir mengalami i) peningkatan
perekonomian terutama dari sisi infrastruktur; ii) peningkatan kualitas pendidikan dan akses
masyarakat terhadap sekolah; iii) teknologi informasi yang semakin mempermudah komunikasi; iv)
beralihnya lahan pertanian menjadi lahan perumahan, serta v) pergeseran angkatan kerja dari sisi
usia.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
93
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
94
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan akan cenderung stabil
dibandingkan Triwulan II 2017. Pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2017 diperkirakan kisaran
5,1-5,5% (yoy) didorong oleh permintaan domestik seiring dengan realisasi anggaran pemerintah
yang semakin meningkat. Sementara itu, konsumsi masyarakat diperkirakan akan lebih rendah
dari triwulan sebelumnya seiring dengan berakhirnya puncak aktivitas konsumsi masyarakat
saat bulan ramadhan dan perayaan hari raya idul fitri. Di sisi eksternal, kinerja ekspor
diperkirakan akan sedikit terhambat akibat mulai melambatnya kenaikan harga komoditas.
Sementara itu, secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun
2017 diperkirakan cenderung stabil, berada dalam kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Perekonomian
Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan masih ditopang oleh perekonomian domestik dan
perbaikan dari sisi sektor eksternal. Dari sisi eksternal meningkatnya aktivitas manufaktur
negara mitra dagang utama dan lebih tingginya harga komoditas khususnya karet dan CPO
telah mendorong produktivitas industri pengolahan. Sementara itu, dari domestik, perbaikan
juga didorong oleh aktivitas belanja pemerintah yang lebih baik dari tahun sebelumnya dimana
terdapat kendala dalam penyaluran DAU dan DAK. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017
disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada
pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016. Rendahnya tekanan
inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal pada awal
tahun 2017.
PROSPEK PEREKONOMIAN
95
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
7.1
Prospek Pertumbuhan
Ekonomi
Mencermati perkembangan
indikator
terkini,
perekonomian
Sumatera
Utara pada triwulan III 2017
diperkirakan akan stabil
dibandingkan triwulan II
2017 dengan magnitude
yang
sama
dengan
29
perkiraan semula . Perekonomian Sumatera
Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan berada
pada rentang 5,1-5,5% (yoy). Hal ini terutama
didorong oleh meningkatnya performa konsumsi
pemerintah setelah rampungnya proses
pengadaan dan berlanjutnya pembangunan
infrastruktur strategis. Sementara itu, kinerja
sektor swasta diperkirakan masih positif seiring
dengan masih kondusifnya sektor eksternal yang
menopang akselerasi perekonomian.
Kinerja ekspor pada tahun triwulan III 2017 juga
diperkirakan masih tumbuh positif, seiring
dengan perbaikan permintaan dari negara
tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat
dan Tiongkok serta peningkatan harga
komoditas perkebunan baik di pasar domestik
maupun internasional. Dengan demikian, kinerja
impor juga turut meningkat.
Di sisi konsumsi, optimisme konsumen
diperkirakan terjaga namun tidak setinggi pada
triwulan sebelumnya seiring dengan berakhirnya
puncak aktivitas konsumsi
masyarakat pada perayaan
Idul Fitri. Selain itu, terdapat
beberapa faktor yang dapat
menghambat
perbaikan
konsumsi rumah tangga
diantaranya kenaikan tarif
listrik
dan
gas
yang
mendorong adanya penurunan konsumsi listrik
oleh masyarakat.
Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan
Grafik 7.1 Survei Konsumen
Perkiraan pada edisi Februari 2017 adalah 5,1%-5,5%.
Pesimisme penurunan tingkat konsumsi
masyarakat tersebut juga tercermin dari hasil
Survei Konsumen Bank Indonesia. Dimana,
ekspektasi terhadap penghasilan, lapangan kerja
dan kondisi ekonomi pada triwulan III 2017 akan
Menurun. Namun demikian, pedagang lebih
optimis dalam melihat ekspektasi peningkatan
kinerja konsumsi masyarakat ke depan.
Berdasarkan hasil Survei Perdagangan Eceran
(SPE) ekspektasi penjualan dalam 6 bulan ke
depan dipekirakan akan meningkat.
Dari sisi pemerintah, konsumsi pemerintah di
triwulan III 2017 juga diperkirakan akan
PROSPEK PEREKONOMIAN
96
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
membaik dari triwulan sebelumnya seiring
dengan rampungnya proses pengadaan dan
lelang sehingga belanja terutama modal dan
infrastuktur dapat terealisir secara optimal.
Selain itu, prioritas pemerintah dalam
penyelesaian pembangunan
infrastruktur
strategis juga akan mendorong pertumbuhan
konsumsi pemerintah. Namun, risiko rendahnya
realisasi
anggaran
pemerintah
daerah
kabupaten/kota
masih
tinggi
terkait
terlambatnya pengesahan APBD di beberapa
kabupaten/kota
yang akan
berimplikasi
terhadap keterlambatan proses lelang dan
pengadaan.
Investasi diperkirakan akan membaik seiring
dengan siklus anggaran pemerintah yang akan
terealisasi lebih optimal di triwulan III 2017.
Investasi Pemerintah pada triwulan III 2017
diperkirakan akan lebih tinggi dari periode
sebelumnya. Pertumbuhan investasi tersebut
didorong oleh gencarnya realisasi proyek
infrastruktur
strategis
nasional
seperti
pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera dan
Pelabuhan Kuala Tanjung. Disamping itu,
investasi swasta juga diperkirakan meningkat
meski masih terbatas. Ekspektasi peningkatan
investasi dari sisi swasta tersebut masih cukup
kuat, tercermin dari beberapa kontak liaison
yang
menyatakan
rencananya
untuk
merealisasikan investasi berupa barang modal
pada
periode
mendatang.
Selain
itu,
peningkatan investasi swasta pada triwulan I
dan II 2017 terkait dengan peningkatan produksi
yang merespon peningkatan harga komoditas
menjadi modal utama optimisme perbaikan
investasi ke depan.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan
stabil atau sama dengan triwulan sebelumnya.
Masih baiknya kinerja ekspor luar negeri ini
tidak terlepas dari perbaikan harga komoditas
perkebunan yang mencapai kinerja tertingginya
di awal tahun 2017 yang disertai dengan mulai
menggeliatnya industri manufaktur negara
tujuan ekspor utama Sumatera Utara.
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan
Harga Tw III 2017
Harga Tw II 2017
Komoditas
(%, yoy, proyeksi)
(%, yoy, proyeksi)
Kelapa Sawit
-4.1
-7.4
Karet
46.6
44.3
Kopi
1.3
-5.2
Sumber: IMF Edisi Februari 2017, diolah
Ke depan, harga CPO diperkirakan akan kembali
menurun seiring dengan kembali normalnya
pasokan dari negara-negara produsen pasca
adanya gangguan cuaca El-Nino pada tahun
2017. Selain itu, dari sisi permintaan akan ada
hambatan ekspor karena kembali giatnya
aktivitas proteksionisme negara mitra dagang
diantaranya:
1. Peningkatan tarif bea masuk impor minyak
sawit di India dari 2,5% menjadi 7,5% untuk
CPO, sementara untuk refined oil
ditingkatkan dari 10% menjadi 15% serta
kebijakan peningkatan penyerapan kopra.
2. Penerapan tarif impor CPO di Tiongkok
sebesar 9% serta pemberian kredit murah
dan subsidi harga untuk komoditas canola
dan kedelai.
3. Pemberian Subsidi pertanian dan biodiesel
dan resolusi sawit di Eropa.
4. Peningkatan produksi CPO dan pemberian
discount price bagi pembelian CPO di
beberapa negara mitra dagang di Malaysia.
Sementara itu, untuk harga karet diperkirakan
akan stabil dan tetap pada level yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2016 yang didorong
oleh peningkatan permintaan dari AS dan
Tiongkok serta rencana pembatasan kembali
oleh International Tripartite Rubber Council
(ITRC).
Momentum membaiknya aktivitas industri
manufaktur negara mitra dagang utama juga
diperkirakan memberikan dampak yang baik
bagi perekonomian. Perkembangan nilai
Purchasing Manager Index (PMI) pada awal
triwulan II menunjukkan pergerakan yang cukup
menggembirakan. Meskipun sedikit menurun
PMI negara mitra dagang utama Sumatera Utara
masih dalam fase ekspansi, sehingga cukup
PROSPEK PEREKONOMIAN
97
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
menambah optimisme kinerja sektor eksternal
ke depan.
Grafik 7.4 Purchasing Manager Index
Dari sisi penawaran, membaiknya perekonomian
Sumatera Utara terutama ditopang oleh
peningkatan kinerja sektor/kategori pertanian,
kategori
industry
pengolahan,
kategori
perdagangan, dan kategori konstruksi. Kinerja
kategori pertanian, kategori perdagangan dan
kategori industri pengolahan tidak terlepas dari
membaiknya harga komoditas perkebunan.
Gencarnya realisasi proyek infrastruktur
strategis seperti Tol Trans Sumatera dan
Pelabuhan Kuala Tanjung turut mendorong
kinerja kategori konstruksi.
Bergesernya periode puncak panen raya
tanaman pangan dan hortikultura diperkirakan
akan mendorong kinerja kategori pertanian di
triwulan II 2017. Tingginya intensi pemerintah
untuk meningkatkan kapasitas produksi ditandai
dengan tingginya penyaluran bantuan dalam
bentuk alat atau benih diharapkan mampu
meningkatkan produksi pangan. Sementara itu,
kinerja subkategori perkebunan diperkirakan
masih akan meningkat seiring dengan puncak
produksi karet dan kopi serta masih tingginya
harga komoditas di pasar internasional.
Kinerja
kategori
industri
pengolahan
diperkirakan masih akan bergerak positif seiring
dengan
ekspektasi
akan
meningkatnya
permintaan masyarakat memasuki bulan
Ramadhan. Meningkatnya kapabilitas industri
pendukung seperti listrik dan gas mampu
menunjang aktivitas industri.
Meningkatnya realisasi belanja infrastruktur
pemerintah akan meningkatkan kinerja kategori
konstruksi.
Disamping
percepatan
pembangunan infrastruktur existing seperti
pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung,
penambahan kapasitas Pelabuhan Belawan,
serta jalan tol Medan-Tebing tinggi, Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara juga telah menyiapkan
beberapa
proyek
yang
siap
untuk
dikerjasamakan. Dengan demikian, geliat
pembangunan diperkirakan akan kembali
membaik pada triwulan mendatang.
Sementara itu, peningkatan aktivitas konsumsi
seiring dengan masuknya bulan Ramadhan dan
perayaan idul fitri juga turut meningkatkan
kinerja kategori Perdagangan Besar dan Eceran
(PBE).
Selain
itu,
perbaikan
kategori
perdagangan juga akan didorong oleh perbaikan
perdagangan antar daerah seiring dengan
masuknya musim panen komoditas pangan.
Untuk keseluruhan tahun, kinerja perekonomian
Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan
cenderung
stabil
dibandingkan
tahun
sebelumnya. Perekonomian Sumatera Utara
pada tahun 2017 diperkirakan masih ditopang
oleh perekonomian domestik dan perbaikan dari
sisi sektor eksternal. Perbaikan tersebut
didorong oleh aktivitas belanja pemerintah yang
lebih baik dari tahun sebelumnya dimana
terdapat kendala dalam penyaluran DAU dan
DAK. Selain itu, dari eksternal meningkatnya
aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama
dan lebih tingginya harga komoditas khususnya
karet dan CPO telah mendorong produktivitas
industri pengolahan.
Sementara itu, kinerja investasi non-bangunan
tetap ditopang oleh penjualan mesin dan
perlengkapan, serta kendaraan. Selain itu,
dengan dukungan Pemerintah untuk terus
menciptakan iklim investasi yang kondusif
melalui percepatan reformasi struktural, dapat
tercipta perbaikan ekonomi domestik yang
berkelanjutan. Sementara itu kinerja sektor
eksternal
juga
diperkirakan
mengalami
PROSPEK PEREKONOMIAN
98
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
perbaikan seiring dengan kinerja net ekspor
yang semakin membaik dengan memanfaatkan
momentum perbaikan permintaan global dan
harga komoditas.
Dari sisi lapangan usaha, membaiknya kinerja
kategori atau lapangan usaha industri
pengolahan, kategori pertanian, dan kategori
perdagangan, hotel dan restoran (PHR) menjadi
pendorong utama perekonomian domestik.
Membaiknya permintaan global menjadi salah
satu faktor utama perbaikan sektoral khususnya
pada industri. Di sisi nontradable, perbaikan
kinerja sektor PHR dipengaruhi oleh peningkatan
transaksi ekspor-impor, sementara kinerja
sektor konstruksi didukung oleh semakin
membaiknya investasi bangunan.
7.2 Prospek Inflasi
Penganggu Tanaman (OPT) yang diiringi dengan
anomali cuaca yang menggeser periode tanam
tanaman pangan maupun hortikultura. Baiknya
aktivitas tanam pada triwulan III juga ditopang
oleh kondisi cuaca yang cukup kondusif serta
baiknya penyaluran pupuk subsidi. Kondisi cuaca
terebut juga diharapkan mendukung kelancaran
kegiatan distribusi bahan pangan.
Meski risiko tekanan inflasi kelompok Volatile
Foods pada triwulan III diperkirakan masih
rendah, namun koordinasi TPID Provinsi
Sumatera Utara masih terus diintensifkan dalam
merealisasikan program yang telah disusun
dalam roadmap pengendalian inflasi. Persediaan
beras BULOG diperkirakan sangat cukup untuk
meredam tekanan inflasi.
yoy
juta ton
Volume
160
Growth
402.4% 500.0%
140
400.0%
355.7%
120
300.0%
100
200.0%
80
Tw-III 2017
4± 0,5%
F (%,yoy)
PROYEKSI INFLASI
Berlangsungnya aktivitas panen raya ke II yang
pada umumnya terjadi pada triwulan III dan
menurunnya
permintaan
masyarakat
mendorong meredanya tekanan inflasi pada
triwulan III 2017. Tekanan inflasi diperkirakan
berada pada sasaran nasional yang telah
ditetapkan, yaitu 4±1%. Penurunan tekanan
inflasi terutama didorong oleh penurunan inflasi
volatile foods, sementara inflasi administered
prices cenderung stabil.
Menurunnya tekanan inflasi pada triwulan III
pada kelompok inflasi volatile foods diperkirakan
terkait dengan aktivitas panen komoditas
tanaman pangan maupun hortikultura yang
diperkirkan berlangsung normal. Kondisi ini
merupakan perkembangan yang positif setelah
terjadi gagal panen pada triwulan III tahun lalu
seiring dengan adanya gangguan Organisme
100.0%
60
0.0%
40
20
48
104
66
42
34
18
17
13
35
26
22
31
50
24
22
30
28
16
31
17
29
24
20
75
144
Adm Prices
(%, yoy)
-
-100.0%
-200.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah
Grafik 7.5 Stock Beras BULOG
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat
mendorong tekanan inflasi volatile foods yang
lebih tinggi dari perkiraan. Menurunnya
penyaluran bantuan benih yang disertai dengan
stabilisasi kondisi akibat erupsi Gunung
Sinabung yang tidak berjalan cukup cepat dapat
mengganggu produksi tanaman pangan,
hortikultura dan sayur-mayur kedepan.
Sementara itu, lonjakan inflasi pendidikan yang
pada umumnya terjadi pada triwulan III
diperkirakan mendorong tekanan inflasi inti.
Secara historis, dampak inflasi pendidikan
diperkirakan masih dalam level yang masih
terkendali. Stabilisasi nilai tukar yang terus
diupayakan yang disertai dengan demand pull
yang diperkirakan mereda diperkirakan mampu
PROSPEK PEREKONOMIAN
99
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
menahan peningkatan tekanan inflasi inti.
Sementara itu, ekspektasi inflasi diperkirakan
masih cukup terkendali.
180.0
SK (Perub Hrg 6 bln yad)
SPE (Perub Hrg 6 bln yad)
170.0
160.0
150.0
140.0
130.0
120.0
110.0
100.0
90.0
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
2016
IV
I
II
III
2017
Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap
Perubahan Harga
Pada kelompok administered prices, selesainya
program migrasi pelanggan listrik bersubsidi
diperkirakan akan menjaga stabilisasi tekanan
inflasi
administered
prices.
Meredanya
permintaan akan angkutan udara seiring dengan
terlaluinya kemeriahan budaya mudik dalam
menyambut Lebaran juga mampu menopang
stabilisasi harga pada kelompok ini. Meskipun
demikian, risiko tekanan inflasi pada kelompok
ini masih cukup tinggi terkait dengan masih
berlanjutnya tren perbaikan harga minyak dunia
yang dapat mendorong kenaikan harga BBM
maupun tarif listrik ke depannya.
Risiko penyesuaian harga BBM terkait dengan
diskrepansi harga minyak mentah dunia yang
sudah cukup lebar bila dibandingkan dengan
April 2016 (periode terakhir pemerintah
melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi).
Selain itu, potensi kenaikan tekanan inflasi juga
didorong oleh rencana skema BBM satu harga
juga dapat mendorong peningkatan tekanan
inflasi ke depan.
Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi
Sumatera Utara tahun 2017 masih diperkirakan
berada pada kisaran 4,0% ± 1% (yoy), lebih
rendah dibandingkan tahun 2016. Rendahnya
tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh
membaiknya pasokan pangan yang terutama
tersedia secara lebih merata pada awal tahun
2017. Dengan demikian, tekanan inflasi
kelompok Volatile Foods diperkirakan tidak
setinggi tahun sebelumnya. Sementara itu,
tekanan inflasi dua kelompok disagregasi lainnya
diperkirakan meningkat.
Risiko peningkatan tekanan inflasi kelompok
Administered Prices pada tahun 2017 masih
cukup tinggi. Pergerakan harga minyak dunia
yang kembali merangkak direspon pemerintah
dengan adanya penyesuaian tarif listrik dalam
beberapa
periode.
Hal
tersebut
juga
meningkatkan risiko kenaikan harga BBM subsidi
maupun non subsidi. Selain itu, adanya
beberapa
kebijakan
pemerintah
untuk
melakukan penyesuaian harga komoditas yang
diatur oleh pemerintah seperti biaya
perpanjangan STNK pada awal tahun 2017 juga
mendorong peningkatan tekanan inflasi
kelompok administered prices. Kebijakan
pemerintah untuk melakukan migrasi pelanggan
rumah tangga subsidi yang tidak layak
mendapatkan subsidi untuk menempuh
penyaluran subsidi tepat sasaran juga turut
mendorong peningkatan tekanan inflasi
administered prices sepanjang semester I 2017.
Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi inti
terjadi seiring dengan relatif membaiknya daya
beli masyarakat pada tahun 2017 terkait dengan
prakiraan
perbaikan
harga
komoditas
perkebunan. Situasi global yang masih
dirundung
ketidakpastian
juga
masih
memberikan tekanan terhadap satabilitas nilai
tukar. Meskipun demikian, peningkatan tekanan
inflasi inti ini diperkirakan masih berada dalam
level yang terkendali sehingga inflasi secara
umum masih mampu terjangkar pada sasaran
yang telah ditetapkan sebelumnya.
7.3 Rekomendasi kepada
Pemerintah Daerah
Pertumbuhan Ekonomi
Ke depan, perbaikan ekonomi diprakirakan
masih akan terus berlanjut. Perkembangan
harga komoditas yang diperkirakan masih tinggi
dan perbaikan ekonomi dunia yang terus
PROSPEK PEREKONOMIAN
100
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
berlanjut menjadi penopang kinerja sektor
eksternal. Dampak dari kondisi eksternal yang
positif tersebut diharapkan dapat mendorong
permintaan domestik yang semakin kuat.
Dengan dukungan Pemerintah untuk terus
menciptakan iklim investasi yang kondusif
melalui percepatan reformasi struktural, dapat
tercipta perbaikan ekonomi domestik yang
berkelanjutan.
Namun, indikasi perbaikan perekonomian yang
terus berlanjut tersebut masih dibayangi oleh
beberapa faktor risiko terutama dari sisi
eksternal yang belum menunjukkan perbaikan
secara
fundamental.
Dengan
demikian,
diperlukan penguatan perekonomian dari sisi
domestik yang dapat didorong oleh Pemerintah
Daerah. Beberapa langkah dan rekomendasi di
antaranya adalah:
1. Mendorong
dan
mengintensifkan
monitoring realisasi APBD agar realisasi
dana APBD dapat optimal dan tepat guna.
2. Memperkuat infrastruktur dalam rangka
mendorong pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi yang baru
3. Meningkatkan pemanfaatan elektronifikasi
untuk mendukung efisiensi perekonomian.
4. Mengintensifkan koordinasi di daerah dan
pusat untuk pengembangan pariwisata dan
sektor jasa pendukungnya.
5. Memastikan perbaikan iklim investasi dapat
berjalan dengan baik dan dirasakan oleh
dunia usaha terutama terkait dengan
perizinan satu pintu dan aspek keamanan.
6. Memberikan
insentif
terhadap
pengembangan riset dan teknologi yang
mendukung pengembangan industri yang
bernilai tambah tinggi (hilirisasi produk
perkebunan).
Pengendalian Inflasi
Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk
pengendalian inflasi dapat terjaga pada kisaran
sasaran inflasi 4±1%, diantaranya:
1. Meningkatkan produksi pangan melalui
perluasan atau diversifikasi areal pertanaman
maupun sentra produksi baru di daerah yang
tidak rentan bencana
2. Meningkatkan dan mempercepat riset
terapan yang menghasilkan benih yang tahan
penyakit,
cuaca,
dan
menghasilkan
produktivitas
yang
tinggi,
disamping
penggunaan teknologi tepat guna.
3. Meningkatkan program pendampingan dan
pembinaan
kelompok
petani
dalam
mengantisipasi gangguan OPT yang meluas
pada tahun 2016 lalu serta memperluas
kesempatan petani dalam memperoleh
permodalan dari perbankan.
4. Memperkuat kerja sama antar daerah
melalui identifikasi pola perdagangan antar
wilayah,
yang
dibarengi
dengan
pengembangan Kab/Kota sebagai penyangga
pangan.
5. Mempercepat pembentukan BUMD dan
BUMDes untuk memperkuat sinergi dengan
Toko Tani sebagai bagian dari jaringan
pangan Bulog.
6. Memperkuat basis data yang terintegrasi
dalam mendukung kebijakan yang terarah
dan tepat sasaran.
7. Mengintensifkan komunikasi dan kerjasama
dengan distributor maupun pelaku usaha
untuk membangun komitmen bersama
terhadap pengendalian inflasi.
8. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas
UMKM untuk mengembangkan industri
kreatif pangan dan non-pangan.
9. Menggiatkan
program
diversifikasi
konsumsi pangan untuk mengurangi
ketergantungan konsumsi masyarakat
terhadap komoditas tertentu.
PROSPEK PEREKONOMIAN
101
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
LAMPIRAN
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA
(dalam Triliun Rupiah)
LAMPIRAN
102
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA
(dalam Triliun Rupiah)
LAMPIRAN
103
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
DAFTAR ISTILAH
Administered Price
Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta
transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya
tembakau dan minuman beralkohol.
Base Effect
Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel
yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi.
BEC
Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan
utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut.
Barang Modal (Capital Goods)
Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun.
Bahan Baku (Raw Material)
Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri.
BI Rate
Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik.
BI-RTGS
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time
(electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai
dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Ceteris paribus
Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan.
CPO (Crude Palm Oil)
Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka
(deposito).
Disposable income
Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak
penghasilan.
Ekspor dan Impor
Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar
daerah.
Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR)
DAFTAR ISTILAH
104
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam
rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional.
Harga Minyak WTI
Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas
Intermediate atau Texas light sweet.
Indeks Penjualan Barang Konstruksi
Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi.
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat
keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan
persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini.
Inflasi IHK
Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga
konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
masyarakat luas.
Inflasi Inti
Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices.
Inflow
Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia.
Kredit
Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit Investasi
Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik
dan pembelian mesin.
Kredit Modal Kerja
Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku
produksi.
Kredit Konsumsi
Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit
Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa
agunan.
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible)
tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank
pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah.
DAFTAR ISTILAH
105
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Leading Indicators
Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis.
Liaison
Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui
wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha.
Loan to Value (LTV)
Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat
diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan.
Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF)
Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet
terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah
NTP (Nilai Tukar Petani)
Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase.
Outflow
Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia.
Passthrough effect
Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan
berdampak pada harga retail suatu produk.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja
(yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat
kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Quarter on Quarter (qtq)
Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan
sebelumnya.
PDRB Riil
Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk
menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu.
Seasonal event
Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung
terjadi berulang antar tahun.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang
penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia
pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran,
khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment
System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta.
SurveI Konsumen
DAFTAR ISTILAH
106
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui
persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian.
Survei Penjualan Eceran
Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran
dan dilakukan secara bulanan.
Uang Kartal
Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas
maupun logam.
Volatile Foods
Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan
bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile).
Year on year (yoy)
Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan)
terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk
menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan,
tahun ajaran baru, dsb).
DAFTAR ISTILAH
107
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017
Editor
Departemen Regional 1
Divisi Asesmen dan Advisory:
Budi Trisnanto
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans:
Demina R. Sitepu
Citra Agustina
Rukmi Gayatri
Rangga Pratama
Nur Fikriyah Dzakiyah
Fika Habbina
Tim Data dan SEKDA:
Rizky Satya Pradhana
Fadli Putra
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Divisi Asesmen dan Advisory
Telp. 061-4150500
Fax. 061-4534760
DAFTAR ISTILAH
108
Download