BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia kini makin berperan besar bagi kesuksesan suatu organisasi. Unsur manusia dalam suatu organisasi dapat memberikan keunggulan bersaing, karena membuat sasaran, strategi, inovasi, dan mencapai tujuan vital bagi organisasi. Sumber daya manusia merupakan utama organisasi, dalam menjalankan suatu bisnis atau usaha. Mamajemen sumber daya manusia (MSDM) berhubungan dengan system perancangan formal dalam suatu organisasi untuk menentukan efektifitas dan efisiensi untuk mewujudkan sasaran suatu organisasi, bahwa “sumberdaya manusia harus didefinisikan bukan dengan apa yang sumber daya manusia lakukan, tetapi apa yang sumber daya manusia hasilkan”. Berikut beberapa sumber daya manusia menurut beberapa sumber. Menurut Hasibuan (2007), mnajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah Ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efekif dan efisien membentu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Sedangkan menurut Garry Dessler (2007) , manajemen sumber daya manusia adalah “kebijakan dan praktik menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, meltih, memberikan penghargaan dan penilaian”. Riichard. L. Deft dalam bukunya manajemen (2006) , mendefinisikan “manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang 5 6 efektif dan efisien melalui perancangan, pengorganisaian, kepemimpinan dan pengendalian sumberdaya organisasi “. Dari uraian diatas diambil kesimpulan bahwa manajemen sumber daya adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengembangan atau pemeliharaan dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan organisasi, individu dan social. Berusaha menggunakan sumber daya manusia dalam suatu perusahaan secara maksimum melalui pelatihan dan pengarahan sehingga dapat kepuasan kepada karyawan dan menciptakan kerjasama yang baik dan terciptanya loyalitas karyawan. Dengan demikian diharapkan potensi yang ada dapat disalurkan dengan baik sehingga tujuan dari perusahaan dapat tercapai. 2.1.1 Fungsi-fungsi Manajemen Sesuai dengan pengertian manajemen personalia maka secara garis besar fungsi-fungsi dari manajemen personalia dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Fungsi manajemen a. Perencanaan / planning Menentukan dan menetapkan tindakan apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa sebelum tindakan dilaksanakan. b. Pengorganisasian / organizing Perancangan dan pengembangan organisasi baik yang menyangkut sumber daya manusia maupun sumber daya lain termasuk tugas dan tanggung jawab. 7 c. Pengarahan / directing Proses mengajak anggota organisasi untuk melakukan pekerjaan dalam tercapainya tujuan. d. Pengendalian / controlling Penemuan dan penerapan cara suatu peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan. 2.1.2 Fungsi-fungsi operasional a. Pengadaan Fungsi ini terutama menyangkut tentang penentuan kebutuhan tenaga kerja dan penarikannya seleksi dan penempatannya. b. Pengembangan Pengembangan ini dilakukan untuk meningkatkan ketrampilan lewat latihan (training), yang diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik. c. Kompensasi Sebagai pemberian penghargaan yang adil dan layak terhadap para karyawan kesesuaian dengan sumbangan mereka untuk mencapai tujuan organisasi. d. Integrasi Integrasi ini menyangkut penyesuaian keinginan dari para individu dengan keinginan organisasi dan masyarakat. e. Pemeliharaan Fungsi yang mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang telah ada. 8 2.2 Kepemimpinan Kepemimpinan adalah terjemahan dari kata leadership. Arti dari kepemimpinan berbeda dengan pemimpin, karena kepemimpinan merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap pimpinan, sedangkan pimpinan adalah seseorang yang tugasnya memimpin. Malayu (2007) mendefinisikan kepemimpinan yaitu cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut sofriandi (2007), pemimipin diperlukan untuk menentukan tujuan, mengalokasikan sumber daya yang langka, memfokuskan peratian pada tujuan – tujuan perusahaan, mengkoordinasikan perubahan, membina kontak antara pribadi dengan bawahannya, dan menetapkan arah yang benar atau yang yang paling baik jika kegagalan terjadi. Jadi berdasarkan kedua definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses untuk mempengaruhi, mendorong dan membantu oramg lain untuk bekerja sama secara antusias dalam pencapaian tujuan organisasi. Menurut Sopiah (2008) terdapat beberapa elemen yang tersirat dalam berbagai definisi kepemimpinan, yaitu sebagai berikut a. Kepemimpinan disini adalah melibatkan orang lain, yaitu bawahan atau pengikut. b. Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama antara pemimpin dengan bawahannya. Pemimpin memiliki wewenang untuk mengarahkan bawahanya untuk mencapai tujuan organisasi. 9 c. Walaupun secara sah, seorang pemimpin dapat memberikan perintah atau arahan, pemimpin juga dituntut untuk dapat mempengaruhi perilaku dan bawahanya dengan berbagai cara agar tujuan organusasi tercapai 2.2.1 Fungsi kepemimpinan Kepemimpinan pada dasarnya adalah kemampuan memimpin atau mempengaruhi dan mengendalikan orang untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini meliputi 3 tugas pokok kepemimpinan atau disebut juga tiga fungsi kepemimpinan. Adapun yang dimaksud dengan tiga fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut : a) Menangani situasi tertentu dalam organisasi intern maupun ekstern. b) Memenuhi situasi tersebut. c) Menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi dan mengatasi situasi tersebut. Menurut james F Stoner dalam bukunya yang berjudul manajemen (2004) menyatakan bahwa terdapat dua fungsi kepemimpinan yaitu : a. Fungsi pemecahan atau fungsi yang bertalian dengan tugas dapat mencakup fungsi pemeberi saran,pemecahan dan pemberi informasi dan pendapat. b. Fungsi pembinaan kelompok atau fungsi social meliputi segala sesuatu yang membantu kelompok beroprasi secara lebih lancer, termasuk mengenai ketidaksepakatan dan memberikan pujian pada anggota lain dalam kelompok 10 Dalam menjalankan fungsi – fungsinya tersebut maka diperlukan keterampilan dan kecakapan yang dimiliki oleh seorang pemimpin agar dijalankan berdasarkan pada azas – azas yang berlaku pada tujuan organisasi. pelaksanaan fungsi – fungsi tersebut haruslah dilakukan secara menyeluruh, apabila salah satu fungsi diabaikan maka fungsi yang lain juga tidak aka berjalan dengan baik karena semua fungsi itu saling berhubungan erat satu sama lain. 2.2.2 Teori Kepemimpinan Pemimpinan merupakan kunci sukses suatu organisasi, walaupun bukan satusatunya ukuran keberhasilan organisasi. Oleh karena itu,banyak studi dan penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi sifat dan cirri-ciri kepemimpinan yang efektif. Pada dasarnya teori-teori kepemimpinan mencoba menerangkan dua hal, yaitu factor-faktor yang terlibat dalam pemunculan kepemimpinan dan sifat dasar kepemimpinan. Pendekatan teori kepemimpinan yang telah dilakukan seperti yang ditulis robbins (2008) dan sopiah (2008) diantaranya sebagai berikut. a. Trait approach (pendekatan sifat) Pendekatan ini mempertanyakan sifat-sifat apakah yang membuat seseorang menjadi pemimpin. Dengan demikian lingkungan tidak ikut diperhitungkan dalam menentukan efektivitas kepemimpinan. Karakteristik personalitas antara lain meliputi umur, kedewasaan, bentuk fisik, pendidikan,charisma,dan sebagainya. Teori ini mengatakan bahwa efektifitas pemimpin tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat yang 11 dimiliki pemimpin, menurut teori ini, berbeda dengan sifat orang kebanyakan. b. Behaviour approach (pendekatan perilaku) pendekatan ini didasarkan pada idntisfikasi pola perilaku kepemimpina dengan kinerja kelompok. Pendekatan gaya ini mempunyai asumsi dasar pegawai akan bekerja lebih giat jika pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan tertentu. Oleh karena unsur yang paling kritis menurut pendekakatan ini adalah perilaku pimpinan terhadap bawahan. Pendekatan teori perilaku dimulai dengan penelitian yang dilakukan oleh universitas Ohio pada akhir tahun 1940. c.Conigency approach ( pendekatan kontigensi) Pendekatan ini mempertimbangkan variable ataupun factor lain yang berpegaruh dalam situasi kepemimpinan, sehingga dalam menerapkan suatu gaya kepemimpinan seseorang harus memperhitungkan segala sesuatunya terlebih dahulu. Beberapa pendekatan yang telah dikembangkan, dianaranya : 1) Model fiedler Model fiedler mengungkapkan bahwa kinerja kelompok yang efektif tergantung pada penyesuaian yang tepet antara gaya kepemimpinan dalam berinteraksi dengan bawahan (2008). Oleh karenanya, Fiedler meyakini bahwa keberhasilan kepemimpinan terletak pada gaya kepemimpinan dasar individu. 12 2) Teori Situasi Hersey dan Blanchard Teori yang dikembangkan Paul Hersey dan ken Blanchard ini telah memberikan pengaruh luas dikalangan spesialis manejemen. Kepemimpinan situasional tersebut memusatkan perhatian kepada para bawahan. Hersey dan Blanchard juga mengatakan kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang tepat tergantung pada kesiapan dan kedewasaan para pengikut. 3) Teori pertukaran pemimpin–anggota Pada teori ini, dikemukakan bahwa karena adanya tekanan waktu, para pemimpin membangun hubungan yang istimewa dengan kelompok kecil bawahan mereka. Individu-individu yang terpilih yang terpilih dalam kelompok kecil ini adalah yang dipercaya dan mendapat perhatian lebih dan hak istimewa.Ssedangkan individu yang tidak bergabung dalam kelompok kecil ini dikatakan berada dalam kelompok luar. 4) Teori jalur sasaran Teori ini dapat dikembangkan oleh Robert House, merupakan model kontijenis kepemimpinan yang ringkas unsur-unsur utama dari penelitian kepemimpinan ohio. Hakikat teori jalur sasaran adalah bahwa merupakan tugas seorang pemimpin untuk membantu pengikutnya mencapai sasaran mereka dan untuk 13 memberikan pengarahan dan dukungan guna memastikan sasaran mereka telah sesuai dengan sasaran organisasi. Dari perkembangan teori kepemimpinan seperti yang dijelaskan diatas, sebagian besar teori beranggapan bahwa pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat pada kondisi dan waktu tertentu akan menentukan keberhasialn organisasi. Gaya kepemimpinan yang dijelaskan pada teori-teori diatas umumnya lebih dari satu. Berikut penjelasan mengenai gaya kepemimpinan. 2.2.3 Gaya Kepemimpinan Menurut Anggraeni (2006) dalam Tesis Astuti (2008), gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar kepuasan kerja orang-orang yang dipimpinnya. Selain itu pemimpin juga dapat mempengaruhi keamanan dan kualitas hidup para karyawannya, bila dua hal tersebut bisa dipenuhi dengan baik oleh pemimpin besar kemungkinan kinerja karyawan akan meningkat sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai dengan baik. Dalam gaya kepemimpinan ada anggapan bahwa tidak satupun gaya kepemimpinan yang dianggap efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan yang paling efektif sulit ditentukan. Hal ini disebabkan karena perusahaan memiliki kondisi dan situasi yang berbeda-beda untuk dihadapi. Seorang pemimpin di dalam memilih gaya kepemimpinannya hendak memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 14 a. Kekuatan-kekuatan yang ada pada diri pemimpin b. Kekuatan-kekuatan yang ada pada bawahan c. Kekuatan-kekuatan yang ada pada lingkungan Seorang pemimpin dipengaruhi oleh latar belangkan, pengetahuan, penilaian, pengalaman yang merupakan kekuatan-kekuatan yang ada pada diri pemimpinan. Pada akhirnya gaya kepemimpinan seorang pemimpin harus memperhatikan pula faktor situasi organisasi serta jenis pekerjaannya. Menurut Hasibuan (2007), gaya kepemimpinan terbagi menjadi 4 macam,yaitu otoriter, partisipasi, delegatif dan situasional. Sedangkan menurut siagian ( ), gaya kepemimpinan terbagi menjadi tiga, yaitu otoriter, demokrasi, dan Laissez faire. NO 1 2. Tabel 2.1 Macam-macam gaya kepemimpinan Sumber Gaya kepemimpinan Malayu Hasibun a. Gaya kepemimpinan otoriter b. Gaya kepemimpinan partisipasi c. Gaya kepemimpinan delegatif d. Gaya kepemipinan situasional Siagian a. Gaya kepemimpinan oteriter b. Gaya kepemimpinan demokratif c. Gaya kepemimpinan Laissez Farie Sumber : Malayu Hasibun (2007) Macam-macam gaya kepemimpinan pada Tabel 2.1 diatas adalah sebagai berikut: a. Gaya Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasan atau wewenang, sebagian besar mutlaktetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan menganut sistem 15 sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkn sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Orientasi kepemimpinanya difokuskan hanya untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dan kurang kesejahteraan bawahan. Pimpinanmenganut system manajemen tertutup (close management) kurang menginformasikan keadan perusahaan pada bawahannya. Pengkaderankurang dapat perhatiannya. Gaya kepemimpinan ini didasarkan atas perintah-perintah, memaksaan dan tindakan arbiter dalam hubungan antara pemimpinan dengan pihak bawahan. Pemimpin disni cenderung mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pekerjaan, ia melaksanakan pengawasan seketat mungkin dengan maksud agar pekerjaan dilaksanakan sesuai rencana. Gaya kepemimpinan ini menggunakan perintah yang biasanya diperkuat oleh sanksi-sanksi dimana disiplin adalah faktor penting. Gaya kepemimpinan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Semua determinasi “Policy” dilakukan oleh pemimpin. 2) Teknik-teknik dan langkah-langkah aktivitaf ditentukan oleh pejabat satu persatu sehingga langkah-langkah mendatang senantiasa tidak pasti 16 3) “Dominator” cenderung sikap pribadi dalam pujian dan kritik pekerjaan setiap anggota, ia tidak turut serta dalam partisipasi kelompok secara aktif kecuali pada ia memberikan demostrasi. b. Gaya Kepemimpinan Demokrati Pemimpin yang beranggapan bahwa para pengikutnya ingin berusaha sebaikbaiknya dan ia dapat memimpin dengan sebaik-baiknya melalui tindakan membantu usaha mereka dan ia memberikan pemikiran-pemikiran atau saransaran mengenai bagaimana melaksanakan pekerjaan menjadi lebih baik, serta perbaikan-perbaikan yang dapat dicapai pada kondisi-kondisi kerja dan ide-ide baru apa yang harus dicoba dan perlu dikembangakan. Gaya kepemimpinan ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : 1) Semua “policy” merupakan bahan pembahasan kelompok dan keputusan kelompok yang dirangsang dan dibantu oleh pemimpin. 2) Perspektif aktivitas dicapai selama diskusi berlangsung. Dilukiskan langkahlangkah umum ke arah tujuan kelompok dan apabila diperlukan penasehat teknis, maka pemimpin menyarankan dua atau lebih banyak produserproduser alternatif yang dapat dipilih. 3) Pemimpin bersifat objektif dalam pujian dan kritiknya dan ia berusaha untuk menjadi anggota kelompok secara mental tanpa terlalu banyak melakukan pekerjaan tersebut. 17 c. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire Pemimpin memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada para pengikutnya dalam hal melakukan aktivitas mereka. Ciri-ciri Gaya Kepemimpinan Laissez Farie adalah : 1) Kebebasan untuk penuh keputusan kelompok atau individual dengan meminimum partisipasi pemimpin. 2) Macam-macam bahan disediakan oleh pemimpin yang dengan jelas mengatakan bahwa ia akan menyediakan keteranagan apabila ada permintaan. Ia tidak turut mengambik bagian dalam diskusi kelompok. 3) Pemimpin tidak berpartisipasi sama sekali. 4) Komentar spontan yang tidak terstur atas aktivitas-aktivitas anggota dan ia akan sama sekali ambil bagian untuk menilai atau mengatur kejadiankejadian. d. Kepemimpinan partisipatif Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan mengambik keputusan. Dengan demikian, pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawad yang lebih besar. Falsafah pemimpin ialah “pimpinan (dia) adalah untuk bawahan”. 18 Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan – pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan bawahannya. Pemimpin menganut saran atau sistem ide manajemen yang diberikan terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang. e. Kepemimpinan delegatif Kepemimpinan delegatif apabila seseorang pemimpin mendelegasikan wewenag kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat dengan mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Dalam hal ini bawahan dituntut memiliki kematangan dalam pekerjaan (kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan). f. Kepemimpinan situasional Model kepemimpinan situasional ini sebenarnya dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard dipusat studi kepemimpinan pada akhir tahun 1960. Model ini pada awalnya memang mengacu kepada pendekatan teori situasional yang menekankanperilaku pemimpin dan merupakan model praktis yang adapt digunakan manejer, tenaga pemasaran, guru atau orang tua untuk membuat keputusan dari waktu ke waktu secara efektif dalam rangka mempengaruhi orang lain. 19 Penekanan pendekatan situasional adalah pada perilaku pemimpin dan anggota atau pengikut dalam kelompok dan situsasi yang variatif. Menurut kepemimpinan situasional, tidak ada satupun cara yang terbaik untuk mempengaruhi orang lain. Gaya kemimpinan mana yang harus digunakan terhadap individu atau kelompok tergantung pada tingkat kebutuhan kondisi saat ini. Pada penelitian ini, gaya kepemimpinan yang akan dugunakan adalah gaya kepemimpinan situasional. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai gaya kepemimpinan situasional. 2.2.4 Gaya kepemimpinan Situasional Sesuai dengan pengertiannya, padagaya kepemimpinan situasional , seorang pemimpin dituntut untuk menetukan gaya kepemimpinan sesuai dengan kondisi dan kesiapan bawahan. Yang dimaksud faktor kesiapan adalah, (1) kemampuan bawahan dan (2) keinginan. Tingkat kesiapan bawahan merupakan kombinasi dari sebagai kemampuan dan keinginan, yaitu : 1. Tidak mampu dan tidak ingin, dimana bawahan tidak memiliki cukup keterampilan dan juga tidak memiliki komitmen dan motivasi. 2. Tidak mampu tetapi berkeinginan, yaitu bawahan yang memilki sedikit keterampilan tetapi termotivasi dan mau berusaha. 3. Mampu tetapi tidak ingin, yaitubawahan yang tidak memliki keterampilan terhadap suatu tugas tetapi tidak ingin menggunakan kemampuan tersebut. 20 4. Mampu dan ingin, yaitu bawahan yang memiliki keterampilan yang cukup dan memadai, dan juga menyukai tugas tersebut. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya memiliki kemampuan mendiagnosakesiapan bawahannya dan mengadaptasi gaya kepemimpinannya yang sesuai. Konsep dasar yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard didasarkan pada kedewasaan atau kematangan bawahan seperti yang diperintahkan gambar 2.1 Gambar 2.1 Kosep Dasar Kepemimpinan Situasional Tinggi Perilaku Pendukung Rendah Tinggi dukungan dan Rendah Tinggi Pengarahan dan tinggi pengarahan dukungan 3 2 Rendah dukungan pengarahan 4 dan Tinggi pengarahan dan rendah dukungan 1 Perilaku mengarahkan Rendah Tinggi Pemimpin didalam kotak nomor satu adalah pemimpin dengan gaya instruksi, menekankan pentingnya perintah, intruksi dan pengarahan. Pemimpin ini berorientasi tinggi pada tugas tetapi dukungan sangat rendah, artinya hubungan dengan bawahan tidak terjalin dengan baik. Kepemimpinan tersebut cenderung otoriter karena dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin yang termasuk dalam kotak nomor 2 yaitu pemimpin konsultasi dimana pemimpin tersebut masih memberikan petunjuk atau pengarah yang besar, 21 dan juga memperhatikan hubungan dengan bawahannya. Gaya ini biasanya diterapkan ketika bawahan telah termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Gaya ketiga adalah gaya partisipatif, yaitu gaya yang lebih meningkatkan komunukasi dua arah dalam pemecahan masalah dan mengambil keputusan. Gaya ini berwarna partisipatif karena posisi pengambilan keputusan dipegang secara bergantian. Yang terakhir adalah gaya delegasi, dimana lebih ditekankan memberikan tanggung jawab kepada bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini menganggap bawahan telah mampu dan menguasai tugas jika diberikan kepercayaan dan tanggung jawab. 2.3 Motivasi 2.3.1 Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin, Mavere yang berarti dorongan atau penggerak. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Pada dasarnya perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Setiap organisasi tenti ingin mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peranan manusia yang terlibat di dalamnya sangat penting. Untuk menggerakan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka 22 haruslah dipahami motivasi manusia yang bekerja di dalam organisasi tersebut, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja, atau dengan kata lain, perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi. Menurut Mangkunegara (2009), bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Menurut Sadili Samsudin (2009), motivasi adalah proses memengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Rivai (2005), menyatakan, motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang memengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan. 2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Sutrisno (2009), Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan factor ekstern yang berasal dan karyawan. 23 1. Faktor Dalam (Intern) a. Keinginan untuk dapat hidup Manusia mau mengerjakan apa saja asal hasilnya dapat memenuhi kebutuhan untuk makan. Keinginan untuk dapat hidup meliputi kebutuhan untuk : a) Memperoleh kompensasi yang memadai b) Pekerjaan yang tetap walaupun penghasilan tidak begitu memadai c) Kondisi kerja yang aman dan nyaman b. Keinginan untuk dapat memiliki Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk mau melakukan pekerjaan. Hal ini banyak kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu daoat mendorong orang untuk mau bekerja. c. Keinginan untuk memperoleh penghargaan Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain. d. Keinginan untuk memperoleh pengakuan Bila kita perinci, maka keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi hal-hal: a) Adanya penghargaan terhadap prestasi b) Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak c) Pimpinan yang adil dan bijaksana d) Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat 24 e. Keinginan untuk berkuasa Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja. Kadang-kadang keinginan untuk berkuasa ini dipenuhi dengan cara-cara tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukannya itu masih termasuk bekerja juga. 2. Faktor Luar (Ekstern) a. Kondisi lingkungan kerja Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat memengaruhi pelaksaan pekerjaan. b. Kompensasi yang memadai Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi para karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarga. Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik. c. Supervise yang baik Fungsi supervise dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan, agar dapat melaksanaan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan. d. Adanya jaminan pekerjaan Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. 25 e. Status dan tanggung jawab Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada satu masa mereka juga berharap akan dapat kesempatan menduduki jabatan dalam suatu perusahaan. Dengan menduduki jabatan, orang merasa dirinya akan dipercaya, diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar untuk melakukan kegiatan-kegiatan. f. Peraturan yang fleksibel Bagi perusahaan besar, biasanya sudah ditetapkan sistem dan prosedur kerja yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Semua ini merupakan aturan main yang mengatur hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan, termasuk hak dan kewajiban para karyawan, pemberian kompensasi, promosi, mutasi, dan sebagainya. 2.3.3 Model Motivasi Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2009), terdapa tiga model motivasi, yaitu sebagai berikut: 1. Model Tradisional Secara tradisional para manajer mendorong atau memotivasi tenaga kerja dengan cara memberikan imbalan berupa gaji/upah yang makin meningkat. 2. Model Hubungan Manusiawi (human relation model) 26 Pada model ini para manajer dapat memotivasi karyawan dengan cara memenuhi kebutuhan social mereka dan membuat mereka merasa penting dan berguna. 3. Model Sumber Daya Manusia (human resources model) Motivasi yang penting bagi karyawan menurut model ini adalah penggembangan tanggung jawab bersama untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara setiap anggota atau karyawan menyumbangkan sesuatu kepada organisasi sesuai dengan kepentingan dan kemampuan masing-masing. 2.3.4Teori Motivasi Setiap teori motivasi berusaha untuk menguraikan apa sebenarnya manusia dan manusia dapat menjadi seperti apa. Dengan alasan ini, bisa dikatakan bahwa sebuah teori motivasi mempunyai isi dalam bentuk pandangan tertentu mengenai manusia. Karena alasan itu, para manajer dan pakar manajemen selalu merumuskan teori-teori tentang motivasi. 2.4 Kinerja Kinerja menurut mangkunegara (2007) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, Menurut Rivai dan Basri (2004), kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam meleksanakan tuas, seperti standar hasil kerja, target kerja atau sasaran atau kriteriayang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Sedangkan kinerja menurut Hasibuan (2007) 27 adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Mathis (2006) menyatakan bahwa kinerja pegawai adalah yang antara lain, (1) kuantitas kerja, (2) kualitas kerja, (3) pemanfaatan waktu, dan (4) kerjasama. Jadi dengan demikinan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai karyawan baik secara kuantitas dan kualitas, Irawan ( ) dlam Mulyana (2006), membagi kinerja ke dalam dua macam, yaitu : 1. Kinerja Organisasi Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan kumpulan kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Kinerja organisasi dinilai denagan memperhatikan beberap aspek dalam organisasi yaitu, aspek keuangan, aspek proses internal, aspek kepuasan konsumen dn aspek pada learning dan growthdan yang disebut sebagai penilaian BSC (balance score card). BSC dikemukakan pertama kali oleh Robert Kaplan (1996). 2. Kinerja Individu atau Pegawai Kinerja individu atau pegawai diukur dengan lihat kuantitas dan kualitas output yang dihasilkannya, sedangkan untuk pegawai pemerintah adalah dengan melihat pelaksanaan tugasnya yaitu antara dapat bekerja sesuai tugas dan wewenang yang diberikan atasan dan tidak melanggar aturan serta dapat melayani masyarakat. 28 2.4.1 Penilaian Kinerja Penilaian kinerja begitu penting bagi perusahaan, karena dengan itu suatu organisasi dapat melihat sejauh mana faktor manusia dapat menunjang tujuan suatu organisasi. Penilaian terhadap kinerja dapat bermotivasi karyawan supaya terdorong untuk berkerja lebih baik. Oleh karena itu diperlukan penilaian kinerja yang tepat dan konsisten. Sistem penilaian kinerja akan berjalan dengan baik ketika tujuan formal organisasi menggunakan penilaian kinerja konsisten terhadap tujuan penilaian, termasuk penilai dan dinilai. Secara ringkas menurut Rivai (2005), penilaian kinerja banyak digunakan untuk : 1. Menetukan kebutuhan-kebutuhan pelatiahan organisasi; 2. Menekankan kembali struktur kekuasaan; 3. Perencanaan sumber daya manusia; Sedangkan menurut Mangkunegara (2007), tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut : a. Sebagai dasar dalam pengambilan kepuasan b. Mengukur sejauh mana seorang pegawai dapat menyelesaikan pekerjaanya c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruhkegiatan dalam organisasi 29 d. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi pegawai. e. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai f. Sebagai kriteria untuk menentukan seleksi dan penepatan pegawai g. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan pegawai Pihak-pihak yang berkepentingan dalam penilaian kinerja adalah (1) orangyang dinilai, (2) penilai / atasan / pemimpin, dan (3) perusahaan. Proses penilaian kinerja ditujukan untuk memahami kinerja seseorang, dimana kegiatan ini terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran dan pengembangan hasil kerja karyawan dalam sebuah organisasi (panggabean,2007). a. Identifikasi Identifikasi merupakan tahap pertama dimana pada saat ini akan ditentukan unsur – unsure yang akan diamati. Proses ini dimulai dengan melakukan analisis pekerjaan agar dapat mengenali unsure – unsure yang akan dinilai dan dapat menentukan skala pengukuran. b. Observasi Observasi dilakukan dengan pengamatan secara seksama dan periodik guna mendapat hasil yang tepat. Jika observasi jarang dilakukan akan menghasilkan penilaian sesaat dan tidak akurat. c. Pengukuran 30 Pada proses ini, penilai akan memberikan penilaian terhadap tingkat kinerja karyawan yang didasarkan pada hasil pengamatan. d. Pengembangan Pihak penilai selain memberikan penilaian terhadap kierja pegawai juga melakukan pengembangan apabila ternyata terdapat berbedaan antara yang diharapkan dengan hasil kerja karyawan. Elemen – elemen pokok system penilaian kinerja mencakup kriteria – kriteria yang ada hubungannya dengan pelaksanaan kerja. Handoko (2002 : 138) dalam Mulyana (2006), ukuran kinerja dan pemberian umpan balik kepada karyawan dapat ditunjukan dalam Gambar 2.2 berikut ini. 31 Gambar 2.2 Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja Kinerja pegawai Penilaian kinerja Upah balik bagi pegawai Ukuran-ukuran kinerja Kiteria yang ada hubungannya dengan pelaksanaan kerja Keputusan- Catatan-catatan tentang keputusan karyawan Personalia Sumber : Mulyana (2006) Pada umumnya unsur-unsur yang perlu diadakan dalam proses penilaian kerja adalah sebagai berikut. 1. Kesetiaan, yaitu tekad dan kesanggupan menaati, melaksanakan dan mengamalkan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. 2. Prestasi kerja, yaitu kinerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. 3. Tanggung jawab, yaitu kesanggupan seorang karyawan dalam menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani 32 mengambil resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. 4. Ketaatan yaitu kesanggupan seorang karyawan untuk menaati segala ketetapan, peraturan, perintahyang diberikan,serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang telah ditetapkan. 5. Kerjasama yaitu kesanngupan seorng karyawan untuk bekerja bersaing bersama dengan orang lain guna menyelesaikan tugas yang telah ditetapkan, sehingga mencapai gaya guna dan hasil yang optimal. 6. Prakarsa yaitu kemampuan seorang karyawan untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang perlu dilakukan dalam melaksanakan tugas. 7. Kepemimpinan yaitu kemampuan yang dimiliki seorang karyawan untuk meyakinkan orang lain sehingga mendapatkan hasil yang optimal. 2.4.2 Kinerja karyawan Suatu penelitian telah memperlihatkan bahwa suatu lingkungan kerja yang menyenangkan sangat penting untuk mendorong tingkat kinerja karyawan yang paling produktif. Dalam interaksi sehari-hari, antara atasan dan bawahan, berbagai asumsi dan harapan lain muncul. Ketika atasan dan bawahan membentuk serangkaian asumsi dan harapan mereka sendiri yang sering agak berbeda, perbedaan-perbedaan ini yang akhirnya berpengaruh pada tingkat kinerja. Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. (Rivai & Basri, 2005: 14 ). Apabila dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun), maka pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang 33 dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika. (Rivai & Basri, 2005:16. Marihot Tua (2002) berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai peranannya dalam organisasi. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai seseorang baik kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggung jawab yang diberian kepadanya. Selain itu kinerja seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, inisiatif, pengalaman kerja, dan motivasi karyawan. Hasil kerja seseorang akan memberikan umpan balik bagi orang itu sendiri untuk selalu aktif melakukan pekerjaannya secara baik dan diharapkan akan menghasilkan mutu pekerjaan yang baik pula. Pendidikan mempengaruhi kinerja seseorang karena dapat memberikan wawasan yang lebih luas untuk berinisiatif dan berinovasi dan selanjutnya berpengaruh terhadap kinerjanya. Sopiah (2008) menyatakan lingkungan juga bisa mempengaruhi kinerja seseorang. Situasi lingkungan yang kondusif, misalnya dukungan dari atasan, teman kerja, sarana dan prasarana yang memadai akan menciptaka kenyamanan tersendiri dan akan memacu kinerja yang baik. Sebaliknya, suasana kerja yang tidak nyaman karena sarana dan prasarana yang tidak memadai, tidak adanya dukungan dari atasan, dan banyak terjadi konflik akan memberi dampak negatif yang mengakibatkan kemerosotan pada kinerja seseorang. 34 Sedangkan kinerja karyawan menurut Simamora (2004) adalah tingkat hasil kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang diberikan. Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu: 1. Tujuan Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. 2. Ukuran Ukuran dibutuhkan untuk mengetahui apakah seorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan, untuk itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personal memegang peranan penting. 3. Penilaian Penilaian kinerja reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan berperilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai. Menurut Rita Swietenia (2009) manfaat kinerja pegawai antara lain adalah untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi, untuk menentukan target atau sasaran yang nyata, lalu untuk pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen yang berhubungan terhadap masalah-masalah yang berkaitan. Adapun indikator kinerja karyawan menurut Bambang Guritno dan Waridin (2005) adalah sebagai berikut : 35 1. Mampu meningkatkan target pekerjaan 2. Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu 3. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan 4. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan 2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan Menurut Davis dalam Mangkunegara (2007), bawha faktor yang mempengaruhi penapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). a. Faktor kemampuan Secara psikologis, kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ). Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam mengahadapi situsai kerja. Motivasi merupakan kondisai yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut prawirosentono (1999) yang dikutip http://cokrominoto.wordpress.com/2007/06/12/faktor-faktor-yangmempengaruhi-kinerja-individu-respon-untuk-zaenul/ , kinerja seseorang pegawai akan baik, jika pegawai tersebut memiliki keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritas ada tiga kelompok yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu : 1. Variable individu Variable ini terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. 2. Variable organisasi Yang termasuk variable organisasi adalah sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Variable kepemimpinan, tidak seperti variable imbalan yang terlihat jelas 36 pengaruhnya, ternyata juga dari beberapa pendapat diatas, jelas bahwa factor kepemimpinan andil dalam menentukan kinerja karyawan. Banyak juga penelitian yang telah dilakukan untuk melihat pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan, dimana kepemimpinan difokuskan pada gaya kepemimpinan. Dimana sebagian hasil penelitian menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan dalam sesuatu organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian dengan gaya kepemimpinan pada instansi pemerintah telah banyak dilakukan. Seperti yang dilakukan oleh inneke (2005) dan mulyana (2006). Penelitian yang dilakukan inneke mengguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada asisten adminitrasi kesekretariat Daerah provinsi Sumatera utara. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa gaya kepemimpinan demokratis lebih sering digunakan. Penelitian Mulyana (2006) menguji pengaruh gaya dan kemampuan kepemimpinan terhadap kinerja di lapas tasikmalaya. Dan hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa kedua factor tesebut berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan Lapas Tasikmalaya. Dan hasil penelitiannya juga menunjukan bahwa gaya kepemimpinan yang sering digunakan adalah gaya sistuasional.