BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penekanan terhadap

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penekanan terhadap persarafan pergelangan tangan (carpal tunnel
syndrome) merupakan kelainan yang paling sering mengenai N. Medianus sebagai
sindrom jebakan nervus yang palingsering ditemukan. Hal ini berkaitan dengan
penggunaan tangan yang eksesif tak terbatas dan trauma repetitif akibat paparan
okupasi berkelanjutan. Ligamentum carpi transversum yang terinfiltrasi oleh
jaringan amyloid (seperti yang timbul pada myeloma multiple) atau penebalan
jaringan ikat pada rheumatoid artritis, acromegaly, mucopolysaccharidosis, dan
hipotiroidis memerupakan penyebab yang mudah diidentifikasi untuk memicu
timbulnya carpal tunnel syndrome. Kehamilan merupakan faktor penyebab yang
bisa memicu timbulnya sindroma ini, namun jarang teridentifikasi dengan jelas.
Pada orang lanjut usia, penyebab timbulnya carpal tunnel syndrome sering
menimbulkan kerancuhan.
Dysesthesias dan nyeri pada jari tangan, mengacu pada “acroparesthesiae”
merupakan tanda klinis awal terjadinya sindrom penekanan N. Medianus pada
awal tahun 1950-an. Tahun1949, Kremer dkk pertama kali mengemukakan
penyebab timbulnya sindrom ini dikarenakan oleh penekanan terhadap N.
Medianus pada pergelangan tangan dan gejalanya akan berkurang dengan
pemisahan fleksor retinaculum yang membentuk dinding ventral canalis carpi.
Paresthesia timbul cukup parah di saat malam hari. Nyeri akibat carpal tunnel
syndrome sering kali menjalar hingga ke lengan dan pundak. Gejala yang timbul
secara esensial berupa sensorik satu, yakni hilangnya sebagian sensibilitas
superfisial pada jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah. Kelemahan dan atrofi
pada otot abduktor pollicis brevis dan otot – otot lain yang dipersarafi oleh N.
Medianus seringkali ditemukan pada kelainan yang sudah cukup parah dan tak
terobati. Uji elektrofisiologis membantu dalam penegakan diagnosis dan
memberikan kejelasan akan kemungkinan suksesi tindakan operasi
2
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengerti dan memahami
tentang Carpal Tunnel Syndrome dan untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Bedah Saraf, Fakultas
Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan neuropati akibat terhadap
nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya
di bawah fleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama
acroparesthesia , median thenar neuritis atau partial thenar atrophy . CTS pertama
kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus
stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854) . CTS spontan pertama kali
dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah CTS
diperkenalkan oleh Moersch pada tabun 1938.1
Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di
mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui
oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk
dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk
oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament)
yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap
perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada
struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.2
2.2.
Etiologi
Terowongan carpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga
dilalui oleh beberapa tendonflexor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin
padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nerves
medianus sehingga timbul carpal tunnel syndrom.
Carpal tunnel syndrom dapat dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis,
namun pada sebagian kasusvetiologinya tidak diketahui ( idiopatik ), terutama
pada penderita lanjut usia. Selain itu gerakan yangberulang-ulang pada
pergelangan tangan dapat menambah resiko carpal tunnel syndrom.2,3
4
Pada keadaan lain lain nerves medianus dapat terjebak juga di carpal
tunnel itu. Secara sekunder, carpal tunnel sindrom dapat timbul pada penderita
dengan osteoartitis, diabetes mellitus, miksedema,akromegali, atau wanita hamil.
Etiologi lain pada kasus carpal tunnel sindrom antara lain: (1) Herediter (nuropati
herediter yang cenderung menjadi pressure palsy), (2) Trauma (dislokasi,fraktur
colles atau hematom pada lengan bawah, sprain pergelangan tangan, trauma
langsung pada pergelangan tangan, pekerjaan dengan gerakan mengetuk atau flexi
dan ekstensi pergelangan tanganyang berulang, (3) Infeksi (tenosinovitis,
tuberculosis), (4) Metabolik (amiloidesis, gout), (5) Endokrin(terapi estrogen dan
androgen, diabetes mellitus, kahamilan). (6) Neoplasma (Kista ganglion,
lipoma,infiltrsi metastase, mieloma) (7) Penyakit kolagen vaskuler ( artitis
rematoid, polimialgia reumatika), (8)Degenerasi (osteoartitis), (9) Tumor.3
2.3.
Epidemiologi
Perempuan tiga kali lebih beresiko dibandingkan pria untuk terkena carpal
tunnel syndrome, mungkin karena terowongan karpal sendiri lebih kecil pada
wanita dibandingkan pria. Tangan yang lebih dominan biasanya terkena pertama
kali dan merasakan sakit yang lebih parah. Orang dengan diabetes atau gangguan
metabolik lainnya yang secara langsung mempengaruhi saraf tubuh dan orang
yang lebih rentan terhadap kompresi juga beresiko tinggi. Carpal tunnel
Syndrome biasanya terjadi hanya pada orang dewasa.2
Pada wanita hamil, prevalensi carpal tunnel syndrome lebih tinggi. Angka
kejadiannya semakin tinggi dengan bertambahnya masa kehamilan.4
2.4.
Patofisiologi
Pada pergelangan tangan, nervus medianus melewati suatu terowongan
dimana bagian dorsal dan sekitarnya dibatasi oleh tulang karpal dan bagian
volarnya dibatasi ligament karpalia transversal. Pada keadaan dimana terjadi
penebalan ligamen karpalia transversal, adanya nodul, dapat menyebabkan
kompresi
n.medianus.
Peningkatan
tekanan
dalam
terowongan
karpal
5
mengakibatkan iskemi pada n.medianus, gangguan konduksi saraf, parestesia, dan
nyeri
Awalnya tidak terdapat perubahan morfologi pada saraf median, fungsi
neurologis reversible dengan gejala bersifat hilang timbul. Pemanjangan episode
dan
peningkatan
frekuensi
penekanan
dalam
terowongan
karpal
akan
menyebabkan demielinasi segmental dan lebih konstan dengan gejala-gejala yang
lebih berat, kadang-kadang disertai dengan kelemahan. Saat terjadi pemanjangan
proses iskemi, timbulah cedera axonal dan disfungsi saraf yang bersifat
irreversible.5
2.5.
Gambaran Klinis
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja
.Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya
berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran
listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang
dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol
di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih
berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya.
Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerakgerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih
tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan
tangannya. Bila penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan
frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang
rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia
umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan.
Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan
dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah
penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipesetesia dapat dijumpai pada
daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.
Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi
kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil.
6
Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan
adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol
atau menggenggam. Pada penderita CPS pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi
otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinervasi oleh nervus melanus.1
2.6.
Diagnosis
Diagnosa CPS ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga
didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CPS
adalah :
a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerakgerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa CPS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat
dijumpai pada penyakit Raynaud.
b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi
otot-otot thenar.
c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan
abduksi maksimal palmar lalu ujung jari
1
dipertemukan dengan ujung
jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut.
Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan
gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.
d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga
dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti
CPS, maka tes ini menyokong diagnosa CPS.
e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila
dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CPS, tes ini menyokong
7
diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif
untuk menegakkan diagnosa CPS.
f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CPS, tes ini menyokong
diagnosa.
g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri
pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
gejala seperti CPS, tes ini menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan
jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak
dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan
mendukung diagnosa.
j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua
titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah
nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan
keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi
nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa CPS.
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
De Krom dkk. Menyatatakan pemeriksaan fisik untuk menegakkan
diagnosis carpal tunnel syndrome kurang memadai, karena itu penderita dengan
tanda dan gejala carpal tunnel syndrome harus dilakukan pemeriksaan
neurofisiologi.6
a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
8
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CPS.
b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal.
Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal
latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi
safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa
laten motorik.
3. Pemeriksaan radiologis ,
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher
berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan
dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.
4. Pemeriksaan laboratorium ,
Bila etiologi CPS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.1
2.7.
1.
Diagnosis Banding
Cervical
radiculopathy.
Biasanya
keluhannya
berkurang
hila
leher
diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Oistribusi gangguan
sensorik sesuai dermatomnya.
2.
lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otototot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan
lengan bawah.
3.
Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di
telapak tangan daripada CPS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak
tangan tidak melalui terowongan karpal.
9
4.
de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor
pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan
yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan
tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor
ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.1
2.8.
Penatalaksanaan
Selain ditujukan langsung terhadap CPS, terapi juga harus diberikan
terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya CPS. Oleh karena
itu sebaiknya terapi CPS dibagi atas 2 kelompok, yaitu :
1. Terapi langsung terhadap CPS
a. Terapi konservatif.
1. Istirahatkan pergelangan tangan.
2. Obat anti inflamasi non steroid.
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3
minggu.
4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg
atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada
lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah
medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan
dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat
dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3
kali suntikan.
5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu
penyebab
CPS
adalah
defisiensi
piridoksin
sehingga
mereka
menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan .
Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian
10
piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila
diberikan dalam dosis besar
7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
b. Terapi operatif.
Tindakan operasi pacta CPS disebut neurolisis nervus medianus pada
pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif atau hila terjadi gangguan sensorik yang berat
atau adanya atrofi otot-otot thenar . Pada CPS bilateral biasanya operasi pertama
dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan
operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak
dilakukan hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar,
sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang
persisten.
Biasanya tindakan operasi CPS dilakukan secara terbuka dengan anestesi
lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik.
Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan
ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada safar
Beberapa penyebab CPS seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis
pacta terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka. Terapi terhadap
keadaan atau penyakit yang mendasari CPS .
Keadaan
atau
penyakit
yang
mendasari
terjadinya
CPS
harus
ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CPS kembali.
Pada keadaan di mana CPS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus
dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CPS
atau mencegah kekambuhannya antara lain :
􀂃 Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral
􀂃 Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh
tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya
menggunakan ibu jari dan telunjuk.
11
􀂃 Batasi gerakan tangan yang repetitif.
􀂃 Istirahatkan tangan secara periodik.
􀂃 Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan memiliki
waktu untuk beristirahat.
􀂃 Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan secara
teratur.
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering
mendasari terjadinya CPS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan
tangan
dan
daerah
sekitarnya,
gagal
ginjal,
penderita
yang
sering
dihemodialisa,myxedema akibat hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise,
kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis,
tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat
menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan
karpal.1
2.9.
Komplikasi
Komplikasi jarang ditemukan setelah tindakan operasi open atau teknik
operasi endoskopi. Komplikasi yang paling sering adalah laserasi nervus, laserasi
pembuluh darah dan laserasi tendon. Laserasi cabang palmar cutaneous dari
nervus medianus dengan nyeri dilaporkan merupakan komplikasi yang paling
sering ditemukan pada teknik operasi open release carpal tunnel syndrome.
Cedera pada nervus tidak dikaitkan dengan skill dan pengalaman dokter
bedah namun dihubungkan dengan prosedur pelaksanaan, anatomi dari carpal
canal dan peralatan yang digunakan.7
2.10.
Prognosis
Pada kasus CPS ringan, dengan terapi konservatif pacta umumnya
prognosa baik. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi
hanya melakukan pada penderita yang sudah lama menderita CPS penyembuhan
post ratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya
rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik
12
dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan
proses perbaikan CPS setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan
maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini :
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus
medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi CPS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas
yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat
adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat,
hiperalgesia, disestesia dan ganggaun trofik. Sekalipun prognosa CPS dengan
terapi konservatif maupun operatif cukup baik ,tetapi resiko untuk kambuh
kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik
konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.1
13
BAB 3
KESIMPULAN
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan tanda dan gejala klinik yang
timbul akibat tekanan terhadap N. Medianus yang berjalan melalui canalis carpi.
Carpal tunnel syndrome merupakan salah satu bentuk neuropathy pada
ekstremitas superior yang menimbulkan efek nyeri pada tangan berupa gangguan
motorik dan sensorik yang dipersarafi oleh N. Medianus
14
DAFTAR PUSTAKA
1.
Aldy S Rambe. 2004. Carpal Tunnel Syndrome. Available from http://
http://tiosijimbo.wordpress.com/2010/10/22/carpal-tunnel-syndrome-cts/
[ Accesed 7th April 2013]
2.
Scott K. Ross. 2008. Carpal Tunnel Syndrome Diagnosis And Treatment.
Availaible
from
:
http://www.disabilitydurations.com/States/oregon/Carpal_Tunnel.pdf
[ Accesed 7th April 2013]
3.
NINDS.
2013.
Carpal
Tunnel
Syndrome.
Available
from
http://www.ninds.nih.gov/disorders/carpal_tunnel/detail_carpal_tunnel.htm
[ Accesed 7th April 2013]
4.
Saeid Khosrawi, Raziyeh Maghrouri. 2012. The prevalence And Severity of
Carpal
Tunnel
Syndrome
During
Pregnancy.
Available
from
:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3544091/
[Accesed 7th April 2013]
5.
Milind Kachare, BS Edward. 2010. Interesting Case: Carpal Tunnel
Syndrome.
Available
from
:
http://www.med.und.edu/users/jwhiting/carpalss.html
[Accesed 7th April 2013]
6.
Moeliono F. 2002. Diagnosis Dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal.
7.
Fuller DA. 2012. Orthopaedic Surgery For Carpal Tunnel Syndrome.
Medscapen
References.
Available
http://emedicine.medscape.com/article/327330-treatment.
[Accesed 7th April 2013]
from
:
Download