TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Pertanian dalam keseharian diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam, dalam arti luas pertanian diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis meliputi bercocok tanam, kehutanan, perikanan dan peternakan (Suratiyah, 2008). Petani mulai ada sejak manusia membutuhkan bahan makanan yang dapat mereka peroleh dengan cara menanam dan merawat tanaman serta memelihara ternak. Pertanian itu sendiri ada jika petani sudah ikut campur tangan dalam mengatur tanaman dan ternak dan memanfaatkannya untuk manusia. Unsur-unsur pertanian antara lain proses produksi, petani, usahatani, dan usahatani sebagai perusahaan. Usahatani (farm) merupakan sebagian dari permukaan bumi dimana petani bercocok tanam atau memelihara ternak. Usahatani pada dasarnya adalah sebidang tanah (Mosher, 1987). Lahan dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, yang penggunaannya meliputi sebagian tubuh bumi yang ada di bawahnya, dan sebagian ruang yang ada diatasnya (Pasal 4 Undang –Undang Pokok Agraria/UUPA). Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan juga dapat Universitas Sumatera Utara diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Lestari, 2009). Kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan berkembangnya struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika disuatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan disekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain disekitarnya untuk menjual lahan (Irawan, 2008). Pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan (Wibowo, 1996). Proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Faktor eksternal yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi, Faktor internal disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga petani, Faktor Universitas Sumatera Utara kebijakan yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian (Lestari, 2009). Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan terhadap aspek pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi, baik kepada investor lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanahnya, maka perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke non pertanian terjadi secara meluas. Tiga kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah: 1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan bagi pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak kebijakan ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan lahan sejak tahun 1989, yang telah berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari ketersediaan infrastruktur ekonomi. 2. Kebijakan pembangunan pemukiman skala besar dan kota baru, maka muncullah spekulan yang mendorong minat para petani menjual lahannya. 3. Kebijakan deregulasi dalam penanaman modal dan perizinan sesuai dengan Paket Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun 1993 memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam pemrosesan dan perizinan lokasi, yang kemudian terjadi peningkatan sangat nyata dalam hal permohonan izin lokasi baik untuk kawasan industri, pemukiman skala besar, maupun kawasan pariwisata (Widjanarko, dkk, 2006). Universitas Sumatera Utara Perluasan areal pertanian secara keseluruhan dari tahun ke tahun relatif kecil. Hal ini terutama selain disebabkan tanah yang potensial untuk lahan pertanian jumlahnya makin terbatas, juga kemampuan modal dan teknologi untuk membuka lahan pertanian baru masih terbatas. Bahkan dibeberapa daerah, terutama di sekitar kota-kota besar, terjadi penciutan lahan pertanian, sebagai akibat dari pemekaran kota dan daerah hunian (Hadiwigeno, 1988). Fauzi (1997) menambahkan sebagian masyarakat adat kehilangan tanah mereka untuk pembangunan industri dan infrastruktur, untuk konsesi hutan, tambang dan untuk proyek real estate komersial. Tanah tidak lagi sekedar dipandang sebagai tujuan produksi ekonomi semata tetapi dilihat juga dari nilai nominalnya di kota, tidak dipungkiri bahwa kegiatan bertani sulit untuk dipertahankan (Setyobudi, 2001). Pada umumnya, tanah perkotaan diperoleh melalui proses alih fungsi tanah pertanian, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta. Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian ini bahkan sering menjadi tidak terkendali (Adisasmita, 2010). Sebagian terbesar dari tanah yang dimutasikan itu berasal dari tanah pertanian yang subur yaitu tanah andalan yang berproduktivitas tinggi. Hal ini terjadi karena tanah pertanian yang subur itu, terletak di daerah padat penduduk (Hadiwigeno, 1988). Konversi lahan pertanian menjadi bentuk penggunaan lainnya tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan sektor tersebut akan membutuhkan lahan yang lebih luas. Apabila lahan tersebut letaknya dekat dengan sumber pertumbuhan ekonomi maka akan bergeser penggunaannya ke bentuk lain. Hal ini terjadi karena land rent persatuan luas Universitas Sumatera Utara yang diperoleh dari aktifitas baru lebih tinggi dari pada yang dihasilkan pertanian (Anwar, 1993). Pengadaan industri merupakan salah satu penyebab alih fungsi lahan pertanian. Penyebaran fasilitas industri bukan berlokasi di daerah pusat kota, tetapi cenderung berkonsentrasi di daerah pinggiran kota dan berkompetisi dengan jenis penggunaan ruang lainnya. Ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi di daerah perbatasan kota. Pertama, daerah tersebut pada mulanya memiliki sifat yang relatif lapang dan lengang, sehingga dengan penempatan lokasi industri disana diasumsikan tidak akan mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu-lintas kota. Kedua, sehubungan dengan kelancaran lalu lintas, lokasi dekat dengan jalan raya menjadi pilihan utama bagi aksesibilitas pengiriman hasil produksi. Ketiga, pintu-pintu gerbang saluran air sungai ke kota berada di daerah tersebut, dimana industri hampir selalu berhubungan dengan sumberdaya air atau sungai (Koestoer, 1997). Konversi dari tanah-tanah pertanian kepada non pertanian telah mencapai tingkatan yang membahayakan usaha swasembada pangan kita, karena makin ciutnya areal pertanian dengan adanya berbagai kegunaan diluar pertanian. Tekanan dari industri, pemukiman telah memaksa sejumlah tanah-tanah yang subur berubah kegunaannya kepada bukan pertanian, demikian pula dari usaha ekspor non migas memaksa sejumlah tanah sawah menjadi non sawah (Parlindungan, 1991). Alih fungsi tanah pertanian adalah gejala yang telah diwaspadai semenjak lebih dari dua puluh tahun yang lalu ternyata tidak semakin surut. Upaya untuk mencegah alih fungsi tanah pertanian itu dilakukan melalui kebijakan pemberian Universitas Sumatera Utara izin lokasi yang sudah terlanjur diberikan maupun yang belum diberikan, disamping perlunya penyempurnaan di beberapa tempat yang terlanjur mencantumkan rencana penggunaan tanah sawah beririgasi untuk penggunaan non pertanian. Karena upaya pencetakan sawah untuk mengimbangi berkurangnya tanah pertanian belum dapat dilihat hasilnya, kiranya monitoring terhadap kebijakan yang telah digariskan perlu diprioritaskan (Sumardjono, 2001). Berbagai upaya untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian telah banyak dilakukan. Beragam studi yang ditujukan untuk memahami proses terjadinya alih fungsi, faktor penyebab, tipologi alih fungsi maupun estimasi dampak negatifnya telah banyak pula dilakukan. Beberapa rekomendasi telah dihasilkan dan sejumlah kebijakan telah dirumuskan. Dari hasil penelusuran pustaka telah ada 11 produk hukum, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, Peraturan Menteri ataupun Keputusan Bersama tingkat Menteri. Akan tetapi sampai saat ini berbagai kebijakan tersebut belum berhasil mencapai sasaran. Efektivitasnya masih terkendala oleh belum terwujudnya konsistensi dalam perencanaan, serta lemahnya koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan (Murniningtyas, 2006). Pemantauan perubahan penggunaan tanah perlu dilakukan karena banyaknya tanah pertanian subur yang berubah menjadi tanah non pertanian. Perlu adanya identifikasi dan analisis pola perilaku perubahan penggunaan tanah dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan hidup, serta adanya tolok ukur, kriteria, dan landasan teknis obyektif untuk pedoman pengendalian penggunaan tanah. Peraturan-peraturan tentang tata guna tanah perlu diadakan untuk mencegah adanya konflik perubahan kepentingan dalam menggunakan tanah, Universitas Sumatera Utara mencegah terjadinya perubahan penggunaan tanah yang tidak terkendali, mencegah terjadinya kerusakan tanah dan keseimbangan alam, mengarahkan penggunaan tanah agar mencapai hasil yang optimal serta tidak mengganggu pengadaan pangan (Hadiwigeno, 1988). Landasan Teori Kajian alih fungsi lahan dapat dilihat dari teori Pusat Pertumbuhan Growth Pole. Tarigan (2005) menyatakan Teori Growth Pole dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun keluar daerah. Perkembangan industri ini selanjutnya akan membutuhkan sejumlah luas lahan yang dikonversikan pemanfaatannya untuk tempat pembangunan. Tipe wilayah seperti ini cenderung mengalami proses konversi lahan yang tinggi. Kemudian secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi. Wilayah ini kemudian akan menjadi magnet berbagai jenis usaha yang memicu laju pembangunan. Teori Growth Pole baik secara fungsional maupun geografis menjelaskan bagaimana terjadinya konversi lahan pertanian ke berbagai penggunaan lain non pertanian terutama di daerah perkotaan. Teori lain yang melandasi penelitian ini adalah Teori Ekstrapolasi atau Trend. Teori ini digunakan untuk melihat proyeksi penggunaan lahan. Tarigan (2005) menyatakan teori ekstrapolasi adalah melihat kecenderungan pertumbuhan Universitas Sumatera Utara di masa lalu dan melanjutkan kecenderungan tersebut untuk masa yang akan datang sebagai proyeksi. Ekstrapolasi mengasumsikan laju pertumbuhan masa lalu akan berlanjut di masa yang akan datang. Metode ini dalam aplikasinya menggunakan Teknik Grafik. Dalam Teknik Grafik, perkembangan di masa lampau digambarkan dalam susunan koordinat, untuk setiap kurun waktu dinyatakan dalam suatu titik pada bidang koordinat tersebut. Susunan titik-titik tersebut dapat dipandang sebagai suatu garis lurus atau lengkung, dan arah garis tersebut diteruskan ke arah masa yang akan datang sebagai proyeksi. Akan tetapi, teknik ini tidak untuk meramalkan angka melainkan hanya kecenderungannya saja. Kerangka Pemikiran Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, pemanfaatan lahan yang semula dipergunakan untuk aktivitas pertanian berangsur-angsur mulai berubah ke banyak pemanfaatan lainnya. Berkembangnya sektor industri, jasa dan property pada era pertumbuhan ekonomi selama tahun 2006-2010, pada umumnya telah memberikan tekanan pada sektor pertanian. Ditambah lagi hal tersebut didorong oleh berbagai faktor seperti faktor eksternal yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi, faktor internal disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga petani, dan faktor kebijakan yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Laju alih fungsi lahan yang terus meningkat ini mengakibatkan terganggunya pasokan pangan dan keseimbangan ekosistem juga menimbulkan masalah-masalah sosial ekonomi. Pembangunan Kota Medan yang diarahkan ke Universitas Sumatera Utara daerah-daerah pinggiran kota mendorong Kecamatan Medan Tuntungan mengalami laju konversi lahan yang tinggi. Lahan yang semula difungsikan sebagai aktivitas non perkotaan diramalkan akan beralih fungsi menjadi lahan perkotaan. Ilustrasi kerangka pemikiran dapat dilihat dari Gambar 1 di bawah ini: Petani Lahan Pertanian Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Mengkonversi Lahan Pertanian Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Mengkonversi Seluruh Lahan Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Mengkonversi dan Sebagian Lahan Mempertahankan Sebagian Lainnya Konversi Lahan Pertanian Laju Konversi Lahan Pertanian Tahun 2006-2010 Dampak Konversi Lahan Pertanian yang dirasakan Petani Proyeksi Konversi Lahan Pertanian Tahun 2015 Dampak Positif Dampak Negatif Keterangan: = mempengaruhi Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Universitas Sumatera Utara Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: 1. Laju konversi lahan pertanian tahun 2006-2010 di daerah penelitian tinggi. 2. Proyeksi luas lahan pertanian lima tahun mendatang di daerah penelitian menurun. Universitas Sumatera Utara