Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Good Corporate Governance
Pada tahun 1997 negara-negara di Asia dilanda krisis moneter dan pada
awal dekade 2000-an perusahaan-perusahaan raksasa di dunia mengalami
kejatuhan. Hasil analisis yang dilakukan banyak organisasi internasional dan
regulator pemerintah menemukan sebab utama dari peristiwa-peristiwa di atas
adalah lemahnya corporate governance di banyak perusahaan, termasuk
perusahaan-perusahaan publik.
Sebagai reaksi terhadap peristiwa-peristiwa di atas berbagai organisasi
internasional,
termasuk
Organization
for
Economic
Co-Operation
and
Development (OECD) dan pemerintahan berbagai negara menciptakan pedoman
standar corporate governance yang dapat diterima dunia bisnis secara
internasional dan nasional.
Kata governance diambil dari kata latin gubernance yang artinya
mengarahkan dan mengendalikan. Dalam ilmu manajemen bisnis kata tersebut
diadaptasi menjadi corporate governance dan diartikan sebagai upaya
mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) kagiatan organisasi,
termasuk perusahaan.
Konsep corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini relatif
berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru
dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam
kelompok OECD mempraktikkan pada tahun 1999.
Di Indonesia standar corporate governance dikeluarkan oleh komite
nasional Indonesia tentang corporate governance policies yang disebut dengan
Indonesian Code For Good Corporate Governance. Kode good corporate
governance tersebut dikeluarkan pada bulan April 2001 yang bertujuan
menyajikan pedoman kepada masyarkat bisnis Indonesia tentang bagaimana
mereka menerapkan good corporate governance di perusahaan-perusahaan
18
mereka. Kinerja perusahaan Indonesia yang menerapkan prinsip-prinsip good
corporate governance diharapkan akan lebih baik dibandingkan dengan
perusahaan yang tidak menerapkannya.
2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance
Ada banyak definisi mengenai good corporate governance, di bawah ini
diajukan tiga definisi good corporate governance yang masing-masing
dikemukakan oleh OECD, FCGI, dan BUMN.
OECD adalah organisasi internasional yang beranggotakan 30 negara di
Eropa, Amerika, Australia, dan Asia. Organisasi ini bertujuan membantu negaranegara anggota dan non-anggota mereka dalam upaya meningkatkan kehidupan
ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan perdagangan internasional. Definisi
good corporate governance menurut OECD adalah sebagai berikut :
“Corporate governance is the system by which business corporation are directed
and controlled. The Corporate Governance Structure specifies the distribution of
rights and responsibilities, among different participant in the corporation, such
as, the board, manager, shareholders, and other stakeholder, and spells out the
rules and procedures for making decisions on corporate of affairs. By doing this,it
also prvidesthe structure through which the company objectives are set, and the
means of attaining those objectives and monitoring performance.”
Definisi lain yang diutarakan oleh Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI) yaitu :
“Corporate governance can be defined as a set of rules that define relationship
between shareholders, manager, creditors, the government, employees and other
internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities,
or the system by which companies are directed and controlled. The objective of
corporate governance is to create added value to the stakeholders.”
Berdasarkan Surat Edaran Meneg. PM & P. BUMN No. S. 106/M.PM
P.BUMN/2000, tanggal 17 April 2000 tentang Kebijakan Penerapan Good
Corporate Governance, good corporate governance diartikan sebagai berikut :
19
“Good corporate governance adalah suatu hal yang berkaitan dengan
pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya perusahaan,
etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi perusahaan
yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan,
pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif, dan
pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders
lainnya.”
Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep.
117/MMBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002, corporate governance adalah :
“Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya berlandaskan peraturan perundangan dan nilainilai etika.”
Dari banyak pengertian itu, I Nyoman Tjagor menyimpulkan good
corporate governance dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mengelola
perusahaan agar lebih efisien dan profitable namun tetap memperhatikan
perlindungan terhadap pemegang saham (Yada Braguna, 2000).
Istilah corporate governance berbeda dengan good management. Apabila
good management diartikan sebagai pengelolaan yang baik maka good corporate
governance diartikan sebagai cara pengelolaan yang melibatkan hubungan dengan
berbagai pihak untuk menentukan arah dan kinerja perusahaan (David Melvill,
Media Akuntansi 2000).
Robert K. Mueller, 1981 menggambarkan perbedaan tersebut (Tricker,
1994) sebagai berikut :
“...Governance is concerned with the intrinsic nature, purpose, integrity and
identify of the institution with a primary focus on the entity’s relevance,
continuity, and fudiciary aspects. Governance involves monitoring and overseeing
strategic direction, socio economic and cultural context, externalities and
constituenties of the institution.”
20
“Management on the other hand is more of a hands on activity. In its traditional
sense, management can be characterized as conducting and supervising action
with the judicious use of means to accomplish certain ends. Management
primarily focuses on specific goal attainment over a definite time frame and in
prescribed organization.”
2.1.2 Sejarah Good Corporate Governance
Pertanggungjawaban pelaksanaan kepada pemilik telah lama dikenal
dalam agency theory dan stewardship theory, kemudian dikembangkan dalam
Teori Birokrasi Webber (dikutip oleh Media Akuntansi 2000). Dalam sejarah
peradaban dunia bisnis, good corporate governance sudah dipraktekkan di
lingkungan perusahaan-perusahaan di Amerika kurang lebih 200 tahun yang lalu.
Pada masa itu, agar perusahaan mempunyai kinerja yang baik serta memberikan
keuntungan yang maksimal kepada pemegang sahamnya maka perusahaan
dikelola seperti halnya mengelola suatu negara (Little Republic). Oleh karena itu,
seringkali perusahaan disebut suatu miniatur negara. Pola good corporate
governance kemudian diikuti oleh negara-negara di Eropa hingga seluruh dunia
(Yada Braguna, 2000).
Tricker mengemukakan agency theory adalah salah satu teori yang dapat
menggambarkan corporate governance. Perusahaan ditampilkan sebagai suatu
kontrak antara pemilik dan agen, dimana pemegang saham sebagai pemilik dan
para direktur sebagai agennya. Agency theory menyatakan bahwa agen dalam hal
ini akan bekerja sekehendak dirinya secara rasional, bukan dengan bijaksana, arif
serta adil dan asumsi lainnya yang terdapat dalam stewardship theory yang
memandang manajemen dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya
bagi kepentingan publik maupun stakeholder. Oleh karena itu checks and
balances diperlukan tentunya dengan tidak bisa menghindari biaya agensi untuk
menghindari potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) (Jensen and
Meckling, 1976).
21
2.1.3 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
OECD, seperti yang dikutip oleh FCGI menguraikan ada 4 unsur penting
dalam good corporate governance yaitu : fairness (keadilan), transparency
(transparansi),
accountability
(akuntabilitas),
dan
responsibility
(responsibilitas/pertanggungjawaban).
a. Fairness (Keadilan)
Fairness (keadilan) dimaksudkan untuk menjamin perlindungan hakhak pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan para
pemegang saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para
investor.
Hak-hak pemegang saham utamanya adalah :
1. Hak untuk menghindari dan memberikan suara dalam suatu RUPS,
berdasarkan ketentuan : satu saham memberi kepada pemegangnya untuk
satu suara.
2. Hak untuk memperoleh informasi material mengenai perseroan secara
tepat waktu dan teratur agar memungkinkan bagi seorang pemegang
saham untuk membuat suatu keputusan penanaman modal berdasarkan
informasi yang dimilikinya mengenai perseroan.
3. Hak untuk menerima sebagian dari keuntungan perseroan yang
diperuntukkan bagi pemegang saham, sebanding dengan jumlah saham
yang dimilikinya dalam perseroan, dalam bentuk dividen dan pembagian
keuntungan lainnya.
Keadilan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dapat dilaksanakan dengan :
1. Kesetaraan dalam pemuasan keluhan.
2. Kesamaan dalam memperoleh informasi tentang perusahaan.
3. Pelarangan insider trading serta kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
Fairness ini berkaitan dengan kewajiban suatu perusahaan untuk
menciptakan kejelasan hak-hak pemegang saham, sistem hukum dan
penegakan peraturan-peraturan yang melindungi hak-hak pemodal. Hal yang
lebih ditekankan lagi dalam konteks fairness ini adalah perlindungan yang adil
22
dan wajar terhadap pemegang saham minoritas dari praktik-praktik insider
trading yang merugikan.
b. Tranparency (Transparansi)
Transparansi mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat
waktu, serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan
keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan. Hal-hal yang
seharusnya diungkapkan (tidak terbatas pada yang material) :
1. Financial and operating result.
Laporan keuangan yang sudah diaudit adalah sumber untuk memonitor
kinerja keuangan dan meletakkan dasar bagi penilaian asset sekuritas.
Diskusi manajemen dan analisis operasi kadang juga menyertai laporan
keuangan. Pengungkapan hal-hal di atas akan bermanfaat bagi investor.
2. Tujuan perusahaan.
Tujuan perusahaan harus disosialisasikan kepada lingkungan bisnis dan
masyarakat umum. Informasi ini mungkin penting bagi investor dan
pengguna lainnya untuk mengevaluasi hubungan perusahaan dengan
komunitas tempat mereka beroperasi dan langkah-langkah yang akan
diambil perusahaan untuk mencapai tujuannya.
3. Kepemilikan saham.
Salah satu hak investor adalah mendapatkan informasi tentang struktur
kepemilikan perusahaan hingga hak-hak pemilik perusahaan. Maka
pengungkapan yang diperlukan adalah data pemegang saham mayoritas,
hak-hak voting khusus, persetujuan pemegang saham lainnya.
4. Anggota dewan eksekutif dan gaji mereka.
Pasar membutuhkan informasi ini untuk mengevaluasi kinerja dan
kualifikasi anggota dewan serta mengukur berapa besar potensi konflik
kepentingan akan mempengaruhi keputusan mereka. Pengungkapan gaji
dewan eksekutif adalah untuk mengukur biaya dan manfaat dari rencana
gaji tersebut serta kontribusi apa yang didapat dari tunjangan seperti stock
option bagi kinerja dewan.
23
5. Faktor-faktor risiko yang dapat diduga material.
Informasi mengenai hal ini misalnya risiko yang timbul dari wilayah
geografis, ketergantungan atas komoditas tertentu, risiko tingkat suku
bunga, risiko transaksi derivatif dan transaksi off-balance dan risiko
kerusakan lingkungan hidup.
6. Isu-isu yang meterial yang berkenaan dengan kepegawaian dan pihakpihak yang berkepentingan lainnya.
Isu-isu meterial adalah isu-isu yang dapat mempengaruhi kinerja
perusahaan. Hal-hal yang diungkapkan misalnya hubungan antara
karyawan manajemen dan hubungan dengan stakeholders.
7. Struktur pengendalian kebijakan.
Perusahaan harus mengungkapkan bagaimana mereka mewujudkan good
corporate governance, untuk mengukur hasil pencapaian good corporate
governance :
a). Setiap informasi yang diungkapkan haruslah disiapkan, diaudit
terlebih dahulu agar mempunyai standar kualitas yang tinggi.
b). Audit tahunan harus dilaksanakan auditor independen untuk
memberikan informasi yang independen bagi pihak eksternal.
c). Jalur penyebaran informasi harus
mencerminkan keadilan,
ketepatan waktu dan efisiensi biaya agar informasi relevan.
Transparansi ini berkaitan dengan kewajiban suatu perusahaan untuk
menyediakan informasi yang objektif, akurat, dan tepat waktu kepada
shareholder, ini merupakan sebuah sikap etis karena dengan itu pihak-pihak
yang berkepentingan seperti kreditor, pemasok atau konsumen dapat
mengetahui dengan lebih pasti risiko yang terjadi ketika melaksanakan
transaksi dengan perusahaan tersebut.
c. Accountability (Akuntabilitas)
Accountability (akuntabilitas) dimaksudkan agar setiap langkah yang
diambil
manajemen
dipertanggungjawabkan.
dalam
mengelola
Kerangka
kerja
good
perusahaan
corporate
dapat
governance
memastikan sistem pengendalian strategis dan monitoring berjalan dengan
24
baik serta memastikan akuntabilitas dewan eksekutif pada perusahaan,
pemegang saham dan stakeholders. Dewan bertanggung jawab untuk
memantau kinerja dan percapaian target return bagi pemegang saham, dan
juga mencegah berlarutnya konflik kepentingan serta menjaga kompetisi yang
fair dalam perusahaan. Agar akuntabilitas ini efektif, dewan harus menjaga
independensinya dari manajemen. Tanggung jawab dewan lainnya adalah
memastikan ditaatinya hukum, pajak, etika, dan lainnya.
Beberapa karakteristik accountability (akuntabilitas) adalah :
1. Anggota dewan harus bertindak didasari informasi yang lengkap.
2. Bila keputusan dewan memiliki pengaruh yang berbeda-beda di antara
pemegang saham, maka harus memuaskan keluhan pemegang saham.
3. Dewan harus menjamin ketaatan atas hukum yang diterapkan dan
perlindungan terhadap pemegang saham.
4. Dewan harus memenuhi beberapa fungsi :
a). Melakukan review atas strategi perusahaan, pelaksanaan rencana
utama, kebijakan risiko, anggaran tahunan dan rencana bisnis,
pemantauan kinerja perusahaan dan mengawasi harta utama,
pembelanjaan dan akuisisi.
b). Menyeleksi, memberikan penghargaan, memantau hingga bila
dibutuhkan mengawasi succession planning.
c). Melakukan review tas gaji eksekutif dan memastikan proses
pencalonan anggota dewan terbuka.
d). Memantau dan mengelola konflik kepentingan dari manajemen,
dewan dan pemegang saham termasuk penyalahgunaan harta dan
penyalahgunaan hubungan transaksi dengan berbagai pihak.
e). Memastikan integritas dari sistem pelaporan akuntansi dan
keuangan perusahaan, melakukan audit yang independen, dan
sistem pengendalian yang tepat berada di tempatnya. Di sisi lain
sistem pemantauan risiko dan pengendali keuangan harus taat pada
hukum.
f). Mengawasi proses transparansi dan komunikasi.
25
5. Dewan harus mampu menggunakan pertimbangan yang objektif.
Akuntabilitas ini berkaitan dengan kewajiban sebuah perusahaan untuk
menciptakan sistem yang kondusif bagi pengawasan efektif, yaitu dengan
menyeimbangkan kekuasaan antara pemegang saham, komisaris, direksi dan
auditor. Dalam konteks ini ada pembatasan kekuasaan antara direksi dan
komisaris. Direksi hanya berwenang melaksanakan tugas-tugas operasional
sehari-hari. Sementara komisaris sebagai representasi para pemegang saham
yang bertugas dalam bidang pengawasan. Kedua tugas yang berbeda ini tidak
bisa dicampuradukkan.
I Ketut Mardjana (2002) menulis akuntabilitas merupakan salah satu
pokok untuk mengatasi agency problem yang timbul antara pemegang saham
dengan manajemen atau manajemen dengan stakeholder. Masing-masing
organ perusahaan sudah semestinya mengetahui dan menyadari sepenuhnya
hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing.
Akuntabilitas mencerminkan aplikasi sistem internal check and
balance yang mencakup praktik-praktik audit yang sehat. Dengan demikian
akuntabilitas akan tercapai dengan terciptanya pengawasan yang efektif yang
mendasarkan pada keseimbangan kekuasaan antara pemegang saham,
komisaris, dan direksi. Direksi bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pengawasan dan jalannya perusahaan. Dalam konteks ini hubungan antara
komisaris dan direksi secara implisit merupakan salah satu domain dari
corporate governance yang seharusnya ditegakkan secara baik. Sementara itu
RUPS merupakan acuan dari kerja komisaris dan direksi. Dengan demikian,
kunci terciptanya good corporate governance adalah berfungsinya organorgan perusahaan, RUPS, komisaris, dan direksi secara efektif. Oleh karena
itu sistem yang merupakan hubungan struktural antara ketiga organ
perusahaan tersebut perlu dilaksanakan sesuai dengan fungsi masing-masing
dan mengacu pada aturan perundangan yang ada dan dengan tetap
berlandaskan pada norma-norma yang layak.
26
d. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Responsibility (pertanggungjawaban) dimaksudkan untuk memastikan
dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan
dipatuhinya nilai-nilai sosial.
Salah satu prinsip tanggung jawab dari dewan (responsibilities of the
board) OECD adalah bahwa dewan harus menjamin ketaatan atas undangundang atau peraturan yang berlaku dan memperhatikan kepentingan
stakeholders. Tanggung jawab komisaris antara lain :
1. Mengembangkan strategi usaha, termasuk di dalamnya memonitor jadwal,
anggaran, dan efektivitas strategi tersebut.
2. Memastikan bahwa perusahaan mempekerjakan eksekutif dan manajer
yang terbaik.
3. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, pengendalian, dan
sistem audit yang memadai dan berfungsi dengan baik.
4. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum positif yang berlaku
ataupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam operasinya.
5. Mencegah dan mengelola krisis dalam perusahaan.
Archie B. Carol dalam Zaim (2000) seperti yang dikutip oleh Yada
Braguna (2000), mempertimbangkan suatu konsep piramida tanggung jawab
sosial perusahaan. Piramida ini terdiri dari empat tanggung jawab perusahaan :
1. Tanggung
jawab
ekonomis.
Ringkasnya
perusahaan
haruslah
menghasilkan laba.
2. Tanggung jawab legal. Ini berarti dalam mencapai tujuannya mencari laba,
sebuah perusahaan harus menaati hukum. Upaya memperoleh laba yang
melanggar hukum harus ditentang.
3. Tanggung jawab etis. Ini berarti perusahaan berkewajiban menjalankan hal
yang baik, benar, dan adil. Norma-norma masyarakat perlu menjadi
rujukan bagi langkah-langkah bisnis perusahaan.
4. Tanggung jawab filantropis. Ini mensyaratkan perusahaan untuk memberi
kontribusi kepada publik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan.
27
Menurut Abitizal Bakrie, sebuah perusahaan harus memenuhi dan
mematuhi hukum dan undang-undang yang berlaku. Termasuk di dalamnya
pemeliharaan lingkungan hidup, hak-hak konsumen, ketenagakerjaan dan lain
sebagainya. Dalam konteks responsibility sebuah perusahaan tidak tegak
secara terisolasi dari berbagai kepentingan sosial budaya dan politik
kelompok-kelompok lain (stakeholder) melainkan terintegrasi di dalamnya. Di
sini, sebuah perusahaan tidak hanya harus bertanggung jawab terhadap mereka
yang berhubungan secara langsung tetapi juga terhadap mereka yang tidak
berhubungan secara langsung dengan perusahaan.
I Ketut Mardjana (2002) menulis responsibilitas mencakup hal-hal
yang terkait dengan pemenuhan kewajiban sosial perusahaan sebagai bagian
dari masyarakat antara lain melalui pengembangan masyarakat lingkungan
(comunity development). Terkait pula dengan prinsip responsibilitas adalah
pertanggungjawaban direksi atas aspek-aspek manajerial perusahaan, seperti
sasaran dalam mencapai cost efficiency, peningkatan daya saing, menggali
setiap potensi memperoleh data dan sebagainya.
OECD menciptakan prinsip-prinsip good corporate governance dengan
harapan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan internasional bagi para
pemimpin negara, investor, perusahaan, dan para stakeholders perusahaan
(termasuk pemegang saham), baik di negara-negara anggota OECD maupun bagi
negara-negara
non-anggota.
Prinsip-prinsip
corporate
governance
yang
diterbitkan OECD itu mencakup hal-hal berikut :
1. Landasan hukum.
Menurut OECD apabila pemerintah suatu negara menginginkan prinsipprinsip good corporate governance diterapkan secara efektif di negaranya,
mereka wajib membangun landasan hukum yang memungkinkan hal itu
terjadi. Landasan hukum tersebut antara lain berupa penciptaan undangundang tentang perseroan terbatas, undang-undang perburuhan, undangundang tentang kredit perbankan, ketentuan tentang standar akuntansi
keuangan dan standar audit, serta syarat dan prosedur pendaftaran saham
perusahaan di bursa efek.
28
2. Hak pemegang saham.
Pemegang saham mempunyai hak-hak tertentu. OECD menyarankan hakhak tersebut dilindungi, baik secara hukum maupun oleh masing-masing
perusahaan.
3. Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham.
Perusahaan wajib menjamin perlakuan yang adil terhadap semua
pemegang saham perusahaan, termasuk pemegang saham minoritas dan
pemegang saham perusahaan asing. Pemegang jenis saham yang sama
wajib mendapat jaminan memperoleh perlakuan yang sama. Sebelum
membeli saham yang diperdagangkan di bursa efek, setiap investor berhak
mendapatkan informasi tentang hak dan perlindungan terhadap saham
yang mereka beli.
4. Peranan the stakeholders.
OECD juga menyarankan adanya perlindungan hak dan kepentingan para
anggota the stakeholders non-pemegang saham. Hal itu disebabkan karena
keberhasilan operasi bisnis perusahaan ditentukan oleh hasil kerjasama
para anggota the stakeholders, termasuk para pemegang saham, karyawan,
kreditur, pelanggan dan para pemasok layanan jasa, bahan baku dan bahan
pembantu.
5. Prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan.
Menurut OECD, Board of Directors perusahaan wajib melaporkan kepada
pemegang saham secara akurat, transparan, dan tepat waktu, hal-hal yang
bersangkutan dengan kondisi keuangan, perubahan kepemilikan, kinerja
bisnis,
dan
hal-hal
penting
lainnya
yang
dapat
mempengaruhi
kelangsungan hidup perusahaan.
6. Tanggung jawab dewan pengurus.
Board of Directors bertanggung jawab atas kepatuhan perusahaan yang
mereka kelola terhadap undang-undang atau ketentuan hukum yang
berlaku. Termasuk undang-undang tentang perpajakan, perburuhan,
persaingan, perkreditan, lingkungan hidup, dan keselamatan kerja.
29
Pada bulan April 2001 Komite Nasional Indonesia tentang Corporate
Governance Policies mengeluarkan the Indonesian Code for Good Corporate
Governance bagi masyarakat bisnis Indonesia. Dalam Indonesian Code for Good
Corporate Governance antara lain dimuat hal-hal yang bersangkutan dengan :
1. Perlindungan hak pemegang saham.
Sesuai dengan ketentuan Indonesian Code for Good Corporate
Governance hak dan kepentingan para pemegang saham perusahaan wajib
dilindungi. Termasuk dalam hak pemegang saham, menurut Indonesian
Code for Good Corporate Governance adalah menghadiri rapat pemegang
saham dan mengeluarkan pendapat tentang keputusan-keputusan rapat,
memperoleh informasi tentang perusahaan secara regular dan tepat waktu,
dan secara proposional sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki,
menerima dividen.
2. Dewan Komisaris.
Fungsi utama dewan komisaris menurut Indonesian Code for Good
Corporate Governance adalah memberikan supervisi kepada direksi dalam
menjalankan tugasnya. Dewan komisaris juga berkewajiban memberikan
pendapat dan saran apabila diminta olah direksi. Paling sedikit 20% dari
seluruh anggota dewan komisaris wajib diisi oleh outside directors, yaitu
mereka yang tidak ikut secara langsung dalam pengelolaan kegiatan
perusahaan sehari-hari.
3. Direksi.
Tugas utama direksi menurut Indonesian Code for Good Corporate
Governance adalah mengelola perusahaan secara keseluruhan. Semua
anggota direksi mempunyai kewajiban menerapkan prinsip-prinsip good
corporate governance.
4. Sistem Audit.
Dewan komisaris diwajibkan membentuk sebuah komite audit, yang
anggotanya dipilih dari para dewan komisaris dan dari luar perusahaan.
Tugas komite audit antara lain adalah meningkatkan mutu transparansi
pengungkapan laporan keuangan perusahaan, meninjau ruang lingkup
30
akurasi, efektifitas, pembiayaan, dan independensi eksternal auditors yang
mengaudit laporan keuangan perusahaan, dan menyiapkan surat penetapan
tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun yang bersangkutan.
5. Sekertaris Perusahaan.
Tugas utama sekertaris perusahaan adalah menjaga perusahaan selalu
mematuhi
ketentuan-ketentuan
pengungkapan
hukum
informasi perusahaan
yang
berkaitan
dengan
secara transparan. Sekertaris
perusahaan juga bertugas secara periodik menyajikan data dan informasi
yang bersangkutan dengan pelaksanaan tugas para anggota dewan
komisaris dan direksi. Dalam melakukan tugasnya sehari-hari mereka
bertanggung jawab kepada direksi perusahaan.
6. The Stakeholders.
Dalam rangka melindungi hak dan kepentingan para stakeholders,
perusahaan wajib menyampaikan informasi penting perusahaan kepada
mereka yang berkepentingan secara proposional. Hendaknya perusahaan
bekerjasama dengan stakeholders demi tercapainya manfaat yang
dikehendaki bersama.
7. Prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan.
Salah satu sarana yang dipergunakan untuk mengungkapkan informasi
perusahaan secara transparan kepada para pemegang saham, kreditur,
investor, dan pemerintah yang bersangkutan adalah laporan tahunan. Di
samping laporan keuangan, disarankan perusahaan juga mengungkapkan
informasi non-keuangan yang diperlukan investor institusional, pemegang
saham, dan kreditur untuk mengambil berbagai macam keputusan.
8. Prinsip Kerahasiaan.
Para anggota dewan komisaris dan direksi berkewajiban memegang teguh
kerahasiaan perusahaan. Kerahasiaan tersebut wajib tetap dipegang teguh
walaupun mereka sudah tidak menjabat komisaris atau direksi lagi.
9. Etika Bisnis dan Korupsi.
Dewan komisaris, direksi, dan karyawan perusahaan disarankan tidak
memberikan atau menawarkan (secara langsung atau tidak langsung)
31
hadiah kepada pelanggan atau pejabat pemerintah, dengan tujuan untuk
mempengaruhi mereka untuk bertindak yang menyimpang dari ketentuan
hukum yang berlaku.
10. Perlindungan Terhadap Lingkungan.
Direksi wajib menjaga agar perusahaan dan sarana produksinya selalu
mematuhi ketentuan hukum yang bersangkutan dengan perlindungan
lingkungan hidup dan kesehatan, baik perlindungan bagi karyawan
maupun masyarakat sekitar.
2.1.4 Tujuan Good Corporate Governance
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai
tujuan yang ingin dicapai dari penerapan good corporate governance yaitu :
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders.
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau board of
directors dan manajemen perusahaan.
5. Meningkatkan hubungan board of directors dan manajemen perusahaan.
Tujuan pertama dan kedua good corporate governance adalah melindungi
hak dan kepentingan pemegang saham dan stakeholders non pemegang saham
dari penyalahgunaan jabatan manajemen perusahaan, Chief Executive Officer
(CEO) dan board of directors.
Tujuan ketiga good corporate governance adalah meningkatkan nilai
perusahaan dan para pemegang sahamnya. Peningkatan nilai perusahaan antara
lain ditandai oleh peningkatan nilai modal sendiri mereka. Modal sendiri adalah
sumber dana perusahaan yang dimiliki para pemegang saham. Modal sendiri
terdiri dari modal disetor dengan saldo laba. Semakin besar jumlah modal sendiri
dari tahun ke tahun semakin tinggi pula nilai perusahaan. Peningkatan jumlah
modal sendiri dari tahun ke tahun dapat meningkatkan kepercayaan para investor
dan kreditur untuk menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan. Juga
32
dapat meningkatkan citra perusahaan dan para pemegang sahamnya di mata
pelanggan, masyarakat, karyawan, dan perusahaan-perusahaan saingan.
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau board of
directors dan manajemen perusahaan merupakan tujuan lain good corporate
governance. Dalam perusahaan dengan good corporate governance, chairman
dan para anggota board of directors secara kolektif maupun individual
mempunyai pengetahuan yang dalam tentang bidang usaha perusahaannya.
Dengan demikian mereka dapat membimbing anggota manajemen perusahaan
secara lebih efektif. Mereka juga lebih mengenal lingkungan eksternal bisnis
perusahaannya. Dalam good corporate governance, board of director dapat
bersikap independen terhadap setiap kebijaksanaan yang disusun, dan tidakan
penting yang dilakukan chief executive officer atau managing director.
Dalam good corporate governance para anggota board of directors
mempunyai motivasi tinggi untuk mempertimbangkan faktor risiko dan manfaat
terbaik bagi perusahaannya atas setiap keputusan penting yang akan mereka
ambil. Contoh keputusan penting itu adalah memperluas kegiatan bisnis
perusahaan atau melakukan merger dengan perusahaan lain. Mereka juga bersedia
meluangkan waktu secukupnya untuk menganalisis hal-hal yang bersangkutan
dengan keputusan itu, menyediakan waktu secukupnya untuk mempersiapkan diri
menghadiri rapat-rapat dewan pengurus. Good corporate governance mendorong
para
anggota
board
of
directors
dan
manajemen
perusahaan
selalu
mengetengahkan etika bisnis dan moral, ketentuan hukum yang berlaku dan
kepentingan masyarakat dalam setiap tindakan dan keputusan penting mereka.
2.1.5 Manfaat Good Corporate Governance
Dengan melaksanakan good corporate governance, ada beberapa manfaat
yang bisa dipetik. Menurut FCGI manfaat tersebut antara lain :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
33
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak
rigid (karena factor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan
corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen. Khusus bagi
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan dapat membantu penerimaan
bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terutama dari
hasil privatisasi.
5. Biaya modal (cost of capital) yang lebih rendah.
Selain manfaat tersebut masih banyak manfaat yang akan diperoleh dari
penerapan good corporate governance. Iman Sjahputra Tunggal dan Amin
Widjaja Tunggal (2002 : 9), mengemukakan manfaat dari penerapan good
corporate governance antara lain :
1. Perbaikan dalam komunikasi;
2. Memperkecil potensial benturan (konflik kepentingan);
3. Fokus pada strategi-strategi utama;
4. Peningkatan dalam produktifitas dan efisiensi;
5. Menjaga going concern perusahaan;
6. Promosi citra perusahaan;
7. Peningkatan kepuasan pelanggan;
8. Perolehan kepercayaan investor;
9. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan.
Beberapa praktisi dan pengamat merangkumnya sebagai berikut :
1. Entitas bisnis akan menjadi lebih efisien.
2. Meningkatkan kepercayaan publik.
3. Menjaga going concern perusahaan.
4. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan.
5. Meningkatkan produktifitas.
6. Mengurangi distorsi (management risk).
34
Sedangkan menurut pengamat manajemen Adji Suratman, manfaat
langsung yang dapat dirasakan perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip
good corporate governance adalah meningkatnya produktifitas dan efisiensi
usaha. Sementara pengamat lain berpendapat bahwa dengan menerapkan good
corporate
governance,
kemampuan
operasional
perusahaan
dan
pertanggungjawaban kepada publik akan meningkat. Selain itu juga akan
memperkecil praktik KKN dan konflik kepentingan.
Badan pengelola pasar modal di banyak negara menyatakan penerapan
corporate governance di perusahaan-perusahaan publik secara sehat, telah
berhasil mencegah praktek pengungkapan laporan keuangan perusahaan kepada
pemegang saham, investor, dan pihak lain yang berkepentingan secara tidak
transparan. Mereka juga mengutarakan board of directors perusahaan-perusahaan
yang menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance dapat melakukan
bimbingan kepada manajemen perusahaan mereka secara lebih efektif. Good
corporate governance dapat membantu board of directors mengarahkan dan
mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan
pemiliknya.
Manfaat optimal good corporate governance tidak sama dari satu
perusahaan dengan perusahaan yang lain, bahkan pada perusahaan-perusahaan
publik sekalipun. Karena perbedaan faktor-faktor internal perusahaan, termasuk
riwayat hidup perusahaan, jenis usaha bisnis, jenis risiko bisnis, struktur
permodalan dan manajemennya, manfaat yang dapat diperoleh secara optimal
oleh suatu perusahaan belum tentu dapat diperoleh secara penuh oleh perusahaan
yang lain. Oleh karena itu guna mencapai manfaat yang optimal, seringkali
diperlukan modifikasi penerapan prinsip-prinsip good corporate governance
dalam suatu perusahaan.
2.1.6 Pihak-Pihak yang Berperan dalam Good Corporate Governance
Upaya melakukan good corporate governance dapat dilakukan jika
masing-masing pihak dalam perusahaan menyadari perannya untuk mewujudkan
good corporate governance.
35
a. Shareholders
Pemegang saham yang memiliki kepentingan pengendalian dalam
perseroan harus menyadari tanggung jawabnya pada saat ia menggunakan
pengaruhnya atas manajemen perseroan, baik dengan menggunakan hak suara
mereka atau dengan cara lain. Campur tangan dalam manajemen perseroan yang
melanggar hukum harus ditanggulangi dengan cara meningkatkan keterbukaan
perseroan dan akuntabilitas manajemen perseroan serta pada akhirnya harus
diselesaikan melalui proses hukum yang berlaku. Pemegang saham minoritas juga
mempunyai tanggung jawab serupa, yaitu mereka tidak boleh menyalahgunakan
hak mereka menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Dewan Komisaris
Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan
direksi dan memberikan nasihat kepada direksi jika dipandang perlu oleh dewan
komisaris. Untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tugas tersebut
sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan, dewan komisaris dapat
menggunakan jasa penasihat profesional yang mandiri dan atau membentuk
komite khusus. Setiap anggota dewan komisaris harus berwatak amanah dan
mempunyai pengalaman dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan
tugasnya.
c. Dewan Direksi
Direksi
bertugas
untuk
mengelola
perseroan.
Direksi
wajib
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham
melalui RUPS. Untuk membantu pelaksanaan tugasnya sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkannya, direksi dapat menggunakan jasa profesional yang
mandiri sebagai penasihat. Setiap anggota direksi haruslah orang yang berwatak
baik dan berpengalaman untuk jabatan yang didudukinya.
Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan baik demi kepentingan
perseroan dan direksi harus memastikan agar perseroan melaksanakan tanggung
jawab sosialnya serta memperhatikan kepentingan dari berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
36
d. Senior Manajemen
1. Akuntan Manajemen
a). Merancang sistem informasi atas penilaian kinerja masa lalu dan
aktivitas masa depan yang disetujui atau direncanakan.
b). Merancang dan menerapkan system internal control yang berperan
sebagai dewan penjamin.
c). Menjamin bahwa pendelegasian kewenangan ditaati.
d). Mengawasi dan mengevaluasi biaya-biaya serta manfat-manfaat
dari aktivitas utama.
2. Auditor Internal
a). Membantu dewan dalam menilai risiko utama dan memberi nasihat
pada pihak manajemen.
b). Mengevaluasi system internal control dan bertanggung jawab
kepada komite audit.
c). Menelaah peraturan corporate governance minimal 1 tahun sekali.
e. Komite Audit
Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional yang
independen kepada dewan komisaris tehadap laporan atau hal-hal yang
disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris serta mengidentifikasi hal-hal
yang memerlukan perhatian komisaris antara lain meliputi :
1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan
perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan
lainnya.
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.
3. Melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh
Akuntan Publik untuk memastikan semua risiko yang penting telah
dipertimbangkan.
37
2.1.7 Langkah-Langkah Penerapan Prinsip Good Corporate Governance
Langkah-langkah dalam menerapkan good corporate governance adalah :
1. Mengkomunikasikan gagasan kepada segenap komponen perusahaan oleh
pemerkarsa. Pemerkarsa terlebih dahulu harus mendapat dukungan penuh
dari eksekutif puncak, dewan komisaris dan pemegang saham perusahaan.
2. Mengganti konsep dan wawasan tentang praktik-praktik pengelolaan yang
sehat.
3. Melakukan penilaian terhadap sistem. Metode yang dilakukan dapat
melalui proses audit, penilaian struktur organisasi, pembagian tugas,
penilaian kinerja dan fungsi-fungsi pengambilan keputusan strategis dalam
perusahaan.
4. Melakukan analisis dan kajian, dan pendalaman mengenai kriteria good
corporate governance dalam perusahaan.
5. Menerapkan sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama.
6. Melakukan evaluasi.
2.1.8 Problematika Penerapan Prinsip Good Corporate Governance
Beberapa isu pokok yang dicakup dalam implementasi good corporate
governance meliputi :
1. Hak-hak pemegang saham dan prosedur RUPS, Dewan Komisaris, dan
Direksi;
2. Bagaimana fungsi, komposisi, kepatuhan, rapat-rapat,
mekanisme
pengangkatan dan sistem audit;
3. Bagaimana fungsi auditor eksternal, komite audit;
4. Kerahasiaan informasi perusahaan dan keterbukaan informasi;
5. Manajemen risiko;
6. Perlindungan stakeholders;
7. Keterbukaan informasi yang material, termasuk keakurasian, ketepatan
waktu, kejelasan dan komparabilitas, serta informasi orang dalam (insider
information).
38
Menurut
FCGI,
problemetika
dan
implementasi
good
corporate
governance meliputi :
1. Konsentrasi pemilikan dan kecenderungan hubungan afiliasi.
2. Conflict of interest (agency problem).
3. Dewan Komisaris tidak efektif.
4. Law enforcement lemah.
5. “Kerjasama” perusahaan dengan pihak profesional (termasuk auditor)
yang memeriksa perusahaan.
Berdasarkan survey yang dilakukan (seperti oleh Asian Corporate
Governance Association/ACGA, Pricewaterhouse Coopers. Mc Kinsey & Co),
persoalan-persoalan yang menghambat terciptanya good corporate governance di
Indonesia antara lain adalah :
1. Praktik-praktik perusahaan yang dibiayai oleh lembaga perbankan milik
kelompok usahanya sendiri, serta adanya pinjaman jangka pendek dari luar
negeri. Praktik perusahaan tersebut mempengaruhi exchange rate dan
pinjaman yang digunakan tersebut mempengaruhi bidang usaha tidak
menghasilkan devisa. Hal ini menyebabkan kesulitan perusahaan tersebut
pada saat terjadi krisis moneter dalam mengembalikan utangnya.
2. Dominasi pemegang saham mayoritas.
3. Tidak efektifnya kinerja regulator lan lembaga-lembaga keuangan.
4. Lemahnya perlindungan terhadap kreditor dan investor.
2.2 Efektifitas Kinerja Menyeluruh Perusahaan
Kinerja perusahaan merupakan prestasi hasil kerja suatu perusahaan.
Helfert (2000 : 67) mendefinisikan kinerja perusahaan sebagai hasil dari banyak
keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Menurut
Rusdin (2000 : 112) kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang
ditetapkan.
Atas dasar hal tersebut di atas, penilaian terhadap kinerja perusahaan perlu
dilakukan untuk mengetahui hasil usaha yang diperoleh selama satu periode
39
tertentu. Hasil penilaian kinerja tersebut bermanfaat untuk memprediksi kapasitas
perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sebesar yang ada, serta berguna
untuk mempertimbangkan efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber
daya.
Untuk dapat mengetahui apakah kemampuan perusahaan meningkat atau
tidak, perusahaan harus melakukan pengukuran atau penilaian atas kinerja
perusahaan tersebut. Secara umum kinerja merupakan refleksi dari pencapaian
keberhasilan perusahaan atas berbagai aktivitas yang dilakukan. Keberhasilan
ditentukan oleh seberapa baik perusahaan memanfaatkan keuntungan yang
diperoleh dari skala dan ruang lingkup ekonomis.
Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang
penting dalam perusahaan. Selain digunakan untuk menilai keberhasilan
perusahaan, pengukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk
menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya untuk menentukan
tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Pihak manajemen juga dapat
menggunakan pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi
pada periode yang lalu.
Pada era persaingan industrial, kesuksesan suatu perusahaan diukur
dengan keberhasilan dalam memanfaatkan skala ekonomis usahanya. Dalam
situasi ini sistem pengendalian atas alokasi dana dan barang modal, sehingga tolak
ukur kinerja keuangan yang digunakan adalah tingkat pengembalian terhadap
barang modal (return on capital, return on equity, return on investment and
residual income).
Dengan tolak ukur kinerja tersebut dapat diketahui sejauh mana
perusahaan dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara produktif
dalam upaya meningkatkan nilai dan kemakmuran seluruh pemegang saham.
Namun tolak ukur penilaian kinerja tersebut hanya bermanfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dengan skala ekonomis perusahaan (pemegang saham).
Kepentingan pihak lain, seperti pelanggan yang merupakan pengguna produknya
belum terakomodasi dalam indikator tolak ukur tersebut. Padahal pelanggan
merupakan sumber utama pendapatan perusahaan.
40
Menurut
Rusdin
(2000:113),
sistem
penilaian
kinerja
sebaiknya
mengandung indikator kinerja, yaitu :
1. Memperhatikan setiap aktivitas organisasi dalam menekankan pada
perspektif pelanggan.
2. Menilai setiap efektivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang
memberikan kesan terhadap pelanggan.
3. Memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja sebara komprehensif yang
mempengaruhi pelanggan.
4. Menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota
organisasi mengenali permasalahan dan peluang untuk melakukan
perbaikan.
Dari uraian di atas, maka penilaian pekerja mengandung makna bahwa
pengukuran dilakukan terhadap berbagai aktivitas tingkat organisasi sehingga
menghasilkan informasi umpan balik untuk melakukan perbaikan organisasi.
Perbaikan tersebut menyangkut perbaikan manajemen yang meliputi perbaikan
perencanaan, perbaikan proses, dan perbaikan evaluasi. Hasil evaluasi selanjutnya
merupakan informasi untuk perbaikan perencanaan dan proses evaluasi
selanjutnya. Proses perencanaan dan proses evaluasi harus dilakukan secara terus
menerus agar keunggulan bersaing dapat tercapai.
Lebih luas, penilaian kinerja perusahaan mengukur aspek keuangan dan
non keuangan. Pengukuran tersebut didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas
yang berhasil dicapai dan dipusatkan pada tiga dimensi utama, yaitu efisiensi,
kualitas, dan waktu.
Menurut Rusdin, (2000 : 115), karakteristik penilaian kinerja harus
memenuhi kriteria :
1. Kelayakan informasi yang dihasilkan dengan level.
2. Organisasi dan biaya penilaian.
3. Bebas dari kesalahan pengukuran.
4. Mengikuti alur waktu penilaian.
5. Memperbandingkan keefektivan biaya penilaian.
41
2.2.1 Pengertian Kinerja Perusahaan
Kinerja merupakan sesuatu yang dihasilkan atau kerja yang diicapai dari
suatu usaha (Purwadarminta, 1995). Selanjutnya Stooner dan Freeman
mendefinisikan kinerja sebagai berikut :
”Managerial performance is the measures of how efficient and effective a
manager is. How will she or he determines and achieves appropriate objectives.
Organizational performances is measures of how well organizational do their
jobs.” (1992 : 6)
Kinerja sebagai kata benda mengandung arti “thing done” (sesuatu hasil
yang telah dikerjakan). Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau kelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan
etika (Prawirosentono, 1992 : 2).
Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk
sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari seluruh organisasi pada suatu
periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau
yang
diproyeksikan,
dengan
dasar
efisiensi,
pertanggungjawaban
atau
akuntabilitas manajemen dan semacamnya.
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama
periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh
kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang
dimiliki (Helfert, 1996).
Kinerja perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan
perusahaan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari aktivitas perusahaan
yang telah dilaksanakan pada suatu periode waktu tertentu.
2.2.2 Penilaian Kinerja Perusahaan
Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional
suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya, berdasarkan sasaran,
standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 1993 : 419).
42
Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel dalam
mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan
oleh organisasi (Mulyadi dan johny Setyawan, 1999).
Atkinson, dkk (2001 : 45) memaparkan bahwa sebuah sistem pengukuran
kinerja yang efektif memiliki karakteristik sebagai berikut :
”Consider each activity and the organization it self from customers perspective,
eveluate each activity using customer validated measures of performance and the
before are comprehensive, and provide feedback to help organization members,
identify problem and opportunities for improvement.”
Dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja yang efektif harus
memperhatikan keseimbangan antara kinerja keuangan dan non keuangan, serta
ukuran kinerja yang dipakai dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan
untuk perbaikan yang berkesinambungan.
Dengan adanya penilaian kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar
yang obyektif untuk memberikan kompensasi yang sesuai dengan prestasi yang
disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan
secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi dan
rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
Menurut Mulyadi penilaian kinerja dapat memberikan manfaat kepada
manajemen sebagai berikut :
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian personel secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan
karyawan, seperti : promosi, transfer, dan pemberhentian.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan.
43
Adapun ukuran penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk menilai
kinerja secara kuantitatif (Mulyadi, 1997) :
1. Ukuran kinerja unggul adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan
satu ukuran penilaian. Dengan digunakannya hanya satu ukuran kinerja,
karyawan dan manajemen akan cenderung untuk memusatkan usahanya
pada kriteria tersebut dan mengabaikan kriteria yang lainnya, yang
mungkin sama pentingnya dalam menentukan sukses tidaknya perusahaan
atau bagian tertentu.
2. Ukuran kinerja beragam adalah ukuran kinerja yang menggunakan
berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja. Ukuran kinerja beragam
merupakan cara penilaian untuk mengatasi kelemahan kriteria kinerja
tunggal. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga
manajer diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria.
3. Ukuran kinerja gabungan adalah dengan adanya kesadaran dengan adanya
beberapa kriteria lebih penting bagi perusahaan secara keseluruhan
dibandingkan
dengan
tujuan
lain,
maka
perusahaan
melakukan
pembobotan terhadap ukuran kinerjanya.
Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui hasil, pelayanan dan citra
perusahaan. Anthony dan Govindarajan (2001 : 204), mengemukakan bahwa
pengukuran dan penilaian kinerja merupakan masalah penting yang tidak terpecah
dalam akuntansi manajemen. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
eksternal di luar kendali manajer dan tidak dapat diukur oleh banyak perusahaan
yang masih menggunakan dimensi keuangan.
Dalam manajemen tradisional, ukuran kinerja yang biasa digunakan adalah
ukuran keuangan, karena pengukuran keuangan inilah yang dengan mudah
dilakukan pengukurannya. Maka kinerja personel yang diukur adalah hanya yang
berkaitan dengan keuangan, hal-hal yang sulit diukur diabaikan atau diberi nilai
kuantitatif yang tidak seimbang.
Ukuran-ukuran keuangan tidak memberikan gambaran yang nyata
mengenai perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa metode
44
pengakuan, pengukuran dan pengungkapan yang diakui dalam akuntansi,
misalnya depresiasi, pengakuan kas, metode penentuan laba, dan sebagainya.
2.2.2.1 Kinerja
Perusahaan
dengan
Menggunakan
Analisis
Laporan
Keuangan
Pengukuran kinerja perusahaan dengan dimensi keuangan merupakan alat
pengendalian untuk mengetahui sehat tidaknya pengelolaan usaha perusahaan
dalam meningkatkan hasil, pelayanan dan citra perusahaan. Menurut Kaplan dan
Atkinson (1998 : 442) ada dua alasan pokok perusahaan menggunakan ukuran
kinerja keuangan. Pertama, ukuran kinerja keuangan seperti laba, berkaitan
langsung dengan sasaran jangka panjang perusahaan yaitu sasaran financial.
Kedua, ukuran kinerja keuangan menyediakan sejumlah gambaran tentang kinerja
perusahaan.
Analisis
keuangan
mencakup
perangkat
kerja
dan
teknik
yang
memungkinkan para analisis memeriksa laporan keuangan masa lalu dan pada
saat sekarang, sehingga performa dan posisi keuangan perusahaan dapat
dievaluasi sementara risiko serta potensi di masa depan dapat diestimasi.
Untuk dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan keuangan,
perusahaan perlu mengadakan interpretasi atau analisis terhadap data keuangan
dari perusahaan yang bersangkutan. Data keuangan tersebut akan tercermin dalam
laporan keuangan dan dari sumber-sumber lainnya. Hasil analisis lalu dirangkum
dan diartikan. Simpulan tercapai dan laporan diberikan kepada orang yang
menghendaki pelaksanaan analisis tersebut.
Tujuan utama dari setiap perusahaan yang berorientasi laba adalah
memperoleh laba yang memuaskan. Oleh karenanya, laba merupakan tolak ukur
yang penting dari efektivitas. Lebih jauh lagi, kerena laba merupakan selisih
antara pendapatan (sebuah tolak ukur laba) dan biaya (sebuah tolak ukur input).
S. Munawir (1995 : 89) mengemukakan bahwa teknik analisis yang lazim
digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan
operasi perusahaan adalah analisis Return on Investment (ROI). Analisis ROI ini
adalah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat
45
mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan
dalam menghasilkan keuntungan.
2.2.2.2 Kinerja Perusahaan dengan Menggunakan Balanced Scorecard
Untuk mengetahui performa perusahaan secara komprehensif, kinerja
perusahaan harus diukur berdasarkan kinerja keuangan dan non keuangan.
Penilaian tersebut didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas yang berhasil
oleh perusahaan.
Peningkatan kinerja perusahaan diupayakan antara lain agar dapat
memenangkan
persaingan.
Banyak
perusahaan
yang
mengubah
sistem
pengukuran kinerja perusahaannya dengan menambahkan ukuran-ukuran non
keuangan dan memperkuat strategi bersaing. Sistem pengukuran yang
mendasarkan pada kinerja keuangan dan non keuangan dikembangkan oleh
bidang akuntansi manajemen adalah pengukuran dengan pendekatan balanced
scorecard.
Balanced scorecard merupakan suatu pendekatan yang sistemetika untuk
mengukur kinerja dan dapat mencerminkan berbagai aktivitas dan tingkat
organisasi yang serta dapat mengetahui bagaimana efektivitas operasi perusahaan.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pengukuran kinerja menggunakan
balanced scorecard dikatakan efektif apabila keseimbangan antara kinerja
keuangan dan non keuangan terjadi sehingga menyebabkan hubungan sebab
akibat yang dapat dinyatakan dengan suatu urutan pernyataan jika-maka (if-then).
Kaplan dan Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi (1996 : 130)
mengemukakan contoh keterkaitan antara meningkatnya aktivitas pelatihan
penjualan kepada para tenaga penjual dengan peningkatan keuntungan dapat
ditentukan melalui urutan hipotesa sebagai berikut :
Jika kami meningkatkan pelatihan kepada pekerja mengenai produk, maka
mereka akan menjadi lebih mengenal jajaran produk yang akan dijual; jika pekerja
telah mengenal produk, maka efektivitas penjualan meningkat, maka marjin ratarata produk yang dijual akan meningkat.
46
2.3 Konsep Balanced Scorecard
Atkinson et al mendefinisikan balanced scrorecard sebagai berikut :
“Balanced scorecard is a set of performance targets and results that reflect the
organization performance in meeting its objectives relating to its customers,
employees, business partners, shareholders, and community”. (1997 : 45)
Balanced scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja perusahaan
yang diciptakan oleh Kaplan dan Norton, yang mencakup empat perspektif :
keuangan, pelaggan, proses bisnis internal, dan proses pembelajaran dan
pertumbuhan. Kata “balanced” dalam balanced scorecard berarti bahwa dalam
pengukuran kinerja harus terdapat keseimbangan (balance) antara ukuran
keuangan dan ukuran nonkeuangan.
Dari keempat perspektif diatas dapat dilihat bahwa balanced scorecard
dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok (Kaplan dan Norton,
1996) :
1. Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham
(perspektif keuangan).
2. Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan (perspektif
pelanggan).
3. Apa yang menjadi keunggulan perusahaan (perspektif proses internal).
4. Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan
menciptakan nilai secara berkesinambungan (Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan).
Balanced scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau
operasional. Perusahaan yang inovatif mengunakan scorecard sebagai sebuah
sistem manajemen strategis, untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan
menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses
manajemen penting, antara lain :
1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam
tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan
oleh perusahaan di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang
47
digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan strategi. Tujuan
ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk
mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian
dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
Untuk menetapkan berbagai tujuan keuangan, tim manajemen eksekutif
senior harus mempertimbangkan apakah harus menitikberatkan kepada
pertumbuhan pendapatan dan pasar, profitabilitas atau menghasilkan arus
kas. Khusus untuk perspektif pelanggan, tim manajemen harus
menyatakan dengan jelas pelanggan dan segmen pasar yang diputuskan
untuk dimasuki. Setelah tujuan keuangan dan pelanggan telah ditetapkan
kemudian mengidentifikasi berbagai tujuan dan ukuran proses bisnis
internal. Balanced scorecard menekankan pada proses yang paling penting
bagi tercapainya kinerja yang terbaik bagi pelanggan dan pemegang
saham. Identifikasi semacam ini sering menghasilkan proses internal baru
yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan agar strategi berhasil.
Keterkaitan yang terakhir, tujuan pembelajaran dan pertumbuhan,
memberi alasan logis terhadap adanya kebutuhan investasi yang besar
untuk melatih ulang para pekerja, dalam teknologi dan sistem informasi,
serta dalam meningkatkan berbagai prosedur organisasional.
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan serta ukuran strategis.
Tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard dikomunikasikan ke
seluruh organisasi melalui surat edaran, papan buletin, video dan bahkan
secara elektronis melalui jaringan komputer. Komunikasi tersebut
memberi informasi kepada semua pekerja mengenai berbagai tujuan
penting yang harus dicapai agar strategi organisasi berhasil. Balanced
scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang dilakukan
perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan pemegang saham
dan konsumen karena tujuan tersebut membutuhkan kinerja karyawan
yang baik. Balanced scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh
yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu :
a). Comunicating and educating (mengkomunikasikan dan mendidik).
48
b). Setting Goals (menetapkan tujuan).
c). Linking Reward to Performance Measures (mengaitkan imbalan
dengan ukuran kinerja).
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis.
Balanced
scorecard
akan
memberi
dampak
terbesar
pada
saat
dimanfaatkan untuk mendorong terjadinya perubahan perusahaan. Untuk
itu para eksekutif senior harus menentukan sasaran bagi berbagai ukuran
scorecard untuk tiga atau lima tahunan, yang jika berhasil dicapai akan
mengubah perusahaan. Sasaran-sasaran tersebut harus mencerminkan
adanya perubahan dalam kinerja unit bisnis. Perencanaan dan proses
menejemen penetapan sasaran memungkinkan perusahaan untuk :
a). Mengukur hasil jangka panjang yang ingin dicapai.
b). Mengidentifikasi mekanisme dan mengusahakan sumberdaya
untuk mencapai hasil tersebut.
c). Menetapkan tonggak-tonggak jangka pendek dari ukuran keuangan
dan non-keuangan scorecard.
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
Proses yang terakhir ini adalah proses yang paling inovatif dan merupakan
aspek yang paling penting dari seluruh proses manajemen scorecard.
Proses ini memberikan kapabilitas bagi pembelajaran perusahaan pada
tingkat eksekutif. Balanced scorecard memungkinkan manajer memantau
dan menyesuaikan pelaksanaan strategi, dan jika perlu, membuat
perubahan-perubahan mendasar terhadap perubahan itu sendiri.
Balanced scorecard yang baik harus mencerminkan bauran antara
pengukuran dengan hasil yang diperoleh dan pengukuran antara pemicu kinerja.
Pengukuran atas hasil yang diperoleh tidak menunjukkan bagaimana hasil tersebut
diperoleh dan tidak memberikan indikasi awal apakah strategi perusahaan
dilaksanakan dengan sukses atau tidak.
Sebaliknya, pengukuran atas pemicu
kinerja, misalnya waktu siklus produksi atau tingkat kerusakan dalam produksi,
hanya memberikan informasi apakah perusahaan dapat mencapai perbaikan
49
operasional tersebut berdampak pada peningkatan usaha maupun kinerja
keuangan. Idealnya suatu organisasi tidak hanya mempertahankan kinerja relatif
yang ada, akan tetapi akan memperbaiki secara terus menerus. Perbaikan secara
terus menerus hanya dapat dicapai apabila perusahaan melibatkan mereka yang
langsung terkait dalam proses bisnis internal.
Balanced
scorecard
yang
dirancang
dengan
empat
perspektif
menghendaki keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang,
antara hasil yang diinginkan dan driver performasi hasil tersebut.
Upaya penyeimbangan tersebut akan menyangkut pihak-pihak di dalam
dan di luar organisasi yang dijadikan tolak ukur guna mengimbangi scorecard
yang berdimensi ukuran profitabilitas. Biasanya tolak ukur yang dikembangkan
adalah aspek customer satisfaction dan employee retention. Peningkatan sales
ataupun penurunan cost tidak ada artinya apabila akan menimbulkan
ketidakpuasan di mata konsumen yang pada akhirnya menurunkan tingkat
loyalitas para pelanggan.
2.3.1 Perspektif Balanced Scorecard
Norton dan Kaplan dalam bukunya berjudul The Balanced Scorecard,
memaparkan empat persektif dasar balanced scorecard yang memungkinkan
terciptanya keseimbangan antara sasaran jangka pendek dengan sasaran jangka
panjang, antara hasil yang diharapkan dengan pemicu kinerja dari hasil-hasil
tersebut, serta antara pengukuran yang obyektif dan pengukuran yang lebih
subyektif yaitu financial, customer, internal business process, dan lerning and
growth. Perspektif keuangan menggambarkan keberhasilan financial yang dicapai
oleh organisasi atas aktivitas yang dilakukan dalam tiga perspektif lainnya.
Persepektif pelanggan menggambarkan pelanggan dan segmen pasar dimana
organisasi berkompetisi. Perspektif proses bisnis internal mengidentifikasikan
proses-proses yang penting untuk melayani pelanggan dan pemilik organisasi.
Perspektif
pembelajaran
dan
pertumbuhan
menggambarkan
kemampuan
organisasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Namun karena entitas
bisnis bersifat unik, maka dalam aplikasinya Kaplan dan Norton juga
50
mengemukakan bahwa keempat perspektif tersebut dapat saja berubah, bisa
ditambah maupun dikurangi, disesuaikan dengan karakteristik dan entitas bisnis
yang bersangkutan.
Balanced scorecard memberi kerangka kerja yang komprehensif kepada
para eksekutif untuk menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam
seperangkat ukuran kinerja yang terpadu. Scorecard memberi kerangka kerja dan
bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi. Scorecard menggunakan
pengukuran untuk memberi informasi kepada para pekerja mengenai faktor yang
mendorong
keberhasilan
saat
ini
dan
yang
akan
datang.
Dengan
mengartikulasikan hasil yang diinginkan perusahaan dan faktor pendorong hasilhasil tersebut, para eksekutif senior berharap dapat menyalurkan energi,
kemampuan, dan pengetahuan spesifik sumber daya manusia perusahaan menuju
ke arah tercapainya tujuan jangka panjang.
2.3.1.1 Perspektif Keuangan (Financial)
Balanced scorecard mempertahankan perspektif keuangan karena tolok
ukur keuangan berguna dalam mengiktisarkan konsekuensi tindakan ekonomi
terukur yang telah diambil. Tolok ukur kinerja keuangan menunjukkan apakah
strategi, implementasi dan eksekusi perusahaan memberi kontribusi pada
perbaikan laba.
Pembentukan sebuah balanced scorecard seharusnya akan mendorong unit
bisnis untuk mengaitkan
tujuan keuangan dengan strategi korporasi. Tujuan
keuangan menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif scorecard lainnya.
Setiap ukuran terpilih harus merupakan bagian dari hubungan sebab akibat yang
pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Tujuan keuangan mungkin sangat berbeda untuk setiap tahap siklus hidup
bisnis. Teori strategi bisnis menawarkan beberapa strategi yang berbeda yang
dapat diikuti oleh unit bisnis, dari pertumbuhan pangsa pasar yang agresif sampai
kepada konsolidasi bisnis dan likuidasi. Untuk menyederhanakan, Kaplan dan
Norton hanya mengidentifikasikan tiga tahap, yaitu :
51
1. Bertumbuh (Growth)
Perusahaan yang sedang bertumbuh berada pada awal siklus hidup
perusahaan. Mereka menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi
pertumbuhan. Untuk memanfaatkan potensi ini, mereka harus melibatkan
sumber
daya
yang
cukup
banyak
untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan berbagai produk dan jasa baru, membangun dan
memperluas
fasilitas
produksi,
membangun
kemampuan
operasi,
menanamkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi
yang akan mendukung terciptanya hubungan global, dan memelihara serta
mengembangkan hubungan yang erat dengan pelanggan. Perusahaan
dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash
flow negatif dan tingkat pengembalian kas modal yang rendah. Investasi
yang ditanam untuk masa depan mungkin mengkonsumsi uang kas yang
lebih banyak dari yang dapat dihasilkan saat ini oleh produk, jasa, dan
pelanggan perusahaan yang masih terbatas. Tujuan keuangan keseluruhan
perusahaan
dalam
tahap
pertumbuhan
adalah
presentase
tingkat
pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai
pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah.
2. Bertahan (Sustain)
Sebagian besar unit bisnis dalam sebuah perusahaan mungkin berada pada
tahap bertahan, situasi ini dimana unit bisnis masih memiliki daya tarik
bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu
menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Unit bisnis seperti
ini diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan
secara bertahap tumbuh dari tahun ke tahun. Proyek investasi akan lebih
diarahkan untuk mengatasi berbagai kemacetan, perluasan kapasitas, dan
peningkatan aktivitas perbaikan yang berkelanjutan, dibanding investasi
yang memberikan pengembalian modal dan pertumbuhan jangka panjang
seperti yang dilakukan pada tahap pertumbuhan.
Kebanyakan unit bisnis di tahap bertahan akan menetapkan tujuan
keuangan yang terkait dengan profitabilitas. Tujuan seperti ini dapat
52
dinyatakan dengan memakai ukuran yang terkait dengan laba akuntansi
seperti laba operasi dan gross margin. Ukuran ini menganggap investasi
modal dalam unit bisnis sudah tetap dan meminta para manajer untuk
memaksimalkan pendapatan yang dihasilkan dari investasi modal. Unit
bisnis lain yang lebih memiliki otonomi diminta untuk tidak hanya
mengelola arus pendapatan tetapi juga tingkat investasi modal yang
ditanamkan di dalam unit bisnis bersangkutan. Ukuran yang digunakan
untuk unit bisnis seperti ini menyelaraskan laba akuntansi yang dihasilkan
dengan tingkat investasi yang ditanamkan, ukuran seperti tingkat
pengembalian investasi, return on capital employeed, dan nilai tambah
ekonomis adalah contoh ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi
kinerja unit bisnis seperti ini.
3. Menuai (Harvest)
Sebagian dari unit bisnis akan mencapai tahap kedewasaan dalam siklus
hidupnya, tahap dimana perusahaan ingin ”menuai” investasi yang dibuat
pada dua tahap sebelumnya. Bisnis tidak lagi membutuhkan investasi yang
besar, cukup untuk pemeliharaan peralatan dan kapabilitas, bukan
perluasan atau pembangunan berbagai kapabilitas baru. Setiap proyek
investasi harus memiliki periode pengembalian investasi yang definitif dan
singkat. Tujuan utamanya adalah memaksimalkan arus kas kembali ke
korporasi. Tujuan keuangan keseluruhan untuk bisnis pada tahap menuai
adalah arus kas operasi (sebelum depresiasi) dan penghematan berbagai
kebutuhan modal kerja.
2.3.1.2 Perspektif Pelanggan (Customer)
Dalam perspektif pelanggan balanced scorecard, perusahaan melakukan
identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Segmen pasar
merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasilan tujuan keuangan
perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan
berbagai aspek penting yang mempengaruhi pelanggan – kepuasan, loyalitas,
retensi, akuisisi dan profitabilitas – dengan pelanggan dan segmen pasar sasaran.
53
Selain itu persepektif pelanggan juga memungkinkan perusahaan melakukan
identifikasi dan pegukuran, secara eksplisit proposisi nilai yang akan perusahaan
berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Proposisi nilai merupakan faktor
pendorong, lead indicator, untuk ukuran pelanggan penting.
Pelanggan sangat penting artinya karena merupakan sumber pendapatan
perusahaan. Pada masa lalu terdapat kecenderungan bahwa perusahaan lebih
mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dengan memberikan
penekanan pada kinerja produk, inovasi dan teknologi, tanpa kewajiban untuk
memahami apa yang dibutuhkan pelanggan. Kini dengan tingkat persaingan yang
demikian tajam, begitu banyak perusahaan yang berlomba untuk menawarkan
produk dan jasa yang lebih baik yang sessuai dengan preferensi pasar. Sehingga
kini pelanggan memiliki begitu banyak pilihan sebagai konsekuensinya. Jika
perusahaan ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dan jangka panjang,
mereka harus menciptakan dan memberikan suatu produk dan jasa yang lebih
bernilai lebih bagi pelanggan.
Berdasarkan pengetahuan bahwa di satu pihak, potential customer
sangatlah beragam dan di pihak lain perusahaan pun memiliki keterbatasan untuk
dapat memuaskan seluruh potential customernya, maka perusahaan perlu
membuat segmentasi pasar yang paling mungkin untuk dilayani dengan cara
terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada.
Mengacu pada uraian Kaplan dan Norton, penetapan segmen pasar yang
dijadikan sasaran dan identifikasi keinginan dan kebutuhan pelanggan dan segmen
tersebut merupakan langkah-langkah awal dan dan penentuan seperangkat tolak
ukur kinerja pelanggan.
Tolak ukur kinerja pelanggan sendiri dibagi ke dalam dua kelompok.
Kelompok yang pertama disebut kelompok inti (cone measurement group) dan
kelompok kedua disebut kelompok penunjang (customer value preposition).
Lima tolak ukur yang tergabung dalam kelompok inti pada dasarnya
merupakan ukuran-ukuran hasil akhir (outcome measures) yang saling terkait,
yang terdiri dari :
54
1. Tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction) yang mengukur
seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan
(kiteria-kriteria tertentu).
2. Kemampuan mempertahankan pelanggan lama (customer retention) yang
mengukur
seberapa
banyak
perusahaan
berhasil
mempertahankan
pelanggan-pelanggan lama.
3. Tingkat perolehan pelanggan baru (new customer acquisition) yang
mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelangganpelanggan baru.
4. Tingkat profitabilitas pelanggan (customer profitability) yang mengukur
seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari satu
segmen pasar yang dilayani.
5. Penguasaan pangsa pasar (market and account shares) yang mengukur
seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh
perusahaan.
Hubungan antara kelima tolok ukur yang tergabung dalam kelompok inti :
Pangsa
Pasar
Akuisisi
Pelanggan
Kepuasan
Pelanggan
Retensi
Pelanggan
Profitabilitas
Pelanggan
Gambar 2.1
Perspektif Pelanggan – Ukuran Utama
Agar tolak ukur kelompok inti tersebut dapat dilakukan oleh para
karyawan dalam kegiatan sehari-hari, maka dibutuhkan penjabaran lebih lanjut
dalam tolak ukur kelompok penunjang (value preposition) yang pada dasarnya
merupakan aktifitas-aktifitas penentu hasil akhir (driver).
55
Kelompok penunjang dibagi menjadi tiga sub kelompok yang juga saling
terkait, yaitu :
1. Atribut-atribut produk (fungsi, harga, dan mutu). Tolak ukur atribut
produk adalah tingkat harga secara efektif, tingkat daya guna produk,
tingkat
pengembalian
produk
oleh
pelanggan
sebagai
akibat
ketidaksempurnaan proses produksi, mutu peralatan dan fasilitas produksi
yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia serta tingkat efisiensi
produksi.
2. Hubungan dengan pelanggan (customer relationship). Tolak ukur yang
termasuk sub kelompok ini : tingkat fleksibilitas perusahaan dalam
memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik
dan mutu layanan yang diberikan oleh pramuniaga serta penampilan fisik
fasilitas penjualan.
3. Citra dan reputasi (image and reputation) perusahaan beserta produkproduknya dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen.
2.3.1.3 Perspektif Intern Business Process
Pada perspektif proses bisnis internal, para manajer melakukan proses
identifikasi sebagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan
dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuranukuran untuk perspektif keuangan dan pelanggan. Urutan ini memungkinkan
perusahaan memfokuskan pengukuran proses bisnis internal kepada proses yang
akan mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pelanggan dan para
pemegang saham.
Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai
bagi pelanggan dan memberikan hasil keuangan yang baik. Model rantai nilai
generik memberi suatu template yang dapat disesuaikan oleh setiap perusahaan
dalam mempersiapkan perspektif setiap bisnis internal. Model ini terdiri dari tiga
proses bisnis utama yaitu :
56
1. Inovasi
Dalam proses inovasi, unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan yang
sedang berkembang atau yang masih tersembunyi, dan kemudian
menciptakan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut.
Proses inovasi terdiri atas dua komponen. Dalam komponen yang pertama
para manajer melaksanakan penelitian pasar untuk mengenali ukuran
pasar, bentuk preferensi pelanggan dan tingkat harga produk dan jasa
sasaran. Ketika perusahaan melaksanakan proses internal untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan tertentu, memiliki informasi yang akurat dan dapat
diandalkan tentang ukuran pasar dan preferensi pelanggan menjadi tugas
penting yang harus dilaksanakan dengan baik. Selain melakukan survey
terhadap pelanggan yang ada dan pelanggan potensial, proses inovasi juga
dapat mencakup membayangkan peluang dan pasar baru bagi produk dan
jasa yang dapat dipasok perusahaan.
Informasi mengenai pasar dan pelanggan memberi masukan untuk proses
perancangan dan pengembangan produk atau jasa merupakan langkah
kedua dalam proses inovasi. Selama tahap ini, kelompok penelitian dan
pengembangan perusahaan melakukan :
a). Melaksanakan penelitian dasar dalam mengembangkan produk dan
jasa baru secara radikal untuk memberi nilai tambah kepada
pelanggan.
b). Melaksanakan penelitian terapan, mengembangkan teknologi yang
ada untuk generasi produk dan jasa berikutnya.
c). Melakukan usaha pengembangan yang terfokus untuk membawa
produk dan jasa baru ke pasar.
2. Operasi
Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai di dalam
perusahaan. Dimulai dengan diterimanya pesanan pelanggan dan diakhiri
dengan penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan. Proses ini
menitikberatkan kepada penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan
yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu. Tolak ukur yang
57
digunakan antara lain manufacturing cycle effectiveness, tingkat kerusahan
produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi
pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya
permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan
biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat
efisiensi per kegiatan produksi.
2. Layanan purna jual
Tahap terakhir nilai rantai internal adalah layanan purna jual. Layanan
purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan,
penggantian produk rusak, dan yang dikembalikan, serta proses
pembayaran seperti administrasi kartu kredit. Perusahaan yang berupaya
untuk memenuhi harapan pelanggan sasaran dapat mengukur kinerja
proses layanan purna jual dengan mnyertakan beberapa dari ukuran waktu,
mutu dan biaya, sama seperti yang dipakai untuk proses operasi. Misalnya,
lama siklus – dari permintaan pelanggan sampai kepada pemecahan
masalah
–
dapat
disertakan
untuk
mengukur
kecepatan
dalam
menganggapi adanya kerusakan. Ukuran biaya dapat dipakai untuk
mengevaluasi efisiensi – biaya penggunaan sumber daya – dalam proses
layanan purna jual. Dan hasil sekali lintas dapat digunakan untuk
mengukur persentase permintaan penanganan masalah pelanggan yang
diatasi dengan hanya satu panggilan layanan, dibandingkan dengan yang
membutuhkan panggilan berulang-ulang untuk menyelesaikan masalah
tersebut.
2.3.1.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth)
Perspektif
keempat
dan
terakhir
pada
balanced
scorecard
mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan
pertumbuhan perusahaan. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif keuangan,
pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai
perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan di dalam
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang
58
memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai.
Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor
pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif scorecard
yang pertama.
Untuk tujuan insentif, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
memfokuskan
pada
kemampuan
manusia.
Manajer
bertanggung
jawab
mengembangkan kemampuan karyawan : Implementing Strategy begins by
educating and envolving the people who must execute it… (Kaplan & Norton,
1996 : 199).
Aspek pembelajaran dan pertumbuhan memberikan infrastuktur untuk
mendukung pencapaian tiga aspek sebelumnya. Tolak ukur kinerja untuk
pembelajaran dan pertumbuhan ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Employee capability (kemampuan karyawan).
2. Information technology and system (kemampuan sistem informasi).
3. Motivation, empowerment and alignment (motivasi, pemberdayaan, dan
keserasian).
Ketiga kelompok di atas diarahkan untuk mencapai kepuasan karyawan,
loyalitas karyawan, dan produktifitas karyawan, tolak ukur yang dapat digunakan
antara lain : tingkat kepuasan kerja para karyawan, besarnya pendapatan para
karyawan, nilai tambah per karyawan, dan tingkat pengembalian balas jasa (return
on compensation). Sedangkan kelompok kedua memberi dukungan kepada para
pegawai untuk menyempurnakan proses pelaksanaan yang memerlukan umpan
balik yang cepat, tepat waktu, dan teliti mengenai produk atau jasa yang
diberikan. Tolak ukur kinerja ini dapat berupa tingkat ketersediaan umpan balik
dan presentasi karyawan yang dapat mengakses informasi yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan tugas, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, dan jangka waktu
untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
Kaplan dan Norton menemukan sebagian besar perusahaan menetapkan
tujuan pekerja yang ditarik dari tiga pengukuran utama yang berlaku umum.
Ketiga ukuran ini kemudian ditambah juga dengan faktor pendorong yang dapat
disesuaikan dengan situasi tertentu. Tiga pengukuran tersebut adalah :
59
1. Mengukur kepuasan pekerja.
Pekerja
yang
puas
merupakan
pra
kondisi
bagi
meningkatnya
produktifitas, daya tanggap, dan layanan pelanggan. Perusahaan yang
ingin mencapai tingkat kepuasan yang tinggi perlu memiliki pelanggan
yang dilayani oleh pekerja yang terpuaskan oleh perusahaan. Unsur-unsur
dalam survey kepuasan pekerja dapat meliputi :
a). Keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
b). Penghargaan karena telah melakukan pekerjaan dengan baik.
c). Akses yang memadai kepada informasi untuk melaksanakan
pekerjaan dengan baik.
d). Dorongan aktif untuk bekerja kreatif dan menggunakan inisiatif.
e). Tingkat dukungan dari fungsi staff.
f). Kepuasan keseluruhan dengan perusahaan.
2. Retensi pekerja.
Tujuan retensi pekerja adalah untuk mempertahankan selama mungkin
para pekerja yang diminati perusahaan. Teori yang menjelaskan ukuran ini
adalah bahwa perusahaan membuat investasi jangka panjang dalam diri
pekerja sehingga tiap kali ada pekerja yang berhenti bukan atas keinginan
perusahaan merupakan suatu kerugian modal intelektual bagi perusahaan,
pengetahuan tentang proses organisasional dan diharapkan sensitifitasnya
terhadap kebutuhan para pelanggan. Retensi pekerja pada umumnya
diukur dengan persentase keluarnya pekerja yang memegang jabatan
kunci.
3. Produktifitas pekerja.
Produktifitas pekerja adalah suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha
peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan
kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang
dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk
menghasilkan keluaran tersebut. Ukuran produktifitas paling sederhana
adalah pendapatan per pekerja seharusnya meningkat.
60
Pada kelompok motivasi, pemberdayaan, dan keserasian individu dalam
perusahaan merupakan kondisi prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
tujuan pembelajaran dan pertumbuhan melalui penciptaan iklim dan
organisasi yang memotovasi karyawan. Tolak ukur yang tergabung dalam
kelompok ini antara lain adalah jumlah saran tiap pegawai yang diajukan
dan diwujudkan, jumlah saran yang diimplementasikan, jumlah saran yang
berhasil guna, serta banyaknya pegawai yang mengetahui visi dan misi
perusahaan.
Setiap tujuan dan ukuran dari setiap perspektif merupakan suatu hubungan
sebab akibat, artinya jika tujuan dari perspektif pelanggan, proses bisnis internal,
dan pertumbuhan dan pembelajaran tercapai maka akhirnya akan menyebabkan
peningkatan kinerja keuangan organisasi. Hubungan sebab akibat merupakan
komponen penting dalam performance measurement model karena hubungan
sebab akibat dapat membantu memprediksi tujuan keuangan yang akan tercapai,
dan dapat menciptakan proses pembelajaran, motivasi dan komunikasi yang
efektif. Hubungan sebab akibat keempat perspektif tersebut seperti berikut :
Financial
Customer
Internal Process
Learning & Growth
Gambar 2.2
Balanced Scorecard Cause Effect
61
2.3.2 Karakteristik Organisasi
Sejak awal perkembangannya hingga kini, balanced scorecard telah
banyak diaplikasikan oleh organisasi, antara lain pada :
1. Perusahaan yang terdiri dari kumpulan strategic business unit (SBU).
2. Perusahaan patungan (joint venture).
3. Departemen pendukung dalam perusahaan dan unit-unit bisnis.
4. Organisasi non profit dan organisasi pemerintah.
Kaplan dan Norton (1996 : 36) menyatakan bahwa :
”Wether that organizational unit has (or should have) a mission, a strategy,
customers (internal or eksternal, and internal processes that enable it to
accomplish its mission ang strategy. If it does, the unit is a valid candidate for a
balanced scorecard.”
Jelaslah bahwa balanced scorecard dapat diaplikasikan pada setiap tipe
organisasi yang memiliki visi, misi, strategi, dan memiliki proses internal dalam
pencapaian visi, misi serta strategi tersebut. Hingga kini aplikasi balanced
scorecard masih dalam tahap pengembangan, tapi setidaknya kini dapat dilihat
bahwa balanced scorecard dapat memperjelas dua elemen strategi tingkat
perusahaan, yaitu :
1. Tema perusahaan (corporate themes), yaitu, nilai, kepercayaan, dan tematema yang merefleksikan identitas perusahaan yang harus dimiliki oleh
tiap-tiap strategic business unit.
2. Peran perusahaan (corporate role), yaitu tindakan yang dimandatkan pada
tingkat perusahaan sehingga menciptakan tingkat sinergi pada tingkat
SBU, misalnya teknologi yang digunakan bersama-sama, penjualan silang
atas pelanggan bagi SBU-SBU yang berbeda.
2.3.3 Manfaat Penerapan Balanced Scorecard
Penerapan balanced scorecard memberikan manfaat-manfaat sebagai
berikut (Kaplan & Norton, 1996) :
1. Memungkinkan perusahaan untuk terus memantau hasil-hasil dalam
bidang keuangan yang dicapainya, dengan tetap memantau perkembangan
62
dalam membangun keunggulan kompetitif dan meningkatkan nilai aktiva
tak berwujud yang dibutuhkan bagi masa depan perusahaan.
2. Menjaga agar tidak timbul myopic suboptimisation yang terjadi apabila
hanya digunakan tolok ukur tunggal dalam memotovasi dan mengevaluasi
kinerja unit bisnis.
3. Menjembatani pengembangan dan formulasi strategi dengan persiapannya.
4. Menumbuhkan konsensus dan kerjasama diantara para senior eksekutif
dan anggota organisasi yang lain baik secara vertikal maupun horisontal.
5. Menerjemahkan sebuah visi menjadi tema-tema kunci strategik yang
dikomunikasikan dan dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi.
6. Mengkomunikasikan strategi-strategi terbaru pada seluruh karyawan dan
kemudian menyelaraskan tujuan-tujuan departemen, tim dan individu guna
mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan strategi.
7. Memberikan sarana penilaian yang lebih baik atas kemampuan manajerial,
usaha-usaha dan kualitas keputusan dan organisasi.
8. Memberikan umpan balik bagi perbaikan strategi.
2.3.4 Prinsip-Prinsip Balanced Scorecard
Balanced scorecard menurut Kaplan dan Norton yang dialih bahasakan
oleh Peter R. Yosi (1996 : 130) memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Melengkapi tolok ukur kinerja keuangan dengan tolok ukur pemicu
kinerja. Tolok ukur keuangan tanpa tolok ukur pemicu kinerja tidak
mampu untuk menyampaikan bagaimana hasil akhir tersebut dicapai dan
juga tidak memberikan indikasi awal atas sejauh mana keberhasilan
penerapan strategi. Sebaliknya tolak ukur pemicu kinerja tanpa tolak ukur
keuangan tidak memungkinkan unit bisnis untuk mengetahui apakah
perbaikan-perbaikan operasional yang dilakukan telah diterjemahkan
kepada perkembangan usaha, yaitu peningkatan jumlah pelanggan yang
ada serta bermuara pada akhir peningkatan kinerja keuangan.
63
2. Rangkaian sasaran dan tolak ukur yang dipakai diturunkan dari strategi
serta dilakukan pemilahan sasaran dan tolak ukur yang hanya bernilai
kritis bagi pencapaian strategic success perusahaan.
3. Rangkaian sasaran dan tolak ukur dikomunikasikan ke seluruh bagian
organisasi, komunikasi berguna untuk mengirimkan sinyal bagi seluruh
karyawan atas sasaran-sasaran penting yang harus dicapai agar strategi
organisasi dapat berhasil.
4. Tiap tolak ukur yang dimasukkan dalam balanced scorecard merupakan
sebuah elemen dari hubungan sebab akibat yang menggambarkan strategi
organisasi dan terkait dengan sasaran keuangan.
5. Balanced scorecard perusahaan menggambarkan hasil strategik dari para
senior eksekutif. Untuk dapat berhasil, aplikasi balanced scorecard
diawali dari para senior eksekutif sampai kepada manajemen tingkat
menengah.
2.3.5 Pihak-Pihak yang Berperan dalam Pelaksanaan Balanced Scorecard
Pihak-pihak yang diperlukan dalam pembangunan sebuah balanced
scorecard menurut Kaplan dan Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi
(1996 : 262) adalah sebagai berikut :
1. Architect
Biasanya merupakan senior senior staff manajemen di organisasi seperti :
a). Vice president of strategic planning and business development.
b). Vice President of quality management.
c). Vice President of finance, or development controller.
2. Change Agent
Merupakan pihak yang bertanggung jawab langsung pada CEO kerena
merekalah
yang
berperan
sebagai
kepala
staff
yang
memandu
pengembangan sistem manajemen baru pada periode dua sampai dengan
tiga tahun selama proses manajemen baru yang dipicu oleh penerapan
balanced scorecard.
64
3. The Communicator
Merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan
dan dukungan pada segenap anggota organisasi dari tingkat yang paling
senior hingga para pegawai.
65
Download