BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Good Corporate Governance Pada tahun 1997 negara-negara di Asia dilanda krisis moneter dan pada awal dekade 2000-an perusahaan-perusahaan raksasa di dunia mengalami kejatuhan. Hasil analisis yang dilakukan banyak organisasi internasional dan regulator pemerintah menemukan sebab utama dari peristiwa-peristiwa di atas adalah lemahnya corporate governance di banyak perusahaan, termasuk perusahaan-perusahaan publik. Sebagai reaksi terhadap peristiwa-peristiwa di atas berbagai organisasi internasional, termasuk Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) dan pemerintahan berbagai negara menciptakan pedoman standar corporate governance yang dapat diterima dunia bisnis secara internasional dan nasional. Kata governance diambil dari kata latin gubernance yang artinya mengarahkan dan mengendalikan. Dalam ilmu manajemen bisnis kata tersebut diadaptasi menjadi corporate governance dan diartikan sebagai upaya mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) kagiatan organisasi, termasuk perusahaan. Konsep corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD mempraktikkan pada tahun 1999. Di Indonesia standar corporate governance dikeluarkan oleh komite nasional Indonesia tentang corporate governance policies yang disebut dengan Indonesian Code For Good Corporate Governance. Kode good corporate governance tersebut dikeluarkan pada bulan April 2001 yang bertujuan menyajikan pedoman kepada masyarkat bisnis Indonesia tentang bagaimana mereka menerapkan good corporate governance di perusahaan-perusahaan 18 mereka. Kinerja perusahaan Indonesia yang menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance diharapkan akan lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menerapkannya. 2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Ada banyak definisi mengenai good corporate governance, di bawah ini diajukan tiga definisi good corporate governance yang masing-masing dikemukakan oleh OECD, FCGI, dan BUMN. OECD adalah organisasi internasional yang beranggotakan 30 negara di Eropa, Amerika, Australia, dan Asia. Organisasi ini bertujuan membantu negaranegara anggota dan non-anggota mereka dalam upaya meningkatkan kehidupan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan perdagangan internasional. Definisi good corporate governance menurut OECD adalah sebagai berikut : “Corporate governance is the system by which business corporation are directed and controlled. The Corporate Governance Structure specifies the distribution of rights and responsibilities, among different participant in the corporation, such as, the board, manager, shareholders, and other stakeholder, and spells out the rules and procedures for making decisions on corporate of affairs. By doing this,it also prvidesthe structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance.” Definisi lain yang diutarakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) yaitu : “Corporate governance can be defined as a set of rules that define relationship between shareholders, manager, creditors, the government, employees and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled. The objective of corporate governance is to create added value to the stakeholders.” Berdasarkan Surat Edaran Meneg. PM & P. BUMN No. S. 106/M.PM P.BUMN/2000, tanggal 17 April 2000 tentang Kebijakan Penerapan Good Corporate Governance, good corporate governance diartikan sebagai berikut : 19 “Good corporate governance adalah suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif, dan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.” Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep. 117/MMBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002, corporate governance adalah : “Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya berlandaskan peraturan perundangan dan nilainilai etika.” Dari banyak pengertian itu, I Nyoman Tjagor menyimpulkan good corporate governance dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mengelola perusahaan agar lebih efisien dan profitable namun tetap memperhatikan perlindungan terhadap pemegang saham (Yada Braguna, 2000). Istilah corporate governance berbeda dengan good management. Apabila good management diartikan sebagai pengelolaan yang baik maka good corporate governance diartikan sebagai cara pengelolaan yang melibatkan hubungan dengan berbagai pihak untuk menentukan arah dan kinerja perusahaan (David Melvill, Media Akuntansi 2000). Robert K. Mueller, 1981 menggambarkan perbedaan tersebut (Tricker, 1994) sebagai berikut : “...Governance is concerned with the intrinsic nature, purpose, integrity and identify of the institution with a primary focus on the entity’s relevance, continuity, and fudiciary aspects. Governance involves monitoring and overseeing strategic direction, socio economic and cultural context, externalities and constituenties of the institution.” 20 “Management on the other hand is more of a hands on activity. In its traditional sense, management can be characterized as conducting and supervising action with the judicious use of means to accomplish certain ends. Management primarily focuses on specific goal attainment over a definite time frame and in prescribed organization.” 2.1.2 Sejarah Good Corporate Governance Pertanggungjawaban pelaksanaan kepada pemilik telah lama dikenal dalam agency theory dan stewardship theory, kemudian dikembangkan dalam Teori Birokrasi Webber (dikutip oleh Media Akuntansi 2000). Dalam sejarah peradaban dunia bisnis, good corporate governance sudah dipraktekkan di lingkungan perusahaan-perusahaan di Amerika kurang lebih 200 tahun yang lalu. Pada masa itu, agar perusahaan mempunyai kinerja yang baik serta memberikan keuntungan yang maksimal kepada pemegang sahamnya maka perusahaan dikelola seperti halnya mengelola suatu negara (Little Republic). Oleh karena itu, seringkali perusahaan disebut suatu miniatur negara. Pola good corporate governance kemudian diikuti oleh negara-negara di Eropa hingga seluruh dunia (Yada Braguna, 2000). Tricker mengemukakan agency theory adalah salah satu teori yang dapat menggambarkan corporate governance. Perusahaan ditampilkan sebagai suatu kontrak antara pemilik dan agen, dimana pemegang saham sebagai pemilik dan para direktur sebagai agennya. Agency theory menyatakan bahwa agen dalam hal ini akan bekerja sekehendak dirinya secara rasional, bukan dengan bijaksana, arif serta adil dan asumsi lainnya yang terdapat dalam stewardship theory yang memandang manajemen dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder. Oleh karena itu checks and balances diperlukan tentunya dengan tidak bisa menghindari biaya agensi untuk menghindari potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) (Jensen and Meckling, 1976). 21 2.1.3 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance OECD, seperti yang dikutip oleh FCGI menguraikan ada 4 unsur penting dalam good corporate governance yaitu : fairness (keadilan), transparency (transparansi), accountability (akuntabilitas), dan responsibility (responsibilitas/pertanggungjawaban). a. Fairness (Keadilan) Fairness (keadilan) dimaksudkan untuk menjamin perlindungan hakhak pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor. Hak-hak pemegang saham utamanya adalah : 1. Hak untuk menghindari dan memberikan suara dalam suatu RUPS, berdasarkan ketentuan : satu saham memberi kepada pemegangnya untuk satu suara. 2. Hak untuk memperoleh informasi material mengenai perseroan secara tepat waktu dan teratur agar memungkinkan bagi seorang pemegang saham untuk membuat suatu keputusan penanaman modal berdasarkan informasi yang dimilikinya mengenai perseroan. 3. Hak untuk menerima sebagian dari keuntungan perseroan yang diperuntukkan bagi pemegang saham, sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya dalam perseroan, dalam bentuk dividen dan pembagian keuntungan lainnya. Keadilan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dapat dilaksanakan dengan : 1. Kesetaraan dalam pemuasan keluhan. 2. Kesamaan dalam memperoleh informasi tentang perusahaan. 3. Pelarangan insider trading serta kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Fairness ini berkaitan dengan kewajiban suatu perusahaan untuk menciptakan kejelasan hak-hak pemegang saham, sistem hukum dan penegakan peraturan-peraturan yang melindungi hak-hak pemodal. Hal yang lebih ditekankan lagi dalam konteks fairness ini adalah perlindungan yang adil 22 dan wajar terhadap pemegang saham minoritas dari praktik-praktik insider trading yang merugikan. b. Tranparency (Transparansi) Transparansi mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan. Hal-hal yang seharusnya diungkapkan (tidak terbatas pada yang material) : 1. Financial and operating result. Laporan keuangan yang sudah diaudit adalah sumber untuk memonitor kinerja keuangan dan meletakkan dasar bagi penilaian asset sekuritas. Diskusi manajemen dan analisis operasi kadang juga menyertai laporan keuangan. Pengungkapan hal-hal di atas akan bermanfaat bagi investor. 2. Tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan harus disosialisasikan kepada lingkungan bisnis dan masyarakat umum. Informasi ini mungkin penting bagi investor dan pengguna lainnya untuk mengevaluasi hubungan perusahaan dengan komunitas tempat mereka beroperasi dan langkah-langkah yang akan diambil perusahaan untuk mencapai tujuannya. 3. Kepemilikan saham. Salah satu hak investor adalah mendapatkan informasi tentang struktur kepemilikan perusahaan hingga hak-hak pemilik perusahaan. Maka pengungkapan yang diperlukan adalah data pemegang saham mayoritas, hak-hak voting khusus, persetujuan pemegang saham lainnya. 4. Anggota dewan eksekutif dan gaji mereka. Pasar membutuhkan informasi ini untuk mengevaluasi kinerja dan kualifikasi anggota dewan serta mengukur berapa besar potensi konflik kepentingan akan mempengaruhi keputusan mereka. Pengungkapan gaji dewan eksekutif adalah untuk mengukur biaya dan manfaat dari rencana gaji tersebut serta kontribusi apa yang didapat dari tunjangan seperti stock option bagi kinerja dewan. 23 5. Faktor-faktor risiko yang dapat diduga material. Informasi mengenai hal ini misalnya risiko yang timbul dari wilayah geografis, ketergantungan atas komoditas tertentu, risiko tingkat suku bunga, risiko transaksi derivatif dan transaksi off-balance dan risiko kerusakan lingkungan hidup. 6. Isu-isu yang meterial yang berkenaan dengan kepegawaian dan pihakpihak yang berkepentingan lainnya. Isu-isu meterial adalah isu-isu yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Hal-hal yang diungkapkan misalnya hubungan antara karyawan manajemen dan hubungan dengan stakeholders. 7. Struktur pengendalian kebijakan. Perusahaan harus mengungkapkan bagaimana mereka mewujudkan good corporate governance, untuk mengukur hasil pencapaian good corporate governance : a). Setiap informasi yang diungkapkan haruslah disiapkan, diaudit terlebih dahulu agar mempunyai standar kualitas yang tinggi. b). Audit tahunan harus dilaksanakan auditor independen untuk memberikan informasi yang independen bagi pihak eksternal. c). Jalur penyebaran informasi harus mencerminkan keadilan, ketepatan waktu dan efisiensi biaya agar informasi relevan. Transparansi ini berkaitan dengan kewajiban suatu perusahaan untuk menyediakan informasi yang objektif, akurat, dan tepat waktu kepada shareholder, ini merupakan sebuah sikap etis karena dengan itu pihak-pihak yang berkepentingan seperti kreditor, pemasok atau konsumen dapat mengetahui dengan lebih pasti risiko yang terjadi ketika melaksanakan transaksi dengan perusahaan tersebut. c. Accountability (Akuntabilitas) Accountability (akuntabilitas) dimaksudkan agar setiap langkah yang diambil manajemen dipertanggungjawabkan. dalam mengelola Kerangka kerja good perusahaan corporate dapat governance memastikan sistem pengendalian strategis dan monitoring berjalan dengan 24 baik serta memastikan akuntabilitas dewan eksekutif pada perusahaan, pemegang saham dan stakeholders. Dewan bertanggung jawab untuk memantau kinerja dan percapaian target return bagi pemegang saham, dan juga mencegah berlarutnya konflik kepentingan serta menjaga kompetisi yang fair dalam perusahaan. Agar akuntabilitas ini efektif, dewan harus menjaga independensinya dari manajemen. Tanggung jawab dewan lainnya adalah memastikan ditaatinya hukum, pajak, etika, dan lainnya. Beberapa karakteristik accountability (akuntabilitas) adalah : 1. Anggota dewan harus bertindak didasari informasi yang lengkap. 2. Bila keputusan dewan memiliki pengaruh yang berbeda-beda di antara pemegang saham, maka harus memuaskan keluhan pemegang saham. 3. Dewan harus menjamin ketaatan atas hukum yang diterapkan dan perlindungan terhadap pemegang saham. 4. Dewan harus memenuhi beberapa fungsi : a). Melakukan review atas strategi perusahaan, pelaksanaan rencana utama, kebijakan risiko, anggaran tahunan dan rencana bisnis, pemantauan kinerja perusahaan dan mengawasi harta utama, pembelanjaan dan akuisisi. b). Menyeleksi, memberikan penghargaan, memantau hingga bila dibutuhkan mengawasi succession planning. c). Melakukan review tas gaji eksekutif dan memastikan proses pencalonan anggota dewan terbuka. d). Memantau dan mengelola konflik kepentingan dari manajemen, dewan dan pemegang saham termasuk penyalahgunaan harta dan penyalahgunaan hubungan transaksi dengan berbagai pihak. e). Memastikan integritas dari sistem pelaporan akuntansi dan keuangan perusahaan, melakukan audit yang independen, dan sistem pengendalian yang tepat berada di tempatnya. Di sisi lain sistem pemantauan risiko dan pengendali keuangan harus taat pada hukum. f). Mengawasi proses transparansi dan komunikasi. 25 5. Dewan harus mampu menggunakan pertimbangan yang objektif. Akuntabilitas ini berkaitan dengan kewajiban sebuah perusahaan untuk menciptakan sistem yang kondusif bagi pengawasan efektif, yaitu dengan menyeimbangkan kekuasaan antara pemegang saham, komisaris, direksi dan auditor. Dalam konteks ini ada pembatasan kekuasaan antara direksi dan komisaris. Direksi hanya berwenang melaksanakan tugas-tugas operasional sehari-hari. Sementara komisaris sebagai representasi para pemegang saham yang bertugas dalam bidang pengawasan. Kedua tugas yang berbeda ini tidak bisa dicampuradukkan. I Ketut Mardjana (2002) menulis akuntabilitas merupakan salah satu pokok untuk mengatasi agency problem yang timbul antara pemegang saham dengan manajemen atau manajemen dengan stakeholder. Masing-masing organ perusahaan sudah semestinya mengetahui dan menyadari sepenuhnya hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing. Akuntabilitas mencerminkan aplikasi sistem internal check and balance yang mencakup praktik-praktik audit yang sehat. Dengan demikian akuntabilitas akan tercapai dengan terciptanya pengawasan yang efektif yang mendasarkan pada keseimbangan kekuasaan antara pemegang saham, komisaris, dan direksi. Direksi bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengawasan dan jalannya perusahaan. Dalam konteks ini hubungan antara komisaris dan direksi secara implisit merupakan salah satu domain dari corporate governance yang seharusnya ditegakkan secara baik. Sementara itu RUPS merupakan acuan dari kerja komisaris dan direksi. Dengan demikian, kunci terciptanya good corporate governance adalah berfungsinya organorgan perusahaan, RUPS, komisaris, dan direksi secara efektif. Oleh karena itu sistem yang merupakan hubungan struktural antara ketiga organ perusahaan tersebut perlu dilaksanakan sesuai dengan fungsi masing-masing dan mengacu pada aturan perundangan yang ada dan dengan tetap berlandaskan pada norma-norma yang layak. 26 d. Responsibility (Pertanggungjawaban) Responsibility (pertanggungjawaban) dimaksudkan untuk memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. Salah satu prinsip tanggung jawab dari dewan (responsibilities of the board) OECD adalah bahwa dewan harus menjamin ketaatan atas undangundang atau peraturan yang berlaku dan memperhatikan kepentingan stakeholders. Tanggung jawab komisaris antara lain : 1. Mengembangkan strategi usaha, termasuk di dalamnya memonitor jadwal, anggaran, dan efektivitas strategi tersebut. 2. Memastikan bahwa perusahaan mempekerjakan eksekutif dan manajer yang terbaik. 3. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, pengendalian, dan sistem audit yang memadai dan berfungsi dengan baik. 4. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum positif yang berlaku ataupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam operasinya. 5. Mencegah dan mengelola krisis dalam perusahaan. Archie B. Carol dalam Zaim (2000) seperti yang dikutip oleh Yada Braguna (2000), mempertimbangkan suatu konsep piramida tanggung jawab sosial perusahaan. Piramida ini terdiri dari empat tanggung jawab perusahaan : 1. Tanggung jawab ekonomis. Ringkasnya perusahaan haruslah menghasilkan laba. 2. Tanggung jawab legal. Ini berarti dalam mencapai tujuannya mencari laba, sebuah perusahaan harus menaati hukum. Upaya memperoleh laba yang melanggar hukum harus ditentang. 3. Tanggung jawab etis. Ini berarti perusahaan berkewajiban menjalankan hal yang baik, benar, dan adil. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi langkah-langkah bisnis perusahaan. 4. Tanggung jawab filantropis. Ini mensyaratkan perusahaan untuk memberi kontribusi kepada publik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan. 27 Menurut Abitizal Bakrie, sebuah perusahaan harus memenuhi dan mematuhi hukum dan undang-undang yang berlaku. Termasuk di dalamnya pemeliharaan lingkungan hidup, hak-hak konsumen, ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Dalam konteks responsibility sebuah perusahaan tidak tegak secara terisolasi dari berbagai kepentingan sosial budaya dan politik kelompok-kelompok lain (stakeholder) melainkan terintegrasi di dalamnya. Di sini, sebuah perusahaan tidak hanya harus bertanggung jawab terhadap mereka yang berhubungan secara langsung tetapi juga terhadap mereka yang tidak berhubungan secara langsung dengan perusahaan. I Ketut Mardjana (2002) menulis responsibilitas mencakup hal-hal yang terkait dengan pemenuhan kewajiban sosial perusahaan sebagai bagian dari masyarakat antara lain melalui pengembangan masyarakat lingkungan (comunity development). Terkait pula dengan prinsip responsibilitas adalah pertanggungjawaban direksi atas aspek-aspek manajerial perusahaan, seperti sasaran dalam mencapai cost efficiency, peningkatan daya saing, menggali setiap potensi memperoleh data dan sebagainya. OECD menciptakan prinsip-prinsip good corporate governance dengan harapan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan internasional bagi para pemimpin negara, investor, perusahaan, dan para stakeholders perusahaan (termasuk pemegang saham), baik di negara-negara anggota OECD maupun bagi negara-negara non-anggota. Prinsip-prinsip corporate governance yang diterbitkan OECD itu mencakup hal-hal berikut : 1. Landasan hukum. Menurut OECD apabila pemerintah suatu negara menginginkan prinsipprinsip good corporate governance diterapkan secara efektif di negaranya, mereka wajib membangun landasan hukum yang memungkinkan hal itu terjadi. Landasan hukum tersebut antara lain berupa penciptaan undangundang tentang perseroan terbatas, undang-undang perburuhan, undangundang tentang kredit perbankan, ketentuan tentang standar akuntansi keuangan dan standar audit, serta syarat dan prosedur pendaftaran saham perusahaan di bursa efek. 28 2. Hak pemegang saham. Pemegang saham mempunyai hak-hak tertentu. OECD menyarankan hakhak tersebut dilindungi, baik secara hukum maupun oleh masing-masing perusahaan. 3. Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham. Perusahaan wajib menjamin perlakuan yang adil terhadap semua pemegang saham perusahaan, termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham perusahaan asing. Pemegang jenis saham yang sama wajib mendapat jaminan memperoleh perlakuan yang sama. Sebelum membeli saham yang diperdagangkan di bursa efek, setiap investor berhak mendapatkan informasi tentang hak dan perlindungan terhadap saham yang mereka beli. 4. Peranan the stakeholders. OECD juga menyarankan adanya perlindungan hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non-pemegang saham. Hal itu disebabkan karena keberhasilan operasi bisnis perusahaan ditentukan oleh hasil kerjasama para anggota the stakeholders, termasuk para pemegang saham, karyawan, kreditur, pelanggan dan para pemasok layanan jasa, bahan baku dan bahan pembantu. 5. Prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan. Menurut OECD, Board of Directors perusahaan wajib melaporkan kepada pemegang saham secara akurat, transparan, dan tepat waktu, hal-hal yang bersangkutan dengan kondisi keuangan, perubahan kepemilikan, kinerja bisnis, dan hal-hal penting lainnya yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan. 6. Tanggung jawab dewan pengurus. Board of Directors bertanggung jawab atas kepatuhan perusahaan yang mereka kelola terhadap undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku. Termasuk undang-undang tentang perpajakan, perburuhan, persaingan, perkreditan, lingkungan hidup, dan keselamatan kerja. 29 Pada bulan April 2001 Komite Nasional Indonesia tentang Corporate Governance Policies mengeluarkan the Indonesian Code for Good Corporate Governance bagi masyarakat bisnis Indonesia. Dalam Indonesian Code for Good Corporate Governance antara lain dimuat hal-hal yang bersangkutan dengan : 1. Perlindungan hak pemegang saham. Sesuai dengan ketentuan Indonesian Code for Good Corporate Governance hak dan kepentingan para pemegang saham perusahaan wajib dilindungi. Termasuk dalam hak pemegang saham, menurut Indonesian Code for Good Corporate Governance adalah menghadiri rapat pemegang saham dan mengeluarkan pendapat tentang keputusan-keputusan rapat, memperoleh informasi tentang perusahaan secara regular dan tepat waktu, dan secara proposional sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki, menerima dividen. 2. Dewan Komisaris. Fungsi utama dewan komisaris menurut Indonesian Code for Good Corporate Governance adalah memberikan supervisi kepada direksi dalam menjalankan tugasnya. Dewan komisaris juga berkewajiban memberikan pendapat dan saran apabila diminta olah direksi. Paling sedikit 20% dari seluruh anggota dewan komisaris wajib diisi oleh outside directors, yaitu mereka yang tidak ikut secara langsung dalam pengelolaan kegiatan perusahaan sehari-hari. 3. Direksi. Tugas utama direksi menurut Indonesian Code for Good Corporate Governance adalah mengelola perusahaan secara keseluruhan. Semua anggota direksi mempunyai kewajiban menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance. 4. Sistem Audit. Dewan komisaris diwajibkan membentuk sebuah komite audit, yang anggotanya dipilih dari para dewan komisaris dan dari luar perusahaan. Tugas komite audit antara lain adalah meningkatkan mutu transparansi pengungkapan laporan keuangan perusahaan, meninjau ruang lingkup 30 akurasi, efektifitas, pembiayaan, dan independensi eksternal auditors yang mengaudit laporan keuangan perusahaan, dan menyiapkan surat penetapan tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun yang bersangkutan. 5. Sekertaris Perusahaan. Tugas utama sekertaris perusahaan adalah menjaga perusahaan selalu mematuhi ketentuan-ketentuan pengungkapan hukum informasi perusahaan yang berkaitan dengan secara transparan. Sekertaris perusahaan juga bertugas secara periodik menyajikan data dan informasi yang bersangkutan dengan pelaksanaan tugas para anggota dewan komisaris dan direksi. Dalam melakukan tugasnya sehari-hari mereka bertanggung jawab kepada direksi perusahaan. 6. The Stakeholders. Dalam rangka melindungi hak dan kepentingan para stakeholders, perusahaan wajib menyampaikan informasi penting perusahaan kepada mereka yang berkepentingan secara proposional. Hendaknya perusahaan bekerjasama dengan stakeholders demi tercapainya manfaat yang dikehendaki bersama. 7. Prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan. Salah satu sarana yang dipergunakan untuk mengungkapkan informasi perusahaan secara transparan kepada para pemegang saham, kreditur, investor, dan pemerintah yang bersangkutan adalah laporan tahunan. Di samping laporan keuangan, disarankan perusahaan juga mengungkapkan informasi non-keuangan yang diperlukan investor institusional, pemegang saham, dan kreditur untuk mengambil berbagai macam keputusan. 8. Prinsip Kerahasiaan. Para anggota dewan komisaris dan direksi berkewajiban memegang teguh kerahasiaan perusahaan. Kerahasiaan tersebut wajib tetap dipegang teguh walaupun mereka sudah tidak menjabat komisaris atau direksi lagi. 9. Etika Bisnis dan Korupsi. Dewan komisaris, direksi, dan karyawan perusahaan disarankan tidak memberikan atau menawarkan (secara langsung atau tidak langsung) 31 hadiah kepada pelanggan atau pejabat pemerintah, dengan tujuan untuk mempengaruhi mereka untuk bertindak yang menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku. 10. Perlindungan Terhadap Lingkungan. Direksi wajib menjaga agar perusahaan dan sarana produksinya selalu mematuhi ketentuan hukum yang bersangkutan dengan perlindungan lingkungan hidup dan kesehatan, baik perlindungan bagi karyawan maupun masyarakat sekitar. 2.1.4 Tujuan Good Corporate Governance Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai tujuan yang ingin dicapai dari penerapan good corporate governance yaitu : 1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham. 2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders. 3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham. 4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau board of directors dan manajemen perusahaan. 5. Meningkatkan hubungan board of directors dan manajemen perusahaan. Tujuan pertama dan kedua good corporate governance adalah melindungi hak dan kepentingan pemegang saham dan stakeholders non pemegang saham dari penyalahgunaan jabatan manajemen perusahaan, Chief Executive Officer (CEO) dan board of directors. Tujuan ketiga good corporate governance adalah meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang sahamnya. Peningkatan nilai perusahaan antara lain ditandai oleh peningkatan nilai modal sendiri mereka. Modal sendiri adalah sumber dana perusahaan yang dimiliki para pemegang saham. Modal sendiri terdiri dari modal disetor dengan saldo laba. Semakin besar jumlah modal sendiri dari tahun ke tahun semakin tinggi pula nilai perusahaan. Peningkatan jumlah modal sendiri dari tahun ke tahun dapat meningkatkan kepercayaan para investor dan kreditur untuk menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan. Juga 32 dapat meningkatkan citra perusahaan dan para pemegang sahamnya di mata pelanggan, masyarakat, karyawan, dan perusahaan-perusahaan saingan. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau board of directors dan manajemen perusahaan merupakan tujuan lain good corporate governance. Dalam perusahaan dengan good corporate governance, chairman dan para anggota board of directors secara kolektif maupun individual mempunyai pengetahuan yang dalam tentang bidang usaha perusahaannya. Dengan demikian mereka dapat membimbing anggota manajemen perusahaan secara lebih efektif. Mereka juga lebih mengenal lingkungan eksternal bisnis perusahaannya. Dalam good corporate governance, board of director dapat bersikap independen terhadap setiap kebijaksanaan yang disusun, dan tidakan penting yang dilakukan chief executive officer atau managing director. Dalam good corporate governance para anggota board of directors mempunyai motivasi tinggi untuk mempertimbangkan faktor risiko dan manfaat terbaik bagi perusahaannya atas setiap keputusan penting yang akan mereka ambil. Contoh keputusan penting itu adalah memperluas kegiatan bisnis perusahaan atau melakukan merger dengan perusahaan lain. Mereka juga bersedia meluangkan waktu secukupnya untuk menganalisis hal-hal yang bersangkutan dengan keputusan itu, menyediakan waktu secukupnya untuk mempersiapkan diri menghadiri rapat-rapat dewan pengurus. Good corporate governance mendorong para anggota board of directors dan manajemen perusahaan selalu mengetengahkan etika bisnis dan moral, ketentuan hukum yang berlaku dan kepentingan masyarakat dalam setiap tindakan dan keputusan penting mereka. 2.1.5 Manfaat Good Corporate Governance Dengan melaksanakan good corporate governance, ada beberapa manfaat yang bisa dipetik. Menurut FCGI manfaat tersebut antara lain : 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. 33 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena factor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value. 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen. Khusus bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan dapat membantu penerimaan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terutama dari hasil privatisasi. 5. Biaya modal (cost of capital) yang lebih rendah. Selain manfaat tersebut masih banyak manfaat yang akan diperoleh dari penerapan good corporate governance. Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal (2002 : 9), mengemukakan manfaat dari penerapan good corporate governance antara lain : 1. Perbaikan dalam komunikasi; 2. Memperkecil potensial benturan (konflik kepentingan); 3. Fokus pada strategi-strategi utama; 4. Peningkatan dalam produktifitas dan efisiensi; 5. Menjaga going concern perusahaan; 6. Promosi citra perusahaan; 7. Peningkatan kepuasan pelanggan; 8. Perolehan kepercayaan investor; 9. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan. Beberapa praktisi dan pengamat merangkumnya sebagai berikut : 1. Entitas bisnis akan menjadi lebih efisien. 2. Meningkatkan kepercayaan publik. 3. Menjaga going concern perusahaan. 4. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan. 5. Meningkatkan produktifitas. 6. Mengurangi distorsi (management risk). 34 Sedangkan menurut pengamat manajemen Adji Suratman, manfaat langsung yang dapat dirasakan perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance adalah meningkatnya produktifitas dan efisiensi usaha. Sementara pengamat lain berpendapat bahwa dengan menerapkan good corporate governance, kemampuan operasional perusahaan dan pertanggungjawaban kepada publik akan meningkat. Selain itu juga akan memperkecil praktik KKN dan konflik kepentingan. Badan pengelola pasar modal di banyak negara menyatakan penerapan corporate governance di perusahaan-perusahaan publik secara sehat, telah berhasil mencegah praktek pengungkapan laporan keuangan perusahaan kepada pemegang saham, investor, dan pihak lain yang berkepentingan secara tidak transparan. Mereka juga mengutarakan board of directors perusahaan-perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance dapat melakukan bimbingan kepada manajemen perusahaan mereka secara lebih efektif. Good corporate governance dapat membantu board of directors mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pemiliknya. Manfaat optimal good corporate governance tidak sama dari satu perusahaan dengan perusahaan yang lain, bahkan pada perusahaan-perusahaan publik sekalipun. Karena perbedaan faktor-faktor internal perusahaan, termasuk riwayat hidup perusahaan, jenis usaha bisnis, jenis risiko bisnis, struktur permodalan dan manajemennya, manfaat yang dapat diperoleh secara optimal oleh suatu perusahaan belum tentu dapat diperoleh secara penuh oleh perusahaan yang lain. Oleh karena itu guna mencapai manfaat yang optimal, seringkali diperlukan modifikasi penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dalam suatu perusahaan. 2.1.6 Pihak-Pihak yang Berperan dalam Good Corporate Governance Upaya melakukan good corporate governance dapat dilakukan jika masing-masing pihak dalam perusahaan menyadari perannya untuk mewujudkan good corporate governance. 35 a. Shareholders Pemegang saham yang memiliki kepentingan pengendalian dalam perseroan harus menyadari tanggung jawabnya pada saat ia menggunakan pengaruhnya atas manajemen perseroan, baik dengan menggunakan hak suara mereka atau dengan cara lain. Campur tangan dalam manajemen perseroan yang melanggar hukum harus ditanggulangi dengan cara meningkatkan keterbukaan perseroan dan akuntabilitas manajemen perseroan serta pada akhirnya harus diselesaikan melalui proses hukum yang berlaku. Pemegang saham minoritas juga mempunyai tanggung jawab serupa, yaitu mereka tidak boleh menyalahgunakan hak mereka menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Dewan Komisaris Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan direksi dan memberikan nasihat kepada direksi jika dipandang perlu oleh dewan komisaris. Untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan, dewan komisaris dapat menggunakan jasa penasihat profesional yang mandiri dan atau membentuk komite khusus. Setiap anggota dewan komisaris harus berwatak amanah dan mempunyai pengalaman dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. c. Dewan Direksi Direksi bertugas untuk mengelola perseroan. Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS. Untuk membantu pelaksanaan tugasnya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkannya, direksi dapat menggunakan jasa profesional yang mandiri sebagai penasihat. Setiap anggota direksi haruslah orang yang berwatak baik dan berpengalaman untuk jabatan yang didudukinya. Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan baik demi kepentingan perseroan dan direksi harus memastikan agar perseroan melaksanakan tanggung jawab sosialnya serta memperhatikan kepentingan dari berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). 36 d. Senior Manajemen 1. Akuntan Manajemen a). Merancang sistem informasi atas penilaian kinerja masa lalu dan aktivitas masa depan yang disetujui atau direncanakan. b). Merancang dan menerapkan system internal control yang berperan sebagai dewan penjamin. c). Menjamin bahwa pendelegasian kewenangan ditaati. d). Mengawasi dan mengevaluasi biaya-biaya serta manfat-manfaat dari aktivitas utama. 2. Auditor Internal a). Membantu dewan dalam menilai risiko utama dan memberi nasihat pada pihak manajemen. b). Mengevaluasi system internal control dan bertanggung jawab kepada komite audit. c). Menelaah peraturan corporate governance minimal 1 tahun sekali. e. Komite Audit Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional yang independen kepada dewan komisaris tehadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris serta mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris antara lain meliputi : 1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya. 2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan. 3. Melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh Akuntan Publik untuk memastikan semua risiko yang penting telah dipertimbangkan. 37 2.1.7 Langkah-Langkah Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Langkah-langkah dalam menerapkan good corporate governance adalah : 1. Mengkomunikasikan gagasan kepada segenap komponen perusahaan oleh pemerkarsa. Pemerkarsa terlebih dahulu harus mendapat dukungan penuh dari eksekutif puncak, dewan komisaris dan pemegang saham perusahaan. 2. Mengganti konsep dan wawasan tentang praktik-praktik pengelolaan yang sehat. 3. Melakukan penilaian terhadap sistem. Metode yang dilakukan dapat melalui proses audit, penilaian struktur organisasi, pembagian tugas, penilaian kinerja dan fungsi-fungsi pengambilan keputusan strategis dalam perusahaan. 4. Melakukan analisis dan kajian, dan pendalaman mengenai kriteria good corporate governance dalam perusahaan. 5. Menerapkan sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama. 6. Melakukan evaluasi. 2.1.8 Problematika Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Beberapa isu pokok yang dicakup dalam implementasi good corporate governance meliputi : 1. Hak-hak pemegang saham dan prosedur RUPS, Dewan Komisaris, dan Direksi; 2. Bagaimana fungsi, komposisi, kepatuhan, rapat-rapat, mekanisme pengangkatan dan sistem audit; 3. Bagaimana fungsi auditor eksternal, komite audit; 4. Kerahasiaan informasi perusahaan dan keterbukaan informasi; 5. Manajemen risiko; 6. Perlindungan stakeholders; 7. Keterbukaan informasi yang material, termasuk keakurasian, ketepatan waktu, kejelasan dan komparabilitas, serta informasi orang dalam (insider information). 38 Menurut FCGI, problemetika dan implementasi good corporate governance meliputi : 1. Konsentrasi pemilikan dan kecenderungan hubungan afiliasi. 2. Conflict of interest (agency problem). 3. Dewan Komisaris tidak efektif. 4. Law enforcement lemah. 5. “Kerjasama” perusahaan dengan pihak profesional (termasuk auditor) yang memeriksa perusahaan. Berdasarkan survey yang dilakukan (seperti oleh Asian Corporate Governance Association/ACGA, Pricewaterhouse Coopers. Mc Kinsey & Co), persoalan-persoalan yang menghambat terciptanya good corporate governance di Indonesia antara lain adalah : 1. Praktik-praktik perusahaan yang dibiayai oleh lembaga perbankan milik kelompok usahanya sendiri, serta adanya pinjaman jangka pendek dari luar negeri. Praktik perusahaan tersebut mempengaruhi exchange rate dan pinjaman yang digunakan tersebut mempengaruhi bidang usaha tidak menghasilkan devisa. Hal ini menyebabkan kesulitan perusahaan tersebut pada saat terjadi krisis moneter dalam mengembalikan utangnya. 2. Dominasi pemegang saham mayoritas. 3. Tidak efektifnya kinerja regulator lan lembaga-lembaga keuangan. 4. Lemahnya perlindungan terhadap kreditor dan investor. 2.2 Efektifitas Kinerja Menyeluruh Perusahaan Kinerja perusahaan merupakan prestasi hasil kerja suatu perusahaan. Helfert (2000 : 67) mendefinisikan kinerja perusahaan sebagai hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Menurut Rusdin (2000 : 112) kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Atas dasar hal tersebut di atas, penilaian terhadap kinerja perusahaan perlu dilakukan untuk mengetahui hasil usaha yang diperoleh selama satu periode 39 tertentu. Hasil penilaian kinerja tersebut bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sebesar yang ada, serta berguna untuk mempertimbangkan efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya. Untuk dapat mengetahui apakah kemampuan perusahaan meningkat atau tidak, perusahaan harus melakukan pengukuran atau penilaian atas kinerja perusahaan tersebut. Secara umum kinerja merupakan refleksi dari pencapaian keberhasilan perusahaan atas berbagai aktivitas yang dilakukan. Keberhasilan ditentukan oleh seberapa baik perusahaan memanfaatkan keuntungan yang diperoleh dari skala dan ruang lingkup ekonomis. Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam perusahaan. Selain digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan, pengukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya untuk menentukan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Pihak manajemen juga dapat menggunakan pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang lalu. Pada era persaingan industrial, kesuksesan suatu perusahaan diukur dengan keberhasilan dalam memanfaatkan skala ekonomis usahanya. Dalam situasi ini sistem pengendalian atas alokasi dana dan barang modal, sehingga tolak ukur kinerja keuangan yang digunakan adalah tingkat pengembalian terhadap barang modal (return on capital, return on equity, return on investment and residual income). Dengan tolak ukur kinerja tersebut dapat diketahui sejauh mana perusahaan dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara produktif dalam upaya meningkatkan nilai dan kemakmuran seluruh pemegang saham. Namun tolak ukur penilaian kinerja tersebut hanya bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan skala ekonomis perusahaan (pemegang saham). Kepentingan pihak lain, seperti pelanggan yang merupakan pengguna produknya belum terakomodasi dalam indikator tolak ukur tersebut. Padahal pelanggan merupakan sumber utama pendapatan perusahaan. 40 Menurut Rusdin (2000:113), sistem penilaian kinerja sebaiknya mengandung indikator kinerja, yaitu : 1. Memperhatikan setiap aktivitas organisasi dalam menekankan pada perspektif pelanggan. 2. Menilai setiap efektivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang memberikan kesan terhadap pelanggan. 3. Memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja sebara komprehensif yang mempengaruhi pelanggan. 4. Menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenali permasalahan dan peluang untuk melakukan perbaikan. Dari uraian di atas, maka penilaian pekerja mengandung makna bahwa pengukuran dilakukan terhadap berbagai aktivitas tingkat organisasi sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk melakukan perbaikan organisasi. Perbaikan tersebut menyangkut perbaikan manajemen yang meliputi perbaikan perencanaan, perbaikan proses, dan perbaikan evaluasi. Hasil evaluasi selanjutnya merupakan informasi untuk perbaikan perencanaan dan proses evaluasi selanjutnya. Proses perencanaan dan proses evaluasi harus dilakukan secara terus menerus agar keunggulan bersaing dapat tercapai. Lebih luas, penilaian kinerja perusahaan mengukur aspek keuangan dan non keuangan. Pengukuran tersebut didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas yang berhasil dicapai dan dipusatkan pada tiga dimensi utama, yaitu efisiensi, kualitas, dan waktu. Menurut Rusdin, (2000 : 115), karakteristik penilaian kinerja harus memenuhi kriteria : 1. Kelayakan informasi yang dihasilkan dengan level. 2. Organisasi dan biaya penilaian. 3. Bebas dari kesalahan pengukuran. 4. Mengikuti alur waktu penilaian. 5. Memperbandingkan keefektivan biaya penilaian. 41 2.2.1 Pengertian Kinerja Perusahaan Kinerja merupakan sesuatu yang dihasilkan atau kerja yang diicapai dari suatu usaha (Purwadarminta, 1995). Selanjutnya Stooner dan Freeman mendefinisikan kinerja sebagai berikut : ”Managerial performance is the measures of how efficient and effective a manager is. How will she or he determines and achieves appropriate objectives. Organizational performances is measures of how well organizational do their jobs.” (1992 : 6) Kinerja sebagai kata benda mengandung arti “thing done” (sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1992 : 2). Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari seluruh organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya. Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996). Kinerja perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada suatu periode waktu tertentu. 2.2.2 Penilaian Kinerja Perusahaan Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya, berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 1993 : 419). 42 Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi dan johny Setyawan, 1999). Atkinson, dkk (2001 : 45) memaparkan bahwa sebuah sistem pengukuran kinerja yang efektif memiliki karakteristik sebagai berikut : ”Consider each activity and the organization it self from customers perspective, eveluate each activity using customer validated measures of performance and the before are comprehensive, and provide feedback to help organization members, identify problem and opportunities for improvement.” Dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja yang efektif harus memperhatikan keseimbangan antara kinerja keuangan dan non keuangan, serta ukuran kinerja yang dipakai dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan untuk perbaikan yang berkesinambungan. Dengan adanya penilaian kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar yang obyektif untuk memberikan kompensasi yang sesuai dengan prestasi yang disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien. Menurut Mulyadi penilaian kinerja dapat memberikan manfaat kepada manajemen sebagai berikut : 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personel secara maksimum. 2. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan karyawan, seperti : promosi, transfer, dan pemberhentian. 3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 5. Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan. 43 Adapun ukuran penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk menilai kinerja secara kuantitatif (Mulyadi, 1997) : 1. Ukuran kinerja unggul adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran penilaian. Dengan digunakannya hanya satu ukuran kinerja, karyawan dan manajemen akan cenderung untuk memusatkan usahanya pada kriteria tersebut dan mengabaikan kriteria yang lainnya, yang mungkin sama pentingnya dalam menentukan sukses tidaknya perusahaan atau bagian tertentu. 2. Ukuran kinerja beragam adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja. Ukuran kinerja beragam merupakan cara penilaian untuk mengatasi kelemahan kriteria kinerja tunggal. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga manajer diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria. 3. Ukuran kinerja gabungan adalah dengan adanya kesadaran dengan adanya beberapa kriteria lebih penting bagi perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan tujuan lain, maka perusahaan melakukan pembobotan terhadap ukuran kinerjanya. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui hasil, pelayanan dan citra perusahaan. Anthony dan Govindarajan (2001 : 204), mengemukakan bahwa pengukuran dan penilaian kinerja merupakan masalah penting yang tidak terpecah dalam akuntansi manajemen. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor eksternal di luar kendali manajer dan tidak dapat diukur oleh banyak perusahaan yang masih menggunakan dimensi keuangan. Dalam manajemen tradisional, ukuran kinerja yang biasa digunakan adalah ukuran keuangan, karena pengukuran keuangan inilah yang dengan mudah dilakukan pengukurannya. Maka kinerja personel yang diukur adalah hanya yang berkaitan dengan keuangan, hal-hal yang sulit diukur diabaikan atau diberi nilai kuantitatif yang tidak seimbang. Ukuran-ukuran keuangan tidak memberikan gambaran yang nyata mengenai perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa metode 44 pengakuan, pengukuran dan pengungkapan yang diakui dalam akuntansi, misalnya depresiasi, pengakuan kas, metode penentuan laba, dan sebagainya. 2.2.2.1 Kinerja Perusahaan dengan Menggunakan Analisis Laporan Keuangan Pengukuran kinerja perusahaan dengan dimensi keuangan merupakan alat pengendalian untuk mengetahui sehat tidaknya pengelolaan usaha perusahaan dalam meningkatkan hasil, pelayanan dan citra perusahaan. Menurut Kaplan dan Atkinson (1998 : 442) ada dua alasan pokok perusahaan menggunakan ukuran kinerja keuangan. Pertama, ukuran kinerja keuangan seperti laba, berkaitan langsung dengan sasaran jangka panjang perusahaan yaitu sasaran financial. Kedua, ukuran kinerja keuangan menyediakan sejumlah gambaran tentang kinerja perusahaan. Analisis keuangan mencakup perangkat kerja dan teknik yang memungkinkan para analisis memeriksa laporan keuangan masa lalu dan pada saat sekarang, sehingga performa dan posisi keuangan perusahaan dapat dievaluasi sementara risiko serta potensi di masa depan dapat diestimasi. Untuk dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan keuangan, perusahaan perlu mengadakan interpretasi atau analisis terhadap data keuangan dari perusahaan yang bersangkutan. Data keuangan tersebut akan tercermin dalam laporan keuangan dan dari sumber-sumber lainnya. Hasil analisis lalu dirangkum dan diartikan. Simpulan tercapai dan laporan diberikan kepada orang yang menghendaki pelaksanaan analisis tersebut. Tujuan utama dari setiap perusahaan yang berorientasi laba adalah memperoleh laba yang memuaskan. Oleh karenanya, laba merupakan tolak ukur yang penting dari efektivitas. Lebih jauh lagi, kerena laba merupakan selisih antara pendapatan (sebuah tolak ukur laba) dan biaya (sebuah tolak ukur input). S. Munawir (1995 : 89) mengemukakan bahwa teknik analisis yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan adalah analisis Return on Investment (ROI). Analisis ROI ini adalah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat 45 mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam menghasilkan keuntungan. 2.2.2.2 Kinerja Perusahaan dengan Menggunakan Balanced Scorecard Untuk mengetahui performa perusahaan secara komprehensif, kinerja perusahaan harus diukur berdasarkan kinerja keuangan dan non keuangan. Penilaian tersebut didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas yang berhasil oleh perusahaan. Peningkatan kinerja perusahaan diupayakan antara lain agar dapat memenangkan persaingan. Banyak perusahaan yang mengubah sistem pengukuran kinerja perusahaannya dengan menambahkan ukuran-ukuran non keuangan dan memperkuat strategi bersaing. Sistem pengukuran yang mendasarkan pada kinerja keuangan dan non keuangan dikembangkan oleh bidang akuntansi manajemen adalah pengukuran dengan pendekatan balanced scorecard. Balanced scorecard merupakan suatu pendekatan yang sistemetika untuk mengukur kinerja dan dapat mencerminkan berbagai aktivitas dan tingkat organisasi yang serta dapat mengetahui bagaimana efektivitas operasi perusahaan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pengukuran kinerja menggunakan balanced scorecard dikatakan efektif apabila keseimbangan antara kinerja keuangan dan non keuangan terjadi sehingga menyebabkan hubungan sebab akibat yang dapat dinyatakan dengan suatu urutan pernyataan jika-maka (if-then). Kaplan dan Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi (1996 : 130) mengemukakan contoh keterkaitan antara meningkatnya aktivitas pelatihan penjualan kepada para tenaga penjual dengan peningkatan keuntungan dapat ditentukan melalui urutan hipotesa sebagai berikut : Jika kami meningkatkan pelatihan kepada pekerja mengenai produk, maka mereka akan menjadi lebih mengenal jajaran produk yang akan dijual; jika pekerja telah mengenal produk, maka efektivitas penjualan meningkat, maka marjin ratarata produk yang dijual akan meningkat. 46 2.3 Konsep Balanced Scorecard Atkinson et al mendefinisikan balanced scrorecard sebagai berikut : “Balanced scorecard is a set of performance targets and results that reflect the organization performance in meeting its objectives relating to its customers, employees, business partners, shareholders, and community”. (1997 : 45) Balanced scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja perusahaan yang diciptakan oleh Kaplan dan Norton, yang mencakup empat perspektif : keuangan, pelaggan, proses bisnis internal, dan proses pembelajaran dan pertumbuhan. Kata “balanced” dalam balanced scorecard berarti bahwa dalam pengukuran kinerja harus terdapat keseimbangan (balance) antara ukuran keuangan dan ukuran nonkeuangan. Dari keempat perspektif diatas dapat dilihat bahwa balanced scorecard dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok (Kaplan dan Norton, 1996) : 1. Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham (perspektif keuangan). 2. Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan (perspektif pelanggan). 3. Apa yang menjadi keunggulan perusahaan (perspektif proses internal). 4. Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan menciptakan nilai secara berkesinambungan (Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan). Balanced scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif mengunakan scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis, untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, antara lain : 1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi. Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang 47 digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya. Untuk menetapkan berbagai tujuan keuangan, tim manajemen eksekutif senior harus mempertimbangkan apakah harus menitikberatkan kepada pertumbuhan pendapatan dan pasar, profitabilitas atau menghasilkan arus kas. Khusus untuk perspektif pelanggan, tim manajemen harus menyatakan dengan jelas pelanggan dan segmen pasar yang diputuskan untuk dimasuki. Setelah tujuan keuangan dan pelanggan telah ditetapkan kemudian mengidentifikasi berbagai tujuan dan ukuran proses bisnis internal. Balanced scorecard menekankan pada proses yang paling penting bagi tercapainya kinerja yang terbaik bagi pelanggan dan pemegang saham. Identifikasi semacam ini sering menghasilkan proses internal baru yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan agar strategi berhasil. Keterkaitan yang terakhir, tujuan pembelajaran dan pertumbuhan, memberi alasan logis terhadap adanya kebutuhan investasi yang besar untuk melatih ulang para pekerja, dalam teknologi dan sistem informasi, serta dalam meningkatkan berbagai prosedur organisasional. 2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan serta ukuran strategis. Tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard dikomunikasikan ke seluruh organisasi melalui surat edaran, papan buletin, video dan bahkan secara elektronis melalui jaringan komputer. Komunikasi tersebut memberi informasi kepada semua pekerja mengenai berbagai tujuan penting yang harus dicapai agar strategi organisasi berhasil. Balanced scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan pemegang saham dan konsumen karena tujuan tersebut membutuhkan kinerja karyawan yang baik. Balanced scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu : a). Comunicating and educating (mengkomunikasikan dan mendidik). 48 b). Setting Goals (menetapkan tujuan). c). Linking Reward to Performance Measures (mengaitkan imbalan dengan ukuran kinerja). 3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis. Balanced scorecard akan memberi dampak terbesar pada saat dimanfaatkan untuk mendorong terjadinya perubahan perusahaan. Untuk itu para eksekutif senior harus menentukan sasaran bagi berbagai ukuran scorecard untuk tiga atau lima tahunan, yang jika berhasil dicapai akan mengubah perusahaan. Sasaran-sasaran tersebut harus mencerminkan adanya perubahan dalam kinerja unit bisnis. Perencanaan dan proses menejemen penetapan sasaran memungkinkan perusahaan untuk : a). Mengukur hasil jangka panjang yang ingin dicapai. b). Mengidentifikasi mekanisme dan mengusahakan sumberdaya untuk mencapai hasil tersebut. c). Menetapkan tonggak-tonggak jangka pendek dari ukuran keuangan dan non-keuangan scorecard. 4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis. Proses yang terakhir ini adalah proses yang paling inovatif dan merupakan aspek yang paling penting dari seluruh proses manajemen scorecard. Proses ini memberikan kapabilitas bagi pembelajaran perusahaan pada tingkat eksekutif. Balanced scorecard memungkinkan manajer memantau dan menyesuaikan pelaksanaan strategi, dan jika perlu, membuat perubahan-perubahan mendasar terhadap perubahan itu sendiri. Balanced scorecard yang baik harus mencerminkan bauran antara pengukuran dengan hasil yang diperoleh dan pengukuran antara pemicu kinerja. Pengukuran atas hasil yang diperoleh tidak menunjukkan bagaimana hasil tersebut diperoleh dan tidak memberikan indikasi awal apakah strategi perusahaan dilaksanakan dengan sukses atau tidak. Sebaliknya, pengukuran atas pemicu kinerja, misalnya waktu siklus produksi atau tingkat kerusakan dalam produksi, hanya memberikan informasi apakah perusahaan dapat mencapai perbaikan 49 operasional tersebut berdampak pada peningkatan usaha maupun kinerja keuangan. Idealnya suatu organisasi tidak hanya mempertahankan kinerja relatif yang ada, akan tetapi akan memperbaiki secara terus menerus. Perbaikan secara terus menerus hanya dapat dicapai apabila perusahaan melibatkan mereka yang langsung terkait dalam proses bisnis internal. Balanced scorecard yang dirancang dengan empat perspektif menghendaki keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan dan driver performasi hasil tersebut. Upaya penyeimbangan tersebut akan menyangkut pihak-pihak di dalam dan di luar organisasi yang dijadikan tolak ukur guna mengimbangi scorecard yang berdimensi ukuran profitabilitas. Biasanya tolak ukur yang dikembangkan adalah aspek customer satisfaction dan employee retention. Peningkatan sales ataupun penurunan cost tidak ada artinya apabila akan menimbulkan ketidakpuasan di mata konsumen yang pada akhirnya menurunkan tingkat loyalitas para pelanggan. 2.3.1 Perspektif Balanced Scorecard Norton dan Kaplan dalam bukunya berjudul The Balanced Scorecard, memaparkan empat persektif dasar balanced scorecard yang memungkinkan terciptanya keseimbangan antara sasaran jangka pendek dengan sasaran jangka panjang, antara hasil yang diharapkan dengan pemicu kinerja dari hasil-hasil tersebut, serta antara pengukuran yang obyektif dan pengukuran yang lebih subyektif yaitu financial, customer, internal business process, dan lerning and growth. Perspektif keuangan menggambarkan keberhasilan financial yang dicapai oleh organisasi atas aktivitas yang dilakukan dalam tiga perspektif lainnya. Persepektif pelanggan menggambarkan pelanggan dan segmen pasar dimana organisasi berkompetisi. Perspektif proses bisnis internal mengidentifikasikan proses-proses yang penting untuk melayani pelanggan dan pemilik organisasi. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggambarkan kemampuan organisasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Namun karena entitas bisnis bersifat unik, maka dalam aplikasinya Kaplan dan Norton juga 50 mengemukakan bahwa keempat perspektif tersebut dapat saja berubah, bisa ditambah maupun dikurangi, disesuaikan dengan karakteristik dan entitas bisnis yang bersangkutan. Balanced scorecard memberi kerangka kerja yang komprehensif kepada para eksekutif untuk menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang terpadu. Scorecard memberi kerangka kerja dan bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi. Scorecard menggunakan pengukuran untuk memberi informasi kepada para pekerja mengenai faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan yang akan datang. Dengan mengartikulasikan hasil yang diinginkan perusahaan dan faktor pendorong hasilhasil tersebut, para eksekutif senior berharap dapat menyalurkan energi, kemampuan, dan pengetahuan spesifik sumber daya manusia perusahaan menuju ke arah tercapainya tujuan jangka panjang. 2.3.1.1 Perspektif Keuangan (Financial) Balanced scorecard mempertahankan perspektif keuangan karena tolok ukur keuangan berguna dalam mengiktisarkan konsekuensi tindakan ekonomi terukur yang telah diambil. Tolok ukur kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, implementasi dan eksekusi perusahaan memberi kontribusi pada perbaikan laba. Pembentukan sebuah balanced scorecard seharusnya akan mendorong unit bisnis untuk mengaitkan tujuan keuangan dengan strategi korporasi. Tujuan keuangan menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif scorecard lainnya. Setiap ukuran terpilih harus merupakan bagian dari hubungan sebab akibat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Tujuan keuangan mungkin sangat berbeda untuk setiap tahap siklus hidup bisnis. Teori strategi bisnis menawarkan beberapa strategi yang berbeda yang dapat diikuti oleh unit bisnis, dari pertumbuhan pangsa pasar yang agresif sampai kepada konsolidasi bisnis dan likuidasi. Untuk menyederhanakan, Kaplan dan Norton hanya mengidentifikasikan tiga tahap, yaitu : 51 1. Bertumbuh (Growth) Perusahaan yang sedang bertumbuh berada pada awal siklus hidup perusahaan. Mereka menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Untuk memanfaatkan potensi ini, mereka harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru, membangun dan memperluas fasilitas produksi, membangun kemampuan operasi, menanamkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global, dan memelihara serta mengembangkan hubungan yang erat dengan pelanggan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian kas modal yang rendah. Investasi yang ditanam untuk masa depan mungkin mengkonsumsi uang kas yang lebih banyak dari yang dapat dihasilkan saat ini oleh produk, jasa, dan pelanggan perusahaan yang masih terbatas. Tujuan keuangan keseluruhan perusahaan dalam tahap pertumbuhan adalah presentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah. 2. Bertahan (Sustain) Sebagian besar unit bisnis dalam sebuah perusahaan mungkin berada pada tahap bertahan, situasi ini dimana unit bisnis masih memiliki daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Unit bisnis seperti ini diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara bertahap tumbuh dari tahun ke tahun. Proyek investasi akan lebih diarahkan untuk mengatasi berbagai kemacetan, perluasan kapasitas, dan peningkatan aktivitas perbaikan yang berkelanjutan, dibanding investasi yang memberikan pengembalian modal dan pertumbuhan jangka panjang seperti yang dilakukan pada tahap pertumbuhan. Kebanyakan unit bisnis di tahap bertahan akan menetapkan tujuan keuangan yang terkait dengan profitabilitas. Tujuan seperti ini dapat 52 dinyatakan dengan memakai ukuran yang terkait dengan laba akuntansi seperti laba operasi dan gross margin. Ukuran ini menganggap investasi modal dalam unit bisnis sudah tetap dan meminta para manajer untuk memaksimalkan pendapatan yang dihasilkan dari investasi modal. Unit bisnis lain yang lebih memiliki otonomi diminta untuk tidak hanya mengelola arus pendapatan tetapi juga tingkat investasi modal yang ditanamkan di dalam unit bisnis bersangkutan. Ukuran yang digunakan untuk unit bisnis seperti ini menyelaraskan laba akuntansi yang dihasilkan dengan tingkat investasi yang ditanamkan, ukuran seperti tingkat pengembalian investasi, return on capital employeed, dan nilai tambah ekonomis adalah contoh ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja unit bisnis seperti ini. 3. Menuai (Harvest) Sebagian dari unit bisnis akan mencapai tahap kedewasaan dalam siklus hidupnya, tahap dimana perusahaan ingin ”menuai” investasi yang dibuat pada dua tahap sebelumnya. Bisnis tidak lagi membutuhkan investasi yang besar, cukup untuk pemeliharaan peralatan dan kapabilitas, bukan perluasan atau pembangunan berbagai kapabilitas baru. Setiap proyek investasi harus memiliki periode pengembalian investasi yang definitif dan singkat. Tujuan utamanya adalah memaksimalkan arus kas kembali ke korporasi. Tujuan keuangan keseluruhan untuk bisnis pada tahap menuai adalah arus kas operasi (sebelum depresiasi) dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja. 2.3.1.2 Perspektif Pelanggan (Customer) Dalam perspektif pelanggan balanced scorecard, perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Segmen pasar merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasilan tujuan keuangan perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai aspek penting yang mempengaruhi pelanggan – kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi dan profitabilitas – dengan pelanggan dan segmen pasar sasaran. 53 Selain itu persepektif pelanggan juga memungkinkan perusahaan melakukan identifikasi dan pegukuran, secara eksplisit proposisi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Proposisi nilai merupakan faktor pendorong, lead indicator, untuk ukuran pelanggan penting. Pelanggan sangat penting artinya karena merupakan sumber pendapatan perusahaan. Pada masa lalu terdapat kecenderungan bahwa perusahaan lebih mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dengan memberikan penekanan pada kinerja produk, inovasi dan teknologi, tanpa kewajiban untuk memahami apa yang dibutuhkan pelanggan. Kini dengan tingkat persaingan yang demikian tajam, begitu banyak perusahaan yang berlomba untuk menawarkan produk dan jasa yang lebih baik yang sessuai dengan preferensi pasar. Sehingga kini pelanggan memiliki begitu banyak pilihan sebagai konsekuensinya. Jika perusahaan ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dan jangka panjang, mereka harus menciptakan dan memberikan suatu produk dan jasa yang lebih bernilai lebih bagi pelanggan. Berdasarkan pengetahuan bahwa di satu pihak, potential customer sangatlah beragam dan di pihak lain perusahaan pun memiliki keterbatasan untuk dapat memuaskan seluruh potential customernya, maka perusahaan perlu membuat segmentasi pasar yang paling mungkin untuk dilayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Mengacu pada uraian Kaplan dan Norton, penetapan segmen pasar yang dijadikan sasaran dan identifikasi keinginan dan kebutuhan pelanggan dan segmen tersebut merupakan langkah-langkah awal dan dan penentuan seperangkat tolak ukur kinerja pelanggan. Tolak ukur kinerja pelanggan sendiri dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok yang pertama disebut kelompok inti (cone measurement group) dan kelompok kedua disebut kelompok penunjang (customer value preposition). Lima tolak ukur yang tergabung dalam kelompok inti pada dasarnya merupakan ukuran-ukuran hasil akhir (outcome measures) yang saling terkait, yang terdiri dari : 54 1. Tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction) yang mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan (kiteria-kriteria tertentu). 2. Kemampuan mempertahankan pelanggan lama (customer retention) yang mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan-pelanggan lama. 3. Tingkat perolehan pelanggan baru (new customer acquisition) yang mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelangganpelanggan baru. 4. Tingkat profitabilitas pelanggan (customer profitability) yang mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari satu segmen pasar yang dilayani. 5. Penguasaan pangsa pasar (market and account shares) yang mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan. Hubungan antara kelima tolok ukur yang tergabung dalam kelompok inti : Pangsa Pasar Akuisisi Pelanggan Kepuasan Pelanggan Retensi Pelanggan Profitabilitas Pelanggan Gambar 2.1 Perspektif Pelanggan – Ukuran Utama Agar tolak ukur kelompok inti tersebut dapat dilakukan oleh para karyawan dalam kegiatan sehari-hari, maka dibutuhkan penjabaran lebih lanjut dalam tolak ukur kelompok penunjang (value preposition) yang pada dasarnya merupakan aktifitas-aktifitas penentu hasil akhir (driver). 55 Kelompok penunjang dibagi menjadi tiga sub kelompok yang juga saling terkait, yaitu : 1. Atribut-atribut produk (fungsi, harga, dan mutu). Tolak ukur atribut produk adalah tingkat harga secara efektif, tingkat daya guna produk, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat ketidaksempurnaan proses produksi, mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia serta tingkat efisiensi produksi. 2. Hubungan dengan pelanggan (customer relationship). Tolak ukur yang termasuk sub kelompok ini : tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramuniaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan. 3. Citra dan reputasi (image and reputation) perusahaan beserta produkproduknya dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen. 2.3.1.3 Perspektif Intern Business Process Pada perspektif proses bisnis internal, para manajer melakukan proses identifikasi sebagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuranukuran untuk perspektif keuangan dan pelanggan. Urutan ini memungkinkan perusahaan memfokuskan pengukuran proses bisnis internal kepada proses yang akan mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pelanggan dan para pemegang saham. Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil keuangan yang baik. Model rantai nilai generik memberi suatu template yang dapat disesuaikan oleh setiap perusahaan dalam mempersiapkan perspektif setiap bisnis internal. Model ini terdiri dari tiga proses bisnis utama yaitu : 56 1. Inovasi Dalam proses inovasi, unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau yang masih tersembunyi, dan kemudian menciptakan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses inovasi terdiri atas dua komponen. Dalam komponen yang pertama para manajer melaksanakan penelitian pasar untuk mengenali ukuran pasar, bentuk preferensi pelanggan dan tingkat harga produk dan jasa sasaran. Ketika perusahaan melaksanakan proses internal untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tertentu, memiliki informasi yang akurat dan dapat diandalkan tentang ukuran pasar dan preferensi pelanggan menjadi tugas penting yang harus dilaksanakan dengan baik. Selain melakukan survey terhadap pelanggan yang ada dan pelanggan potensial, proses inovasi juga dapat mencakup membayangkan peluang dan pasar baru bagi produk dan jasa yang dapat dipasok perusahaan. Informasi mengenai pasar dan pelanggan memberi masukan untuk proses perancangan dan pengembangan produk atau jasa merupakan langkah kedua dalam proses inovasi. Selama tahap ini, kelompok penelitian dan pengembangan perusahaan melakukan : a). Melaksanakan penelitian dasar dalam mengembangkan produk dan jasa baru secara radikal untuk memberi nilai tambah kepada pelanggan. b). Melaksanakan penelitian terapan, mengembangkan teknologi yang ada untuk generasi produk dan jasa berikutnya. c). Melakukan usaha pengembangan yang terfokus untuk membawa produk dan jasa baru ke pasar. 2. Operasi Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai di dalam perusahaan. Dimulai dengan diterimanya pesanan pelanggan dan diakhiri dengan penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan. Proses ini menitikberatkan kepada penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu. Tolak ukur yang 57 digunakan antara lain manufacturing cycle effectiveness, tingkat kerusahan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi. 2. Layanan purna jual Tahap terakhir nilai rantai internal adalah layanan purna jual. Layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan, penggantian produk rusak, dan yang dikembalikan, serta proses pembayaran seperti administrasi kartu kredit. Perusahaan yang berupaya untuk memenuhi harapan pelanggan sasaran dapat mengukur kinerja proses layanan purna jual dengan mnyertakan beberapa dari ukuran waktu, mutu dan biaya, sama seperti yang dipakai untuk proses operasi. Misalnya, lama siklus – dari permintaan pelanggan sampai kepada pemecahan masalah – dapat disertakan untuk mengukur kecepatan dalam menganggapi adanya kerusakan. Ukuran biaya dapat dipakai untuk mengevaluasi efisiensi – biaya penggunaan sumber daya – dalam proses layanan purna jual. Dan hasil sekali lintas dapat digunakan untuk mengukur persentase permintaan penanganan masalah pelanggan yang diatasi dengan hanya satu panggilan layanan, dibandingkan dengan yang membutuhkan panggilan berulang-ulang untuk menyelesaikan masalah tersebut. 2.3.1.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth) Perspektif keempat dan terakhir pada balanced scorecard mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang 58 memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai. Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif scorecard yang pertama. Untuk tujuan insentif, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memfokuskan pada kemampuan manusia. Manajer bertanggung jawab mengembangkan kemampuan karyawan : Implementing Strategy begins by educating and envolving the people who must execute it… (Kaplan & Norton, 1996 : 199). Aspek pembelajaran dan pertumbuhan memberikan infrastuktur untuk mendukung pencapaian tiga aspek sebelumnya. Tolak ukur kinerja untuk pembelajaran dan pertumbuhan ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : 1. Employee capability (kemampuan karyawan). 2. Information technology and system (kemampuan sistem informasi). 3. Motivation, empowerment and alignment (motivasi, pemberdayaan, dan keserasian). Ketiga kelompok di atas diarahkan untuk mencapai kepuasan karyawan, loyalitas karyawan, dan produktifitas karyawan, tolak ukur yang dapat digunakan antara lain : tingkat kepuasan kerja para karyawan, besarnya pendapatan para karyawan, nilai tambah per karyawan, dan tingkat pengembalian balas jasa (return on compensation). Sedangkan kelompok kedua memberi dukungan kepada para pegawai untuk menyempurnakan proses pelaksanaan yang memerlukan umpan balik yang cepat, tepat waktu, dan teliti mengenai produk atau jasa yang diberikan. Tolak ukur kinerja ini dapat berupa tingkat ketersediaan umpan balik dan presentasi karyawan yang dapat mengakses informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, dan jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Kaplan dan Norton menemukan sebagian besar perusahaan menetapkan tujuan pekerja yang ditarik dari tiga pengukuran utama yang berlaku umum. Ketiga ukuran ini kemudian ditambah juga dengan faktor pendorong yang dapat disesuaikan dengan situasi tertentu. Tiga pengukuran tersebut adalah : 59 1. Mengukur kepuasan pekerja. Pekerja yang puas merupakan pra kondisi bagi meningkatnya produktifitas, daya tanggap, dan layanan pelanggan. Perusahaan yang ingin mencapai tingkat kepuasan yang tinggi perlu memiliki pelanggan yang dilayani oleh pekerja yang terpuaskan oleh perusahaan. Unsur-unsur dalam survey kepuasan pekerja dapat meliputi : a). Keterlibatan dalam pengambilan keputusan. b). Penghargaan karena telah melakukan pekerjaan dengan baik. c). Akses yang memadai kepada informasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. d). Dorongan aktif untuk bekerja kreatif dan menggunakan inisiatif. e). Tingkat dukungan dari fungsi staff. f). Kepuasan keseluruhan dengan perusahaan. 2. Retensi pekerja. Tujuan retensi pekerja adalah untuk mempertahankan selama mungkin para pekerja yang diminati perusahaan. Teori yang menjelaskan ukuran ini adalah bahwa perusahaan membuat investasi jangka panjang dalam diri pekerja sehingga tiap kali ada pekerja yang berhenti bukan atas keinginan perusahaan merupakan suatu kerugian modal intelektual bagi perusahaan, pengetahuan tentang proses organisasional dan diharapkan sensitifitasnya terhadap kebutuhan para pelanggan. Retensi pekerja pada umumnya diukur dengan persentase keluarnya pekerja yang memegang jabatan kunci. 3. Produktifitas pekerja. Produktifitas pekerja adalah suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Ukuran produktifitas paling sederhana adalah pendapatan per pekerja seharusnya meningkat. 60 Pada kelompok motivasi, pemberdayaan, dan keserasian individu dalam perusahaan merupakan kondisi prasyarat yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pertumbuhan melalui penciptaan iklim dan organisasi yang memotovasi karyawan. Tolak ukur yang tergabung dalam kelompok ini antara lain adalah jumlah saran tiap pegawai yang diajukan dan diwujudkan, jumlah saran yang diimplementasikan, jumlah saran yang berhasil guna, serta banyaknya pegawai yang mengetahui visi dan misi perusahaan. Setiap tujuan dan ukuran dari setiap perspektif merupakan suatu hubungan sebab akibat, artinya jika tujuan dari perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran tercapai maka akhirnya akan menyebabkan peningkatan kinerja keuangan organisasi. Hubungan sebab akibat merupakan komponen penting dalam performance measurement model karena hubungan sebab akibat dapat membantu memprediksi tujuan keuangan yang akan tercapai, dan dapat menciptakan proses pembelajaran, motivasi dan komunikasi yang efektif. Hubungan sebab akibat keempat perspektif tersebut seperti berikut : Financial Customer Internal Process Learning & Growth Gambar 2.2 Balanced Scorecard Cause Effect 61 2.3.2 Karakteristik Organisasi Sejak awal perkembangannya hingga kini, balanced scorecard telah banyak diaplikasikan oleh organisasi, antara lain pada : 1. Perusahaan yang terdiri dari kumpulan strategic business unit (SBU). 2. Perusahaan patungan (joint venture). 3. Departemen pendukung dalam perusahaan dan unit-unit bisnis. 4. Organisasi non profit dan organisasi pemerintah. Kaplan dan Norton (1996 : 36) menyatakan bahwa : ”Wether that organizational unit has (or should have) a mission, a strategy, customers (internal or eksternal, and internal processes that enable it to accomplish its mission ang strategy. If it does, the unit is a valid candidate for a balanced scorecard.” Jelaslah bahwa balanced scorecard dapat diaplikasikan pada setiap tipe organisasi yang memiliki visi, misi, strategi, dan memiliki proses internal dalam pencapaian visi, misi serta strategi tersebut. Hingga kini aplikasi balanced scorecard masih dalam tahap pengembangan, tapi setidaknya kini dapat dilihat bahwa balanced scorecard dapat memperjelas dua elemen strategi tingkat perusahaan, yaitu : 1. Tema perusahaan (corporate themes), yaitu, nilai, kepercayaan, dan tematema yang merefleksikan identitas perusahaan yang harus dimiliki oleh tiap-tiap strategic business unit. 2. Peran perusahaan (corporate role), yaitu tindakan yang dimandatkan pada tingkat perusahaan sehingga menciptakan tingkat sinergi pada tingkat SBU, misalnya teknologi yang digunakan bersama-sama, penjualan silang atas pelanggan bagi SBU-SBU yang berbeda. 2.3.3 Manfaat Penerapan Balanced Scorecard Penerapan balanced scorecard memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut (Kaplan & Norton, 1996) : 1. Memungkinkan perusahaan untuk terus memantau hasil-hasil dalam bidang keuangan yang dicapainya, dengan tetap memantau perkembangan 62 dalam membangun keunggulan kompetitif dan meningkatkan nilai aktiva tak berwujud yang dibutuhkan bagi masa depan perusahaan. 2. Menjaga agar tidak timbul myopic suboptimisation yang terjadi apabila hanya digunakan tolok ukur tunggal dalam memotovasi dan mengevaluasi kinerja unit bisnis. 3. Menjembatani pengembangan dan formulasi strategi dengan persiapannya. 4. Menumbuhkan konsensus dan kerjasama diantara para senior eksekutif dan anggota organisasi yang lain baik secara vertikal maupun horisontal. 5. Menerjemahkan sebuah visi menjadi tema-tema kunci strategik yang dikomunikasikan dan dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi. 6. Mengkomunikasikan strategi-strategi terbaru pada seluruh karyawan dan kemudian menyelaraskan tujuan-tujuan departemen, tim dan individu guna mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan strategi. 7. Memberikan sarana penilaian yang lebih baik atas kemampuan manajerial, usaha-usaha dan kualitas keputusan dan organisasi. 8. Memberikan umpan balik bagi perbaikan strategi. 2.3.4 Prinsip-Prinsip Balanced Scorecard Balanced scorecard menurut Kaplan dan Norton yang dialih bahasakan oleh Peter R. Yosi (1996 : 130) memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Melengkapi tolok ukur kinerja keuangan dengan tolok ukur pemicu kinerja. Tolok ukur keuangan tanpa tolok ukur pemicu kinerja tidak mampu untuk menyampaikan bagaimana hasil akhir tersebut dicapai dan juga tidak memberikan indikasi awal atas sejauh mana keberhasilan penerapan strategi. Sebaliknya tolak ukur pemicu kinerja tanpa tolak ukur keuangan tidak memungkinkan unit bisnis untuk mengetahui apakah perbaikan-perbaikan operasional yang dilakukan telah diterjemahkan kepada perkembangan usaha, yaitu peningkatan jumlah pelanggan yang ada serta bermuara pada akhir peningkatan kinerja keuangan. 63 2. Rangkaian sasaran dan tolak ukur yang dipakai diturunkan dari strategi serta dilakukan pemilahan sasaran dan tolak ukur yang hanya bernilai kritis bagi pencapaian strategic success perusahaan. 3. Rangkaian sasaran dan tolak ukur dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi, komunikasi berguna untuk mengirimkan sinyal bagi seluruh karyawan atas sasaran-sasaran penting yang harus dicapai agar strategi organisasi dapat berhasil. 4. Tiap tolak ukur yang dimasukkan dalam balanced scorecard merupakan sebuah elemen dari hubungan sebab akibat yang menggambarkan strategi organisasi dan terkait dengan sasaran keuangan. 5. Balanced scorecard perusahaan menggambarkan hasil strategik dari para senior eksekutif. Untuk dapat berhasil, aplikasi balanced scorecard diawali dari para senior eksekutif sampai kepada manajemen tingkat menengah. 2.3.5 Pihak-Pihak yang Berperan dalam Pelaksanaan Balanced Scorecard Pihak-pihak yang diperlukan dalam pembangunan sebuah balanced scorecard menurut Kaplan dan Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi (1996 : 262) adalah sebagai berikut : 1. Architect Biasanya merupakan senior senior staff manajemen di organisasi seperti : a). Vice president of strategic planning and business development. b). Vice President of quality management. c). Vice President of finance, or development controller. 2. Change Agent Merupakan pihak yang bertanggung jawab langsung pada CEO kerena merekalah yang berperan sebagai kepala staff yang memandu pengembangan sistem manajemen baru pada periode dua sampai dengan tiga tahun selama proses manajemen baru yang dipicu oleh penerapan balanced scorecard. 64 3. The Communicator Merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan dan dukungan pada segenap anggota organisasi dari tingkat yang paling senior hingga para pegawai. 65