1. Respons Kebijakan Moneter Triwulan III-2011

advertisement
Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia
http://www.bi.go.id
BANK INDONESIA
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan
Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Telepon :
Fax.
:
E-mail :
Website :
+62 61 3818163
+62 21 3818206 (sirkulasi)
+62 21 3452489
[email protected]
http://www.bi.go.id
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter
Triwulan III-2011
Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Desember, April, Juli, dan Oktober. Selain
dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua
maksud utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang
mendasarkan pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan
moneter, dan (ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan
kepada masyarakat luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang
melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution
Gubernur
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi
Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad
Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo
Deputi Gubernur
Budi Mulya
Deputi Gubernur
Halim Alamsyah
Deputi Gubernur
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
ii
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Langkah-langkah Penguatan
Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Framework)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation
Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate,
(2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan
moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Strategi Kebijakan Moneter
Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal
(nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking)
dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan
moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan,
baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang
rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK
setiap tahunnya. Berdasarkan PMK No.143/PMK.011/2010 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk
periode 2010 – 2012, masing-masing sebesar 5,0%, 5,0%, dan 4,5% dengan deviasi ±1%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah
panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank
Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank
Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai
sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB
O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan
seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal terjadi
perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG
mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan
prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press
dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan
pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan
moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah
membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan
merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan
tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
iv
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia
Kata Pengantar
Kinerja perekonomian domestik masih memiliki ketahanan cukup kuat di tengah perlambatan ekonomi
global yang disertai tekanan di pasar keuangan. Kinerja ekspor diperkirakan tetap akan tumbuh tinggi. Sementara
itu, konsumsi meningkat khususnya konsumsi rumah tangga ditopang optimisme konsumen dan belanja yang lebih
besar pada periode hari raya. Sejalan dengan hal tersebut, investasi juga menunjukkan tren yang terus meningkat.
Di pihak lain, tingginya aktivitas perekonomian meningkatkan kebutuhan impor, termasuk impor minyak akibat
tingginya konsumsi BBM.
Tingginya ketidakpastian ekonomi global menimbulkan tekanan terhadap Neraca Pembayaran Indonesia
(NPI) triwulan ini, meskipun secara keseluruhan tahun 2011, NPI diprakirakan tetap mencatat surplus besar.
Surplus tersebut terutama didukung oleh surplus transaksi modal dan finansial yang terus meningkat, baik dalam
bentuk investasi portofolio maupun investasi langsung. Sejalan dengan itu, cadangan devisa juga terus menunjukkan
peningkatan.
Tekanan terhadap NPI triwulan ini juga tercermin di nilai tukar. Pada triwulan III 2011, nilai tukar rupiah
melemah disertai dengan peningkatan volatilitas. Tekanan terhadap rupiah tersebut terutama dipengaruhi oleh
meningkatnya kekhawatiran terhadap krisis utang Eropa yang semakin memburuk dan berbagai indikator ekonomi
AS yang mengindikasikan perlambatan. Meski demikian, pelemahan nilai tukar rupiah tersebut masih sejalan dengan
pergerakan nilai tukar mata uang negara kawasan.
Tekanan inflasi sampai dengan triwulan III 2011 terus menurun. Hal tersebut antara lain didorong oleh
terjaganya pasokan barang dan turunnya harga komoditas pangan global. Inflasi kelompok administered prices juga
relatif terbatas seiring dengan tidak adanya kebijakan Pemerintah terkait barang dan jasa yang bersifat strategis.
Ekspektasi inflasi yang terjaga juga turut meminimalisir dampak gejolak harga emas dan depresiasi nilai tukar pada
akhir triwulan III.
Stabilitas sistem perbankan juga tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang terus membaik.
Stabilitas industri perbankan tercermin dari tingginya rasio kecukupan modal dan rendahnya rasio kredit bermasalah
bruto. Sementara itu, penyaluran kredit untuk pembiayaan kegiatan perekonomian terus berlanjut. Bank Indonesia terus
berupaya menjaga stabilitas sistem perbankan dan mendorong fungsi intermediasi dengan tetap memerhatikan prinsip
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
v
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
kehati-hatian dengan mendorong ke arah pertumbuhan kredit produktif sehingga perekonomian nasional tetap dapat
mencapai pertumbuhan yang optimal di tengah kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian.
Asesmen yang menyeluruh terhadap kondisi perekonomian dan prospek serta risikonya menjadi dasar
pertimbangan bagi Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia dalam memutuskan untuk menurunkan
BI Rate sebesar 25bps menjadi 6,50% pada tanggal 11 Oktober 2011. Keputusan ini diambil sejalan dengan
keyakinan Bank Indonesia bahwa inflasi pada akhir tahun ini maupun tahun depan akan berada di bawah 5%. Bank
Indonesia juga akan tetap menempuh langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah khususnya dari dampak gejolak
pasar keuangan global. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan
global serta menempuh respons suku bunga serta bauran kebijakan moneter dan makroprudensial lainnya untuk
memitigasi potensi penurunan kinerja perekonomian Indonesia tersebut dengan tetap mengutamakan pencapaian
sasaran inflasi, yaitu 5%±1% pada tahun 2011 dan 4,5%±1% pada tahun 2012.
Demikianlah gambaran perekonomian Indonesia pada triwulan III 2011 serta prospek ke depannya. Saya berharap
laporan ini dapat menjadi bahan referensi yang mampu memberikan manfaat bagi kita semua.
vi
Jakarta, Oktober 2011
Gubernur Bank Indonesia
Dr. Darmin Nasution
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Daftar Isi
Daftar Isi
1.Respons Kebijakan Moneter Triwulan III-2011........................... 1
2.Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan.................. 4
Asumsi Yang Mendasari Perkiraan Ekonomi .................................... 5
Prospek Pertumbuhan Ekonomi........................................................ 6
Prospek Inflasi.................................................................................. 11
3.Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini ............... 13
Perkembangan Ekonomi Dunia........................................................ 14
Pertumbuhan Ekonomi . .................................................................. 16
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) . ............................................... 22
Nilai Tukar Rupiah............................................................................ 23
Inflasi............................................................................................... 25
Perkembangan Pasar Keuangan....................................................... 26
BOKS 1: Dampak Rambatan Krisis Global ke Indonesia................ 32
BOKS 2: Devisa Hasil Ekspor (DHE)................................................. 34
Tabel Statistik.................................................................................... 36
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
vii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Daftar Isi
viii
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Respons Kebijakan Moneter Triwulan III-2011
1. Respons Kebijakan Moneter
Triwulan III-2011
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 11 Oktober 2011
memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,50%. Bank
Indonesia juga akan tetap menempuh langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah khususnya
dari dampak gejolak pasar keuangan global. Keputusan ini diambil sejalan dengan keyakinan
Bank Indonesia bahwa inflasi pada akhir tahun ini maupun tahun depan akan berada di bawah
5%. Selain itu, langkah-langkah tersebut ditempuh sebagai antisipasi untuk memitigasi
dampak penurunan kinerja ekonomi dan keuangan global terhadap kinerja perekonomian
Indonesia. Ke depan, Dewan Gubernur akan terus mencermati perkembangan ekonomi
dan keuangan global serta menempuh respons suku bunga serta bauran kebijakan moneter
dan makroprudensial lainnya untuk memitigasi potensi penurunan kinerja perekonomian
Indonesia tersebut dengan tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi, yaitu 5%±1%
pada tahun 2011 dan 4,5%±1% pada tahun 2012.
Dewan Gubernur terus mewaspadai tingginya risiko dan ketidakpastian di pasar
keuangan global serta kecenderungan menurunnya kinerja perekonomian global
akibat permasalahan utang dan fiskal di Eropa dan AS. Perhatian terutama ditujukan
pada dampak jangka pendek melalui jalur finansial berupa melemahnya bursa saham,
meningkatnya indikator risiko utang, dan tekanan pembalikan arus modal portofolio ( capital
reversals) oleh investor global dari emerging economies, termasuk Indonesia. Sementara
itu, kinerja perekonomian global terindikasi melemah seperti tercermin pada perlambatan
kegiatan produksi dan penjualan ritel yang disertai dengan tingkat keyakinan konsumen
yang melemah di negara maju dan koreksi sejumlah harga komoditas internasional. Di sisi
lain, tekanan inflasi mulai mereda, meski inflasi negara emerging markets masih relatif tinggi
sehingga terjadi pergeseran respons kebijakan moneter ke arah netral atau akomodatif.
Ke depan, secara keseluruhan Dewan Gubernur melihat kecenderungan menurunnya
pertumbuhan ekonomi negara maju, melambatnya volume perdagangan dunia, dan
menurunnya harga komoditas global. Sementara itu di sektor keuangan, tingginya ekses
likuiditas global dan persespi resiko investor masih akan mendorong tetap derasnya aliran
modal asing masuk ke negara-negara emerging economies, termasuk Indonesia, baik dalam
bentuk PMA maupun investasi portofolio.
Dewan Gubernur menilai bahwa fundamental ekonomi dan perbankan nasional
tetap kuat di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2011 diperkirakan akan lebih tinggi, terutama
didukung oleh konsumsi dan kegiatan investasi sehingga secara keseluruhan tahun 2011
dapat mencapai 6,6%. Sejauh ini, dampak gejolak ekonomi global lebih dirasakan di pasar
keuangan, sementara sektor riil relatif belum terpengaruh. Namun, perekonomian global
yang melemah diperkirakan akan memengaruhi kinerja ekonomi domestik pada tahun 2012,
baik melalui dampaknya pada pasar keuangan maupun terhadap kegiatan perdagangan
internasional. Pertumbuhan ekonomi domestik tahun 2012 diprakirakan berada di sekitar
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
1
Respons Kebijakan Moneter Triwulan III-2011
6,2%-6,7%. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh konsumsi yang tetap kuat dan investasi
yang meningkat, namun ekspor akan menghadapi tekanan. Secara sektoral, seluruh sektor
ekonomi diprakirakan akan tumbuh dengan baik. Sektor-sektor yang diprakirakan menjadi
pendorong utama pertumbuhan ekonomi ke depan, antara lain sektor industri; sektor
perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor transportasi dan komunikasi.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2011 diprakirakan akan
kembali surplus setelah mengalami tekanan akibat terjadinya aliran modal keluar
pada triwulan sebelumnya. Secara keseluruhan tahun 2011, NPI diprakirakan akan tetap
mencatat surplus yang cukup besar. Surplus NPI ini diprakirakan akan tetap berlangsung
pada tahun 2012 terutama didukung oleh surplus transaksi modal dan finansial yang terus
meningkat, baik dalam bentuk investasi portofolio maupun investasi langsung. Sejalan dengan
itu, cadangan devisa pada akhir September 2011 tercatat sebesar 114,5 miliar dolar AS,
atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Jumlah
cadangan devisa tersebut lebih dari cukup untuk mendukung kestabilan nilai tukar rupiah.
Nilai tukar rupiah pada triwulan III 2011 mengalami tekanan, khususnya pada bulan
September 2011. Pada triwulan III 2011, nilai tukar rupiah melemah 2,42% (ptp) menjadi
Rp8.790 per dolar AS dengan volatilitas yang meningkat. Namun, pelemahan nilai tukar
rupiah tersebut masih sejalan dengan pergerakan nilai tukar mata uang negara kawasan.
Tekanan terhadap rupiah antara lain dipengaruhi oleh meningkatnya faktor risiko global
akibat kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia. Selain itu, meningkatnya permintaan
valas untuk memenuhi pembayaran impor turut menekan nilai tukar rupiah. Ke depan, Bank
Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah guna mendukung terpeliharanya
kestabilan makroekonomi.
Tekanan inflasi terus menurun. Inflasi IHK pada triwulan III 2011 tercatat sebesar 1,89%
(qtq) atau 4,61% (yoy), lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan
tekanan inflasi ini berasal dari kelompok volatile food dan administered prices seiring dengan
membaiknya pasokan, turunnya harga komoditas pangan internasional dan minimalnya
kebijakan Pemerintah terkait harga komoditas strategis. Sementara itu, tekanan kelompok inti
di luar kenaikan harga emas juga relatif terjaga baik karena kebijakan apresiasi nilai tukar pada
periode sebelumnya dan masih cukup memadainya pasokan dalam merespons permintaan.
Dengan perkembangan tersebut, inflasi pada tahun 2011 diyakini akan lebih rendah dari
5%. Tahun 2012, inflasi akan tetap terkendali dan diprakirakan di bawah 5% seiring dengan
terjadinya koreksi harga komoditas global dan melemahnya perekonomian dunia.
Stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi yang membaik
meskipun terjadi gejolak pasar keuangan akibat pengaruh global. Stabilitas industri
perbankan masih tetap terjaga dengan baik sebagaimana tercermin pada tingginya rasio
kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8%
dan rendahnya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.
Sementara itu, penyaluran kredit untuk pembiayaan kegiatan perekonomian terus berlanjut,
tercermin pada pertumbuhan kredit yang mencapai 23,8% (yoy) hingga akhir September
2011. Bank Indonesia terus berupaya menjaga stabilitas sistem perbankan dan mendorong
2
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Respons Kebijakan Moneter Triwulan III-2011
fungsi intermediasi dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dengan mendorong ke
arah pertumbuhan kredit produktif sehingga perekonomian nasional tetap dapat mencapai
pertumbuhan yang optimal di tengah kondisi perekonomian global yang masih diliputi
ketidakpastian.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
3
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
2. Prospek Perekonomian dan
Faktor Risiko ke Depan
Kinerja ekonomi nasional pada tahun 2011 diperkirakan masih akan cenderung meningkat
dengan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2011 diprakirakan sebesar 6,7%, sehingga secara
keseluruhan tahun 2011 mencapai 6,6%. Sumber pertumbuhan semakin berimbang dengan
peran ekspor dan investasi yang meningkat. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih
akan tumbuh tinggi seiring dengan membaiknya pendapatan masyarakat, yang antara lain
bersumber dari pendapatan hasil ekspor yang masih kuat. Kinerja konsumsi rumah tangga
dan ekspor tersebut selanjutnya akan mendorong pertumbuhan investasi. Dengan kondisi
permintaan yang cenderung meningkat, baik yang berasal dari eksternal maupun domestik,
pertumbuhan impor diprakirakan juga meningkat. Dari sisi lapangan usaha, dukungan
sektor industri diprakirakan meningkat sejalan dengan kuatnya kinerja ekspor, konsumsi
rumah tangga dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, dukungan sektor industri diprakirakan
meningkat sejalan dengan kuatnya kinerja ekspor, konsumsi rumah tangga dan investasi.
Untuk tahun 2012, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan melambat akibat krisis di
kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Pertumbuhan ekspor diperkirakan akan mengalami
perlambatan, yang kemudian akan berdampak pada melambatnya pertumbuhan konsumsi
rumah tangga. Di sisi lain, investasi diperkirakan masih akan tumbuh meningkat sejalan
dengan masih besarnya potensi pasar dan kuatnya fundamental perekonomian Indonesia,
perbaikan iklim investasi, serta potensi perbaikan sovereign credit rating Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi diprakirakan menurun di tahun 2012, berada pada kisaran 6,2%
- 6,7%.
Pergerakan harga barang dan jasa secara umum sampai dengan triwulan III 2011 cukup
terkendali. Inflasi secara tahunan pada September 2011 tercatat sebesar 4,61% (year on
year), atau secara kumulatif sebesar 2,97% (year to date). Perkembangan tersebut tidak
terlepas dari upaya Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mengendalikan pergerakan harga
barang dan jasa secara umum. Bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial
yang telah ditempuh Bank Indonesia serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah telah
dapat menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan serta meredam dampak negatif
kenaikan harga komodtas internasional. Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan masih akan
terkendali dan berada dalam kisaran target yang ditetapkan sebesar 5%±1% di tahun 2011
dan 4,5%±1% di 2012. Namun, tekanan inflasi dapat lebih tinggi dari yang diperkirakan
terutama apabila Pemerintah mengambil pilihan kebijakan yang berdampak pada kenaikan
harga barang dan jasa yang bersifat strategis utamanya bahan bakar minyak (BBM) dan
Tarif Dasar Listrik (TDL).
Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati dampak penurunan kinerja ekonomi dan
keuangan global terhadap kinerja perekonomian Indonesia ke depan. Dalam kaitan ini,
Bank Indonesia akan mengambil respons suku bunga serta bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial lainnya untuk memitigasi potensi penurunan kinerja perekonomian Indonesia
4
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
tersebut dengan tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi.
Tabel 2.1
Di samping itu, Bank Indonesia juga akan mempererat koordinasi
Proyeksi PDB Dunia (% yoy)
2009
2010
Proyeksi
2011
2012
kebijakan dengan Pemerintah dalam rangka mengantisipasi dampak
penurunan ekonomi dan keuangan global tersebut.
PDB Dunia
-0,7 5,1
4,0
Negara Maju
-3,7
3,1
1,6
4,0
1,9
Amerika Serikat
-3,5
3,0
1,5
1,8
ASUMSI YANG MENDASARI PERKIRAAN EKONOMI
Kawasan Eropa
-4,3
1,8
1,6
1,1
Jepang
-6,3
4,0
-0,5
2,3
Asumsi Perekonomian Internasional
Negara Maju Lainnya
-2,3
4,3
2,8
3,0
Negara Berkembang
2,8
7,3
6,4
6,1
Eropa Timur dan Tengah
-3,6
4,5
4,3
2,7
Negara Persemakmuran
-6,4
4,6
4,6
4,4
memburuknya krisis di Eropa dan Amerika Serikat. Perlambatan
Negara Berkembang Asia
7,2
9,5
8,2
8,0
pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun 2011 tersebut
Dibandingkan dengan prakiraan sebelumnya, ekonomi dunia
diprakirakan tumbuh lebih rendah di tahun 2011 dan 2012,
masing-masing sebesar 4,0%. Prakiraan tersebut sejalan dengan
China
9,2
10,3
9,5
9,0
India
6,8
10,1
7,8
7,5
terutama berasal dari perlambatan pertumbuhan di negara-negara
ASEAN-5*
1,4
7,1
5,1
5,5
maju. Adapun dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi di
Amerika Latin & Karibia
-1,7
6,1
4,5
4,0
Timur Tengah & Afrika Utara
2,6
4,4
4,0
3,6
negara-negara maju tersebut diperkirakan juga akan terlihat pada
* Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam
Sumber: IMF, World Economic Outlook, Sep 2011
negara-negara emerging markets meski dengan besaran yang
lebih terbatas. China dan India diperkirakan juga akan mencatat
pertumbuhan yang sedikit lebih rendah dibandingkan perkiraan
sebelumnya, meski masih cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar 9,5% dan 7,8% di
tahun 2011.
Sejalan dengan aktivitas ekonomi global, kegiatan volume perdagangan dunia
diprakirakan tumbuh lebih rendah pada tahun 2011 dan 2012. Volume perdagangan
dunia (WTV) diperkirakan tumbuh sebesar 7,5% di tahun 2011, lebih rendah dari yang
diperkirakan semula. Untuk tahun 2012, volume perdagangan dunia diperkirakan akan
lebih rendah dari tahun 2011, yaitu sebesar 7,1%. Sejalan dengan hal itu, tren kenaikan
harga minyak diperkirakan tidak akan berlanjut. Tren yang sama diperkirakan juga akan
terjadi untuk harga komoditas nonmigas internasional. Di sisa tahun 2011 harga nonmigas
internasional diperkirakan masih akan sedikit mengalami peningkatan dan secara rata-rata
diperkirakan mengalami penurunan di tahun 2012.
Asumsi Kebijakan Fiskal
Pemerintah menetapkan defisit fiskal sebesar 2,1% dari PDB untuk tahun 2011
pada APBNP 2011 dan sebesar 1,5% pada RAPBN 2012. Defisit anggaran untuk tahun
2011 tersebut lebih besar dari asumsi semula sebesar 1,8% terhadap PDB. Tambahan
defisit tersebut sepenuhnya dibiayai dari sumber pembiayaan non-utang, yaitu Saldo
Anggaran Lebih (SAL). Di tahun 2012, defisit fiskal akan ditekankan penggunaannya
untuk pembangunan infrastruktur di berbagai sektor baik yang ada di perdesaan
maupun perkotaan. Beberapa sektor infrastruktur tersebut diantaranya sektor energi
dan ketenagalistrikan, sektor transportasi, komunikasi, kesehatan, pendidikan, hingga
penyediaan sumber daya air bersih. Guna mendukung pembangunan infrastrukur di
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
5
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
berbagai sektor tersebut, Pemerintah akan mengupayakan peningkatan dukungan
pembiayaan.
Khusus dalam hal peningkatan kondisi infrastruktur, pembangunan infrastruktur tahun 2012
akan dilakukan dengan penekanan pada peningkatan kualitas sistem jaringan infrastruktur
yang mampu menghubungkan antarwilayah (domestic connectivity) secara lebih efektif dan
efisien serta menjamin tersedianya pasokan barang hingga ke wilayah-wilayah terpencil di
seluruh Indonesia. Selain itu, pembangunan infrastuktur juga diorientasikan pada sektor
energi seperti penyediaan tenaga listrik dan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Selain
itu, pemerintah diperkirakan mulai mengurangi beban subsidi energi antara lain melalui
rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 10%.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Kinerja ekonomi nasional tahun 2011 diperkirakan masih akan tetap kuat, tumbuh
sebesar 6,6%, dengan peran ekspor dan investasi yang semakin meningkat. Di tahun
2012, perlambatan pertumbuhan ekonomi global akibat krisis Eropa dan Amerika Serikat
diperkirakan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekspor yang diikuti perlambatan
pertumbuhan konsumsi. Di sisi lain, investasi diperkirakan masih akan tumbuh meningkat
sejalan dengan masih besarnya potensi pasar dan kuatnya fundamental perekonomian
Indonesia, perbaikan iklim investasi, serta potensi perbaikan sovereign credit rating
Indonesia. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan menurun di tahun 2012 pada kisaran 6,2%
- 6,7%. Dari sisi lapangan usaha, di tahun 2011 peningkatan pertumbuhan ekonomi ke
depan masih tetap dimotori oleh sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel
dan restoran (PHR); serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Membaiknya pertumbuhan
sektor industri terutama terkait dengan meningkatnya eskpor dan investasi, serta tingkat
konsumsi rumah tangga yang masih kuat. Kinerja sektor PHR selain terkait dengan konsumsi
rumah tangga yang cukup tinggi, juga terkait dengan aktivitas impor yang masih cukup
tinggi. Selain itu, kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih akan
tetap solid sejalan dengan aktivitas perekonomian yang meningkat. Di tahun 2012, sektorsektor utama tersebut diperkirakan juga akan mengalami perlambatan sejalan dengan
menurunnya pertumbuhan ekspor, dan konsumsi.
Prospek Permintaan Agregat
Konsumsi rumah tangga diprakirakan masih akan tumbuh kuat pada tahun
2011 seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Pendapatan yang
meningkat terutama berasal dari peningkatan pendapatan hasil ekspor sejalan dengan
kinerja ekspor yang mengalami pertumbuhan tinggi sepanjang tahun 2011. Selain itu,
rendahnya catatan inflasi yang hingga September 2011 hanya mencatat 4,61% (yoy)
menyebabkan pendapatan riil turut meningkat. Hal tersebut diperkirakan mampu
mendorong rumah tangga untuk melakukan kegiatan konsumsi. Di samping itu, beberapa
sumber peningkatan pendapatan lainnya ialah kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP),
perbaikan pendapatan aparat negara, kenaikan gaji karyawan perusahaan, serta masih
6
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
2010
Indikator
2011
I
II
III*
III*
2011*
2012*
Konsumsi Rumah Tangga
4,6
4,5
4,6
4,8
5,2
4,8
4,6 - 5,1
Konsumsi Pemerintah
0,3
2,8
4,5
21,5
20,2
13,9
3,8 - 4,3
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
8,5
7,3
9,2
10,2
10,6
9,4
10,9 - 11,4
Ekspor Barang dan Jasa
14,9
12,3
17,4
15,5
12,3
14,3
10,8 - 11,3
Impor Barang dan Jasa
17,3
15,6
16,0
20,6
19,3
18,0
11,9 - 12,4
PDB
6,1
6,5
6,5
6,6
6,7
6,6
6,2 - 6,7
* Proyeksi Bank Indonesia
kuatnya dukungan pembiayaan dari perbankan. Beberapa indikator menunjukkan masih
kuatnya kinerja konsumsi rumah tangga sampai dengan triwulan III 2011. Berdasarkan
survei konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia, tingkat keyakinan konsumen (Grafik
2.1) dan ekspektasi penghasilan 6 bulan ke depan masih cenderung meningkat. Selain itu,
data pertumbuhan penjualan mobil dan penjualan eceran sampai dengan Agustus 2011
juga masih telihat cenderung meningkat.
Defisit APBN-P 2011 ditetapkan sebesar 2,1% dari PDB. Dengan defisit tersebut,
kontribusi fiskal ke sektor riil pada tahun 2011 diperkirakan akan meningkat. Konsumsi
pemerintah diperkirakan tumbuh cukup tinggi didorong oleh belanja barang dan bantuan
sosial yang meningkat, tambahan alokasi dana pendidikan sejalan dengan postur APBN-P
2011 yang meningkat, serta adanya tambahan dana dari optimalisasi belanja Kementerian
dan Lembaga K/L. Sementara itu, alokasi belanja modal yang lebih tinggi diperkirakan akan
turut mendorong investasi pemerintah. Pada tahun 2012, Pemerintah memperkirakan
defisit fiskal sebesar 1,5% dari PDB untuk menjaga keseimbangan antara kesinambungan
fiskal dalam jangka menengah dan pada saat yang bersamaan masih memberikan stimulus
kepada perekonomian. Dari sisi belanja Pemerintah, alokasi belanja
pada tahun 2012 difokuskan pada pembangunan infrastruktur,
�������
�����
tercermin dari peningkatan belanja modal yang signifikan dan
�����
peningkatan transfer ke daerah antara lain guna mengurangi
�����
kesenjangan kualitas layanan publik antara pusat dan daerah.
�����
�����
����������
Tingginya realisasi kinerja ekspor pada triwulan II 2011
yang mencapai 17,4% (yoy), memberikan keyakinan akan
����
����
����
����
����������
�����������������������
�������������������������
��������������
���������������������������
��������������
�������������
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������ � � � � � � � ���
����
����
����
����
���������������������������
Grafik 2.1
Indeks Keyakinan Konsumen – SK BI
kinerja ekspor yang tetap tinggi selama tahun 2011 di
tengah kondisi eksternal yang kurang kondusif. Hal tersebut
sekaligus menjelaskan proyeksi pertumbuhan ekspor tahun 2011
yang tetap kuat di tengah kondisi eksternal yang cenderung
melambat. Ekspor diprakirakan tetap tumbuh tinggi mencapai
14,3% (yoy) pada tahun 2011. Prakiraan tersebut selain didasarkan
oleh faktor permintaan yang masih cukup kuat juga didorong oleh
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
7
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
harga komoditas yang diperkirakan masih akan tetap tinggi pada
����
����
����
����
����
���
���
���
��
����
���
���
�
��
���
��
�
��
����
�����
���
��
�
���
��
����
sisa tahun 2011. Kondisi eksternal yang melambat akibat krisis di
����
����
�����
�����
�����
���������������
�����
Amerika Serikat dan Eropa akan berdampak pada kinerja ekspor
tahun 2012. Pertumbuhan ekspor diprakirakan turut melambat
menjadi sebesar 10,8% - 11,3% (yoy) pada tahun 2012 sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan volume
perdagangan dunia (Grafik 2.2) serta perkiraan menurunnya harga
komoditas internasional. Namun, penurunan pertumbuhan ekspor
diprakirakan tidak terlalu besar, mengingat kinerja mitra dagang
��������������������
�����
Indonesia, terutama China dan India, diperkirakan masih akan
tumbuh cukup tinggi.
Grafik 2.2
Di tengah kondisi eksternal yang kurang kondusif, investasi
Volume Perdagangan Dunia (% yoy)
diprakirakan tetap tumbuh tinggi didorong oleh masih cukup
tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan ekspor.
Di samping itu, persepsi investor terhadap kondisi fundamental
ekonomi Indonesia diprakirakan masih tetap terjaga di tengah gejolak ketidakpastian
ekonomi global. Hal tersebut dibuktikan oleh masih tingginya nilai investasi yang bersifat
long-term investment (Grafik 2.3). Beberapa faktor pendukung lainnya ialah: (i) iklim
investasi yang membaik, (ii) perbaikan birokrasi pemerintahan karena adanya reformasi
birokrasi, (iii) potensi kenaikan rating Indonesia mencapai investment grade pada tahun
2011 oleh berbagai lembaga rating internasional sebagai kelanjutan dari outlook yang
positif dari berbagai lembaga rating dan (iv) potensi pasar di Indonesia karena besarnya
jumlah populasi dibandingkan dengan kawasan regional lain di Asia Tenggara. Selain itu,
pemberlakuan tax holiday bagi lima bidang usaha, yaitu industri logam dasar, industri
pengilangan minyak bumi dan atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak
bumi dan gas alam, industri permesinan, industri di bidang sumber daya terbarukan, dan
industri peralatan telekomunikasi, diharapkan akan mendorong
����
pertumbuhan investasi ke depan.
�
������������������������������
����
�����
�����
����
�����
����
����
�����
�����
�����
akan mendorong impor barang dan jasa untuk tumbuh mencapai
�����
18,0% pada tahun 2011. Namun, perlambatan yang terjadi baik
����
�����
����
Kuatnya permintaan domestik dan tingginya pertumbuhan ekspor
�����
pada ekspor maupun permintaan domestik pada tahun 2012
�����
����
menyebabkan impor diprakirakan tumbuh melambat pada kisaran
����
11,9% - 12,4% (yoy). Melemahnya permintaan eksternal terhadap
����
����
barang-barang ekspor akan menyebabkan turunnya permintaan
���
����
���
����
����
����
�������������������������������
���
����
����
���
����
����
���
�����
����
terhadap barang input, selain berkurangnya permintaan impor
akibat melambatnya permintaan domestik. Namun demikian,
Grafik 2.3
dengan pertumbuhan investasi yang diperkirakan masih cenderung
Nilai Investasi
meningkat di tengah perlambatan ekonomi global, impor barang
modal diperkirakan masih akan tetap tinggi.
8
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.3
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
2011
2010
Sektor
Pertanian
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas & Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa
Jasa-jasa
PDB
2,9
3,5
4,5
5,3
7,0
8,7 13,5
5,7
6,0
6,1
I
3,6
4,3
5,0
4,3
5,3
7,9
13,7
7,3
7,0
6,5
II
3,9
0,8
6,1
3,9
7,4
9,6
10,7
6,9
5,7
6,5
III*
IV*
3,3
0,9
6,2
4,0
7,7
9,7
11,0
7,0
5,8
6,6
3,4
0,9
6,2
4,1
8,0
9,7
11,5
7,0
5,8
6,7
2011*
2012*
3,5
1,7
5,9
4,1
7,1
9,2
11,7
7,0
6,1
6,6
3,5 - 4,0
1,3 - 1,8
5,3 - 5,8
4,6 - 5,1
7,6 - 8,1
8,7 - 9,2
10,5 - 11,0
6,6 - 7,1
5,8 - 6,3
6,2 - 6,7
* Proyeksi Bank Indonesia
Prospek Penawaran Agregat
Perkembangan kinerja sektor industri yang menggembirakan sampai dengan
triwulan II 2011 diperkirakan akan berlanjut di sisa tahun 2011. Tingginya
pertumbuhan investasi sejak awal tahun 2010 diperkirakan akan meningkatkan
kemampuan sektor industri dalam merespons meningkatnya permintaan, baik yang berasal
dari dalam maupun luar negeri. Program revitalisasi mesin-mesin tekstil yang dicanangkan
Pemerintah telah menunjukkan hasil yang cukup baik. Peran Tekstil dan Produk Tekstil
(TPT) dalam ekspor nonmigas terlihat mulai meningkat. Selain itu, pemberian insentif tax
holiday bagi industri logam dasar, industri pengilangan minyak bumi dan atau kimia dasar
organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam, industri permesinan, industri di
bidang sumber daya terbarukan, dan industri peralatan telekomunikasi, diharapkan akan
mendorong pertumbuhan sektor industri ke depan. Memasuki tahun 2012, pertumbuhan
sektor industri diperkirakan akan cenderung melambat, seiring dengan perlambatan
ekonomi dunia.
Pergerakan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), secara umum searah
dengan perkembangan daya beli masyarakat, sebagaimana tercermin dalam
konsumsi masyarakat, aktivitas impor dan kegiatan di sektor industri pengolahan.
Perkembangan ketiga faktor yang memengaruhi kegiatan di sektor PHR tersebut
diperkirakan tetap positif hingga beberapa tahun ke depan. Dengan demikian, searah
dengan perkembangan faktor-faktor tersebut, sektor PHR pada tahun 2012 diprakirakan
tumbuh cukup tinggi yaitu 8,7%-9,2% (yoy), meski melambat dibandingkan dengan
tahun 2011 sebagai imbas pelemahan ekonomi global. Tingginya kegiatan di sektor PHR
dikonfirmasi oleh indeks penjualan eceran yang menunjukkan tren pertumbuhan yang
meningkat (Grafik 2.4).
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
9
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan akan
���
���
tetap tumbuh tinggi hingga beberapa tahun ke depan.
�������������������
���
����������������
�����������
Prospek ekonomi domestik yang terus membaik mendorong
��
kegiatan perekonomian yang terus meningkat. Peningkatan
��
kegiatan ekonomi tersebut secara umum akan diiringi oleh
��
meningkatnya arus barang, penumpang dan informasi. Di tahun
��
2011, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi
�
diperkirakan tumbuh melambat, walaupun masih relatif tinggi. Pada
����
����
tahun 2012 pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi
�
�
�
�
����
����������������
� ��
�
�
�
�
����
� ��
�
�
�
� � ��
����
�
�
�
����
�
diprakirakan sedikit melambat mencapai 10,5%-11,0%. Dari sisi
sumber pertumbuhan, peran subsektor pengangkutan diperkirakan
Grafik 2.4
cenderung meningkat (Grafik 2.5).
Indeks Penjualan Eceran – SK BI
Terkait sektor pertanian, kondisi iklim di tahun 2012
diperkirakan tidak mengalami gangguan sebagaimana
��
������
������
terjadi di tahun 2010. Hal tersebut akan berdampak positif bagi
��
perkembangan produksi di sektor pertanian. Selain kondisi iklim
��
yang kondusif, upaya pemerintah untuk meningkatkan ketahanan
��
��
��
��
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � �
����
����
����
������������������������
�����������������������������������
�����������������������
��������������������������������
pertanian tumbuh semakin membaik. Upaya pemerintah untuk
mendorong sektor pertanian antara lain tercermin dari rencana
�
perbaikan infrastruktur pertanian dan keterhubungan antarwilayah.
���
Selain itu, Pemerintah juga akan meningkatkan hasil produksi
���
dan kualitas pertanian lain seperti buah-buahan dan sayuran
�
���
pangan nasional akan menjadi salah satu faktor pendorong sektor
melalui kebijakan Good Agriculture Practice (GAP). Berdasarkan
kebijakan GAP ini, peningkatan hasil pertanian dilakukan melalui
pemangkasan jalur distribusi, pemanfaatan benih unggul dan proses
��������������������������������������
Grafik 2.5
tanam yang benar.
Penumpang Angkutan Udara, Kargo, dan Pelanggan Seluler
Aktivitas kegiatan konstruksi yang kian menggeliat, baik
untuk pembangunan infrastruktur maupun untuk sektor
properti mendorong kinerja sektor bangunan melaju dengan tren pertumbuhan
yang meningkat. Pertumbuhan sektor bangunan pada tahun 2011 diperkirakan mencapai
7,1% dan akan terus meningkat di tahun 2012 dengan pertumbuhan diprakiran sebesar
7,6%-8.1%. Dukungan pemerintah terhadap pelaksanaan pemerintah diberikan baik
dalam bentuk kebijakan maupun finansial. Untuk pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur
pemerintah telah menegaskan bahwa tender dan proses konstruksi dapat dilakukan tanpa
menunggu pembebasan lahan selesai 100%. Selain itu pemerintah juga memberikan
jaminan untuk pelaksanaan proyek infrastruktur antara lain melalui PT. Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (PII). Dukungan pemerintah terhadap proyek-proyek infrastruktur
juga terlihat dari meningkatnya alokasi belanja modal tahun anggaran 2012. Dari anggaran
yang dialokasikan untuk belanja modal tersebut sebagian besar diperuntukkan bagi
pembangunan infrastruktur.
10
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
PROSPEK INFLASI
Dari sisi perkembangan harga, pergerakan harga barang dan jasa secara umum sampai
dengan triwulan III 2011 cukup terkendali. Inflasi secara tahunan pada September 2011
tercatat sebesar 4,61% (year on year), atau secara kumulatif sebesar 2,97% (year to
date). Perkembangan tersebut tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia dan Pemerintah
dalam mengendalikan pergerakan harga barang dan jasa secara umum. Bauran kebijakan
moneter dan kebijakan makroprudensial yang telah ditempuh oleh Bank Indonesia serta
penguatan koordinasi dengan Pemerintah telah dapat menjaga keseimbangan permintaan
dan pasokan serta meredam dampak negatif kenaikan harga komoditas internasional. Ke
depan, tekanan inflasi diperkirakan masih akan terkendali dan berada dalam kisaran target
yang ditetapkan sebesar 5%±1% pada tahun 2011. Di tahun 2012, tekanan inflasi akan
lebih moderat sejalan dengan perkiraan melambatnya perekonomian global dan domestik.
Oleh karena itu, inflasi diperkirakan akan berada pada kisaran target yang ditetapkan
sebesar 4,5%±1% pada tahun 2012. Namun demikian, tekanan inflasi dapat lebih tinggi
dari yang diperkirakan, terutama apabila Pemerintah mengambil
������
���
pilihan kebijakan yang berdampak pada kenaikan harga barang
������
��
��������������������������������
���
������������������������������������������
���
������������������������������������������
��
���
Selama tahun 2011, tekanan inflasi yang berasal dari sisi
eksternal akibat harga komoditas yang cenderung meningkat
���
��
���
���
dapat diredam oleh nilai tukar rupiah yang mengalami
apresiasi. Dari berbagai komoditas yang diperdagangkan di pasar
���
�
���
internasional, kenaikan harga emas memberikan sumbangan
cukup besar terhadap inflasi di tahun 2011. Ke depan, tekanan
���
���
dan jasa yang bersifat strategis.
�
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � �
����
����
����
����
����
����
����
inflasi dari sisi eksternal diperkirakan menurun, seiring dengan
perkiraan melambatnya perekonomian dunia yang akan diikuti
Grafik 2.6
oleh penurunan harga-harga komoditas.
Ekspektasi Inflasi Pedagang – SPE BI
Di sisi lain, tekanan inflasi yang bersumber dari permintaan
pada sisa tahun 2011 diperkirakan masih cukup tinggi,
seiring dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi.
������
������
���
��
dapat meningkatkan kapasitas perekonomian nasional, sehingga
���
���
��
���
��
dari sisi permintaan diperkirakan akan lebih moderat akibat
melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan domestik. Dengan
���
���
���
peningkatan permintaan tidak terlalu berdampak pada melonjaknya
harga barang dan jasa secara umum. Ke depan, tekanan inflasi
���
���
Tingginya pertumbuhan investasi sejak awal tahun 2010 telah
�
��������������������������������
������������������������������������������
������������������������������������������
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � �
����
����
����
����
����
����
����
Grafik 2.7
Ekspektasi Inflasi Konsumen – SK BI
kondisi tersebut dan terkendalinya inflasi sampai dengan September
2011, ekspektasi inflasi pelaku ekonomi cenderung menurun (Grafik
�
2.6 dan 2.7).
Dari sisi inflasi volatile food, pergerakan harga bahan
makanan diperkirakan masih akan tetap terkendali. Selain
membaiknya pasokan dari sisi domestik, pasokan bahan makanan
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
11
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
melalui impor juga berkontribusi pada terkendalinya harga bahan makanan secara umum.
Ke depan, inflasi volatile food diharapkan dapat dijaga pada level yang moderat dengan
dukungan kebijakan dari Pemerintah dan iklim yang kondusif. Di tengah iklim yang
diperkirakan akan kondusif, rencana Pemerintah untuk meningkatkan kualitas infrastruktur
pertanian dan keterhubungan antarwilayah diperkirakan akan dapat menjaga inflasi volatile
food pada level yang moderat.
Terkait harga barang dan jasa yang diatur oleh Pemerintah,
�
secara umum diperkirakan tidak akan mengalami kenaikan
yang signifikan. Rencana Pemerintah untuk menaikkan Tarif
Tenaga Listrik (TTL) pada tahun 2012 diperkirakan tidak akan
�
memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang terlalu
besar terhadap peningkatan inflasi. Namun demikian, perkiraan
inflasi tersebut dapat lebih tinggi dari yang diperkirakan apabila
�
Pemerintah memutuskan untuk mengambil opsi kebijakan
membatasi penggunaan BBM bersubsidi atau meningkatkan harga
�
�������
�������
�������
BBM bersubsidi. Kebijakan tersebut meski dalam jangka panjang
akan mendorong efisiensi pada kegiatan perekonomian, namun
Grafik 2.8
dalam jangka pendek dapat berdampak pada melonjaknya harga
Fan Chart Proyeksi Inflasi Tahun 2011-2012
barang dan jasa secara umum, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
12
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
3. Perkembangan Makroekonomi
dan Moneter Terkini
Perkembangan data ekonomi terakhir dari berbagai kawasan menguatkan indikasi
perlambatan ekonomi global. Krisis utang yang membelit perekonomian di kawasan Eropa
dan permasalahan fiskal yang dihadapi Amerika Serikat menjadi faktor penyebab tertahannya
ekspansi ekonomi global dan menimbulkan gejolak di pasar keuangan global. Di kawasan
Asia, kondisi ekonomi secara umum masih positif meski terdapat potensi perlambatan.
Kuatnya indikasi perlambatan ekonomi global mendorong melambatnya tekanan inflasi.
Seiring dengan meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global, laju pengetatan kebijakan
moneter di negara berkembang mulai tertahan, sementara kebijakan moneter di negara maju
masih cenderung akomodatif untuk menopang aktivitas perekonomian.
Kinerja perekonomian domestik masih tetap kuat di tengah menguatnya indikasi
perlambatan ekonomi global. Ekspor diperkirakan masih akan tumbuh cukup tinggi
diikuti oleh konsumsi yang masih tetap kuat. Sebagai respons masih kuatnya kinerja ekspor
dan konsumsi, investasi juga menunjukan tren yang semakin meningkat. Tingginya aktivitas
perekonomian mendorong tingginya kebutuhan akan impor, termasuk tingginya impor
minyak akibat tingginya konsumsi BBM. Seiring dengan meningkatnya risiko global, rupiah
mengalami depresiasi. Rupiah sempat mengalami penguatan di awal triwulan III 2011, namun
mulai melemah sejak Agustus hingga akhir triwulan sejalan dengan tren pergerakan mata
uang mayoritas negara kawasan.
Pergerakan harga barang dan jasa secara umum sampai dengan triwulan III 2011
cukup terkendali. Inflasi secara tahunan pada September 2011 tercatat sebesar 4,61% (year
on year), atau secara kumulatif sebesar 2,97% (year to date). Perkembangan tersebut tidak
terlepas dari upaya Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mengendalikan pergerakan harga
barang dan jasa secara umum. Bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial
yang telah ditempuh oleh Bank Indonesia serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah
telah dapat menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan serta meredam dampak
negatif kenaikan harga komoditas internasional. Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan
tetap terkendali dan berada dalam kisaran target yang ditetapkan sebesar 5%±1% di
tahun 2011.
Di pasar keuangan, suku bunga PUAB cenderung menurun sejalan dengan kebijakan
Bank Indonesia melebarkan koridor bawah PUAB O/N. Suku bunga deposito dan kredit
juga cenderung menurun, sementara kredit masih tetap tumbuh tinggi, terutama kredit
investasi. Di pasar saham dan SBN, investor asing terlihat melakukan aksi jual terhadap
portofolionya akibat sentimen negatif yang dipicu oleh krisis global.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
13
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Perkembangan data ekonomi terakhir dari berbagai kawasan menguatkan indikasi
perlambatan ekonomi global. Krisis utang yang membelit perekonomian di kawasan
Eropa dan permasalahan fiskal yang dihadapi Amerika Serikat menjadi faktor penyebab
tertahannya ekspansi ekonomi global dan menimbulkan gejolak di pasar keuangan global.
Kuatnya indikasi perlambatan ekonomi global mendorong melambatnya tekanan inflasi.
Seiring dengan meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global, laju pengetatan kebijakan
moneter di negara berkembang mulai tertahan, sementara kebijakan moneter di negara maju
masih cenderung akomodatif untuk menopang aktivitas perekonomian.
Kinerja ekonomi AS mengindikasikan perlambatan. Sektor industri, yang menjadi
tulang punggung ekonomi AS, sempat menunjukkan perkembangan yang cukup baik
pada periode tahun 2008 - 2009. Namun, kondisi saat ini menunjukkan penurunan kinerja.
Kondisi ini tercermin pada indeks survei manufaktur regional di AS yang dilakukan The Fed
yang menunjukkan penurunan cukup signifikan (Grafik 3.1). Selain itu, ekspektasi konsumen
AS terhadap prospek ekonomi AS juga turun, seiring dengan masih
tingginya angka pengangguran di AS yaitu berada pada level 9%.
�����
Menurunnya ekspektasi konsumen tersebut mengindikasikan
��
terhambatnya ekspansi konsumsi rumah tangga AS (Grafik 3.2).
Berdasarkan perkembangan tersebut beberapa lembaga internasional
��
menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS. Consensus Forecast
�
pada September 2011 menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi
���
AS tahun 2011 menjadi 1,6% (yoy) dari 1,8% (yoy). IMF dalam
������������
���
���
WEO September 2011 juga menurunkan proyeksi ekonomi AS yaitu
����������������
��������������������������������
����
����
����
menjadi 1,5% pada tahun 2011 dan 1,8% di tahun 2012, jauh lebih
����
����
����
rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya pada WEO Juni 2011 yaitu
����
�����������������
2,5% (2011) dan 2,7%(2012)
Grafik 3.1
Krisis utang yang berkepanjangan di kawasan Eropa mulai
Survei Manufaktur Regional AS
berdampak negatif pada perekonomian kawasan tersebut.
Kinerja ekonomi negara–negara besar di Eropa mulai melambat
��
�����
�����
yang tercermin dari melemahnya indikator–indikator ekonomi
��
kawasan tersebut selama triwulan III 2011. Sektor industri yang
��
merupakan penopang utama ekonomi Eropa mengalami kontraksi
��
��
��
��
����
����
��
���������������������������������� ��� ����
��
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
�����������������
yang berada di bawah 50. Konsumsi rumah tangga Eropa juga
masih tertekan terlihat dari tren pelemahan keyakinan konsumen
seiring dengan tingginya angka pengangguran di level 9,9% dan
��
dampak pengetatan fiskal di kawasan tersebut (Grafik 3.3). Peliknya
��
krisis utang di kawasan Eropa menyebabkan tantangan terhadap
����������������������������������������
��
yang tercermin dari level PMI composite (manufaktur dan jasa)
ekonomi ke depan semakin berat. Dengan mempertimbangkan
Grafik 3.2
kondisi tersebut, IMF dalam WEO September 2011 menurunkan
Survey Keyakinan Konsumen AS
perkiraan pertumbuhan kawasan Eropa menjadi 1,6% (2011) dan
1,1% (2012) dengan sumbangan pertumbuhan ekonomi terbesar
14
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
masih berasal dari Jerman. IMF memperkirakan ekonomi Jerman
���
masih akan tumbuh 2,7% (2011) dan 1,3% (2012), lebih rendah
�����
dari perkiraan di WEO Juni 2011.
���
���
�������
Kondisi ekonomi negara kawasan Asia secara umum masih
�����
positif meski terdapat potensi perlambatan. Pulihnya global
���
���
������
�����
��
��
��������
��
������
supply chain industri Jepang dan masih tingginya harga komoditas
global berdampak positif pada perkembangan sektor industri dan
ekspor kawasan Asia. Kinerja sektor industri beberapa negara kawasan
��
��
���������������
��������
Asia masih meningkat yang tercermin dari produksi sektor industri
��
���� �� ���� �� ���� �� ���� �� ���� �� ���� �� ���� �� ���� �� ���� �� ���� �� ���� �� ���� ��
yang tetap tumbuh positif. Ekspor Asia selama triwulan III 2011 (Juli
��������������������������
– Agustus) meningkat di atas 20% (yoy). Sisi konsumsi rumah tangga
Grafik 3.3
di kawasan Asia juga masih solid tercermin dari tetap positifnya
Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Eropa
pertumbuhan angka perdagangan eceran di negara–negara Asia.
Namun, sejalan dengan tingginya potensi perlambatan ekonomi dunia
yang dipicu krisis utang Eropa dan tersendatnya pemulihan ekonomi
negara maju menyebabkan risiko terhadap ekonomi kawasan Asia
�����
��
�
��
�����
���������
��
��
��������
��
��������
�����������
�
���������
���
���
���
�����
���
��������
���
meningkat terutama bagi negara yang memiliki ketergantungan
�����
����������������
���������
�����
��
��
���������������
�����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
terhadap ekspor tinggi (Grafik 3.4). Dengan mempertimbangkan
kondisi tersebut, ADB menurunkan prediksi pertumbuhan tahun
2011 untuk Asia (di luar Jepang) dari 7,8% ke 7,5%. Hal serupa
juga dilakukan IMF dalam WEO September 2011, yang menurunkan
proyeksi pertumbuhan ekonomi developing Asia di tahun 2011 dari
8,4% menjadi 8,2%.
���
Harga komoditas selama triwulan III 2011 mulai turun.
���
Melimpahnya pasokan global dan meredupnya prospek ekonomi
dunia menjadi pemicu turunnya harga komoditas global tersebut.
�����������������
Grafik 3.4
Penurunan harga komoditas global tersebut juga ditunjukkan oleh
Kinerja Ekspor Negara Asia
turunnya indeks harga komoditas ekspor Indonesia (IHEx) selama
triwulan III 2011. Penurunan harga komoditas global juga dikonfirmasi
oleh turunnya indeks harga komoditas IMF, terutama pada indeks
harga hasil pertanian, metal dan energi. Selain itu, harga minyak juga berada dalam tren yang
menurun. Penurunan harga minyak tersebut merupakan imbas dari berlanjutnya gejolak di
pasar keuangan global dan meningkatnya ekspektasi perlambatan ekonomi dunia.
Seiring dengan perlambatan ekonomi dunia, tekanan inflasi global mulai menurun
meski masih dalam level yang relatif tinggi. Sampai dengan Agustus 2011, tekanan inflasi
global masih cukup tinggi seiring dengan masih tingginya harga komoditas internasional
pada bulan tersebut. Memasuki bulan September tekanan inflasi mulai mereda munyusul
turunnya harga komoditas global. Di kawasan Asia, perlambatan inflasi terjadi di China,
Indonesia, Filipina, Malaysia dan India sejalan dengan kebijakan moneter yang cenderung
ketat yang diterapkan negara-negara tersebut. Namun, tekanan inflasi di negara-negara
maju seperti AS, Eropa dan Jepang masih meningkat.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
15
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Terkait respons kebijakan moneter, terdapat perbedaan antara negara maju dan
negara berkembang. Perbedaan tersebut terkait dengan perkembangan kondisi ekonomi
saat ini dan proyeksi ke depan masing-masing negara-negara tersebut. Turunnya aktivitas
ekonomi dan suramnya prospek ekonomi dunia mendorong beberapa bank sentral negara
maju mempertahankan suku bunga yang rendah. Sementara itu, tekanan inflasi yang
relatif masih tinggi, meski mulai menurun, mendorong bank sentral negara berkembang
cenderung menahan suku bunga kebijakan. Selain itu, berbagai kebijakan lain juga ditempuh
oleh otoritas moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian. Kebijakan tersebut antara
lain intervensi di pasar valas untuk menjaga pergerakan nilai tukar di tengah tingginya
ketidakpastian di pasar keuangan global dan melakukan pembelian surat-surat berharga.
Pembelian surat-surat berharga tersebut dimaksudkan untuk mendorong perekonomian
serta penyediaan dana untuk melindungi eksportir dari kerugian akibat apresiasi mata uang
seperti yang dilakukan Jepang.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Perekonomian Indonesia pada triwulan III dan IV 2011 diprakirakan tumbuh sebesar
6,6% (yoy) dan 6,7% (yoy). Sumber pertumbuhan terutama berasal dari ekspor dan
permintaan domestik. Faktor positif yang menopang masih tingginya pertumbuhan ekspor
yaitu masih kuatnya permintaan dari China dan India terutama pada komoditas ekspor
berbasis sumber daya alam. Selanjutnya, permintaan domestik diprakirakan tetap kuat,
terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Peningkatan konsumsi rumah
tangga didorong oleh optimisme konsumen dan belanja yang lebih besar pada momen hari
raya. Di sisi Pemerintah, realisasi belanja APBN diprakirakan akan tumbuh tinggi memasuki
semester kedua sehingga mendorong konsumsi Pemerintah yang lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan investasi diprakirakan menguat seiring dengan meningkatnya
perkiraan belanja modal Pemerintah dan tingkat penggunaan kapasitas utilisasi perusahaan.
Sementara itu, impor diprakirakan tetap tumbuh tinggi sejalan dengan masih kuatnya
permintaan domestik.
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 3.1
Pertumbuhan Ekonomi – Sisi Permintaan
Indikator
2011
I
II
III*
IV*
2011*
Konsumsi Rumah Tangga
4,6
4,5
4,6
4,8
5,2
4,8
Konsumsi Pemerintah
0,3
2,8
4,5
21,5
20,2
13,9
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
8,5
7,3
9,2
10,2
10,6
9,4
Ekspor Barang dan Jasa
14,9
12,3
17,4
15,5
12,3
14,3
Impor Barang dan Jasa
17,3
15,6
16,0
20,6
19,3
18,0
PDB
6,1
6,5
6,5
6,6
6,7
6,6
* Proyeksi Bank Indonesia
16
2010
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Ekspor pada triwulan III dan IV 2011 diprakirakan masih akan
����
����
����
�����������������
������������
������������
������
����
����
����
����
����
����
����
���
����
���
����
���
�����
�����
�����
�����
�����
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
����
����
�����
tumbuh tinggi, meskipun melambat dibandingkan dengan
triwulan II 2011. Peningkatan permintaan ekspor, terutama untuk
nonmigas, berasal dari negara-negara Asia seperti China dan India
seiring dengan pertumbuhan ekonominya yang masih relatif tinggi
untuk komoditas primer (Grafik 3.5). Di samping itu, kinerja ekspor
juga didukung oleh perbaikan daya serap pasar ekspor, seiring
dengan peralihan negara tujuan ekspor dari advanced countries ke
emerging markets dan negara-negara lain yang mempunyai volume
perdagangan maupun pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi.
Namun, ekspor menghadapi risiko perlambatan sebagai akibat
Grafik 3.5
rambatan memburuknya perekonomian AS dan Eropa. Meskipun
Ekspor Nonmigas
dampak rambatan dari krisis ekonomi di Amerika dan Eropa pada
kinerja ekspor di triwulan III 2011 diprakirakan masih terbatas, namun
potensi meluasnya dampak krisis perekonomian tersebut ke negara
����
pasar tujuan ekspor lainnya dapat menekan pertumbuhan ekspor
����
��
��
��
��
��
��
��
��
�
��
�
��
���
���
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
di kuartal IV 2011.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan III dan IV 2011
diprakirakan tetap tumbuh tinggi. Pertumbuhan konsumsi rumah
tangga didukung oleh keyakinan konsumen yang tetap tinggi serta
membaiknya daya beli konsumen. Indeks Keyakinan Konsumen
������������
��
������������
���������������������
���������������������
�
masyarakat yang tetap terjaga (Grafik 3.7). Optimisme tersebut
� ��
turut didorong oleh realisasi data inflasi yang hingga September
��
���
����
��
�
����
��
����
���������������������
pada Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan optimisme
2011 mencatat angka di bawah 5%. Daya beli konsumen khususnya
PNS/TNI/Polri/Pensiunan serta pelaku usaha diprakirakan tumbuh
Grafik 3.6
Indeks Harga Komoditas Ekspor Nonmigas
lebih baik. Indikasi tersebut sejalan dengan peningkatan daya beli
PNS/TNI/Polri/Pensiunan seiring telah dicairkannya gaji ke-13 mulai
Juli 2011. Di samping itu, daya beli pelaku usaha diprakirakan akan
meningkat seiring dengan masih tingginya profit margin1 terutama
�������
�����
pada sektor pertambangan.
�����
Berbagai indikator penjualan eceran menunjukkan akselerasi
�����
pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Penjualan riil dari Survei
�����
�����
����������
Penjualan Eceran Bank Indonesia Agustus 2011 tercatat tumbuh
����
30,97% (yoy), paling tinggi sejak awal tahun. Tingginya pertumbuhan
����
����
����
����������
�����������������������
�������������������������
��������������
���������������������������
��������������
�������������
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������ � � � � � � � ���
����
����
����
����
tersebut didorong oleh penjualan eceran kebutuhan pokok pada
siklus musiman perayaan hari raya. Sementara itu, memasuki triwulan
III 2011 penjualan motor dan mobil tumbuh lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Angka penjualan mobil dan motor
�������������������������
Grafik 3.7
Indeks Keyakinan Konsumen – SK BI
1
pada Agustus 2011 masing-masing tercatat sebesar 13,15% dan
7,25% (yoy) (Grafik 3.8).
Profit Margin = Net Income / Sales
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
17
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Tren peningkatan investasi diprakirakan terus berlanjut pada
triwulan III dan IV 2011. Pertumbuhan investasi ditopang baik oleh
���
���
���������������
���
����������������������
����������������
pertumbuhan investasi bangunan maupun pertumbuhan investasi
��
nonbangunan. Investasi bangunan diprakirakan tumbuh meningkat
��
seiring dengan kegiatan konstruksi sektor properti yang meningkat
��
(Grafik 3.9). Sementara itu, investasi non bangunan tumbuh
��
signifikan didorong oleh pulihnya pasokan alat angkutan, tumbuhnya
�
sektor manufaktur khususnya subsektor baja dan adanya program
����
revitalisasi mesin TPT. Meningkatnya volume impor barang modal
����
�
�
�
������������
�
����
� ��
�
�
�
�
����
� ��
�
�
�
� � ��
����
�
�
�
����
�
pada awal triwulan III 2011 turut mendukung pertumbuhan investasi
non bangunan. Sejalan dengan hal tersebut, optimisme pelaku usaha
Grafik 3.8
tetap terjaga sebagaimana tercermin pada hasil Survei Kegiatan Dunia
Pertumbuhan Penjualan Mobil dan Motor
Usaha (SKDU) yang memprakirakan nilai investasi terus meningkat
pada triwulan III 2011 dengan sifat investasi yang dominan berupa
investasi baru. Iklim investasi yang baik juga ditunjukkan oleh indeks
tendensi bisnis BPS yang diprakirakan meningkat pada triwulan III
2011 (Grafik 3.10).
�����
�����
��
���
���
���
�������������������
����������������������������������
��������������������
��������������������������
��������������������
�������������������������������
Pertumbuhan investasi juga didukung oleh tingkat penggunaan
��
��
kapasitas yang meningkat. Utilisasi kapasitas industri menurut SKDU
��
��
��
meningkat menjadi 74,29% pada triwulan II 2011, lebih tinggi dari
�
rata-rata historis tahun 2010 sebesar 71,07%, yang terutama terjadi
��
�
���
���
pada seluruh subsektor industri pengolahan. Hasil survei produksi
���
���
juga menunjukkan kapasitas utilisasi industri pengolahan nonmigas
���
���
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
����
yang meningkat. Pada Juli 2011 kapasitas utilisasi industri pengolahan
���
���
non migas berada pada level 81,07% meningkat dibandingkan
dengan bulan sebelumnya sebesar 79,34%.
Grafik 3.9
Investasi Bangunan
Konsumsi Pemerintah diperkirakan tumbuh meningkat pada
triwulan III 2011. Realisasi belanja pemerintah hingga Agustus
2011 terus membaik, mencapai 51,3% dari total anggaran belanja
���
�����
�����
������������������������
�������
���������������
�������������
���
tahun 2011 atau lebih baik dari pencapaian periode yang sama tahun
���
lalu (49,4% dari anggaran). Membaiknya serapan belanja tersebut
���
terutama karena penyerapan belanja pegawai yang cukup tinggi yaitu
���
mencapai 69,1%. Hal tersebut didorong oleh pembayaran gaji pokok,
���
���
belanja barang dan modal masih tercatat rendah, masing-masing
���
��
��
��
gaji ke-13 dan gaji September yang telah terealisasi. Sementara itu,
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
������������������������������������
�
��
����
����
sebesar 36,6% dan 26,1% dari total anggaran belanja. Masih cukup
��
rendahnya belanja barang dan modal tersebut disebabkan oleh
��
tingkat kemajuan proyek yang masih rendah, antara lain akibat tender
proyek yang diulang maupun terkendala pembebasan lahan.
Grafik 3.10
Impor pada triwulan III dan IV 2011 diprakirakan tumbuh
Indeks Tendensi Bisnis
tinggi merespons masih kuatnya permintaan domestik.
Berdasarkan kelompoknya, tingginya impor ditunjang oleh impor
18
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
nonmigas khususnya impor bahan baku, terutama bahan baku untuk
���
�����
�������������
���
���������������
��
���
��
��
��
��
�
�
industri serta kendaraan penumpang (Grafik 3.11). Di sisi migas,
kenaikan impor tersebut didukung oleh faktor musiman peningkatan
konsumsi minyak sepanjang bulan Ramadhan. Namun, pertumbuhan
impor menghadapi risiko perlambatan sejalan dengan prakiraan
perlambatan ekspor sektor industri sebagai dampak rambatan
pelemahan perekonomian Eropa dan AS.
���
���
���
���
� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � �
����
����
����
����
����
Operasi Keuangan Pemerintah
Realisasi APBN sampai dengan Agustus 2011 masih mencatat
Grafik 3.11
surplus sebesar 0,6% dari PDB. Pencapaian tersebut sedikit lebih
Pertumbuhan Impor Migas dan Non-Migas
rendah dari surplus periode yang sama tahun 2010 sebesar 0,7%
dari PDB. Realisasi belanja modal dan barang masih relatif rendah.
Penyerapan yang tinggi terjadi pada belanja subsidi dan pembayaran
bunga utang. Dari sisi pembiayaan, pemerintah masih mampu memperoleh pembiayaan dari
penerbitan SBN sesuai targetnya.
Realisasi penerimaan negara mencapai 61,4% dari target APBNP 2011 atau mencatat
peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 60,8% dari target
APBNP 2010. Realisasi penerimaan yang lebih tinggi terutama disebabkan oleh kenaikan
penerimaan Pajak Ekspor sejalan dengan tarif Bea Keluar ekspor CPO yang meningkat.
Sementara itu, penerimaan PBB sedikit menurun. Dari sektor Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP), kenaikan penerimaan PNBP SDA Migas dan Bagian Laba BUMN masih dapat
menutupi kinerja PNBP SDA Nonmigas dan PNBP Lainnya yang menurun, sehingga secara
keseluruhan kinerja PNBP meningkat dibandingkan dengan kinerja periode yang sama pada
tahun 2010.
Realisasi penyerapan belanja negara telah mencapai 51,3% dari target APBNP
2011 atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 49,4%.
Realisasi belanja yang lebih tinggi tersebut lebih disebabkan oleh subsidi dan pembayaran
bunga utang yang meningkat. Penyerapan belanja modal dan barang justru mengalami
penurunan masing-masing mencapai 26,1% dan 36,6% dari APBNP 2011 dari pencapaian
tahun 2010 sebesar 28,7% dan 40%. Peningkatan alokasi anggaran Belanja Barang dan
Modal untuk pembangunan infrastruktur belum sepenuhnya terserap oleh Kementerian dan
Lembaga (K/L). Sementara itu, realisasi Belanja Pegawai yang meningkat dipengaruhi oleh
implementasi program remunerasi K/L yang mulai berjalan.
Penawaran Agregat
Kinerja sektoral pada triwulan III dan IV 2011 diprakirakan masih kuat, terutama
didorong oleh permintaan domestik yang solid dan permintaan eksternal yang
masih terjaga (Tabel 3.2). Kinerja sektor tradables diprakirakan masih tumbuh cukup
tinggi, terutama ditopang oleh sektor industri pengolahan. Kinerja sektor nontradables juga
diperkirakan tetap tumbuh tinggi, utamanya ditopang oleh kinerja sektor perdagangan,
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
19
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 3.2
Pertumbuhan Ekonomi – Sisi Penawaran
Indikator
2010
2011
I
II
III*
IV*
2011*
Pertanian
2,9
3,6
3,9
3,3
3,4
3,5
Pertambangan & Penggalian
3,5
4,3
0,8
0,9
0,9
1,7
Industri Pengolahan
4,5
5,0
6,1
6,2
6,2
5,9
Listrik, Gas & Air Bersih
5,3
4,3
3,9
4,0
4,1
4,1
Bangunan
7,0
5,3
7,4
7,7
8,0
7,1
Perdagangan, Hotel & Restoran
8,7
7,9
9,6
9,7
9,7
9,2
Pengangkutan & Komunikasi
13,5
13,7
10,7
11,0
11,5
11,7
Keuangan, Persewaan & Jasa
5,7
7,3
6,9
7,0
7,0
7,0
Jasa-jasa
6,0
7,0
5,7
5,8
5,8
6,1
PDB
6,1
6,5
6,5
6,6
6,7
6,6
* Proyeksi Bank Indonesia
hotel, dan restoran (PHR), sektor bangunan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
Namun, terdapat beberapa risiko di beberapa sektor seperti terjadinya kekeringan yang
berpengaruh pada kinerja sektor pertanian, menurunnya produksi (lifting) migas pada sektor
pertambangan, dan indikasi awal penurunan kinerja sektor bangunan berupa menurunnya
pertumbuhan penjualan semen dan impor bahan bangunan. Di sisi lain, terdapat faktor
positif, yaitu adanya penyelenggaraan Sea Games pada November 2011 di Jakarta dan
Palembang yang diprakirakan akan mendukung kegiatan di sektor riil.
Kinerja sektor pertanian pada triwulan III dan IV 2011 diprakirakan tumbuh
melambat dari triwulan sebelumnya. Melambatnya kinerja sektor pertanian seiring
dengan berlalunya musim panen padi. Produksi padi berdasarkan ARAM II-2011 diprakirakan
tumbuh sebesar 2,4%. Prakiraan produksi padi tersebut masih diwarnai beberapa faktor
risiko, yaitu (1) penurunan luas lahan karena peningkatan konversi lahan pertanian; (2)
serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti hama wereng, hama kresek, virus
kerdil dan lain sebagainya; (3) realisasi bantuan pupuk yang tidak memenuhi target; dan (4)
kekeringan yang terjadi di beberapa daerah. Di sisi lain, kondisi cuaca diperkirakan lebih baik
dari tahun sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari indikator La Nina/El Nino yang berada
dalam fase normal hingga akhir triwulan III 2011. Normalnya cuaca berdampak positif pada
kinerja subsektor perikanan sehingga diprakirakan tumbuh lebih tinggi pada tahun 2011.
Selain faktor cuaca, kinerja subsektor perikanan juga didukung oleh program minapolitan
Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Sektor pertambangan pada triwulan III dan IV 2011 diprakirakan tumbuh terbatas.
Terbatasnya kinerja sektor pertambangan terutama disebabkan oleh kinerja lifting migas
yang menurun meskipun kinerja pertambangan nonmigas (batu bara) membaik. Kinerja
lifting migas yang menurun disebabkan oleh faktor penyusutan produksi tambang lama dan
gangguan produksi. Di sisi lain, kinerja subsektor nonmigas khususnya batubara diperkirakan
membaik seiring dengan kondisi cuaca yang membaik dan meningkatnya permintaan batu
bara domestik terkait dengan beberapa proyek PLTU 10.000 MW tahap pertama. Prakiraan
20
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
tersebut juga sejalan dengan perkiraan kegiatan usaha SKDU yang meningkat pada triwulan
III 2011 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan III dan IV 2011 diprakirakan masih
tumbuh tinggi. Masih tingginya pertumbuhan sektor industri terutama ditopang oleh
pulihnya kinerja subsektor alat angkut, mesin, dan peralatannya pascagangguan pasokan
akibat gempa Jepang. Hal itu tercermin dari penjualan mobil pada Agustus 2011 yang
mencapai sekitar 73 ribu unit atau tumbuh sebesar 13,2% (yoy). Selain itu, kinerja industri
juga didukung oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada subsektor logam dasar, besi dan
baja, dan subsektor tekstil dan alas kaki yang berada di atas pola historisnya, serta subsektor
makanan dan minuman yang tumbuh tinggi.
Kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diprakirakan masih
tumbuh tinggi pada triwulan III dan IV 2011. Hal tersebut terkait dengan masih
tingginya pertumbuhan sektor tradables, aktivitas domestik yang masih baik serta masih
terjaganya impor. Aktivitas domestik yang masih baik tercermin dari indeks penjualan
eceran yang meningkat pada Agustus 2011. Di samping itu, data tingkat hunian hotel dan
jumlah wisatawan mancanegara juga menunjukkan peningkatan hingga Agustus 2011.
Penyelenggaraan Sea Games pada November 2011 di Jakarta dan Palembang diprakirakan
dapat turut meningkatkan kegiatan di subsektor hotel dan restoran.
Kinerja sektor bangunan pada triwulan III dan IV 2011 diprakirakan masih tumbuh
tinggi. Masih tingginya kinerja sektor bangunan sejalan dengan investasi yang masih tumbuh
tinggi dan mulai berjalannya berbagai proyek Pemerintah. Namun demikian, terdapat faktor
risiko pada triwulan III 2011 dengan perkembangan proyek-proyek infrastruktur yang tidak
secepat dari perkiraan awal sebagaimana tercermin dari indikator penurunan penjualan
semen dan impor bahan bangunan pada Juli dan Agustus 2011.
Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan III dan IV 2011 diprakirakan
masih tumbuh tinggi. Kinerja sektor tersebut terutama ditopang oleh peningkatan
subsektor pengangkutan dan masih tingginya pertumbuhan subsektor komunikasi.
Kegiatan usaha sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan III 2011 diperkirakan
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kinerja subsektor pengangkutan
diprakirakan akan lebih berperan di sektor ini sebagaimana diindikasikan oleh masih tingginya
pertumbuhan penumpang angkutan udara hingga Agustus 2011. Selain itu, terdapat faktor
positif yaitu adanya penyelenggaraan Sea Games pada November 2011 di Jakarta dan
Palembang yang diprakirakan akan meningkatkan kegiatan di subsektor ini. Pada subsektor
komunikasi, pertumbuhan yang masih tinggi berasal dari bisnis internet dan komunikasi
data, sementara untuk penggunaan komunikasi seluler (suara dan sms) diperkirakan akan
relatif terbatas. Hal itu terindikasi dari pertumbuhan penggunaan internet PT. Telkom yang
tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan komunikasi seluler.
Perekonomian Daerah
Pertumbuhan ekonomi daerah sepanjang paruh kedua tahun 2011 diprakirakan
masih tetap tinggi sejalan dengan prakiraan pertumbuhan ekonomi nasional (Grafik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
21
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
3.12). Hampir seluruh kawasan diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari
�����
triwulan sebelumnya, kecuali Sumatera karena melambatnya produksi
�
�
�
���
���
�
(tabama). Inflasi secara nasional cenderung menurun terutama
���
���
�
����
peningkatan inflasi.
��������
�
Di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga menjadi
�
�
disumbang oleh rendahnya inflasi di sebagian Jawa dan Sulampua
(Sumatera, Lampung, dan Papua). Sementara itu, di Sumatera terjadi
�
�
perkebunan dan berakhirnya panen tanaman bahan makanan
penopang pertumbuhan ekonomi daerah di seluruh
� � � � � � � � � � � � � � �� �� � � � � � � � � � � � � � � �� ��
����
����
����
����
����
����
����
����
kawasan. Membaiknya kinerja konsumsi rumah tangga terlihat
Grafik 3.12
dari ekspektasi konsumen yang meningkat serta ditunjang oleh
Pertumbuhan PDRB Kawasan
daya beli yang membaik. Selain itu, indeks penjualan eceran di kotakota besar, terutama di Jakarta dan Semarang, juga menunjukkan
peningkatan. Konsumsi pemerintah cenderung melambat, kecuali
di kawasan Jawa. Perkembangan investasi (PMTB) di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
meningkat didorong oleh investasi di sektor pertambangan. Kinerja ekspor diperkirakan
meningkat ditopang oleh relatif stabilnya ekspor manufaktur di Jawa dan DKI Jakarta
serta meningkatnya perdagangan antar pulau. Seiring dengan perkembangan ekspor,
kinerja impor juga cenderung meningkat ditopang oleh impor barang konsumsi (Jawa
dan Jakarta) serta barang modal (KTI).
Di sisi penawaran, sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR),
serta sektor pengangkutan dan komunikasi mendominasi pertumbuhan ekonomi
daerah. Kinerja produksi manufaktur meningkat di seluruh kawasan sebagai respons
untuk memenuhi permintaan yang disertai membaiknya kembali pasokan bahan baku.
Meningkatnya permintaan domestik yang didukung oleh membaiknya daya beli mendorong
tingginya pertumbuhan sektor PHR hampir di seluruh kawasan kecuali Sumatera. Selain itu,
kunjungan wisata yang meningkat juga mendorong pertumbuhan sektor PHR. Di sektor
pengangkutan dan komunikasi, diperkirakan terjadi peningkatan penggunaan jasa angkutan
dan kapasitas optimum layanan jasa komunikasi hampir di seluruh kawasan.
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)
Tingginya ketidakpastian ekonomi global, meskipun fundamental ekonomi domestik
tetap kuat, diprakirakan telah memberikan tekanan terhadap NPI. Aliran keluar
modal asing, yang didorong oleh sentimen negatif memburuknya perekonominan global
yang terjadi pada September 2011, menyebabkan turunnya surplus neraca transaksi modal
dan finansial (TMF). Sementara itu, neraca transaksi berjalan pada triwulan III 2011 juga
mengalami tekanan karena tingginya pertumbuhan impor.
Kinerja neraca transaksi berjalan diperkirakan akan mencatat defisit. Meningkatnya
aktivitas perekonomian domestik menimbulkan tingginya permintaan akan impor, baik dalam
bentuk impor barang modal, bahan baku, maupun barang konsumsi. Selain itu, penurunan
harga minyak menyebabkan pendapatan ekspor dari minyak turun, sementara impor minyak
22
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
masih bertahan tinggi akibat tingginya tingkat konsumsi BBM di dalam negeri. Dari sisi
dalam negeri, pasokan bahan bakar minyak (BBM) relatif terbatas. Hal tersebut selanjutnya
menjadikan neraca migas mengalami defisit. Meskipun demikian, perkembangan ekspor
pada triwulan III 2011 membaik, terutama ekspor nonmigas.
Surplus transaksi modal dan finansial di triwulan III 2011 turun, dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya krisis di Eropa serta melambatnya ekonomi
Amerika Serikat memicu aliran keluar modal asing. Peran investasi portofolio yang masih
cukup besar dalam struktur aliran modal dalam NPI menyebabkan neraca transaksi modal
dan finansial mudah dipengaruhi oleh berbagai sentimen negatif. Meskipun demikian,
kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang masih kuat dan prospek investasi yang positif
masih mampu menarik aliran investasi dalam bentuk penanaman modal asing (Foreign
Direct Investment/FDI).
NILAI TUKAR RUPIAH
�������
�����
Seiring dengan meningkatnya risiko global, rupiah mengalami
�����
�����
�����
�����
�����
�����������
depresiasi. Rupiah sempat mengalami penguatan di awal triwulan
�����������������
III 2011, namun mulai melemah sejak Agustus hingga akhir triwulan
�����
�����
����� �����
kawasan. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, secara
�����
�����
rata-rata rupiah terdepresiasi sebesar 0,12% ke level Rp8.599 per
�����
dolar AS (Grafik 3.13). Walaupun mengalami depresiasi di triwulan
�����
�����
�����
III 2011, rupiah yang di akhir September 2011 ditutup pada level
�����
�����
�����
������
������
������
������
������
������
������
������
�����
�����
�����
������
������
������
������
������
������
�����
�����
�����
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
�����
sejalan dengan tren pergerakan mata uang mayoritas negara
Rp8.790 per dolar AS masih tercatat menguat sebesar 2,5% sejak
awal tahun 2011. Tekanan pada rupiah diikuti oleh volatilitas
Grafik 3.13
yang meningkat. Selama triwulan III 2011, rata-rata volatilitas
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
rupiah tercatat mencapai 0,49% atau naik dari 0,3% pada triwulan
sebelumnya (Grafik 3.14).
�����
Pelemahan rupiah terpengaruh oleh sentimen negatif
������
�
�������
�����
�
������������������������
�����
����������������������������
�����
�
mempersepsikan rupiah relatif aman dan menguntungkan namun
�
terjadi peningkatan kekhawatiran investor di bulan Agustus hingga
�����
�
�����
�
�����
�
�����
�
�����
�
�����
�
�����
������
�
������
������
������
������
������
������
krisis AS dan kawasan Eropa. Di awal triwulan, investor
September seiring dengan meningkatnya faktor risiko global.
Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya kekhawatiran
investor adalah (i) meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan
global yang dipicu oleh kekhawatiran terhadap eskalasi krisis
Eropa seiring meningkatnya potensi default Yunani; (ii) penurunan
peringkat utang Amerika2 dan Italia3 ; (iii) penurunan rating surat
Grafik 3.14
utang tiga bank besar di AS oleh Moody’s4 ; dan (iv) pernyataan The
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Fed bahwa terdapat significant downside risks terhadap outlook
perekonomian AS. Faktor-faktor tersebut menyebabkan investor
2
3
4
S & P menurunkan peringkat kredit AS dari AAA menjadi AA+ dengan outlook negative
S & P meurunkan peringkat Italia dari A+ menjadi A dengan outlook negative
Moody’s menurunkan peringkat surat utang tiga bank terbesar di AS yaitu Citigroup, Wells Fargo dan Bank of America
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
23
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
beralih ke aset-aset aman dan mulai menarik penempatannya di
�
emerging markets (portfolio rebalancing). Kendati demikian,
����
terdapat ekspektasi bahwa nilai tukar rupiah akan mengalami
���
apresiasi. Hingga akhir triwulan laporan, berdasarkan hasil sebuah
���������
���
���
survei5 , pelaku pasar tetap memperkirakan rupiah akan bergerak
���������
menguat hingga akhir tahun 2011. Tingginya kepercayaan
���
pelaku pasar terhadap rupiah serta komitmen Bank Indonesia
�����
���
��������
untuk menjaga stabilitas rupiah diperkirakan dapat menopang
����
����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
����
����
pergerakan rupiah ke depan. Sementara itu, strategi akumulasi
cadangan devisa yang telah ditempuh oleh Bank Indonesia dapat
memperkuat ketahanan Indonesia dalam menghadapi tekanan nilai
Grafik 3.15
tukar sekaligus memenuhi kebutuhan kewajiban jangka pendek
Perbandingan UIP Beberapa Negara
fundamental.
Dengan imbal hasil rupiah masih lebih kompetitif
���
dibandingkan dengan kawasan, diperkirakan minat investor
�
terhadap aset rupiah tetap tinggi. Indikator imbal hasil investasi
���
di aset rupiah yang tercermin dari selisih suku bunga DN dan LN
���
(UIP – Uncovered Interest Parity) relatif lebih tinggi dibandingkan
���
dengan beberapa negara di kawasan regional Asia (Grafik 3.15).
���
Bahkan jika memperhitungkan premi risiko yang meningkat selama
triwulan laporan, daya tarik investasi dalam rupiah pun tetap tinggi
����
����
���������
���������
��������
�����
(Grafik 3.16). Faktor risiko di mayoritas negara kawasan mengalami
����
��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ���
����
����
����
����
����
peningkatan seiring dengan melambatnya perekonomian global,
sebagaimana tercermin dari naiknya yield yang akhirnya mengoreksi
CIP.
Grafik 3.16
Perbandingan CIP Beberapa Negara
Tekanan risiko global terhadap pasar keuangan domestik
sangat bergantung pada perkembangan dari kecepatan
penanganan dan kedalaman krisis utang di Eropa dan AS.
�
���
�����������
�����������
������������
�������������
���
������������������
���
���
Indikator risiko credit default swap (CDS) meningkat signifikan di
bulan Juli hingga September karena terpengaruh turbulensi isu
global (Grafik 3.17). Namun, risiko tersebut diindikasi bersifat
temporer ditopang oleh kuatnya fundamental perekonomian
���
���
���
Indonesia dan keyakinan pelaku pasar terhadap prospek
perekonomian Indonesia ke depan. Dengan kondisi tersebut,
���
���
cadangan devisa tercatat sebesar 114,5 miliar dolar AS atau
setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri
���
���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
������������������
Grafik 3.17
5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
mengantisipasi kemungkinan arus keluar modal asing yang terjadi
secara tiba tiba. Menurut IMF, threshold cadangan devisa yang
Indikator Risiko (CDS dan Yield Spread)
24
Pemerintah. Jumlah cadangan devisa tersebut diyakini cukup untuk
Survei nilai tukar Bloomberg
aman sebesar 3-4 bulan impor.
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
INFLASI
Tekanan inflasi sampai dengan triwulan III 2011 terkendali.
�����������
������������
��
Dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya, inflasi terus
���������������������������
����������������������
��
mengalami perlambatan dan tercatat sebesar 4,61% (yoy) (Grafik
����
����
�
����
����
�
turunnya harga komoditas pangan global serta minimalnya kebijakan
Pemerintah yang bersifat strategis. Ekspektasi inflasi yang terjaga
turut mampu meminimalisir dampak gejolak harga emas dan
��
���
3.18). Hal tersebut disebabkan oleh terjaganya pasokan barang,
depresiasi nilai tukar pada akhir triwulan III.
�������������������������� �������������������������� �������������������������� �������������������������� �����������������
����
����
����
����
����
Grafik 3.18
Disagregasi Inflasi
Perkembangan Inflasi
Inflasi inti dipengaruhi oleh gejolak eksternal. Pada triwulan
III 2011, inflasi inti tercatat sebesar 4,93% (yoy), atau lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya yang sebesar 4,63% (yoy) (Grafik 3.19).
��
Memburuknya kondisi eksternal akibat krisis utang di Eropa dan
������
belum pulihnya ekonomi AS meningkatkan intensitas ketidakpastian
����
��������������
������������������
������������������������������
��
��
yang mendorong terjadinya peralihan outlet investasi oleh investor
dari yang berupa surat-surat berharga menjadi komoditas emas.
��
Harga emas global pada triwulan laporan tercatat sempat melampaui
�
1.800 dolar AS per troy oz yang merupakan rekor tertinggi.
�
�
Peningkatan harga emas internasional tersebut pada gilirannya
�
memengaruhi harga emas domestik sehingga mendorong kenaikan
�
�
�
�
�
����
� ��
�
�
� �
����
� ��
�
�
� �
����
� ��
�
�
� �
����
�
Grafik 3.19
inflasi inti. Selain itu, terjadinya depresiasi nilai tukar pada akhir
triwulan laporan juga memengaruhi pergerakan inflasi inti, khususnya
untuk barang-barang tradables (Grafik 3.20).
Inflasi Inti
Ekspektasi inflasi mampu terjaga baik. Hal itu tercermin dari berbagai
hasil survei yang menunjukkan penurunan. Hasil survei Consensus
Forecast untuk inflasi tahun 2011 turun dari 6,2% (yoy) pada akhir
������
��
�
triwulan II menjadi 5,6%(yoy) pada akhir triwulan III (Grafik 3.21).
������
������������������������������
�������������
����
��������������������������
�
����������
�
���
Di sektor riil, hasil Survei Konsumen Bank Indonesia dan Survei
���
Penjualan Eceran Bank Indonesia juga menunjukkan penurunan baik
��
��
�
��
�
��
�
���������
�
�
untuk ekspektasi harga 3 bulan maupun ekspektasi harga 6 bulan
kedepan (Grafik 3.22 dan 3.23).
Tekanan inflasi volatile food (VF) pada triwulan III 2011
���
rendah. Inflasi volatile food tercatat sebesar 5,14% (yoy) atau jauh
�
���
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 8,75% (yoy).
�
���
Membaiknya pasokan barang dan minimalnya gangguan distribusi
�
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � ������� � � � � � � � � � ������� � � � � �
����
����
����
����
selama triwulan laporan menjadi pendorong rendahnya catatan
Grafik 3.20
inflasi kelompok volatile food. Hal itu juga didorong oleh terjadinya
Inflasi Inti dan Nilai Tukar
deflasi pada beberapa komoditas seperti cabai dan bawang. Panen
yang berhasil ditambah dengan tambahan pasokan dari impor
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
25
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
menyebabkan pasokan bumbu-bumbuan melimpah di pasar.
������
Di sisi harga beras, terjadi peningkatan namun tetap terkendali.
�
�������
�������
Mulai berakhirnya musim panen di tengah terjadinya peningkatan
permintaan menyebabkan tekanan pada harga beras. Namun,
�
������
masih mencukupinya stok hasil panen periode triwulan lalu yang
���
�
���
���
ditambah dengan pengadaan beras impor serta relatif lancarnya
���
distribusi selama triwulan laporan mampu menahan kenaikan harga
�
beras secara berlebihan. Selain itu, rendahnya inflasi volatile food
juga dipengaruhi oleh terkoreksinya beberapa harga komoditas
�
�
�
�
�
�
�
�
�
pangan global.
�
Grafik 3.21
Inflasi kelompok administered prices masih rendah seiring
Ekspektasi Inflasi – Consensus Forecast
dengan tidak adanya kebijakan strategis pemerintah. Kelompok
administered prices pada triwulan III 2011 mencatat inflasi sebesar
2,83% (yoy). Komoditas administered price yang berkontribusi pada
inflasi triwulan laporan ialah rokok, bahan bakar rumah tangga dan
������
������
���
��
tarif kereta api. Komoditas rokok masih secara konsisten memberikan
sumbangan inflasi di setiap bulannya selama triwulan III akibat adanya
���
���
��
selisih harga transaksi pasar (HTP) dengan harga jual eceran (HJE)
yang ditetapkan oleh Pemerintah. Sementara, inflasi komoditas
���
���
��
administered prices lainnya dipengaruhi oleh siklus hari raya.
���
���
�
��������������������������������
������������������������������������������
������������������������������������������
���
���
PERKEMBANGAN PASAR KEUANGAN
�
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � �
����
����
����
����
����
����
����
Suku Bunga
Suku bunga PUAB O/N selama triwulan III 2011 mengalami
Grafik 3.22
penurunan. Rata-rata suku bunga PUAB O/N tercatat sebesar
Ekspektasi Inflasi Pedagang
5,40%, lebih rendah 60 bps dibandingkan triwulan II 2011 (Grafik
3.24). Pergerakan tersebut sejalan dengan adanya pelebaran koridor
bawah PUAB O/N yang semula 100bps menjadi 150bps. Rata-rata
������
���
���
���
suku bunga PUAB dengan tenor lebih panjang dari O/N pada
������
��
��������������������������������
rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,18 - 8,27%7).
������������������������������������������
������������������������������������������
��
���
Lebih rendahnya suku bunga PUAB O/N disertai dengan persepsi
risiko likuiditas yang menurun sebagaimana tercermin pada rata-
���
��
���
���
���
�
���
���
���
triwulan III 2011 (5,42% - 5,85%6) berada pada kisaran yang lebih
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � �
����
����
����
����
����
����
����
Grafik 3.23
�
rata spread suku bunga PUAB O/N tertinggi dan terendah yang
turun menjadi 12bps dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(39bps).
Selama triwulan III 2011 suku bunga deposito relatif stabil
sementara suku bunga kredit mengalami penurunan (Grafik
3.26). Berdasarkan data sampai dengan Agustus, suku bunga
Ekspektasi Inflasi Konsumen
deposito 1 bulan secara rata-rata tercatat sebesar 6,8% atau sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (turun 2bps).
6
7
26
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Tenor 2 hari s.d 1 bulan
Tenor 2 hari s.d 3 bulan
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Di sisi lain, suku bunga kredit mengalami penurunan dibandingkan
�
���
�������
�������������������
���������
dengan triwulan sebelumnya. Suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK)
��������
���
mengalami penurunan sebesar 10bps, sementara suku bunga
���
untuk Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) masing-masing
���
mengalami penurunan sebesar 3bps dan 7bps dibandingkan dengan
���
���
triwulan II 2011. Secara rata-rata suku bunga KMK, KI dan KK di
���
triwulan III 2011 adalah 12,5%, 12,1% dan 14,3%. Berdasarkan data
���
sementara, suku bunga simpanan dan kredit perbankan terindikasi
���
masih dalam tren yang menurun.
�����
������
������
�����
������
������
�����
������
������
�����
������
������
�����
������
������
�����
������
������
�����
������
������
�����
������
������
������
������
������
������
�
�������
Grafik 3.24
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Suku Bunga PUAB O/N & Instr. Moneter
Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) mengalami peningkatan.
Berdasarkan data sampai dengan Agustus 2011, pertumbuhan DPK
tercatat sebesar 17,5% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya sebesar 16,3% (yoy) (Grafik 3.27). Dengan
�
����
������
����
perkembangan tersebut, posisi DPK pada triwulan III 2011 (sampai
������
������
����
dengan Agustus) tercatat sebesar Rp2.460 triliun. Berdasarkan
����
����
����
����
����
����
����
komponennya, deposito dan tabungan mengalami pertumbuhan
����
����
����
masing-masing sebesar 19,4% (yoy) dan 24,1% (yoy), lebih tinggi
����
����
dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada triwulan
����
����
����
sebelumnya yakni 15% untuk deposito dan 23,4% untuk tabungan.
����
����
����
���
Sementara komponen giro tercatat mengalami pertumbuhan
����
����
����
����
����
������
�����
tahunan yang lebih rendah (5,6%) dibandingkan dengan triwulan
�����
�����
�����
�����
�����
�������
������������
Grafik 3.25
sebelumnya (10,5%).
Pertumbuhan kredit relatif stabil. Pada triwulan III 2011
Struktur Suku Bunga PUAB
(berdasarkan data sampai dengan Agustus 2011), pertumbuhan
kredit (termasuk channeling) tercatat sebesar 23,4% (yoy) sehingga
mencapai Rp2.061 triliun. Pertumbuhan tersebut relatif stabil
dibandingkan akhir triwulan sebelumnya yaitu 23,3% (yoy).
�
��
�������
������������
��
Berdasarkan data sementara, pertumbuhan kredit hingga September
������������������
�����������
2011 mencapai 23,8% (yoy). Pertumbuhan kredit pada triwulan III
�����������������
��
�����
��
��
2011 diikuti dengan peningkatan kualitas penyaluran kredit yang
�����
tercermin dari pertumbuhan kredit investasi (KI) yang cukup signifikan
�����
(30,1% (yoy)) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (23,8%
(yoy)) (Grafik 3.28). Meningkatnya KI diharapkan dapat meningkatkan
��
�
����
�
�
�
�
� � ��
����
�
�
� � � �� �
����
�
� �
����
� �� �
� � �
����
kapasitas ekonomi sehingga dapat merespons meningkatnya
permintaan tanpa menimbulkan gejolak harga yang berlebihan.
Selain KI, kredit konsumsi (KK) juga mengalami pertumbuhan yang
Grafik 3.26
lebih tinggi pada triwulan III 2011 (24,8% (yoy)) dibandingkan
Perkembangan Suku Bunga Perbankan
triwulan sebelumnya (23,2% (yoy)). Kredit modal kerja (KMK) yang
memiliki porsi terbesar dalam kredit (48%) tumbuh sedikit melambat
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
27
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Tabel 3.3
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
2010
Suku Bunga (%)
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
BI Rate
6,50
6,50
6,50
6,50
6,50
Penjaminan Deposito
7,00
7,00
7,00
7,00
7,00
Dep 1 bulan (Weighted Average)
6,79
6,75
6,72
6,81
6,78
Base Lending Rate
12,39
Kredit Modal Kerja (KMK)
Kredit Investasi (KI)
Kredit Konsumsi (KK)
2011
Des
Jan Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul Ags
6,50
6,50
6,75
6,75
6,75
6,75
6,75
6,75
6,75
7,00
7,00
7,25
7,25
7,25
7,25
7,25
7,25
7,25
6,83
6,72
6,72
6,83
6,80
6,85
6,82
6,86
6,80
12,38 12,21
12,07 11,98 11,98
12,03
11,84
12,21
12,06
12,22 12,15 12,08
12,17
13,21
13,19 13,00
13,01 12,96 12,83
12,75
12,72
12,69
12,68
12,61 12,60 12,55
12,50
12,60
12,40 12,41
12,38 12,35 12,28
12,25
12,20
12,18
12,16
12,15 12,13 12,11
12,10
14,92
14,83 14,75
14,65 14,53 14,53
14,48
14,50
14,39
14,38
14,37 14,37 14,32
14,30
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2011 KMK tumbuh sebesar
20,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan
sebesar 23,8% (yoy). Masih relatif tingginya pertumbuhan kredit,
��
terutama kredit investasi, menunjukkan optimisme pelaku usaha
�
��
������
��
���
�������
terhadap kondisi perekonomian Indonesia ke depan.
�
�
Di triwulan III 2011 tren peningkatan likuiditas perekonomian
�
masih terus berlanjut. Sampai dengan Agustus 2011, M1 tercatat
�
mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 19,3% (yoy), lebih
�
tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (16,6% (yoy)),
�
�
menjadi Rp662,8 triliun. Pertumbuhan M1 tersebut juga diikuti oleh
�
�
pertumbuhan M2 yang meningkat menjadi 17,2% (yoy), lebih tinggi
��
��
��
��
��
������
dibandingkan triwulan sebelumnya (13,1%, yoy), sehingga M2 tercatat
������
������
������
������
������
�������
������
������
������
������
������
�������
������
������
������
������
������
�������
������
������
������
������
�������������
sebesar level Rp2.621 triliun. Pertumbuhan M1 terutama ditopang
Grafik 3.27
oleh pertumbuhan kartal yang meningkat signifikan terkait dengan
Pertumbuhan DPK, Kredit dan BI Rate
perayaan hari raya keagamaan Lebaran. Sementara itu, pendorong
utama dari pertumbuhan M2 adalah pertumbuhan deposito.
�����
��
���
��
Pasar Saham
��
��
Sentimen negatif akibat gejolak pasar keuangan global
��
berdampak terhadap kinerja pasar saham domestik walaupun
����
��
����
����
��
yang diikuti dengan melemahnya nilai tukar sehingga menekan
�
kinerja pasar saham domestik. IHSG mengalami pelemahan yang
������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
����
����
����
����
����
Grafik 3.28
Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Penggunaan
28
Gejolak di pasar keuangan global tersebut mendorong aksi portfolio
adjustment oleh investor non residen di pasar keuangan domestik
��
���
fundamental makroekonomi dan mikro emiten cukup kuat.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
cukup tajam sebesar 8,7% ke level 3.549 pada 30 September 2011.
Meskipun melemah cukup tajam, namun dibandingkan dengan
negara-negara di kawasan, pelemahan tersebut masih relatif lebih
rendah. (Grafik 3.30 dan 3.31).
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Merespons peningkatan risiko eksternal, investor
������
��
������
��
��
��
�������������
mengurangi eksposur mereka di emerging market. Respons
��
��
�����
��
����
��
����
��
�
��
����
�
�
�������������
���������������������������������������������������
��������������������
������
������
������
�
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
�
nonresiden melakukan portfolio adjustment dengan
yang dilakukan oleh investor nonresiden dilakukan melalui (i)
Exposure adjustment untuk mengurangi risiko di pasar keuangan,
(ii) melakukan strategi sell high – buy low yaitu melakukan aksi
jual dengan mengangkat kinerja indeks terlebih dahulu dan
kemudian melakukan aksi beli selektif pada saat pasar saham
mengalami tekanan. Selama triwulan III 2011, investor asing
mencatat net jual sebesar Rp0,5 triliun, menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang mencatat net beli sebesar
Grafik 3.29
Rp21,4 triliun. Emiten sektor pertambangan dan sektor keuangan
Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian
tercatat mengalami tekanan jual terbesar dari investor nonresiden.
Rencana beberapa BUMN untuk melakukan buyback ketika harga
saham sudah cukup rendah menjadi natural self stabilization di
����
pasar saham domestik.
�������
�����
��
Memburuknya kinerja IHSG terutama disebabkan tekanan
��
jual yang dialami oleh sektor pertambangan yang terkoreksi
�
sebesar 24%. Pelemahan tersebut antara lain disebabkan oleh
�����
�
ekspektasi koreksi harga komoditas sejalan dengan ekspektasi
�����
�
melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia yang disertai dengan
�
aksi jual yang cukup besar terhadap saham-saham di sektor
�
tersebut. Namun demikian, beberapa sektor lainnya masih mencatat
�
penguatan yaitu sektor konsumsi dan aneka industri. Kinerja
����
�������
�����
�����
�����
�����
�����
���
������
������
�������
������
������
�������
������
������
�������
������
������
�������
�������
������
������
�
positif kedua sektor tersebut terutama ditopang oleh stabilnya
pertumbuhan konsumsi nasional serta kinerja keuangan emiten
Grafik 3.30
yang cukup kondusif. (Grafik 3.32).
IHSG dan BI Rate
Pasar Surat Berharga Negara
�����
�������
��������������
Kinerja pasar SBN masih positif meski mulai terkena dampak
������
������
dari gejolak pasar keuangan global khususnya pada akhir
������
������
������
��������������
��������������
��������������
triwulan III 2011. Dari sisi harga, dampak dari gejolak pasar
keuangan global terhadap pembentukan yield masih relatif terbatas
������
������
���������������������
�����������������
������������������
sebagaimana tercermin dari pergerakan yield SBN selama triwulan
������
������
������
�������������������
����������
��������������
III 2011 (Grafik 3.33). Kondisi tersebut tidak terlepas dari upaya
stabilisasi harga SBN dan nilai tukar oleh otoritas terkait. Secara
�����
������
�������
����������������
�����������������
����
����
����
triwulanan, imbal hasil SBN selama triwulan III 2011 untuk tenor
�����
�����
����
���
��
��
���
jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing turun sebesar
26 bps, 59 bps dan 110 bps. Secara keseluruhan (triwulanan), yield
Grafik 3.31
SBN berada pada level 6,7%, turun sebesar 6 bps jika dibandingkan
IHSG dan Perkembangan Bursa Global
akhir triwulan II 2011. Meski demikian, secara bulanan, yield SBN
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
29
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
untuk tenor jangka pendek dan menengah masing-masing meningkat
sebesar 64 bps dan 12 bps, sementara yield SBN jangka panjang
� ����
��������
���������
menurun sebesar 26 bps.
������
�����������
� ����
Selain dari sisi harga, tekanan terhadap pasar SBN juga terlihat
����
��������
�����������������
������������������
dari sisi kuantitas. Kondisi tersebut tercermin dari penurunan porsi
����
kepemilikan nonresiden pada SBN. Selama September 2011, investor
� �����
��������������
nonresiden (khususnya dalam minggu terakhir) melakukan penjualan
� ����
��������
SBN yang lebih besar dibandingkan pada Oktober 2008 (puncak
� �����
�
������������
��������������
krisis). Namun, jika dilihat berdasarkan porsi jumlah SBN nonresiden
� ���
� ���
� ���
� ���
� ���
� ��
��
��
���
���
yang dijual terhadap keseluruhan kepemilikan SBN oleh nonresiden,
angka penjualan yang lebih besar dibandingkan Oktober 2008 hanya
Grafik 3.32
terjadi pada SBN jangka menengah.
IHSG dan Perkembangan Sektoral
Beberapa kebijakan telah ditempuh otoritas untuk menjaga
kestabilan harga di pasar SBN. Beberapa langkah yang ditempuh
otoritas dalam rangka stabilisasi harga di pasar SBN adalah (1)
��
Pemerintah melakukan buyback dengan intensitas yang lebih tinggi.
Sejak 14 sampai dengan 23 September 2011, besarnya buyback SBN
��
mencapai Rp3,1 triliun. (2) Bank Indonesia menjaga kestabilan nilai
��
tukar rupiah sekaligus membantu upaya Pemerintah dalam menjaga
��
stabilitas harga SBN, (3) menghimbau kepada beberapa bank dan
asuransi untuk tidak menjual SBN ketika harga bergejolak.
�
���������
�������������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
�
Reksadana
Selama Agustus 2011, kinerja reksadana menunjukkan
Grafik 3.33
perkembangan yang positif. Secara umum, kinerja reksadana -
Yield SBN dan BI Rate
yang tercermin dari nilai aktiva bersih (NAB) - tumbuh cukup tinggi
mencapai 15,2% dibandingkan triwulan II 2011 8. Peningkatan
NAB tersebut terutama ditopang oleh reksadana campuran dan
��
pendapatan tetap. Portofolio aset bentukan manajer investasi
�
untuk produk reksadana mencatat kinerja diatas kinerja IHSG.
���������
��������
��
��
(Tabel 3.4).
Gejolak yang terjadi di pasar saham tidak berdampak signifikan
����
terhadap kinerja industri reksadana. Meski pasar saham domestik
��
���
���
�
���
���
pencairan dana (redemption) di industri reksadana. Koreksi yang
dialami IHSG mendorong sebagian investor mengalihkan investasinya
�
��������
�������
��������
��������
���������
(return) ke depan tetap tinggi. Produk-produk reksadana tercatat
Yield Negara Kawasan
masih memberikan return positif.
8
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
ke produk reksadana saham didasarkan pada keyakinan bahwa
IHSG akan kembali menguat sehingga hasil pengembalian investasi
Grafik 3.34
30
mengalami tekanan cukup besar, namun hal tersebut tidak memicu
Perkembangan produk reksadana tersebut belum mencerminkan kinerja secara keseluruhan mengingat ketersediaan data yang
terbatas
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Tabel 3.4
Kinerja Reksadana (Pertumbuhan NAB per produk)
Saham
P Uang
Indeks
ETF-Saham
MTM
1
-2,8%
16,7%
Campuran Pend. Tetap Terproteksi
-11,4%
-9,7%
-0,7%
-0,8%
-20,4%
ETP-Pend. Tetap
2,4%
Syariah
0,7%
Total
-3,5%
2
1,7%
3,7%
1,0%
-0,1%
0,1%
-34,1%
-2,9%
-39,6%
0,8%
0,6%
3
0,8%
10,4%
5,9%
2,1%
-3,9%
4,3%
8,8%
3,6%
-2,9%
0,6%
4
5,2%
10,1%
4,1%
11,1%
6,7%
5,1%
6,3%
2,9%
4,8%
6,7%
-0,3%
5
-1,6%
-2,5%
0,9%
-0,1%
1,5%
-5,8%
-5,2%
-1,2%
-6,4%
2010 6
-4,4%
-1,2%
-1,6%
10,8%
2,8%
-5,1%
4,8%
3,2%
3,6%
1,1%
7
-1,8%
2,1%
-1,8%
-0,6%
0,3%
-3,6%
4,7%
2,4%
0,9%
-0,6%
8
-1,1%
0,7%
0,7%
7,5%
6,0%
10,8%
-1,5%
0,6%
-2,8%
2,9%
9
9,4%
0,8%
7,8%
6,4%
4,4%
14,2%
10,3%
2,3%
2,8%
6,3%
10
5,5%
-2,2%
3,4%
10,5%
1,1%
9,2%
-11,4%
3,2%
-1,8%
4,2%
11
2,1%
-2,0%
5,1%
-4,5%
2,8%
3,1%
-21,1%
-15,4%
-1,0%
0,9%
12
8,6%
0,6%
-0,1%
-3,3%
-0,8%
-30,6%
0,0%
0,0%
17,1%
2,1%
1
1,8%
5,9%
3,9%
-3,1%
-1,9%
42,8%
-24,1%
-6,5%
-13,8%
-0,1%
2
3,7%
-1,0%
2,7%
-0,9%
1,1%
0,5%
1,4%
-0,4%
0,9%
1,7%
3
8,0%
-2,5%
6,0%
0,9%
0,5%
9,0%
7,2%
5,8%
3,6%
3,7%
2011
4
3,6%
2,5%
0,6%
0,8%
1,2%
3,9%
3,3%
4,2%
1,0%
1,9%
5
3,9%
1,1%
0,3%
-2,1%
1,3%
-3,3%
0,4%
1,5%
0,1%
1,5%
6
1,8%
-4,6%
5,3%
-1,3%
-0,6%
5,3%
1,8%
0,5%
0,0%
0,7%
7
0,1%
9,9%
-5,5%
4,9%
-0,3%
-26,9%
5,9%
4,1%
-0,4%
0,4%
8
4,0%
-2,1%
63,7%
33,8%
-1,0%
6,8%
-7,3%
2,8%
-3,4%
14,7%
Agust 11 -
4,1%
7,6%
54,7%
40,3%
-1,3%
-21,9%
-1,8%
7,1%
-3,8%
15,2%
TW II 2011
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
31
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
BOKS 1:
Dampak Rambatan Krisis Global ke
Indonesia
Intensitas gejolak pasar keuangan global menunjukkan peningkatan sejak Agustus 2011
terkait dengan penurunan peringkat di Amerika Serikat dan semakin meningkatnya eskalasi
krisis utang di beberapa negara kawasan Eropa, termasuk Italia. Ketidakpastian penyelesaian
krisis Eropa dan Amerika Serikat telah memicu adanya dampak rambatan krisis dari kawasan
tersebut ke berbagai negara, termasuk negara-negara Asia.
Memburuknya krisis utang dan belum solidnya respons kebijakan di Eropa dan AS telah
mendorong perilaku flight to quality oleh investor global untuk menghindari risiko. Dampak
dari perilaku tersebut menyebabkan terjadinya pembalikan arus modal sehingga mengganggu
kinerja pasar keuangan dan bursa saham di beberapa negara, termasuk Indonesia. Gambaran
peningkatan persepsi risiko tersebut tercermin pada tren indikator risiko credit default swap
(CDS) yang meningkat. Perkembangan CDS Indonesia selama periode ketidakpastian di pasar
keuangan global tersebut (akhir Juli sampai dengan akhir September 2011) telah meningkat
sejalan dengan kenaikan CDS negara emerging market Lainnya.
Dampak Melalui Jalur Pasar Keuangan
Krisis yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa tidak hanya menciptakan sentimen negatif
yang ditransmisikan secara langsung ke Indonesia, melainkan juga melalui pasar keuangan
negara-negara emerging markets.
Gejolak di pasar keuangan global telah menyebabkan investor global melakukan penarikan
dananya dengan melepas kepemilikan SUN dan aksi net jual di bursa saham Indonesia.
Berdasarkan data historis, tekanan arus pembalikan modal terutama terjadi pada instrumen
SBI. Namun, dengan telah diterapkannya kebijakan six month holding period tekanan
terhadap instrumen SBI jauh mengecil. Bank Indonesia melakukan
stabilisasi di pasar untuk menjaga stabillitas nilai tukar rupiah.
���
���
���
����
�������
��
����������
���
��
���
��
���
���
��
���
��
���
��
���
32
miliar dolar AS, setara dengan 7,7 bulan impor, masih lebih baik
dibandingkan dengan standar kecukupan devisa IMF (3-4 bulan
impor) dan juga peer group rating (negara-negara dengan rating
setara dengan Indonesia). Bank Indonesia menilai tingkat cadangan
devisa yang dimiliki saat ini diperkirakan mencukupi untuk meredam
dampak rambatan krisis tersebut.
��
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
���
�
Cadangan devisa sampai dengan 30 September mencapai 114,5
�
Dampak Melalui Jalur Perdagangan
Grafik 1.
Berdasarkan proyeksi IMF terkini (September 2011), proyeksi
CDS Euro, CDS Indonesia dan VIX AS
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa terkoreksi masing-
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
masing sebesar 1,1% dan 0,7%. Bank Indonesia memperkirakan akan terjadi penurunan
kinerja ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa. Namun demikian, pemburukan kinerja ekspor
lebih jauh diperkirakan tidak terjadi mengingat ekonomi China dan India, yang merupakan
mitra dagang Indonesia, diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi di tahun 2012. Selain itu,
dengan karakteristik ekspor Indonesia, dimana produk sumber daya alam mempunyai peran
yang cukup dominan, maka penurunan kinerja ekspor diperkirakan tidak akan terlalu besar.
Dari data empiris, ekspor sumber daya alam relatif tidak terlalu sensitif terhadap penurunan
pertumbuhan ekonomi dunia maupun penurunan harga komoditas. Dengan kondisi tersebut,
Bank Indonesia memperkirakan, ekspor secara riil akan tumbuh sebesar 14,3% di tahun
2011 dan melambat menjadi 10,8% - 11,3% di tahun 2012.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
33
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
BOKS 2:
Devisa Hasil Ekspor (DHE)
Pembangunan ekonomi nasional membutuhkan sumber dana yang memadai dan
berkesinambungan. Selain yang bersumber dari domestik, aliran masuk modal asing dalam
besaran yang sesuai masih diperlukan sebagai salah satu sumber pembiayaan perekonomian.
Namun, aliran masuk modal jangka pendek yang dominan berpotensi menimbulkan tekanan
terhadap stabilitas makro. Salah satu alternatif sumber dana luar negeri yang bersifat lebih
jangka panjang dapat berasal dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Devisa Utang Luar Negeri
(DULN).
Perkembangan terkini menunjukkan bahwa tidak seluruh DHE dan DULN ditempatkan
pada perbankan yang beroperasi di Indonesia. Hal tersebut berdampak pada keseimbangan
pasokan dan permintaan di pasar valas domestik yang sebagian dipenuhi oleh aliran modal
jangka pendek yang rentan terhadap pembalikan (sudden capital reversal). Untuk itu Bank
Indonesia mengeluarkan kebijakan agar penerimaan DHE dan penarikan DULN dapat
dilakukan melalui Bank Devisa. Dengan kebijakan ini diharapkan pasokan valas di pasar
domestik menjadi lebih stabil dan berkelanjutan sehingga mendukung terciptanya pasar
keuangan yang lebih sehat, nilai rupiah yang stabil dan stabilitas makroekonomi yang kuat.
Selain itu, kebijakan ini juga ditujukan untuk meningkatkan kualitas statistik ekspor, impor,
utang luar negeri, neraca pembayaran (balance of payment) dan monitoring devisa sehingga
mendukung kebijakan moneter maupun kebijakan perpajakan dan kepabeanan.
Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan lalu lintas devisa terkait dengan penerimaan DHE dan
DULN pada tanggal 3 Oktober 2011. Dengan kebijakan ini, eksportir diwajibkan menerima
DHE melalui bank devisa di Indonesia. Demikian juga debitur utang luar negeri diwajibkan
menarik DULN melalui bank devisa di Indonesia. Pengaturan ini tetap berlandaskan pada
sistem devisa bebas yang berlaku selama ini, dimana setiap penduduk dapat dengan bebas
memiliki dan menggunakan devisa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
Kebijakan yang mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2012 ini pada prinsipnya mewajibkan
semua DHE diterima bank domestik paling lambat 3 bulan setelah tanggal ekspor sesuai di
dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Untuk tahun 2012 (masa transisi), DHE paling
lambat diterima 6 bulan setelah tanggal PEB. Bagi eksportir yang sudah memperjanjikan
penerimaan DHE tidak melalui bank domestik, diberikan masa transisi 1 tahun hingga 31
Desember 2012. Sementara itu, DULN yang wajib ditarik melalui bank devisa di Indonesia
adalah devisa utang luar negeri yang ditarik secara cash/tunai, berupa non revolving loan
agreement dan surat – surat berharga utang (debt securities). Penarikan DULN yang berasal
dari perjanjian ULN yang ditandatangani sebelum berlakunya kebijakan ini tidak wajib
dilakukan melalui bank devisa di domestik.
34
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Secara rinci, kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.13/20/
PBI/2011 tanggal 30 September 2011 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan
Devisa Utang Luar Negeri. Bersamaan dengan itu, telah disesuaikan pula peraturan mengenai
Pemantauan Lalu Lintas Devisa Bank dalam PBI No.13/21/PBI/2011 tanggal 30 September
2011 dan peraturan mengenai Kewajiban Pelaporan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri
dalam PBI No.13/22/PBI/2011 tanggal 30 September 2011. Ketiga peraturan tersebut bersama
dengan ringkasan dan tanya-jawab mengenai pokok-pokok kebijakan DHE dan DULN dapat
diakses melalui website Bank Indonesia.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
35
Tabel Statistik
Tabel Statistik
Tabel 1
Suku Bunga Pasar Uang, Deposito Berjangka, dan Kredit
(Persen per Tahun)
Periode
2006
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2007
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2008
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2009
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2010
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2011
Trw. I
Trw. II
Trw. IIi
Suku Bunga
Pasar Uang
Antarbank*
Tingkat
Diskonto
SBI
Suku Bunga Deposito Berjangka *
1
bulan
6
bulan
12
bulan
24
bulan
10,28
12,73
11,61
12,19
12,10
12,02
12,64
10,23
12,50
11,34
11,70
12,09
12,28
12,61
8,90
11,25
10,47
11,05
11,52
12,36
12,47
5,97
9,75
8,96
9,71
10,70
11,63
11,84
7,52
9,00
8,13
8,52
9,29
10,17
11,73
5,58
8,75
7,46
7,87
8,40
9,54
11,73
6,83
8,25
7,13
7,44
7,80
8,91
11,24
4,33
8,00
7,19
7,42
7,65
8,24
10,83
8,01
7,96
6,88
7,26
7,57
7,79
10,06
8,43
8,73
7,19
7,49
7,79
7,78
9,91
9,37
9,71
9,26
9,45
9,14
9,34
9,83
9,40
10,83
10,75
11,16
10,34
10,43
8,62
8,04
8,21
9,42
10,65
10,45
11,31
8,33
6,96
6,95
8,52
9,25
9,75
11,37
9,03
6,30
6,48
7,43
8,35
8,71
10,80
9,14
6,28
6,46
6,87
7,48
7,87
9,55
9,10
6,17
6,27
6,77
6,99
7,31
8,49
8,48
6,19
6,26
6,79
6,95
6,99
7,87
8,11
6,19
n,a
6,72
6,95
6,96
7,64
7,92
5,58
n,a
6,83
7,06
7,20
7,88
8,11
6,20
n,a
6,83
6,91
7,10
7,15
7,95
6,03
n,a
6,82
6,95
7,15
7,08
7,27
5,82
n,a
6,79
6,90
7,15
6,87
6,70
* Data sd Agt 2011
36
3
bulan
Suku Bunga Kredit*
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Modal
Kerja
Investasi
16,35
16,15
15,82
15,07
15,90
15,94
15,66
15,10
14,49
13,88
13,31
13,00
14,53
13,99
13,45
13,01
12,88
12,99
13,93
15,22
12,59
12,51
13,32
14,40
14,99
14,52
14,17
13,69
14,05
13,78
13,20
12,96
13,54
13,17
13,00
12,83
12,72
12,70
12,41
12,28
12,32
12,24
12,50
12,18
12,13
12,10
Tabel Statistik
Tabel 2
Perkembangan Transaksi di Pasar Uang
(Miliar Rupiah)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2)
Periode
Transaksi
antarbank1)
Penerbitan
Pelunasan
Posisi
2006
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2007
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw.IV
2008
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2009
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2010
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2011
Trw. I
Trw. II
Trw. IIi*
23.866
415.638
23.910
517.853
25.383
599.495
27.706
665.673
37.341
774.867
38.323
846.655
36.615
895.563
32.061
777.250
37.482
871.303
23.510
496.338
27.115
389.140
14.029
404.072
22.897
448.505
30.656
324.806
29.038
375.134
24.566
631.235
26.907
648.324
30.615
322.322
28.553
199.589
23.142
153.809
30.401
86.480
36.788
51.383
20.757
11.822
356.471
483.967
586.715
636.381
133.799
167.685
180.464
209.756
740.952
832.325
887.770
795.475
243.671
258.002
266.152
247.926
906.767
543.656
437.315
340.913
212.463
165.145
116.969
180.128
394.904
324.776
387.188
592.048
232.700
232.731
220.676
259.864
607.933
351.475
218.152
203.835
300.255
271.103
252.540
203.110
56.066
95.689
27.593
233.524
188.988
151.217
*) Data s.d Agt 2011
1) Transaksi pagi & sore hari seluruh tenor
2) Termasuk SBIS (SBI Syariah)
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
37
Tabel Statistik
```
Tabel 3
Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1)
(Miliar Rupiah)
2008
III
1 Bank Pemerintah
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
2 Bank Umum Swasta Nasional
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
3 Bank Pemerintah Daerah
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
4 Bank Asing & Campuran
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
5 Bank Perkreditan Rakyat
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
6 Sub jumlah (1 s.d. 5)
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
IV
2009
I
II
2010
III
IV
I
II
IV
I
II
iII*
432.850 461.877 466.605 495.440 504.649 533.945 536.336 578.587 595.131 630.148 644.289 698.315 719.263
35.153 37.409 38.367 42.041 41.313 45.091 39.140 45.520 49.215 48.438 47.383 50.807 52.199
14.778 13.807 13.363 11.923 14.205 16.795 17.863 21.512 20.736 25.560 25.067 29.661 30.154
88.181 96.838 98.660 99.825 92.634 92.485 89.314 100.237 93.060 93.695 93.217 97.836 98.215
98.865 102.017 103.408 113.130 118.580 129.497 84.616 90.411 114.918 110.981 107.948 110.903 116.249
77.295 87.505 83.540 88.540 91.532 93.320 137.568 140.494 130.444 156.264 162.996 188.119 200.438
118.578 124.301 129.267 139.981 146.385 156.757 114.970 105.306 112.242 117.866 126.762 137.060 130.040
534.599 552.617 530.642 529.687 549.349 593.400 611.861 672.798 715.217 775.323 801.246 864.006 900.496
18.169 19.150 18.722 19.353 19.112 21.359 20.379 24.939 26.403 30.199 31.246 32.635 32.647
10.850 11.137
8.979
9.697 10.861 15.013 14.696 18.389 19.827 21.247 24.580 25.692 27.452
90.896 97.042 93.414 84.488 86.575 92.738 92.277 97.012 103.688 114.203 118.350 131.180 136.766
125.908 130.687 120.114 121.956 124.949 134.434 141.275 158.600 164.959 185.508 182.418 199.463 203.829
143.486 148.332 144.072 145.936 151.281 162.535 155.932 188.608 201.904 209.957 217.632 235.261 243.437
145.290 146.269 145.341 148.257 156.571 167.321 74.659 63.076 65.673 79.140 75.241 83.038 90.895
93.991 96.440 100.817 110.968 119.552 120.701 122.958 132.757 138.961 143.067 149.005 161.201 167.188
3.067
3.182
3.143
3.289
3.749
3.706
3.651
3.713
4.359
4.488
4.910
5.389
5.669
187
270
312
388
615
675
628
710
755
992
947
1.076
1.135
787
814
829
943
1.082
1.146
2.040
2.394
2.751
2.890
2.869
3.326
3.506
12.042 12.055 12.638 14.006 14.898 15.278 15.975 15.786 16.263 17.337 17.962 19.732 20.917
13.456 13.356 13.153 15.716 18.790 17.565 17.295 19.954 21.507 20.949 20.445 21.912 22.816
64.452 66.763 70.742 76.626 80.418 82.331 71.932 78.994 82.237 84.220 89.267 96.881 100.032
178.061 189.245 184.654 168.614 168.509 170.748 170.328 189.463 195.410 201.368 204.704 211.713 227.428
6.505
6.419
7.020
6.669
5.535
5.236
5.410
6.703
6.803
6.797
7.062
6.764
7.128
4.478
5.327
6.081
4.712
6.235
9.076
8.602 10.567 11.567 12.660 13.503 12.616 14.664
68.739 74.458 71.358 61.420 58.833 59.314 55.601 62.368 58.905 63.065 62.023 64.710 74.920
14.256 13.246 15.113 13.598 13.364 12.873 16.476 18.943 20.176 21.848 20.166 24.469 22.825
56.523 60.766 57.418 53.919 55.326 52.828 51.811 60.183 66.363 66.988 71.437 71.035 75.023
27.560 29.029 27.664 28.296 29.216 31.421 29.259 26.882 27.981 26.081 26.178 26.691 27.482
25.706 25.413 25.333 26.382 27.434 28.014 29.476 31.491 32.832 33.695 35.566 38.018 39.703
1.769
1.733
1.774
1.915
1.934
2.002
2.125
2.302
2.390
2.602
2.714
2.967
3.132
0
0
0
0
0
0
0
0
0
36
39
48
46
436
426
433
456
486
505
531
545
589
476
517
561
580
9.516
9.307
8.998
9.368
9.746
9.801 10.255 10.845 11.233 10.553 11.193 11.815 12.297
2.684
2.672
2.705
2.861
2.935
3.054
3.247
3.561
3.823
4.954
5.224
5.512
5.733
11.301 11.275 11.423 11.782 12.333 12.652 13.317 14.238 14.795 15.072 15.879 17.115 17.914
1.249.970 1.313.873 1.308.051 1.331.091 1.369.493 1.446.808 1.470.959 1.605.095 1.677.551 1.783.601 1.834.810 1.973.253 2.054.078
64.623 67.828 69.026 73.267 71.643 77.394 70.705 83.178 89.170 92.525 93.315 98.562 100.775
30.293 30.541 28.735 26.720 31.916 41.559 41.789 51.178 52.885 60.495 64.136 69.093 73.452
249.039 269.578 264.694 247.132 239.610 246.188 239.763 262.556 258.993 274.330 276.975 297.613 313.987
249.762 259.953 260.271 272.058 281.537 301.883 268.597 294.584 327.549 346.226 339.688 366.382 376.117
286.740 306.141 300.888 306.972 319.864 329.302 365.852 412.800 424.041 459.112 477.734 521.840 547.448
369.513 379.832 384.437 404.942 424.923 450.482 304.138 288.495 302.929 322.378 333.327 360.785 366.363
* Data sd Agt 2011
1) Tidak termasuk pemerintah pusat, bukan penduduk, nilai lawan valas, RDI dan kredit kelolaan
38
2011
III
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Tabel Statistik
Tabel 4
Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar
M2
M1
Akhir
Periode
Jumlah 1)
2007
1.649.662 Jumlah2)
450.055 Uang
Kartal
182.967 Uang
Giral
Uang
Kuasi
267.089 1.196.119 Aktiva
Luar
Negeri
Bersih
509.843 Tagihan
Tagihan
Pada
Tagihan
Pada
Lembaga Perusahaan
Bersih
Pemerintah Pemerintah Swasta dan
BUMN
Pusat3)
Perorangan
507.120 39.891 1.005.739 Lainnya
Bersih4)
-102.955
2008
Trw. I
1.594.390 409.768 164.609 245.159 1.181.322 533.323 385.570 33.669 1.053.869 -94.992
Trw. II
1.703.381 453.047 189.040 264.007 1.247.213 550.015 371.647 36.516 1.159.311 -113.902
Trw. III
1.778.139 479.738 222.805 256.934 1.295.292 509.659 360.756 45.375 1.253.456 -93.287
Trw. IV
1.895.839 456.787 209.747 247.040 1.435.772 593.137 387.248 47.949 1.314.049 -98.144
2009
Trw. I
1.916.752 448.034 186.119 261.914 1.466.364 691.465 363.536 46.541 1.303.006 -108.550
Trw. II
1.977.533 482.621 203.406 279.215 1.491.950 655.440 399.395 48.996 1.319.240 -102.181
Trw. III
2.018.031 490.022 210.343 279.679 1.525.204 658.645 390.288 55.139 1.347.876 -107.445
Trw. IV
2.141.384 515.824 226.006 289.818 1.622.055 679.448 429.406 66.589 1.403.686 -119.293
2010
Trw. I
2.112.083 494.461 205.083 289.378 1.611.373 726.192 370.121 79.813 1.397.656 -153.773
Trw. II
2.231.144 545.405 222.828 322.577 1.680.374 756.588 304.728 97.067 1.511.482 -116.738
Trw. III
2.274.955 549.941 229.825 320.117 1.720.039 824.481 283.694 97.679 1.583.468 -139.665
Trw. IV
2.471.206 605.411 260.227 345.184 1.856.720 865.121 368.717 99.369 1.684.207 -121.460
2011
Trw. I
2.451.357 580.601 241.618 338.984 1.862.788 911.389 318.001 91.980 1.727.537 -149.448
Trw. II
2.522.784 636.206 261.504 374.702 1.876.446 970.573 216.791 96.052 1.864.834 -129.049
Trw. III*
2.621.346 662.806 324.725 338.081 1.943.770 977.568 214.240 105.055 1.946.476 -113.648
* Data sd Agt 2011
1) M1 + uang kuasi + surat berharga selain saham dgn sisa jk.waktu s.d 1 thn
2) Uang Kartal ditambah uang giral
3) Termasuk rekening khusus pemerintah
4) Termasuk derivatif keuangan
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
39
Tabel Statistik
Tabel 5
Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
2008
III
I. Uang Primer
2009
IV
I
II
2010
III
IV
I
II
2011
III
IV
392.136 344.688 304.718 322.994 354.297 402.118 374.406 401.435 423.809
0
0
0
0
0
0
0
0
II
III*
518.447 506.785 541.624 625.440
a. Statutory Reserve Shortfall
b. Uang yang diedarkan
270.243 264.391 226.672 244.634 273.744 279.029 250.612 269.372 288.846
318.575 290.466 315.539 391.942
- Uang kartal di masyarakat
223.166 209.378 186.538 203.838 210.822 226.382 205.083 222.828 229.871
260.715 242.118 265.196 322.689
- Kas bank umum
47.077
55.013
40.134
40.796
62.923
52.646
45.529
46.544
58.975
c.Saldo Giro Positif Bank
121.302
79.648
77.404
77.744
79.920
89.903
85.666
92.287
93.665
d.Giro Sektor Swasta
650
642
616
633
601
539
578
497
591
0
I
0
57.860
0
48.349
0
50.343
0
69.253
159.106 174.569 183.427 190.731
484
460
530
445
II. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Uang Primer
a. Net International Reserve 1)
355.967 338.692 354.727 356.930 376.681 403.858 445.181 487.742 537.312
b. Net Domestic Assets
585.097 620.282 675.926 705.517
-137.121 -213.668 -323.022 -259.388 -211.887 -183.794 -246.168 -258.716 -314.736 -310.837 -380.067 -453.626 -409.884
- Tagihan Bersih pada Pemerintah 123.797 172.012 105.571 136.202 144.747 200.956 144.792 103.254
72.816
160.777 105.983
23.206
23.364
- Bantuan Likuiditas
8.800
8.711
8.715
8.715
8.715
8.665
8.660
8.660
8.659
8.466
8.465
7.965
8.470
- Kredit Likuiditas
9.227
9.009
8.783
8.622
8.458
8.231
8.103
7.932
7.838
7.682
7.739
7.638
7.621
- Tagihan Lainnya
-110.810 -155.278 -175.022 -131.729 -117.812
-97.524 -73.835
-61.865
-74.968
-64.702 -62.992
-84.989
-98.462
- Operasi Pasar Terbuka
-152.563 -233.866 -257.701 -267.412 -242.991 -315.420 -322.962 -307.132 -319.912 -417.012 -433.933 -402.578 -344.253
- SBI (net) 2)
-116.967 -179.879 -232.700 -232.731 -220.676 -226.887 -262.661 -231.905 -211.739 -162.828 -192.235 -146.860 -130.725
- FASBI
-1.403
-4.223
-15.288
-28.277
-22.824
-35.034 -43.845
-27.628
-23.110 -101.256 -49.218
- Lain-Lain 3)
-34.193
-50.186
-2.321
-5.896
1.203
-24.765 -13.502
-43.758
-76.124 -145.863 -172.167 -178.784 -197.337
- Net Other Items
-15.573
-14.256
-13.368
-13.785
-13.000
11.296 -10.926
-9.566
-9.170
-6.049
-5.329
-58.451
-4.868
* Data sd Agt 2011
1) sebelum Juni 1997 menggunakan NFA, setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000,- per US $
sejak juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000,- per US $
sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500,- per US $
sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000,- per US $
sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int’l Reserve and Foreign Currency Liquidity) 2) sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah
3) termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)
40
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
-70.835
-6.624
Tabel Statistik
Tabel 6
Neraca Pembayaran Indonesia 1)
(Juta US$)
2008
III
IV
Total
I
2009R
II
III
2010*
IV
Total
I
II
III 2011**
IV
Total
I
I. Transaksi Berjalan
-967
-637
126 2.690 2.377
1.781 3.781 10.628 1.936 1.409 1.205
1.093 5.643 2.089
A. Barang bersih (Neraca Perdagangan) 5.771 4.166 22.916 6.052 7.493
6.931 10.455 30.932 6.954 6.848 7.593
9.232 30.628 8.686
1. Ekspor f.o.b
38.081 29.768 139.606 24.195 28.158 31.289 36.004 119.646 35.088 37.444 39.712 45.830 158.074 45.818
2. Impor f.o.b
-32.309 -25.603 -116.690 -18.143 -20.665 -24.358 -25.549 -88.714 -28.134 -30.596 -32.119 -36.597 -127.447 -37.133
B. Jasa-jasa (bersih)
-3.313 -3.227 -12.998 -1.672 -2.476 -2.249 -3.344 -9.741 -2.106 -2.275 -2.155 -2.788 -9.324 -2.305
C. Pendapatan (bersih)
-4.756 -2.881 -15.155 -2.742 -3.776 -4.072 -4.551 -15.140 -3.993 -4.262 -5.385 -6.653 -20.291 -5.318
D. Transfer Berjalan
1.331 1.305 5.364 1.051 1.135
1.171 1.221 4.578 1.080 1.098 1.151
1.301 4.630 1.027
II. Transaksi Modal dan Finansial
2.370 -5.822 -1.876 1.835 -2.320
2.924 2.414 4.852 5.590 3.697 7.365
9.550 26.201 6.436
A. Transaksi Modal
187
29
294
19
29
34
14
96
18
2
4
26
50
1
B. Transaksi Finansial
2.184 -5.850 -2.170 1.815 -2.349
2.891 2.399 4.756 5.572 3.695 7.361
9.524 26.151 6.435
1. Investasi Langsung
1.871
720 3.419
628
575
647
779 2.628 2.484 2.298 1.684
4.241 10.706 3.041
a. Ke Luar Negeri (bersih)
-1.517 -1.217 -5.900 -1.276
-872
-340
239 -2.249
-427
-982 -1.191
-64 -2.664 -1.748
b. Di Indonesia/FDI (bersih)
3.388 1.937 9.318 1.904 1.447
987
540 4.877 2.911 3.280 2.875
4.305 13.371 4.789
2. Investasi Portfolio
-74 -4.377 1.721 1.950 1.893
2.972 3.521 10.336 6.159 1.089 4.517
1.437 13.202 3.798
a. Aset (bersih)
-65
-467 -1.294
133
362
-331
-307
-144
-409
-152 -1.597
-353 -2.511
-311
b. Kewajiban (bersih)
-9 -3.910 3.015 1.817 1.532
3.303 3.828 10.480 6.569 1.241 6.114
1.789 15.713 4.109
3. Investasi Lainnya
387 -2.194 -7.309
-763 -4.817
-728 -1.900 -8.208 -3.072
308 1.160
3.846 2.243
-404
a. Aset (bersih)
-1.610 -4.498 -10.755
-241 -2.943 -6.083 -2.735 -12.002 -2.764
552 -1.960
2.447 -1.725 -1.248
2)
b. Kewajiban (bersih) 1.998 2.304 3.446
-522 -1.874
5.355
834 3.794
-308
-244 3.120
1.400 3.968
844
III.Jumlah (I + II)
1.404 -6.459 -1.750 4.524
57
4.705 6.195 15.481 7.526 5.106 8.570 10.642 31.844 8.525
IV.Selisih Perhitungan
-1.493 2.246
-195
-570
995 -1.159 -2.241 -2.975
-905
315 -1.616
646 -1.559
-859
V. Neraca Keseluruhan (III + IV)
-89 -4.212 -1.945 3.955 1.052
3.546 3.954 12.506 6.621 5.421 6.955 11.289 30.285 7.666
3)
VI.Lalu Lintas Moneter 89 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954 -12.506 -6.621 -5.421 -6.955 -11.289 -30.285 -7.666
a. Perubahan Cadangan Devisa
89 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954 -12.506 -6.621 -5.421 -6.955 -11.289 -30.285 -7.666
b. IMF:
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Penarikan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Pembayaran
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Memorandum:
Posisi Cadangan Devisa 4)
(dalam bulan impor dan pembayaran 57.108 51.639 51.639 54.840 57.576 62.287 66.105 66.105 71.823 76.321 86.551 96.207 96.207 105.709
utang luar negeri)
5,4
5,7
6,1
6,5
6,5
5,2
5,6
6,3
7,0
7,0
6,0
Transaksi Berjalan (% PDB) -0,7
-0,5
0,0
2,4
1,8
1,2
2,5
2,0
1,2
0,8
0,6
0,6
0,8
1,1
Rasio Pembayaran Utang (%) 5)
15,2
24,2
18,1
23,3
25,0
19,8
24,6
23,2
21,2
23,2
20,3
23,7
22,2
18,0
a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan 4,7
9,2
6,4
6,1
10,0
5,3
8,5
7,5
5,0
7,2
4,8
6,2
5,8
4,5
6)
Otoritas Moneter
II
232
9.728
51.460
-41.732
-3.598
-6.871
974
12.518
0
12.518
2.699
-2.547
5.247
5.742
-536
6.278
4.076
2.051
2.025
12.750
-873
11.876
-11.876
-11.876
0
0
0
119.655
6,8
0,1
21,6
5,4
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
R) Revisi
1) Format baru sejak publikasi Januari 2004
2) Tidak termasuk pinjaman IMF
3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi.
4) Sejak 1988, posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000, posisi cadangan devisa memakai konsep Internasional Reserve
and Foreign Currency Liquidity (IRFCL).
5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa.
6) Terdiri dari Pemerintah, BUMN di luar bank, dan Bank Indonesia.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
41
Tabel Statistik
Tabel 7
Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
(Persen)1)
Kelompok/Sub Kelompok
I. Bahan Makanan
A. Padi-padian, umbi-umbian dan
hasil-hasilnya
B. Daging dan hasil-hasilnya
C. Ikan segar
D. Ikan diawetkan
E. Telur, susu dan hasil-hasilnya
F. Sayur-sayuran
G. Kacang-kacangan
H. Buah-buahan
I. Bumbu-bumbuan
J. Lemak dan minyak
K. Bahan makanan lainnya
II. Makanan jadi, Minuman, Rokok
dan Tembakau
A. Makanan jadi
B. Minuman yang tidak beralkohol
C. Tembakau dan minuman beralkohol
2008
III
IV
4,75
0,60
0,60
0,91
2009
I
1,44
2,76
II
-1,76
-0,75
2010
III IV
I
4,94
1,06
1,67
6,90
-0,67
3,17
2011
II
III
IV
I
4,05
1,24
5,65
9,78
3,46 -0,12
6,81 -2,42
II
-0,94
0,83
2,83
7,77
13,94 -4,64 2,39 -0,26
6,47 -4,14
0,72 2,02 12,83 -7,24 -1,71
2,18
4,66
12,12
2,94 2,25 -2,52
4,63 -3,25
0,09 -1,92
7,47 -1,67 3,91
1,31
3,45
8,04
4,32 2,24 -0,88
1,60
0,14
0,44 0,55
1,41 0,74 4,05
3,23
2,11
8,94 -2,51 -0,34 -0,54
1,57 -0,51
0,01 1,12
2,71 0,55 1,89
0,95
0,74
3,79
6,60 2,59 -5,97
6,34 -0,97
4,13 8,96
1,08 4,47 -2,92
1,67
5,48
5,93
0,42 0,18 -2,59
1,18
0,47 -18,67 24,27
3,27 0,66 3,83 -0,39
2,81
7,30
1,68 0,71 3,11
8,14 -1,81
0,34 4,43
3,46 1,41 1,70
1,01
2,21
-10,49
8,28 1,66 -8,24 23,17
0,07 -4,89 30,95 -1,06 20,90 -4,32 -19,05 -12,71
-1,65 -6,81 -0,81 0,12 -1,30 -1,57
0,85 -0,63
2,05 6,59 5,85 -0,05
1,13
3,57
1,20 1,62 0,61
2,37 -1,40
0,67 1,14
2,96 0,62 0,44
1,39
4,77
2,62
2,43 2,40 1,18
2,12
1,90
2,62 1,00
1,86 1,31 1,28
0,83
1,36
2,83
2,35 1,59 1,03
1,46
1,42
2,69 1,32
1,92 1,08 1,19
2,15
1,50 5,39 2,15
5,61
2,46
2,86 -1,59
1,91 1,72 0,55
2,60
3,70 2,42 0,82
1,06
3,13
1,81 2,27
1,48 1,63 2,25
III. Perumahan
3,58
1,00 0,42 0,26
0,47
0,67
0,67 0,43
2,11 0,82 1,18
A. Biaya tempat tinggal
2,16
0,73 1,00 0,12
0,53
0,70
0,83 0,44
0,82 1,12 1,72
B. Bahan bakar. penerangan dan air
8,94
1,66 -1,48 0,29
0,55
0,83
0,51 0,45
6,03 0,10 0,30
C. Perlengkapan rumah tangga
1,66
1,10 0,95 0,68
0,75
0,67
0,31 0,42
0,70 0,47 0,69
D. Penyelenggaraan rumah tangga
1,71
1,08 1,00 0,53 -0,21
0,25
0,62 0,32
0,90 1,05 0,99
IV. Sandang
0,77
2,58 4,48 -1,88
1,06
2,31 -0,66 2,28
1,05 3,75 0,45
A. Sandang laki-laki
3,02
0,35 0,38 0,55
2,49
0,45
1,02 0,74
1,78 0,56 1,11
B. Sandang wanita
2,15
0,30 0,44 0,29
1,24
0,49
0,44 0,61
1,20 0,35 0,28
C. Sandang anak-anak
2,13
0,23 0,26 0,39
1,67
0,37
0,69 0,98
1,64 0,31 0,25
D. Barang pribadi dan sandang lainnya -2,46
7,26 13,49 -6,30 -0,37
6,13 -2,88 5,39
0,61 9,44 0,31
V. Kesehatan
1,64
1,10 1,27 1,20
0,77
0,59
0,58 0,33
0,77 0,49 1,54
A. Jasa kesehatan dan obat-obatan
1,07
0,69 1,60 1,72
0,85
0,69
0,52 0,32
0,51 0,50 1,79
B. Obat-obatan
2,19
1,60 1,14 1,39
0,42
0,86
0,65 0,18
0,41 0,47 1,56
C. Jasa perawatan jasmani
2,36
1,61 1,39 0,73
1,38
1,38
0,84 0,34
2,07 0,75 2,35
D. Perawatan jasmani dan kosmetik
1,76
1,26 1,01 0,42
0,83
0,41
0,57 0,43
1,01 0,50 1,36
VI. Pendidikan. Rekreasi dan Olah Raga 3,77
0,82 0,22 0,22
2,94
0,48
0,18 0,09
2,39 0,60 0,72
A. Biaya pendidikan
6,76
0,70 0,04 0,06
4,86
0,62
0,03 0,02
4,42 0,64 0,51
B. Kursus dan pelatihan
4,95
0,32 0,59 0,46
1,27
0,77
0,77 0,17
0,69 0,73 0,50
C. Perlengkapan/peralatan pendidikan 1,14
1,11 0,37 0,16
0,74
0,19
0,30 0,24
1,06 -0,03 0,39
D. Rekreasi
0,51
1,02 0,48 0,55
0,74
0,30
0,37 0,15 -0,03 0,56 1,18
E. Olah raga 0,91
0,49 0,51 0,33
0,52
0,75
0,87 0,23
0,53 0,47 1,89
VII.Transpor dan Komunikasi
0,92 -2,94 -4,66 0,32
1,16 -0,44
0,34 0,21
2,45 -0,32 0,55
A. Transpor
1,03 -4,46 -6,95 0,54
1,70 -0,73
0,50 0,27
1,59 -0,51 0,81
B. Komunikasi dan pengiriman
0,02
0,20 -0,07 -0,31 -0,32 -0,23 -0,40 -0,06 -0,10 -0,11 -0,16
C. Sarana dan penunjang transpor
1,34
1,64 1,38 0,34
0,87
1,07
0,96 0,55 15,77 0,42 0,64
D. Jasa Keuangan
3,89
0,00 0,00 0,00
0,65
0,00
0,00 0,04
0,00 0,00 0,09
U M U M
2,88
0,54 0,36 -0,15
2,07
0,49
0,99 1,41
2,79 1,59 0,70
0,80
-0,53
2,23
0,96
1,13
2,88
0,77
0,83
0,47
0,71
1,09
0,78
0,96
0,44
0,78
0,79
1,97
1,02
0,69
0,99
3,79
4,71
1,78
0,88
1,51
11,56
1,30
1,07
0,98
1,32
1,72
0,75
0,72
0,35
0,80
1,00
0,28
0,12
1,13
0,32
0,23
0,63
3,69
6,74
2,32
1,16
0,29
0,29
0,36
0,51
-0,37
0,84
0,03
1,15
1,81
-0,37
0,40
0,01
0,36
1,89
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ)
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100).
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
42
III
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Tabel Statistik
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota
(Persen)1)
Kota
1. Lhokseumawe
2. Banda Aceh
3. Padang Sidempuan
4. Sibolga
5. Pematang Siantar
6. M e d a n
7. Padang
8. Pekanbaru
9. Batam
10. Jambi
11. Palembang
12. Bengkulu
13. Bandar Lampung
14. Pangkal Pinang
15. Dumai
16. Tanjung Pinang
17. Jakarta
18. Tasikmalaya
19. Serang
20. Tangerang
21. Cilegon
22. Bogor
23. Sukabumi
24. Bekasi
25. Depok
26. Bandung
27. Cirebon
28. Purwokerto
29. Surakarta
30. Semarang
31. Tegal
32. Yogyakarta
33. Jember
34. Sumenep
35. Kediri
36. Malang
37. Probolinggo
38. Madiun
39. Surabaya
40. Denpasar
41. Mataram
42. Bima
43. Maumere
44. Kupang
45. Pontianak
46. Singkawang
47. Sampit
48. Palangka Raya
49. Banjarmasin
50. Balikpapan
51. Samarinda
2008
III
2,92
1,36
1,27
3,06
1,37
1,21
2,04
3,17
1,72
1,76
3,20
3,61
4,95
4,26
3,04
3,33
2,54
3,64
4,50
3,21
0,88
2,38
3,42
3,82
3,49
2,28
4,04
3,53
1,74
2,83
2,36
3,16
2,77
2,83
3,10
2,93
3,85
2,27
2,56
3,14
3,23
3,16
6,66
0,46
3,21
2,73
1,72
3,62
2,23
3,02
2,96
2009
IV
2,97
1,39
1,56
2,22
1,33
2,26
2,07
0,55
0,58
-0,19
-0,29
0,34
0,74
0,13
1,22
1,19
0,87
1,22
1,46
0,00
1,57
0,46
1,32
0,03
0,18
-0,07
0,19
1,16
0,13
0,18
0,45
0,59
-0,67
1,05
-0,35
0,38
0,00
-0,32
0,14
1,04
0,91
0,77
-2,44
1,94
0,08
0,02
0,68
1,76
1,85
0,39
-0,06
I
-0,56
0,35
-0,03
-0,52
-0,20
-0,84
0,04
0,48
0,64
0,26
-0,06
0,09
0,92
-0,78
-0,74
0,32
-0,13
0,78
0,65
0,32
0,63
0,79
1,67
0,01
-0,87
0,11
0,91
0,78
1,06
0,72
1,05
0,59
1,02
0,25
0,90
1,28
0,60
1,02
1,06
2,14
1,78
2,41
0,39
0,85
1,73
0,38
1,62
-0,65
0,30
0,03
1,49
II
-0,37
0,14
-1,07
-0,01
0,10
-0,17
-1,34
-0,54
-0,43
-0,72
0,09
-0,74
-1,29
-0,74
-0,77
-0,73
0,15
1,09
1,31
-0,06
0,36
-0,27
0,35
-0,26
-0,20
-0,14
0,04
0,11
0,19
0,06
1,05
0,11
0,08
0,14
0,02
0,16
0,07
0,00
-0,41
-0,61
-1,43
-1,12
1,10
0,35
0,50
-0,90
-0,82
-0,88
0,34
0,31
0,42
2010
III
IV
4,37
4,12
2,66
3,45
3,26
3,35
2,79
1,70
1,76
2,37
1,57
4,06
4,85
3,16
3,52
1,29
1,73
1,09
2,62
2,03
1,89
1,72
1,25
1,76
2,43
1,64
2,49
1,17
1,21
1,96
3,15
1,90
1,16
1,90
2,04
1,38
1,84
1,52
1,97
1,77
3,48
2,06
3,47
2,77
3,52
2,44
0,95
1,28
1,77
2,55
1,81
0,53
-1,08
0,33
-1,28
-0,41
0,38
0,59
0,30
-0,09
0,58
0,25
-0,48
-0,25
0,57
-1,14
0,55
0,58
1,15
-0,07
0,19
0,20
-0,08
0,18
0,41
-0,03
0,50
0,62
0,73
0,14
0,41
0,47
0,30
1,35
0,42
0,61
0,54
1,00
0,82
0,74
1,02
-0,65
0,71
0,19
2,39
-0,88
-0,74
1,09
1,66
1,41
0,69
0,29
I
-0,09
0,44
0,38
1,21
1,04
1,05
1,02
0,79
1,72
1,53
0,58
1,35
0,15
1,37
0,26
0,80
0,92
1,33
0,31
0,74
0,87
1,11
0,61
1,26
0,75
0,84
0,36
1,11
0,68
1,02
0,62
1,00
-0,02
0,52
0,63
1,00
0,72
0,83
0,63
1,42
2,33
1,53
2,11
3,25
2,51
3,55
1,62
1,32
1,50
2,55
2,07
II
1,17
-0,33
2,13
2,60
2,89
2,12
2,41
1,72
1,67
3,22
1,18
2,15
2,53
0,41
2,60
2,12
1,21
0,82
1,87
1,32
1,60
1,44
1,02
2,08
2,23
0,47
1,25
1,23
1,58
1,23
1,48
1,65
1,99
1,44
1,95
1,23
1,82
1,15
1,29
1,26
2,70
1,15
2,52
2,24
0,03
0,11
2,02
2,21
2,87
0,76
0,74
2011
III
IV
0,05
1,47
0,82
2,67
1,08
1,52
0,74
1,83
1,76
2,37
2,50
3,88
4,39
5,18
2,21
1,66
2,63
1,80
1,54
2,46
1,69
2,74
2,96
2,85
2,52
2,21
3,52
2,20
1,91
3,33
2,65
2,91
2,35
3,69
2,23
2,57
3,46
2,39
3,93
3,77
3,34
2,23
3,02
3,08
4,75
4,61
2,65
3,64
2,86
4,14
3,28
5,99
3,01
3,92
4,89
4,37
2,76
3,47
2,48
2,05
3,02
1,65
1,43
2,57
2,15
3,71
1,45
1,32
1,48
2,33
1,44
1,82
1,15
0,75
1,47
2,25
0,93
1,44
1,37
2,33
1,37
1,83
1,63
2,60
0,97
1,83
1,75
0,54
2,02
1,32
1,44
2,28
1,31
0,60
1,06
1,03
-1,24
2,91
2,01
1,54
-0,21
0,75
I
0,62
0,26
0,87
0,79
1,19
0,32
1,46
1,51
0,70
-0,80
-0,27
0,20
1,11
1,92
-0,25
1,28
0,68
0,77
-0,40
0,53
0,30
0,50
0,32
0,94
0,55
0,26
-0,31
0,69
-0,83
0,37
0,39
1,14
0,80
0,11
-0,15
0,73
1,20
0,80
1,25
1,26
-0,07
0,63
0,86
2,32
1,42
2,31
0,72
0,06
0,47
2,38
2,77
II
-0,46
-0,15
-1,07
-0,90
-0,39
0,04
-0,89
-0,30
0,50
-0,16
1,15
0,27
0,15
0,45
-0,31
-0,61
0,65
0,25
0,07
0,66
-0,33
0,79
0,54
-0,37
-0,18
0,27
0,07
0,38
0,03
0,02
-0,08
0,10
-0,77
0,87
0,52
0,24
0,29
0,02
0,34
0,82
0,33
1,12
1,42
0,07
0,39
-0,05
0,20
1,36
0,77
2,15
1,19
III
2,61
2,03
3,49
2,02
2,76
3,46
3,17
2,30
2,06
3,22
2,00
3,66
2,30
4,06
2,56
1,99
1,89
1,62
2,07
1,75
0,95
0,78
2,31
1,26
1,74
0,69
2,09
1,43
1,61
1,76
1,95
1,73
1,39
1,58
2,19
1,90
1,63
1,75
2,23
0,82
4,08
1,89
2,04
0,75
3,32
4,55
1,64
3,40
1,74
1,98
2,36
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
43
Tabel Statistik
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan)
(Persen)1)
Kota
52. Tarakan
53. Manado
54. P a l u
55. Watampone
56. Makassar
57. Parepare
58. Palopo
59. Kendari
60. Gorontalo
61. Mamuju
62. Ambon
63. Ternate
64. Manokwari
65. Sorong
66. Jayapura
NASIONAL
2008
III
IV
2009
I
II
2010
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
5,54
0,82
0,53
1,34
3,52
1,66
2,89
-1,77
5,23
1,47
3,16
3,02
0,17
1,18
-2,08
0,74
2,50
0,72
0,20
3,81
1,44
1,31
5,01
-0,63
1,78
-0,36
3,35
0,87
-0,64
1,66
4,93
0,37
2,49
3,62
0,27
2,14
0,84
2,85
0,87
1,42
0,47
4,78
-0,04
0,69
3,50
0,14
0,84
-1,13
2,53
1,00
1,01
0,62
4,09
0,97
0,80
4,21
0,43
0,40
-0,53
1,85
-0,32
0,48
0,59
3,35
1,27
0,36
3,50
1,16
1,14
-0,12
2,00
1,11
0,75
0,02
3,04
0,14
0,72
3,30
0,74
2,99
-0,34
2,20
-0,28
-0,20
0,70
3,77
-0,40
2,35
4,01
0,16
2,33
0,59
0,85
0,53
1,59
-0,25
5,63
0,36
0,02
5,86
-0,29
-0,35
0,06
1,45
0,62
0,84
0,60
1,58
2,01
1,60
5,06
-4,80
2,26
-2,43
1,82
4,81
2,84
0,26
4,70
0,76
-1,25
4,30
-0,92
1,25
-0,27
1,32
1,54
1,79
-1,26
2,58
2,15
0,50
8,31
0,62
3,52
0,36
2,39
1,07
-0,44
1,58
1,89
1,58
-1,06
7,29
-1,86
0,77
0,52
0,42
0,87
1,34
1,84
5,50
-0,69
-1,47
2,88
0,31
-0,06
-0,36
1,55
0,78
1,31
1,03
1,36
0,71
0,95
2,88
0,54
0,36
-0,15
2,07
0,49
0,99
1,41
2,79
1,59
0,70
II
-0,77
-1,43
-0,69
1,26
0,60
-0,19
1,13
1,65
1,01
0,86
5,58
1,38
1,37
1,77
0,86
0,91
-0,05
0,91
1,91
0,97
0,93
1,73
4,11
1,84
1,45
-0,78
1,12
2,48
0,17
0,28
0,36
1,89
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ)
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100).
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
44
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
III
Tabel Statistik
Tabel 9
Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar
(Persen) 1)
Akhir
Pertanian
Pertambangan
Industri
Impor*
Ekspor*
Umum*
Periode
2006
3.87
0.61
1.60
-0.64
-1.34
-1.20
4.97
1.83
2.11
5.13
8.84
4.85
5.33
2.40
2.58
0.61
0.00
2.31
Trw.IV
6.74
3.51
1.51
1.82
-5.00
0.56
2007
Trw.I
Trw.II
Trw.III
6.32
3.39
3.47
3.57
2.63
3.93
2.97
1.64
3.35
5.75
7.05
4.32
7.69
1.61
3.70
3.26
1.80
3.63
Trw.IV
7.59
3.70
5.80
11.05
10.00
8.50
2008
Trw.I
Trw.II
Trw.III
7.05
4.08
7.17
6.64
5.88
6.45
7.75
10.78
12.60
15.56
14.14
12.55
4.68
3.54
1.40
-9.23
-5.31
-1.92
Trw.IV
0.00
4.27
-4.14
-11.86
-13.55
-6.67
2009
Trw.I
Trw.II
Trw.III
2.93
7.52
-0.26
5.28
2.44
1.80
3.07
-0.40
1.23
0.54
-0.81
0.99
5.19
1.22
1.13
-0.37
-2.86
0.79
Trw.IV
1.19
1.05
0.53
0.60
1.88
0.91
2010
Trw.I
Trw.II
Trw.III
2.05
0.60
1.57
0.22
0.27
1.17
2.25
0.80
0.60
0.69
2.70
1.29
Trw.III
3.74
0.52
1.41
0.14
-1.00
1.14
1.75
0.92
1.04
5.17
4.30
2.43
2011
Trw.I
Trw.II
Trw.I
Trw.II
Trw.III
1.16
1.56
1.80
5.13
5.19
2.86
0.22
1.31
0.65
-0.61
3.54
0.65
3.14
0.70
1.18
n.a
n.a
n.a
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ)
Perhitungan IHPB sejak tahun 2009 menggunakan tahun dasar 2005 (2005 = 100).
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
45
Download