BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet. Tablet merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami perkembangan dari segi formulasi. Pengembangan formulasi ditujukan agar diperoleh sediaan yang lebih cepat larut sehingga dapat meningkatkan laju absorpsi dan bioavailabilitas obat (Aiache, 1982). Pengembangan formula dimaksud adalah tablet dengan sistem dispersi padat. Dispersi padat adalah dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam suatu pembawa inert atau matriks dalam bentuk padat yang dibuat dengan metode peleburan, pelarutan atau pelarutan-peleburan. Teknik dispersi padat pertama kali diperkenalkan oleh Sekiguchi dan Obi tahun 1961 dengan pembawa yang mudah larut diantaranya: polivinilpirolidon, polietilen glikol, dan urea dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel, meningkatkan laju dissolusi dan absorpsi obat yang tidak larut dalam air (Chiou dan Riegelman, 1971). Laju disolusi atau kecepatan melarut obat yang relatif tidak larut dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Ibuprofen termasuk pada senyawa model biopharmaceutical classifikasi system (BCS) II, permeabilitas tinggi kelarutan rendah (Daham dan Amidon, 2009). Untuk obat yang mempunyai kelarutan rendah laju disolusi merupakan tahap penentu pada proses absorpsi obat (Shargel dan Yu, 1999; Leuner dan Dressman, 2000). Universitas Sumatera Utara Pembentukan sistem dispersi padat dalam pembawa yang mudah larut telah luas digunakan diantaranya adalah polietilen glikol (PEG). Umumnya, PEG dengan bobot molekul 1500 - 20.000 yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat. PEG dengan bobot molekul 4000 - 6000 paling sering digunakan untuk pembuatan dispersi padat. Umumnya proses pembuatan dispersi padat dengan PEG 6000 menggunakan metode peleburan karena lebih sederhana dan murah (Leuner dan Dressman, 2000). Sistem dispersi padat menggunakan ibuprofen sebagai bahan aktif yang praktis tidak larut dalam air dan polietilen glikol 6000 digunakan sebagai pembawa inert yang mudah larut dalam air. Ibuprofen merupakan golongan obat anti-inflamasi non steroid derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas anti radang dan analgesik yang tinggi, terutama digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat peradangan pada kondisi rematik dan arthritis (Trevor, et al., 2005). Terapi demikian umumnya membutuhkan pelepasan obat yang cepat dan segera mendapatkan respon farmakologi yang diinginkan, sehingga ibuprofen sesuai dibuat dengan sistem dispersi padat. Hasil penelitian melaporkan bahwa sistem dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas dari ibuprofen dengan menggunakan PEG 8000 (Newa, et al., 2008a). Demikian pula halnya, dapat terjadi peningkatan kelarutan ibuprofen dengan menggunakan PEG 4000 (Newa, et al., 2008b). Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa terjadi pembentukan kompleks dan interaksi antara ibuprofen dengan polivinilasetat ftalat dan polivinilpirolidon serta interaksi antara ibuprofen dengan eudragit RL 100 dalam sistem dispersi yang dibuat dengan tehnik pelarutan (Kumar dan Yang 2001; Pignatello, et al., 2004). Pembentukan campuran eutektik ibuprofen dengan setil alkohol terjadi selama proses penyalutan tablet (Schmid, et al., 2000). Universitas Sumatera Utara Sistem dispersi padat dengan obat ibuprofen digunakan untuk pengembangan formula tablet. Tablet diformulasi dengan metode cetak langsung karena metode ini lebih mudah dan murah (Lieberman, et al., 1990). Untuk mempercepat desintegrasi tablet ditambahkan superdesintegrant (bahan penghancur). Bahan penghancur akan membantu hancurnya tablet menjadi granul, selanjutnya menjadi partikel penyusun, sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi tablet. Pemilihan jenis dan jumlah superdesintegrant yang tepat sangat penting dalam pengembangan formula tablet. Untuk mempercepat hancurnya tablet sistem dispersi padat dipilih krospovidon dan natrium kroskarmelosa sebagai superdesintegrant, karena bahan ini mempunyai mekanisme aksi kapiler (wicking) dan mengembang (swelling) (Rowe, et al., 2003). Menurut Ansel (1989) obat yang diberikan secara oral harus menembus membran lambung usus (lambung-usus halus dan usus besar). Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif. Absorpsi obat di usus halus selalu lebih cepat dibandingkan di lambung karena permukaan epitel usus halus jauh lebih luas dibandingkan epitel lambung (Ganiswara, 1995). Banyak variasi metode yang digunakan untuk meneliti absorpsi obat di usus, diantaranya adalah metode in situ. Metode ini adalah metode yang paling dekat dengan sistem in vivo. Metode in situ memiliki kelebihan dibandingkan metode in vitro, meskipun hewan telah dianastesi dan dimanipulasi secara pembedahan aliran darah mesentrik masih tetap utuh (Griffin dan Driscol, 2006). Dari uraian tersebut diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang formulasi tablet ibuprofen dengan sistem dispersi padat yang diuji secara in vitro dan in situ pada usus halus tikus. Universitas Sumatera Utara 1.2 Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka diharapkan sistem dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi ibuprofen yang kemudian dikembangkan menjadi tablet cepat larut dengan menggunakan superdesintegrant. Pengamatan dimulai dari pembuatan dispersi padat dan karakterisasinya, pembuatan sediaan tablet, karakterisasi fisik, pelepasan secara in vitro dan absorpsi in situ pada usus halus tikus. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah : 1) untuk dispersi padat adalah uji perolehan kembali zat aktif, pola difraksi sinar X, SEM, DTA, IR serta disolusi, dan 2) untuk tablet dispersi padat, antara lain: kadar zat aktif, kekerasan, kerengasan, keragaman bobot, waktu hancur, disolusi, dan absorpsi secara in situ. Secara skematis kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1. sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter Uji perolehan kembali zat aktif PEG 6000 Pola difraksi sinar Dispersi padat Karakterisasi SEM D.T.A Ibuprofen I.R Disolusi Sudut Diam Super Desintegrant Uji Praformulasi Waktu Alir Granul Indeks Tap Kadar zat berkhasiat Kekerasan Karakterisasi Fisik Kerengasan Keseragaman bobot Tablet dispersi padat Waktu hancur Profil pelepasan in vitro Disolusi Absorpsi secara in situ Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian Universitas Sumatera Utara 1.3 Perumusan Masalah Dari uraian diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Apakah perbedaan jumlah PEG 6000 dan ibuprofen dalam sistem dispersi padat mempengaruhi laju disolusi ibuprofen? b) Apakah superdesintegrant natrium kroskarmelosa dan krospovidon dalam tablet sistem dispersi padat akan mempengaruhi laju disolusi tablet ibuprofen? c) Apakah tablet ibuprofen sistem dispersi padat dapat diabsorpsi secara in situ pada usus halus tikus? 1.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah penelitian diatas, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut: a) Perbedaan jumlah PEG 6000 dan ibuprofen dalam sistem dispersi padat mempengaruhi laju disolusi ibuprofen. b) Perbedaan superdesintegrant natrium kroskarmelosa dan krospovidon dalam tablet sistem dispersi padat mempengaruhi laju disolusi tablet ibuprofen. c) Tablet ibuprofen sistem dispersi padat dapat diabsorpsi secara in situ pada usus halus tikus. 1.5 Tujuan Penelitian a) Untuk mengetahui perbedaan jumlah PEG 6000 dan ibuprofen dalam sistem dispersi padat mempengaruhi laju disolusi ibuprofen. b) Untuk mengetahui perbedaan superdesintegrant natrium kroskarmelosa dan krospovidon dalam tablet sistem dispersi padat mempengaruhi laju disolusi tablet ibuprofen. Universitas Sumatera Utara c) Untuk mengetahui tablet ibuprofen sistem dispersi padat dapat diabsorpsi secara in situ pada usus halus tikus. 1.6 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi formulasi pada industri farmasi dalam memformulasi obat-obat NSAID ibuprofen khususnya pada sistem dispersi padat. Universitas Sumatera Utara